makalah refsus cad
TRANSCRIPT
BAB I
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. N
Umur : 32 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Pegawai negeri sipil
Status : Menikah
Alamat : Panca Arga, Magelang
Tgl. masuk RS : 24 April 2013 melalui IGD RST Soedjono
Jam Masuk : 22.30 WIB
B. SUBJECTIVE
Autoanamnesis dilakukan di bangsal ruang Bougenvile pada, 24 April 2013.
Keluhan utama:
Neyri dada
Riwayat penyakit sekarang:
Nyeri dada dirasakan pada bagian kiri sejak lebih dari 7 hari yang lalu hilang
timbul, namun saat sore hari ini nyeri bertambah parah disertai rasa panas,
nyeri dirasakan seperti tertekan dan menjalar sampai ke punggung dan bahu
kiri. Nyeri muncul tiba-tiba tidak dipicu aktifitas berlebihan
Keluhan tambahan
Sesak dirasakan ketika nyeri dada, sesak dirasakan juga saat posisi berbaring
pusing (+), kesemutan (+), berdebar (+), keluhan berdebar-debar sering
dirasakan sudah 2 tahun terakhir setelah melahirkan anak ke 2. Mual (+),
muntah (-), BAB/ BAK biasa. Nafsu makan turun
Riwayat penyakit dahulu:
1
Tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya
Hipertensi, diabetes melitus, asma, penyakit jantung disangkal
Pasien mengaku memiliki riwayat maag
Memakai KB suntik 3 tahun terakhir
Riwayat Penyakit Keluarga :
Ditemukan adanya riwayat hipertensi dan penyakit jantung pada keluarga
yaitu pada ibunya
C. OBJECTIVE
Keadaan Umum : Sakit Sedang, gelisah
Kesadaran/GCS : Compos Mentis / GCS 15
Tanda Vital :
• Tekanan Darah : 120/70 mmHg
• Nadi : 83x /menit
• Suhu : 37,10C
• Respirasi : 30x/menit
Kepala & Leher :
• Konjungtiva anemis -/-
• Sklera ikterik -/-
• Pupil isokor
• Tidak ada pembesaran KGB leher
• JVP normal
Thorax :
• Cor
Inspeksi : Ictus Cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba kuat angkat
Perkusi : Batas jantung kanan di linea parasternal kanan ICS IV,
Batas jantung kiri di linea midclavicularis kiri ICS V
Auskultasi: S1>S2, reguler, murmur (-), gallop (-)
• Pulmo
2
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Vocal fremitus simetris kiri-kanan
Perkusi : Terdengar sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Abdomen :
Inspeksi : Datar
Auskultasi : BU (+)
Palpasi : Supel, nyeri tekan (+) pada regio epigastrium, hepar dan lien
tidak teraba
Perkusi : Timpani
Ekstremitas :
• Edema (-) pada ekstremitas superior dan inferior
• Akral hangat
• Capillary refill< 2 detik
D. Daftar Masalah
Subyektif :
1. Nyeri pada dada kiri
2. Nyeri menjalar pada punggung dan bahu kiri
3. Panas dada
4. Sesak
5. Pusing
6. Berdebar-debar
7. Mual
8. Nafsu makan turun
Objektif
9. KU : sakit sedang, gelisah
10. nyeri tekan (+) pada regio epigastrium
11. frekuensi pernafasan : 30x/menit
E. Assesment (Hipotesis Sementara)
Sindrom Koroner Akut :
- Coroner Artery Disease NSTEMI
3
- Coroner Artery Disease STEMI
- Unstable Angina Pectoris
Dispepsia
- Gastritis
- GERD
F. Planning
Diagnostik
o Pemeriksaan laboratorium darah lengkap
o Pemeriksaan laboratorium kimia darah
o EKG
o Foto Rontgen Thorax
o CKMB, Troponin
Terapi
o Infus Ringer Laktat
o Injeksi Ranitidin 2x1
o Injeksi Metamizole 3x1
o Bisoprolol 5 mg 1x1/2 tab p.o
o Clopidogrel 75 mg 1x1 tab p.o
o Diazepam 2 mg 3x1 tab p.o
Monitoring
o Nyeri dada, sesak
o vital sign
o Efek samping obat
o infus
Edukasi
o Tirah Baring
4
HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM tanggal 25 April 2013 :
Nilai normal Nilai normal
WBC : 6,9 x 10³ /mm3 3,5 – 10,0 %LYM : 27,2 % 17.0 – 48.0
RBC : 4,12 x 106 /mm3 3,8 – 5,8 %MON : 9,3 % 4.0 – 10.0
HGB : 12,9 g/dl 11,0 – 16.5 %GRA : 63,5% 43.0 – 76.0
HCT : 37,3 % 35.0 – 50.0 #LYM : 1.9 x 10³ /mm3 1.2 – 3.2
PLT :255 x 10³ /mm3 150 – 390 #MON : 0.6 x 10³ /mm3 0.3 – 0.8
PCT : 0.3 % 0.100 – 0.500 #GRA : 4.4 x 10³ /mm3 1.2 – 6.8
MCV : 90,7 μm3 80 – 97 GLUCOSE : 122 mg/dl 70 – 115
MCH : 31,3 pg 26.5 – 33.5 UREUM : 11 mg/dl 0 – 50
MCHC : 34,6 g/dl 31.5 – 35 CREATININE : 1,1 mg/dl 0 – 1.3
RDW : 10 % 10.0 – 15.0 SGOT : 12 U/L 3-35
MPV : 11.2 μm3 6.5- 11.0 SGPT : 8 U/L 8-41
PDW : 10,4 % 10.0 – 18.0 CK-MB : 33U/L 0-21
Hasil EKG
5
HASIL FOLLOW UP
6
TANGGAL S O A P
26 April 2013 - Lemas (+)
- Nyeri dada
berkurang
- Mual (+)
- Sesak berkurang tapi
jika berbaring sesak
bertambah
- GCS : E4V5M6
- Tampak sakit sedang
- Tanda vital :
TD : 110/70 mmHg
N : 64 x/mnt
RR : 22 x/mnt
S : 36˚C
- Kepala dan leher :
CA / SI : (-/-) / (-/-)
Pembesaran KGB : (-)
- Thorax :
Paru :
I : simetris
P : simetris
P : sonor +/+
A : vesikuler +/+, wheezing -/-,
rhonki -/-
Jantung :
- CAD NSTEMI
- Dispepsia
- Planning diagnostik :
Foto thoraks
- Planning terapi :
o Infus Ringer Laktat
o Injeksi Ranitidin 2x1
o Injeksi Metamizole
3x1
oBisoprolol 5 mg
1x1/2 tab p.o
oClopidogrel 75 mg
1x1 tab p.o
oDiazepam 2 mg 3x1
tab p.o
o ISDN tab 15 mg 3x1
tab
oSucralfat 2x1 cth
7
I : IC tidak terlihat
P : IC teraba
P : batas jantung normal
A : S1>S2 regular, murmur (-)
- Abdomen :
I : soefl, datar
A : bising usus (+) normal
P : nyeri tekan (+) regio
epigastrium, hepar dan lien tidak
teraba
P : timpani
- Ekstremitas :
Edema ekstremitas (-)
Akral hangat
Capillary refill< 2 detik
- Planning monitoring
KU, VS, ESO, infus
- Planning Edukasi
Tirah baring
TANGGAL S O A P
8
27 April 2013 - Nyeri dada hilang
timbul membaik
- Sesak membaik
- pusing membaik
- BAB (-)
- Nafsu makan turun
- GCS : E4V5M6
- Tampak sakit sedang
- Tanda vital :
TD : 110/70 mmHg
N : 63 x/mnt
RR : 20 x/mnt
S : 37˚C
- Kepala dan leher :
CA / SI : (-/-) / (-/-)
Pembesaran KGB : (-)
- Thorax :
Paru :
I : simetris
P : simetris
P : sonor +/+
A : vesikuler +/+, wheezing -/-,
rhonki -/-
Jantung :
- CAD NSTEMI
- Dispepsia
- Planning diagnostik :
Foto thoraks
- Planning terapi :
o Infus Ringer Laktat
o Injeksi Ranitidin 2x1
o Injeksi Metamizol
3x1
oBisoprolol 5 mg
1x1/2 tab p.o
oClopidogrel 75 mg
1x1 tab p.o
oDiazepam 2 mg 3x1
tab p.o
o ISDN tab 15 mg 3x1
tab
oSucralfat 2x1 cth
- Planning monitoring
9
I : IC tidak terlihat
P : IC teraba
P : batas jantung normal
A : S1>S2 regular, murmur (-)
- Abdomen :
I : soefl, datar
A : bising usus (+) normal
P : nyeri tekan (+) regio
epigastrium, hepar dan lien tidak
teraba
P : timpani
- Ekstremitas :
Edema ekstremitas (-)
Akral hangat
Capillary refill< 2 detik
KU, VS, ESO, infus
- Planning Edukasi
Tirah baring
TANGGAL S O A P
29April 2013 - Nyeri dada sesekali - GCS : E4V5M6 - CAD NSTEMI - Planning diagnostik :
10
- Sesak membaik
- Pusing (-)
- Nafsu makan turun
- BAB (-)
- Tampak sakit sedang
- Tanda vital :
TD : 130/80 mmHg
N : 84 x/mnt
RR : 20 x/mnt
S : 36,2˚C
- Kepala dan leher :
CA / SI : (-/-) / (-/-)
Pembesaran KGB : (-)
- Thorax :
Paru :
I : simetris
P : simetris
P : sonor +/+
A : vesikuler +/+, wheezing -/-,
rhonki -/-
Jantung :
I : IC tidak terlihat
P : IC teraba
P : batas jantung normal
- Dispepsia Foto thoraks
- Planning terapi :
o Infus Ringer Laktat
o Injeksi Ranitidin 2x1
o Injeksi Metamizole
3x1
oBisoprolol 5 mg
1x1/2 tab p.o
oClopidogrel 75 mg
1x1 tab p.o
oDiazepam 2 mg 3x1
tab p.o
o ISDN tab 15 mg 3x1
tab
oSucralfat 2x1 cth
- Planning monitoring
KU, VS, ESO, infus
11
TANGGAL S O A P
30 April 2013 - Nyeri dada sesekali
- Lemes (-)
- Pusing (-)
-
- GCS : E4V5M6
- Tampak sakit sedang
- Tanda vital :
TD : 120/80 mmHg
N : 80 x/mnt
RR : 20 x/mnt
S : 36˚C
- Kepala dan leher :
CA / SI : (-/-) / (-/-)
Pembesaran KGB : (-)
- Thorax :
Paru :
I : simetris
P : simetris
- CAD NSTEMI - Planning diagnostik :
Foto thoraks
- Planning terapi :
o Infus Ringer Laktat
o Injeksi Ranitidin 2x1
o Injeksi Metamizole
3x1
oBisoprolol 5 mg
1x1/2 tab p.o
oClopidogrel 75 mg
1x1 tab p.o
oDiazepam 2 mg 3x1
tab p.o
o ISDN tab 15 mg 3x1
12
P : sonor +/+
A : vesikuler +/+, wheezing -/-,
rhonki -/-
Jantung :
I : IC tidak terlihat
P : IC teraba
P : batas jantung normal
A : S1>S2 regular, murmur (-)
- Abdomen :
I : soefl, datar
A : bising usus (+) normal
P : nyeri tekan (-), hepar dan lien
tidak teraba
P : timpani
- Ekstremitas :
Edema ekstremitas (-)
Akral hangat
Capillary refill< 2 detik
tab
oSucralfat 2x1 cth
- Planning monitoring
KU, VS, ESO, infus
- Planning Edukasi
Tirah baring
13
Diagnosis Akhir :
Diagnosis utama : CAD NSTEMI
Etiologi : Aterosklerosis, KB Suntik
Anatomi : pembuluh darah koroner jantung
Fungsional : NYHA II-III, AHA C
EKG : Adanya depresi gelombang ST
Pencetus : -
Faktor risiko :
o Tidak dapat diubah : genetik
o Dapat diubah : KB Suntik
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN
II.1 SINDROM KORONER AKUT / PENYAKIT JANTUNG KORONER
II.1.1. Definisi
Sindrom koroner akut merupakan suatu keadaan gawat darurat
jantung dengan manifestasi klinis berupa rasa tidak enak di dada atau
gejala-gejala lain sebagai akibat iskemia miokard.Penyakit pada arteri
koronaria dimana terjadi penyempitan atau sumbatan padaarteri koronaria
yang disebabakan karena arterosklerosis.
Sindrom koroner akut merupakan suatu spektrum dalam perjalanan
penderita penyakit jantung koroner (aterosklerosis koroner) dapat berupa:
angina pektoris tidak stabil, infark miokard dengan non-ST elevasi, infark
miokard dengan ST elevasi atau kematian jantung mendadak
II.1.2 Etiologi
Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen dapat disebabkan :
Penyempitan arteri koroner (aterosklerosis), dimana merupakan
penyebabtersering.
Penurunan aliran darah (cardiac output).
Peningkatan kebutuhan oksigen miokard
Spasme arteri koroner
Aktivasi sekunder sistem koagulasi plasma
Aktivasi, adhesi, dan agregrasi trombosit
II.1.3 Epidemiologi
15
Sesuai dengan keluhan yang dialami pasien, nyeri dada dirasakan pada bagian kiri sejak lebih dari 7 hari yang lalu hilang timbul, namun saat sore hari ini nyeri bertambah parah. Keluhan tersebut merupakan manifestasi klinis dari perjalannan pembentukan trombus yang bersifat dinamis pada sindrom koroner akut
Penyakit Jantung Koroner (PJK) atau penyakit kardiovaskular saat
ini merupakan salah satu penyebab utama dan pertama kematian di negara
maju dan berkembang, termasuk Indonesia. Pada tahun 2010, secara
global penyakit ini akan menjadi penyebab kematian pertama di negara
berkembang, menggantikan kematian akibat infeksi. Diperkirakan bahwa
diseluruh dunia, PJK pada tahun 2020 menjadi pembunuh pertama
tersering yakni sebesar 36% dari seluruh kematian, angka ini dua kali lebih
tinggi dari angka kematian akibat kanker. Di Indonesia dilaporkan PJK
(yang dikelompokkan menjadi penyakit sistem sirkulasi) merupakan
penyebab utama dan pertama dari seluruh kematian, yakni sebesar 26,4%,
angka ini empat kali lebih tinggi dari angka kematian yang disebabkan
oleh kanker (6%).
II.1.4 Faktor Risiko
1. Tidak dapat diubah
Umur
Seiring dengan bertambahnya umur, maka resiko penyakit
jantung akan meningkat, sama seperti penyakit-penyakit lainnya. Hal
ini terkait dengan kemungkinan terjadinya atherosclerosis yang makin
besar, terkait dengan deposit lemak serta elastisistas pembuluh darah
yang makin menurun seiring dengan bertambahnya umur.
Sebagian besar kasus kematian terjadi pada laki-laki umur 35-
44 tahun dan meningkat dengan bertambahnya umur. Kadar kolesterol
pada laki-laki dan perempuan mulai meningkat umur 20 tahun. Pada
laki-laki kolesterol meningkat sampai umur 50 tahun. Pada perempuan
sebelum menopause ( 45-0 tahun ) lebih rendah dari pada laki-laki
dengan umur yang sama. Setelah menopause kadar kolesterol
perempuan meningkat menjadi lebih tinggi dari pada laki-laki.
Jenis kelamin lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan
dengan wanita. Diduga karena pengaruh estrogen. Namun, setelah
wanita menopause, insidensi terjadinya hampir sama
16
Genetik terjadinya aterosklerosis premature karena reaktivitas
arteria brakhialis, pelebaran tunika intima arteri karotis, penebalan
tunika media.
RasPerbedaan resiko PJK antara ras didapatkan sangat menyolok,
walaupun bercampur baur dengan faktor geografis, sosial dan
ekonomi. Di Amerika serikat perbedaan ras perbedaan antara ras
caucasia dengan non caucasia ( tidak termasuk Negro) didapatkan
resiko PJK pada non caucasia kira-kira separuhnya.
DietDidapatkan hubungan antara kolesterol darah dengan jumlah
lemak di dalam susunan makanan sehari-hari ( diet ). Makanan orang
Amerika rata-rata mengandung lemak dan kolesterol yang tinggi
sehingga kadar kolesterol cendrung tinggi. Sedangkan orang Jepang
umumnya berupa nasi dan sayur-sayuran dan ikan sehingga orang
jepang rata-rata kadar kolesterol rendah dan didapatkan resiko PJK
yang lebih rendah dari pada Amerika.
. ObesitasObesitas adalah kelebihan jumlah lemak tubuh > 19 %
pada lakilaki dan > 21 % pada perempuan . Obesitas sering didapatkan
bersama-sama dengan hipertensi, DM, dan hipertrigliseridemi.
Obesitas juga dapat meningkatkan kadar kolesterol dan LDL kolesterol
. Resiko PJK akan jelas meningkat bila BB mulai melebihi 20 % dari
BB ideal. penderita yang gemuk dengan kadar kolesterol yang tinggi
dapat menurunkan kolesterolnya dengan mengurangi berat badan
melalui diet ataupun menambah exercise
2. Dapat diubah
Merokok
Merokok dapat memicu terjadinya aterosclerosis, melingkupi
meningkatnya proses oksidasi modifikasi dari LDL dan menurunkan
17
Ditemukannya adanya riwayat genetik pada keluarga pasien saat ditanyakan riwayat penyakit keluarga, adanya keluarga (ibu pasien) yang juga mengalami gangguan jantung. Kemungkinan faktor genetik menjadi salah satu faktor reiko dari kelainan jantung yang dialami pasien
HDL dalam sirkulasi. Kelainan disfungsi endotel pembuluh darah
disebabkan karena jaringan tersebut mengalami hipoksia dan
peningkatan adhesi dari trombosit, peningkatan molekul leukosit dan
respon inflamasi stimulasi yang tidak sesuai dari nervus simpotikus
oleh nikotin dan perpindahan dari oksigen menjadi karbon monoksida
pada hemoglobin. Dari percobaan yang dilakukan pada hewan
merokok mempunyai konstribusi dalam terjadinya aterosklerosis.
Hipertensi
Kenaikan tekanan darah (sistolik atau diastolik) memperbesar
kemungkinan untuk beresiko aterosklerosis, peyakit jantung koroner
dan stroke. Hubungan kenaikan darah dengan penyakit kardiovaskular
tidak memperlihatkan hasil akhir yang baik. Lebih dari itu resiko akan
terus naik dengan nilai progresif yang tinggi. Tekanan sistolik
diprediksi menurunkan out come lebih nyata dari pada tekanan
diastolik terutama pada usia tua.
Hipertensi mungkin memicu aterosklerosis dengan berbagai
cara. Penelitian yang dilakukan pada bintang memperlihatkan
kenaikan tekanan darah dapat melukai endotel dan meningkatkan
permeabilitas dinding pembuluh darah sehingga lipoprotein menjadi
lebih mudah untuk masuk ke dinding pembuluh darah tersebut.
Peningkatan hemodinamik stress dapat juga meningkatkan jumlah
reseptor scanvanger di makrofag, juga meningkatkan foam sel. Siklus
rantai circum ferential, dapat meningkatkan tekanan arteri yang dapat
meningkatkan produksi sel otot polos yang mengikat proteoglikan dan
menahan partikel LDL, memacu akumulasi di tunika intima dan
memfasilitasi perubahan oksidatif. Angiotensin II adalah sebuah
mediator hipertensi tidak hanya sebagai vasokontriktor tetapi juga
sebagai sitokin pro-inflamasi. Dengan demikian hipertensi juga dapat
menimbulkan proses aterogenesis yang melibatkan proses inflamasi.
Diabetes mellitus
18
Diabetes meningkatkan resiko terjadinya aterosklerosis dan
orang dengan diabetes melitus memiliki 2-3 kali peningkatan
kemungkinan terjadi gangguan pada kardiovaskular. Mekanismenya
bisa berhubungan dengan non-enzim glycation dari lipoprotein pada
pasien diabetes (hal tersebut berhubungan dengan besarnya ambilan
kolesterol oleh makrofag scavenger) atau kecenderungan protrombotik
dan anti fibrinolitik. Keadaan tersebut mungkin banyak terjadi pada
pasien dengan kondisi ini.
Seseorang dengan diabetes seringkali memiliki fungsi endotel
yang lemah ini dapat diukur dari menurunnya bioavailabilitas dari NO
dan meningkatnya perlekatan leukosit. Contoh : kadar serum glukosa
yang terjaga pada pasien diabetes mengurangi resiko komplikasi
mikrovaskuler antaralain seperti retinophati dan neprophaty.
Diabetes tipe- II adalah bagian tersering dalam syndrom
metabolik dalam hal ini berhubungan dengan hipertensi, kadar lemak
yang abnormal (hipertrigliserida, HDL rendah, partikel LDL padat)
dan bertambahnya ukuran lingkar perut. Pada diabetes terjadi
resistensi insulin pada sel-sel perpheral dan mendorong terjadinya
aterosklerosis.
Dislipidemia
Dislipidemia adalah keadaan terjadinya peningkatan kadar LDL
kolesterol dalam darah atau trigliserida dalam darah yang dapat
disertaipenurunan kadar HDL kolesterol. Jumlah lipid yang abnormal
dalam sirkulasi menjadi bukti tetap dan terbesar sebagai faktor risiko
utama terhadap perkembangan arterosklerosis.Menurut studi
Framingham menunjukkan bahwa risiko penyakit jantung iskemik
meningkat seiring dengan total kolesterol serum yang tinggi. Risiko
penyakit jantung koroner meningkat kira-kira dua kali lipat pada
individu yang level total kolesterolnya 240 mg/dL dari pada individu
yang level kolesterolnya 200 mg/dL.
Normalnya, kandungan kolesterol intraseluler dipertahankan
dengan memperketat regulasi asupan kolesterol, sintesis de novo,
19
penyimpanan, dan membuangnya dari sel. Enzim HMG CoA
reductase adalah langkah untuk membatasi biosintesis kolesterol
intraseluler dan dikontrol oleh reseptor terkait endositosis dari partikel
LDL sirkulasi. Level kolesterol yang tinggi dapat menghambat enzim
HMG CoA reduktase dan sinyal sel untuk mengurangi produksi
reseptor LDL. Jumlah kolesterol intraseluler yang cukup pada sel
perifer selalu dipicu oleh peningkatan produksi Cholesterol efflux
regulatory protein (CERP), produk yang baru-baru ini teridentifikasi
adalah gen ATP binding Cassette 1 (ABC A-1). CERP memediasi
transfer kolesterol membran ke partikel HDL, yang mengirim
kolesterol berlebih kembali ke hati dalam proses yang dikenal sebagai
transport balik kolesterol. Dengan kemampuan ini dapat membuang
lipid intraseluler, HDL melindungi lagi akumulasi lipid, dan level
HDL serum berbanding terbalik dengan kejadian penyakit
arterosklerotik. HDL sering juga disebut sebagai “ kolesterol baik.”
Sebaliknya, jumlah LDL yang tinggi berhubungan dengan
meningkatnya kejadian arterosklerosis dan penyakit kardiovaskuler.
Saat jumlahnya berlebihan, LDL dapat terakumulasi di rongga
subendothelial dan mengalami modifikasi kimia dan merusak tunika
intima mengakibatkan perkembangan arterosklerosis. LDL sering
disebut juga “ Lemak Jahat.“
Batas Nilai Kolesterol Normal
Nilai kolesterol normal sangat bervariasi secara geografis. Di
negara-negara Asia-Afrika, makanan sehari-hari umumnya
mengandung lebih sedikit kalori, lemak hewani dan protein. Dengan
demikian, nilai tersebut umumnya lebih rendah dibandingkan dengan
negara-negara Barat, misalnya kadar kolesterol total masing-masing
rata-rata 3,9 mmol/l (= 150 mg%) dan 5,2 mmol/l (= 200 mg%). Pada
tabel 2 diberikan angka-angka yang dianggap normal bagi Indonesia
dan negara-negara Barat, serta angka yang meningkat di atas normal.
20
II.1.4 Patofisiologi Aterosklerosis
Beberapa bukti menunjukan bahwa aterosklerosi adalah proses
inflamasi kronik. Proses ini meliputi bebrapa tahap :
Endothelial Dysfunction (tidak berfungsinya endotel)
Banyak penelitian mengatakan bahwa “injury” pada endotel arteri adalah
awal permulaan terbetuknya aterosklerosis. Pada keadaan normal sel endotel akan
menghasilkan enzim NO (nitic oxide) yang mana berguna sebagai endogen
vasodilator, mencegah aggregasi trombosit, dan anti-inflamasi. Selain itu sel
endotel juga menghasilkan enzim anti-oxidant.
Endotel bisa mengalami disfungsi bisa diakibatkan oleh paparan agen
“toxic” dari bahan kimia lingkungan. Contoh: asap rokok, kadar lipid yang
abnormal di dalam sirkulasi, atau karena penyakit diabetes, semua itu diketahui
sebagai faktor resiko aterosklerosis.
Beberapa faktor fisik dan kimia akan mempengaruhi fungsi dari endotel
dengan manifestasi
1. Melemahnya barier pertahanan endotel.
2. Keluarnya sitokin inflamasi
3. Meningkatnya perlengkatan molekul
4. Berubahnya substansi vasoaktif (prostacyclin dan No)
Itu semua adalah efek dan tidak berfungsinya sel endotel.
Lipoprotein Entry and Modification (masuknya lipoprotein dan
perubahanya)
Lipoprotein adalah suatu lemak pengangkut di aliran yang tidak larut air.
Disekelilingnya terdapat banyak hidrophilic phospolipid, colesterol bebas dan
lipoprotein. Ada 5 kelas dari lipoprotein:
1. Kilomikron
2. VLDL (verry-low density lipoprotein)
3. IDL (intermediate density lipoprotein)
4. LDL (low-density lipoptein)
5. HDL (high-density lipoprotein)
21
Ketika sel endotel mengalami disfungsi, hal ini menyebabkan tidak efektif
sehingga hal ini berpengaruh dalam lipoprotein, dan menyebabkan lipoprotein
lebih lama dalam aliran darah. Oxidation adalah tipe yang pertama dari perubahan
dari LDL diruang subendotel. Perubahan efek biokimia tersebut menyebabkan hal
berikut, 1) Perubahan LDL menjadi mLDL, perubahan ini akan menarik sel
monosit kedalam diding sel sikulasi. 2) mLDL akan memacu endotel untuk
menghasilkan mediator inflamasi.
Recruitment of Leukocytes
Proses masuknya dan perubahan biokimia LDL, ini adalah kunci dari
proses aterogenesis yang mencakup melekatnya leukosit, terutama adalah monosit
dan limfosit T di dalam dinding sel pembuluh darah.
Setelah monosit melekat dan masuk ke ruang subendotel, monosit berubah
menjadi makrofag, agar mampu memfagosit dan memakan dari modifikasi LDL
(mLDL). Namun hal ini akan merubah LDL menjadi foam, ini adalah awal dari
komponen aterosklerosis yang disebut fatty streak.
Recruitment of smooth Muscle Cells
Perubahan dari fatty streak menjadi plak fibrous melibatkan pindahnya sel otot
halus dari tunika media ke tunika intima yang telah mengalami injuri, kemudian
sel otot halus berproliferasi di dalam lapisan intima, dan mensekresikan jaringan
pengikat.
Berikut secara ringkas mekanisme aterosklerosis :
Endothelial disfungtion akumulasi lipoprotein LDL di dalam tunika intima
modifikasi LDL (oleh oksidasi atau olycation) stress oksidatif termasuk mLDL
menginduksi ekitorasi sitokin local sitokin menginduksi peningkatan ekspresi
molekul adesi yang mengikat lukosit dan molekul MCP-1 ( monocyte
chemoatractant protein 1 ) migrasi leukosit kedalam tunika intima oleh karena
MCP-1 makrofag colony stimulating factor ( M-CSF ) memperbanyak ekspresi
dan scanvenger receptors makrofag scavenger receptor menangkap mLDL dan
promote pembentukan Foam Cells. Makrofag foam cells adalah sumber sitokin
ekstra dan molekul efektor seperti superoxide onion ( O₂-) dan matriks
metalloproteinase sel otot polos bermigrasi ke tunika intima ( tunika intima
jadi lebih tebal) sel otot polos tunika intima membelah dan memperbanyak
22
matriks ekstraseluler akumulasi matriks dalam plaque aterosklerosis yang
sedang tumbuh fatty streat dapat berkembang menjadi Fibrofatty Lession
pada stadium selanjutnya kalsifikasi dapat terjadi dan proses fibrosis terus
berlanjut kadang-kadang di isi dengan sel otot polos mati ( apoptosis ) membentuk
kapsyl fibrosa aseluler yang mengelilingi inti kaya lipid yang mungkin
mengandung sel mati.
II.2. Angina Pektoris
II.2.1 Definisi
23
Angina pektoris adalah suatu nyeri didaerah dada yang biasanya
menjalar ke bahu dan lengan kiri yang disebabkan oleh menurunnya suplai
oksigen ke jantung.
II.2 2. Klasifikasi Angina Pektoris
A. Angina Pektoris Stabil
Rasa nyeri yang timbul karena adanya iskemia miokardium.
Angina pektoris stabil akan timbul pada setiap aktifitas yang dapat
meningkatkan denyut jantung, tekanan darah dan atatus inotropik jantung
sehingga kebutuhan O2 akan bertambah seperti pada aktifitas fisik. Gejala
bersifat reversible dan progresif.
Lokasi nyeri biasanya di dada, substernal yang menjalar ke leher,
rahang, bahu kiri sampai dengan lengan dan jari bagian ulnar, punggung
dan pundak kiri. Kualitas nyeri biasanya merupakan nyeri tumpul seperti
rasa tertindih/berat didada, rasa desakan, seperti diremas-remas dan
biasanya pada keadaan berat disertai dengan keringat dingin dan sesak
nafas. Nyeri berhubungan dengan aktivitas, hilang dengan istirahat, nyeri
juga dipicu oleh stres fisikataupun emosional.
Kuantitas nyeri berlangsung beberapa menit sampai kurang dari 20
menit. Nyeri dapat berkurang saat istirahat atau dengan pemberian
nitrogliserin sublingual.
Gradasi berat nyeri dada dibuat oleh Canadian Cardiovaskular Society :
Kelas 1 : Aktivitas sehari-hari seperti jalan kaki, berkebun, naik tangga 1-2
lantai, dll tdk menimbulkan nyeri dada. Nyeri dada baru timbul pada latihan
yang berat, berjalan cepat, serta terburu-buru waktu kerja/bepergian
Kelas 2 : Aktivitas sehari-hari agak terbatas AP timbul bila melakukan
aktivitas lebih berat dari biasanya, sepertijln kaki 2 blok, naik tangga lebih
dari 1 lantai atau berjalan menanjak/ melawan angina
Kelas 3 : Aktivitas sehari-hari nyata terbatas. AP timbul bila berjalan 1-2
blok, naik tangga 1 lantai dengan kecepatan yang biasa.
Kelas 4: AP bisa timbul waktu istirahat sekalipun. Hampir semua akivitas
dapat menimbulkan angina, termasuk mandi, menyapu, dll
24
2. Variant angina (angina Prinzmetal)
Bentuk ini jarang terjadi dan biasanya timbul pada saat istirahat,
akibat penurunan suplai O2 darah ke miokard secara tiba-tiba. Penelitian
terbaru menunjukkan terjadinya obsruksi yang dinamis akibat spasme
koroner baik pada arteri yang sakit maupun yang normal. Peningkatan
obstruksi koroner yang tidak menetap ini selama terjadinya angina waktu
istirahat jelas disertai penurunan aliran darah arteri koroner.
3. Unstable angina (angina tak stabil / ATS)
Istilah lain yang sering digunakan adalah Angina preinfark, Angina
dekubitus, Angina kresendo. Insufisiensi koroner akut atau Sindroma
koroner pertengahan. Bentuk ini merupakan kelompok suatu keadaan yang
dapat berubah seperti keluhan yang bertambah progresif, sebelumnya
dengan angina stabil atau angina pada pertama kali. Angina dapat terjadi
pada saat istirahat maupun bekerja. Pada patologi biasanya ditemukan
daerah iskemik miokard yang mempunyai ciri tersendiri. Pada makalah ini
terutama akan dibicarakan mengenai pengenalan ATS karena ATS adalah
suatu sindroma klinik yang berbahaya dan merupakan tipe angina pektoris
yang dapat berubah menjadi infark miokard ataupun kematian.
Sindroma ATS telah lama dikenal sebagai gejala awal dari infark
miokard akut (IMA). Banyak penelitian melaporkan bahwa ATS
merupakan risiko untuk terjadinya IMA dan kematian. Beberapa penelitian
retrospektif menunjukkan bahwa 60-70% penderita IMA dan 60%
penderita mati mendadak pada riwayat penyakitnya mengalami gejala
prodroma ATS.
Riwayat penyakit biasanya pendek (beberapa minggu) dan
prognosis buruk, dengan kemungkinan bermakna untuk berkembang
menjadi infark miokard akut atau kematian mendadak. Gejala berhenti
25
Sesuai gejala yang dirasakan pasien nyeri dada dapat timbul juga sewaktu istirahat dapat dimasukan ke kelas 4
secara cepat seperti infark miokard akut.Keluhan pasienumumnya berupa
angina untuk pertama kali/ keluhan angina yang bertambah dari biasa.
Nyeri dada seperti pada angina stabil tapi lebih berat & lebih lama.
Mungkin timbul pada waktu istirahat,atau timbul karena aktivitas minimal.
Nyeri dada dapat disertai keluhan sesak napas,mual sampai muntah,
kadang disertai dengan keringat dingin.
Klasifikasi beratnya serangan angina (Braunwald) :
- Kelas I : angina yang berat untuk pertama kali, atau makin bertambah
beratnya nyeri dada.
- Kelas II : angina pada waktu istirahat dan terjadinya subakut dalam 1 bulan,
tapi tidak ada serangan angina dalam waktu 48 jam terakhir.
- Kelas III : adanya serangan angina waktu istirahat dan terjadinya secara akut
terjadinya satu kali atau lebih, dalam waktu 48 jam terakhir.
Lokasi
Nyeri angina pektoris biasanya pasien tidak mengetahui letak sumber nyeri
(diffuse), dan biasanya letak nyeri berlokasi di retrosternal, atau di perikardium
kiri. Tetapi nyeri bisa menjalar ke dada, punggung, leher, rahang bawah atau perut
bagian atas. Rasa nyeri biasanya tidak lebih dari 10 menit.
Pemeriksaan Penunjang
1. EKG (Elektrokardiografi)
Adanya depresi segmen ST yang baru menunjukkan kemungkinan
adanya iskemia akut. Gelombang T negatif juga salah satu tanda iskemi
atau NSTEMI. Pada angina tak stabil 4% EKG normal, dan pada
NSTEMI 1-6% EKG juga normal.
2. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Troponin T atau I positif dalam 24 jam menandakan
adanya mionekrosis. Troponin tetap positif sampai 2 minggu, dan resiko
kematian bertambah dengan tingkat kenaikan trooponin. CKMB juga
berguna dalam mendiagnosis infark akut dan akan meningkat dalam
beberapa jam dan kembali normal dalam 48 jam. Diagnosis angina tak
stabil jika pasien mempunyai keluhan iskemia namun tidak ada kenaikan
troponin maupun CKMB. Kenaikan enzim biasanya terjadi dalam 12 jam
26
pertama, pada awal tahap serangan, dan angina tak stabil sering kali tidak
bisa dibedakan dengan NSTEMI.
II.3 Infark Miokard Dengan Elevasi ST (STEMI)
Infark miokardium menunjukan terbentuknya suatu daerah nekrosis
miokardium akibat iskemia total. MI akut yang dikenal sebagai “serangan
jantung”, merupakan penyebab tunggal tersering kematian dan merupakan
salah satu diagnosis rawat inap tersering di negara maju.
II.3.1 Epidemiologi STEMI
Infark miokard akut merupakan salah satu diagnosis rawat inap
tersering di negara maju. Laju mortalitas awal (30 hari) pada IMA adalah
30% dengan lebih dari separuh kematian terjadi sebelum pasien mencapai
rumah sakit. Angka kejadian NSTEMI lebih sering di bandingkan dengan
STEMI.
II.3.2 Patofisiologi STEMI
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara
mendadak setelah oklusi trombus pada plak arterosklerosik yang sudah
ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara
lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak
kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner
terjadi secara cepat pada lokasi injury vaskular, dimana injury ini di
cetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok,hipertensi dan akumulasi
lipid.
Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak arterosklerosis
mengalami fisur, ruptur atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik
memicu trombogenesis, sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptur
yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histologis
menunjukkan plak koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai
fibrous cap yang tipis dan inti kaya lipid (lipid rich core). Pada STEMI
gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin rich red trombus, yang
27
dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI memberikan respon terhadap
terapi trombolitik.
Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen,
ADP, efinefrin, serotonin) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya
akan memproduksi dan melepaskan tromboxan A2 (vasokontriktor lokal
yang poten). Selain aktivasi trombosit memicu perubahan konformasi
reseptor glikoprotein IIb/IIIa.
Setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor mempunyai
afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yang larut
(integrin) seperti faktor von Willebrand (vWF) dan fibrinogen, dimana
keduanya adalah molekul multivalen yang dapat mengikat 2 platelet yang
berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang platelets dan
agregasi.
Kaskade koagulasi di aktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel
endotel yang rusak. Faktor VII dan X di aktivasi, mengakibatkan konversi
protrombin menjadi trombin, yang kemudian mengkonversi fibrinogen
menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat kemudian akan mengalami
oklusi oleh trombus yang terdiri agregat trombosit dan fibrin. Pada kondisi
yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh emboli koroner,
abnormalitas kongenital, spasme koroner dan berbagai penyakit inflamasi
sistemik.
II.3.3 Diagnosis Dan Pemeriksaan
Pada anamnesis perlu ditanyakan dengan lengkap bagaimana
kriteria nyeri dada yang di alami pasien, sifat nyeri dada pada pasien
STEMI merupakan nyeri dada tipikal (angina). Faktor resiko seperti
hipertensi,diabetes melitus, dislipidemia, merokok, serta riwayat penyakit
jantung koroner di keluarga.
Pada hampir setengah kasus, terdapat faktor pencetus sebelum
terjadi STEMI, seperti aktivitas fisik berat, stress, emosi, atau penyakit
medis lain yang menyertai. Walaupun STEMI bisa terjadi sepanjang hari
28
atau malam, tetapi variasi sirkadian di laporkan dapat terjadi pada pagi
hari dalam beberapa jam setelah bangun tidur.
Pada pemeriksaan fisik di dapati pasien gelisah dan tidak bisa
istirahat. Seringkali ektremitas pucat di sertai keringat dingin. Kombinasi
nyeri dada substernal > 30 menit dan banyak keringat di curigai kuat
adanya STEMI. Tanda fisis lain pada disfungsi ventrikular adalah S4 dan
S3 gallop, penurunan intensitas jantung pertama dan split paradoksikal
bunyi jantung kedua. Dapat ditemukan murmur midsistolik atau late
sistolik apikal yang bersifat sementara.
Selain itu diagnosis STEMI ditegakan melalui gambaran EKG
adanya elevasi ST kurang lebih 2mm, minimal pada dua sadapan
prekordial yang berdampingan atau kurang lebih 1mm pada 2 sadapan
ektremitas. Pemeriksaan enzim jantung, terutama troponin T yang
meningkat, memperkuat diagnosis.
II.4Infark Miokard Non ST Elevasi (NSTEMI)
II.4.1 Definisi
Merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh menurunnya
suplai oksigen dan atau peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang
diperberat oleh obstruksi koroner akibat dari trombosis akut atau proses
vasokontriksi koroner.
II.4.2 Epidemiologi
Penyakit arteri koroner (CAD) adalah penyebab utama kematian di
amerika serikat. NSTEMI (Non ST-Elevation Miocardial Infarction)
adalah salah satu manifestasi akut kondisi ini. Pada tahun 2004, pusat
nasional untuk statistik kesehatan dilaporkan dirawat di rumah sakit
896.000 penderita infark miokard (MI).
II.4.3 Etiologi
NSTEMI disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan atau
peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi
29
koroner. NSTEMI terjadi karena thrombosis akut atau proses
vasokonstrikai koroner sehingga terjadi iskemia miokard dan dapat
menyebabkakn nekrosis jaringan miokard dengan derajat lebih kecil,
biasanya terbatas pada subendokardium. Kedaan ini tidak dapat
menyebabkan elevasi segmen ST, namun menyebabkan pelepasan
penanda nekrosis.
II.4.4 Patofisiologi
Kejadian infark miokard diawali dengan terbentuknya
aterosklerosis yang kemudian ruptur dan menyumbat pembuluh darah.
Penyakit aterosklerosis ditandai dengan formasi bertahap fatty plaque di
dalam dinding arteri. Lama-kelamaan plak ini terus tumbuh ke dalam
lumen, sehingga diameter lumen menyempit. Penyempitan lumen
mengganggu aliran darah ke distal dari tempat penyumbatan terjadi.
Faktor-faktor seperti usia, genetik, diet, merokok, diabetes mellitus
tipe II, hipertensi, reactive oxygen species dan inflamasi menyebabkan
disfungsi dan aktivasi endotelial. Pemaparan terhadap faktor-faktor di atas
menimbulkan injury bagi sel endotel. Akibat disfungsi endotel, sel-sel
tidak dapat lagi memproduksi molekul-molekul vasoaktif seperti nitric
oxide, yang berkerja sebagai vasodilator, anti-trombotik dan anti-
proliferasi. Sebaliknya, disfungsi endotel justru meningkatkan produksi
vasokonstriktor, endotelin-1, dan angiotensin II yang berperan dalam
migrasi dan pertumbuhan sel.
Leukosit yang bersirkulasi menempel pada sel endotel teraktivasi.
Kemudian leukosit bermigrasi ke sub endotel dan berubah menjadi
makrofag. Di sini makrofag berperan sebagai pembersih dan bekerja
mengeliminasi kolesterol LDL. Sel makrofag yang terpajan dengan
kolesterol LDL teroksidasi disebut sel busa (foam cell). Makrofag dan
trombosit melepaskan faktor pertumbuhan sehingga menyebabkan migrasi
30
otot polos dari tunika media ke dalam tunika intima dan proliferasi
matriks. Proses ini mengubah bercak lemak menjadi ateroma matur.
Lapisan fibrosa menutupi ateroma matur, membatasi lesi dari lumen
pembuluh darah. Perlekatan trombosit ke tepian ateroma yang kasar
menyebabkan terbentuknya trombosis. Makrofag dan limfosit T
melepaskan metaloprotease dan sitokin sehingga melemahkan selubung
fibrosa. Hal ini mengakibatkan ulserasi atau ruptur mendadak lapisan
fibrosa atau perdarahan yang terjadi dalam ateroma menyebabkan oklusi
arteri.
Penyempitan arteri koroner segmental banyak disebabkan oleh
formasi plak. Kejadian tersebut secara temporer dapat memperburuk
keadaan obstruksi, menurunkan aliran darah koroner, dan menyebabkan
manifestasi klinis infark miokard. Lokasi obstruksi berpengaruh terhadap
kuantitas iskemia miokard dan keparahan manifestasi klinis penyakit. Oleh
sebab itu, obstruksi kritis pada arteri koroner kiri atau arteri koroner
desendens kiri berbahaya.
Pada saat episode perfusi yang inadekuat, kadar oksigen ke
jaringan miokard menurun dan dapat menyebabkan gangguan dalam
fungsi mekanis, biokimia dan elektrikal miokard. Perfusi yang buruk ke
subendokard jantung menyebabkan iskemia yang lebih berbahaya.
Perkembangan cepat iskemia yang disebabkan oklusi total atau subtotal
arteri koroner berhubungan dengan kegagalan otot jantung berkontraksi
dan berelaksasi.
Selama kejadian iskemia, terjadi beragam abnormalitas
metabolisme, fungsi dan struktur sel. Miokard normal memetabolisme
asam lemak dan glukosa menjadi karbon dioksida dan air. Akibat kadar
oksigen yang berkurang, asam lemak tidak dapat dioksidasi, glukosa
diubah menjadi asam laktat dan pH intrasel menurun. Keadaaan ini
mengganggu stabilitas membran sel. Gangguan fungsi membran sel
menyebabkan kebocoran kanal K+ dan ambilan Na+ oleh monosit.
Keparahan dan durasi dari ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen menentukan apakah kerusakan miokard yang terjadi reversibel
31
(<20 menit) atau ireversibel (>20 menit). Iskemia yang ireversibel berakhir
pada infark miokard.
Ketika aliran darah menurun tiba-tiba akibat oklusi trombus di
arteri koroner, maka terjadi infark miokard tipe elevasi segmen ST
(STEMI). Perkembangan perlahan dari stenosis koroner tidak
menimbulkan STEMI karena dalam rentang waktu tersebut dapat
terbentuk pembuluh darah kolateral. Dengan kata lain STEMI hanya
terjadi jika arteri koroner tersumbat cepat.
Non STEMI merupakan tipe infark miokard tanpa elevasi segmen
ST yang disebabkan oleh obstruksi koroner akibat erosi dan ruptur plak.
Erosi dan ruptur plak ateroma menimbulkan ketidakseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen. Pada Non STEMI, trombus yang terbentuk biasanya
tidak menyebabkan oklusi menyeluruh lumen arteri koroner.
Infark miokard dapat bersifat transmural dan subendokardial
(nontransmural). Infark miokard transmural disebabkan oleh oklusi arteri
koroner yang terjadi cepat yaitu dalam beberapa jam hingga minimal 6-8
jam. Semua otot jantung yang terlibat mengalami nekrosis dalam waktu
yang bersamaan. Infark miokard subendokardial terjadi hanya di sebagian
miokard dan terdiri dari bagian nekrosis yang telah terjadi pada waktu
berbeda-beda.
II.4.5 Diagnosis IMA tanpa ST elevasi (NSTEMI)
Nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau kadang epigastrium
dengan ciri seperti diperas, perasaan seperti diikat, perasaan terbakar, nyeri
tumpul, rasa penuh, berat atau tertekan menjadi manifestasi gejala yang
sering ditemui pada NSTEMI. Analisis berdasarkan gambaran klinis
menunjukkan bahwa mereka yang memiliki gejala dengan onset baru
angina berat memiliki prognosis lebih baik jika dibandingkan dengan yang
nyeri dada pada saat istirahat.Walaupun gejala khas rasa tidak enak di
dada, iskemia pada NSTEMI telah diketahui dengan baik, gejala tidak
khas seperti dispneu, mual, diaforesis, sinkop atau nyeri di lengan,
epigastrium, bahu atas, atau leher juga terjadi dalam kelompok yang lebih
besar pada pasien-pasien berusia lebih dari 65 tahun.
32
a. Anamnesis
Diagnosis adanya suatu SKA harus ditegakkan secara cepat dan
tepat dan didasarkan pada tiga kriteria, yaitu gejala klinis nyeri dada
spesifik, gambaran EKG (elektrokardiogram) dan evaluasi biokimia dari
enzim jantung. Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala kardinal
pasien SKA. Nyeri dada atau rasa tidak nyaman di dada merupakan
keluhan dari sebagian besar pasien dengan SKA. Seorang dokter harus
mampu mengenal nyeri dada angina dan mampu membedakan dengan
nyeri dada lainnya karena gejala ini merupakan penanda awal dalam
pengelolaan pasien SKA. Sifat nyeri dada yang spesifik angina sebagai
berikut:
• Lokasi : substermal, retrostermal, dan prekordial
• Sifat nyeri : rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda
berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir.
• Penjalaran ke : leher, lengan kiri, mandibula, gigi, punggung atau
interskapula, dan dapat juga ke lengan kanan.
• Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin,
dan lemas.
Berat ringannya nyeri bervariasi. Sulit untuk membedakan Angina
Pektoris Tidak Stabil /NSTEMI dan STEMI berdasarkan gejala semata-
mata.
Presentasi klinis klasik SKA tanpa elevasi segmen ST berupa:
angina saat istirahat lebih dari 20 menit (angina at rest)
angina yang dialami pertama kali dan timbul saat aktivitas yang
lebih ringan dari aktivitas sehari-hari (new onset angina)
peningkatan intensitas, frekuensi dan durasi angina (angina
kresendo)
angina pasca infark
33
Presentasi klinis tersebut sesuai dengan kelhan utama yang dirasakan pasien, nyeri dada dirasakan pada bagian kiri sejak 7 hari yang lalu hilang timbul, namun saat sore hari ini nyeri bertambah parah disertai rasa panas, nyeri dirsakan seperti tertekan dan menjalar sampai ke punggung dan bahu kiri. Nyeri memburuk tiba-tiba tanpa dipicu aktifitas berat.
Pada beberapa pasien dapat ditemukan tanda-tanda gagal ventrikel
kiri akut. Gejala yang tidak tipikal seperti rasa lelah yang tidak jelas, nafas
pendek, rasa tidak nyaman di epigastrium atau mual dan muntah dapat
terjadi, terutama pada wanita, penderita diabetes dan pasien lanjut usia.
Kecurigaan harus lebih besar pada pasien dengan faktor risiko
kardiovaskular multipel dengan tujuan agar tidak terjadi kesalahan
diagnosis atau bahkan sampai tidak terdiagnosis/ under estimate .
b. Pemeriksaan Fisik
Tujuan dari pemeriksaan fisik adalah untuk mengidentifikasi faktor
pencetus dan kondisi lain sebagai konsekuensi dari SKA. Keadaan
disfungsi ventrikel kiri (hipotensi, ronki dan gallop S3) menunjukkan
prognosis yang buruk.
c. Elektrokardiografi
EKG memberi bantuan untuk diagnosis dan prognosis. Rekaman
yang dilakukan saat sedang nyeri dada sangat bermanfaat. Gambaran
diagnosis dari EKG adalah :
1. Depresi segmen ST > 0,05 mV (1/2 kotak kecil)
2. Inversi gelombang T, ditandai dengan > 0,2 mV (2 kotak kecil) inversi
gelombang T yang simetris di sandapan prekordial
Perubahan EKG lainnya termasuk bundle branch block (BBB) dan
aritmia jantung, terutama Sustained VT. Serial EKG harus dibuat jika
ditemukan adanya perubahan segmen ST. Namun EKG yang normal pun
tidak menyingkirkan diagnosis APTS/NSTEMI.
Pemeriksaaan EKG 12 sadapan pada pasien SKA dapat
mengambarkan kelainan yang terjadi dan ini dilakukan secara serial untuk
evaluasi lebih lanjut, dengan berbagai ciri dan kategori:
34
• Angina pektoris tidak stabil: depresi segmen ST dengan atau tanpa
inversi gelombang T, kadang-kadang elevasi segmen ST sewaktu nyeri,
tidak dijumpai gelombang Q.
• Infark miokard non-Q: depresi segmen ST, inversi gelombang T
d. Penanda Biokimia Jantung
Penanda biokimia seperti troponin I (TnI) dan troponin T (TnT)
mempunyai nilai prognostik yang lebih baik dari pada CK-MB. Troponin
T juga didapatkan selama jejas otot, pada penyakit otot (misal
polimiositis), regenerasi otot, gagal ginjal kronik. Hal ini dapat
mengurangi spesifisitas troponin T terhadap jejas otot jantung. Sehingga
pada keadaan-keadadan tersebut, troponin T tidak lagi dapat digunakan
sebagai penanda biokimia.Troponin C, TnI dan TnT berkaitan dengan
kontraksi dari sel miokard. Susunan asam amino dari Troponin C sama
antara sel otot jantung dan rangka, sedangkan pada TnI dan TnT berbeda.
Nilai prognostik dari TnI atau TnT untuk memprediksi risiko kematian,
infark miokard dan kebutuhan revaskularisasi dalam 30 hari adalah sama.
Kadar serum creatinine kinase (CK) dengan fraksi MB merupakan
indikator penting dari nekrosis miokard. Keterbatasan utama dari kedua
penanda tersebut adalah relatif rendahnya spesifikasi dan sensitivitas saat
awal (<6 jam) setelah onset serangan. Risiko yang lebih buruk pada pasien
tanpa segmen ST elevasi lebih besar pada pasien dengan peningkatan nilai
CKMB
Diagnosis NSTEMI ditegakkan bila didapatkan dua atau lebih dari 3 kriteria, yaitu
Sakit dada terjadi lebih dari 20 menit dan tidak hilang dengan
pemberian nitrat biasa.
Perubahan elektrokardiografi (EKG)
Diagnosis Non STEMI ditegakkan jika terdapat angina dan tidak disertai
dengan elevasi segmen ST yang persisten. Gambaran EKG pasien Non
STEMI beragam, bisa berupa depresi segmen ST, inversi gelombang T,
gelombang T yang datar atau pseudo-normalization, atau tanpa perubahan
EKG saat presentasi. Untuk menegakkan diagnosis Non STEMI, perlu
35
dijumpai depresi segmen ST ≥ 0,5 mm di V1-V3 dan ≥ 1 mm di sandapan
lainnya. Selain itu dapat juga dijumpai elevasi segmen ST tidak persisten
(<20 menit), dengan amplitudo lebih rendah dari elevasi segmen ST pada
STEMI. Inversi gelombang T yang simetris ≥ 2 mm semakin memperkuat
dugaan Non STEMI.
Peningkatan petanda biokimia.
Pada NSTEMI iskemia yang terjadi cukup berat sehingga terjadi
kerusakan miokard yang ditandai dengan peningkatan enzim penanda
biokimia jantung (CKMB-Troponin).
Tabel perbedaan antara angina tak stabil, NSTEMI dan STEMI :
II.4.6 Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan pada pasien sindrom koroner akut adalah untuk
mengontrol simtom dan mencegah progresifitas dari SKA, atau setidaknya
mengurangi tingkat kerusakan miokard. Terapi untuk SKAsebagai berikut :
1. Terapi untuk mengurangi area infark pada miokard
Terapi ini bertujuan untuk mencegah meluasnya area infark pada miokard.
Terapi dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain dengan pemberian :
Aspirin
36
Aspirin berfungsi sebagai penghambat aktivitas cyclooxygenase
(COX) pada platelets. Akibatnya platelet tidak dapat menghasilkan
thromboxane A2sehingga menghambat agregasi platelet. Selain itu
aspirin juga berpengaruh pada proses perjalanan penyakit unstable
angina. Dosis yang diberikan kepada pasien sekitar 75 – 300 mg/hari.
Aspirin memiliki efek samping berupa gangguan pada gastrointestinal.
Clopidogrel
Clopidogrel merupakan thienooyridine yang menghambat
adenosine diphospate – mediated platelet activation. Obat anti platelet
jenis ini bersinergi dengan aspirin karena sama – sama bekerja pada
jalur asam arakhidonat. Clopidogrel direkomendasikan sebagai pilihan
antiplatelet pada pasien yang tidak toleran terhadap aspirin, dan juga
digunakan sebagai agen antiplatelet adjunctive selain aspirin (terapi
antiplatelet ganda).
Pada percobaan menunjukkan bahwa penambahan clopidogrel
pada terapi aspirin mengurangi kejadian kematian kardiovaskular,
infark miokard, atau stroke. Clopidogrel kurang efektif dalam
mencegah perdarahan, sehingga kurang tepat diberikan pada pasien
pasca operasi seperti CABG. Dosis awal diberikan 300mg dilanjutkan
dengan 75 mg/hari.
Glikoprotein Iib/Iiia (Gp Iib/Iiia)
GP IIB/IIIA merupakan reseptor yang bekerja mengaktivasi membrane
platelet. GP IIB/IIIA juga menghambat agregasi platelet terutama
setelah dilakukan PCI.
Heparin
Prinsip penghambatan oleh heparin terjadi pada tahap koagulasi.
Dimana pada saat itu terjadi penghambatan thrombin yang
mengaktivasi factor V dan VIII.Pada penderita angina tak stabil dan
NSTEMI dapat di berikan unfractionated heparin untuk dosis awal 60
U per kg (maksimum 4000-5000 U) dilanjutkan dengan infus awal 12-
15 U per kg per jam (maksimum 1000 U/JAM). Target normogram
37
terapi adalah aPTT adalah1,5 – 2,5 kali nilai aPTT normal atau tingkat
optimal 50-75 detik. Sangat dibutuhkan pencapaian target terapi ini.
pengukuran dilakukan berulang jika terdapat perubahan dosis UFH,
biasanya setelah 6 jam pemberuan UFH dengan dosis baru. Selama
pemeberian UFH sebainya dilakukan pemeriksaan darah lengkap
untuk pengawasan terjadinya anemia dan trombositopenia. Salah satu
kontra indikasi obat ini adalah bila ada riwayat heparin induced
thrombocytopenia
2. Terapi untuk tanda dan gejala iskemik yang muncul
Gejala iskemik yang muncul pada kasus NSTEMI sering
berupa unstable angina. Untuk mengurangi angina dapat diberikan
beberapa obat berikut :
Nitrogliserin
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan
dosis 0,4 mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan
interval 5 menit. Selain mengurangi nyeri dada, NTG juga
dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan
menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen
miokard dengan cara dilatasi pembuluh koroner yang terkena
infark atau pembuluh kolateral. Jika nyeri dada terus
berlangsung dapat diberikan NTG intravena. NTG intravena
juga diberikan untuk mengendalikan hipertensi atau edema
paru. Terapi nitrat harus dihindari pada pasien dengan tekanan
darah sistolik < 90mm Hg atau pasien yang dicurigai menderita
infark ventrikel kanan (infark inferior pada EKG, JVP
meningkat, paru bersih dan hipotensi).
Pertama kali diberikan nitrogliserin sublingual jika pasien
mengalami nyeri dada, jika nyeri dada menetap maka diberikan
nitrogliserin iv (mulai 5-10ug/menit). Laju infus dapat
ditingkatkan 10ug/menit tiap 3-5menit sampai keluhan
menghilang.
Beta blocker
38
Beta blockers menurunkan kebutuhan oksigen otot jantung
dengan cara menurunkan frekuensi denyut jantung, tekanan
darah dan kontraktilitas. Suplai oksigen meningkat karena
penurunan frekuensi denyut jantung sehingga perfusi koroner
membaik saat diastol.
Pada penderita STEMI ketika berada di ruang emergensi,
jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada pemberian β-
bloker secara intravena mungkin efektif. Regimen yang biasa
diberikan adalah metoprolol 5mg setiap 2-5 menit sampai total
3 dosis, dengan syarat, frekuensi jantung >60 menit, tekanan
darh sistolik >100mmHg, interval PR <0,24 detik dan ronki
tidak lebih dari 10cm dari diagfragma. 15menit setelah dosis
intravena terakhir di lanjutkan denganmetoprolol oral dengan
dosis 50mg tiap 6 jam selama 48 jam, dan dilanjutkan 100mg
tiap 12 jam.
Calsium Channel Blocker
Pada angina tak stabil antagonis kalsium dapat di gunakan
sebagai tambahan, karena efek relaksasi terhadap vasospasme
pembuluh darah pada angina tak stabil. Pada penderita
NSTEMI antagonis kalsium dapat menghilangkan keluhan pada
pasien yang sudah mendapat nitrat dan β-bloker; juga berguna
pada pasien dengan kontra indikasi β-bloker.
Selain terapi diatas dapat juga diberikan terapi berupa Coronary
Artery Bypass Grafting (CABG) atau Percutaneus Coronary Intervention
(PCI).
Komplikasi
Keadaan NSTEMI dapat berkembang menjadi keadaan STEMI,
sehingga menimbulkan komplikasi seperti :
Aritmia
Disritmia
Defek septum ventrikel
Ruptur jantung
39
Aneurisma ventrikel
Tromboembolisme
Gagal jantung
Hasil iskemia jantung akut pada gangguan kontraktilitas ventrikel
(disfungsi sistolik) dan kekakuan miokard meningkat (disfungsi
diastolik), yang keduanya dapat menyebabkan gejala gagal jantung.
Selain itu, remodelling ventrikel, aritmia, dan komplikasi mekanik
MI akut (dijelaskan di bawah) dapat berujung pada gagal jantung.
Tanda dan gejala dekompensasi tersebut meliputi dyspnea, rales
paru, dan suara jantung ketiga (S3).
Shock kardiogenik
Syok kardiogenik adalah kondisi dari output jantung sangat
menurun dan hypotension (tekanan darah sistolik <90 mmHg)
dengan perfusi jaringan perifer tidak memadai, yang terjadi ketika
lebih dari 40% dari massa LV telah infark. Hal ini juga dapat
mengikuti komplikasi mekanik parah MI dijelaskan di bawah ini :
1. Hipotensi menyebabkan perfusi koroner menurun, yang
memperburuk kerusakan iskemik
2. Menurunnya stroke volume meningkatkan ukuran LV dan
karena itu menambah kebutuhan oksigen miokard. Meskipun
perlakuan agresif, angka kematian pasien dalam syok kardiogenik
lebih besar dari 70%.
Tatalaksana kasus
a. Infus Ringer Laktat
Osmolaritas cairan mendekati serum, sehingga mudah untuk masuk
ke pembuluh darah dan lebih cepat menggantikan kehilangan cairan tubuh.
Kristaloid dengan mudah didistribusi ke cairan ekstraseluler, hanya sekitar
20% elektrolityang diberikan akan tinggal di ruang intravaskuler.
KomposisiNa (130 mEq/L), Cl (109 mEq/L), Ca (3 mEq), dan laktat (28
mEq/L). RL juga banyak dugunakan sebagai replacement therapy.
40
Memiliki resiko terjadinya overload, khususnya pada penyakit gagal
jantung kongestif dan hipertensi.
b. ISDN 3x5mg
Indikasi :
Pengobatan pada angina pektoris, IMA dengan gagal jantung kiri, Terapi
pemeliharaan pasca infark miokard. Infark miokard baru dengan gagal
jantung kiri. Gagal ventrikel kiri akut dengan edem pulmoner, cor pulmonale
kronik.
Kontraindikasi :
TD sangat rendah & kegagalan sirkulasi darah akut; infark miokard akut dg
tekanan pengisian yg rendah, anemia, trauma kepala, perdarahan serebral,
hipotensi atai hipovolemia berat.
ESO : Sakit kepala, vasodilatasi kutaneus, hipotensi postural.
Dosis : tab 5 mg 3-4 kali sehari saat adanya serangan angina
c. Diazepam
Indikasi : jangka pendek pada gejala ansietas. Sebagai terapi tambahan
untuk meringankan spasme otot rangka karena inflamasi atau trauma
Dosis : terapi ansietas 2-10mg, 2-4x sehari
Pemberian obat : setelah makan
Kontra I : anak usia < 6bulan, ibu hamil dan menyusui, depresi nafas
ESO : Mengantuk,ataksia. kelelahan Erupsi pada kulit. edema, mual dan
konstipasi, gejala-gejala ekstra pirimidal. jaundice dan neutropenia.
d. Bisoprolol
Bisoprolol adalah zat penyekat (blocking) adrenoreseptor S, selektif
(kardioselektif) sintetik tanpa aktivitas stabilisasi membran yang signifikan
atau aktivitas simpatomimetik intrinsik pada dosis terapi. Namun demikian,
sifat kardioselektivitasnya tidaklah mutlak, pada dosis tinggi ( >20 mg)
bisoprolol fumarate juga menghambat adrenoreseptor p2 yang terutama
41
terdapat pada otot-otot bronkus dan pembuluh darah; untuk mempertahankan
selektivitasnya, penting untuk menggunakan dosis efektif terendah.
Farmakodinamik :
Mekanisme kerja antihipertensi dari bisoprolol belum seluruhnya diketahui.
Faktor-faktor yang terlibat adalah :
.Penurunan curah jantung
.Penghambatan pelepasan renin oleh ginjal.
.Pengurangan aliran tonus simpatis dari pusat vasomotor pada otak.
Pada orang sehat, pengobatan dengan bisoprolol menurunkan kejadian
takikardia yang diinduksi oleh aktivitas fisik dan isoproterenol. Efek
maksimum terjadi dalam waktu 1-4 jam setelah pemakaian. Efek
tersebut menetap selama 24 jam pada dosis >5 mg. Penelitian secara
elektrofisiologi pada manusia menunjukkan bahwa bisoprolol secara
signifikan mengurangi frekuensi denyut jantung, meningkatkan waktu
pemulihan sinus node, memperpanjang periode refrakter AV node dan
dengan stimulasi atrial yang cepat, memperpanjang konduksi/W node.
Bisoprolol juga dapat diberikan bersamaan dengan diuretik tiazid.
Hidroklorotiazid dosis rendah (6,25 mg) digunakan bersamaan dengan
bisoprolol fumarate untuk menurunkan tekanan darah pada penderita
hipertensi rengan sampai sedang.
e. Clopidrogel
Indikasi
Mengurangi kejadian atherosclerotic (myocardial infarction, stroke,
kematian pembuluh darah) pada pasien dengan atherosclerosis dibuktikan
oleh myocardial infarction (MI) yang belum lama berselang terjadi, stroke
yang belum lama berselang terjadi, atau penyakit arterial peripheral yang
sudah terbukti; sindrom coronary akut (angina tidak stabil atau MI non-Q-
42
wave) yang terkontrol secara medis atau melalui percutaneous coronary
intervention/PCI (dengan atau tanpa stent)
Kontra-indikasi
Hipersensitivitas terhadap clopidogrel atau komponen lain dari
formulasinya; perdarahan patologis aktif seperti PUD atau hemoragi
intrakranial; gangguan koagulasi; active peptic ulcer (tukak lambung aktif).
Bentuk sediaan: Tablet 75 mg
Dosis
Oral, dewasa: myocardial infarction (MI) yang belum lama berselang
terjadi, stroke yang belum lama berselang terjadi, atau penyakit
arterial peripheral yang sudah terbukti: satu kali sehari satu tablet 75
mg
Sindrom coronary akut: initial: loading dose 300 mg; diikuti dengan
satu kali sehari satu tablet 75 mg (dikombinasikan dengan aspirin 75-
325 mg satu kali sehari satu tablet).
Pencegahan penutupan coronary artery bypass graft (saphenous vein):
pasien dengan alergi terhadap aspirin: dosis loading: 300 mg 6 jam ;
dosis maintenance: 50-100 mg/hari
f. Ranitidin
histamin antagonis reseptor H2 yang menghambat kerja histamin secara
kompetitif pada reseptor H2 dan mengurangi sekresi asam lambung.
Dosis :
Injeksi i.m. : 50 mg (tanpa pengenceran) tiap 6 – 8 jam.
g. Sukralfat
Indikasi
Benign Gastric, tukak duodenal, gastritis kronis, Profilaksis tukak akibat
stres.
Dosis, Cara Pemberian dan Lama Pemberian
Dosis dewasa :
Pengobatan Tukak duodenal : 1 gram per oral sehari empat kali atau 2
gram sehari dua kali selama 4-8 minggu.
43
Perawatan Tukak duodenal : 1 gram per oral sehari dua kali.
Perawatan Tukak peptik : 1 gram per oral sehari dua kali.
Profilaksis tukak akibat stres : 1 gram secara nasogastrik atau per oral
setiap 6 jam.
Farmakologi
Absorpsi : setelah pemberian oral, Sukralfat diabsorpsi dalam jumlah kecil
dari saluran cerna, kemungkinan disebabkan karena polaritas yang tinggi
dan kelarutan yang rendah dari Sukralfat pada saluran cerna.2,7
Bioavailabilitas oral (lokal) : komponen disakarida 5%, aluminium <
0.02%. (1)
Distribusi (2) : distribusi ke dalam jaringan dan cairan tubuh setelah
absorpsi sistemik belum ditentukan. Studi pada hewan, volume distribusi
kurang lebih 20% dari berat badan.
Ekskresi (1,2) : Sukralfat bereaksi dengan asam klorida dalam saluran
cerna, membentuk sukrosa sulfat yang tidak dimetabolisme.
Efek Samping
Konstipasi (paling sering, sekitar 2%). mual, muntah, kembung, mulut
kering, gatal-gatal, sakit kepala, insomnia, diare (sangat jarang, < 1%)
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, J, Adams, C, Antman, E, et al. ACC/AHA 2007 guidelines for the
management of patients with unstable angina/non-ST-elevation myocardial
infarction: a report of the American College of Cardiology/American Heart
Association Task Force on Practice Guidelines
50:e1.Diunduhdari:www.acc.org/qualityandscience/clinical/statements.htm
44
(diakses tanggal 13 Desember 2012)
Gunawan Sulistia Gan, Setiabudi Rianto, Nafrialdi, dkk. 2007. Farmakologi dan
Terapi. Jakarta: FKUI
Mansjoer Arif, Triyanti Kuspuji, Savitri Rakhmi, dkk. 2008. Kapita Selekta
Kedokteran. Jakarta: FKUI
PERKI. Buku Kursus Bantuan Hidup Jantung Lanjut: ACLS Indonesia. 2008.
Jakarta: Hal. 70)
Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-proses Penyakit. Volume 2. Edisi 6. Jakarta: EGC.
Silbernagl, Stefan dan Lang, Florian. 2006. Teks dan Atlas Berwarna
Patofisiologi. Jakarta: EGC
Sudoyo W. Alu, Stiyohadi Bambang, Alwi Idrus, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI
Trisnohadi H. Angina Pektoris Tak Stabil dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid II. Edisi 4. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2007. p1606-10.
45