makalah pbl alberthina d2 sk.5 gerd

Download Makalah PBL Alberthina D2 Sk.5 GERD

If you can't read please download the document

Upload: aldo-muhammad-hamka

Post on 06-Dec-2015

54 views

Category:

Documents


13 download

DESCRIPTION

we

TRANSCRIPT

Penyakit Refluks Gastroesofageal Pada Perempuan Berusia 50 Tahun Alberthina Sara Tirza -102013454Kelompok D2 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Abstrak Kelainan sistem pencernaan atas, sebagian besar gangguan kerongkongan (esophagus) dan lambung (gastrik) berhubungan dengan ciri korosif isi lambung yang bersifat asam. Salah satu kelainan dalam sistem pencernaan bagian atas yakni refluks gastroesophagus atau sering dikenal dengan sebutan GERD (Gastro-esophageal Reflux Disease). Gejala khas GERD adalah heartburn, yaitu rasa terbakar di dada disertai nyeri dan regurgitasi (rasa asam pahit dari lambung terasa di lidah). Salah satu dari keduanya cukup untuk mendiagnosis GERD secara klinis. Kata Kunci: Gastro-esophageal Reflux Disease Abstrack Digestive system disorders , most of the disorders of the esophagus and stomach ( gastric ) associated with the corrosive characteristics of acidic gastric contents. One of the abnormalities in the upper digestive system gastro-esophagus reflux or commonly known as GERD ( Gastro - esophageal Reflux Disease ). Typical symptoms of GERD is heartburn, a burning sensation in the chest that is accompanied by pain and regurgitation ( sour taste bitter of stomach felt on the tongue ). One of them is sufficient to clinically diagnose GERD .Keywords : Gastro - esophageal Reflux DiseasePendahuluan Sistem pencernaan terdiri atas sebuah saluran panjang, disebut saluran alimentari atau saluran pencernaan, serta organ terkait, termasuk hati, kandung empedu dan pankreas. Saluran pencernaan berawal di mulut dan berlanjut melalui esophagus dan usus menuju ke anus. Di sepanjang perjalanannya, makanan dicerna dan zat gizi diserap sedangkan zat sisa dibuang.(1) Apa yang terjadi jika dalam sistem pencernaan mengalami suatu gangguan? Kelainan sistem pencernaan atas, sebagian besar gangguan kerongkongan (esophagus) dan lambung (gastrik) berhubungan dengan ciri korosif isi lambung yang bersifat asam.(1) Salah satu kelainan dalam sistem pencernaan bagian atas yakni refluks gastroesophagus atau sering dikenal dengan sebutan GERD (Gastro-esophageal Reflux Disease). GERD merupakan aliran balik isi lambung ke dalam esofagus dan melewati sfingter esofagus bagian bawah (LES), sehingga biasanya menyebabkan nyeri epigastrium.(2) Skenario Kasus : Seorang perempuan 50 tahun datang berobat ke poliklinik umum dengan keluhan bila makan cepat kenyang, begah dan rasa terbakar di daerah dada (heart burn) kadang disertai kembung bila makan agak banyak. Keluhan seperti ini dirasakan sudah kira-kira 4 bulan. BB=50kg, TB=149cm saat ini BB menjadi 44kg. Pasien memiliki kebiasaan minum soft drink dan jamu setiap 2 hari sekali. AnamnesisAnamnesis merupakan pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara melakukan serangkaian wawancara dengan pasien yang masih keadaan sadar (Autoanamnesis) atau dengan keluarga pasien dalam keadaan tertentu (Alloanamnesis). Berdasarkan anamnesis dokter dapat menentukan beberapa hal, keluhan utama yang paling mendasar dari penyakit yang di derita oleh pasien, penyebab munculnya keluhan dari pasien serta faktor-faktor yang meningkatkan kemugkinan terjadinya suatu penyakit, contohnya mengonsumsi obat-obat tertentu dan pasien sebelumnya pernah mengalami depresi. Kemudian, menanyakan riwayat penyakit yang pernah dialami oleh seorang pasien, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga serta riwayat sosial yang dapat membantu seorang dokter dalam mendiagnosa penyakit yang dialami oleh pasien. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik dapat dilakukan setelah melakukan anamnesis. Hasil pemeriksaan fisik tanda-tanda vital (TTV) dapat dilihat pada pemeriksaan suhu tubuh dengan nilai normal 36,5-37,5 derajat celcius, tekanan darah normal 120/80 mmHG, denyut nadi normal 98x/menit, respiratory rate normal 18x/menit. Pada kasus pemeriksaan fisik tidak dilakukan. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang dilakukan setelah pasien masuk perawatan atas permintaan dokter untuk menunjang atau menyingkirkan diagnosis. Diagnosis klinis atau diagnosis banding akan ditunjang/dikuatkan atau disingkirkan dengan melakukan endoskopi SCBA (Saluran Cerna Bagian Atas) menurut konsensus nasional yang menetapkan endoskopi sebagai standar baku untuk menegakkan diagnosis. Diagnosis Kerja Refluks gastroesofagel (GERD) sebenarnya merupakan proses fisiologis normal yang banyak dialami orang sehat, terutama sesudah makan. GERD adalah kondisi patologis dimana sejumlah isi lambung berbalik ke esofagus melebihi jumlah normal dan menimbulkan berbagai keluhan. Gejala khas GERD adalah heartburn, yaitu rasa terbakar di dada disertai nyeri dan regurgitasi (rasa asam pahit dari lambung terasa di lidah). Salah satu dari keduanya cukup untuk mendiagnosis GERD secara klinis. Selain kedua gejala tersebut, GERD dapat menimbulkan keluhan nyeri atau rasa tidak enak di epigastrikum, disfagia, odinofagia dan mual.(2,3) Pada kasus, seorang perempuan dengan keluhan: 1. Makan cepat kenyang 2. Begah dan rasa terbakar di daerah dada ( heart burn ) 3. Kadang disertai kembung bila makan banyak 4. Berat badan turun signifikan dari 50 kg/BB - 44 kg/BB (merupakan tanda alarm, pasien berusia >40 tahun). 5. Sering konsumsi soft drink dan jamu yang merupakan salah satu jenis minuman yang akan memicu terjadinya distensi dari lambung yang tinggi, dan seperti halnya dapat memicu asam lambung yang tinggi. Diagnosis Banding Dispepsia Fungsional & NERD (Non-Erosive Reflux Disease) Konsensus Roma III (2006) mendefinisikan kriteria diagnostik untuk dispepsia fungsional sebagai berikut: setidaknya selama 3 bulan, mulainya paling tidak sudah 6 bulan, dengan 1 atau lebih keluhan yang terdiri dari rasa nyeri atau tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung, cepat kenyang, rasa penuh, sendawa, regurgitasi, rasa panas yang menjalar di dada. Klasifikasi dispepsia fungsional yang banyak digunakan saat ini adalah dispepsia tipe ulkus yang artinya keluhan nyeri epigastrikum dominan, dispepsia tipe dismotilitasyang artinya keluhan kembung dan mual lebih dominan dan dispepsia non spesifik.(3)Patofisiologi dispepsi fungsional hingga kini belum jelas, namun beberapa teori pernah diajukan, antara lain: (3) - Meningkatnya sensitifitas mukosa lambung terhadap asam - Ambang rangsang persepsi lebih rendah - Adanya disfungsi saraf autonom yaitu neuropati vagal sehingga ada rasa cepat kenyang Tatalaksana dispepsia fungsional terdiri dari diet yang menghindari makanan pencetus serangan. Terapi medikamentosa dapat berupa obat penetralisir asam lambung (antasida, dosis 3x30mg), obat penghambat asam (PPI: omeprazol,lansoprazol dan pantoprazol, Antagonis reseptor H2: ranitidine dan semitidine), sitoprotektor (sukralfat dan rebamipide),prokinetik (metoklopramid,domperidon, cisapride). Penyakit refluks gastroesofageal (gastroesophageal reflux disease, GERD), sudah merupakan diagnosis tersendiri yang terpisah dari dyspepsia, walaupun mempunyai simtom yang tumpang tindih dengan sindroma dispepsia, dan dapat muncul bersama dispepsia. Dalam praktek sehari-hari, sering terjadi kesulitan membedakan dispepsia fungsional dengan NERD (non-erosive reflux disease) yang merupakan bagian dari GERD.(3,4)Refluks Gastroesofageal (GERD)Definisi dan Gejala Klinis Refluks gastroesofagel (GERD) sebenarnya merupakan proses fisiologis normal yang banyak dialami orang sehat, terutama sesudah makan. GERD adalah kondisi patologis dimana sejumlah isi lambung berbalik ke esofagus melebihi jumlah normal dan menimbulkan berbagai keluhan. Gejala khas GERD adalah heartburn, yaitu rasa terbakar di dada disertai nyeri dan regurgitasi (rasa asam pahit dari lambung terasa di lidah). Salah satu dari keduanya cukup untuk mendiagnosis GERD secara klinis. Selain kedua gejala tersebut, GERD dapat menimbulkan keluhan nyeri atau rasa tidak enak di epigastrikum, disfagia, odinofagia dan mual.(2,3,4) Etiologi (2)Alkohol, rokok atau makanan yang menyebabkan penekanan LES Hernia hiatus Peningkatan tekanan dalam abdomen (obesitas,kehamilan)Obat-obatan tertentu (antikolinergik, teofilin, diazepam, opiat dan antagonis kalsium (menurunkan tonus LES)Intubasi nasogastrik lebih dari 4 hari Kelemahan sfingter esofagus Epidemiologi Prevalensi GERD di Asia, termasuk Indonesia, relatif rendah dibanding negara maju. Di Amerika, hampir 7% populasi mempunyai keluhan heartburn, dan 20-40% diantaranya diperkirakan menderita GERD. Tidak ada predileksi gender pada GERD, laki-laki dan perempuan mempunyai risiko yang sama. GERD dapat terjadi pada segala usia, namun prevalensinya meningkat pada usia diatas 40 tahun.(3)Patogenesis Patogenesis GERD meliputi ketidakseimbangan antara faktor ofensif dan faktor defensif dari bahan refluksat. Yang termasuk faktor defensif antara lain disfungsi dari LES (Lower Esophageal Sphincter), bersihan asam dari lumen eshopagus dan ketahanan epitel esophagus. Bentuk anatomik LES yang melipat berbentuk sudut, dan kekuatan menutup dari sfingter, menjadikan LES berperan penting dalam mekanisme antirefluks. Peningkatan tekanan intraabdomen (misalnya saat batuk), proses gravitasi saat berbaring dan kelainan anatomis seperti sliding hernia hiatal mempermudah terjadinya refluks. Bersihan asam dari lumen esophagus adalah kemampuan esophagus untuk membersihkan dirinya dari bahan refluksat. Kemampuan esophagus ini berasal dari peristaltik esophagus primer, peristaltik esophagus sekunder (saat menelan), dan produksi saliva yang optimal. Ketahanan epitel esophagus berasal dari lapisan mucus di permukaan mukosa, produksi mukus dan mikrosirkulasi aliran darah di post epitel. Sedangkan yang menjadi faktor ofensif adalah peningkatan asam lambung, dilatasi lambung, beberapa kondisi patologis yang mengakibatkan berkurangnya kemampuan pengosongan lambung.(3,5) Komplikasi Esofagitis merupakan komplikasi refluks, dan esofagitis berkembang jika pertahanan mukosa yang normalnya mengimbangi efek perlukaan oleh obat pada mukosa esofagus mengalahkan serangan gencar pepsin asam atau empedu yang direflukskan. Esofagitis ringan dimanifestasikan oleh perubah mikroskopik infiltrasi mukosa dan granulosit atau eosinofil, hiperplasia sel basal dan elongasi dermal peg. Hal ini dapat terjadi dengan atau tanpa kelainan endoskopik. Esofagitis erosif memperlihatkan adanya kerusakan mukosa dalam bentuk kemerahan yang nyata, kerapuhan, pendarahan, ulkus linear superfisial dan eksudat secara endoskopik. Striktura peptik diakibatkan dari fibrosis yang menyebabkan konstriksi lumen esofagus. Fibrosis ini terutama terjadi submukosal, tetapi dapat melibatkan seluruh dinding. Striktura peptik kira-kira terjadi pada 10 persen pada pasien esofagitis refluks. Penggantian epitel skuamosa pada esofagus oleh epitel kolumner (esofagus Barrett) juga dapat diakibatkan oleh esofagitis refluks. Esofagitis barret juga dapat terjadi akibat kerusakan mukosa esofagus karena kemoterapi.(5)Penatalaksanaan Konsensus nasional penatalaksanaan GERD 2004 menyepakati terapi empirik proton pump inhibitor (PPI) selama 2 minggu bila ditemui keluhan klinis GERD tanpa tanda alarm. Sebaliknya bila ada tanda alarm langsung dilakukan pemeriksaan endoskopi. Bila setelah 2 minggu terapi empirik keluhan menetap, juga disarankan endoskopi SCBA (saluran cerna bagian atas). Bila temuan endoskopi sesuai dengan GERD maka diberikan terapi PPI sebagai lini pertama, selama 6-8 minggu, selanjutnya maintenance atau on demand. Dosis yang disarankan ialah omeprazol 2x20mg, atau lansoprazol 2x30mg, atau pantoprazol 2x40mg, atau esomeprazol 2x40mg. Kombinasi PPI dengan prokinetik memberikan hasil yang lebih baik.(3,4)Selain terapi medikamentosa, pada tatalaksana GERD sejumlah terapi non medikamentosa berupa modifikasi gaya hidup juga tidak kalah pentingnya, yaitu meninggikan posisi kepala saat tidur, menghindari makan menjelang tidur, berhenti merokok dan alkohol (mengurangi tonus LES), kurangi lemak dan jumlah makanan (meningkatkan distensi lambung), hindari obat-obat tertentu seperti antikolinergik, teofilin, diazepam, opiat, antagonis kalsium (menurunkan tonus LES).(3,4)Kesimpulan GERD adalah kondisi patologis dimana sejumlah isi lambung berbalik ke esofagus melebihi jumlah normal dan menimbulkan berbagai keluhan. Gejala khas GERD adalah heartburn, yaitu rasa terbakar di dada disertai nyeri dan regurgitasi (rasa asam pahit dari lambung terasa di lidah). Pada kasus, pasien di duga menderita GERD dengan adanya gejala khas serta ada tanda alarm yakni penurunan berat badan yang menunjukan pasien tersebut menderita GERD. Pasien tersebut sering konsumsi soft drink dan jamu yang merupakan faktor yang memperburuk.Daftar Pustaka1.Parker S.Ensiklopedia tubuh manusia.Erlangga.Jakarta;2007,hal 172-1862.Ilustrasi berwarna patofisiologi penyakit.Binapura Aksara Publisher.Tangerang;2014,hal 1923.dr.Suzanna Ndraha. Bahan ajar gastroenterohepatologi.Fakultas Kedokteran UKRIDA.Jakarta;2013,hal 21-23 4.dr. Suzanna Ndraha.http://suzannandraha.blogspot.com/2012_10_01_archive.html.(unduh tanggal 17 Mei 2015) 5.Isselbacher, et al. Horrison prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Ed 13. EGC. Jakarta;hal 1528