makalah opt
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Selada (Lactuca sativa L) merupakan salah satu komoditi hortikultura yang memiliki
prospek dan nilai komersial yang cukup baik. Semakin bertambahnya jumlah penduduk
Indonesia serta meningkatnya kesadaran penduduk akan kebutuhan gizi menyebabkan
bertambahnya permintaan akan sayuran. Kandungan gizi pada sayuran terutama vitamin dan
mineral tidak dapat disubtitusi melalui makanan pokok, Nazaruddin (2003).
Sistem hidroponik dapat memberikan suatu lingkungan pertumbuhan yang lebih terkontrol.
Dengan pengembangan teknologi, kombinasi sistem hidroponik dengan membran mampu
mendayagunakan air, nutrisi, pestisida secara nyata lebih efisien (minimalis system)
dibandingkan dengan kultur tanah (terutama untuk tanaman berumur pendek). Penggunaan
sistem hidroponik tidak mengenal musim dan tidak memerlukan lahan yang luas
dibandingkan dengan kultur tanah untuk menghasilkan satuan produktivitas yang sama
(Lonardy, 2006).
Tanaman sukun dapat digolongkan menjadi sukun yang berbiji disebut breadnut dan yang
tanpa biji disebut breadfruit. Sukun tergolong tanaman tropik sejati, tumbuh paling baik di
dataran rendah yang panas. Tanaman ini tumbuh baik di daerah basah, tetapi juga dapat
tumbuh di daerah yang sangat kering asalkan ada air tanah dan aerasi tanah yang cukup.
Sukun bahkan dapat tumbuh baik di pulau karang dan di pantai. Di musim kering, disaat
tanaman lain tidak dapat atau merosot produksinya, justru sukun dapat tumbuh dan berbuah
dengan lebat. Tidak heran, jika sukun dijadikan sebagai salah satu cadangan pangan nasional.
Sukun dapat dijadikan sebagai pangan alternatif karena keberadaannya tidak seiring dengan
pangan konvensional (beras), artinya keberadaan pangan ini dapat menutupi kekosongan
produksi pangan konvensional (Pitojo, 1999).
Tanaman sukun dapat digolongkan menjadi sukun yang berbiji disebut breadnut dan yang
tanpa biji disebut breadfruit. Sukun tergolong tanaman tropik sejati, tumbuh paling baik di
dataran rendah yang panas. Tanaman ini tumbuh baik di daerah basah, tetapi juga dapat
tumbuh di daerah yang sangat kering asalkan ada air tanah dan aerasi tanah yang cukup.
Sukun bahkan dapat tumbuh baik di pulau karang dan di pantai. Di musim kering, disaat
tanaman lain tidak dapat atau merosot produksinya, justru sukun dapat tumbuh dan berbuah
dengan lebat. Tidak heran, jika sukun dijadikan sebagai salah satu cadangan pangan nasional.
Sukun dapat dijadikan sebagai pangan alternatif karena keberadaannya tidak seiring dengan
pangan konvensional (beras), artinya keberadaan pangan ini dapat menutupi kekosongan
produksi pangan konvensional (Pitojo, 1999).
Di Indonesia, daerah penyebaran hampir merata di seluruh daerah, terutama Jawa Tengah
dan Jawa Timur. Mengingat penyebaran sukun terdapat di sebagian besar kepulauan
Indonesia, serta jarang terserang hama dan penyakit yang membahayakan, maka hal ini
memungkinkan sukun untuk dikembangkan. Pohon sukun mulai berbuah setelah berumur
lima sampai tujuh tahun dan akan terus berbunga hingga umur 50 tahun. Produktivitasnya
cukup tinggi. Dalam satu tahun akan diperoleh buah sukun sebanyak 400 buah pada umur 5
sampai 6 tahun, dan 700 – 800 buah per tahun pada umur 8 tahun. Sukun mempunyai
komposisi gizi yang relatif tinggi. Dalam 100 gram berat basah sukun mengandung
Sagu (Metroxylon sp.) di duga berasal dari Maluku dan Irian. Hingga saat ini belum ada data
yang mengungkapkan sejak kapan awal mula sagu ini dikenal. Di wilayah Indonesia bagian
Timur, sagu sejak lama dipergunakan sebagai makanan pokok oleh sebagian penduduknya
terutama di Maluku dan Irian Jaya. Teknologi eksploitasi, budidaya dan pengolahan tanaman
sagu yang paling maju saat ini adalah di Malaysia.
Sagu dari genus Metroxylon, secara garis besar digolongkan menjadi dua, yaitu : yang
berbunga atau berbuah dua kali (Pleonanthic) dan berbunga atau berbuah sekali
(Hapaxanthic) yang mempunyai nilai ekonomis penting, karena kandungan karbohidratnya
lebih banyak. Golongan ini terdiri dari 5 varietas penting yaitu :
a. Metroxylon sagus, Rottbol atau sagu molat
b. Metroxylon rumphii, Martius atau sagu Tuni.
c. Metroxylon rumphii, Martius varietas Sylvestre Martius atau sagu ihur
d. Metroxylon rumphii, Martius varietas Longispinum Martius atau sagu Makanaru
e. Metroxylon rumphii, Martius varietas Microcanthum Martius atau sagu Rotan
Dari kelima varietas tersebut, yang memiliki arti ekonomis penting adalah Ihur, Tuni, dan
Molat.
Sagu mempunyai peranan sosial, ekonomi dan budaya yang cukup penting di Propinsi
Papua karena merupakan bahan makanan pokok bagi masyarakat terutama yang bermukim di
daerah pesisir. Pertanaman sagu di Papua cukup luas, namun luas areal yang pasti belum
diketahui. Berdasarkan data penelitian dan pengambangan pertanian dapat diperkirakan luas
hutan sagu di Papua mencapai 980.000 ha dan kebun sagu 14.000 ha, yang tersebar pada
beberapa daerah, yaitu Salawati, Teminabuan, Bintuni, Mimika, Merauke, Wasior, Serui,
Waropen, Membramo, Sarmi dan Sentani.
Sentra penanaman sagu di dunia adalah Indonesia dan Papua Nugini, yang diperkirakan
luasan budi daya penanamannya mencapai luas 114.000 ha dan 20.000 ha. Sedangkan luas
penanaman sagu sebagai tanaman liar di Indonesia adalah Irian Jaya, Maluku, Riau, Sulawesi
Tengah dan Kalimantan.
Khusus didaerah tempat saya tinggal (Kab. Luwu Utara, Sulawesi Selatan) sagu
merupakan salah satu makanan pokok yang sangat populer dan digemari oleh semua
kalangan, tak heran jika ada yang berkata “rasanya tak lengkap bila dalam sehari tak
menkonsumsi kapurung (ada juga yang menyebutnya pugalu)” hehehe. Selain itu sagu kini
dapat diolah dalam berbagai kreasi.
B. Tujuan
1. Mengidentifikasi berbagai jenis hama dan penyakit yang menyerang tanaman Selada
2. Mengidentifikasi berbagai jenis hama dan penyakit yang menyerang tanaman Sukun
3. Mengidentifikasi berbagai jenis hama dan penyakit yang menyerang tanaman sagu
C. Manfaat
1. Dapat mengetahui berbagai jenis hama dan penyakit yang menyerang tanaman pada
selada
2. Dapat mengetahui berbagai jenis hama dan penyakit yang menyerang tanaman pada
sukun
3. Dapat mengetahui berbagai jenis hama dan penyakit yang menyerang tanaman pada sagu
BAB. II
Tinjauan pustaka
a. Selada (Lactuca sativa L)
Selada (Lactuca sativa L) adalahmerupakan salah satu komoditi hortikultura yang
memiliki prospek dan nilai komersial yang cukup baik. Semakin bertambahnya
jumlah penduduk Indonesia serta meningkatnya kesadaran penduduk akan
kebutuhan gizi menyebabkan bertambahnya permintaan akan sayuran. Kandungan
gizi pada sayuran terutama vitamin dan mineral tidak dapat disubtitusi melalui
makanan pokok
Klasifikasi
Kingdom: Plantae (Tumbuhan)
Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas: Asteridae
Ordo: Asterales
Famili: Asteraceae
Genus: Lactuca
Spesies: Lactuca sativa L.
Terdapat dua kelompok besar budidaya selada (Lactuca Sativa) yang berkembang di Indonesia.
Pertama, selada daun bentuk korp-nya bulat lepas, daunnya hijau mengembang. Kedua, selada
korp (heading lettuce) bentuk korp-nya bulat atau lonjong dan korp-nya padat.
Dari dua jenis diatas yang paling banyak dibudidayakan adalah tipe selada daun, bentuk daunnya
bergelombang cenderung berkerut-kerut, atau populer dengan nama selada keriting. Selada
keriting toleran ditanam di daerah tropis dan panas sekalipun. Jenis selada keriting bahkan bisa
tumbuh dengan subur di dataran rendah dan panas seperti Jakarta.
Pada dasarnya suhu optimal bagi budidaya selada kriting berkisar antara 15-25°C dengan
ketinggian 900 meter hingga 1.200 meter dari permukaan laut. Jenis tanah yang disukai selada
kriting adalah lempung berdebu, lempung berpasir, dan tanah yang masih mengandung humus.
Meskipun demikian, selada keriting masih toleran terhadap tanah yang miskin hara asalkan
diberi pengairan dan pupuk organik yang memadai.
b. Sukun merupakan tanaman tahunan yang tumbuh baik pada lahan kering
(daratan), dengan tinggi pohon dapat mencapai 10 m atau lebih. Buah muda
berkulit kasar dan buah tua berkulit halus. Daging buah berwarna putih agak
krem, teksturnya kompak dan berserat halus. Rasanya agak manis dan memiliki
aroma yang spesifik. Berat buah sukun dapat mencapat 1 kg per buah.
Pembentukan buah sukun tidak didahului dengan proses pembuahan bakal biji
(parthenocarphy), maka buah sukun tidak memiliki biji. Buah sukun akan menjadi tua
setelah tiga bulan sejak munculnya bunga betina. Buah yang muncul awal akan menjadi tua
lebih dahulu, kemudian diikuti oleh buah berikutnya. Kayunya lunak dan kulit kayu berserat
kasar. Semua bagian tanaman bergetah encer. Daun dan batang Daunnya lebar sekali,
bercanggap menjari, dan berbulu kasar. Batangnya besar, agak lunak, dan bergetah banyak.
Cabangnya banyak, pertumbuhannya cenderung ke atas. Bunga Bunga sukun berkelamin
tunggal (bunga betina dan bunga jantan terpisah), tetapi berumah satu. Bunganya keluar dari
ketiak daun pada ujung cabang dan ranting. Bunga jantan berbentuk tongkat panjang yang
disebut ontel. Bunga betina berbentuk bulat bertangkai pendek (babal) seperti pada nangka.
Bunga betina merupakan bunga majemuk sinkarpik seperti pada nangka. Akar Tanaman
sukun mempunyai akar tunggang yang dalam dan akar samping dangkal. Akar samping
dapat tumbuh tunas yang sering digunakan untuk bibit.
Tanaman sukun dapat tumbuh dan dibudidayakan pada berbagai jenis tanah mulai dari tepi
pantai sampai pada lahan dengan ketinggian kurang lebih 600 m dari permukaan laut. Sukun
juga toleran terhadap curah hujan yang sedikit maupun curah hujan yang tinggi antara 80 –
100 inchi per pertahun dengan kelembaban 60 – 80%, namun lebih sesuai pada daerah-
daerah yang cukup banyak mendapat penyinaran matahari. Tanaman sukun tumbuh baik di
tempat yang lembab panas, dengan temperatur antara 15 – 38 °C.
Klasifikasi tanaman
Kingdom : Plantae
Divisio : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Ordo : Urticales
Familia : Moraceae
Genus : Artocarpus
Spesies : Artocarpus communis
Syarat tumbuh.
Pohon sukun merupakan tanaman tropis sehingga hampir semua daerah di-Indonesia
dapat tumbuh, bahkan Sukun di Irian Jaya dan Halmahera diduga merupakan tanaman asli
Indonesia. Sukun dapat tumbuh dari dataran rendah hingga dataran tinggi dan dari asalnya
didaerah kepulauan sukun pun cocok dikembangkan di Indonesia yang merupakan daerah
kepulauan. Namun untuk berproduksi optimal, faktor lingkungan merupakan satu hal yang
sangat menentukan yaitu ketinggian tempat, iklim dan tanah.
1. Ketinggian tempat.
Tanaman sukun tumbuh dari dataran rendah hingga dataran tinggi 700 m di atas permukaan laut.
Pada ketinggian 700 m diatas permukaan laut tanaman sukun masih mau tumbuh asalkan
daerahnya tak begitu dingin. Umumnya tanaman sukun akan tumbuh optimal didataran rendah
hingga sedang, pada ketinggian 0 - 400 m di atas permukaan laut. Daerah-daerah dingin atau
pegunungan yang jauh dari permukaan laut jarang di tumbuhi sukun, kalaupun daerah tersebut
ditemukan tanaman sukun biasanya tanaman lebih cenderung tumbuh rimbun dan kurang
berbuah normal.
2. Suhu.
Sukun pun mampu tumbuh di daerah yang memiliki temperatur harian rata-rata 20-40 °C.
pertumbuhan optimal didapat di daerah dan kisaran suhu 21 - 33 °C.
3. Curah Hujan dan Keiembaban.
Selain tumbuh dapat di sembarang ketinggian tanaman sukun dapat tumbuh di daerah kering
seperti Madura, NTT, sampai daerah basah seperti Jawa Barat. Kisaran hujannya 1500 - 2500
mm/tahun. Kelembaban ini penting untuk menunjang pertumbuhan, pembungaan dan
pembesaran buah.
4. Sinar Matahari.
Pohon sukun memiliki kebutuhan sinar matahari yang sedikit rumit, sewaktu masih muda
tanaman lebih baik bila ternaungi, tetapi setelah tanaman dewasa pohon sukun membutuhkan
sinar matahari penuh.
c. Sagu merupakan tanaman asli Indonesia. Sagu (Metroxylon sp.) di duga berasal dari
Maluku dan Papua. Di tempat tersebut dijumpai keragaman plasma nutfah sagu yang
paling tinggi. Namun hingga saat ini belum ada data yang mengungkapkan sejak
kapan awal mula sagu ini dikenal. Sagu merupakan salah satu sumber karbohidrat
potensial disamping beras, khususnya bagi masyarakat kawasan timur Indonesia
seperti Irian Jaya dan Maluku, yaitu sebagai pangan utama. Potensi sagu sebagai
sumber bahan pangan dan bahan industri telah disadari sejak tahun 1970-an, namun
sampai sekarang pengembangan tanaman sagu di Indonesia masih jalan di tempat.
Klasifikasi tanaman sagu berdasarkan database tanaman dari pelayanan er daya
alam (USDA, 2005) menyebutkan bahwa sagu termasuk dalam Famili
(Arecaceae-Palm), Genus (Metroxylon) dan Spesies (Metroxylon sagu Rottb).
Beccari (1918) us Metroxylon kelompok Eumetroxylon mempunyai 3 spesies
(M.sagu Rottb., M rumphii Mart, dan M. Squarossum Becc.) Klasifikasi Beccari
didasarkan pada ukuran dan bentuk buah, oleh sebab itu dianggap sebagai
klasifikasi yang belum akurat.
Tanaman sagu dengan bahasa latin Metroxylon sagu Rottboell, berarti tanaman
yang menyimpan pati pada batangnya (Metro : empulur, xylon : xylem, sagu :
pati). Menurut Flach (1995) tanaman sagu merupakan tanaman hapaxanthik
(berbunga satu kali dalam satu siklus hidup) dan soboliferous (anakan). Satu
siklus hidup tanaman sagu dari biji sampai membentuk biji diperlukan waktu
hingga 11 tahun dalam empat periode fase pertumbuhan awal atau gerombol
(russet) diperlukan waktu 3.75 tahun, fase pembentukan batang diperlukan waktu
4.5 tahun, fase infoloresensia (pembungaan) diperlukan waktu 1 tahun dan fase
pembentukan biji diperlukan waktu selama 1 tahun (Flach, 2005)
Sagu termasuk tanaman palem dengan tinggi sedang, setelah berbunga
mati. Akar berserabut yang ulet, mempunyai akar nafas. Batang berdiameter
hingga 60 cm, dengan tinggi hingga 25 m. Batang merupakan tempat
penimbunan utama pati yang dihasilkan melalui proses fotosintesis. Batang
terbentuk setelah ada russet berakhir yaitu setelah berumur 45 bulan dan
kemudian membesar dan memanjang dalam waktu 54 bulan (Flach, 2005).
Batang tanaman sagu memiliki kulit luar yang keras (lapisan epidermal) dan
empulur tempat menyimpan pati. Bentuk daun menyirip sederhana, dengan
tangkai daun sangat tegar, melebar pada pangkalnya menuju pelepah yang
melekat pada batang, pelepah dan tangkai daun berduri tajam. Perbungaan malai
di pucuk, bercabang-cabang sehingga menyerupai payung, bunga muncul dari
percabangan berwarna coklat pada waktu masih muda, gelap dan lebih merah
pada waktu dewasa; bunga berpasangan tersusun secara spiral, masing-masing
pasangan berisi 1 bunga jantan dan 1 bunga hermafrodit, biasanya sebagian besar
bunga jantan gugur sebelum mencapai antesis. Buah pelok membulat-merapat
turun sampai mengerucut sungsang, tertutup dengan sisik, mengetupat, kuning
kehijauan, berubah menjadi bewarna kuning jerami atau sesudah buah jatuh;
bagian dalamnya dengan suatu lapisan bunga karang berwarna putih. Biji
setengah membulat, selaput biji merah tua.
Tanaman Sagu dikenal dengan nama Kirai di Jawa Barat, bulung, kresula,
bulu, rembulung, atau resula di Jawa Tengah; lapia atau napia di Ambon; tumba
di Gorontalo; Pogalu atau tabaro di Toraja; rambiam atau rabi di kepulauan Aru.
Tanaman sagu masuk dalam Ordo Spadicflorae, Famili Palmae. Di kawasan Indo
Pasifik terdapat 5 marga (genus) Palmae yang zat tepungnya telah dimanfaatkan,
yaitu Metroxylon, Arenga, Corypha, Euqeissona, dan Caryota. Genus yang
banyak dikenal adalah Metroxylon dan Arenga, karena kandungan acinya cukup
tinggi.
Sagu dapat tumbuh sampai pada ketinggian 700 m di atas permukaan laut
(dpl), namun produksi sagu terbaik ditemukan sampai ketinggian 400 m dpl.
Menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson (1951), tipe iklim A dan B sangat ideal
untuk pertumbuhan sagu dengan rata-rata hujan tahunan 2.500−3.000 mm/tahun.
Sagu dapat tumbuh baik di daerah 100 LS - 150 LU dan 90 – 180 darajat BT, yang
menerima energi cahaya matahari sepanjang tahun. Sagu dapat ditanam di daerah
dengan kelembaban nisbi udara 40%. Kelembaban yang optimal untuk
pertumbuhannya adalah 60%. Sedangkan suhu optimal untuk pertumbuhan sagu
berkisar antara 24,50−29 C dan suhu minimal 15 C, dengan kelembapan nisbi⁰ ⁰
90% (Haryanto dan Pangloli 1992 ).
BAB III
PEMBAHASAN
Bakteri merupakan organisme yang paling banyak jumlahnya dan lebih tersebar luas
dibandingkan mahluk hidup yang lain .
Bakteri memiliki ratusan ribu spesies yang hidup di darat hingga lautan dan pada
tempat-tempat yang ekstrim.
Bakteri ada yang menguntungkan tetapi ada pula yang merugikan. Bakteri memiliki
ciri-ciri yang membedakannya dengan mahluk hidup yang lain. Bakteri adalah
organisme uniselluler dan prokariot serta umumnya tidak memiliki klorofil dan
berukuran renik (mikroskopis)
Pengertian jamur merupakan kelompok organisme eukariotik yang membentuk
dunia jamur atau regnum fungi. Kita telah mengenal jamur dalam kehidupan sehari-hari
meskipun tidak sebaik tumbuhan lainnya. Hal itu disebabkan karena jamur hanya
tumbuh pada waktu tertentu, pada kondisi tertentu yang mendukung, dan lama hidupnya
terbatas.
Selada (Lactuca sativa L) adalah merupakan salah satu komoditi hortikultura
yang memiliki prospek dan nilai komersial yang cukup baik. Semakin bertambahnya
jumlah penduduk Indonesia serta meningkatnya kesadaran penduduk akan kebutuhan gizi
menyebabkan bertambahnya permintaan akan sayuran. Kandungan gizi pada sayuran
terutama vitamin dan mineral tidak dapat disubtitusi melalui makanan pokok
a. Pengendalian hama dan penyakit
Hama dan penyakit yang biasa menyerang budidaya selada keriting adalah
sebagai berikut:
Jangel (Bradybaena similaris ferussac), bentuknya seperti siput berukuran 2 cm.
Hama ini menyerang tanaman di segala umur. Biasa bersembunyi pada pangkal
daun bagian dalam. Serangan hama ini membuat daun berlubang.
Tangek (Parmalion pupilaris humb), bentuknya mirip dengan jangel namun tidak
memiliki siput. Akibat serangannya sama membuat lubang pada daun. Hama ini
lebih banyak menyerang di musim kemarau dibanding musim hujan.
Busuk lunak (soft rot), penyebabnya bakteri Erwinia Carotovora. Penyakit ini
menyerang bagian daun. Serangan dimulai dari tepi daun, warna daun menjadi
coklat kemudian layu. Selain bisa menyerang tanaman yang masih ditanam,
penyakit ini juga bisa menyerang selada yang siap diangkut ke pasar.
Busuk pangkal daun, penyebabnya Felicularia Filamentosa. Penyakit ini
menyerang pangkal daun, serangan biasa terjadi menjelang panen.
Dalam budidaya selada keriting organik, tidak diperbolehkan menyemprot hama
dan penyakit dengan pestisida sintetis. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan
dengan memperhatikan pemupukan, kebersihan kebun, rotasi tanaman dan kalau
terpaksa lakukan penyemprotan dengan pestisida nabati.
Penyiraman teratur dan pemupukan yang tepat terbukti efektif mengendalikan
hama. Namun, pengendalian hama yang paling efektif adalah dengan melakukan
budidaya tanaman sehat, mengatur kebersihan lingkungan seperti menjaga irigasi
dan drainase serta menjamin kecukupan nustrisi bagi tanaman terutama untuk
kekebalan tubuh tanaman itu sendiri seperti unsur kalium. Unsur kalium bisa
didapatkan dengan menambahkan bahan-bahan daun bambu pada saat pembuatan
kompos.
b. Sukun merupakan tanaman tahunan yang tumbuh baik pada lahan kering
(daratan), dengan tinggi pohon dapat mencapai 10 m atau lebih. Buah muda
berkulit kasar dan buah tua berkulit halus. Daging buah berwarna putih agak
krem, teksturnya kompak dan berserat halus. Rasanya agak manis dan
memiliki aroma yang spesifik. Berat buah sukun dapat mencapat 1 kg per
buah.
Hama yang biasa menyerang tanaman sukun adalah penggerek batang
(Xyleberus sp.) dan lalat buah (Dacus sp.). Lubang gerekan pada batang
disumbat rapat dengan aspal atau batangnya disiram dengan larutan
insektisida sistemik dapat mengatasi serangan. Hama penggerek ini dapat
mematikan pohon. Oleh karena itu, bila ada serangan harus cepat diberantas.
Penyakit yang biasa mengancam tanaman sukun adalah mati pucuk
(Fusarium sp.), busuk buah lunak (Phytophthora palmivora), dan busuk
tangkai buah (Rhizopus sp.). Namun, penyakit ini belum merupakan ancaman
serius (Eko, 1992).
Fungi merupakan salah satu faktor biotik terbanyak yang menyebabkan
tanaman hutan menjadi sakit. Umumnya penyakit tidak hanya disebabkan oleh
satu jenis patogen akan tetapi disebabkan oleh beberapa patogen yang datang
atau muncul secara bersamaan ataupun berurutan. Hal ini dapat disebabkan
beberapa produksi hutan tanaman yang disebabkan berkurangnya produksi
hutan tanaman yang diusahakan (Semangun, 2001) .
Fungi adalah penyebab penyakit paling umum, yaitu jasad renik yang tidak
mengandung klorofil dalam struktur tubuhnya. Unit vegetatifnya merupakan
struktur satu sel atau benang hifa yang disebut miselium jika berada dalam
komplek besar (Widyastuti, dkk, 2004).
Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang Identifikasi Hama Dan
Fungi Pada Tanaman Sukun (Artocarpus communis) di Kabupaten
Simalungun, Langkat, dan Deli Serdang.
KURANG BAKTERI
c. Sagu merupakan tanaman asli Indonesia. Sagu (Metroxylon sp.) di duga
berasal dari Maluku dan Papua. Di tempat tersebut dijumpai keragaman
plasma nutfah sagu yang paling tinggi. Namun hingga saat ini belum ada data
yang mengungkapkan sejak kapan awal mula sagu ini dikenal.
Pengendalian Hama dan Penyakit
Pada tanaman sagu terdapat hama dan penyakit yang dapat mengurangi hasil
panen. Beberapa jenis hama dan penyakit adalah sebagai berikut.
Hama
a. Kumbang (Oryctes rhinoceros sp.)
Gejala dari serangan hama ini adalah terdapat lubang pada pucuk daun bekas
gerekan kumbang, setelah berkembang tampak terpotong seperti di gunting
dalam bentuk segitiga. Pengendalian dapat dilakukan secara mekanis dan
bilogis. Pengendalian secara mekanis adalah dengan cara pohon – pohon sagu
yang mendapat serangan ditebang dan dibakar. Pengendalian secara biologis
dapat dengan menggunakan musuh alami.
b. Kumbang sagu (Rhynchophorus sp)
Ciri dari serangan hama ini adalah, serangan sekunder setelah kumbang
oryctes biasanya meletakkan telur di luka bekas oryctes. Bila serangan terjadi
pada titik tumbuh dapat menyebabkan kematian pohon. Pengendalian dapat
dilakukan dengan cara mekanik dan biologis.
c. Ulat daun Artona (Artona catoxantha, Hamps. Atau Brachartona
catoxantha)
Ulat daun selain merusak daun pada sagu, juga menyerang pada daging buah,
ulat daun ini menyerang jaringan dalam daun. Pengendalian pada ulat daun
dapat dilakukan secara mekanik dan biologis.
d. Babi hutan
Binatang ini merusak sagu tingkat semai dan sapihan (umur 1-3 tahun),
memakan umbut (pucuk batang yang masih muda). Pengendalian hama
binatang ini adalah dengan cara memburu dan membunuhnya agar populasi
terkendali.
e. Kera (Macaca irus)
Binatang ini mempunyai potensi untuk merusak bagian sagu muda dan selalu
merusak lebih banyak daripada yang dibutuhkan. Pengendalian untuk
binatang ini sama dengan pengendalian binatang babi hutan.
Penyakit
Penyakit yang biasanya terdapat pada tanaman sagu adalah bercak kuning
yang disebabkan oleh cendawan Cercospora. Gejala dari penyakit ini adalah
daun berbercak – bercak coklat.
KURANG BAKTERI
BAB IV
KESIMPULAN
1. Dalam budidaya selada keriting organik, tidak diperbolehkan menyemprot hama dan
penyakit dengan pestisida sintetis. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan
memperhatikan pemupukan, kebersihan kebun, rotasi tanaman dan kalau terpaksa
lakukan penyemprotan dengan pestisida nabati.
2. Hama yang biasa menyerang tanaman sukun adalah penggerek batang (Xyleberus sp.)
dan lalat buah (Dacus sp.). Lubang gerekan pada batang disumbat rapat dengan aspal
atau batangnya disiram dengan larutan insektisida sistemik dapat mengatasi serangan.
Hama penggerek ini dapat mematikan pohon. Oleh karena itu, bila ada serangan harus
cepat diberantas. Penyakit yang biasa mengancam tanaman sukun adalah mati pucuk
(Fusarium sp.), busuk buah lunak (Phytophthora palmivora), dan busuk tangkai buah
(Rhizopus sp.).
3. Penyakit yang biasanya terdapat pada tanaman sagu adalah bercak kuning yang
disebabkan oleh cendawan Cercospora. Gejala dari penyakit ini adalah daun
berbercak – bercak coklat.
DAFTAR ISI
Kata pengantar ............................................................................................i
Daftar isi .....................................................................................................ii
Bab II pendahuluan .....................................................................................1
A. Latar belakang ........................................................................................1
B.Tujuan.......................................................................................................2
C.Manfaat.................................................................................... ………....3
Bab II tinjauan pustaka............................................... ……………………4
A. Tinjauan pustaka .................................................................................... 4
Bab III Pembahasan dan pengendalian hama dan penyakit........................ 6
A. Pembahasan.. ........................................................................................ 6
B. Penyakit…………. ............................................................................... 10
C Pengendalian hama ……........................................................................11
Bab IV Kesimpulan……………….............................................................12
A. Kesimpulan
Daftar pustaka ............................................................................................13
TUGAS TERSTRUKTUR
ORGANISME PENGANGGU TUMBUHAN
TANAMAN SELADA,SUKUN,SAGU
Disusun oleh:
SURYATI
A1G013013 (Agribisnis Paralel) ALIH JENJANG
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2014