makalah pajak ppn & ppnbm
DESCRIPTION
PerpajakanTRANSCRIPT
KATA PENGANTAR
Puji syukur mari kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga berhasil menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya.
Makalah ini berisikan tentang informasi mengenai PPn & PPnBM. Diharapkan Makalah ini dapat menjawab segala pertanyaan yang ada mengenai hal tersebut.
Kami menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan Makalah ini.
Akhir kata, Kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi segala usaha kita. Amin.
Bandung 09 November 2015
Penyusun
DAFTAR ISI
Perpajakan Page i
KATA PENGANTAR.................................................................................................................................. i
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah.............................................................................................................1
B. Rumusan dan Batasan Masalah.................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan........................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................................................3
A. Pengertian PPN dan PPnBM......................................................................................................3
B. Subjek PPN dan PPnBM dan yang Dikecualikan.........................................................................3
C. Objek Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPn BM) dan yang dikecualikan.....................................................................................................................................10
D. Tarif PPN dan PPnBM...............................................................................................................15
E. Dasar Hukum Pengenaan PPN dan PPnBM..............................................................................16
F. Contoh dan Kasus Soal Perhitungan PPN dan PPnBM.............................................................17
BAB III PENUTUP..................................................................................................................................23
A. Kesimpulan..............................................................................................................................23
Daftar Pustaka.....................................................................................................................................24
Perpajakan Page ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pajak adalah kontribusi wajib Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan
yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan
secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Pajak objektif adalah suatu jenis pajak yang ditimbulnya kewajiban
pajaknya sangat ditentukan oleh objek pajak. Keadaan subjek pajak tidak menjadi
penentu kecuali untuk kasus tertentu.
Dikenakan setiap rantai distribusi (multi stage tax). Sepanjang suatu transaksi
memenuhi syarat sebagaimana disebutkan dalam angka 2, maka pihak PKP penjual
berkewajiban memungut PPN atas transaksi yang terjadi dan kemudian menyetorkan ke
kas Negara dan kemudian melaporkannya.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas setiap
pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen.
PPN disebut Value Added Tax (VAT) atau Goods and Service Tax (GST). PPN
termasuk jenis pajak tidak langsung, maksudnya pajak tersebut disetor oleh pihak lain
(pedagang) yang bukan penanggung pajak atau dengan kata lain, penanggung pajak
(konsumen akhir) tidak menyetorkan langsung pajak yang ia tanggung.
PPnBM merupakan jenis pajak yang merupakan suatu paket dalam undang-
undang Pajak Pertambahan Nilai. Mekanisme pengenaan PPnBM ini sedikit berbeda
dengan PPN.
Perpajakan Page 1
B. Rumusan dan Batasan Masalah
Rumusan masalah-masalah yang menjadi batasan masalah, yang akan kami coba
jabarkan dalam makalah ini adalah:
A. Apakah pengertian PPN dan PPn-BM?
B. Bagaimanakah Subjek PPN dan PPn-BM dan yang Dikecualikan?
C. Bagaimanakah Objek PPN dan PPn-Bm dan yang Dikecualikan?
D. Bagaimanakah Tarif PPN dan PPn-BM?
E. Bagaimanakah Dasar Hukum Pengenaann PPN dan PPn-BM?
F. Bagaimanakah Contoh dan Kasus Perhitungan PPN dan PPn-BM?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan utama penulisan makalah ini adalah sebagai bentuk konkret dari subbagian
kegiatan pengajaran pada matakuliah Perpajakan, sebagai salah satu bentuk penjabaran
kegiatan perkuliahan yang biasa disebut sebagai tugas yang sudah menjadi salah satu
kewajiban mahasiswa yang mengontrak matakuliah tersebut. Makalah ini pun disusun
dengan beberapa tujuan lain diantaranya:
1. Mengumpulkan teori-teori serta PPN dan PPn-BM pada pustaka yang kami lakukan;
2. Untuk memberikan gambaran terhadap kasus PPN dan PPn-BM;
3. Untuk lebih mempelajari dan memahami dari kajian yang penulis paparkan;
Perpajakan Page 2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian PPN dan PPnBM
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas :
a. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
pengusaha.
b. Impor Barang Kena Pajak.
c. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
pengusaha.
d. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di
dalam Daerah Pabean.
e. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
f. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak.
g. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak, dan
h. Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.
Berdasarkan undang-undang yang berlaku di Indonesia, Pajak Penjualan Atas
Barang Mewah (PPnBM) merupakan pajak yang dikenakan pada barang yang
tergolong mewah yang dilakukan oleh produsen (pengusaha) untuk menghasilkan
atau mengimpor barang tersebut dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.
B. Subjek PPN dan PPnBM dan yang Dikecualikan
A. Pengusaha
Dalam pasal 1 angka 14 UU PPN :
“Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam
kegiatan
Perpajakan Page 3
usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor
barang melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar
Daerah Pabean, melakukan usaha jasa termasuk mengekspor jasa, atau memanfaatkan
jasa dari luar Daerah Pabean.” Pengertian orang pribadi dirasa cukup jelas, sedangkan
pengertian badan dalam pasal 1 angka13 UU PPN adalah “sekumpulan orang
dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun
yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer,
perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha daerah dengan nama
dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan,
perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi
lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan
bentuk usaha tetap.”
Untuk memperjelas ruang lingkup dari arti pengusaha maka perhatikan ilustrasi ini:
Dika seorang mahasiswa mendapatkan kiriman DVD Player dari saudaranya yang
berada di Singapura. Berdasarkan pasal 1 ayat 9 Dika mengimpor DVD Player,
tetapi berdasarkan pasal 1 ayat 14 Dika bukan seorang pengusaha di bidang impor
karena kegiatan yang dilakukan tidak berhubungan dengan pekerjaan atau usahanya.
Arry, Seorang pengusaha di bidang jual beli barang elektronik. Ia mengimpor televisi
secara berkala dari Cina. Berdasarkan uraian tersebut Arry bisa dikatakan seorang
pengusaha karena ia melakukan impor berkaitan dengan pegerjaan atau kegiatan
usahanya.
Dengan demikian, Pengusaha Kena Pajak bisa terdiri dari Orang Pribadi atau Badan.
Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan
baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi
perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik
Perpajakan Page 4
Negara atau Badan Usaha\ Milik Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun,
firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan,
organisasi massa, organisasi sosial politik, organisasi lainnya, lembaga dan
bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif
dan Bentuk Usaha Tetap.
B. Pengusaha Kena Pajak
Pengusaha Kena Pajak (disingkat PKP) adalah Pengusaha yang melakukan
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai
pajak
berdasarkan Undang-undang ini. Demikian definisi PKP berdasarkan UU Nomor 42
Tahun 2009. Dengan kata lain PKP adalah Pengusaha yang usahanya adalah
memperdagangkan barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak. Apabila Pengusaha
tersebut memperdagangkan atau melakukan penyerahan barang yang tidak kena
pajak atau jasa yang tidak kena pajak, maka Pengusaha tersebut adalah bukan
Pengusaha Kena Pajak.Yang dimaksud penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau
penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-undang ini
adalah penyerahan Barang dan/atau Jasa sesuai pasal 4 UU PPN. Termasuk dalam
kelompok PKP adalah pengusaha yang melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a, huruf c, dan huruf f UU PPN, serta bentuk kerjasama
operasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor
143 tahun 2000. Lebih rinci lagi, penyerahan BKP dan/atau JKP dimaksud meliputi :
a. penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
pengusaha;
b. penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
pengusaha;
Perpajakan Page 5
dan
c. ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak.
Pengertian PKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 15 UU PPN itu
kemudian
disempurnakan lagi di dalam Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 143 tahun
2000, yaitu termasuk di dalam pengertian PKP adalah Pengusaha yang sejak semula
bermaksud mengadakan penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP atau ekspor BKP.
Terdapat pengecualian untuk pengusaha kecil sesuai dengan pasal 3A ayat 1 UU PPN
yang berbunyi “Pengusaha yang melakukan penyerahan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a, huruf c, huruf f, huruf g, dan huruf h, kecuali
pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan, wajib
melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan wajib
memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah yang terutang.” Sehingga kepada pengusaha kecil diberikan
kebebasan memilih untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak atau tidak. Jika
memilih untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak,maka wajib melaksanakan
ketentuan sebagaimana dimaksud pada pasal 3A ayat 1 UU PPN.
Pengusaha kecil adalah pengusaha yang memenuhi kriteria sesuai dengan yang diatur
dalamKMK no.571/KMK.03/2003 tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak
Pertambahan Nilai.
C. Bukan Pengusaha Kena Pajak
Subjek PPN yang bukan PKP adalah orang atau badan yang mengimpor
BKP,
memanfaatkan jasa atau BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean, dan yang
melakukan kegiatan membangun sendiri. Pengusaha yang melakukan kegiatan
Perpajakan Page 6
usaha dimaksud dalam Pasal 4 huruf b (mengimpor Barang Kena Pajak), huruf d
(memanfaatkan Barang Kena Pajak
tak berwujud), dan huruf e (memanfaatkan Jasa Kena Pajak) dalam UU PPN tidak
berstatus sebagai Pengusaha Kena Pajak.
D. Pengusaha Kecil
Pengusaha kecil adalah pengusaha yang selama satu tahun buku
melakukan
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dengan jumlah peredaran
bruto
dan/atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar
delapan ratus juta rupiah),
sebagaimana diatur dalam PMK NOMOR 197/PMK.03/2013.
Jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto adalah jumlah
keseluruhan
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan oleh
pengusaha
dalam rangka kegiatan usahanya. Bagi pengusaha orang pribadi yang dikecualikan
dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan, pengertian tahun buku adalah tahun
kalender. Pengusaha kecil tidak wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak dan tidak wajib memungut, menyetor, dan melaporkan
Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena
Pajak yang dilakukannya. Namun, apabila pengusaha kecil memilih untuk
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak maka pengusaha kecil tersebut wajib
melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan wajib
Perpajakan Page 7
memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang atas
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dilakukannya.
Apabila sampai dengan suatu bulan dalam tahun buku jumlah peredaran bruto
dan/atau
penerimaan brutonya melebihi Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta
rupiah) maka Pengusaha wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak, Kewajiban melaporkan usaha untuk dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya setelah
bulan saat jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya melebihi Rp
4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah). Apabila diperoleh data
dan/atau informasi yang menunjukkan adanya kewajiban perpajakan tidak
dipenuhi pengusaha, Direktur Jenderal Pajak dapat mengukuhkan pengusaha sebagai
Pengusaha Kena Pajak secara jabatan. Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan
surat ketetapan pajak dan/atau surat tagihan pajak untuk Masa Pajak sebelum
pengusaha dikukuhkan secara jabatan sebagai Pengusaha Kena Pajak,
terhitung sejak saat jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya
melebihi Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah). Pengusaha
yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak wajib memungut, menyetor,
dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak
dan/atau Jasa Kena Pajak yang dilakukannya. Dalam hal pengusaha telah
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan jumlah peredaran bruto dan/atau
penerimaan brutonya dalam satu tahun buku tidak melebihi Rp 4.800.000.000,00
Perpajakan Page 8
(empat miliar delapan ratus juta rupiah), Pengusaha Kena Pajak dapat mengajukan
permohonan pencabutan pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
E. Joint Operation
Pasal 2 ayat 2 PP 143/2000 secara tersirat menetapkan bahwa bentuk usaha Joint
Operation setelah 1 Januari 1995, perlakuan terhadap konsorsium, joint operation, dan
joint venture ditegaskan dalam Surat Edaran nomor S-349/PJ.321/1990 dan nomor S-
263/PJ.42/1991 yang intinya bahwa pengusaha dengan bentuk usaha semacam itu
termasuk PKP. Kutipannya :
a. Apabila dalam transaksi dengan pihak lain, secara nyata dilakukan atas nama JO,
maka JO harus dikukuhkan sebagai PKP. Untuk itu JO harus mendaftarkan diri
sebagai PKP.
b. Apabila seluruh transaksi dengan pihak lain tersebut secara nyata dilakukan masing
–
masing anggota JO, maka yang dikukuhkan sebagai PKP hanyalah anggota JO
tersebut
saja.
c. Dalam hal JO menunjuk ‘leader’, maka apabila atas jasa yang diberikan oleh
‘leader’
kepada anggota diterima pembayaran, maka atas pembayaran itu terutang PPN.
d. Penyerahan JKP dari anggota JO atau konsorsium dalam kedudukannya
sebagai subkontraktor kepada konsorsium, merupakan penyerahan kena pajak.
Perpajakan Page 9
C. Objek Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPn
BM) dan yang dikecualikan
1) Objek Pajak Pertambahan Nilai
PPN dikenakan atas:
a. Penyerahan BKP di dalam daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha.
Syarat-syaratnya adalah:
1. Barang berwujud yang diserahkan merupakan BKP
2. Barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan BKP yang tidak
berwujud
3. Penyerahan dilakukan di daerah Pabean
4. Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha
b. Impor BKP
c. Penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha.
Syarat- syaratnya adalah sebagai berikut.
1. Jasa yang diserahkan merupakan JKP
2. Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean
3. Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaanya
d. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dan dari luar Daerah Pabean di dalam
daerah Pabean
e. Pemanfaatan JKP dari luar daerah Pabean
f. Ekspor BKP berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak
g. Ekspor BKP tidak Berwujud oleh pengusaha kena pajak
h. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidaka dalam kegiatan usaha
atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri
atau pihak lain.
Perpajakan Page 10
i. Penyerahan BKP berupa aktiva yang menurut tujuan semual tidak untuk
diperjualbelikan oleh PKP, kecuali atas penyerahan aktiva yang pajak
Masukanya tidak dapat dikreditkan.
2). Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPn BM)
Dengan pertimbangan bahwa:
a. Perlu keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang berpenghasilan
rendah dan konsumen yang berpenghasilan tinggi
b. Perlu adanya pengendalian pola konsumsi atas BKP yang tergolong mewah
c. Perlu adanya perlindungan terhadap produsen kecil atau tradisional
d. Perlu untuk mengamankan penerimaan negara
Maka atas penyerahan BKP yang tergolong Mewah oleh produsen atau impor BKP
yang tergolong mewah, disamping dikenakan Pajak Pertambhan Nilai (PPN) juga
dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM).Batasan suatu termasuk
BKP yang tergolong mewah adalah:
a. Barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok
b. Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentuu
c. Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat yang
berpenghasilan tinggi
d. Barang tersebut untuk menunjukan status
PPn BM dikenakan atas:
a. Penyerahan BKP yang tergolong barang mewah yang dilakukan oleh
pengusaha yang berpenghasilan BKP yang tergolong mewah tersebut di dalam
daerah PAbean dalam kegiatan usaha atau pekerjaanya
b. Impor BKP yang tergolong mewah
Perpajakan Page 11
PPn BM merupakan pungutan tambahan disamping PPN. PPn BM hanya dikenakan
satu kali pada waktu penyerahan BKP yang tergolong mewah oleh pengusaha yang
menghasilkan atau pada waktu impor BKP yang tergolong mewah.
3). Jenis barang yang tidak dikenakan PPN adalah:
1. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil
langsung dari sumbernya, yaitu :
a. Minyak mentah (crude oil ).
b. Gas bumi.
c. Panas bumi.
d. Pasir dan kerikil.
e. Batubara sebelum diproses menjadi briket batubara.
f. Bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel,
bijih perak, dan
g. barang hasil pertambangan dan pengeboran lainnya yang
diambil langsung dari sumbernya.
2. barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat
banyak, yaitu:
a. Segala jenis beras dan gabah, seperti beras putih, beras merah,
beras ketan hitam atau beras ketan putih dalam bentuk:
Beras berkulit (padi atau gabah) selain untuk benih.
Digiling.
Beras setengah giling atau digiling seluruhnya, disosoh,
dikilapkan maupun tidak.
Beras pecah.
Perpajakan Page 12
Menir (groats) dari beras.
b. Segala jenis jagung, seperti jagung putih, jagung kuning,
jagung kuning kemerahan atau popcorn (jagung brondong),
dalam bentuk:
Jagung yang telah dikupas maupun belum/jagung tongkol
dan biji jagung/jagung pipilan.
Munir (groats)/beras jagung, sepanjang masih dalam
bentuk butiran.
c. Sagu, dalam bentuk:
Empulur sagu.
Tepung, tepung kasar dan bubuk dari sagu.
d. Segala jenis kedelai, seperti kedelai putih, kedelai hijau, kedelai
kuning atau kedelai hitam dalam bentuk pecah atau utuh.
e. Garam baik yang berjodium maupun tidak berjodium termasuk:
Garam meja.
Garam dalam bentuk curah atau kemasan 50 Kg atau
lebih, dengan kadar NaCL 94,7% (dry basis).
3. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah
makan, warung, dan sejenisnya (tidak termasuk makanan dan minuman
yang diserahkan oleh usaha katering atau usaha jasa boga).
4. Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga.
4). Jenis jasa yang tidak dikenakan PPN adalah :
A. Jasa di bidang pelayanan kesehatan medik, meliputi :
a. Jasa dokter umum, dokter spesialis, dan dokter gigi.
b. Jasa dokter hewan.
Perpajakan Page 13
c. Jasa ahli kesehatan seperti akupuntur, ahli gigi, ahli gizi, dan
fisioterapi.
d. Jasa kebidanan dan dukun bayi.
e. Jasa paramedis dan perawat, dan
f. Jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, laboratorium
kesehatan, dan sanatorium
B. Jasa di bidang pelayanan sosial, meliputi :
a. Jasa pelayanan Panti Asuhan dan Panti Jompo.
b. Jasa pemadam kebakaran kecuali yang bersifat komersial.
c. Jasa pemberian pertolongan pada kecelakaan
d. Jasa Lembaga Rehabilitasi kecuali yang bersifat komersial
e. Jasa pemakaman termasuk crematorium.
C. Jasa di bidang olah raga kecuali yang bersifat komersial; dan
D. Jasa pelayanan sosial lainnya kecuali yang bersifat komersial.
E. Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko.
F. Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi.
G. Jasa di bidang keagamaan, meliputi :
a. jasa pelayanan rumah ibadah.
b. jasa pemberian khotbah atau dakwah; dan
c. jasa lainnya di bidang keagamaan.
H. Jasa di bidang pendidikan, meliputi:
a. Jasa penyelenggaraan pendidikan sekolah, seperti jasa
penyelenggaraan, pendidikan umum, pendidikan kejuruan,
pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan
keagamaan, pendidikan akademik dan pendidikan professional, da
Perpajakan Page 14
b. Jasa penyelenggaraan pendidikan luar sekolah, seperti kursus-
kursus
I. Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak tontonan.
J. Jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan.
K. Jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air.
L. Jasa di bidang tenaga kerja, meliputi:
a. Jasa tenaga kerja.
b. Jasa penyediaan tenaga kerja sepanjang Pengusaha penyedia
tenaga kerja tidak bertanggung jawab atas hasil kerja dari tenaga
kerja tersebut, dan
c. Jasa penyelenggaraan latihan bagi tenaga kerja
M. Jasa di bidang perhotelan;
N. Jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan
pemerintahan secara umum.
D. Tarif PPN dan PPnBM
1. Pajak Pertambahan Nilai
a. Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10% (sepuluh persen).
b. Tarif Pajak Pertambahan Nilai atas ekspor Barang Kena Pajak adalah 0% (nol
persen).
c. Dengan Peraturan Pemerintah, tarif pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat diubah menjadi serendah-rendahnya 5% (lima persen) dan setinggi-
tingginya 15% (lima belas persen).
2. Pajak Penjualan atas Barang Mewah
Perpajakan Page 15
a. Tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah adalah paling rendah 10% (sepuluh
persen) dan paling tinggi 75% (tujuh puluh lima persen).
b. Atas ekspor Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah dikenakan pajak
dengan tarif 0% (nol persen)
E. Dasar Hukum Pengenaan PPN dan PPnBM
1. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang
dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa
kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 yang tetap
dinamakan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 143 Tahun 2000 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 2002 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang
Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang
Nomor 18 Tahun 2000.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000 tentang Jenis Barang dan Jasa yang
Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 145 Tahun 2000 tentang Kelompok Barang Kena
Pajak yang Tergolong Mewah yang Dikenakan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 12 Tahun 2006.
5. Peraturan Pemerintah Nomor 146 Tahun 2000 tentang Impor dan atau Penyerahan
Barang Kena Pajak Tertentu dan atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu yang
Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah beberapa
kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2003.
Perpajakan Page 16
6. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor dan atau Penyerahan
Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari
Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007.
F. Contoh dan Kasus Soal Perhitungan PPN dan PPnBM
PT. Munirah adalah PKP yang bergerak di bidang penjualan elektronik di Makassar. Selama
bulan Juli 2014 melakukan transaksi sebagai berikut :
Penjualan langsung ke konsumen sebanyak Rp. 1.400.000.000
Penyerahan barang elektronik kepada Pemkot Makassar sebesar Rp. 440.000.000
(sudah termasuk PPN)
Menyumbangkan ke panti asuhan 1 buah TV seharga Rp. 4.000.000 termasuk
keuntungan sebesar Rp. 400.000
Membangun gudang elektronik seluas 500 meter persegi di kawasan pergudangan
sendiri Rp. 350.000.000
Selanjutnya terdapat transaksi tambahan selama bulan Juli sebagai berikut :
Mengimpor barang elektronik dari amerika seharga US$ 100.000; Asuransi US$
1.000; ongkos angkut ke Makassar US$ 2.000. bea masuk sebesar 10% dari CIF
dan bea masuk tambahan sebesar 4% dari CIF (belum memiliki API dan barang
elektronik tersebut termasuk barang mewah dengan tarif 30%; diasumsikan kurs
pajak terhadap US$ adalah Rp. 7.200
Membeli sebuah mobil box pengangkut barang seharga Rp. 220.000.000 dan
sebuah mobil sedan untuk direktur sebesar Rp. 330.000.000 (harga kedua
kendaraan tersebut sudah termasuk PPN)
Perpajakan Page 17
Diminta :
1. Hitung PPN dan PPnBM atas transaksi di atas
2. Berapakah PPN yang harus disetor ?
Pembahasan :
a. Penjualan langsung ke konsumen sebanyak Rp. 1.400.000.000
PPN = 10% x 1.400.000.000
= Rp. 140.000.000 (PPN keluaran)
b. Penyerahan barang elektronik kepada Pemkot Makassar sebesar Rp. 440.000.000
(sudah termasuk PPN)
DPP = 100/110 x 440.000.000
= Rp. 400.000.000
PPN = 10% x 400.000.000
= Rp. 40.000.000 (PPN Keluaran)
c. Menyumbangkan ke panti asuhan 1 buah TV seharga Rp. 4.000.000 termasuk
keuntungan sebesar Rp. 400.000
DPP = 4.000.000 – 400.000
= Rp. 3.600.000
PPN = 10% x 3.600.000
= Rp. 360.000 (PPN keluaran)
d. Membangun gudang elektronik seluas 500 meter persegi di kawasan pergudangan
sendiri Rp. 350.000.000
DPP = 20% x 350.000.000
Perpajakan Page 18
= Rp. 70.000.000
PPN = 10% x 70.000.000
= Rp. 7.000.000 (PPN keluaran)
Transaksi tambahan selama bulan Juli :
1. Cost = US$ 100.000 x Rp. 7.200 = Rp. 720.000.000
Insurance = US$ 1.000 x Rp. 7.200 = Rp. 7. 200.000
Freight = US$ 2.000 x Rp. 7.200 = Rp 14.400.000
TOTAL CIF (cost + insurance + freight) = Rp. 741.600.000
Bea masuk (10% dari CIF) = Rp. 74.160.000
Bea masuk tambahan (4% dari CIF) = Rp. 29.664.000
Nilai Impor (CIF+bea masuk+bea tambahan) = Rp. 845.424.000
PPN = 10% x Nilai impor
= 10% x 845.424.000
= Rp. 84. 542 400 (PPN masukan)
PPnBM = 30% x Nilai impor
= 30% x 845.424.000
= Rp. 253.627.200
2. Pembelian mobil box
DPP = 100/110 x 220.000.000
= Rp. 200.000.000
Perpajakan Page 19
PPN = 10% x 200.000.000
= Rp. 20.000.000 (PPN masukan)
Pembelian mobil sedan untuk direktur
DPP = 100/110 x 330.000.000
= Rp. 300.000.000
PPN = 10% x 300.000.000
= Rp. 30.000.000
Catatan : karena perhitungan PPN ini adalah untuk Perusahaan maka,
pembelian mobil sedan untuk direktur tidak boleh
dibebankan/dihitung dalam penghitungan nilai PPN yang harus
disetor nantinya.
Berapakah PPN yang harus disetor ?
PPN keluaran = 140.000.000 + 40.000.000 + 360.000 + 7.000.000
= Rp. 187.360.000
PPN masukan = 84. 542 400 + 20.000.000
= Rp. 104.542.400
Jika PPN keluaran > PPN masukan maka disebut PPN kurang bayar. Namun, jika PPN
keluaran < PPN masukan maka disebut PPN lebih bayar.
Perpajakan Page 20
Dalam kasus ini, PPN keluaran > PPN masukan maka :
PPN kurang bayar = 187.360.000 - 104.542.400
= Rp. 82.817.600
Jadi, PPN yang harus disetor oleh PT. Munirah adalah Rp. 82.817.600
Untuk bisa menghapus sejumlah barang sebagai objek PPnBM, pemerintah telah
merevisi aturan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 130/PMK.011/2013 tentang
Jenis Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Selain Kendaraan Bermotor yang Dikenai
Pajak Penjualan atas Barang Mewah, menjadi PMK Nomor 106/PMK.010/2015 seperti yang
diterima CNN Indonesia.
Aturan yang diteken Bambang pada 8 Juni 2015 tersebut telah mendapat pengesahan
dan tercatat di lembar negara oleh Kementerian Hukum dan HAM pada 9 Juni 2015 lalu.
Dalam peraturan itu, disebutkan peraturan pembebasan 33 objek barang mewah dari
pajak barang mewah (PPnBM) berlaku setelah 30 hari peraturan tersebut diundangkan.
Namun pemerintah masih tetap mengenakan pajak penjualan untuk barang yang
tergolong mewah selain kendaraan bermotor, berikut daftar barang yang tergolong mewah
beserta pengenaan tarifnya berdasarkan aturan anyar tersebut.
Tarif 20 persen:
1. Kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen, kondominium, town
house, dan sejenisnya.
2. Rumah dan town house dari jenis nonstrata title dengan luas bangunan 350 meter
persegi atau lebih.
Perpajakan Page 21
3. Apartemen, kondominium, town house dari jenis strata title, clan senisnya dengan
luas bangunan 150 meter persegi atau lebih.
Tarif 40 persen:
1. Barang sejenis balon udara dan balon udara yang dapat dikemudikan, pesawat udara
lainnya tanpa tenaga penggerak.
2. Kelompok peluru senjata api dan senjata api lainnya (kecuali untuk keperluan negara)
3. Peluru dan bagiannya (tidak termasuk peluru senapan angin).
Tarif 50 persen:
1. Kelompok pesawat udara selain yang tercantum dalam Lampiran II, kecuali untuk
keperluan negara atau angkutan udara niaga: Helikopter, pesawat udara dan
kendaraan udara lainnya.
2. Kelompok senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk keperluan negara:
a. Senjata artileri
b. Revolver dan pistol
c. Senjata api (selain senjata artileri, revolver dan pistol) dan peralatan semacam itu
yang dioperasikan dengan penembakan bahan peledak.
Tarif 75 persen:
1. Kelompok kapal pesiar mewah, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan umum:
Kapal pesiar, kapal ekskursi, dan kendaraan air semacam itu terutama dirancang untuk
pengangkutan orang, kapal feri dari semua jenis, kecuali untuk kepentingan negara atau
angkutan umum.
2. Yacht, kecuali untuk kepentingan negara atau angkutan umum.
Perpajakan Page 22
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas setiap
pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen.
PPN disebut Value Added Tax (VAT) atau Goods and Service Tax (GST). PPN
termasuk jenis pajak tidak langsung, maksudnya pajak tersebut disetor oleh pihak lain
(pedagang) yang bukan penanggung pajak atau dengan kata lain, penanggung pajak
(konsumen akhir) tidak menyetorkan langsung pajak yang ia tanggung.
PPnBM merupakan jenis pajak yang merupakan suatu paket dalam undang-
undang Pajak Pertambahan Nilai. Mekanisme pengenaan PPnBM ini sedikit berbeda
dengan PPN.
Perpajakan Page 23
Daftar Pustaka
Siti Resmi. 2015. Perpajakan: Teori dan Kasus. Yogyakarta: Salemba Empat.
Miyatso, 1991. Struktur Pajak Penjualan Pertambahan Nilai. Yogyakarta : Liberty
Djuanda, Gustian & Irwansyah Lubis.2002.Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama
Mardiasmo. 2009. edisi revisi 2009. Perpajakan. Yogyakarta : ANDI OFFSET
Oyok Abuyamin. 2012. Perpajakan Pusat dan Daerah. Bandung : Humaniora.
Untung Sukardji. 2006. edisi revisi 2006. Pajak Pertambahan Nilai. Jakarta : Rajagrafindo Persada.
Untung Sukardji. 2009. edisi revisi 2009. Pokok-Pokok Pajak Pertambahan. Nilai. Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada.
Muyasssarah 2008, , hukum pajak , teras : Yogyakarta
http://www.tarif.depkeu.go.id/Bidang/?bid=pajak&cat=ppn
http://www.online-pajak.com/id/berita-dan-tips/no-106-pmk010-2015
http://www.online-pajak.com/id/berita-dan-tips/pajak-pertambahan-nilai-ppn
http://www.online-pajak.com/id/berita-dan-tips/pajak-penjualan-atas-barang-mewah-ppnbm
Perpajakan Page 24