makalah sejarah fiqih
DESCRIPTION
sejarah fiqihTRANSCRIPT
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
Islam, dengan tauhid sebagai elemen dasar, adalah inti ajaran yang
diwahyukan Allah kepada seluruh nabi-Nya. Untuk menjelaskannya, diturunkanlah
pedoman pelaksanaannya, buat Nabi Muhammad SAW dan umatnya diturunkanlah
al-Quran.
Sebagai sebuah kitab suci yang jadi pedoman dalam segala hal dan untuk
segala zaman, al-Quran tidak mengajari dan menjelaskan segala persoalan secara
rinci dan mendetail. Ia hanya memberikan pedoman atau petunjuk umum.
Selanjutnya tugas manusialah untuk memahaminya agar bisa dilaksanakan dalam
kehidupan sehari-hari dan mengatasi segala persoalan yang mereka hadapi.
Selama Nabi Muhammad SAW masih hidup, semua persoalan yang berkaitan
dengan kehidupan yang secara rinci tidak diatur dalam al-Quran, dapat langsung
ditanyakan kepada beliau. Dengan kata lain, beliaulah yang memegang wewenang
utama dalam memahami dan menjabarkan al-Quran. Selama ada penjelasan
(sunnah) beliau, umat Islam tidak bisa membantahnya dan tidak dibenarkan berbuat
lain. Dalam beberapa masalah, terkadang beliau menyelesaikannya dengan cara
(yang disebut sekarang) qiyas.
Setelah beliau meninggal dunia, umat Islam masih memiliki para sahabat
beliau yang sangat paham dengan al-Quran dan banyak mengetahui dan menyertai
kehidupan beliau. Sehingga dalam banyak hal, persoalan yang dihadapi umat Islam
bisa diatasi, tanpa menimbulkan masalah yang terlalu mendasar.
Namun bukan berarti seluruh hal yang muncul setelah meninggalnya beliau
itu bisa terselesaikan dengan hanya melaksanakan tanpa penyesuaian dan
penjabaran pedoman yang ada. Untuk itu, para sahabat harus menggunakan
pemahamannya terhadap perbendaharaan utama Islam itu untuk menyelesaikan
persoalan tersebut, dengan tetap memelihara tujuan utama risalah Islam.
-
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ushul Fiqih
Ushul fiqh asal artinya sumber atau dasar. Dasar dari fiqh adalah ushul
fiqh, berarti ushul fiqh itu asas atau dalil fiqh yang di ambil dari al-Quran dan
sunnah. Ushul fiqh ini sebenarnya sudah ada semenjak Rasulullah.
Ilmu Ushul Fiqh adalah kaidah-kaidah yang digunakan dalam usaha untuk
memperoleh hukum-hukum syara' tentang perbuatan dari dalil-dalilnya yang
terperinci. Dan usaha untuk memperoleh hukum-hukum tersebut, antara lain
dilakukan dengan jalan ijtihad. Sumber hukum pada masa Rasulullah SAW
hanyalah Al-Qur'an dan As-Sunnah (Al-Hadits). Dalam pada itu kita temui
diantara sunnah-sunnahnya ada yang memberi kesan bahwa beliau melakukan
ijtihad.
B. Sejarah Pemikiran dan Perkembangan Ushul Fiqh
1. Masa Nabi Muhammad SAW
Masa Nabi Muhammad saw ini juga disebut sebagai periode risalah,
karena pada masa-masa ini agama Islam baru didakwahkan. Pada periode
ini, permasalahan fiqih diserahkan sepenuhnya kepada Nabi Muhammad
saw. Sumber hukum Islam saat itu adalah al-Qur'an dan Sunnah. Periode
Risalah ini dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu periode Makkah dan
periode Madinah. Periode Makkah lebih tertuju pada permasalah akidah,
karena disinilah agama Islam pertama kali disebarkan. Ayat-ayat yang
diwahyukan lebih banyak pada masalah ketauhidan dan keimanan.
Setelah hijrah, barulah ayat-ayat yang mewahyukan perintah untuk
melakukan puasa, zakat dan haji diturunkan secara bertahap. Ayat-ayat ini
diwahyukan ketika muncul sebuah permasalahan, seperti kasus seorang
wanita yang diceraikan secara sepihak oleh suaminya, dan kemudian turun
wahyu dalam surat Al-Mujadilah. Pada periode Madinah ini, ijtihad mulai
-
3
diterapkan, walaupun pada akhirnya akan kembali pada wahyu Allah
kepada Nabi Muhammad SAW.
2. Masa Khulafaur Rasyidin
Masa ini dimulai sejak wafatnya Nabi Muhammad saw sampai pada
masa berdirinya Dinasti Umayyah ditangan Mu'awiyah bin Abi Sufyan.
Sumber fiqih pada periode ini didasari pada Al-Qur'an dan Sunnah juga
ijtihad para sahabat Nabi Muhammad yang masih hidup. Ijtihad dilakukan
pada saat sebuah masalah tidak diketemukan dalilnya dalam nash Al-Qur'an
maupun Hadis. Permasalahan yang muncul semakin kompleks setelah
banyaknya ragam budaya dan etnis yang masuk ke dalam agama Islam.
Pada periode ini, para faqih mulai berbenturan dengan adat, budaya dan
tradisi yang terdapat pada masyarakat Islam kala itu. Ketika menemukan
sebuah masalah, para faqih berusaha mencari jawabannya dari Al-Qur'an.
Jika di Al-Qur'an tidak diketemukan dalil yang jelas, maka hadis menjadi
sumber kedua . Dan jika tidak ada landasan yang jelas juga di Hadis maka
para faqih ini melakukan ijtihad.
Menurut penelitian Ibnu Qayyim, tidak kurang dari 130 orang faqih dari
pria dan wanita memberikan fatwa, yang merupakan pendapat faqih tentang
hukum.
3. Periode Tabiin
Pada masa, tabi-tabiin dan para imam mujtahid, di sekitar abad II
dan III Hijriyah wilayah kekuasaan Islam telah menjadi semakin luas. Pada
masa tabiin, metode istinbat menjadi semakin jelas dan meluas disebabkan
tambah meluasnya daerah islam sehingga banyak permasalahan baru yang
muncul. Para tabiin melakukan ijtihad di berbagai daerah islam. Di
Madinah, di Irak dan di Basrah. Titik tolak para ulama dalam menetapkan
hukum bisa berbeda, yang satu melihat dari suatu maslahat, sementara yang
lain menetapkan hukumnya melalui Qiyas. Dari perbedaan dalam
mengistinbatkan hukum inilah, akibatnya muncul tiga kelompok ulama,
yaitu Madrasah Al-Irak, Madrasah Al-Kaufah yang lebih dikenal dengan
-
4
sebutan Madrasah Al-Rayu dan Madrasah Al-Madina dikenal dengan
sebutan Madrasah Al-Hadits. Namun pada masa ini ilmu ushul fiqh masih
belum terbukukan.
a. Metode Tabiin Dalam Mengenal Hukum
Pada periode ini ialah, Menerima hukum yang dikumpulkan oleh
seseorang mujtahid dan memandang pendapat mereka seolah-olah nash
syara sendiri. Jadi taqlid itu menerima saja pendapat seseorang mujtahid
sebagai nash hukum syara. Dalam periode taqlid ini, kegiatan para ulama
Islam banyak mempertahankan ide dan mazhabnya masing-masing.
Sebelumnya perlu ditegaskan bahwa setiap mazhab fiqh mempunyai
ushul fiqh. Hanya saja, metode penulisan mereka berbeda. Metode
penulisan ushul fiqh yang ada yaitu;
1) Metode Mutakallimin
Metode penulisan ushul fiqh ini memakai pendekatan logika
(mantiqy), teoretik (furudl nadzariyyah) dalam merumuskan kaidah,
tanpa mengaitkannya dengan furu. Tujuan mereka adalah mendapatkan
kaidah yang memiliki justifikasi kuat. Kaidah ushul yang dihasilkan
metode ini memiliki kecenderungan mengatur furu (hakimah), lebih
kuat dalam tahqiq al masail dan tamhish al khilafat. Metode ini jauh dari
taasshub, karena memberikan istidlal aqly porsi yang sangat besar
dalam perumusan. Hal ini bisa dilihat pada Imam al Haramain yang
kadang berseberangan dengan ulma lain. Dianut antara lain oleh;
Syafiiyyah, Malikiyyah, Hanabilah dan Syiah.
2) Metode Fuqaha
Tidak diperdebatkan bahwa Abu Hanifah memiliki kaidah ushul yang
beliau gunakan dalam istinbath. Hal ini terlihat dari manhaj beliau;
mengambil ijma shahabat, jika terjadi perbedaan memilih salah satu
dan tidak keluar dari pendapat yang ada, beliau tidak menilai pendapat
tabiin sebagai hujjah. Namun, karena tidak meninggalkan kaidah
tersebut dalam bentuk tertulis, pengikut beliau mengumpulkan
-
5
masail/furu fiqhiyyah, mengelompokkan furu yang memiliki
keserupaan dan menyimpulkan kaidah ushul darinya. Metode ini dianut
mazhab Hanafiyyah. Sering pula dipahami sebagai takhrij al ushul min
al furu. Metode ini adalah kebalikan dari metode mutakallimin.
b. Keistimewaan Pada Masa Tabiin
Berkembangnya beberapa pusat studi Islam, menurut Manna al-
Qatthan telah melahirkan dua tradisi besar dalam sejarah pemikiran
Islam. Keduanya adalah tradisi pemikiran Ahl al-Ray dan tradisi
pemikiran Ahl al-Hadits. Menurutnya, mereka yang tergolong Ahl al-
Ray dalam menggali ajaran Islam banyak menggunakan rasio (akal).
Sedangkan mereka yang tergolong Ahl al-Hadits cenderung
memarjinalkan peranan akal dan lebih mengedapankan teks-teks suci
dalam pengambilan keputusan agama.
Fiqih sudah sampai pada titik sempurna pada masa ini.
Pada masa ini muncul ulam-ulama besar, fuqoha dan ahli ilmu
yang lain.
Madzhab fiqih pada masa ini sudah berkembang dan yang paling
masyhur adalah 4 madzhab.
Telah dibukukan ilmu-ilmu penting dalam islam. Diantaranya,
dalam madzhab abu hanifah : kutub dzohir al Riwayah yang diriwayatkan
dari oleh Muhammad bin al Hasan dari Abu Yusuf dari imam Abu Hanifah,
kemudian dikumpulkan menjadi kitab al Kafi oleh al Hakim as Syahid.
Dalam madzhab imam Malik : al Mudawwanah yang diriwayatkan oleh
Sahnun dari Ibnu Qosim dari imam Malik. Dalam madzhab imam Syafii
kitab al Um yang diimlakkan oleh imam kepada muridnya di Mesir. Dalam
madzhab imam Ahmad kitab al Jami al Kabir yang dikarang oleh Abu
Bakar al Khollal setelah mengumpulkannya dari pere murid imam Ahmad.
-
6
Peristiwa pemberlakukan hukum di kawasan pemerintahan Islam
tidak hanya terjadi di daerah kekuasaan Daulah Utsmaniyyah saja. Di Mesir,
tarik menarik antara penerapan hukum Islam dengan penerapan hukum
positif (barat) juga terjadi. Dan hukum Islam pun akhirnya harus puas
berkiprah hanya pada tingkat wacana. Sedangkan dalam aplikasinya,
pemerintah lebih memilih untuk menerapkan sistem hukum positif. Bahkan,
hukum positif yang diberlakukan di Mesir tidak hanya menyangkut masalah
pidana, namun dalam masalah perdata juga diterapkan.
4. Periode Tabiin Dan Imam Mujtahid
Masa tabiin dimulai dengan munculnya dua aliran yang terkenal fiqh
yaitu abl Al-hadist dan abl Al-rayi. Ahl-al-hadist adalah kelompok yang
menetapkan hasil ijtihad mereka lebih banyak menggunakan hadis nabi
dibandingkan dengan ijtihad. Kelompok ini lebih banyak tinggal diwilayah
Hijaz khususnya mekah dan madinah.
Ahl-al-rayi yaitu kelompok yang lebih banyak menggunakan rayu (
pikiran) dari pada hadis. Kelompok ini lebih banyak tinggal di wilayah irak,
khususnya kufah dan basrah. Masing-masing kelompok mempunyai madrasah
untuk mengembangkan fiqh mereka masing-masing. Ahl hadis punya dua
madrasah yang terpenting yaitu madrasah madina pengah dan mekah. Dari
madrasah madinah dan mekah ini muncul para fuqaha besar seperti said ibnu
musayyab. Mujtahid besar yang juga merupakan produk dari madrasah ini
adalah malik ibn Anas yang kemudian terkenal dengan imam malik yang pada
akhirnya diikuti oleh banyak pengikutnya sehingga menjadi suatu mazhab yaitu
mazhab malikiyah.
Ahl-al-rayi juga punya dua madrasah yang terkenal yaitu madrasah
kufah dan madrasah basrah. Kelompok ini pertama dipelopori oleh Ibrahim an-
nakhai. Seorang mujtahid dari empat imam mazhab yang muncul dari sini
adalah Imam Abu Hanifah dengan pengikutnya yang terkenal dengan sebutan
mazhab Hanafiyah. Pada pertengahan abad kedua Hijrah hadir seorang fuqaha
-
7
yang sangat terkenal di seantero dunia islam yaitu Abu Abdillah Muhammad
ibnu Idris al-syafaI atau yang lebih dikenal dengan Imam SyafiI dari imam
yang terdahulu adalah usahanya dalam menggabungkan dua metode
berpikirbyang sudah ada sebelumnya.
Imam SyafiI pernah berguru langsung dengan imam malik dari
kelompok ahl hadis, juga menimba ilmu dari Muhammad ibn Husain al-
Syaibani ( murid Abu Halifah ). selain itu ia pun mendalami fiqh ulama mekah.
Selanjutnya, berdasarkan pengetahuan dan pengetahuannya yang luas inilah
kemudian Imam SyafiI mencoba untuk membuat pedoman atau kaedah berfikir
yang menjelaskan langkah-langkah yang harus dilakukan mujtahid dalam
merumuskan hukum. Metode berpikir yang sudah dirumuskan oleh Imam
SyafiI itulah yang kemudian disebut dengan Ushul Fiqh.
5. Periode Kesempurnaan
Yakni periode imam-imam mujtahid besar dirasah islamiyah pada
masa keemasan Bani Abbasiyah yang berlangsung selama 250 tahun (101H-
350H/720-961M). Periode ini juga disebut sebagai periode pembinaan dan
pembukuan hukum islam. Pada masa ini fiqih islam mengalami kemajuan
pesat sekali. Penulisan dan pembukuan hukum islam dilakukan secara
intensif, baik berupa penulisan hadis-hadis nabi, fatwa-fatwa para sahabat
dan tabiin, tafsir Al-Quran, kumpulan pendapat-pendapat imam-imam
fiqih, dan penyusunan ilmu ushul fiqh.
Pada masa ini lahirlah pemikir-pemikir besar dengan berbagai karya
besarnya, seperti Imam Abu Hanifiah dengan salah seorang muridnya yang
terkenal Abu Yusuf(Penyusun kitab ilmu ushul fiqh yang pertama), Imam
Malik dengan kitab al-Muwatha, Imam SyafeI dengan kitabnya al-Umm
atau al-Risalat, Imam Ahmad dengan kitabnya Musnad, dan beberapa nama
lainnya beserta karya tulis dan murid-muridnya masing-masing.
-
8
Diantara faktor lain yang sangat menentukan pesatnya
perkembangan ilmu fiqh khususnya atau ilmu pengetahuan umumnya, pada
periode ini adalah sebagai berikut:
o Adanya perhatian pemerintah (khalifah) yang besar tehadap ilmu
fiqh khususnya.
o Adanya kebebasan berpendapat dan berkembangnya diskusi-diskusi
ilmiah diantara para ulama.
o Telah terkodifikasinya referensi-referensi utama, seperti Al-Quran
(pada masa khalifah rasyidin), hadist (pada masa Khalifah Umar Ibn
Abdul Aziz), Tafsir dan Ilmu tafsir pada abad pertama hijriah, yang
dirintis Ibnu Abbas (w.68H) dan muridnya Mujahid(w104H) dan
kitab-kitab lainnya.
Periode ini berlangsung selama 250 tahun, dimulai dari awal
abad kedua hijrah sampai pertengahan abad keempat hijrah.
Adapun sebab-sebab berkembangnya ilmu fiqh dan
bergairahnya ijtihad pada periode ini antara lain, adalah :
o Wilayah Islam sudah sangat meluas ke Timur sampai ke Tiongkok
dan ke Barat sampai ke Andalusia (Spanyol sekarang) dengan
jumlah rakyat yang banyak sekali, kondisi ini mendorong para
ulama untuk berijtihad agar bisa menerapkan syariah untuk semua
wilayah yang berbeda-beda lingkungannya dan bermacam-macam
masalah yang dihadapi.
o Para ulama telah memiliki sejumlah fatwa dan cara berijtihad yang
didapatkan dari periode sebelumnya, serta Al-Quran telah tersebar
di kalangan muslimin juga Al-Sunnah sudah dibukukan pada
permulaan abad ketiga hijriah.
o Seluruh kaum muslimin pada masa itu mempunyai keinginan keras
agar segala sikap dan tingkah lakunya sesuai denga Syariah Islam
baik dalam ibadah mahdhah maupun dalam ibadah ghair mahdhoh
-
9
(muamalah dalam arti luas). Mereka meminta fatwa kepada para
ulama, hakim dan pemimpin pemerintahan.
o Pada periode ini dilahirkan ulama-ulama potensial untuk menjadi
mujtahid. Seperti Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam al-
SyafiidanImam Ibnu Hanbal beserta murid mereka masing-masing.
Hal-hal penting yang diwariskan periode ini kepada periode
beriktunya, antara lain :
o Al-Sunnah yang telah dibukukan, sebagian dibukukan berdasarkan
urutan sanad hadist dan sebagian lain dibukukan berdasarkan bab-bab
fiqh. Disamping itu Al-Quran telah lengkap dengan syakal.
o Fiqh telah dibukukan lengkap dengan dalil dan alasannya. Diantaranya
Kitab Dhahir al-Riwayah al-Sittah dikalangan mazhab Hanafi. Kitab
Al-Mudawanah dalam mazhab Maliki, Kitab Al-Umm di kalangan
mazhab al-Syafii, dan lain sebagainya.
o Dibukukannya Ilmu Ushul Fiqh. Para ulama mujtahid mempunyai
warna masing-masing dalam berijtihadnya atas dasar prinsip-prinsip
dan cara-cara yang ditempuhnya. Misalnya, Imam Malik dalam
kitabnya Al-Muwatha menunjukkan adanya prinsip-prinsip dan
dasar-dasar yang digunakan dalam berijtihad. Tetapi orang yang
pertama kali mengumpulkan prinsip-prinsip ini dengan sistematis dan
memberikan alasan-alasan tertentu adalah Muhammad bin Idris al-
Syafii dalam kitabnya Al-Risalah. Oleh karena itu beliau sebagai
pencipta ilmu Ushul Hadist.
6. Periode Kemunduran
Sebagai akibat dari taqlid dan kebekuan karena hanya
menyandarkan produk-produk ijtihad mujtahid-mujtahid sebelumnya-yang
dimulai pada pertengahan abad keempat Hijriah sampai akhir 13H, atau
sampai terbitnya buku al-Majallat al-Ahkam al-Adliyat tahun 1876M.
-
10
Pada periode ini, pemerintah Bani Abbasiyah-akibat berbagai
konflik politik dan berbagai faktor sosiologis lainnya dalam keadaan lemah.
Banyak daerah melepaskan diri dari kekuasaanya. Pada umumnya ulama
pada masa itu sudah lemah kemauannya untuk mencapai tingkat mujtahid
mutlak sebagaimana dilakukan oleh para pendahulu mereka pada periode
kejayaan. Periode Negara yang berada dalam konflik, tegang dan lain
sebagainya itu ternyata sangat berpengaruh kepada kegairahan ulama yang
mengkaji ajaran Islam langsung dari sumber aslinya;Al-Quran dan hadist.
Mereka puas hanya dengan mengikuti pendapat-pendapat yang telah ada,
dan meningkatkan diri kepada pendapat tersebut ke dalam mazhab-mahzhab
fiqhiyah. Sikap seperti inilah kemudian mengantarakan umat islam
terperangkap kealam pkiran yang jumud.
7. Periode Pembangunan Kembali,
Mulai dari terbitnya buku itu sampai sekarang. Pada periode ini umat
islam menyadari kemunduran dan kelemahan mereka sudah berlangsung
semakin lama itu. Ahli sejarah mencatat bahwa kesadaran itu terutama
sekali muncul ketika Napoleon Bonaparte menduduki Mesir pada tahun
1789 M. Kejatuhan mesir ini menginsafkan umat Islam betapa lemahnya
mereka dan betapa di Dunia Barat telah timbul peradaban baru yang lebih
tinggi dan merupakan ancaman bagi Dunia Islam. Para raja dan pemuka-
pemuka Islam mulai berpikir bagaimana meningkatakan mutu dan kekuatan
umat islam kembali. Dari sinilah kemudian muncul gagasan dan gerakan
pembaharuan dalam islam, baik dibidang pendidikan, ekonomi, militer,
social, dan gerakan intelektual lainnya.
Gerakan pembaharuan ini cukup berpengaruh pula terhadap
perkembangan fiqih. Banyak di antara pembaharuan itu juga adalah ulama-
ulama yang berperan dalam perkembangan fiqih itu sendiri. Mereka berseru
agar umat islam meninggalkan taklid dan kembali kepada Al-Quran dan
hadist-mengikuti jejak para ulama di masa sahabat dan tabiin terdahulu.
Mereka inilah disebut golongan salaf seperti Muhammad Abdul Wahab di
-
11
Saudi Arabia, Muhammad Al-Sanusi di Libya dan Maroko, Jamal Al-Din
Al-Afghani, Muhammad Abduh, Muhammad asyid Rida, dimesir, dan lain
sebagainya.
C. Objek pembahasan dari Ushul fiqh meliputi tentang dalil, hukum, kaidah
dan ijtihad
Sesuai dengan keterangan tentang pengertian Ilmu Ushul Fiqh di depan,
maka yang menjadi obyek pembahasannya, meliputi :
a) Pembahasan tentang dalil.
Pembahasan tentang dalil dalam ilmu Ushul Fiqh adalah secara global. Di
sini dibahas tentang macam-macamnya, rukun atau syarat masing-masing
dari macam-macam dalil itu, kekuatan dan tingkatan-tingkatannya. Jadi di
dalam Ilmu Ushul Fiqh tidak dibahas satu persatu dalil bagi setiap
perbuatan.
b) Pembahasan tentang hukum
Pembahasan tentang hukum dalam Ilmu Ushul Fiqh adalah secara umum,
tidak dibahas secara terperinci hukum bagi setiap perbuatan. Pembahasan
tentang hukum ini, meliputi pembahasan tentang macam-macam hukum
dan syarat-syaratnya. Yang menetapkan hukum (al-hakim), orang yang
dibebani hukum (al-mahkum 'alaih) dan syarat-syaratnya, ketetapan hukum
(al-mahkum bih) dan macam-macamnya dan perbuatan-perbuatan yang
ditetapi hukum (al-mahkum fih) serta syarat-syaratnya.
c) Pembahasan tentang kaidah.
Pembahasan tentang kaidah yang digunakan sebagai jalan untuk
memperoleh hukum dari dalil-dalilnya antara lain mengenai macam-
macamnya, kehujjahannya dan hukum-hukum dalam mengamalkannya.
d) Pembahasan tentang ijtihad
Dalam pembahasan ini, dibicarakan tentang macam-macamnya, syarat-
syarat bagi orang yang boleh melakukan ijtihad, tingkatan-tingkatan orang
dilihat dari kaca mata ijtihad dan hukum melakukan ijtihad.
-
12
D. Tujuan Memahami Ushul Fiqh
Setelah mengetahui definisi sedikit tentang sejarah ushul fiqh beserta
pembahasannya, maka sangatlah penting untuk mengetahui tujuan dan
kegunaan sejarah pertumbuhan dan perkembangan ushul fiqh. Tujuan yang
ingin dicapai dari sejarah ushul fiqh yaitu untuk dapat menerapkan kaidah-
kaidah terhadap dalil-dalil syara yang terperinci agar sampai pada hukum-
hukum syara yang bersifat amali. Selain itu dapat juga dijadikan sebagai
pertimbangan tentang sebab terjadinya perbedaan madzhab diantara para Imam
mujathid. Karena tidak mungkin kita hanya memahami tentang suatu hukum
dari satu sudut pandang saja kecuali dengan mengetahui dalil hukum dan cara
penjabaran hukum dari dalilnya.
Para ulama terdahulu telah berhasil merumuskan hukum syara
dengan menggunakan metode-metode yang sudah ada dan terjabar secara
terperinci dalam kitab-kitab fiqh. Kemudian apa kegunaan ilmu ushul fiqh bagi
masyarakat yang datang kemudian?. Dalam hal ini ada dua maksud kegunaan,
yaitu:
Pertama, apabila sudah mengetahui metode-metode ushul fiqh yang
dirumuskan oleh ulama terdahulu, dan ternyata suatu ketika terdapat masalah-
masalah baru yang tidak ditemukan dalam kitab terdahulu, maka dapat dicari
jawaban hukum terhadap masalah baru itu dengan cara menerapkan kaidah-
kaidah hasil rumusan ulama terdahulu.
Kedua, apabila menghadapi masalah hukum fiqh yang terurai dalam
kitab fiqh, akan tetapi mengalami kesulitan dalam penerapannya karena ada
perubahan yang terjadi dan ingin merumuskan hukum sesuai dengan tuntutan
keadaan yang terjadi, maka usaha yang harus ditempuh adalah merumuskan
kaidah yang baru yang memungkinkan timbulnya rumusan baru dalam fiqh.
Kemudian untuk merumuskan kaidah baru tersebut haruslah diketahui secara
baik cara-cara dan usaha ulama terdahulu dalam merumuskan kaidahnya yang
semuanya dibahas dalam ilmu ushul fiqh.
-
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Unshul fiqh asal artinya sumber atau dasar. Dasar dari fiqh adalah ushul
fiqh, berarti ushul fiqh itu asas atau dalil fiqh yang di ambil dari al-Quran dan
sunnah. Ushul fiqh ini sebenarnya sudah ada semenjak Rasulullah.
Ilmu Ushul Fiqh adalah kaidah-kaidah yang digunakan dalam usaha
untuk memperoleh hukum-hukum syara' tentang perbuatan dari dalil-dalilnya
yang terperinci. Orang yang mula-mula menciptakan ilmu ushul fiqh adalah
Imam Syafii yang meninggal di mesir pada tahun 204 H. Beliau menulis
sebuah risalah yang dijadikannya sebagai Mukaddima bukunya yang bernama
kitab al-Um. Pada masa tabiin, penggunaan ushul al-fiqh ini lebih luas. Periode
awal pertumbuhan fiqh. Masa ini dimulai pada pertengahan abad ke-1 sampai
awal abad ke-2 H. Periode ketiga ini merupakan titik awal pertumbuhan fiqh
sebagai salah satu disiplin ilmu dalam Islam.
Periode keemasan. Periode ini dimulai dari awal abad ke-2 sampai pada
pertengahan abad ke-4 H. Dalam periode sejarah peradaban Islam, periode ini
termasuk dalam periode Kemajuan.
Tujuan yang ingin dicapai dari sejarah ushul fiqh yaitu untuk dapat
menerapkan kaidah-kaidah terhadap dalil-dalil syara yang terperinci agar
sampai pada hukum-hukum syara yang bersifat amali. Selain itu dapat juga
dijadikan sebagai pertimbangan tentang sebab terjadinya perbedaan madzhab
diantara para Imam mujathid.
-
14
DAFTAR PUSTAKA
Djuzi dkk. Ushul Fiqh: Metodologi Hukum Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2000.
Nazar Bakry. Fiqh dan Ushul Fiqh. Cetakan IV. Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2003.
Satria Efendu, M. Zein. Ushul Fiqh. Jakarta, Prenada Media Group, 2005.
http://matakul.blogspot.com/2011/08/sejarah-perkembangan-ushul-fiqh.html