makalah pemberantasan korupsi di jepang1

8

Click here to load reader

Upload: valuer

Post on 30-Nov-2015

220 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Pemberantasan Korupsi Di Jepang1

PEMBERANTASAN KORUPSI DI JEPANG

Fella Halida7C DIV Akuntansi Kurikulum Khusus, STAN, Tangerang Selatan

Email : [email protected]

Abstrak - Di tungkat asia Jepang dibilang cukup berhasil dalam menangani masalah korupsi, berdasarkan The Transparency International Jepang menempati peringkat 17 seluruh dunia sebagai Negara yang cukup bersih dari

korupsi. Padahal seperti Jepang tidak memiliki Undang-Undang khusus anti korupsi atau bahkan lembaga anti korupsi seperti KPK di Indonesia, hal ini bukan berarti Jepang tidak serius dalam menangani masalah korupsi tapi Jepang memiliki cara-cara sendiri dalam memberantas dan mencegah tindak pidana korupsi, salah satunya adalah

dibentuknya sebuah tim yang bertindak sebagai Jigyou Shiwake artinya Pemeriksa keuangan proyek.

Kata kunci : Jepang,skandal, korupsi, Jigyou Shiwake

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Berdasarkan situs Transparency International Index Persepsi Korupsi Negara Jepang mendapatkan peringkat 17 seluruh dunia. Bisa dibilang Jepang adalah Negara yang memiliki tingkat korupsi yang rendah dibandingkan Negara-negara berkembang, namun cukup signifikan dibandingkan Negara maju lainnya. Sering kita jumpai artikel yang menjelaskan bagaimana budaya masyarakat Jepang yang sangat kental dengan kultur hukum “malu” yang masih besar sehingga sangat efektif sebagai alat preventif maupun penindak terhadap perilaku tercela, termasuk korupsi. Kultur hukum yang masih sangat bermoral di kalangan pengacara Jepang, menyebabkan hampir tidak ada kebiasaan pengacara Jepang untuk memutarbalikkan yang salah menjadi benar, dan yang benar menjadi salah. Konon, umumnya pengacara Jepang senantiasa berusaha membujuk “klien”-nya untuk mengakui kesalahannya, dan setelah itu mengembalikan hasil kejahatannya.

Meski demikian, korupsi masih saja terjadi, tentu dengan skala yang jauh lebih kecil dibandingkan di Indonesia buktinya pada tahun 1976 telah terjadi skandal kasus korupsi yang melibatkan Perdana Menteri Jepang, Kakuei Tanaka, kasusnya bermula pada tanggal 6 Februari 1976, wakil ketua Lockheed Corporation memberitahu subkomite Senat AS bahwa Tanaka selaku PM telah dibayar (disogok) sebagai ganjaran pembelian pesawat Lockheed L-

1011. Pada tanggal 12 Oktober 1983, setelah pengadilan skandal Lockheed, Tanaka didapati bersalah dan dipenjara 4 tahun.

1.2. Rumusan Masalah

Jepang adalah Negara yang memiliki tingkat korupsi yang rendah dibandingkan Negara-negara berkembang, namun cukup signifikan dibandingkan Negara maju lainnya, buktinya Jepang pernah menjadi berita internasional karena skandal suapnya, oleh karena itu Penulis akan mencoba merumuskan korupsi yang terjadi di Jepang dan cara Negara Jepang melakukan Pemberantasan dan Pencegahan Korupsi. Selain itu Penulis hanya akan membatasi pembahasan masalah korupsi yang terjadi di Jepang pada sector public.

1.3. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui bagaimana korupsi di Jepang2. Mengetahui bagaimana cara Negara Jepang

memberantas dan mencegah tindak pidana korupsi

Page 2: Makalah Pemberantasan Korupsi Di Jepang1

2. LANDASAN TEORI

2.1. Metodologi

Metode penulisan yang digunakan adalah pendekatan deskriptif analitis yaitu dengan menggunakan data dan literatur yang tersedia, kemudian dianalisis lebih lanjut, untuk selanjutnya disajikan dengan komprehensif. Data yang digunakan adalah data sekunder yang berupa literatur terkait.

2.2. Definisi Korupsi

Korupsi atau rasuah (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) adalah tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak.

Dari segi budaya, di jepang ada budaya tradisi memberikan hadiah (gift giving), garis pemisah antara publik dan pribadi terkadang tidak sejelas dari sudut pandang Barat. Orang Jepang umumnya menoleransi politisi mereka menerima berbagai bentuk hadiah dari pelaku bisnis, dengan imbalan berupa kebijakan yang menguntungkan, asalkan hadiah itu dibagikan kepada konstituen mereka dan bukan untuk keuntungan pribadi (Pharr 2005: 24-5)

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Korupsi di Negara Jepang

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa Jepang mendapatkan peringkat ke-17 dalam index persepsi korupsi sedunia hal ini berarti bahwa Jepang masih lebih baik dari pada Negara-negara berkembang namun tak dapat dipungkiri telah terjadi beberapa skandal tindak pidana kasus korupsi terbesar di Jepang paska perang dunia II yaitu:

1. pada tahun 1976 telah terjadi skandal kasus suap oleh perusahaan Lockheed Corporation kepada Perdana Menteri Jepang, Kakuei Tanaka, kasusnya bermula pada tanggal 6 Februari 1976, wakil ketua Lockheed Corporation memberitahu subkomite Senat AS bahwa Tanaka selaku PM telah dibayar (disogok) sebagai ganjaran pembelian pesawat Lockheed L-1011.

2. menjelang akhir 1980-an, muncul skandal insider trading saham perusahaan Recruits yang melibatkan sejumlah pejabat partai berkuasa, Partai Demokratik Liberal. Takeshita Noboru, perdana menteri dari partai tersebut mengundurkan diri pada 1989, sebagai tanda bahwa ia menarik tanggung jawab semua pejabat partainya kepada dirinya serta sebelas anggota parlemen dari partainya diusut, seorang staf Takeshita bunuh diri.

3. Menjelang tahun 1991 terjadi kasus penyuapan oleh perusahaan konstruksi baja Kyowa kepada Abe Fumio seorang menteri dari partai LDP, dengan tujuan memberikan persetujuan kontrak kepada perusahaan Kyowa untuk membangun sebuah lapangan golf

4. Tahun 1995-1996 terjadi skandal-skandal dalam pemerintahan yang menyebabkan distrust masyarakat pada birokrasi pemerintahan. Skandal tersebut adalah jamuan dari presiden perusahaan yang pailit kepada pegawai di departemen keuangan, kemudian skandal jamuan main golf dari perusahaan minyak kepada pejabat di departemen perindustrian. Serta skandal di Departemen Kesehatan yang melibatkan wakil menteri dari unsur birokrat karena menerima uang dari yayasan kesejahteraan sebagai imbalan atas dikeluarkannya kebijakan jaminan keselamatan social.

5. Skandal korupsi pada tahun 2006-2007, sejumlah pejabat pada masa ini melakukan hal-hal yang mengundang kritik. Salah satunya adalah seorang petinggi pajak memanfaatkan perumahan pemerintah untuk foya-foya, dll.

Page 3: Makalah Pemberantasan Korupsi Di Jepang1

Seperti di Negara-negara lainnya, penyuapan masih kerap terjadi di Jepang, penyuapan ini bisa berbagai bentuk mulai dari dalam bentuk pemberian uang, hadiah, voucher keanggotaan di lapangan golf yang mahal, atau dalam bentuk surat berharga. Baru-baru ini juga telah terjadi kasus korupsi di Jepang yang melibatkan Menteri Tenaga Kerja, Menteri Pendidikan, Menteri Keuangan, Menteri Perdagangan dan Industri Internasional, dan Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial, serta beberapa politisi di beberapa perfektur.

3.2. Pemberantasan Korupsi di Jepang

Jepang tidak mempunyai Undang-Undang anti korupsi seperti di Indnesia, tindak kejahatan korupsi hanya digolongkan sebagai salah satu di antara tindak pidana umum: Penyuapan, Penggelapan Uang Negara, dan Penipuan. Hukuman maksimalnya pun hanya tujuh tahun, bukan hukuman mati seperti dalam undang-undang korupsi kita di Indonesia. Namun Jepang banyak melakukan terobosan dalam pengendalian tindak korupsi di antaranya pada tahun 1997 Jepang mulai memberlakukan Kode Etik pegawai sebagai peraturan internal. Namun nampaknya peraturan kode etik tersebut ternyata belum mampu menanggulangi korupsi di Negara Jepang, hal ini terbukti pada tahun 1998 terjadi kasus korupsi yang lebih besar di departemen keuangan yang melibatkan pejabat di bagian inspeksi lembaga finansial. Awalnya kasus diselidiki karena mereka menerima jamuan dari perusahaan yang diinspeksi. Namun dari hasil penyelidikan diketahui bahwa mereka terbiasa menerima uang. Akibatnya ada 100 orang pegawai yang diberikan sangsi mulai dari pemecatan hingga teguran.

Setelah terjadi skandal korupsi di departemen keuangan tersebut Jepang memberlakukan Undang-Undang National Public Sevice Ethics Act yang melahirkan National Public Service Ethics Board. UU ini kemudian direvisi tahun 2005. Dengan adanya Undang-Undang ini selain menindak para pelaku korupsi juga memungkinkan pemerintah Jepang untuk selalu melakukan review dan perbaikan untuk menutup kelemahan system yang memungkinkan suatu korupsi terjadi. UU ini hanya berlaku pada birokrasi tingkat pusat sedangkan untuk di daerah dapat

dibentuk peraturan dan lembaga sendiri sesuai kebutuhan daerah masing-masing. Dengan adanya

UU ini berhasil menurunkan kasus korupsi yaitu tahun 2006 terdapat 158 kasus dan pada 2007 hanya 92 dan 2008 menjadi 71 kasus korupsi yang ditangani kepolisian dan kejaksaan.

Faktor lain yang turut mendorong terobosan dalam pengendalian korupsi di Jepang adalah adanya sistem keterbukaan informasi. Uniknya, iklim keterbukaan informasi ini dimulai dari daerah-daerah, bukan dari pemerintah pusat. Hal inilah kemudian yang menjadi cikal bakal dibentuknya 行政刷新会議 dibaca Gyouseisasshinkaigi yang artinya Goverment Revitalisation Unit yang tugas utamanya disebut 事業仕分け(baca : Jigyoushiwake) atau pemeriksaan keuangan proyek. Fungsi dari lembaga ini adalah melakukan pemeriksaan dan pengevaluasian suatu proyek atau program yang diadakan oleh pemerintah dari sisi keuangan. Jika di Indonesia lembaga ini mirip dengan BPK namun jika BPK hanya terbatas sector public, jigyoushiwake bisa mengevaluasi baik sector public maupun swasta dan uniknya dalam penyelenggaraannya dilakukan melalui diskusi terbuka dan disiarkan melalui televisi di seluruh Jepang sehingga masyarakat bisa menyaksikan proses pengevaluasian secara langsung.

Pada mulanya proses Jigyoushiwake hanya dilakukan hanya pada level daerah, pertama kali diadakan di Perfektur gifu pada tahun 2002 dalam perkembangannya akhirnya kini mulai dilakukan pada proyek-proyek atau program-program yang berlevel nasional. Sudah ada ratusan institusi yang mereka periksa pada April tahun 2010 jigyoushiwake telah memeriksa sebuah lembaga yang bernama JICA, Salah satu yang dikritik adalah gaji dan bonus yang diterima oleh staf JICA yang bekerja di luar negeri. Selain gaji tetap bulanan staf JICA menerima tunjangan sebesar 440 ribu sampai 640 ribu yen, yang dianggap terlalu besar oleh anggota tim shiwake. Adapun penghasilan tahunan rata-rata staf administrasi JICA adalah sebesar 16 juta yen dengan jumlah staf 13 orang dianggap sangat besar. JICA diminta mengurangi jumlah stafnya, dan juga mengurangi pembiayaan proyek di luar Jepang.

Ditahun yang sama Jigyoushiwake menangani sebuah proyek Nihon Takarakuji Kyoukai

Page 4: Makalah Pemberantasan Korupsi Di Jepang1

(NTK) atau Japan Lottery Association. Pada tahun anggaran 2008, NTK memiliki penghasilan sebesar 1,049 triliun dari hasil menjual lottery kepada warga Jepang. Sebesar 45.7% disalurkan dalam bentuk tiket lottery dan 14.2% dinikmati oleh pengurus NTK dan 自治体総合センター(baca : Jichitai sougou senta- atau Pusat Otonomi Daerah, JSS). Pengurus NTK sebanyak 3 orang, dan pengurus JSS sebanyak 5 orang termasuk mantan birokrat. Lalu lembaga yang bertugas menjual Lottery Jumbo ada 4 dengan staf sejumlah 66 orang. Mereka dianggap menerima apa yang disebut 天下り (baca : amakudari, atau jabatan yang diturunkan dari surga). Gaji yang diterima para pengurus kira-kira sebesar 19,41 juta yen per tahun dan tim shiwake menganggap pengurus yang kebanyakan birokrat senior telah menggunakan uang rakyat dengan semena-mena dan meminta mereka untuk hidup sederhana dan tidak menghamburkan uang rakyat.

Jigyoushiwake dibahas di beberapa media sebagai pendekatan yang cukup bagus untuk memeriksa penggunaan uang rakyat di lembaga atau institusi yang dikontrol negara. Terdapat sekitar 447 proyek yang akan diselidiki dan tim ini bekerja sangat cepat sehingga sudah puluhan masalah yang dibongkar. Pertanyaan yang sering diajukan adalah “ke mana uang itu pergi ?” atau “kenapa pembiayaan terlalu besar?”. Program ini menjadi sangat menarik dan ditanggapi positif oleh rakyat Jepang, karena dengannya mereka dapat mengetahui bagaimana penyalahgunaan pajak yang mereka bayarkan.Tetapi mereka juga mengkritisi apakah proyek-proyek yang diputuskan berhenti atau ditinjau ulang benar-benar dilaksanakan, yang dengan demikian rakyat bisa menikmati hasilnya. Selain Jigyoushiwake Jepang juga memberlakukan system whistleblowing

Jepang juga sempat menggaagas sistem bargaining yaitu pelaku yang mau mengaku akan diberikan keringanan hukuman dan sistem alignment yaitu cukup pengakuan dari terdakwa, tidak diperlukan pembuktian dari pengakuan. Hal ini dilatarbelakangi oleh dalam upaya penegakan hukum pemberantasan korupsi di Jepang masih memiliki sejumlah kelemahan, terutama dalam hal pembuktian dan memaksa pelaku untuk mengaku. Terkadang dalam kasus besar, saksi kunci yang terlibat kerapkali bunuh diri sehingga kasus tidak dapat diungkap

tuntas, namun ini baru wacana karena terkadang sulit untuk memaksa pelaku untuk mengaku.

Selain terobosan-terobosan di atas tindakan penegakan hukum baik oleh internal maupun oleh aparat penegak hukum sangat tegas. Jepang tidak mengenal sistem penangguhan penahanan kecuali karena alasan sakit parah. Tidak diperlukan izin dari perdana menteri untuk memeriksa seorang menteri, gubernur atau walikota (kecuali untuk penangkapan dibutuhkan izin dari hakim). Bahkan untuk seorang anggota parlemen pun tidak diperlukan izin kecuali dalam masa persidangan (karena hak imunitas yang berlaku universal). Begitupun untuk memeriksa seorang hakim, tidak diperlukan izin dari atasan. Jepang tidak mengenal system pembuktian terbalik dan belum menerapkan upaya penyadapan untuk kasus korupsi. Penyadapan hanya bisa dilakukan oleh polisi untuk kasus narkoba dan pembunuhan.

4. SIMPULAN

Dari segi tingkat korupsi Jepang adalah Negara yang memiliki tingkat korupsi yang rendah dibandingkan Negara-negara berkembang, namun cukup signifikan dibandingkan Negara maju lainnya. Hal ini terbukti dari telah terjadinya beberapa kasus korupsi yang cukup besar paska perang dunia II di Jepang yang beritanya sampai tersebar di dunia internasional, kasusnya bermacam-macam mulai dari kasus penyuapan kepada pejabat public yang bentuknya hanya sekedar jamuan sampai kasus penyuapan yang jumlahnya cukup besar, adanya kasus insider trading, serta kasus penyelewengan wewenang oleh pejabat public.

Meskipun masih tergolong rendah namun jika tidak ditanggulangi secara serius korupsi dapat merajalela dan menimbulkan efek yang sangat destruktif. Meskipun Jepang tidak mempunyai Undang-Undang anti korupsi serta lembaga anti korupsi, bukan berarti Jepang tidak serius dalam menangani korupsi, pemerintah Jepang telah melakukan gebrakan-gebrakan dalam menghadapi masalah korupsi di negaranya diantaranya, memberlakukan Kode Etik pegawai sebagai peraturan internal, memberlakukan Undang-Undang National Public Sevice Ethics Act yang melahirkan

Page 5: Makalah Pemberantasan Korupsi Di Jepang1

National Public Service Ethics Board yang selain menindak para pelaku korupsi juga memungkinkan pemerintah Jepang untuk selalu melakukan review dan perbaikan untuk menutup kelemahan system yang memungkinkan suatu korupsi terjadi, adanya sebuah tim bernama Goverment Revitalisation Unit yang tugas utamanya adalah Jigyoushiwake yang artinya pemeriksa keuangan proyek atau dengan kata lain bertindak sebagai pengawas dan evaluator penggunaan keuangan program-program atau proyek-proyek pemerintah, Jepang juga memberlakukan system whistleblower, menggagas system bargaining dan system alignment, selain itu tindakan penegakan hukum baik oleh internal maupun oleh aparat penegak hukum sangat tegas. Jepang tidak mengenal sistem penangguhan penahanan kecuali karena alasan sakit parah.

Kita bisa menyimpulkan bahwa Jepang meskipun bukan sebagai Negara yang paling bersih dalam hal korupsi namun bisa dibilang cukup berhasil di regional asia timur dibandingkan dengan Negara-negara berkembang. Padahal seperti yang kita ketahui Jepang tidak mempuanyai Undang-Undang dan lembaga anti korupsi seperti KPK di Indonesia, namun bisa dibilang pemerintah dan masyarakat Jepang cukup serius dalam menangani masalah korupsi selain itu hal ini tidak lepas dari kondisi masyarakat Jepang sendiri yang dikenal sebagai bangsa yang memiliki malu, mereka malu jika melakukan korupsi.

5. DAFTAR REFERENSI

1) What’s Happening in Japan Right Now http://fumijp.blogspot.com/2010/04/jigyo-shiwake-in-japan.html

2) Mansyur Semma, Dr., Negara dan Korupsi http://books.google.co.id/books?id=ktwUaT9VvxAC&pg=PA174&lpg=PA1

74&dq=korupsi+di+negara+jepang&source=bl&ots=6Eiztd8n5j&sig=trpIyIny_VOThIi4TYhOGNmdbV8&hl=en&sa=X&ei=BN7rUcOuLMK-rgfv84HgDg&redir_esc=y#v=onepage&q=korupsi%20di%20negara%20jepang&f=false

3) Hasegawa Tamotsu, Investigation of Corruption in Japan, http://www.unafei.or.jp/english/pdf/PDF_rms/no56/56-36.pdf

4) G20 Anti-Corruption Action Plan, Action Point 7 : Protection of Whistleblowers https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3&ved=0CEYQFjAC&url=http%3A%2F%2Fwww.g20.org%2Fload%2F781360580&ei=STv5UYm7KMTqrQe12IHQBw&usg=AFQjCNF2sOfmdFBe-0B5isJZMFhA_RYAgg&sig2=zba1pIKk7r_Lb5PvHvGsOg&bvm=bv.49967636,d.bmk

5) Pascha Werner, Corruption in Japan-An Economist’s Perspective http://www.uni-due.de/in-east/fileadmin/publications/gruen/paper23.pdf

6) Castberg Anthony Didrick, Corruption in Japan and The US, http://www.unafei.or.jp/english/pdf/PDF_rms/no56/56-33.pdf

7) Chandra Eria, Pengendalian Korupsi:Pelajaran dari Tokyo III, http://eri-candra.blogspot.com/2011/07/pengendalian-korupsi-pelajaran-dari.html

8) Murniramli, Memberantas Korupsi ala Jepang : Jigyou Shiwake, http://murniramli.wordpress.com/2010/05/23/memberantas-korupsi-ala-jepang-jigyou-shiwake/#comments

9) Muhammad Fahni, Bercermin pada Penegakan Hukum Jepang, http://f-sharing.blogspot.com/2011/06/bercermin-pada-penegakan-hukum-jepang.html