makalah otonomi daerah
DESCRIPTION
otonomiTRANSCRIPT
MAKALAHDisusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Pendididikan KewarganegaraanDosen Pengampu : Dr. Dra Sri Subanti, MSi
Disusun oleh Kelompok 6 :
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan AlamJurusan Kimia
UNIVERSITAS SEBELAS MARETSurakarta
2014
1. Rinda Prameswari ( M0314064 )2. Septia Kurniawati Arifah ( M0314066 )3. Sintia Wardani ( M0314068 )4. Shobrina Afifah ( M0314070 )5. Syahna Febrianastuti ( M0314072 )
Kata Pengantar
Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan lancar.
Tujuan yang hendak kami capai dalam pembuatan tugas ini yaitu menjelaskan tentang Otonomi Daerah
Dalam penyusunan tugas ini, kami mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada
1. Dr. Dra Sri Subanti, MSi selaku dosen Pendidikan Kewarganegaraan2. Orang tua yang telah memberi dukungan3. Teman – teman yang telah memberikan saran dan bantuan dalam pembuatan tugas ini
Kami harap tugas ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Apabila terjadi kesalahan dalam penulisan ini, kritik dan saran sangat kami harapkan.
2
Surakarta, 29 September 2014
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar............................................................................................2
Daftar Isi......................................................................................................3
1. Pengertian Otonomi Daerah....................................................................4
2. Prinsip Otonomi Daerah..........................................................................5
3. Tujuan Otonomi Daerah..........................................................................6
4. Pembagian Urusan Pemerintahan............................................................7
5. Pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia.............................................10
Kesimpulan..................................................................................................16
Penutup........................................................................................................16
Daftar Pusaka..............................................................................................17
3
OTONOMI DAERAH
1. Pengertian Otonomi Daerah
Istilah otonomi berasal dari kata Latin authos yang berarti 'sendiri' dan nomos berarti
'mengatur dan mengurus'. Beberapa penulis memberi arti otonomi sebagai "yelwetgeving" atau
pengaturan perundang-undangan sendiri atau pemerintahan sendiri. Pengertian otonomi
berkaitan erat dengan pengertian sentralisasi dan desentralisasi kekuasaan. Sentralisasi adalah
pola kenegaraan yang memusatkan seluruh pengambilan keputusan politik, ekonomi, dan sosial
di Pemerintah Pusat. Seringkali pemerintah pusat hanya merupakan kelompok terbatas. Bagian-
bagian negara tidak memiliki arti secara politis, ekonomis, dan sosial. Desentralisasi adalah
penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah Pusat kepada Daerah Otonom untuk
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem NKRI.
Dalam penyerahan wewenang dari Pemerintah Pusat kepada Daerah terdapat beberapa
bentuk atau ketentuan sebagai berikut dan istilah yang sering dipakai dalam hal yang berkaitan
dengan otonomi, yakni ;
1. Daerah Otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur
dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
3. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
4. Dekonsentrasi, yaitu penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah
Pusat kepada Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat dan atau kepada
instansi vertikal di wilayah tertentu.
4
5. Tugas Pembantuan, yaitu penugasan dari Pemerintah Pusat kepada Daerah
dan atau Desa dan dari Pemerintah Provinsi kepada Kabupaten/Kota dan
atau Desa serta dari Pemerintah Kabupaten/Kota kepada Desa untuk me-
laksanakan tugas tertentu
Merujuk pada pengertian di atas, Otonomi Daerah diartikan sebagai hak, kewenangan,
dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sementara itu,
Daerah Otonom selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki
batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat
dalam sistem NKRI.
2. Prinsip Otonomi Daerah
a. Otonomi adalah pemberian keleluasaan kepada daerah untuk mengatur dan mengurus rumah
tangga daerah secara mandiri (self governing) sesuai situasi, kondisi, dan karakteristik daerah
dalam lingkup wilayah negara. Otonomi berkaitan dengan kemampuan daerah untuk mengatur
dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan.
b. Otonomi daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya dalam arti bahwa daerah diberi
kewenangan mengatur dan mengurus semua urusan pemerintahan di luar yang menjadi urusan
Pemerintahan Pusat Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi
pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan
pada peningkatan kesejahteraan rakyat.
c. Dalam menerapkan otonomi seluas-luasnya, didasarkan pada prinsip otonomi yang nyata,
bertanggung jawah, dinamis, dan serasi. Otonomi nyata berarti bahwa pemberian otonomi daerah
harus didasarkan pada faktor-faktor keadaan setempat yang memang benar-benar dapat
menjamin daerah bersangkutan mampu secara nyata mengatur rumah tangganya sendin. Dengan
demikian isi dan jenis otonomi bagi setiap daerah tidak selalu sama dengan daerah lainnya.
5
Otonomi yang bertanggung jawab dalam arti bahwa pemberian otonomi benar-benar sejalan
dengan tujuannya untuk melancarkan pembangunan yang tersebar di seluruh pelosok tanah air,
yang pada akhirnya dapat mewujudkan kesejahteraan rakyat secara adil dan merata. Otonomi
yang dinamis dalam arti bahwa otonomi daerah tidak tetap, tetapi dapat berubah, bertambah
apabila pemerintah pusat menambah penyerahan urusannya kepada daerah, dan berkurang
apabila urusan daerah yang bersangkutan sudah menyangkut urusan nasional atau daerah tidak
mampu lagi mengurusi urusan yang sudah diserahkan, maka urusan tersebut dapat ditarik
menjadi urusan pemerintah pusat kembali. Otonomi yang serasi dalam arti bahwa pelaksanaan
pembangunan tetap dijaga keseimbangan antara daerah dan pemerintah pusat agar tidak terjadi
ketimpangan satu daerah dengan daerah lain. Otonomi daerah diselenggarakan untuk menjamin
keutuhan wilayah negara dan tetap tegaknya NKRI dalam rangka mewujudkan tujuan negara.
d. Dalam menjalankan otonomi daerah, baik pemerintah pusat maupun daerah memegang teguh
prinsip berkeadilan dan berkeadaban, kegotongroyongan membangun kesejahteraan daerah dan
masyarakat, permusyawaratan dan meniadakan ketimpangan sosial-ekonomi serta ketimpangan
antar daerah.
3. Tujuan Otonomi Daerah
a. Tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia, Tujuan otonomi daerah adalah menjamin
eksistensi NKRI secara mantap. Oleh karena itu, pemerintah pusat selalu mempertimbangkan
secara sungguh-sungguh berbagai macam pelimpahan wewenangnya kepada daerah Dalam
menjamin eksistensi NKRI, pemerintah pusat perlu mengembangkan pola pengawasan yang
sistematis dan efektif yang mampu meniadakan ekses yang dapat mengganggu penyelenggaraan
pemerintahan NKRI. Pola pengawasan tersebut tetap dapat memberikan keleluasaan, kebebasan,
dan pengembangan dinamika sosial-ekonomi dan politik daerah serta menempatkan daerah yang
patut dihormati dan diakui memiliki hak dan kewajiban dalam turut menyelenggarakan
pemerintahan nasional NKRI, untuk menghindari timbulnya gerakan separatisme dan terjadinya
proses disintegrasi.
b. Perwujudan Demokrasi dalam Pemerintahan Daerah, Perwujudan demokrasi dalam
6
pemerintahan daerah berarti bahwa masyarakat daerah dilibatkan dalam perumusan
kebijaksanaan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Penyelenggaraan pemerintahan daerah
yang berorientasi pada aspek kehidupan politik, ekonomi, sosial-budaya, dan lingkungan daerah
akan membentuk mekanisme pemerintahan daerah yang realistis dan efektif.
c. Perwujudan Kesejahteraan Rakyat dan Keadilan Sosial Daerah, Perwujudan kesejahteraan
rakyat dan keadilan sosial daerah dengan memanfaatkan dukungan kapasitas pemerintah daerah
dan masyarakat dalam menggarap potensi sumber daya daerah secara optimal, dengan dukungan
kemampuan teknologi dan pendanaan dari pemerintah pusat dan investor, dalam kerangka
keberhasilan pembangunan nasional.
d. Pengembangan Karakteristik Daerah Kreativitas Sumber Daya Manusia di Daerah,
Pengembangan kreativitas dan dinamika sumber daya manusia di daerah perlu dilakukan antara
lain melalui motivasi politik, ekonomi, sosial-budaya dan teknologi. Potensi daerah perlu
ditampilkan dan dikembangkan dalam wujud kegiatan produktif secara profesional untuk
menunjang pertumbuhan sosial-ekonomi masyarakat daerah. Pengembangan kreativitas sumber
daya manusia daerah juga mendukung terwujudnya kesempatan kerja bagi masyarakat setempat
atau daerah lain.
e., Karakteristik daerah yang dimaksud adalah karakteristik yang bersifat fisik seperti keadaan
geologi dan letak geografi, dan non-fisik seperti keadaan sosial-budaya. Setiap daerah secara
otonom dapat mengembangkan karakteristik daerah yang dapat dijadikan faktor penggerak
penyelenggaraan pe¬merintahan dan pembangunan di daerah.
4. Pembagian Urusan Pemerintahan
Pembagian dan pendistribusian kekuasaan atau wewenang dalam suatu pemerintahan
diatur secara horisontal dalam bentuk kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif, dan kekuasaan
yudikatif, sedangkan pendistribusian secara vertikal diatur dalam bentuk pelimpahan kekuasaan
Pemerintah Pusat kepada Daerah. Otonomi daerah merupakan pola pendistribusian kekuasaan
secara vertikal atau wewenang pemerintah pusat dan daerah. Berdasarkan Undang-Undang No.
7
32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, kewenangan daerah mencakup kewenangan dalam
seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan-
keamanan, peradilan (yustisi), moneter dan fiskal nasional, dan agama. Dalam urusan
pemerintahan, yang menjadi kewenangan pemerintah pusat di luar urusan pemerintahan,
pemerintah pusat dapat :
1. Menyelenggarakan sendiri sebagian urusan pemerintahan,
2. Melimpahkan sebagian urusan pemerintahan pusat kepada Gubernur selaku
wakil pemerintah pusat,
3. Menugaskan sebagian urusan kepada pemerintahan daerah dan atau pemerintahan desa
berdasarkan asas tugas pembantuan.
Urusan yang dilimpahkan kepada gubernur disertai dengan pendanaan sesuai dengan urusan
yang didekonsentrasikan. Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi
merupakan urusan dalam skala provinsi.
Urusan pemerintahan provinsi yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara
nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi,
kekhasan, dan potensi unggulan daerah bersangkutan. Urusan wajib yang menjadi kewenangan
pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota.
Urusan pemerintahan kabupaten/kota yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang
secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan
kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah bersangkutan. Pelaksanaan ketentuan tersebut di
atas diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Daerah yang memiliki wilayah laut
diberikan kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayah laut. Daerah mendapatkan bagi
hasil atas pengelolaan sumber daya alam di bawah dasar dan atau di dasar laut sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Kewenangan daerah untuk mengelola sumber daya di wilayah
laut meliputi:
1. Eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut,
2. Pengaturan administratif,
3. Pengaturan tata ruang,
8
4. Penegakkan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah atau
yang dilimpahkan kewenangannya oleh pemerintah pusat,
5. Ikut serta dalam pemeliharaan keamanan, serta
6. Ikut serta dalam pertahanan kedaulatan negara.
Penyelenggaraan pemerintahan berpedoman pada asas umum penyelenggaraan negara yang
terdiri atas :
1. Asas Kepastian hukum.
adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-
undangan,keputusan dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan negara.
2. Asas Tertib penyelenggaraan Negara.
adalah asas yang menjadi landasan keteraturan,keserasian,dan keseimbangan dalam
pengabdian penyelenggaraan negara.
3. Asas Kepentingan umum
adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang
asfiratif,akomodatif,dan kolektif.
4. Asas Keterbukaan.
adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang
benar,jujur,dan tidak diskriminatif terhadap penyelenggara negara dengan tetap
memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi,golongan,dan rahasia negara.
5. Asas Proporsionalitas.
adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban penyelenggaraan
negara.
6. Asas Profesionalitas.
adalah asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku
7. Asas akuntabilitas.
adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan
penyelenggaraan negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat
sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
9
Dalam penyelenggaraan pemerintahan, pemerintah pusat menggunakan asas desentralisasi, tugas
pembantuan, dan dekonsentrasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam
menyelenggarakan pemerintahan daerah, pemerintahan daerah menggunakan asas otonomi dan
tugas pembantuan.
Dalam menyelenggarakan otonomi, daerah memiliki hak :
1. Mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya,
2. Memilih pimpinan daerah,
3. Mengelola aparatur daerah,
4. Mengelola kekayaan daerah,
5. Memungut pajak daerah dan retribusi daerah,
6. Mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya
yang berada di daerah,
7. Mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah, serta
8. Mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Dalam menyelenggarakan otonomi daerah, daerah memiliki kewajiban:
1. Melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan, dan kerukunan nasional, serta
keutuhan NKRI,
2. meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat,
3. mengembangkan kehidupan demokrasi,
4. mewujudkan keadilan dan pemerataan,
5. meningkatkan pelayanan dasar pendidikan
6. menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan,
7. menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak,
8. mengembangkan sistem jaminan sosial,
9. menyusun perencanaan dan tata ruang daerah,
10. mengembangkan sumber daya produktif di daerah,
11. melestarikan lingkungan hidup
12. mengelola administrasi kependudukan,
10
13. melestarikan nilai sosial-budaya,
14. membentuk dan menerapkan peraturan perundang-undangan sesuai dengan
kewenangannya, serta
15. kewajiban lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Pengelolaan keuangan daerah dilakukan secara efisien, efektif, transparan, akuntabel, tertib, adil,
patut, dan taat pada peraturan perundang-undangan.
5. Pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia
Sejak diberlakukannya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, banyak
aspek positif yang diharapkan dalam pemberlakuan Undang-Undang tersebut. Termasuk
diharapkannya penerapan otonomi daerah karena kehidupan berbangsa dan bernegara selama ini
sangat terpusat di jakarta. Sementara itu pembangunan di beberapa wilayah lain dilalaikan.
Disamping itu pembagian kekayaan secara tidak adil dan merata di setiap daerahnya. Daerah-
daerah yang memiliki sumber kekayaan alam yang melimpah, seperti:Aceh, Riau, Irian Jaya
(Papua), Kalimantan dan Sulawesi ternyata tidak menerima perolehan dana yang patut dari
pemerintah pusat serta kesenjangan sosial antara satu daerah dengan daerah lain sangat
mencolok.
Otonomi Daerah memang dapat membawa perubahan positif di daerah dalam hal
kewenangan daerah untuk mengatur diri sendiri. Kewenangan ini menjadi sebuah impian karena
sistem pemerintahan yang sentralistik cenderung menempatkan daerah sebagai pelaku
pembangunan yang tidak begitu penting atau sebagai pelaku pinggiran. Tujuan pemberian
otonomi kepada daerah sangat baik, yaitu untuk memberdayakan daerah, termasuk
masyarakatnya, mendorong prakarsa dan peran serta masyarakat dalam proses pemerintahan dan
pembangunan.
Pada masa lalu, pengerukan potensi daerah ke pusat terus dilakukan dengan dalih
pemerataan pembangunan. Alih-alih mendapatkan manfaat dari pembangunan, daerah justru
mengalami proses pemiskinan yang luar biasa. Dengan kewenangan yang didapat daerah dari
pelaksanaan Otonomi Daerah, banyak daerah yang optimis bakal bisa mengubah keadaan yang
tidak menguntungkan tersebut.
Beberapa contoh keberhasilan dari berbagai daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah
yaitu:
11
1. Di Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, masyarakat lokal dan LSM yang mendukung telah
berkerja sama dengan dewan setempat untuk merancang suatu aturan tentang pengelolaan
sumber daya kehutanan yang bersifat kemasyarakatan (community-based). Aturan itu ditetapkan
untuk memungkinkan bupati mengeluarkan izin kepada masyarakat untuk mengelola hutan milik
negara dengan cara yang berkelanjutan.
2. Di Gorontalo, Sulawesi, masyarakat nelayan di sana dengan bantuan LSM-LSM setempat serta
para pejabat yang simpatik di wilayah provinsi baru tersebut berhasil mendapatkan kembali
kontrol mereka terhadap wilayah perikanan tradisional/adat mereka.
Kedua contoh di atas menggambarkan bahwa pelaksanaan Otonomi Daerah dapat membawa
dampak positif bagi kemajuan suatu daerah. Kedua contoh diatas dapat terjadi berkat adanya
Otonomi Daerah di daerah tersebut.
Pada tahap awal pelaksanaan Otonomi Daerah, telah banyak mengundang suara pro dan kontra.
Suara pro umumnya datang dari daerah yang kaya akan sumber daya, daerah-daerah tersebut
tidak sabar ingin agar Otonomi Daerah tersebut segera diberlakukan. Sebaliknya, untuk suara
kontra bagi daerah-daerah yang tidak kaya akan sumber daya, mereka pesimis menghadapi era
otonomi daerah tersebut. Masalahnya, otonomi daerah menuntut kesiapan daerah di segala
bidang termasuk peraturan perundang-undangan dan sumber keuangan daerah. Oleh karena itu,
bagi daerah-daerah yang tidak kaya akan sumber daya pada umumnya belum siap ketika
Otonomi Daerah pertama kali diberlakukan.
Selain karena kurangnya kesiapan daerah-daerah yang tidak kaya akan sumber daya dengan
berlakunya otonomi daerah, dampak negatif dari otonomi daerah juga dapat timbul karena
adanya berbagai penyelewengan dalam pelaksanaan Otonomi Daerah tersebut.
6. Permasalahan atau Kendala dalam Penerapan Otonomi Daerah di Indonesia.
Dalam era transisi kebijakan sentralistik ke desentralistik demokratis yang dituju dalam
pemerintahan nasional sebagaimana ditandai dengan diberlakukannya Otonomi daerah sesuai
dengan Undang-undang No. 22 tahun 1999 sejak tanggal 1 Januari 2010, memang masih ditemui
kendala-kendala yang perlu diatasi. Dari sekian kendala terdapat permasalahan yang
mengandung potensi instabilitas yang dapat mengarah kepada melemahnya ketahanan nasional
di daerah bahkan dapat memicu terjadinya disintegrasi bangsa bila tidak segera diatasi. Hal itu
antara lain :
12
1. Pembagian Urusan
Contoh permasalahan yaitu dalam pembuatan kebijakan pusat untuk daerah (FTZ). Permasalahan
yang paling sering dialami oleh daerah adalah banyaknya aturan yang saling tumpang tindih
antara pusat dan daerah. Akibatnya banyak aturan pusat yang akhirnya tidak bisa diterapkan di
daerah. Salah satu sebab itu karena pusat tidak memahami keadaan yang sedang dialami daerah
tersebut. Kondisi inilah yang diduga menjadi kendala utama belum maksimalnya pelaksanaan
Free Trade Zone (FTZ) di Kepri ini. Daerah selalu menunggu aturan dari pusat atau kebijakan
dari pusat sehingga setelah ditunggu ternyata hasilnya selalu tidak sesuai dengan apa yang
diharapkan. Seharusnya hal tersebut dapat diatasi apabila pembagian urusan antara daerah
dan pusat tidak tumpang tindih. Artinya, dalam pengusulan suatu konsep aturan daerah harus
terlibat langsung. Atau dengan kata lain sebelum pemerintah pusat membuat aturan, daerah
memiliki tugas seperti mengajukan konsep awal yang tidak bertentangan dengan aturan yang ada
di daerah. Sehingga pemerintah pusat dalam menyusun aturan, memiliki landasan yang kuat
mengacu pada konsep daerah.
2. Pelayanan Masyarakat
Pada umumnya, Sumber Daya Manusia pada pemerintah daerah memiliki sumber informasi dan
pengetahuan yang lebih terbatas dibandingkan dengan sumber daya pada Pemerintah Pusat. Hal
ini mungkin diakibatkan oleh sistem kepegawaian yang masih tersentralisasi sehingga
Pemerintah Daerah memiliki keterbatasan wewenang dalam mengelola Sumber Daya
Manusianya sesuai dengan kriteria dan karakteristik yang dibutuhkan oleh suatu daerah.
Sehingga pelayanan yang diberikan hanya standar minimum.
3. Lemahnya Koordinasi Antar Sektor dan Daerah
Koordinasi antarsektor tidak hanya menyangkut kesepakatan dalam suatu kerjasama yang
bersifat operasional tetapi juga koordinasi dalam pembuatan aturan. Dua hal ini memang tidak
serta merta menjamin terjadinya sinkronisasi antar berbagai lembaga yang memproduksi
peraturan dan kebijakan tetapi secara normatif koordinasi dalam penyusunan peraturan
perundangan akan menghasilkan peraturan perundang-undangan yang sistematisdan tidak
bertubrukan satu sama lain. Walaupun Kepala Daerah dalam kedudukan sebagai Badan
Eksekutif Daerah bertanggung jawab kepada DPRD, namun DPRD sebagai Badan Legislatif
Daerah tetap merupakan partner (mitra) dari dan berkedudukan sejajar dengan Pemerintah
Daerah atau Kepala Daerah. Masalah seperti ini pun sangat terasa di Pusat. Kesan memposisikan
13
diri yang lebih kuat, lebih tinggi dari yang lainnya yang kadang-kadang disaksikan oleh
masyarakat luas. Ada tiga hal yang perlu disadari dan disamakan oleh legislatif dan eksekutif
dalam menyikapi berbagai perbedaan yaitu pola pikir, pola sikap dan pola tindak. Pola pikir yang
harus sama adalah kita sadar terhadap apa yang harus kita pertahankan dan kita upayakan, yaitu
integritas dan identitas bangsa serta berbagai upaya untuk memajukan dan mencapai
tujuan bangsa. Pola sikap yaitu, bahwa setiap elemen bangsa mempunyai kemampuan dan
kontribusi seberapapun kecilnya. Dan pola tindak yang komprehensif, terkordinasi dan
terkomunikasikan.
4. Pembagian Pendapatan
UU 25/1999 pada dasarnya menganut paradigma baru, yaitu berbeda dengan paradigma lama,
maka seharusnya setiap kewenangan diikuti dengan pembiayaannya, sesuai dengan bunyi pasal 8
UU 22/1999. Pada saat sekarang ini, banyak daerah yang mengeluh tentang tidak proporsionalnya
jumlah Dana Alokasi Umum (DAU) yang diterima, baik oleh Daerah Propinsi maupun Daerah
Kabupaten/Kota. Banyak daerah yang DAU-nya hanya cukup untuk membayar gaji pegawai
daerah dan pegawai eks kanwil, Kandep/Instansi vertikal di daerah. Disamping itu,
kriteria penentuan bobot setiap daerah dirasakan oleh banyak daerah kurang transparan.
Kriteria potensi daerah dan kebutuhan daerah tampaknya kurang representatif secara langsung
terhadap pembiayaan daerah. Dengan demikian perhitungan DAU yang transparan sebagaimana
diatur dalam pasal 7 UU 25/1999 jo PP 104/2000 tentang perimbangan keuangan terutama
pasal-pasal yang menyangkut perhitungan DAU dan faktor penyeimbangan, kiranya perlu ditata
kembali. Kemudian, pembagian bagi hasil Sumber Daya Alam (SDA) dirasakan kurang
mengikuti prinsip-prinsip pembiayaan yang layak yang sejalan dengan pemberian kewenangan
Kepala Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota. Seperti halnya dalam paradigma lama,
melalui paradigma baru pun bagian daerah selalu jauh dari Sumber Daya Alam yang kurang
potensial (seperti: perkebunan, kehutanan, pertambangan umum dan sebagainya), sedangkan
disektor minyak dan gas alam, hanya mendapat porsi kecil. Bagian bagi hasil di bidang ini perlu
diperbesar, sehingga daerah penghasil mendapat bagian yang proporsional sebanding dengan
kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh eksplorasi dan eksploitasi SDA tersebut.
5. Anatisme Daerah (Ego Kedaerahan)
Sifat seperti ini sangat tidak baik jika ada disuatu wilayah/daerah atau dimanapun, karena hal ini
dapat menimbulkan kesenjangan atau kecemburuan terhadap daerah-daerahlain. Contoh
14
pemasalahannya kejadian yang terjadi di daerah kabupaten Anambas dalam penerimaan CPNS.
Bagi pelamar CPNS minimal mempunyai 1 ijazah yang dikeluarkan oleh disdik kabupaten.
Anambas baik SD, SMP, dan SMA. Hal ini dapat disimpulkan bahwa terlalu egoisnya suatu
daerah yang mengutamakan putra daerah untuk dapat menjadi CPNS dalam mengembangkan
daerahnya sendiri sehinnga untuk warga daerah lain tidak diberikan peluang untuk menjadi
CPNS dan hal ini juga dapat menimbulkan kerugian bagi warga Anambas karena dapat
mengurangi pendapatan mereka ( yang berjualan atau yang membuka tempat-tempat kos)
Solusinya sebaiknya dalam hal ini daerah Anambas tidak terlalu egois dalam penerimaan CPNS
ini. Sehingga warga lain yang bukan berasal dari Anambas dapat bekerja dan dan bersaing demi
memajukan daerah tersebut dan membuka peluang bagi siapapun yang memiliki kemampuan dan
skiil serta pengetahuan mereka dalam berkopetensi untuk bersaing demi kebaikan dan
memajukan daerah tersebut. Hal ini juga dapat meningkatkan pendapatan untuk penghasilan bagi
warga yang memiliki mata pencarian sebagai pedagang dan yang memiliki rumah-rumah kos.
Jika dibandingkan dengan adanya fanatisme.
6. Disintegrasi
Hal ini dapat menimbulkan perpecahan atau terganggunya stabilitas keamanan nasional dalam
penyelenggaraan sebuah negara. Hal ini dapat disebabkan olek keegoisan suatu kelompok
masyarakat atau daerah dalam mempertahankan suatu pendapat yang memiliki unsur
kepentingan-kepentingan kelompok satu dengan yang lain. Yang dapat merugikan atau
kecemburuan terhadap kelompok-kelompok yang lain untuk mendapatkan hak yang sama
sehingga dapat memecahkan rasa persatuan dan kesatuan kita dan dapat menimbulkan berbagai
pertikaian dalam sebuah negara atau daerah tersebut. Contohnya: GAM, RMS, dan lain-lain.
Solusinya sebaiknya kita sebagai warga negara yang baik harusnya tidak egois dalam
mempertahankan suatu hak atau pendapat antara kelompok yang satu dengan yang lain dapat
menimbulkan pertikaian dan mengganggu keamanan didaerah tersebut. Namun kita harus
bersatu demi memajukan daerah atau negara yang kita cintai.
15
KESIMPULAN
Otonomi daerah dapat diartikan pelimpahan kewenangan dan tanggungjawab dari
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Hal itu bertujuan untuk mencegah pemusatan
kekuasaan, terciptanya pemerintahan yang efisien, dan partisipasi masyarakat. Sehingga
Otonomi Daerah sangat cocok di terapkan di Indonesia.
PENUTUP
Demikian makalah ini kami susun. Semoga apa yang telah kami uraikan diatas mengenai
Otonomi Daerah sedikit banyaknya memberi manfaat kepada kita semua. Dan kami menyadari
sebagai manusia biasa memang tidak bisa luput dari kesalahan tidak terkecuali dengan makalah
yang kami buat. Untuk itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi
terciptanya makalah yang lebih baik lagi. Semoga makalah ini bermanfaat untuk kita semua.
Amiiin.
16
DAFTAR PUSTAKA
Priyanto, Sugeng. Pendidikan Kewarganegaraan. Semarang:Aneka Ilmu. 2008.
Srijanti, dkk. Pendidikan Kewarganegaraan untuk Mahasiswa. Jakarta: Graha Ilmu. 2009.
Ubaidillah, dkk. Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani. Jakarta:ICCE UIN
Syarif Hidayatullah. 2007.
Ubaidillah, dkk. Pancasila, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani. Jakarta:ICCE UIN
Syarif Hidayatullah.2012.
http://raja1987.blogspot.com/2009/12/pelaksanaan -otonomi-daerah.html
17