makalah odontektomi
TRANSCRIPT
MAKALAH
ODONTEKTOMI
Arrahmi Amir
160112120519
Pembimbing
Melita Sylvyana, drg., Sp.BM
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
BANDUNG
2013
ODONTEKTOMI
1. Pengertian
Odontektomi menurut Archer (1975) ialah pengeluaran satu atau
beberapa gigi secara bedah dengan cara membuka flap mukoperiosteal,
kemudian dilakukan pengambilan tulang yang menghalangi dengan tatah
atau bur. Odontektomi menurut Pederson (1996) ialah tindakan
pembedahan untuk mengeluarkan gigi yang tidak dapat dilakukan dengan
cara ekstraksi biasa atau dapat dilakukan pada gigi yang impaksi atau
tertanam di bawah tulang atau mukosa.
Odontektomi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dikeluarkan
secara utuh dan secara separasi. Indikasi pengangkatan gigi molar tiga
antara lain pericoronitis berulang, periodontitis yang sudah lanjut pada gigi
yang jaringan pendukungnya sudah rusak, lesi-lesi pada tulang alveolar,
perawatan orthodonti dan orthognathic surgery, indikasi-indikasi medis,
profilaktik. Prinsip dasar dari pengangkatan impaksi gigi pada mandibula
adalah teknik separasi. Sebelum teknik ini berkembang, ruang untuk
mengungkit gigi didapat dengan pembuangan tulang yang banyak,
mengakibatkan lebih banyak trauma. Menurut Thoma, 1932 teknik
pembelahan gigi (odontotomi) untuk beberapa tipe dari gigi impaksi akan
menghasilkan prosedur yang memuaskan.
2. Indikasi Odontektomi2.1 Perikoronitis
Perikoronitis merupakan peradangan pada jaringan lunak
disekeliling gigi yang akan erupsi, paling sering terjadi pada molar
3 bawah. Perikoronitis merupakan suatu kondisi yang umum
terjadi pada molar impaksi dan cenderung muncul berulang, bila
molar belum erupsi sempurna. Akibatnya, dapat terjadi destruksi
tulang di antara gigi molar dan geraham depannya. Odontektomi
dapat dilakukan sebagai tindakan pencegahan dari terjadinya
pericoronitis akibat gigi erupsi sebagian.
Perikoronitis dengan gejala-gejala :
1) rasa sakit di regio tersebut
2) pembengkakan
3) mulut bau
4) pembesaran limfenode submandibular.
Gambar 1. Gambaran Klinis Perikoronitis
2.2 Mencegah Berkembangnya Folikel Menjadi Kista Odontegenik
Suatu gigi yang impaksi mempunyai daya untuk merangsang
pembentukan kista atau bentuk patologi terutama pada masa
pembentukan gigi. Benih gigi tersebut mengalami rintangan sehingga
pembentukannya terganggu menjadi tidak sempurna dan dapat
menimbulkan premordial kista dan folikular kista.
Gambar 2. Gambaran Radiologis Impaksi gigi M3 RB yang berpotensi
menimbulkan premordial kista
2.3 Pencegahan Karies
Gigi yang impaksi juga bertendensi menimbulkan infeksi atau karies pada
gigi di dekatnya. Cukup banyak kasus karies pada gigi molar dua karena gigi
molar ketiga mengalami impaksi. Gigi molar ketiga merupakan penyebab
tersering karies pada molar kedua karena retensi makanan. Karies
distal molar kedua yang disebabkan oleh karies posisi gigi molar
ketiga.
Gambar 3. Gambaran radiologis Impaksi gigi M3 yang bisa menimbulkan karies
dikarenakan posisi M3 mendesak distal M2
2.4 Untuk Keperluan Terapi Ortodontik
Pencabutan gigi impaksi pada perawatan ortodontik dapat
menjadi suatu indikasi apabila ruangan yang dibutuhkan kurang
untuk ekspansi lengkung gigi atau juga dikhawatirkan akan menjadi
faktor relapse setelah dilakukannya perawatan ortodontik.
2.5 Menimbulkan Kerusakan Pada Akar Gigi Yang Berdekatan.
Gigi impaksi dapat menyebabkan tekanan pada akar gigi
sebelahnya sehingga mengalami resorpsi akar. Pencabutan gigi
impaksi dapat menyelamatkan gigi terdekat dengan adanya
perbaikan pada sementumnya.
2.6 Terdapat keluhan rasa sakit atau pernah merasa sakit.
Rasa sakit dapat timbul bila gigi impaksi menekan syaraf atau
menekan gigi tetangga dan tekanan tersebut dilanjutkan ke gigi
tetangga lain di dalam deretan gigi, dan ini dapat menimbulkan rasa
sakit. Rasa sakit dapat timbul karena gigi impaksi langsung menekan
nervus alveolaris inferior pada kanalis mandibularis.
2.7 Diperkirakan Akan Mengganggu Pembuatan Protesa.
Pencabutan gigi impaksi dilakukan apabila berada dalam
denture bearing area yang dapat menghambat adaptasi landasan dan
mengganggu retensi serta stabilitas dari protesa yang akan dibuat.
3. Kontraindikasi Odontektomi
3.1 Tidak Ada Keluhan. Apabila tidak ada keluhan dari pasien yang mengalami gigi
impaksi maka tidak diperlukan tindakan odontektomi yang dapat
memakan waktu, biaya dan resiko pembedahan yang dapat terjadi.
3.2 Kemungkinan Menyebabkan Gigi Terdekat Rusak Atau Struktur
Penting Lainnya.
Tindakan odontektomi beresiko tinggi untuk merusak jaringan
dengan membuka flap dan juga merusak tulang yang menghalangi
akses terhadap gigi yang impaksi. Apabila dikhawatirkan kerusakan
yang akan diakibatkan oleh tindakan odontektomi tidak sebanding
dengan manfaat yang didapatkan, maka sebaiknya odontektomi tidak
dilakukan.
3.3 Penderita Usia Lanjut
Pada pasien yang berusia lanjut, tulang yang menutupi gigi
impaksi akan sangat termineralisasi dan padat sehingga akan
menyulitkan dilakukan odontektomi. Selain itu perlu diperhatikan
juga keadaan umum pasien yang mungkin akan menghambat
keberhasilan penyembuhan setelah dilakukannya odontektomi.
3.4 Kondisi Fisik Atau Mental Terganggu.
Pada pasien dengan kesehatan umum yang terganggu misalnya
mengidap penyakit sistemik maka diperlukan konsultasi terlebih
dahulu kepada dokter yang bersangkutan sebelum melakukan
tindakan bedah. Sedangkan untuk pasien dengan keadaan mental
yang terganggu dapat mengganggu tingkat kooperatif pasien selama
melakukan tindakan pembedahan.
4. Prosedur Tindakan Odontektomi
4.1 Persiapan Tindakan Odontektomi
Sebelum melakukan suatu tindakan pembedahan pada gigi
impaksi, perlu dilakukan beberapa hal untuk menghindari komplikasi
seminimal mungkin.
Tindakan yang perlu dilakukan sebelum pembedahan :
1) Pemeriksaan keadaan umum penderita, dengan anamnesa dan
pemeriksaan klinis.
2) Pemeriksaan penunjang dengan foto rontgen, sehingga dapat
mengevaluasi dan mengetahui kepadatan dari tulang yang mengelilingi
gigi, sebaiknya didasarkan pada pertimbangan usia penderita, hubungan
atau kontak dengan gigi molar kedua, hubungan antara akar gigi
impaksi dengan kanalis mandibula, dan morfologi akar gigi impaksi,
serta keadaan jaringan yang menutupi gigi impaksi, apakah terletak
pada jaringan lunak saja atau terpendam didalam tulang.
3) Menentukan tahapan perencanaan pembedahan yang meliputi
perencanaan bentuk, besarnya dan tipe flap, menentukan cara
mengeluarkan gigi impaksi, perkiraan banyaknya tulang akan dibuang
untuk mendapatkan ruang yang cukup untuk mengeluarkan gigi
impaksi, perencanaan penggunaan instrumen yang tepat, menentukan
arah yang tepat untuk pengungkitan gigi dan menyebabkan trauma yang
seminimal mungkin (Archer, 1975; Peterson, 2002)
4.2 Tindakan Pembedahan M3 Impaksi Rahang Bawah
Prosedur penatalaksanaan yang umumnya dilakukan pada
pencabutan M3 impaksi rahang bawah sebagai berikut:
4.2.1 Anestesi
Anestesi yang digunakan dapat berupa anestesi lokal (pada
pasien yang memiliki keadaan umum baik atau normal dan keadaan
mental yang baik, prosedur operasi kurang dari 30-45 menit, operasi
dilakukan pada satu sisi mulut, pada daerah operasi yang langsung
terlihat) atau anestesi umum (pada pasien yang gelisah, sisi operasi
yang multiple, operasi dengan lapangan pandang yang sulit, prosedur
yang komplikasi dan durasi yang tidak dapat diperkirakan).
4.2.2 Teknik operasi
1. Membuat insisi untuk pembuatan flap:
1) Harus membuka daerah operasi dengan jelas
2) Insisi terletak pada jaringan yang sehat
3) Mempunyai basis yang cukup lebar, sehingga pengaliran
darah ke flap cukup baik.
Flap mandibula yang sering digunakan adalah envelope
tanpa insisi tambahan, direfleksikan dari leher M1 dan M2
tetapi dengan perluasan distal ke arah lateral atau bukal ke
dalam regio M3 (trigonum retromolare). Aspek lingual
mandibula dihindari untuk mencegah cedera pada n.lingualis.
2. Pengambilan tulang yang menghalangi gigi
Pengambilan tulang mandibula terutama dilakukan dengan
bur dan dibantu dengan irigasi larutan saline. Teknik yang biasa
dilakukan adalah membuat parit sepanjang bukal dan distal
mahkota dengan maksud melindungi crista oblique externa namun
tetap bisa mendapatkan jalan masuk yang cukup kepermukaan akar
yang akan dipotong.
3. Pengambilan gigi
Pengambilan gigi dapat dilakukan secara :
1) Intoto (utuh)
Tulang yang mengelilingi gigi diambil secukupnya, sehingga
didapatkan cukup ruangan untuk dapat meletakkan elevator di
bawah korona. Kemudian dengan elevator tersebut dilakukan
gerakan mengungkit gigi tersebut.
2) In separasi (terpisah)
Pada metode ini, pengambilan gigi impaksi dilakukan dengan
membuang sedikit tulang. Gigi yang impaksi tersebut diambil
dengan cara diambil sebagian-sebagian (dibelah terlebih
dahulu).
4. Pemotongan yang Terencana
Gigi bawah yang impaksi biasanya dipotong-potong.
Kepadatan dan sifat tulang mandibula menjadikan pemotongan
terencana pada kebanyakan gigi impaksi menjadi sangat penting
apabila ingin diperoleh arah pengeluaran yang tidak terhalang.
Tindakan ini harus dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari
fraktur dinding alveolar lingual atau tertembusnya bagian tersebut
dengan bur karena ada kemungkinan terjadi cedera n.lingualis.
Dasar pemikiran dari pemotongan adalah menciptakan ruang
yang bisa digunakan untuk mengungkit atau mengeluarkan segmen
mahkota atau sisa akar.
Berbagai cara pemotongan berdasarkan arah impaksi :
1) Impaksi Mesioangular
Untuk pemotongan bagian distal mahkota atau separuh bagian distal
gigi bawah yang impaksi mesioangular, sesudah pembuatan parit
disekitar gigi, bur fisur diletakkan pada garis servikal dan dengan
gerakan seperti menggergaji atau menyikat, gigi dipotong ke aksial
dari 2/3 atau 3/4 menembus dari lingual ke bukal. Elevator lurus yang
kecil digunakan untuk menyelesaikan pemisahan bagian-bagian gigi,
mematahkan bagian distal mahkota atau memecah gigi menjadi dua
daerah bifurkasi. Sesudah mahkota bagian distal dikeluarkan, sisa gigi
impaksi didorong kearah celah yang terbentuk sebelumnya dengan
menggunakan elevator Crane Pick #41 yang diinsersikan pada bagian
mesio-bukal atau pada tempat yang sama dengan pengeluaran bagian
distal. Gaya ini melepaskan gigi dari linggir distal gigi sebelahnya.
Gambar 4. Cara melepaskan gigi impaksi mesioangular
2) Impaksi Distoangular
Pemotongan standar untuk impaksi distoangular adalah
mengambil sebanyak mungkin bagian akar atau mahkota gigi
sebelah distal. Pada teknik ini yang sangat penting adalah
mempertahankan bagian mesial mahkota atau akar, karena bagian
tersebut menjadi pegangan untuk pergeseran ke distal dari sisa
potongan gigi. Jika segmen ini hilang, pengambilan hanya bisa
dilakukan dengan membuat jalan masuk bukal yang besar dengan
eksisi tulang tambahan.
Gambar 5. Teknik melepaskan gigi impaksi distoangular
3) Impaksi Horizontal
Gambar 6. Teknik melepaskan gigi impaksi Horizontal
Rencana pemotongan untuk impaksi horizontal tergantung
pada pengambilan awal mahkota dan diikuti pergeseranakar
baiksatu persatu atau langsung seluruhnya ke arah ruang yang
terbentuk dari pengambilan mahkota.
Biasanya mahkota lebih baik diambil dengan dua tahap.
Pemotongan pertama adalah melintang pada garis servikal,
sedangkan tahap kedua (aksial atau longitudinal) adalah sejajar
sumbu panjang gigi. Belahan mahkota lingual dipatahkan dan
diungkit kearah lingual dengan menggunakan elevator, sedangkan
sisa mahkota yang tertinggal digeser ke arah ruang yang ada dan
dikeluarkan. Akar superior terdedah dan dibuat titik kaian pada
permukaa superior. Elevator diinsersikan dan kemudian ditarik ke
anterior (mesial). Hal ini cenderung menggeser akar ke arah
anterior ke arah ruang yang sebelumnya ditempati oleh mahkota.
Apabila akar tidak bisa bergerak sebagai satu unit, maka akar
superior dipisahkan dari yang inferior, dan kemudian akan
dikeluarkan satu per satu.
4) Impaksi Melintang
Gambar 7. Teknik melepaskan gigi impaksi melintang
Pemotongan pada gigi impaksi melintang mengikuti cara
yang mirip dengan yang dilakukan pada impaksi horizontal. Sekali
lagi kuncinya adalah mahkota dikeluarkan dahulu. Pada keadaan
ini, mahkota dipisahkan, kemudian dipatahkan dengan elevator dan
diungkit ke lingual seluruhnya. Titik kaitan dibuat pada akar
superior dan tekanan ke arah lingual diaplikasikan untuk mengeser
akar kedalam ruang yang tadinya ditempati mahkota.
5) Impaksi Vertical
Pencabutan gigi impaksi vertical , khususnya apabila terletak
di tempat yang sangat dalam, biasanya diperlancar dengan
pengeluaran mahkota dahulu. Ini dikerjakan dengan membuka garis
servikal dan dengan menggunakan bur untuk memotong melalui
duapertiga atau tigaperempat mahkota ke bukal/lingual, diikuti
dengan mematahkan mahkota menggunakan elevator.
Titik kaitan dibuat disebelah bukal akar, kemudian
dikeluarkan ke arah superior dengan menggunakan elevator Crane
Pick #41. Jika sulit digeser, akan dipisahkan pada bifurkasinya dan
dicabut satu per satu.
Gambar 8. Teknik melepaskan gigi impaksi vertikal
5. Pembersihan luka
Setelah gigi dikeluarkan, socket harus benar-benar dibersihkan dari
sisa-sisa tulang bekas pengeboran. Folikel dan sisa enamel organ harus
dibersihkan atau diirigasi dengan air garam fisiologis 0,9% karena jika
masih tertinggal dapat menyebabkan kista residual.
6. Flap dikembalikan pada tempatnya dan dijahit.
4.3 Tindakan Pembedahan M3 Impaksi Rahang Atas
Prosedur penatalaksanaan yang umumnya dilakukan pada
pencabutan M3 impaksi rahang atas sebagai berikut:
4.3.1 Anestesi
Prosedur anestesi yang digunakan pada pembedahan impaksi gigi
M3 rahang atas pada dasarnya sama dengan prosedur pembedahan
M3 rahang bawah, yaitu digunakan anestesi local atau anestesi
umum.
4.3.2 Teknik operasi
1) Membuat Insisi Untuk Pembuatan Flap .
Flap maksila yang biasa digunakan merupakan flap yang
serupa dengan flap yang digunakan pada mandibula, tetapi
diletakkan diatas tuberositas sedangkan perluasan distalnya tetap ke
lateral atau bukal. Jalan masuk menuju M3 impaksi yang dalam
(level C) pada kedua lengkung rahang sering diperoleh dengan insisi
serong tambahan ke anterior.
Untuk gigi impaksi M3 atas “Buccal extention flap” lebih
sering dilakukan. Pembuatan flap dimulai dari daerah belakang
hamular notch pada tuber maksila dengan menggunakan pisau incisi
(Bord-parker blade no. 12). Mukosa membran yang menutupi
tuberositas diinsisi dari daerah paling distal tuber, insisi dilanjutkan
ke arah anterior sampai menyentuh tengah-tengah permukaan distal
gigi M2 atas. Insisi dilanjutkan mengelilingi insisi kearah mukobukal
fold dengan kemiringan 45 derajat. Mukoperiosteal yang menutupi
gigi impaksi dibuka dengan rasparatorium. Demikian pula pada
bagian palatinal. Setelah flap terbuka berarti lapangan pandang yang
cukup memadai sudah didapat.
Gambar 9. Membuat insisi untuk pembuatan flap
2) Pengambilan Tulang Yang Menghalangi Gigi
Meskipun pemotongan tulang dapat dilakukan dengan chisel,
namun belakangan ini penggunaan bor tulang untuk membuang
jaringan keras yang menutupi gigi impaksi lebih efektif.
Pengambilan tulang diutamakan pada aspek bukal dibawah garis
servikal M2, pengeboran dilakukan sampai kontur terbesar mahkota
klinis tampak. Yang penting pada tahap ini adalah pengambilan
tulang secukupnya menghindari trauma jaringan keras yang lebih
besar.
3) Pengambilan Gigi
Pengambilan gigi dapat dilakukan secara :
i. Intoto (utuh)
ii. In separasi (terpisah)
Pada impaksi gigi M3 atas jarang dipotong (separasi), sebab
jaringan tulang yang menutupi lebih tipis dan relatif elastis, sehingga
memungkinkan pengambilan gigi secara utuh dengan menggunakan
elevator. Pelaksanaannya setelah gigi yang impaksi tampak dan
tulang pada kontur terbesar mahkota klinis dibuang harus dibuat
ruangan yang cukup untuk memasukkan elevator pada daerah kontur
terbesar mahkota. Lalu ujung elevator diinsersikan pada garis
servikal didaerah mesiobukal gigi M3. Dengan menggunakan sisi
bukal sebagai fulkrum gigi ditekan kearah distobukal dari prosesus
alveolaris dengan tekanan secukupnya. Hati-hati dalam penempatan
elevator, hindari tekanan mendorong keatas dan gunakan tekanan
secukupnya agar gigi tidak terdorong ke arah sinus maksilaris atau
ruang pterigomaksilaris. Saat menggunakan elevator ini tuberositas
maksila harus difiksasi dengan ibu jari dan telunjuk mencegah
frakturnya tuberositas maksila.
4) Debridemen Dan Penutupan Luka
Luka dibersihkan dari serpihan tulang lalu dilakukan kuretase serta
penghalusan proses alveolaris dengan bone file. Setelah itu luka
diirigasi atau spooling dengan larutan NaCl 0,9% plus betadine.
Penutupan luka dilakukan dengan mengembalikan flap ke posisi
semula serta dilakukan penjahitan terputus terutama pada distal M2
lalu di interdental. Penjahitan bisa dilakukan pada 3 atau 4 tempat
tergantung dari luasnya insisi. Diatas luka bekas operasi diletakkan
tampon yang telah diberi betadine, pasien disuruh menggigit sekitar
1 jam dan diberikan instruksi post operasi.
4.4 Pencabutan Gigi Impaksi Yang Lain
Didasarkan Pada Lokasinya
Kaninus atas yang impaksi agak sukar dicabut. Baik vertical atau
horizontal, problem awalnya adalah menentukkan lokasi dari
mahkotany apakah di palatal atau fasial. Ini dilakukan secara klinik
atau radiografis. Mahkota mungkin tampil dengan penonjolan yang
mudah diraba pada daerah vestibulum fasial atau tonjoloan yang
serupa bisa terlihat atau teraba pada daerah rugae palatum. Petunjuk
yang lebih jelas adalah kecondongan insisivus lateral di dekatnya ke
arah lingual. Hal ini mungkin disebabkan oleh tekanan ke fasial dari
mahkota kaninus yang impaksi horizontal terhadap akar gigi tersebut.
Lokasi Radiografis
Teknik radiografis yang digunakan untuk menentukkan lokasi
meliputi teknik true maxillary occlusal, lateral ekstraoral atau
tangential dan schift shot. True occlusal view dibuat dengan
menempatkan konus pada linger dahi dan meyerongkannya agak ke
depan, sejajar dengan sumbu panjang gigi anterior atas. Cara ini akan
memperlihatkan penampang melintang gigi-gigi anterior dan posisi
gigi impaksi pada hubungan sesungguhnya. Dengan menempatkan
tongue blade terhadap film occlusal dapat diperoleh gambar ekstra
oral yang memuaskan. Pasien memegang sendiri tongue blade untuk
stabilisasi film pada posisi yang diharapkan di daerah di dekat gigi
yang impaksi. Pemaparan tangential dibuat yang dapat
memperlihatkan lokasi mahkota. Teknik Schift shot menggunakan 3
film periapikal yang ditempatkan pada tempat yang tetap dan posisi
konus terhadap daerah impaksi yang berbeda-beda, satu pemotretan
dari akan, satu tegak lurus dan satu dari kiri, interpretasi tergantung
pada fakta bahwa objek yang dekat dengan konus Nampak bergerak
menjauh, sedangkan yang lebih jauh dari kunus, bergerak mendekati
konus.
4.4.1 Kaninus Atas Impaksi Palatal
Sebagian besar mahkota kaninus terletak di palatal baik impaksi
ini horizontal / vertical. Pendektakan dari palatum adalah dengan
menggunakan flap envelope yang diangkat dari leher gigi-gigi di
sebelahnya. Jika diperlukan jalan masuk tambahan, maka bisa
ditambah dengan insisi serong anterior. Insisi tambahan posterior
sebaiknya dihindari untuk melindungi n. palatinus mayor. Tulang
diambil dengan bur atau chisel menggunakan tangan langsung.
Rencana pemotongan gigi adalah mengambil mahkotanya dahulu
kemudian menggeser akar ke ruang bekas mahkota. Gigi pada
mulanya dipotong pada garis servikal dan kemudian mahkota
dipatahkan. Apabila mahkota tidak bisa dikeluarkan, dilakukan
pemecahan lagi dalam arah memanjang sejajar dengan sumbu gigi.
Titik kaitan dibuat pada permukaan akar dan kemudian digunakan
elevator dengan kekuatan tekanan arah antero-inferior. Apabila akar
tidak dapat terungkit dan mentok ke dinding anterior makan dilakukan
pemotongan lagi dan dibuat lubang kaitan yang baru. Mentoknya akar
tersebut disebabkan karena akar terlalu panjang atau karena kurvatur
akar. Pertimbangan anatomis yang terutama di dalam pencabutan
kaninus atas impaksi adalah kedekatan letaknya dengan sinus. Seperti
pencabutan impaksi lainnya, sesudah pengeluaran gigi daerah tersebut
diirigasi dengan larutan saline, diamati dan tepi-tepi tulang
dihaluskan.
Gambar 10. Teknik melepaskan Impaksi gigi anterior
4.4.2 Kaninus Yang Impaksi Di Fasial
Kaninus atas yang impaksi di labial dicabut melalui flap
envelope semilunar atau retangular fasial. Biasanya mahkotanya
menonjol dan pengambilan tulang bukal dilakukan dengan
menggunakan elevator lurus yang kecil yang fungsinya seperti
pencungkil tulang. Impaksi ini diungkit dengan menggunakan tekanan
baji elevator yang diterapkan sepanjang permukaan akar gigi.
Pemotongan akar gigi diperlukan apabila arah pengeluaran terblokir
oleh insisivus yang sudah erupsi, atau karena akarnya dilaserasi.
4.4.3 Premolar Atas Impaksi
Premolar yang impaksi di sebelah palatal sangat jarang terlihat,
karena molar susu jarang tanggal secara premature. Pendekatan untuk
pencabutan gigi impaksi ini srupa dengan gigi kaninus impaksi yang
terletak di palatal. Flap envelope dibuat dan dibuka dari leher gigi.
Mahkota dibuka dengan menggunakan elevator lurus sebagai
pencungkil tulang. Pengunkitan gigi dilakukan dengan tekanan baji
elevator. Apabila diperlukan pemotongan, harus dibuat rencana yang
mirip dengan kaninus. Mahkota dikeluarkan dahulu dan akar
digerakan ke bagian yang kosong bekas tempat mahkota. Seperti pada
kaninus, keberadaan sinus maksilaris perlu pertimbangkan dalam
menggunakan instrument. Juga harus diperhatikan a. palatine mayor
karena arteri ini terlibat dalam flap.
Gambar 11. Teknik melepaskan impaksi gigi premolar Rahang Atas
4.4.4 Premolar Bawah Yang Impaksi
Premolar bawah yang impaksi mungkin menimbulkan masalah
penentuan lokasi seperti kaninus atas. Pada awal perkembangannya
gigi sering terletak di bukal, tetapi dengan penyempurnaan
pembentukan akar, mahkotanya terdapat pada bagian lingual. Pada
keadaan apapun, gigi sulit dikeluarkan. Pendekatan dari lingual
menggunakan flap envelope yang dibuka dari leher gigi. Pada kasus
ini lidah membatasu visualisasi. Pada waktu dikeluarkan kea rah bukal
dnegan flap envelope, bundle neuromuscular mentalis sering terletak
di dalam atau di dekat daerah pembedahan. Pertimbangan lain dalam
pencabutan gigi premolar impaksi adalah kedekatannya dengan akar
gigi di dekatnya. Jika arah pengeluaran yang tidak terhalang tidak
didapatkan, mahkotanya biasanya dipotong dan celah yang didapat
dipergunakan untuk tempat pergeseran akar.
Gambar 12. Teknik melepaskan gigi premolar Rahang Bawah
4.4.5 Gigi Terpendam Lainnya
Pencabutan gigi-gigi impaksi dan terpendam menggunakan
prinsip-prinsip yang sudah diuraikan. Apabila gigi supernumerary
yang terpendam terlihat dengan sinar X sebelum erupsi gigi geligi
permanent, maka pencabutannya sering ditunda sampai sesudah erupsi
jika mungkin, karena membedakan antara gigi normal dengan gigi
ekstra pada waktu pembedahan sulit atau tidak mungkin dilakukan.
Gigi supernumerary meliputi mesiodens, dan disto atau para molar,
menimbulkan kendala jalan masuk dan cara pengeluarannya.
Pendekatan inovatif didasarkan pada prinsip yangPencabutan gigi-gigi
impaksi dan terpendam menggunakan prinsip-prinsip yang sudah
diuraikan. Apabila gigi supernumerary yang terpendam terlihat
dengan sinar X sebelum erupsi gigi geligi permanent, maka
pencabutannya sering ditunda sampai sesudah erupsi jika mungkin,
karena membedakan antara gigi normal dengan gigi ekstra pada waktu
pembedahan sulit atau tidak mungkin dilakukan. Gigi supernumerary
meliputi mesiodens, dan disto atau para molar, menimbulkan kendala
jalan masuk dan cara pengeluarannya. Pendekatan inovatif didasarkan
pada prinsip yang tepat sering dapat menyelamatkan keadaan. Dengan
rasio risiko / manfat yang tidak menguntungkan, tidak melakukan apa-
apa kadang-kadang merupakan tindakan yang tepat. Mengorbankn
gigi yang erupsi sebagian akibat pencabutan gigi terpendam atau
impaksi tidak dapat dibenarkan.
4.5 Instruksi Pasca Pembedahan
Diterangkan pada pasien bahwa proses penyembuhan tergantung
pula pada pasien untuk melaksanakan instruksi setelah pembedahan.
Kondisi yang biasa terjadi :
a. Rasa sakit
b. Perdarahan
c. Pembengkakkan
Tindakan yang sebaiknya dilakukan:
a. Gunakan obat sesuai yang dianjurkan dalam resep
b. Tempatkan kasa diatas daerah pencabutan bukan didalam
soketnya
c. Lakukan kompres dingin untuk mengurangi
pembengkakkan
d. Tidurlah dengan kepala agak dinaikkan, ini dapat
mengurangi pembengkakkan
e. Lakukan diet lunak
f. Istirahat yang cukup
Hal-hal yang harus dihindari :
1. Hindari makanan yang keras.
2. Jangan menghisap-hisap daerah bekas operasi
3. Jangan sering meludah
4. Hindarkan daerah bekas operasi dari rangsang panas.
5. Tidak melakukan kerja berat.
Kontrol (Peterson, 2003)
Pasien kembali kontrol setiap hari sampai jahitan dibuka.
Kontrol perdarahan. Kontrol rasa sakit dan rasa tidak nyaman,
termasuk diet, oral hygiene, edema, infeksi, trismus, ekimosis.
DAFTAR PUSTAKA
Fragiskos, Fragiskos D. . Oral Surgery. New York : Springer-Verlag Berlin
Heidelberg, 2007.
Pedersen, Gordon W. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Jakarta : EGC.
Peterson L.J.,2003.Contemporary Oral Maxillofacial Surgery.4th Ed.St.Louis:
Mosby
Peterson. 2004. Principle of Oral and Maxillofacial Surgery. London : BC Decker
Inc.
Riawan, Lucky. 2007. Materi Kuliah Bedah Dento Alveolar. Universitas
Padjadjaran Bandung.