makalah pdrb kab. muaro jambi
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Umum
PDRB sebagai salah satu alat untuk mengetahui struktur ekonomi suatu
wilayah, diyakini merupakan indikator penting dalam menentukan arah
pembangunan. Dengan memperhatikan besarnyaperanan masing-masing sektor
dalam PDRB skala perioritas pembangunan dapat ditentukan.
Tingkat pertumbuhan riil PDRB merupakan cerminan tingkat keberhasilan
pembangunan yang dilaksanakan dalam suatu daerah. Sedangkan pendapatan
perkapita per tahun merupakan salah satu indikator penting yang menggambarkan
tingkat kesejahteraan
ekonomi masyarakat.
Indikator-indikator tersebut merupakan acuan dalam melakukan evaluasi
dan perencanaan program pembangunan yang telah dan akan dilaksanakan. Dari
hasil penghitungan PDRB diharapkan dapat menggambarkan keadaan perekonomian
suatu wilayah yang sesungguhnya.
Penyusunan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Muaro
Jambi Menurut Lapangan Usaha Tahun 2005–2009 yang merupakan lanjutan dari
publikasi tahun sebelumnya, diharapkan publikasi ini dapat bermanfaat bagi pihak
Pemerintah sebagai perencana pembangunan ekonomi dan pihak swasta sebagai
pelaku ekonomi dalam rangka peningkatan investasi di daerah ini.
Pada tahun 2009 ini merupakan sajian kedua awal penyajian resmi seri baru
PDRB sektoral dengan periode penghitungan tahun 2005-2009. pada perinsifnya
metode penghitungan PDB/PDRB menurut lapangan usaha tidak banyak mengalami
perubahan. Secara umum pendekatan pengukuran yang digunakan adalah
perpaduan antara metode langsung (direct method) dengan metode tidak langsung
(indirect method ).
1
Klasifikasi lapangan usaha dengan tahun dasar 2000 masih mengacu pada
pola Klasifikasi Lapangan Usaha Indonesia (KLUI) tahun dasar 1993 seperti tertuang
pada tabel sebagai berikut :
Tabel 1.1. Klasifikasi Lapangan Usaha/ Sektor Ekonomi
Klasifikasi Lapangan Usaha
1. PERTANIAN
1.1. Tanaman Bahan Makanan
1.2. Tanaman Perkebunan Rakyat
1.3. Tanaman Perkebunan Besar
1.4. Peternakan
1.5. Kehutanan
1.6. Perikanan
2. PERTAMBANGAN & PENGGALIAN
2.1. Pertambangan
2.2. Penggalian
3. INDUSTRI PENGOLAHAN
3.1. Industri Besar dan Sedang
3.2. Industri Kecil dan Kerajinan Rtg.
4. LISTRIK, GAS DAN AIR
4.1. L i s t r i k
4.2. A i r M i n u m
5. BANGUNAN
6. PERDAGANGAN, RESTORAN DAN HOTEL
6.1. Perdagangan Besar dan Eceran
6.2. R e s t o r a n
6.3. H o t e l
7. PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI
7.1. Pengangkutan
7.1.1. Angkutan Rel
7.1.2. Angkutan Jalan raya
7.1.3. Angkutan Laut
7.1.4. Angkutan Sungai, Danau dan
Penyebranagan
7.1.5. Angkutan Udara
7.1.6. Jasa Penunjang Angkutan
7.2. K o m u n i k a s i
7.2.1. Pos dan Telekomunikasi
7.2.2.Jasa Penunjang Komunikasi
8. KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASA
PERUSAHAAN
8.1.Bank
8.2.Lembaga Keuangan Tanpa Bank
8.3.Jasa Penunjang Keuangan
8.4.Sewa Bangunan
8.5.Jasa Perusahaan
9. J A S A - J A S A
9.1. Pemerintahan dan Pertahanan.
9.1.1.Adm Pemerintahan & Pertahanan
9.1.2.Jasa Pemerintahan Lainnya
9.2. S w a s t a
9.2.1. Sosial dan Kemasyarakatan
9.2.2. Hiburan dan Rekreasi
9.2.3. Perorangan dan Rumah Tangga
2
1.2. Latar Belakang Perubahan Tahun Dasar
Tahun dasar merupakan satu konsep penting yang secara spesifik digunakan
untuk penghitungan PDB/PDRB. Konsep ini digunakan untuk menghitung PDB/PDRB
baik dari sisi produksi (sektoral) maupun dari sisi penggunaan (permintaan) dari
pendekatan ini dapat diturunkan estimasi PDB/PDRB atas dasar harga konstan
(ADHK) yang menggunakan perubahan nilai PDB/PDRB yang hanya dipengaruhi oleh
perubahan volume atau kuantum. Secara total estimasi PDB/PDRB tersebut
menggambarkan perubahan ekonomi secara nyata (riil) disuatu Negara/wilayah.
Dalam rekomendasi yang dibuat oleh PBB dijelaskan bahwa tahun dasar yang
digunakan dalam PDB/PDRB seharusnya selalu diperbaharui (Up-date) mengikuti
perkembangan ekonomi yang terjadi. Idealnya perubahan tahun dasar ini dilakukan
setiap 5(lima) atau 10 (sepuluh) tahun sekali yang dilakukan melalui proses
“Rebasing”. Secara sederhana rebasing ini diartikan sebagai suatu proses penetapan
kembali tahun dasar baru yang dipakai dalam penghitungan PDB/PDRB.
Lebih jauh dalam panduan yang disusun oleh PBB tersebut dikatakan bahwa
agar seluruh Negara selalu berupaya untuk memperbaharui tatacara serta teknik
penghitungan PDB/PDRB dengan menggunakan tahun dasar yang dianggap Up to
date dengan menggunakan kaidah-kaidah terkini, sehingga informasi yang dihasilkan
akan selalu relevan dan mampu menjelaskan perubahan atau penomena ekonomi
yang terjadi.
Dengan dasar tersebut maka dipandang perlu untuk merubah tahun dasar
dalam penghitungan PDB/PDRB yang selanjutnya digunakan sebagai tahun dasar
rujukan (reference year).
1.3. Tahun Dasar
Tahun dasar merupakan salah satu tahun yang ditetapkan sebagai dasar
waktu rujukan bagi penghitungan PDB/PDRB berawal dari titik waktu tersebut
seluruh perkembangan dan pertumbuhan kinerja ekonomi akan diukur. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa penetapan tahun dasar merupakan suatu langkah
penting dan strategi bagi terwujudnya kualitas data PDB/PDRB yang lebih baik
khususnya untuk tahun-tahun setelah tahun dasar. Ketidaktepatan dalam
penentuan tahun dasar akan berakibat buruk terhadap mutu data PDB/PDRB.
3
Tahun dasar tersebut digunakan sebagai pijakan untuk menghitung
perubahan-perubahan agregat ekonomi seperti nilai riil, struktur ekonomi, laju
pertumbuhan ekonomi dan tingkat perkembangan harga (indeks implisit), baik
untuk PDB/PDRB secara keseluruhan maupun masing-masing komponen permintaan
akhir. Selain itu tahun dasar juga dipakai sebagai waktu rujukan atau menjadi tahun
konstan (tetap) dalam pengukuran PDB/PDRB terutama jika ingin mengesampingkan
aspek harga. Dalam hal ini yang harus dilakukan adalah membandingkan/menilai
seluruh data pada tahun berjalan dengan data tahun dasar.
Karena tidak semua tahun kondisinya cukup refrecentatif untuk dijadikan
tahun dasar, maka diperlukan beberapa persyaratan untuk memilihnya, yakni pada
tahun tersebut :
- Kondidi ekonomi relatif stabil ( aspek riil dan moneter), tidak terjadi peristiwa -
peristiwa besar yang menyebabkan kegiat an ekonomi berjalan secara tidak
normal.
- Awal dari suatu peristiwa besar dimana semua hasil pembangunan (kinerja)
ekonomi akan dibandingkan dengan kondisi saat ini.
- Kelengkapan data dasar yang digunakan sebagai input dalam penyusunan
PDB/PDRB, baik yang berupa data produk (kuantum) / indikator harga, struktur
input, data pelengkap (mark up), indeks harga, destinasi produk dan sebaginya
cukup memadai.
Mengingat besarnya peranan tahun dasar dalam penghitungan PDB/PDRB,
maka penetapannya harus didasarkan pada pertimbangan yang hati-hati dan
bijaksana. Berdasarkan pengalaman menunjukan bahwa adanya perubahan tahun
dasar akan menyebabkan perubahan-perubahan terhadap besaran data PDB/PDRB
dan berbagai data turunannya. Kondisi ini tentunya akan membawa dampak
terhadap berbagai pihak yang menggunakan data PDB/PDRB
Untuk itu dalam penetapan tahun dasar perlu dilibatkan berbagai pihak atau
instansi yang berkepentingan terhadap data PDB/PDRB.
4
1.4. Alasan diperlakuakannya Rebasing
Pada hakekatnya rebasing atau dalam istilah lain disebut pula sebagai re-
reference merupakan suatu perubahan tahun dasar yang telah dugunakan selama
ini dalam penghitungan PDB/PDRB dengan suatu tahun yang dianggap representatif.
Penetapan tahun dasar baru tersebut didasarkan pada pernyataan yang
tertuang dalam buku System of National Accounts (SNA’93) sbb. :
” In general constant price series should not be allowed to run for more than 5, or
all the most, 10 years without rebasing. It is therefore recommended that
disaggregated constant price data should the publishedfor as many of the flows of
goods and services the system as possible, with a change of base year about every
5 years ( par 16 : 76 ).
Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa sebaiknya tahun dasar
dirubah sesering mungkin atau minimal setiap 5 tahun sekali. Untuk Indonesia,
tahun dasar baru yang ditetapkan adalah tahun dasar 2000 alasan yang melatar
belakangi penentuan tahun tersebut adalah sebagai berikut :
1. Karena seri data PDB/PDRB yang menggunakan tahun dasar sebelumnya (1993)
dianggap sudah terlalu tua(lama), selain itu seri tahun dasar tersebut sudah tidak
sesuai lagi dengan perkembangan ekonomi yang terjadi.
2. Merupakan kesepakatan bersama bahwa yang dideklarasi oleh Negara-negara di
Wilayah Asia Pasifik (UN-ESCAP), agar hasil pengukuran PDRB yang diperoleh
dapat dibandingkan secara langsung.
3. Tahun 2000 merupakan awal berlangsungnya proses pemulihan ekonomi
Indonesia setelah dilanda krisis ekonomi sejak pertengahan tahun 1997.
4. Kondisi ekonomi Indonesia tahun 2000 relatif stabil
5. Tersedianya perangkat data yang lengkap, yang disajikan dalam table I-O tahun
2000 (tingkat pusat) dan table I-O Propinsi tahun 2007 . Melalui Tabel I-O
keseimbangan antara transaksi supply dan demand atas berbagai produk barang
dan jasa di Wilayah domestik dapat dikontrol dengan lebih baik.
6. Tersedianya perangkat data SNA tahun 2000, yang menyajikan informasi
mengenai keseimbangan antara penerimaan dan konsumsi nasional. Perangkat
ini khususnya digunakan sebagai control dalam pengukuran PDRB menurut
penggunaan.
5
7. Adanya pembaharuan konsep-konsep yang berbasis pada SNA’93, meski belum
seluruh konsep dapat diaplikasikan.
Dengan alasan-alasan tersebut maka pertimbangan untuk mengganti tahun dasar
merupakan suatu kebutuhan utama bagi penyempurnaan estimasi data PDB baik
ditingkat Nasional maupun PDRB regional( Daerah).
Proses perubahan atau penetapan tahun dasar baru yang disebut sebagai “ Re –
basing “ ini didasarkan pada beberapa prinsip utama sebagai berikut :
- Re-basing dibangun untuk penghitungan PDB/PDRB menurut runtun waktu (time
series) baik secara keseluruhan (total) maupun menurut masing-masing
komponen penggunaan akhir.
- Re-basing sebaiknya dilakukan hanya untuk waktu terbatas, karena semakin
panjang selang waktu yang dipakai maka kemungkinan semakin besar hasilnya
menjadi bias atau kurang merefleksikan keadaan sebenarnya.
- Re-basing dianjurkan untuk tidak disusun pada tahun-tahun sebelum tahun
dasar 2000, kecuali untuk keperluan penyusunan model-model ekonomi.
- Dalam proses rebasing tahun yang dipilih sebagai tahun dasar baru harus
merupakan tahun dimana kondisi ekonomi relative stabil.
- Selain itu pada tahun dasar tersebut data dasar yang digunakan sebagai dasar
penyusunan PDB/PDRB harus lengkap.
1.5. Aplikasi atas Rebasing
Penyeragaman tahun dasar ini penting untuk alasan keterbandingan,
harmonisasi (penyelarasan) serta konsistensi perangkat data PDB/PDRB tersebeut.
Dengan tersedianya data PDB/PDRB yang menggunakan tahun dasar yang
sama akan memudahkan pemakai data dalam melakukan analisis keterbandingan
bahkan dalam membangun modelmodel ekonomi (pembangunan) . selain itu
penyamaan tahun dasar ini diharapkan juga dapat memperkecil perbedaan hasil
pengukuran PDB yang disusun secara nasional dengan PDRB yang disusun pada
hirarkhi yang lebih rendah.
6
Dengan adanya perubahan tahun dasar ini diyakini akan memberikan
dampak terhadap perbedaan hasil pengukuran PDB yang telah dihitung dengan
menggunakan tahun dasar sebelumnya. Perbedaan-perbedaan penting ini ditandai
dengan perbedaan pada: nlai normal (ADHB) jika ada perbaikan lingkup, nilai nyata
(ADHK), struktur komposisi ekonomi, pertumbuhan riil, serta indeks implicit
PDB/PDRB pada masing-masing komponen penggunaan. Meskipun perbedaan ini
dapat dijelaskan secara ilmiah tetapi akan dirasakan adalah dampak politisnya.
1.6. Konsep dan Definisi
Konsep-konsep yang digunakan dalam penghitungan Pendapatan Regional
ini adalah sbb:
1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Pasar
Angka PDRB atas dasar harga pasar diperoleh dari penjumlahan nilai
tambah bruto (NTB), yang mencakup seluruh komponen faktor pendapatan,
yaitu upah dan gaji, bunga, sewa tanah, keuntungan, penyusutan dan pajak
tak langsung dari seluruh sector perekonomian yang ada di wilayah
Kabupaten Muaro Jambi.
2. Produk Domestik Regional Neto (PDRN) Atas Dasar Harga Pasar
Pada PDRN atas dasar harga pasar ini sudah dikeluarkan nilai
penyusutan. Penyusutan adalah susutnya nilai barang modal yang terjadi
selama barang-barang modal tersebut ikut serta dalam proses produksi.
Penyusutan disini adalah nilai susut seluruh barang di sector perekonomian
dalam Kabupaten Muaro Jambi.
3. PDRN Atas Dasar Biaya Faktor Produksi
Diperoleh dari PDRN Atas Dasar Harga Pasar dikurangi pajak tak
langsung neto. Pajak Tak Langsung Netto adalah pajak tak langsung dikurangi
subsidi.
Pajak tak langsung meliputi pajak penjualan, pajak tontonan, bea
ekspor dan impor, cukai dan lain lain, kecuali pajak pendapatan dan pajak
perseroan.
7
4. Pendapatan Regional
Berdasarkan konsep - konsep di atas dapat diketahui bahwa PDRN
Atas Dasar Biaya Faktor sebenarnya merupakan jumlah balas jasa faktor-
faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di Kabupaten Muaro
Jambi. Balas jasa faktor produksi meliputi : upah dan gaji; bunga sewa tanah
dan laba/keuntungan, atau merupakan pendapatan yang berasal dari
wilayah Kabupaten Muaro Jambi. Selain itu ada juga pendapatan yang
mengalir keluar dari Kabupaten Muaro Jambi.
Pendapatan Regional Kabupaten Muaro Jambi adalah PDRN Atas
Dasar Biaya Faktor ditambah dengan pendapatan dan penerimaan dari luar
Kabupaten Muaro Jambi dikurangi dengan pendapatan/penerimaan yang
mengalir keluar Kabupaten Muaro Jambi. Dalam penghitungan ini
pendapatan keluar dan masuk diasumsikan saling meniadakan. Sehingga
PDRN Atas Dasar Biaya Faktor sama dengan Pendapatan Regional.
5. PDRB per Kapita
Merupakan hasil bagi antara PDRB dengan jumlah penduduk
pertengahan tahun.
6. Pendapatan Regional per Kapita
Nilai PDRN atas dasar biaya faktor dibagi dgn jumlah penduduk
pertengahan tahun.
7. Sektor Primer
Sektor Primer terdiri dari Sektor Pertanian serta Sektor
Pertambangan dan Penggalian.
8. Sektor Sekunder
Sektor Sekunder terdiri dari Sektor Industri Pengolahan, Sektor Listrik,
Gas dan Air Bersih serta Sektor Bangunan.
9. Sektor Tersier
Sektor Tersier terdiri dari Sektor Perdagangan, Hotel & Restoran,
Sektor Pengangkutan & Komunikasi, Sektor Keuangan, Persewaan & Jasa
Perusahaan serta Sektor Jasa-jasa.
8
BAB II
METODOLOGI
2.1. Metode Penghitungan PDRB
PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dihitung berdasarkan harga pada tahun
berjalan yaitu tahun 2009. PDRB Atas Dasar Harga Konstan dihitung produksi atas
dasar harga pada tahun 2000.
2.1.1. Metode Penghitungan PDRB Atas Dasar Harga Berlaku.
Penghitungan PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dapat dilakukan dengan 2
(dua) pendekatan yaitu :
a. Metode Langsung
Pada penghitungan dengan metode ini digunakan data daerah sehingga hasil
penghitungannya memperlihatkan produk dan jasa yang dihasilkan di daerah
tersebut. Metode penghitungan ini dapat dilakukan dengan 3 (tiga) macam
pendekatan, yaitu :
a.1. Pendekatan Produksi ( Produc Approach )
Pendekatan dari segi produksi adalah menghitung nilai tambah dari
barang dan jasa yang diproduksi oleh seluruh kegiatan ekonomi dengan cara
mengurangkan biaya antara dari masing-masing nilai produksi bruto tiap-tiap
sektor atau sub sektor. Pendekatan ini biasa juga disebut dengan pendekatan
nilai tambah.
Nilai tambah merupakan nilai yang ditambahkan pada barang dan
jasa yang dipakai oleh unit produksi dalam proses produksi sebagai input
antara. Nilai yang ditambahkan ini sama dengan balas jasa faktor produksi
atas ikut sertanya dalam proses produksi.
a.2. Pendekatan Pendapatan ( Income Approach )
Dalam pendekatan pendapatan, nilai tambah dari setiap kegiatan
ekonomi dihitung dengan jalan menjumlahkan semua balas jasa faktor
produksi, seperti upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan dan pajak tak
langsung neto. Untuk sector pemerintahan dan usaha-usaha yang sifatnya
tidak mencari untung, surplus usaha tidak diperhitungkan. Yang termasuk
dalam surplus usaha di sini adalah bunga, sewa tanah, dan keuntungan.
9
a.3. Pendekatan Pengeluaran ( Expenditure Approach )
Pendekatan dari segi pengeluaran bertitik tolak pada penggunaan
akhir dari barang dan jasa yang diproduksi di dalam wilayah kabupaten/kota.
Pendekatan pengeluaran ini digunakan untuk menghitung PDRB menurut
sudut penggunaan secara terperinci.
b. Metode Tidak Langsung (Metode Alokasi)
Yaitu metode penghitungan nilai tambah dengan menggunakan data
regional, yaitu menggunakan Metode Alokasi. Alokator yang biasa digunakan antara
lain didasarkan atas :
1. Nilai Produksi Bruto atau Neto
2. Tenaga Kerja
3. Penduduk
4. Jumlah Produksi Fisik
5. Alokator lainnya yang dianggap cocok untuk daerah tersebut.
2.1.2. Metode Penghitungan PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000
Seperti telah diketahui bahwa angka-angka pendapatan regional atas dasar
harga konstan adalah sangat penting untuk melihat pertumbuhan riil dari tahun ke
tahun bagi setiap agregat ekonomi. Agregat ekonomi yang dimaksud adalah PDRB,
PDRB per Kapita dan Pendapatan Regional per Kapita.
Metode Dasar Untuk Penghitungan Pertumbuhan Riil
Perkembangan produk domestik regional bruto atas dasar harga berlaku dari
tahun ke tahun menggambarkan perkembangan yang disebabkan oleh adanya
perubahan dalam volume produksi barang dan jasa yang dihasilkan serta perubahan
dalam tingkat harganya.
Oleh karenanya untuk dapat mengukur perubahan volume produksi atau
perkembangan produktivitas secara nyata, factor pengaruh atas perubahan harga
perlu dihilangkan dengan caramenghitung PDRB Atas Dasar Harga Konstan.
Penghitungan atas dasar harga konstan berguna untuk perencanaan
ekonomi, proyeksi dan untuk menilai pertiumbuhan ekonomi secara keseluruhan
maupun sektoral. Produk riil per kapita juga dipakai sebagai indikator untuk
menggambarkan perubahan tingkat kemakmuran ekonomi dari tahun ke tahun.
10
Dari segi metode statistik, suatu nilai atas dasar harga konstan dapat diperoleh
dengan cara :
a. Revaluasi
Metode ini dilakukan dengan cara menilai produksi masing-masing tahun dengan
menggunakan tahun dasar.
b. Ekstrapolasi
Metode ini dilakukan dengan cara memperbaharui (updating) nilaitahun dasar
sesuai dengan indeks produksi atau tingkat pertumbuhan riil dari tahun ke
tahun.
c. Deflasi
Metode ini dilakukan dengan membagi nilai masing-masing tahun dengan relatif
harga yang sesuai (indeks harga ( 1/100 ).
Perlu diperhatikan disini dalam kasus ekstrapolasi yang dihitung berdasarkan tingkat
pertumbuhan riil itu sendiri dapat dihitung dengan menggunakan revaluasi atau
deflasi. Metode penghitungan yang sebenarnya, dapat menggunakan kombinasi dari
ketiga metode
tersebut.
2.2. Cara Penyajian Angka Indeks
Agregat-agregat pendapatan seperti yang telah diuraikan pada konsep dan
definisi sebelumnya, secara seri dapat disajikan dalam dua bentuk yaitu atas dasar
harga berlaku dan atas dasar harga konstan suatu tahun dasar.
a. Penyajian atas dasar harga berlaku, semua agregat pendapatan dinilai atas dasar
harga yang berlaku pada masing-masing tahun, baik pada saat menilai produksi
dan biaya antara maupun pada penilaian komponen nilai tambah dan komponen
pengeluaran PDRB.
b. Penyajian atas dasar harga konstan suatu tahun dasar, semua agregat
Pendapatan dinilai atas dasar harga tetap yang terjadi pada tahun dasar. Karena
menggunakan harga tetap maka perkembangan agregat pendapatan dari tahun
ke tahun sematamata karena perkembangan produksi riil dan bukan fluktuasi
kenaikan harga.
11
Agregat-agregat pendapatan juga disajikan dalam bentuk angka indeks yaitu
indeks perkembangan, laju pertumbuhan dan indeks harga implisit, yang masing-
masing dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Indeks Perkembangan
Diperoleh dengan membagi nilai-nilai pada masing-masing tahun dengan nilai
pada tahun dasar dikalikan 100. Indeks ini menunjukkan tingkat perkembangan
agregat pendapatan dari tahun ke tahun terhadap tahun dasarnya.
b. Angka Laju Pertumbuhan
Diperoleh dengan membagi nilai pada masing-masing tahun dengan nilai pada
tahun sebelumnya dikalikan 100 kemudian dikurangi 100. Angka ini menunjukkan
tingkat perkembangan agregat pendapatan untuk masing-masing tahun
dibandingkan tahun sebelumnya.
c. Indeks Harga Implisit
Didapat dengan membagi nilai atas dasar harga berlaku dengan nilai atas dasar
harga konstan untuk masing-masing tahunnya, kemudian dikalikan 100. Indeks ini
menunjukkan tingkat perkembangan harga dari agregat pendapatan terhadap harga
pada tahun dasar.
Selanjutnya bila dari indeks harga implisit ini dibuatkan indeks berantainya, akan
terlihat tingkat perkembangan harga setiap tahun terhadap tahun sebelumnya.
12
BAB III
URAIAN SEKTORAL
3.1. SEKTOR PERTANIAN
3.1.1. Sub Sektor Tanaman Bahan Makanan
Sub sektor tanaman bahan makanan meliputi kegiatan bercocok tanam
untuk menghasilkan segala jenis tanaman yang digunakan untuk keperluan
bahan makanan dan diusahakan secara perorangan ataupun bersama, tanpa
memperhatikan hak, bentuk hukum maupun ukuran dan lokasinya. Jenis
komoditi yang dicakup adalah jagung, padi, ketela pohon, ketela rambat,
sayursayuran dan buah-buahan.
Untuk penghitungan output yang mencakup data produksi dan harga
produsen setiap komoditi, datanya diperoleh dari Badan Pusat Statistik
Kabupaten Muaro Jambi dan Dinas Pertanian. Sedangkan data rasio biaya
antara dan penyusutan diperoleh dari Survei Khusus Pendapatan Regional
(SKPR) .
3.1.2. Sub Sektor Tanaman Perkebunan
3.1.2.1. Perkebunan Rakyat
Perkebunan rakyat mencakup komoditi perkebunan yang
diusahakan oleh rakyat seperti karet, kopi, kelapa, tebu, kapuk dan
tembakau. Disamping itu termasuk pula produksi ikutannya dan hasil
pengolahan sederhana seperti karet remah, gula merah, minyak kelapa
rakyat dan tembakau olahan. Data produksi diperoleh dari Dinas
Perkebunan. Rasio biaya antara dan penyusutan dari Survei Khusus
Pendapatan Regional (SKPR).
3.1.2.2. Perkebunan Besar
Perkebunan Besar ini mencakup komoditi perkebunan yang
diusahakan oleh perusahaan perkebunan yang besar seperti karet, teh,
kelapa sawit, dsb. Cara penghitungan nilai tambah sama seperti
perkebunan rakyat.
13
3.1.3. Sub Sektor Peternakan
Kegiatannya dalam sub sektor peternakan ini meliputi usaha
pemeliharaan hewan ternak dan unggas dengan tujuan untuk
dikembangbiakkan atau diambil hasil-hasilnya, baik dilakukan sebagai usaha
rumah tangga maupun oleh perusahaan peternakan.
Jenis ternak yang dicakup meliputi sapi, kerbau, kuda, babi,
kambing/domba, ayam dan itik, sedangkan hasil-hasil ternak adalah telur,
kulit, susu dan sebagainya. Data jumlah produksi ternak diperoleh dari Dinas
Pertanian Kabupaten Muaro Jambi.
Rasio biaya antara dan penyusutan diperoleh dari Survei Khusus
Pendapatan Regional (SKPR). Dalam penghitungan seri ini, jasa pemotongan
ternak sudah dikeluarkan dari sub sektor ini dan dimasukkan ke sektor
industri.
3.1.4. Sub Sektor Kehutanan
Kegiatan subsektor ini mencakup kegiatan penebangan / pemotongan
segala jenis kayu dan pengambilan hasil-hasil hutan. Produksinya meliputi
kayu glondongan (logs), rotan, damar, sarang burung dan getah-getahan.
Untuk penghitungannya, data produksi bersumber dari Dinas Kehutanan.
Sedangkan data harga produsen yang digunakan diperoleh dengan
mengurangi data harga yang ada dengan margin perdagangan dan biaya
pengangkutan. Rasio biaya antara dan penyusutan diperoleh dari Survei
Khusus Pendapatan Regional. Dalam sub sektor ini kayu gergajian tidak
diklasifikasikan ke dalam sub sektor kehutanan tetapi dialihkan ke sektor
industri.
3.1.5. Sub Sektor Perikanan
Sub sektor perikanan meliputi kegiatan pengusahaan perikanan darat,
tambak maupun laut. Kegiatannya mencakup pemeliharaan dan penangkapan
segala jenis ikan, binatang air serta hasil hasil tangkapan lainnya. Data
penghitungan output diperoleh dari Dinas Pertanian. Rasio biaya antara dan
penyusutan diperoleh dari Khusus Pendapatan Regional.
14
3.2. SEKTOR PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN
Data produksi diperoleh dari Direktorat Jendral Pertambangan Migas melalui
Badan Pusat Statistik serta Kantor Pertambangan dan Energi. Data harga untuk
menilai minyak bumi adalah dari harga ekspor (FOB), sedangkan untuk gas bumi
adalah harga dalam MScf. Biaya antara untuk masing-masing komoditi diperoleh
dengan menggunakan rasio biaya antara terhadap output hasil penyusunan.
3.3. SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN
Industri diklasifikasikan 2 kelompok besar yaitu Industri Migas dan Industri
Tanpa Migas. Di Kabupaten Muaro Jambi berkembang hanya industri pengolahan
tanpa migas yang dikelompokkan menjadi 9 (sembilan) jenis sesuai dengan KLUI
(Kasifikasi Lapangan Usaha Indonesia) Sektor Industri, yaitu :
1. Industri Makanan, Minuman dan Tembakau
2. Industri Tekstil, Barang Kulit dan Alas Kaki
3. Industri Barang Kayu dan Hasil Hutan Lainnya
4. Industri Kertas dan Barang Cetakan
5. Industri Pupuk, Kimia dan Barang dari Karet
6. Industri Semen dan Barang Galian bukan Logam
7. Industri Logam Dasar Besi dan Baja
8. Industri Barang dari Logam, Mesin & Peralatannya
9. Industri Barang Lainnya.
Dalam penghitungan nilai output, biaya antara dan nilai tambah atas dasar
harga berlaku, untuk sub sektor Industri Besar dan Sedang (B/S) didasarkan pada
data yang diperoleh dari Survei Industri Besar dan Sedang yang dilakukan Badan
Pusat Statistik setiap tahun.
Sedangkan sub sektor industri kecil dan kerajinan rumah tangga (IKKR),
besarnya output bersumber dari Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan
(Koperindag) dan Survei Khusus Pendapatan Regional (SKPR). Rasio biaya antara dan
penyusutan berdasarkan SKPR dan hasil Survei Industri B/S.
15
3.4. SEKTOR LISTRIK DAN AIR MINUM
3.4.1. Sub Sektor Listrik
Kegiatan sub sektor ini mencakup pembangkitan dan penyaluran
tenaga listrik yang diselenggarakan oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN)
maupun non PLN. Output masing-masing tahun dihitung dari jumlah Kwh
produksi yang dibangkitkan dikalikan dengan rata-rata tarif per Kwh, dengan
mengurangi nilai output dengan biaya antara maka didapat nilai tambah bruto.
3.4.2. Sub Sektor Air minum
Sub sektor air minum mencakup kegiatan produksi air minum yang
diusahakan oleh Perusahaan Daerah Air minum (PDAM). Data produksi, harga
dan biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan air minum diperoleh langsung
dari perusahaan tersebut.
3.5. SEKTOR BANGUNAN
Sektor bangunan meliputi kegiatan pembuatan, pemasangan, perombakan,
perbaikan besar atau kecil dari suatu bangunan bukan tempat tinggal, jalan dan
jembatan, instalasi Produk jaringan listrik, pelabuhan, terminal dan berbagai
konstruksi lainnya.
Kegiatan tersebut dapat dilakukan oleh perusahaan kontraktor atau secara
langsung oleh perseorangan, badan pemerintah dan berbagai pihak lain.
Penghitungan Nilai Produksi, Biaya Produksi, Penyusutan bertitik tolak dari hasil
Pengolahan BPS Survei Konstruksi AKI dan NON AKI tahun 1993.
16
3.6. SEKTOR PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN
3.6.1. Perdagangan Besar dan Eceran.
Sub sektor perdagangan besar dan eceran mencakup kegiatan
pengumpulan dan pendistribusian barang baru maupun bekas, oleh produsen
atau importir kepada konsumen tanpa mengubah bentuk dan sifat barang-
barang tersebut. Kegiatan pendistribusian/penyaluran dapat melalui pedagang
besar maupun eceran. Pedagang besar adalah pedagang yang umumnya
melayani pedagang eceran atau konsumen lain yang bukan konsumen
rumahtangga, sedangkan Pedagang eceran adalah pedagang yang umumnya
melayani konsumen rumahtangga.
3.6.2. H o t e l
Sub sektor ini menyangkut kegiatan penyediaan akomodasi dengan
menggunakan sebagian atau seluruh bangunan sebagai tempat penginapan,
beserta fasilitas-fasilitas lain yang menunjang, seperti binatu, restoran,
diskotik, tempat olah raga, penyewaan ruangan, dsb. Jenis kegiatan
perhotelan yang dicakup meliputi hotel, losmen, wisma, hostel, pesanggrahan,
bungalow, pondok & sejenisnya, baik yang berbintang maupun yang tidak
berbintang.
3.6.3. R e s t o r a n
Sub sektor ini mencakup kegiatan penyediaan bahan makanan dan
minuman jadi yang langsung dikonsumsi/dihidangkan di tempat penjualan,
baik dengan tempat tetap maupun tidak tetap/berpindah-pindah (dijajakan
secara berkeliling). Kegiatan tersebut antara lain meliputi usaha restoran,
warung, kantin, jasa boga, kedai, bakso keliling dan sejenisnya. Kegiatan
sejenis yang dilakukan oleh satuan usaha di sector lain karena sulit dipisahkan,
digolongkan kedalam sektor yang mengusahakannya. Misalnya kegiatan
restoran untuk pelayanan tamu hotel, digolongkan sebagai bagian usaha
perhotelan.
17
3.7. SEKTOR PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI
Sektor pengangkutan dan komunikasi mencakup kegiatan pengangkutan
barang dan penumpang, baik melalui darat, laut, sungai dan danau serta udara,
termasuk jasa penunjang angkutan dan kegiatan komunikasi.
3.7.1. Angkutan Darat
Meliputi seluruh kegiatan pengangkutan penumpang dan barang
melalui jalan raya dengan menggunakan kendaraan baik bermotor maupun
tidak bermotor, seperti: truk, oplet, taksi, pick up dan sebagainya.
Data mengenai jumlah kendaraan diperoleh dari Kantor Perhubungan
Kabupaten Muaro Jambi. Sedangkan rata-rata output per kendaraan serta
ratio biaya antara diperoleh dari SKPR.
3.7.2. Angkutan Air
Angkutan Sungai dan Danau :
Mencakup kegiatan pengangkutan barang dan penumpang
melalui sungai/danau dengan menggunakan kapal/perahu, baik
bermotor maupun tidak bermotor yang sifatnya melayani kegiatan
umum. Output diperkirakan berdasarkan perkalian antara jumlah
perahu/kapal dengan rata-rata output setiap perahu/kapal. Data rata-
rata output per perahu/kapal diperoleh dari hasil SKPR , begitu juga
untuk rasio biaya antara dan penyusutannya.
3.7.3. Jasa Penunjang Angkutan.
Meliputi kegiatan pemberian jasa dan penyediaan fasilitas yang
sifatnya menunjang dan berkaitan dengan kegiatan pengangkutan.
Kegiatannya meliputi terminal, parkir dan pergudangan.Perkiraan output
kegiatan pergudangan dari jumlah ton bongkar/muat barang dengan rata-
rata output per ton.
Biaya antara dan penyusutan dihitung berdasarkan rasio terhadap
outputnya. Output atas dasar harga konstan 1993 pada umumnya diperoleh
dengan cara ekstrapolasi, dengan menggunakan perkembangan indikator
produksi masing-masing sebagai ekstrapolatornya.
18
3.7.4. Komunikasi
Sub sektor komunikasi ini meliputi kegiatan Pos & Giro dan
Telekomunikasi. Untuk kegiatan pos dan giro meliputi: pemberian jasa Pos &
Giro seperti pengiriman surat, wesel, paket, jasa giro, jasa tabungan dan
sebagainya. Perkiraan output atas dasar harga berlaku didasarkan pada data
produksi dan pendapatan Perum Pos dan Giro se-Kabupaten Muaro Jambi.
Output atas dasar harga berlaku didapat dari data yang bersumber
dari laporan PT.Telkom Propinsi Jambi. Output atas dasar harga konstan
2000 dihitung dengan menggunakan indeks produksi gabungan tertimbang,
yang meliputi jumlah pulsa otomat, menit interlokal dalam negeri dan luar
negeri, banyak kata telegram dan sejenisnya. Data-data tersebut bersumber
dari Badan Pusat Statistik dan PT. Telkom.
3.8 SEKTOR BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN LAINNYA
3.8.1. B a n k
Penghitungan output dan nilai tambah bruto bank atas dasar harga
berlaku didapat dari Bank Indonesia. Perkiraan nilai tambah bruto atas dasar
harga konstan 2000 diperoleh dengan cara Deflasi, yaitu menggunakan indeks
harga konsumen sebagai deflator.
3.8.2. Lembaga Keuangan Tanpa Bank
3.8.2.1. Asuransi
Penghitungan nilai tambah bruto untuk asuransi diperoleh dari
hasil SKPR. Nilai output pada umumnya didapat dengan mencari selisih
antara penerimaan premi dan klaim ditambah penerimaan lainnya.
Penghitungan atas dasar harga konstan 2000 didapat dengan cara
mendeflate nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku dengan indeks
harga konsumen kelompok lainnya.
3.8.2.2. Koperasi Simpan Pinjam
Penghitungan atas dasar harga berlaku diperoleh langsung dari
data sisa hasil usaha (SHU) koperasi simpan pinjam, data ini merupakan
komponen nilai tambah neto sub sektor ini. Nilai tambah atas dasar
harga konstan 2000 juga diperoleh dengan cara ekstrapolasi.
19
3.8.2.3. Pegadaian
Data output dan biaya produksi serta penyusutan diperoleh dari
Perum Pegadaian setiap tahun.
3.8.3. Sewa Rumah
Sewa rumah mencakup segala kegiatan jasa yang berhubungan dengan
proses penggunaan rumah/bangunan sebagai tempat tinggal tanpa
memperhatikan apakah rumah tersebut milik sendiri atau rumah yang disewa.
Untuk perkiraan output atas dasar harga berlaku dipakai data rata-rata
sewa rumah per kapita per bulan (hasil survey sosial ekonomi
nasional/susenas). Pada tahun-tahun yang tidak ada susenas, rata-rata sewa
rumah per kapita per bulan dicari dengan menggerakkan indeks harga
konsumen komponen perumahan dan dikalikan dengan jumlah penduduk
pertengahan tahun pada tahun yang bersangkutan.
3.8.4. Jasa Perusahaan
Meliputi usaha kegiatan jasa yang pada umumnya diberikan kepada
perusahaan seperti jasa pengacara, notaris, akuntan, jasa arsitektur, konsultan
teknik pajak, jasa pengadaan tenaga kerja, pengolahan data, periklanan, riset
pemasaran, sewa menyewa mesin dan peralatan lainnya.
3.9 J A S A - J A S A
3.9.1. Pemerintahan dan Pertahanan
Penghitungan nilai tambah sub sektor ini berdasarkan data realisasi
pengeluaran Pemerintah Pusat (KPN, Polwil dan Korem), dan Pemerintah
Daerah (Daftar K2 dan K3).
Rincian produk sub sektor ini terdiri dari upah dan gaji Pegawai
Pemerintah Pusat/Daerah, perkiraan komponen upah dari belanja
pembangunan, ditambah perkiraan penyusutan sebesar lima persen.
20
3.9.2. Swasta
3.9.2.1. Jasa Sosial dan Kemasyarakatan
Mencakup jasa pendidikan, jasa kesehatan serta jasa
kemasyarakatan lainnya, seperti sekolah, jasa pendidikan non formal,
rumah sakit, klinik, palang merah, panti asuhan, panti jompo, rumah
ibadah dan sebagainya. Terbatas pada yang dikelola oleh pihak swasta
saja. Output dari sub sektor ini diperoleh dari perkalian antara jumlah
murid menurut tingkatan, jumlah tempat tidur rumah sakit/rumah
bersalin, jumlah dokter dan bidan praktek, jumlah anak yang diasuhnya,
jumlah rumah ibadah dan sebagainya, dengan rata-rata outputnya.
3.9.2.2. Jasa Hiburan dan Rekreasi
Kegiatan ini meliputi usaha bioskop, studio radio swasta, taman
bacaan serta jasa hiburan/rekreasi lainnya. Output bioskop diperoleh
dari hasil perkalian antara jumlah penonton dengan rata-rata harga
karcis. Sedangkan untuk jasa hiburan/rekreasi lainnya umumnya
merupakan hasil kali antara jumlah pengunjung dengan rata-rata output
per pengunjung. (Hasil SKPR).
Demikian pula rasio biaya antara dan penyusutan diperoleh
berdasarkan SKPR. Untuk memperoleh output atas dasar harga konstan
2000 digunakan metode ekstrapolasi, dengan ekstrapolator indikator
masing-masing kegiatan.
3.9.2.3. Jasa Perorangan dan Rumah Tangga
Sub sektor ini mencakup kegiatan-kegiatan perbengkelan,
reparasi, jasa perseorangan dan pembantu rumah tangga. Output untuk
masing-masing kegiatan kecuali pembantu rumah tangga, diperoleh dari
perkalian antara jumlah tenaga kerja/perusahaan dengan rata-rata
output per tenaga kerja/perusahaan.
Sedangkan untuk pembantu rumah tangga diperoleh dari
perkalian antara rata-rata pengeluaran per kapita untuk pembantu
rumah tangga (Hasil SUSENAS) dengan jumlah penduduk.
Data biaya antara dan data penyusutan umumnya didasarkan
atas rasio biaya antara dan penyusutan terhadap outputnya.
21
BAB IV
TINJAUAN PEREKONOMIAN
KABUPATEN MUARO JAMBI TAHUN 2009
Gambaran mengenai perkembangan taraf kesejahteraan rakyat dapat
ditinjau dari perspektif obyektif dan subyektif. Perspektif obyektif yang di dasari
pada ukuran dan indikator yang dapat mengidentifikasikan status kesejahteraan
rakyat tanpa melibatkan persepsi responden. Persepsi subyektif didasarkan pada
pandangan atau persepsi masyarakat terhadap perubahan taraf hidup dan
kesejahteraan yang mereka rasakan dalam suatu periode tertentu.
Berdasarkan perspektif obyektif penyusunan PDRB merupakan salah satu
indikator ekonomi makro yang dapat menggambarkan perekonomian suatu wilayah.
PDRB atas dasar harga konstan digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi
dari tahun ke tahun, sedangkan PDRB atas harga berlaku dapat digunakan untuk
melihat pergeseran dan struktur ekonomi suatu wilayah.
PDRB dan Perkembangan Ekonomi
PDRB Kabupaten Muaro Jambi atas dasar harga berlaku Tahun 2009 tercatat
sebesar 3.494645.96 juta rupiah, meningkat 13.06 persen bila dibandingkan dengan
keadaan yang sama pada tahun sebelumnya. Sedangkan berdasarkan harga konstan
PDRB Kabupaten Muaro Jambi mencapai 1.117.610.66 juta rupiah, pertumbuhannya
meningkat sebesar 5.52 persen bila dibandingkan dengan pertumbuhan pada tahun
sebelumnya.
Selama kurun waktu tahun 2007 sampai 2009, PDRB Kabupaten Muaro Jambi
mengalami peningkatan. Pada tahun 2009 PDRB Kabupaten Muaro Jambi
mengalami peningkatan sebesar 206.26 persen bila dibandingkan dengan tahun
2007. Indeks perkembangan PDRB Kabupaten Muaro Jambi selama tahun 2007-2009
juga mengalami peningkatan. Tahun 2009 indeks perkembangan PDRB Kabupaten
Muaro Jambi sebesar 276.44. Angka ini lebih besar bila dibandingkan dengan tahun
2007 yang sebesar 274.35.
Berdasarkan harga konstan tahun 2000, PDRB Kabupaten Muaro Jambi tahun
2009 berkembang 122.07 kali lebih besar bila dibandingkan dengan tahun 2007 yang
perkembangannya sebesar 119.56 kali.
22
BAB V
PENUTUP
5.1. KESIMPULAN
Dari isi makala diatas menerangkan tentang Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) Kabupaten Muaro Jambi. PDRB sebagai salah satu alat untuk mengetahui
struktur ekonomi suatu wilayah, diyakini merupakan indikator penting dalam
menentukan arah pembangunan. Indikator-indikator tersebut merupakan acuan
dalam melakukan evaluasi dan perencanaan program pembangunan yang telah dan
akan dilaksanakan. Dari hasil penghitungan PDRB diharapkan dapat menggambarkan
keadaan perekonomian suatu wilayah.
Berdasarkan perspektif obyektif penyusunan PDRB merupakan salah satu
indikator ekonomi makro yang dapat menggambarkan perekonomian suatu wilayah.
PDRB atas dasar harga konstan digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi
dari tahun ke tahun, sedangkan PDRB atas harga berlaku dapat digunakan untuk
melihat pergeseran dan struktur ekonomi suatu wilayah.
Dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2009 Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) Kabupaten Muaro Jambi mengalami peningkatan.
5.2. SARAN
Berdasarkan Makalah diatas di harapkan masukan dan bantuannya untuk
memperbaiki dan menyempurnakan Makalah ini agar bisa lebih baik dan berguna.
Kepada Bapak Dosen Ekonomi Pembangunan “ISMAIL BUHARI, SE, MM” agar
dapat mengkoreksi kebenaran Makalah ini agar dapat dipergunakan sebagaimana
mestinya.
23