makalah sbw fix

Upload: choqi

Post on 14-Jul-2015

77 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUANIndonesia adalah negara kepulauan yang terbentang dari sabang hingga merauke. Batas wilayah laut Indonesia pada awal kemerdekaan hanya selebar 3 mil laut dari garis pantai (Coastal baseline) setiap pulau, yaitu perairan yang mengelilingi Kepulauan Indonesia bekas wilayah Hindia Belanda. Namun ketetapan batas tersebut, yang merupakan warisan kolonial Belanda, tidak sesuai lagi untuk memenuhi kepentingan keselamatan dan keamanan Negara Republik Indonesia. Atas pertimbangan tersebut, maka lahirlah konsep Nusantara (Archipelago) yang dituangkan dalam Deklarasi Juanda pada tanggal 13 Desember 1957. Isi pokok dari deklarasi tersebut Bahwa segala perairan di sekitar, diantara dan yang menghubungkan pulau-pulau yang termasuk daratan Negara Republik Indonesia tanpa memandang luas atau lebarnya adalah bagian-bagian yang wajar dari wilayah daratan Negara Republik Indonesia, dan dengan demikian merupakan bagian dari perairan nasional yang berada di bawah kedaulatan mutlak Negara Republik Indonesia. Deklarasi Djuanda dikukuhkan pada tanggal 18 Pebruari 1960 dalam Undang-Undang No. 4/Prp tahun 1960 tentang Perairan Indonesia. Ketetapan wilayah Republik Indonesia yang semula sekitar 2 juta km2 (daratan) berkembang menjadi sekitar 5,1 juta km2 (meliputi daratan dan lautan). Dalam hal ini, ada penambahan luas sebesar sekitar 3,1 juta km2, dengan laut teritorial sekitar 0,3 juta km2 dan perairan laut nusantara sekitar 2,8 juta km2. konsep Nusantara dituangkan dalam Wawasan Nusantara sebagai dasar pokok pelaksanaan Garisgaris Besar Haluan Negara melalui ketetapan MPRS No. IV tahun 1973. Pada konferensi Hukum Laut di Geneva tahun 1958, Indonesia belum berhasil mendapatkan pengakuan Internasional. Namun baru pada Konferensi Hukum Laut pada sidang ke tujuh di Geneva tahun 1978. Konsepsi Wawasan Nusantara mendapat pengakuan dunia internasional. Hasil perjuangan yang berat

selama sekitar 21 tahun mengisyaratkan kepada Bangsa Indonesia bahwa visi maritim seharusnya merupakan pilihan yang tepat dalam mewujudkan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Melalui Konvensi Hukum Laut Internasional (UNCLOS) pada tahun 1982, yang hingga kini telah diratifikasi oleh 140 negara, negara-negara kepulauan (Archipelagic states) memperoleh hak mengelola Zona Ekonomi Eksklusif seluas 200 mil laut diluar wilayahnya. Sebagai negara kepulauan, Indonesia mempunyai hak mengelola (yurisdiksi) terhadap Zona Ekonomi Eksklusif, meskipun baru meratifikasinya. Hal itu kemudian dituangkan dalam Undang-Undang No. 17 tanggal 13 Desember 1985 tentang pengesahan UNCLOS (United Nations Convention on the Law of the Sea). Penetapan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) mencapai jarak 200 mil laut, diuukur dari garis dasar wilayah Indonesia ke arah laut lepas. Ketetapan tersebut kemudian dikukuhkan melalui Undang-Undang Nomor 5/1983 tentang Zona Ekonomi Eklsklusif Indonesia. Konsekuensi dari implementasi undang-undang tersebut adalah bahwa luas wilayah perairan laut Indonesia bertambah sekitar 2,7 juta Km2, sehingga menjadi sekitar 5,8 juta Km2. Konvensi PBB tentang Hukum Laut 1982 (UNCLOS 1982) melahirkan delapan zonasi pegaturan (regime) hukum laut yaitu, 1. Perairan Pedalaman (Internal waters) 2. Perairan kepulauan (Archiplegic waters) termasuk ke dalamnya selat yang digunakan untuk pelayaran internasional 3. Laut Teritorial (Teritorial waters) 4. Zona tambahan ( Contingous waters) 5. Zona ekonomi eksklusif (Exclusif economic zone) 6. Landas Kontinen (Continental shelf) 7. Laut lepas (High seas) 8. Kawasan dasar laut internasional (International sea-bed area). Konvensi Hukum Laut 1982 mengatur pemanfaatan laut sesuai dengan status hukum dari kedelapan zonasi pengaturan tersebut. Negara-negara yang berbatasan dengan laut, termasuk Indonesia memiliki kedaulatan penuh atas wilayah perairan pedalaman, perairan kepulauan dan laut teritorial; sedangkan

untuk zona tambahan, zona ekonomi eksklusif dan landasan kontinen, negara memiliki hak-hak eksklusif, misalnya hak memanfaatkan sumberdaya alam yang ada di zona tersebut. Sebaliknya, laut lepas merupakan zona yang tidak dapat dimiliki oleh negara manapun, sedangkan kawasan dasar laut Internasioal dijadikan sebagai bagian warisan umat manusia. Secara geografis, dengan jumlah 17.508 pulau dan panjang pantai hingga mencapai 95.180 kilometer agenda menjaga keutuhan NKRI perlu menjadi prioritas. Pemerintah RI perlu tegas atas berbagai provokasi yang mengganggu kedaulatan wilayah RI. Menjaga keutuhan NKRI, meliputi keutuhan dan kedaulatan wilayah negara dan wilayah perbatasan, serta pengembangan dan pemberdayaan di masyarakat wilayah perbatasan. Kedaulatan dan keutuhan NKRI dimaksud meliputi wilayah daratan, wilayah perairan, dan wilayah udara mutlak. Indonesia harus memiliki landasan hukum yang kuat terkait eksistensi wilayah negara dan wilayah perbatasan. Munculnya beberapa provokasi yang mengganggu kedaulatan NKRI perlu menjadi perhatian Pemerintah RI. Misalnya saja kasus Blok Ambalat, pencurian hasil laut oleh kapal-kapal asing, dan penyelundupan kayu hasil illegal logging ke negara lain. Oleh sebab itu Pemerintah Indonesia telah menerbitkan sebuah undang-undang yang khusus mengatur tentang wilayah Negara, yaitu UndangUndang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara.

BAB II PERMASALAHAN

Indonesia sudah sejak dahulu mempunyai upaya dalam pengelolaan batas wilayah namun belum mempunyai yang benar-benar sempurna dalam aspek teknis maupun hukumnya. Antara lain upaya pemerintah yaitu dengan membuat undangundang dan Peraturan Pemerintah/Peraturan Daerah agar mempunyai sebagai payung hukum. Setelah melihat banyaknya peraturan perundang-undangan yang semuanya bersangkutan mengenai pengelolaan batas wilayah NKRI, ternyata belum ada sebuah Undang-Undang yang berfungsi sebagai wadah dan payung hukum bagi peraturan-peraturan tersebut, sehingga pada prakteknya di lapangan pengelolaan dan pendekatan yang dilakukan pada setiap daerah banyak yang berbeda-beda dan dapat ataupun sudah menyebabkan masalah yang cukup serius, seperti konflik vertical antara Pemerintah Daerah dengan Pemerintah Pusat, konflik horizontal antar Pemerintah Daerah, landasan hukum yang kurang kuat bagi kebijakan yang dibuat,dan masih banyak permasalahan-permasalahan lainnya yang bersumber dari belum adanya payung hukum ini. Sebagai contoh nyata, mari kita melihat kasus menganai perbatasan wilayah antara Indonesia dengan Singapura yang termuat dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1973 tentang Perjanjian antara Republik Indonesia dan Republik Singapura mengenai garis Batas laut Wilayah kedua Negara di Selat Singapura (poin d). Pada perjanjian ini, batas wilayah antara NKRI dengan Singapura digambar di atas bidang peta dengan jelas. Permasalahan utamanya adalah, pada saat perjanjian dilakukan dan penggambaran dilakukan, tidak dijelaskan di atas Datum dan Ellipsoid apakah perhitungan dilakukan. Hal ini tentu menimbulkan banyak pertanyaan di kemudian hari, karena seiring dengan berjalannya waktu, banyak perubahan yang terjadi di atas permukaan bumi, baik itu aspek teknik

(deformasi lempeng, reklamasi pantai, perubahan pasut, dan lain-lain) dan aspek social-politik.

Gambar (Peta batas wilayah NKRI-Singapura) Permasalahan di atas hanyalah satu dari sekian banyak masalah yang perlu diselesaikan mengenai batas wilayah NKRI. Selain dengan Singapura, NKRI berbatasan darat dengan Malaysia, Timor Timor, dan Papua Nugini. Untuk yang berbatasan laut, NKRI berbatasan dengan Singapura, Filipina, Malaysia, TimorTimor, dan Papua Nugini. Atas dasar itulah, pemerintah, yang bekerjasama dengan para pakar hukum, pakar geodesi, dan pakar-pakar yang lain termasuk kepala daerah merumuskan suatu Undang-Undang yang berfungsi sebagai payung hukum bagi peraturan-peraturan sebelumnya mengenai pengelolaan batas wilayah Negara.

BAB III PEMBAHASANNegara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara kepulauan yang berciri nusantara mempunyai kedaulatan atas wilayah serta memiliki hak-hak berdaulat di luar wilayah kedaulatannya untuk dikelola dan dimanfaatkan sebesarbesarnya bagi kemakmuran rakyat Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Mengingat sisi terluar dari wilayah negara atau yang dikenal dengan Kawasan Perbatasan merupakan kawasan strategis dalam menjaga integritas Wilayah Negara, maka diperlukan juga pengaturan secara khusus. Pengaturan batas-batas Wilayah Negara dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum mengenai ruang lingkup wilayah negara, kewenangan pengelolaan Wilayah Negara, dan hakhak berdaulat. Negara berkepentingan untuk ikut mengatur pengelolaan dan pemanfaatan di laut bebas dan dasar laut internasional sesuai dengan hukum internasional. Upaya dalam mendapatkan kepastian hukum tersebut salah satunya dengan di buatnya pertauran undang-undang no. 43 tahun 2008 tentang wilayah negara. Walaupun terkesan agak lambat pembuatan undang-undang tersebut akan tetapi dapat membuat sebuah payung hukum terhadap peraturan-peraturan sebelumnya mengenai batas wilayah. UU no. 43 tersebut dibentuk dengan memperhatikan hal-hal berikut: 1. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara kepulauan yang berciri nusantara mempunyai kedaulatan atas wilayahnya serta memiliki hak-hak berdaulat di luar wilayah kedaulatannya dan kewenangan tertentu lainnya untuk dikelola dan dimanfaatkan sebesarbesarnya bagi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. bahwa pengaturan mengenai wilayah negara meliputi wilayah daratan, perairan pedalaman, perairan kepulauan dan laut teritorial beserta dasar

laut, dan tanah di bawahnya, serta ruang udara di atasnya, termasuk seluruh sumber kekayaan yang terkandung di dalamnya; 3. bahwa pengaturan wilayah negara sebagaimana dimaksud dilakukan untuk memberikan kepastian hukum dan kejelasan kepada warga negara mengenai wilayah negara; Selain itu berdasarkan pasal 20, pasal 21, dan pasal 25A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menjadi dasar pula dalam pembuatan UU no. 43 tahun 2008. Terutama Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 25A mengamanatkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang. Dalam undang-undang tersebut juga telah tertulis secara jelas tujuan dari pengaturan wilayah indonesia yaitu: 1. Menjamin keutuhan Wilayah Negara, kedaulatan negara, dan ketertiban di Kawasan Perbatasan demi kepentingan kesejahteraan segenap bangsa; 2. Menegakkan kedaulatan dan hak-hak berdaulat; dan 3. Mengatur pengelolaan dan pemanfaatan Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan, termasuk pengawasan batas-batasnya. Ditekankan pula pada Pasal 1 poin 1, bahwa Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang selanjutnya disebut dengan Wilayah Negara adalah salah satu unsur negara yang merupakan satu kesatuan wilayah daratan, perairan pedalaman, perairan kepulauan dan laut teritorial beserta dasar laut dan tanah di bawahnya, serta ruang udara di atasnya, termasuk seluruh sumber kekayaan yang terkandung di dalamnya. Dengan dilahirkannya undang-undang tentang wilayah negara tersebut menjadi tonggak besar suatu peraturan dalam penentuan batas wilayah serta menjadi payung hukum terhadap peraturan-peraturan mengenai batas wilayah yang sebelumnya. Jadi secara garis besar bahwa UU no. 43 sendiri dibuat dengan memperhatikan undang-undang ataupun peraturan yang sebelumnya telah ada

yang mengatur tentang batas wilayah sehingga undang-undang ini sekarang menjadi suatu payung hukum dan menjadi sumber hukum dalam wilayah negar. Peraturan perundang-undangan sebelumnya yang terkait dengan wilayah negara telah diatur dalam berbagai peraturang perundang-undangan, antara lain: a. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1971 tentang Perjanjian antara Republik Indonesia dan Malaysia tentang Penetapan Garis Batas Laut Wilayah kedua Negara di Selat Malaka; b. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia; c. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1973 tentang Perjanjian Antara Indonesia dan Australia Mengenai Garis-Garis Batas Tertentu Antara Indonesia dan Papua New Guinea; d. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1973 tentang Perjanjian antara Republik Indonesia dan Republik Singapura mengenai garis Batas laut Wilayah kedua Negara di Selat Singapura; e. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia; f. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention on the Law of the Sea (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Hukum Laut); g. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia; h. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2007 tentang Pengesahan Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia Dan Pemerintah Republik Sosialis Vietnam tentang Penetapan Batas Landas Kontinen Tahun 2003; i. Keputusan Presiden Nomor 89 Tahun 1969 tentang Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Malaysia tentang Penetapan Garis Batas Landas Kontinen Antara Kedua Negara;

j. Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 1971 tentang Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Commonwealth Australia tentang Penetapan Batas-Batas Dasar Laut Tertentu; k. Keputusan Presiden Nomor 20 Tahun 1972 tentang Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia, Pemerintah Malaysia dan Pemerintah Kerajaan Thailand tentang Penetapan Garis-Garis Batas Landas Kontinen di Bagian Utara Selat Malaka; l. Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 1972 tentang Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Thailand tentang Penetapan Suatu Garis Batas Landas Kontinen di Bagian Utara Selat Malaka dan Laut Andaman; m. Keputusan Presiden Nomor 66 Tahun 1972 tentang Persetujuan Bersama Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Commonwealth Australia tentang Penetapan Garis Batas Dasar Laut di Daerah Laut Timor dan Laut Arafura; n. Keputusan Presiden Nomor 51 Tahun 1974 tentang Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik India tentang Penetapan Batas Landas Kontinen Antara Kedua Negara; o. Keputusan Presiden Nomor 1 Tahun 1977 tentang Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Thailand tentang Penetapan Garis Batas dasar Laut Antara Kedua Negara di Laut Andaman; p. Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1977 tentang Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik India tentang Garis Batas Landas Kontinen Tahun 1974 Antara Kedua Negara di Laut Andaman dan Samudera Hindia; q. Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 1978 tentang Persetujuan Bersama Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik India, dan Pemerintah Kerajaan Thailand tentang Penetapan Titik Pertemuan Tiga Garis Batas dan Penetapan Garis Batas Ketiga Negara di Laut Andaman; dan

r. Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 1982 tentang Persetujuan Antara

Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Papua Nugini tentang BatasBatas Maritim Antara Pemerintah RI dan Papua Nugini dan Kerjasama tentang Masalah-Masalah Yang Bersangkutan Sebagai Hasil Perundingan Antara Delegasi Pemerintah RI dan Delegasi Pemerintah Papua Nugini. Mengingat Kawasan Perbatasan merupakan kawasan strategis dalam menjaga keutuhan Wilayah Negara maka diperlukan pengaturan secara tersendiri dalam Undang-Undang. Pengaturan Batas Wilayah Negara dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum mengenai Wilayah Negara, kewenangan pengelolaan Wilayah Negara, dan hakhak berdaulat. Oleh karena itu dibentuk lah peraturan perundangan UU no. 43 tahun 2008. Secara garis besar UU No. 43 tahun 2008 ada beberapa hal pokok yang di bahas untuk pengaturan wilayah indonesia, yaitu: 1. Ruang lingkup Wilayah Negara yang meliputi wilayah daratan, wilayah perairan pedalaman, perairan kepulauan, laut teritorial, dasar laut, dan tanah di bawahnya, serta ruang udara di atasnya termasuk seluruh sumber kekayaan yang terkandung di dalamnya. 2. Hak-hak berdaulat Negara Republik Indonesia di Zona Ekonomi Eksklusif dan Landas Kontinen serta hak pengawasan di Zona Tambahan. 3. Kewenangan Pemerintah melakukan pengaturan pengelolaan dan pemanfaatan wilayah negara serta Kawasan Perbatasan.4. Kelembagaan yang diberi kewenangan untuk melakukan penanganan

Kawasan Perbatasan. Unsur keanggotaan kelembagaan ini berasal dari unsur Pemerintah dan Pemerintah Daerah mengingat posisi strategis wilayah perbatasan terkait dalam hal seperti kedaulatan negara, keutuhan wilayah, penegakan hukum dan kesejahteraan rakyat. 5. Keikutsertaan masyarakat dalam menjaga dan mempertahankan Wilayah Negara termasuk Kawasan Perbatasan. 6. Larangan dan sanksi bagi setiap orang yang melakukan pelanggaran terkait dengan wilayah Negara dan batas-batasnya.

Dan di dalam undang-undang tersebut pula telah ditetapkan batas wilayah dari NKRI. Secara wilayah, batas wilayah indonesia yaitu: a. di darat berbatas dengan Wilayah Negara: Malaysia, Papua Nugini, dan Timor Leste; b. di laut berbatas dengan Wilayah Negara: Malaysia, Papua Nugini, Singapura, dan Timor Leste; dan c. di udara mengikuti batas kedaulatan negara di darat dan di laut, dan batasnya dengan angkasa luar ditetapkan berdasarkan perkembangan hukum internasional. Batas wilayah dan titik koordinatnya ditentukan berdasarkan perjanjian bilateral dan/atau trilateral. Sedangkan untuk batas wilayah yuridiksi berbatasan dengan wilayah yurisdiksi Australia, Filipina, India, Malaysia, Papua Nugini, Palau, Thailand, Timor Leste, dan Vietnam. Dengan adanya peratuan perundangan tersebut, pemerintah berupaya serius dalam membuat sebuah payung hukum dalam pengaturan batas wilayah NKRI. Upaya diplomasi pun banyak dilakukan dan slah satunya munculnya UU No. 43 tahun 2008 dan dengan mengadopsinya Konvensi Hukum Laut Internasional di Jamaika (United Convention on the Law of the Sea 1982 UNCLOS). Secara terang UNCLOS menetapkan keberadaan wilayah perairan yang meliputi perairan pedalaman, perairan kepulauan, laut teritorial, batas landas kontinen dan zona ekonomi eksklusif diakui dan diberlakukan bagi seluruh negara pantai dan negara kepulauan.

Salah satu contoh keberhasilan indonesia dalam berdiplomasi dengan adanya perundangan tersebut yaitu pada TIDAK. Pasal 1 ayat 9 UU Wilayah Negara kurang lebih mengatakan landas kontinen adalah wilayah dasar laut dan tanah dibawahnya dengan jarak 200 mil laut dari garis pangkal atau paling jauh 350 mil laut dari garis pangkal. Hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 76 UNCLOS yang menegaskan bahwa landas kontinen adalah hanya berjarak 200 mil laut dari garis pangkal, sedangkan 350 mil laut dari garis pangkal adalah batas terluar landas kontinen (Extended Continental Shelf atau ECS). Untuk

mengajukan hak atas ECS ini dapat dilakukan dengan mengajukan klaim yang telah memenuhi beberapa kriteria yang diatur di dalam Pasal 76 UNCLOS kepada Commission on the Limits of Continental Shelf (CLCS) malalui Sekretaris Jenderal PBB dengan deadline untuk claim submission tersebut adalah paling lambat 13 Mei 2009. Masalah ECS ini menjadi menarik karena Indonesia memiliki 3 (tiga) potensi landas kontinen yang bisa kita ajukan batas terluarnya dari 200 mil laut menjadi 350 mil laut dari garis pangkal, yaitu di sebelah barat sumatera, di sebelah selatan pulau jawa, dan di sebelah utara papua. Indonesia sudah mengajukan claim ECS tersebut pada tahun 2008. Pada sidang Sub Komisi CLCS di New York 12-17 Agustus 2010 lalu (CATAT: 17 Agustus 2010 adalah dirgahayu RI). perluasan wilayah indonesia untuk sebelah barat sumatera telah disetujui oleh sub komisi tersebut. Dengan demikian wilayah Indonesia akan mengalami penambahan wilayah landas kontinen seluas 4.000 km2 di sebelah barat Sumatera. Keputusan final akan di buat pekan depan pada sidang komisi CLCS yang hampir dipastikan akan menyetujui hasil sidang sub komisi CLCS tersebut.Penambahan wilayah Landas Kontinen Indonesia seluas 4000 km2 tentunya memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi. Wilayah ini mengandung berbagai macam mineral untuk keperluan Industri dan diindikasikan mengandung berlian dan permata.

Namun memang tetap masih terdapat beberapa kekurangan dalam undangundang tersebut sehingga mungkn harus ada penambahan yang diperlukan seperti pencantuman koordinat-koordinat wilayah perbatasannya. Secara keseluruhan UU. No.43 tahun 2008 sangat berguna sebagai bentuk kepastian hukum maupun payung hukum bagi pengaturan batas wilayah NKRI

BAB IV KESIMPULAN

UU No. 43 Tahun 2008 tentang wilayah negara merupakan sebuah tonggak peraturan perundangan mengenai batas wilayah yang ada di indonesia. Peraturan perundangan tersebut disusun juga dengan melihat serta mempertimbangkan peraturan-perundangan sebelumnya sebelumnya yang telah dibentuk sehingga mempunyai isi yang sangat relevan dan mencakup seluruh aspek sehingga menjadi sebuah payung hukum agar perturan perundangan seblumnya dapat berlaku dan untuk pengaturan bats wilayah saat ini. Secara garis besar UU No. 43 tahun 2008 ada beberapa hal pokok yang di bahas untuk pengaturan wilayah indonesia, yaitu: 1. Ruang lingkup Wilayah Negara yang meliputi wilayah daratan, wilayah perairan pedalaman, perairan kepulauan, laut teritorial, dasar laut, dan tanah di bawahnya, serta ruang udara di atasnya termasuk seluruh sumber kekayaan yang terkandung di dalamnya. 2. Hak-hak berdaulat Negara Republik Indonesia di Zona Ekonomi Eksklusif dan Landas Kontinen serta hak pengawasan di Zona Tambahan. 3. Kewenangan Pemerintah melakukan pengaturan pengelolaan dan pemanfaatan wilayah negara serta Kawasan Perbatasan. 4. Kelembagaan yang diberi kewenangan untuk melakukan penanganan Kawasan Perbatasan. Unsur keanggotaan kelembagaan ini berasal dari unsur Pemerintah dan Pemerintah Daerah mengingat posisi strategis wilayah perbatasan terkait dalam hal seperti kedaulatan negara, keutuhan wilayah, penegakan hukum dan kesejahteraan rakyat. 5. Keikutsertaan masyarakat dalam menjaga dan mempertahankan Wilayah Negara termasuk Kawasan Perbatasan. 6. Larangan dan sanksi bagi setiap orang yang melakukan pelanggaran terkait dengan wilayah Negara dan batas-batasnya.

Namun memang tetap masih terdapat beberapa kekurangan dalam undangundang tersebut sehingga mungkn harus ada penambahan yang diperlukan seperti pencantuman koordinat-koordinat wilayah perbatasannya secara jelas. Akan tetapi secara keseluruhan UU. No.43 tahun 2008 sangat berguna sebagai bentuk kepastian hukum maupun payung hukum bagi pengaturan batas wilayah NKRI.