makalah pancasila antibiotik
DESCRIPTION
pancasilaTRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Antibiotika adalah segolongan senyawa, baik alami maupun sintetik, yamg
mempunyai efek menekan atau menghentikkan suatu proses biokimia di dalam
organisme, khususnya dalam infeksi oleh bakteri (Anonim,2012) 1.
Pengobatan sendiri dengan antibiotika yang semakin luas telah menjadi
masalah yang penting di seluruh dunia. Salah satunya adalah terjadinya
peningkatan resistensi kuman terhadap antibiotika (WHO, 2001). Hal ini
mengakibatkan pengobatan menjadi tidak efektif, peningkatan morbiditas maupun
mortalitas pasien dan meningkatnya biaya kesehatan pasien. Dampak tersebut
harus ditanggulangi secara efektif sehingga perlu diperhatikan prinsip penggunaan
antibiotika harus sesuai indikasi penyakit, dosis, cara pemberian dengan interval
waktu, lama pemberian, keefektifan, mutu, keamanan, dan harga (Refdanita,2004).
Di Indonesia, juga telah dilakukan beberapa usaha untuk tujuan ini, salah
satu dari usaha tersebut adalah di berlakukannya undang-undang yang mengatur
tentang penjualan antibiotika yang diatur dalam undang-undang obat keras St. No.
419 tgl. 22 Desember 1949, pada pasal 3 ayat 1 (Anonim, 2012).
Penyalahgunaan antibiotik diangkat dalam makalah kali ini karena
dilapangan banyak sekali terjadi kesalahan penggunaan antibiotik.Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2406/MENKES/PER/XII/2011
tentang Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik, diharapkan seluruh tenaga
kesehatan memilki dasar hukum ketika melakukan pembinaan ataupun pendebatan
terhadap penyalahgunaan antibiotik ini (Bararah, 2011).
1 Anonim, 2012, “Antibiotik”, http://id.wikipedia.org/wiki/Antibiotika, diakses pada tanggal 16 Juni 2012
Bararah, Vera Farah, 2011, “Peran Apoteker Cegah Penyalahgunaan Antibiotik”, http://mypotik.blogspot.com/2011/04/apoteker-cegah-penyalahgunaan.html, diakses pada tanggal 16 Juni 2012
Refdanita, Maksum, R., dkk, Pola Kepekaan Kuman terhadap Antibiotika di Ruang Rawat Intensif. Jakarta : Makara Kesehatan, 2004
2
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, dapat
dirumuskan pertanyaan sebagai berikut:
1. Penyalahgunaan antibiotik
2. Apakah pada saat ini pengunaan antibiotik di Indonesia sudah sesuai dengan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
2406/MENKES/PER/XII/2011 tentang Pedoman Umum penggunaan
antibiotik?
3. Bagaimana peran apoteker yang berkaitan dengan pemberian antibiotik dalam
hal penyalahgunaan antibiotik oleh pasien?
3
BAB II
PEMBAHASAN
Antibiotik seharusnya obat yang tidak boleh dijual bebas, tapi nyatanya saat ini
banyak disalahgunakan. Akibatnya kebanyakan penyakit pada manusia akibat
penyalahgunaan antibiotik. Tubuh manusia mengandung sejumlah besar mikroba yang
baik atau jahat. Tapi memberantasnya baik secara sengaja atau tidak sengaja dengan
antibiotik bisa membahayakan kesehatan (Katzung, 2004).
Salah satu faktor yang ikut memicu terjadinya penggunaan antibiotik yang
tidak rasional di masyarakat adalah praktek kefarmasian yang masih banyak masalah.
Ketua Asosiasi Apoteker Indonesia (AAI), M. Dani Pratomo menilai, pelaksanaan
praktek kefarmasian di Indonesia saat ini masih jauh dari harapan. Terbukti, masih
banyak apotik yang tidak dilayani seorang apoteker. Salah satu penyebab utama
maraknya penggunaan antibiotik yang tidak rasional yaitu obat-obat yang seharusnya
menggunakan resep juga terlalu mudah didapat, terutama bagi masyarakat yang
tinggal di kota-kota besar (Bararah,2011) 2.
Apoteker harus berada di apotik dan berhadapan dengan pasien. Tugas
apoteker yang benar adalah melakukan skrining terhadap resep yang masuk, kalau
setiap apotik menjalankan praktek kefarmasian dengan benar, ini bisa menurunkan
penggunaan antibiotik secara tidak rasional. (Bararah,2011).
Penggunaan antibiotik yang tidak rasional dapat menimbulkan dampak yang
membahayakan kesehatan masyarakat. Salah satunya, resistensi bakteri terhadap
antibiotik yang ada. Padahal, penemuan antibiotik generasi baru lambat karena tidak
mudah. kekebalan kuman terhadap antibiotik kian mengkhawatirkan dan
membahayakan. ”Kekebalan kuman membuat kita bisa kembali ke era sebelum
antibiotik ditemukan” (STAFF, 2011).
2 Bararah, Vera Farah, 2011, “Peran Apoteker Cegah Penyalahgunaan Antibiotik”, http://mypotik.blogspot.com/2011/04/apoteker-cegah-penyalahgunaan.html, diakses pada tanggal 16 Juni 2012
Katzung, Bertram G, Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta : Prentice Hall, 2004
STAFF, 2011, “Pedoman Penggunaan Antibiotik”, http://www.iaikalbar.net/29072011/penyalahgunaan-antibiotika-makin menghawatirkan.html, diakses pada tanggal 16 Juni 2012
4
Mudahnya pembelian antibiotik, tanpa resep dokter, membuat orang tak segan
meminumnya untuk atasi penyakit yang dideritanya. Kekhawatiran terhadap
timbulnya masalah resistensi antibiotik makin memuncak seiring penggunaan
antibiotik yang makin umum di tengah masyarakat. Permisifnya masyarakat terhadap
antibiotik telah menimbulkan dampak terhadap meluasnya resistensi terhadap kuman-
kuman penyakit. Bahkan, kondisi ini ikut diperparah dengan sikap para dokter yang
cenderung mudah memberikan antibiotik kepada pasiennya (Bararah, 2011) 3.
Dilapangan banyak sekali terjadi kesalahan penggunaan antibiotik. Dengan
diundangkannya Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
2406/MENKES/PER/XII/2011 tentang Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik,
diharapkan seluruh tenaga kesehatan memilki dasar hukum ketika melakukan
pembinaan ataupun pendebatan terhadap penyalahgunaan antibiotic (Bararah, 2011).
Maka dari itu kita sebagai Apoteker yang baik harus bisa menjalankan tugas
dengan baik, yang mengacu kepada Peranan Apoteker Sebagai Profesional (World
Health Organization, 2001).
Apoteker memiliki kemampuan dalam melaksanakan kegiatan pelayanan
kefarmasian yang bermutu dan efisien yang berasaskan pharmaceutical care diapotek.
Adapun standar pelayanan kefarmasian di apotek telah diatur melalui Surat Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor1027/Menkes/SK/I X/2004 (World
Health Organization, 2001).
Tujuan dari standar pelayanan ini adalah:
1. Melindungi masyarakat dari pelayanan yang tidak profesional.
2. Melindungi profesi dari tuntutan masyarakat yang tidak wajar.
3. Pedoman dalam pengawasan praktek Apoteker.
4. Pembinaan serta meningkatkan mutu pelayanan farmasi di apotek.
3 Bararah, Vera Farah, 2011, “Peran Apoteker Cegah Penyalahgunaan Antibiotik”, http://mypotik.blogspot.com/2011/04/apoteker-cegah-penyalahgunaan.html, diakses pada tanggal 16 Juni 2012
World Health Organization, Antimicrobial Resistence. Jakarta: EGC, 2001
5
Rendahnya kesadaran masyarakat dalam penggunaan obat yang tidak rasional
perlu diwaspadai dampaknya, khususnya pada generasi muda mendatang. Apalagi
pemakaian antibiotika yang tidak berdasarkan ketentuan (petunjuk dokter)
menyebabkan tidak efektifnya obat tersebut sehingga kemampuan membunuh kuman
berkurang atau resisten (Notoatmodjo, S.,2005).
Jika hal itu terjadi, generasi muda mendatang akan mengalami kerugian yang
sangat besar. Akan banyak penyakit yang tidak dapat lagi disembuhkan akibat
resistensi. Sedangkan untuk mengembangkan antibiotik yang baru diperlukan waktu
dan biaya yang sangat besar. Untuk itu perlu penggunaan obat secara rasional untuk
mencegah masalah besar di masa yang akan datang (Notoatmodjo, S.,2005).
Prinsip Penggunaan Antibiotik Bijak (Prudent)
1. Penggunaan antibiotik bijak yaitu penggunaan antibiotik dengan
spektrum sempit, pada indikasi yang ketat dengan dosis yang adekuat,
interval dan lama pemberian yang tepat.
2. Kebijakan penggunaan antibiotik (antibiotic policy) ditandai dengan
pembatasan penggunaan antibiotik dan mengutamakan penggunaan
antibiotik lini pertama.
3. Pembatasan penggunaan antibiotik dapat dilakukan dengan menerapkan
pedoman penggunaan antibiotik.
4. Indikasi ketat penggunaan antibiotik dimulai dengan menegakkan
diagnosis penyakit infeksi (binfar, 2012) 4
BAB III
4 Binfar, 2012, “Peraturan Penggunaan Antibiotik”, http://www.binfar.depkes.go.id/index.php/berita/view/332, diakses pada tanggal 16 Juni 2012
Notoatmodjo, S, Konsep Perilaku dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta, 2005
6
PENUTUP
KESIMPULAN
Salah satu faktor yang ikut memicu terjadinya penggunaan antibiotik yang
tidak rasional di masyarakat adalah praktek kefarmasian yang masih banyak
masalah, selain itu obat-obat yang seharusnya menggunakan resep juga terlalu
mudah didapat.
Tugas apoteker yang benar adalah melakukan skrining terhadap resep yang
masuk, kalau setiap apotik menjalankan praktek kefarmasian dengan benar, ini
bisa menurunkan penggunaan antibiotik secara tidak rasional.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
2406/MENKES/PER/XII/2011 tentang Pedoman Umum Penggunaan
Antibiotik, diharapkan seluruh tenaga kesehatan memilki dasar hukum ketika
melakukan pembinaan ataupun pendebatan terhadap penyalahgunaan
antibiotik.
Standar pelayanan kefarmasian di apotek telah diatur melalui Surat Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor1027/Menkes/SK/I X/2004.
Upaya antisipasi untuk meningkatkan perilaku penggunaan obat secara
rasional meliputi pendidikan masyarakat, pengawasan kepada petugas
kesehatan dan ketersediaan obat secara simultan yang dilakukan oleh
pemerintah maupun pihak-pihak terkait.
DAFTAR PUSTAKA
7
Anonim. 2012. Antibiotik. http://id.wikipedia.org/wiki/Antibiotika diakses pada
tanggal 16 Juni 2012
Bararah, Vera Farah. 2011. Peran Apoteker Cegah Penyalahgunaan Antibiotik.
http://mypotik.blogspot.com/2011/04/apoteker-cegah-penyalahgunaan.html
diakses pada tanggal 16 Juni 2012
Binfar. 2012. Peraturan Penggunaan Antibiotik.
http://www.binfar.depkes.go.id/index.php/berita/view/332 diakses pada
tanggal 16 Juni 2012
Katzung, Bertram G. 2004. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta : Prentice Hall
Notoatmodjo, S., 2005. Konsep Perilaku dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka
Cipta
Refdanita, Maksum, R., dkk. 2004. Pola Kepekaan Kuman terhadap Antibiotika di
Ruang Rawat Intensif. Jakarta : Makara Kesehatan.
STAFF. 2011. Pedoman Penggunaan Antibiotik.
http://www.iaikalbar.net/29072011/penyalahgunaan-antibiotika-makin
menghawatirkan.html. diakses pada tanggal 16 Juni 2012
World Health Organization. 2001. Antimicrobial Resistence. Jakarta: EGC