makalah polugri ri riau
DESCRIPTION
asap kebakaran RiauTRANSCRIPT
TUGAS MAKALAH
“KEBIJAKAN LUAR NEGERI INDONESIA TERHADAP MALAYSIA TERKAIT
DENGAN KEBAKARAN HUTAN DI RIAU”
Tugas Kelompok Mata Kuliah Politik Luar Negeri Indonesia
Dosen Pembimbing:
Reus
Oleh :
Arifasjah Riza Wibawa / 0801512029
Dilla Augusta / 08015120005
Putri Quarta / 0801512028
Saarah Ayu / 0801512001
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
JURUSAN HUBUNGAN INTERNASIONAL
UNIVERSITAS AL AZHAR
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini berjudul ”Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Malaysia Terkait Dengan Kebakaran Hutan di Riau”.
Makalah ini disusun untuk melengkapi nilai mata kuliah Politik Luar Negeri Indonesia serta agar pembaca dapat mengetahui mengenai isu Asap Kebakaran hutan di Riau dan dampaknya terhadap negara Malaysia, serta kebijakan pemerintah Indonesia dalam menghadapi permasalahan ini.
Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu penulis dalam pembuatan makalah ini, terutama kepada:
1. Bapak Reus selaku dosen mata kuliah Politik Luar Negeri Indonesia
2. Teman-teman dan keluarga yang mendukung
Dengan tersusunnya makalah ini, diharapkan makalah ini dapat dimanfaatkan sebagai media untuk menambah wawasan. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran sangat dibutuhkan untuk memperbaiki makalah ini. Penulis mengucapkan terima kasih.
Jakarta , 20 Mei 2014
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .............................................................................................. i
DAFTAR ISI .............................................................................................. ii
Bab I PENDAHULUAN.............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................. 1
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................................. 2
1.4 Manfaat Penelitian .............................................................................................. 2
1.5 Metode Pengumpulan Data................................................................................... 2
1.6 Sistematika Penulisan............................................................................................ 2
Bab II ISI .............................................................................................. 3
2.1 Kultur Politik Jepang............................................................................................. 3
2.2 Kultur Politik Korea Selatan.................................................................................. 6
2.3 Bisnis Jepang .............................................................................................. 13
2.4 Bisnis Korea Selatan.............................................................................................. 14
Bab III PENUTUP
3.1 Kesimpulan .............................................................................................. 18
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 19
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Perumusan Masalah
1. Apakah penyebab dari kebakaran hutan di Riau?
2. Bagaimana dampak kebakaran hutan di Riau terhadap lingkungan
sekitarnya?
3. Bagaimana reaksi dari Negara tetangga Indonesia (Malaysia) terkait
dengan asap kebakaran hutan di Riau?
4. Apa kebijakan yang diambil Indonesia terhadap Malaysia terkait dengan
kebakaran hutan di Riau?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penulis dalam mengulas kajian ini secara garis besar adalah sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui kebijakan luar negeri yang diambil Indonesia terhadap
Malaysia untuk mengatasi masalah kebakaran hutan di Riau.
2. Secara khusus makalah ini disusun untuk melengkapi nilai tugas kelompok di
Universitas Al Azhar Indonesia, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Jurusan
Ilmu Hubungan Internasional.
1.4 Manfaat Penelitian
Setelah membaca makalah ini, diharapkan pembaca atau mahasiswa/i dapat
lebih mengetahui mengenai isu kebakaran hutan di Riau serta dampaknya
terhadap negara Malaysia, dan kebijakan luar negeri Indonesia terhadap Malaysia
terkait masalah tersebut.
1.5 Metode Pengumpulan Data
Data-data dan informasi yang dikemukakan dalam makalah ini diperoleh
dengan membaca jurnal atau tulisan yang dapat diperoleh melalui internet, buku-
buku sumber, yang berhubungan dengan isu kebakaran hutan di Riau.
1.6 Sistematika Penulisan
Makalah terdiri dari tiga bab dan daftar pustaka, disusun dengan urutan sebagai
berikut:
Bab I merupakan bab pendahuluan yang berisikan latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode
pengumpulan data, sistematika penulisan.
Bab II membahas mengenai penyebab kebakaran hutan di Riau dan
dampanya terhadap lingkungan dan negara Malaysia, serta kebijakan luar
negeri RI untuk mengatasi masalah tersebut.
Bab III merupakan bab terakhir yang berisikan saran dan kesimpulan dari
bab-bab sebelumnya.
Terakhir, terdapat daftar pustaka yang memuat daftar berisi buku,
makalah, artikel, dan bahan bacaan lainnya yang dikutip atau digunakan
sebagai sumber informasi dalam penulisan makalah.
BAB II
ISI
2.1 Kebakaran Hutan di Riau
Dari berita yang kita ketahui yang bersumber dari kementrian kehutanan meyakinkan
bahwa adanya oknum-oknum yang secara sengaja membakar hutan di Riau, yang luas
dari hutannya sendiri adalah 10.000 hektar, diyakinkan untuk dijadikan lahan kosong
untuk mendirikan suatu perusahaan atau semacamnya oleh oknum tersebut. Kementrian
kehutanan sendiri (Sumarto) mengatakan hutan yang ada di Riau adalah hutan gambut
yang berarti mengandung sangat banyak air yang berada di akar, sehingga tidak mudah
kebakaran atau sangat kecil kemungkinan untuk terbakar sekalipun sedang dalam musim
kering atau kemarau, karena di bagian akar tanaman gambut berisi air yang sangat
banyak. Kebakaran hutan di Riau adalah kebakaran hutan terparah dari tahun 1997
karena saat asap tahun 1997, masyarakat masih bisa mengirup udara segar dan matahari
dibanding tahun 2014 ini.
Sumarto meyakinkan juga bawah oknum-oknum yang terkait dalam pembakaran
hutan juga sudah mengetahui bagaimana caranya agar gambut ini dapat terbakar dengan
sempurna,1
“yang saya ketahui adalah cara membakar gambut adalah dengan di buatnya kanal-kanal, yang
terdapat sungai kecil, yang berfungsi untuk mengeringkan gambut dari air atau meresap air yang
terdapat dari gambut, karena akar gambut selalu basah dibutuhkannya sungai kecil itu untuk menarik
air dari akar gambut, jika sudah terbakar maka tanaman gambut adalah tanaman yang paling susah
dipandamkan sekalipun sudah disemprotkan air yang cukup banyak, karena api membara sampai ke
akarnya dan air pasti sudah habis dimakan oleh api di atas sebelum sampai ke permukaannya, karena
api yang menjalar sampai ke dalam akar gambut, dan akan terus apinya berkobar jika terkena angin,
dan menyebar ke tanaman gambut lainnya.”
Oknum-oknum yang bertanggung jawab ini tidak memikirkan pula dampak yang
terjadi dari membakar hutan yang berjenis gambut ini, yang sudah di jelaskan diatas
tanaman gambut adalah tanaman yang sangat susah di padamkan dan asap yang di
tinggalkan pun bukan main parahnya, perbandingannya adalah satu (1) hektar lahan yang
terbakar seperti seribu (1000) hektar lahan yang terbakar, asapnya sangat tidak
1 Penyebab Kebakaran Hutan di Riau, http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/14/03/15/n2gmmb-ini-penyebab-kebakaran-hutan-di-riau (diakses pada 20 Mei 2014, pk.14.00 WIB)
bersahabat, karena terjadinya asap yang luar biasa maka dampaknya yang paling jelas
adalah tidak bisa operasinya pesawat terbang karna jarak pandang yang sangat pendek,
dan bandara seperti di Jambi, Padang, dan Riau harus ditutup, kerugian yang terjadi
sangat banyak karena pembatalan penerbangan yang terjadi dari bandara yang
bersangkutan.
Oknum oknum yang di duga terlibat dalam kebakaran hutan di Riau adalah 23
perusahaan yang diduga tersangka dalam kebakaran hutan yang terjadi di Riau,
keterlibatan 23 perusahaan tengah ditelusuri 21 PPNS KLH yang diturunkan ke Riau.
“Kambuaya (mentri lingkungan hidup) enggan merinci perusahaan apa saja yang
teridentifikasi membakar lahan tersebut. "Belum bisa disebutkan. Dalam waktu 6 bulan,
penyelidikannya selesai," tandas Kambuaya.”
Dalam melaksanakan tugas, 21 PPNS dari KLH itu dibantu PPNS dari Provinsi Riau.
Mereka juga berkoordinasi dengan Polda Riau sebagai Koordinator Pengawasa Penyidik
(Korwasdik).
"Pasti akan dilakukan koordinasi. Polda Riau menjadi Korwasdik. Nanti akan
dilakukan koordinasi dengan Polda Riau," jelas Kabid Humas Polda Riau AKBP Guntur
Aryo Tejo SIK, dikonfirmasi secara terpisah.2
Sementara itu, Polda Riau menetapkan 1 perusahaan yang diduga membakar hutan
dan lahan di Kepuluan Meranti. Disamping itu, Polda juga menyelidiki keterlibatan
perusahaan lainnya. "Bukti-bukti dan keterangan masih dikumpulkan. Kalau ada bukti
cukup, perusahaan yang terlibat akan ditindak tegas dan dijerat engan 4 Undang-Undang
berlapis. Ada lingkungan, pencemaran karena limbah, perusakan hutan dan lahan.
Sekarang, Riau pun masih berupaya untuk menanggulangi asap tersebut dengan
satgas udara memodifikasi cuaca agar keadaan di cuaca di riau selalu hujan dan ada
pesawat penyiraman yaitu bolco,casa dan hercules. Dan juga mau diadakan peswat
amfibi dari Rusia.
Pemerintah Riau telah merancang program antisipasi bencana asap, salah satunya
membentuk Satgas Pemadam di setiap desa di Riau serta mewajibkan setiap pemilik
kebun memiliki embung (sumur) sebagai sumber air untuk antisipasi kebakaran. "Saat ini
tengah dibahas dalam penganggaran APBD untuk honor Satgas Pemadam, kemudian
berupaya memperoleh payung hukum dari Kementerian Dalam Negeri.
2 Ibid.
Pekatnya kabut asap di Riau juga berdampak ke tiga provinsi di sekitarnya, yakni
Sumatera Selatan, Jambi, dan Sumatera Barat. Tiga provinsi itu, Kamis, menetapkan
siaga kabut asap.
Kabut asap terpantau di Kota Palembang, Kabupaten Musi Banyuasin, dan Kabupaten
Banyuasin, Sumsel. Posko penanggulangan kabut asap juga didirikan di provinsi itu.
2.2 Dampak Kebakaran Hutan di Riau
Kabut asap tebal yang disebabkan oleh pembakaran hutan di Riau, telah menimbulkan
dampak yang serius pada ekonomi dan kesehatan masyarakat. Pada hari Kamis (13/03),
Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB) mengatakan, kondisi kualitas udara di
wilayah Pekanbaru dan sekitarnya "sudah pada level berbahaya."3
Dari beberapa ISPU yang
tersebar di Riau menyebutkan rata-
rata angka pencemaran udara
berkisar 300-500 polutan standar
indeks. Alat ISPU yang berada di
Rumbai misalnya, mencatat tingkat
polusi 359 psi, Duri Camp 409 psi,
Libo 449 psi dan di Siak, Kandis,
Dumai, Perawang, Duri Field dan Bangko sudah menunjukan angka 500 psi.
Kepala Pusat Data dan Informasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB),
Sutopo Purwo Nugroho, mengatakan bila tingkat pencemaran udara sudah melebihi
angka 300 psi, maka kualitas udara di daerah tersebut dikategorikan berbahaya. "Indeks
standar hampir 300-500 dan ini sudah masuk sangat berbahaya," kata Sutopo.
Menurut Sutopo, tingginya tingkat pencemaran udara di Riau disebabkan kebakaran
lahan dan hutan yang semakin meluas. Data yang dimiliki BNPB setidaknya mencatat
sebanyak 187 titik api yang tersebar di Kepulauan Riau. "Titik api terus bertambah
karena pembakaran liar. Ini tentu saja membuat kabut asap makin pekat," ujarnya.
Kondisi ini menyebabkan banyak masyarakat yang menderita penyakit paru-paru.
Dari data BNPB, jumlah penderita infeksi saluran pernafasan akut atau ISPA di wilayah
3 Kabut Asap Riau, http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2014/03/140314_kabut_asap_komentar_bnpd_riau.shtml (diakses pada 20 Mei 2014, pk. 19.00 WIB)
itu mencapai 38.111 jiwa, penomonia 811 jiwa, asma 1.464 jiwa dan 1.276 jiwa yang
mengalami iritasi mata.4
Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi telah mengeluarkan himbauan kepada masyarakat di
Riau agar tidak sering melakukan aktivitas di luar rumah. Karena dampak asap
kebakaran hutan itu sangat berbahaya bagi kesehatan. "Sesedikit mungkin ke luar
(rumah) klaupun keluar pakai masker," kata Menteri Kesehatan Nafsiah di Kantor Wakil
Presiden, Selasa 11 Maret 2014.
Kementeriannya telah bekerjasama dengan PBB dalam melakukan edukasi kesehatan
kepada masyarakat akan bahayanya menghirup asap dampak kebakaran hutan.
Diharapkan masyarakat agar asap jangan sampai masuk ke saluran pernafasan dan mata.
"Kita juga sediakan pengobatan," terangnya.
Oleh karena asap ini mengganggu kesehatan dan aktivitas penduduk Riau dan
sekitarnya, sekolah pun terpaksa diliburkan. Disamping itu pekatnya kabut asap ini juga
mengganggu penerbangan karena jarak pandang terbatas. Sejak beberapa hari ini
Bandara Sultan Kasim II Pekanbaru nyaris lumpuh.
Tak hanya itu, Bandara Sultan Thaha Jambi juga kena getahnya. Aktivitas bandara
sempat terganggu, beberapa penerbangan terpaksa dialihkan. Bahkan lalu-lintas
transportasi di Sungai Batanghari pun ikut lumpuh karena jarak pandang yang kurang
dari 10 meter membuat semua nakhoda kapal lego jangkar di tengah sungai. Mereka
menghindari terjadinya kecelakaan dalam pelayaran.
Setidaknya pada Jumat sore hingga malam, 14 Maret, ada 24penerbangan yang
tertunda. "Para pilot tak berani menjalankan pesawat karena jarak pandang tak sampai
1000 meter, jarak aman penerbangan sipil," kata petugas bandara Rian Hadihito.
Ternyata penyebabnya bukan hanya asap kiriman Riau saja, kebakaran lahan gambut
di beberapa titik kawasan hutan Muaro Jambi diduga sebagai salah satu pemicu kabut
asap. Petugas setempat tengah berupaya memadamkan api.
Kabut asap juga sempat melanda Kota Medan dan beberapa daerah sekitarnya. Di
Kota Binjai, kota yang berada 22 km dari pusat di sebelah barat ibukota provinsi
Sumatera Utara, Medan, kabut asap mulai dirasakan warga sejak Senin pagi, 3 Maret
2014.
4 Tara, Keadaan Luar Biasa Kabut Asap Riau, http://www.kitanews.co/1394647937-keadaan-luar-biasa-kabut-asap-riau.html (diakses pada 20 Mei 2014, pk. 20.00 WIB)
Kabut asap pun telah mengganggu kegiatan operasi industri hulu migas. Ratusan
sumur minyak harus ditutup dan potensi produksi telah hilang setidaknya sebanyak
12.000 barel minyak per hari (BOPD), sejak Rabu 11 Maret 2014.
Potensi produksi yang hilang terbesar berasal dari Wilayah Kerja Rokan yang
dioperasikan PT Chevron Pacific Indonesia. Kualitas udara yang buruk membuat
Chevron harus melakukan perawatan darurat terhadap North Duri Cogen dan
menyebabkan penurunan daya (power shedding) sebesar 70 mega watt (MW).
Sebanyak 573 sumur harus ditutup dan 19 unit pompa untuk injeksi air harus ditutup
akibat power shedding. Selain itu, beberapa kegiatan konstruksi dan perawatan fasilitas
produksi terpaksa dihentikan, karena minimnya jarak pandang di area kegiatan tersebut.
"Menyebabkan kehilangan potensi produksi sebesar 8.800 BOPD dari wilayah kerja ini,"
ujar Handoyo.
Handoyo menambahkan, penghentian ini juga mengakibatkan kenaikan biaya
operasional rig, karena hingga saat ini tercatat penundaan operasi pengeboran setidaknya
sudah terjadi selama 800 jam dari 15 rig.
2.2.1 Dampak kabut asap di Riau terhadap Negara tetangga (Malaysia)
Kabut asap yang membanjiri udara sejumlah provinsi di Sumatera, telah meluas
hingga ke Negara Malaysia dan Singapura. Dampaknya telah merugikan negara-negara
tetangga tersebut, dengan beberapa jumlah masyarakat yang terkena penyakit Inpeksi
Saluran Pernapasan (Ispa) dan terganggunya jadwal penerbangan, sehingga
menimbulkan protes keras dari Malaysia dan Singapura. Persoalan kabut asap lintas
negara ini pun menjadi isu kawasan (internasional) dan membutuhkan penanganan yang
cepat.
Gedung-gedung di Malaysia
hanya terlihat samar-samar
karena kabut asap yang
menyelimuti beberapa
kawasan di Kuala Lumpur,
Malaysia. Kabut asap
menyebabkan kualitas udara
di beberapa kawasan
dinyatakan tidak sehat
diakibatkan kebakaran hutan dan lahan terbuka di berbagai lokasi di Malaysia menyusul
cuaca panas di negara tersebut.
Malaysia dan Singapura menilai bahwa Indonesia tidak cukup serius menangani
persoalan kabut asap ini, sehingga kebakaran hutan selalu terjadi hampir setiap musim
kemarau. Melalui Menteri Lingkungan Hidup Malaysia, G. Palanivel, Malaysia
mendesak Indonesia untuk meratifikasi perjanjian penting Asia Tenggara yang bertujuan
untuk mengatasi kabut asap dengan meningkatkan kerjasama regional.
2.3 Kebijakan Luar Negeri Indonesia terhadap Malaysia terkait dengan Kebakaran
Hutan di Riau
Kasus kebakaran hutan yang melanda negara Indonesia di provinsi Sumatera,
kabupaten Riau membuat asap yang di produksi oleh kebakaran hutan tersebut menyebar
luas ke negara tetangga yaitu Malaysia & Singapura. Dalam stasiun televisi lokal Malaysia
mengatakan bahwa asap yang disebabkan oleh kebakaran hutan di Indonesia mengganggu
jadwal penerbangan dari negara lain ke Malaysia, sehingga dampak dari berita diatas
dinilai bahwa pemerintah Indonesia dinilai gagal peranannya dalam menjaga kelestarian
lingkungan dan menjaga wibawa pemerintahannya.
Oleh karena itu pemerintah Indonesia khususnya presiden Indonesia mengambil
tindakan untuk membuat kebijakan dalam rangka menaggulangani serta melakukan
pencegahan terhadap kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia. Kebijakan tersebut ada
dua, yaitu kebijakan jangka pendek dan kebijakan jangka panjang. Kebijakan jangka
pendek untuk memastikan agar api benar-benar padam sehingga asap hilang, sedangkan
kebijakan jangka panjangnya tidak lain adalah penertiban kawasan dan pencegahan
kawasan dari pembakaran. Jangka pendek adalah operasi tanggap darurat kemudian jangka
panjangnya adalah kawasan untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan termasuk
ketegasan dalam penindakan.
Kebijakan jangka pendek yakni upaya pemadaman api agar kabut asap hilang dari
langit bumi Riau.5 Upaya ini merupakan upaya operasi tanggap darurat. Dengan
melibatkan tentara TNI lengkap dengan peralatannya, upaya pemadaman api ini dilakukan
secara gencar. Aksi pemadaman api oleh TNI, Polri dan BNPB. Operasi Terpadu
Penanggulangan Bencana Asap di Riau yang berada dibawah kendali BNPB melibatkan
5.110 personel, terdiri dari 3.181 prajurit TNI dan 1.929 unsur lainnya berhasil
5 Upaya Penanggulangan Bencana Asap di Riau, http://www.driau.com/2014/03/upaya-penanggulangan-bencana-asap-di.html (diakses pada 20 Mei 2014, pk. 18.00 WIB)
memadamkan 172 titik api atau sekitar 19.642 hektar kebakaran hutan dan lahan di
Provinsi Riau. 172 titik api yang berhasil dipadamkan tersebut tersebar di beberapa lokasi
diantaranya wilayah Siak, Dumai, Bengkalis, Rohil, Kampar dan Pelalawan.
Dalam upaya penanggulangan asap di Riau beberapa upaya telah dilakukan oleh
Satgas seperti melakukan 32 kali water bombing Kamov, Sikorsky 119 kali di daerah
Bukit Batu dan Palintung Dumai. Selain itu dilakukan juga rekayasa cuaca/ TMC dengan
menggunakan pesawat Cassa yang mengangkut 2 ton garam untuk ditabur di wilayah Siak
dan Pelelawan serta dengan pesawat Hercules yang mengangkut 5 ton garam untuk ditabur
di wilayah Bangkinang, Kampar dan Inhu. Rekayasa ini berhasil membuat terjadinya
hujan ringan, sedang di Pekanbaru dan seluruh wilayah Riau.
Kebijakan jangka panjang meliputi penertiban kawasan dan pencegahan bahaya asap.6
Dalam hal ini perlu dilakukan upaya pelayanan kesehatan bagi mereka yang terdampak
asap ini; dan penegakan hukum yang harus dilaksanakan secara tegas, keras, dan cepat.
2.4 Persetujuan Indonesia-ASEAN untuk Menanggulangi Kabut Asap dari Riau
Upaya menanggulangi kabut asap dilakukan kedalam organisasi regional ASEAN ,dalam
sebuah perjanjian yang bernama ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution
(AATHP). Perjanjian ini ditandatangani oleh seluruh anggota ASEAN pada 10 juni 2002 di
Kuala Lumpur.tujuan perjanjian ini antara lain untuk membantu Negara baik penyumbang
ataupun korban dari kabut asap agar dapat menyelesaikan permasalahan ini.
Berikut adalah isi perjanjian ASEAN Agreement On Transboundary Haze Pollution
(AATHP):
1. Bekerjasama dalam mengembangkan dan melaksanakan langkah-langkah untuk mencegah ,
memantau , dan mengurangi polusi asap yang dilewati lintas batas Negara, dengan
mengendalikan lahan/ menjaga agar tidak terjadi kebakaran hutan melalui system peringatan
dini.pertukaran informasi dan teknologi.serta penyediaan bantuan antar Negara.
2. Segera menanggapi permintaan untuk mendapatkan informasi terkait dengan kebakaran
lahan/polusi asap yang diminta oleh suatu Negara dengan maksud untuk meminimalkan
konsekuensi dari polusi asap.
3. Mengambil tindakan hukum ,administratif dan tindakan lainnya untuk melaksanakan
kewajiban Negara berdasarkan perjanjian.
Bila dikaitkan dengan konsep The Public Policy Circle (Black Box) yang diutarakan oleh
David Easton, proses ratifikasi yang tidak kunjung dilaksanakan ini terhambat di DPR. Upaya
untuk mencegah kebakaran hutan telah banyak dilakukan oleh beberapa pihak, seperti
6 Ibid.
Kementrian Lingkungan Hidup, Pemerintah daerah,LSM, dan masyarakat local itu sendiri.
Namun DPR tampak enggan meratifikasi karena beberapa alasan:
1. Terkait masalah pendanaan yang belum dibuat kesepakatannya antara pihak Indonesia dan
ASEAN, serta bantuan tekhnologi dan sumber daya manusia.
2. DPR juga sedikit-banyak dipengaruhi oleh kepentingan perusahaan-perusahaan domestik
yang memang banyak membela lahan dengan cara membakar hutan
3. Masalah kebakaran hutan ini,menurut DPR,tidak untuk diinternasionalisasi karena
menyangkut politik,ekonomi,serta citra Indonesia di mata dunia.
Walaupun Indonesia belum meratifikasi dan menjadi anggota (party) dari AATHP, namun
selama ini Indonesia selalu hadir dalam setiap pertemuan AATHP sebagai pengamat (observer).
Indonesia juga mendapatkan keuntungan dari beberapa program dan kegiatan terkait pelaksanaan
yang mendukung penerapan AATHP, antara lain:
1. Kerja sama dengan Singapura tentang Pengendalian Kebakaran Hutan dan/atau Lahan serta
Mitigasi Pencemaran Asap Lintas Batas di Provinsi Jambi;kerja sama dengan Malaysia
tentang Pengendalian Kebakaran Hutan dan/atau Lahan serta Mitigasi Pencemaran Asap
Lintas Batas di Provinsi Riau;kerja sama regional untuk pengelolaan lahan gambut
berkelanjutan di provinsi Riau dan Kalimantan Barat.
2. Guna meningkatkan kesiapan meratifikasi AATHP, Pemerintah telah melakukan kegiatan
sosialisasi AATHP secara berkelanjutan kepada kementerian/lembaga terkait, Pemerintah
Daerah di daerah rawan kebakaran hutan dan/atau lahan (Sumatera Selatan, Riau, Jambi,
Sumatera Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan
Barat), kalangan dunia usaha (pemegang HPH, HTI dan usaha perkebunan), masyarakat
(masyarakat sekitar hutan, Masyarakat Peduli Api (MPA), serta LSM.
3. Dalam rangka tindakan pencegahan kebakaran hutan dan/atau lahan, telah dilakukan
kegiatan koordinasi baik antar-kementerian/lembaga, pemerintah daerah maupun dengan
masyarakat seperti:
pemetaan daerah rawan kebakaran hutan dan/atau lahan;
penguatan data dan informasi terkait dengan hot-spot, persebaran asap, pemetaan
daerah terbakar, fire danger rating system (sumber data diperoleh dari Kementerian
Kehutanan, LAPAN, dan BMKG)
penguatan dan peningkatan kapasitas masyarakat peduli api (dilakukan melalui
sosialisasi, kegiatan pencegahan dini maupun pelatihan);
penanggulangan bencana asap yang dikoordinasikan oleh Kementerian Koordinator
Kesejahteraan Rakyat dan dipimpin oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana
(BNPB) dalam rangka tanggap darurat bencana, antara lain melalui operasi
modifikasi cuaca yang dilaksanakan oleh BPPT.
4. Pemerintah menggunakan dan menggerakkan sumber daya secara optimal dalam rangka
tindakan penanggulangan kebakaran hutan dan/atau lahan serta pencegahan pencemaran asap
lintas batas, termasuk gelar pasukan Manggala Agni, Masyarakat Peduli Api (MPA), bantuan
TNI-POLRI serta pelibatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan di lokasi terjadinya
kebakaran hutan dan/atau lahan.
5. Melakukan penegakan hukum (pidana, perdata maupun administrasi) terhadap pelaku
(individu dan korporasi) pembakaran hutan dan/atau lahan serta pencemaran asap lintas batas
yang mengakibatkan kerusakan lingkungan.
6. Memperkuat kelembagaan dan peraturan perundang-undangan yang mendukung pembukaan
lahan tanpa bakar (zero burning) dan pencegahan kebakaran hutan/lahan serta pencemaran
asap lintas batas.
Lanjutan dari AATHP adalah setiap Negara anggota yang meratifikasi wajib membayar US
$50.000 sebagai bentuk kompensasi untuk menanggulangi masalah kabut asap (Haze Fund).
Selain itu juga, perjanjian itu mewajibkan para pihak untuk membentuk ASEAN center.Dan juga
masing masing Negara wajib menunjuk Focal Point dan Competent Authorities. Focal Point
disini adalah kementrian Lingkungan Hidup, sementara Competent Authorities Kementrian
Kehutanan,Kementrian Pertanian.
Kesimpulan yang bisa diambil dari Kesepakatan AATHP ini hendaknya usaha pencegahan
kebakaran hutan dan pelestarian lingkungan di Indonesia itu sendiri,serta demi perbaikan citra
Indonesia sebagai Negara pemilik hutan tropis terluas di Asia Tenggara, Indonesia segera
meratifikasi perjanjian tersebut agar dapat dilakukan langkah-langkah yang lebih konkrit agar
kebakaran hutan dapat teratasi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Website
- Kabut Asap Riau,
http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2014/03/140314_kabut_asap_kome
ntar_bnpd_riau.shtml (diakses pada 20 Mei 2014, pk. 19.00 WIB)
- Penyebab Kebakaran Hutan di Riau,
http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/14/03/15/n2gmmb-ini-penyebab-
kebakaran-hutan-di-riau (diakses pada 20 Mei 2014, pk.14.00 WIB)
- Tara, Keadaan Luar Biasa Kabut Asap Riau, http://www.kitanews.co/1394647937-
keadaan-luar-biasa-kabut-asap-riau.html (diakses pada 20 Mei 2014, pk. 20.00 WIB)
- Upaya Penanggulangan Bencana Asap di Riau,
http://www.driau.com/2014/03/upaya-penanggulangan-bencana-asap-di.html (diakses
pada 20 Mei 2014, pk. 18.00 WIB)