makalah sejarah fiqih

Upload: hendri-kurniawan

Post on 05-Nov-2015

13 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

sejarah fiqih

TRANSCRIPT

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Islam, dengan tauhid sebagai elemen dasar, adalah inti ajaran yang

    diwahyukan Allah kepada seluruh nabi-Nya. Untuk menjelaskannya, diturunkanlah

    pedoman pelaksanaannya, buat Nabi Muhammad SAW dan umatnya diturunkanlah

    al-Quran.

    Sebagai sebuah kitab suci yang jadi pedoman dalam segala hal dan untuk

    segala zaman, al-Quran tidak mengajari dan menjelaskan segala persoalan secara

    rinci dan mendetail. Ia hanya memberikan pedoman atau petunjuk umum.

    Selanjutnya tugas manusialah untuk memahaminya agar bisa dilaksanakan dalam

    kehidupan sehari-hari dan mengatasi segala persoalan yang mereka hadapi.

    Selama Nabi Muhammad SAW masih hidup, semua persoalan yang berkaitan

    dengan kehidupan yang secara rinci tidak diatur dalam al-Quran, dapat langsung

    ditanyakan kepada beliau. Dengan kata lain, beliaulah yang memegang wewenang

    utama dalam memahami dan menjabarkan al-Quran. Selama ada penjelasan

    (sunnah) beliau, umat Islam tidak bisa membantahnya dan tidak dibenarkan berbuat

    lain. Dalam beberapa masalah, terkadang beliau menyelesaikannya dengan cara

    (yang disebut sekarang) qiyas.

    Setelah beliau meninggal dunia, umat Islam masih memiliki para sahabat

    beliau yang sangat paham dengan al-Quran dan banyak mengetahui dan menyertai

    kehidupan beliau. Sehingga dalam banyak hal, persoalan yang dihadapi umat Islam

    bisa diatasi, tanpa menimbulkan masalah yang terlalu mendasar.

    Namun bukan berarti seluruh hal yang muncul setelah meninggalnya beliau

    itu bisa terselesaikan dengan hanya melaksanakan tanpa penyesuaian dan

    penjabaran pedoman yang ada. Untuk itu, para sahabat harus menggunakan

    pemahamannya terhadap perbendaharaan utama Islam itu untuk menyelesaikan

    persoalan tersebut, dengan tetap memelihara tujuan utama risalah Islam.

  • 2

    BAB II

    PEMBAHASAN

    A. Pengertian Ushul Fiqih

    Ushul fiqh asal artinya sumber atau dasar. Dasar dari fiqh adalah ushul

    fiqh, berarti ushul fiqh itu asas atau dalil fiqh yang di ambil dari al-Quran dan

    sunnah. Ushul fiqh ini sebenarnya sudah ada semenjak Rasulullah.

    Ilmu Ushul Fiqh adalah kaidah-kaidah yang digunakan dalam usaha untuk

    memperoleh hukum-hukum syara' tentang perbuatan dari dalil-dalilnya yang

    terperinci. Dan usaha untuk memperoleh hukum-hukum tersebut, antara lain

    dilakukan dengan jalan ijtihad. Sumber hukum pada masa Rasulullah SAW

    hanyalah Al-Qur'an dan As-Sunnah (Al-Hadits). Dalam pada itu kita temui

    diantara sunnah-sunnahnya ada yang memberi kesan bahwa beliau melakukan

    ijtihad.

    B. Sejarah Pemikiran dan Perkembangan Ushul Fiqh

    1. Masa Nabi Muhammad SAW

    Masa Nabi Muhammad saw ini juga disebut sebagai periode risalah,

    karena pada masa-masa ini agama Islam baru didakwahkan. Pada periode

    ini, permasalahan fiqih diserahkan sepenuhnya kepada Nabi Muhammad

    saw. Sumber hukum Islam saat itu adalah al-Qur'an dan Sunnah. Periode

    Risalah ini dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu periode Makkah dan

    periode Madinah. Periode Makkah lebih tertuju pada permasalah akidah,

    karena disinilah agama Islam pertama kali disebarkan. Ayat-ayat yang

    diwahyukan lebih banyak pada masalah ketauhidan dan keimanan.

    Setelah hijrah, barulah ayat-ayat yang mewahyukan perintah untuk

    melakukan puasa, zakat dan haji diturunkan secara bertahap. Ayat-ayat ini

    diwahyukan ketika muncul sebuah permasalahan, seperti kasus seorang

    wanita yang diceraikan secara sepihak oleh suaminya, dan kemudian turun

    wahyu dalam surat Al-Mujadilah. Pada periode Madinah ini, ijtihad mulai

  • 3

    diterapkan, walaupun pada akhirnya akan kembali pada wahyu Allah

    kepada Nabi Muhammad SAW.

    2. Masa Khulafaur Rasyidin

    Masa ini dimulai sejak wafatnya Nabi Muhammad saw sampai pada

    masa berdirinya Dinasti Umayyah ditangan Mu'awiyah bin Abi Sufyan.

    Sumber fiqih pada periode ini didasari pada Al-Qur'an dan Sunnah juga

    ijtihad para sahabat Nabi Muhammad yang masih hidup. Ijtihad dilakukan

    pada saat sebuah masalah tidak diketemukan dalilnya dalam nash Al-Qur'an

    maupun Hadis. Permasalahan yang muncul semakin kompleks setelah

    banyaknya ragam budaya dan etnis yang masuk ke dalam agama Islam.

    Pada periode ini, para faqih mulai berbenturan dengan adat, budaya dan

    tradisi yang terdapat pada masyarakat Islam kala itu. Ketika menemukan

    sebuah masalah, para faqih berusaha mencari jawabannya dari Al-Qur'an.

    Jika di Al-Qur'an tidak diketemukan dalil yang jelas, maka hadis menjadi

    sumber kedua . Dan jika tidak ada landasan yang jelas juga di Hadis maka

    para faqih ini melakukan ijtihad.

    Menurut penelitian Ibnu Qayyim, tidak kurang dari 130 orang faqih dari

    pria dan wanita memberikan fatwa, yang merupakan pendapat faqih tentang

    hukum.

    3. Periode Tabiin

    Pada masa, tabi-tabiin dan para imam mujtahid, di sekitar abad II

    dan III Hijriyah wilayah kekuasaan Islam telah menjadi semakin luas. Pada

    masa tabiin, metode istinbat menjadi semakin jelas dan meluas disebabkan

    tambah meluasnya daerah islam sehingga banyak permasalahan baru yang

    muncul. Para tabiin melakukan ijtihad di berbagai daerah islam. Di

    Madinah, di Irak dan di Basrah. Titik tolak para ulama dalam menetapkan

    hukum bisa berbeda, yang satu melihat dari suatu maslahat, sementara yang

    lain menetapkan hukumnya melalui Qiyas. Dari perbedaan dalam

    mengistinbatkan hukum inilah, akibatnya muncul tiga kelompok ulama,

    yaitu Madrasah Al-Irak, Madrasah Al-Kaufah yang lebih dikenal dengan

  • 4

    sebutan Madrasah Al-Rayu dan Madrasah Al-Madina dikenal dengan

    sebutan Madrasah Al-Hadits. Namun pada masa ini ilmu ushul fiqh masih

    belum terbukukan.

    a. Metode Tabiin Dalam Mengenal Hukum

    Pada periode ini ialah, Menerima hukum yang dikumpulkan oleh

    seseorang mujtahid dan memandang pendapat mereka seolah-olah nash

    syara sendiri. Jadi taqlid itu menerima saja pendapat seseorang mujtahid

    sebagai nash hukum syara. Dalam periode taqlid ini, kegiatan para ulama

    Islam banyak mempertahankan ide dan mazhabnya masing-masing.

    Sebelumnya perlu ditegaskan bahwa setiap mazhab fiqh mempunyai

    ushul fiqh. Hanya saja, metode penulisan mereka berbeda. Metode

    penulisan ushul fiqh yang ada yaitu;

    1) Metode Mutakallimin

    Metode penulisan ushul fiqh ini memakai pendekatan logika

    (mantiqy), teoretik (furudl nadzariyyah) dalam merumuskan kaidah,

    tanpa mengaitkannya dengan furu. Tujuan mereka adalah mendapatkan

    kaidah yang memiliki justifikasi kuat. Kaidah ushul yang dihasilkan

    metode ini memiliki kecenderungan mengatur furu (hakimah), lebih

    kuat dalam tahqiq al masail dan tamhish al khilafat. Metode ini jauh dari

    taasshub, karena memberikan istidlal aqly porsi yang sangat besar

    dalam perumusan. Hal ini bisa dilihat pada Imam al Haramain yang

    kadang berseberangan dengan ulma lain. Dianut antara lain oleh;

    Syafiiyyah, Malikiyyah, Hanabilah dan Syiah.

    2) Metode Fuqaha

    Tidak diperdebatkan bahwa Abu Hanifah memiliki kaidah ushul yang

    beliau gunakan dalam istinbath. Hal ini terlihat dari manhaj beliau;

    mengambil ijma shahabat, jika terjadi perbedaan memilih salah satu

    dan tidak keluar dari pendapat yang ada, beliau tidak menilai pendapat

    tabiin sebagai hujjah. Namun, karena tidak meninggalkan kaidah

    tersebut dalam bentuk tertulis, pengikut beliau mengumpulkan

  • 5

    masail/furu fiqhiyyah, mengelompokkan furu yang memiliki

    keserupaan dan menyimpulkan kaidah ushul darinya. Metode ini dianut

    mazhab Hanafiyyah. Sering pula dipahami sebagai takhrij al ushul min

    al furu. Metode ini adalah kebalikan dari metode mutakallimin.

    b. Keistimewaan Pada Masa Tabiin

    Berkembangnya beberapa pusat studi Islam, menurut Manna al-

    Qatthan telah melahirkan dua tradisi besar dalam sejarah pemikiran

    Islam. Keduanya adalah tradisi pemikiran Ahl al-Ray dan tradisi

    pemikiran Ahl al-Hadits. Menurutnya, mereka yang tergolong Ahl al-

    Ray dalam menggali ajaran Islam banyak menggunakan rasio (akal).

    Sedangkan mereka yang tergolong Ahl al-Hadits cenderung

    memarjinalkan peranan akal dan lebih mengedapankan teks-teks suci

    dalam pengambilan keputusan agama.

    Fiqih sudah sampai pada titik sempurna pada masa ini.

    Pada masa ini muncul ulam-ulama besar, fuqoha dan ahli ilmu

    yang lain.

    Madzhab fiqih pada masa ini sudah berkembang dan yang paling

    masyhur adalah 4 madzhab.

    Telah dibukukan ilmu-ilmu penting dalam islam. Diantaranya,

    dalam madzhab abu hanifah : kutub dzohir al Riwayah yang diriwayatkan

    dari oleh Muhammad bin al Hasan dari Abu Yusuf dari imam Abu Hanifah,

    kemudian dikumpulkan menjadi kitab al Kafi oleh al Hakim as Syahid.

    Dalam madzhab imam Malik : al Mudawwanah yang diriwayatkan oleh

    Sahnun dari Ibnu Qosim dari imam Malik. Dalam madzhab imam Syafii

    kitab al Um yang diimlakkan oleh imam kepada muridnya di Mesir. Dalam

    madzhab imam Ahmad kitab al Jami al Kabir yang dikarang oleh Abu

    Bakar al Khollal setelah mengumpulkannya dari pere murid imam Ahmad.

  • 6

    Peristiwa pemberlakukan hukum di kawasan pemerintahan Islam

    tidak hanya terjadi di daerah kekuasaan Daulah Utsmaniyyah saja. Di Mesir,

    tarik menarik antara penerapan hukum Islam dengan penerapan hukum

    positif (barat) juga terjadi. Dan hukum Islam pun akhirnya harus puas

    berkiprah hanya pada tingkat wacana. Sedangkan dalam aplikasinya,

    pemerintah lebih memilih untuk menerapkan sistem hukum positif. Bahkan,

    hukum positif yang diberlakukan di Mesir tidak hanya menyangkut masalah

    pidana, namun dalam masalah perdata juga diterapkan.

    4. Periode Tabiin Dan Imam Mujtahid

    Masa tabiin dimulai dengan munculnya dua aliran yang terkenal fiqh

    yaitu abl Al-hadist dan abl Al-rayi. Ahl-al-hadist adalah kelompok yang

    menetapkan hasil ijtihad mereka lebih banyak menggunakan hadis nabi

    dibandingkan dengan ijtihad. Kelompok ini lebih banyak tinggal diwilayah

    Hijaz khususnya mekah dan madinah.

    Ahl-al-rayi yaitu kelompok yang lebih banyak menggunakan rayu (

    pikiran) dari pada hadis. Kelompok ini lebih banyak tinggal di wilayah irak,

    khususnya kufah dan basrah. Masing-masing kelompok mempunyai madrasah

    untuk mengembangkan fiqh mereka masing-masing. Ahl hadis punya dua

    madrasah yang terpenting yaitu madrasah madina pengah dan mekah. Dari

    madrasah madinah dan mekah ini muncul para fuqaha besar seperti said ibnu

    musayyab. Mujtahid besar yang juga merupakan produk dari madrasah ini

    adalah malik ibn Anas yang kemudian terkenal dengan imam malik yang pada

    akhirnya diikuti oleh banyak pengikutnya sehingga menjadi suatu mazhab yaitu

    mazhab malikiyah.

    Ahl-al-rayi juga punya dua madrasah yang terkenal yaitu madrasah

    kufah dan madrasah basrah. Kelompok ini pertama dipelopori oleh Ibrahim an-

    nakhai. Seorang mujtahid dari empat imam mazhab yang muncul dari sini

    adalah Imam Abu Hanifah dengan pengikutnya yang terkenal dengan sebutan

    mazhab Hanafiyah. Pada pertengahan abad kedua Hijrah hadir seorang fuqaha

  • 7

    yang sangat terkenal di seantero dunia islam yaitu Abu Abdillah Muhammad

    ibnu Idris al-syafaI atau yang lebih dikenal dengan Imam SyafiI dari imam

    yang terdahulu adalah usahanya dalam menggabungkan dua metode

    berpikirbyang sudah ada sebelumnya.

    Imam SyafiI pernah berguru langsung dengan imam malik dari

    kelompok ahl hadis, juga menimba ilmu dari Muhammad ibn Husain al-

    Syaibani ( murid Abu Halifah ). selain itu ia pun mendalami fiqh ulama mekah.

    Selanjutnya, berdasarkan pengetahuan dan pengetahuannya yang luas inilah

    kemudian Imam SyafiI mencoba untuk membuat pedoman atau kaedah berfikir

    yang menjelaskan langkah-langkah yang harus dilakukan mujtahid dalam

    merumuskan hukum. Metode berpikir yang sudah dirumuskan oleh Imam

    SyafiI itulah yang kemudian disebut dengan Ushul Fiqh.

    5. Periode Kesempurnaan

    Yakni periode imam-imam mujtahid besar dirasah islamiyah pada

    masa keemasan Bani Abbasiyah yang berlangsung selama 250 tahun (101H-

    350H/720-961M). Periode ini juga disebut sebagai periode pembinaan dan

    pembukuan hukum islam. Pada masa ini fiqih islam mengalami kemajuan

    pesat sekali. Penulisan dan pembukuan hukum islam dilakukan secara

    intensif, baik berupa penulisan hadis-hadis nabi, fatwa-fatwa para sahabat

    dan tabiin, tafsir Al-Quran, kumpulan pendapat-pendapat imam-imam

    fiqih, dan penyusunan ilmu ushul fiqh.

    Pada masa ini lahirlah pemikir-pemikir besar dengan berbagai karya

    besarnya, seperti Imam Abu Hanifiah dengan salah seorang muridnya yang

    terkenal Abu Yusuf(Penyusun kitab ilmu ushul fiqh yang pertama), Imam

    Malik dengan kitab al-Muwatha, Imam SyafeI dengan kitabnya al-Umm

    atau al-Risalat, Imam Ahmad dengan kitabnya Musnad, dan beberapa nama

    lainnya beserta karya tulis dan murid-muridnya masing-masing.

  • 8

    Diantara faktor lain yang sangat menentukan pesatnya

    perkembangan ilmu fiqh khususnya atau ilmu pengetahuan umumnya, pada

    periode ini adalah sebagai berikut:

    o Adanya perhatian pemerintah (khalifah) yang besar tehadap ilmu

    fiqh khususnya.

    o Adanya kebebasan berpendapat dan berkembangnya diskusi-diskusi

    ilmiah diantara para ulama.

    o Telah terkodifikasinya referensi-referensi utama, seperti Al-Quran

    (pada masa khalifah rasyidin), hadist (pada masa Khalifah Umar Ibn

    Abdul Aziz), Tafsir dan Ilmu tafsir pada abad pertama hijriah, yang

    dirintis Ibnu Abbas (w.68H) dan muridnya Mujahid(w104H) dan

    kitab-kitab lainnya.

    Periode ini berlangsung selama 250 tahun, dimulai dari awal

    abad kedua hijrah sampai pertengahan abad keempat hijrah.

    Adapun sebab-sebab berkembangnya ilmu fiqh dan

    bergairahnya ijtihad pada periode ini antara lain, adalah :

    o Wilayah Islam sudah sangat meluas ke Timur sampai ke Tiongkok

    dan ke Barat sampai ke Andalusia (Spanyol sekarang) dengan

    jumlah rakyat yang banyak sekali, kondisi ini mendorong para

    ulama untuk berijtihad agar bisa menerapkan syariah untuk semua

    wilayah yang berbeda-beda lingkungannya dan bermacam-macam

    masalah yang dihadapi.

    o Para ulama telah memiliki sejumlah fatwa dan cara berijtihad yang

    didapatkan dari periode sebelumnya, serta Al-Quran telah tersebar

    di kalangan muslimin juga Al-Sunnah sudah dibukukan pada

    permulaan abad ketiga hijriah.

    o Seluruh kaum muslimin pada masa itu mempunyai keinginan keras

    agar segala sikap dan tingkah lakunya sesuai denga Syariah Islam

    baik dalam ibadah mahdhah maupun dalam ibadah ghair mahdhoh

  • 9

    (muamalah dalam arti luas). Mereka meminta fatwa kepada para

    ulama, hakim dan pemimpin pemerintahan.

    o Pada periode ini dilahirkan ulama-ulama potensial untuk menjadi

    mujtahid. Seperti Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam al-

    SyafiidanImam Ibnu Hanbal beserta murid mereka masing-masing.

    Hal-hal penting yang diwariskan periode ini kepada periode

    beriktunya, antara lain :

    o Al-Sunnah yang telah dibukukan, sebagian dibukukan berdasarkan

    urutan sanad hadist dan sebagian lain dibukukan berdasarkan bab-bab

    fiqh. Disamping itu Al-Quran telah lengkap dengan syakal.

    o Fiqh telah dibukukan lengkap dengan dalil dan alasannya. Diantaranya

    Kitab Dhahir al-Riwayah al-Sittah dikalangan mazhab Hanafi. Kitab

    Al-Mudawanah dalam mazhab Maliki, Kitab Al-Umm di kalangan

    mazhab al-Syafii, dan lain sebagainya.

    o Dibukukannya Ilmu Ushul Fiqh. Para ulama mujtahid mempunyai

    warna masing-masing dalam berijtihadnya atas dasar prinsip-prinsip

    dan cara-cara yang ditempuhnya. Misalnya, Imam Malik dalam

    kitabnya Al-Muwatha menunjukkan adanya prinsip-prinsip dan

    dasar-dasar yang digunakan dalam berijtihad. Tetapi orang yang

    pertama kali mengumpulkan prinsip-prinsip ini dengan sistematis dan

    memberikan alasan-alasan tertentu adalah Muhammad bin Idris al-

    Syafii dalam kitabnya Al-Risalah. Oleh karena itu beliau sebagai

    pencipta ilmu Ushul Hadist.

    6. Periode Kemunduran

    Sebagai akibat dari taqlid dan kebekuan karena hanya

    menyandarkan produk-produk ijtihad mujtahid-mujtahid sebelumnya-yang

    dimulai pada pertengahan abad keempat Hijriah sampai akhir 13H, atau

    sampai terbitnya buku al-Majallat al-Ahkam al-Adliyat tahun 1876M.

  • 10

    Pada periode ini, pemerintah Bani Abbasiyah-akibat berbagai

    konflik politik dan berbagai faktor sosiologis lainnya dalam keadaan lemah.

    Banyak daerah melepaskan diri dari kekuasaanya. Pada umumnya ulama

    pada masa itu sudah lemah kemauannya untuk mencapai tingkat mujtahid

    mutlak sebagaimana dilakukan oleh para pendahulu mereka pada periode

    kejayaan. Periode Negara yang berada dalam konflik, tegang dan lain

    sebagainya itu ternyata sangat berpengaruh kepada kegairahan ulama yang

    mengkaji ajaran Islam langsung dari sumber aslinya;Al-Quran dan hadist.

    Mereka puas hanya dengan mengikuti pendapat-pendapat yang telah ada,

    dan meningkatkan diri kepada pendapat tersebut ke dalam mazhab-mahzhab

    fiqhiyah. Sikap seperti inilah kemudian mengantarakan umat islam

    terperangkap kealam pkiran yang jumud.

    7. Periode Pembangunan Kembali,

    Mulai dari terbitnya buku itu sampai sekarang. Pada periode ini umat

    islam menyadari kemunduran dan kelemahan mereka sudah berlangsung

    semakin lama itu. Ahli sejarah mencatat bahwa kesadaran itu terutama

    sekali muncul ketika Napoleon Bonaparte menduduki Mesir pada tahun

    1789 M. Kejatuhan mesir ini menginsafkan umat Islam betapa lemahnya

    mereka dan betapa di Dunia Barat telah timbul peradaban baru yang lebih

    tinggi dan merupakan ancaman bagi Dunia Islam. Para raja dan pemuka-

    pemuka Islam mulai berpikir bagaimana meningkatakan mutu dan kekuatan

    umat islam kembali. Dari sinilah kemudian muncul gagasan dan gerakan

    pembaharuan dalam islam, baik dibidang pendidikan, ekonomi, militer,

    social, dan gerakan intelektual lainnya.

    Gerakan pembaharuan ini cukup berpengaruh pula terhadap

    perkembangan fiqih. Banyak di antara pembaharuan itu juga adalah ulama-

    ulama yang berperan dalam perkembangan fiqih itu sendiri. Mereka berseru

    agar umat islam meninggalkan taklid dan kembali kepada Al-Quran dan

    hadist-mengikuti jejak para ulama di masa sahabat dan tabiin terdahulu.

    Mereka inilah disebut golongan salaf seperti Muhammad Abdul Wahab di

  • 11

    Saudi Arabia, Muhammad Al-Sanusi di Libya dan Maroko, Jamal Al-Din

    Al-Afghani, Muhammad Abduh, Muhammad asyid Rida, dimesir, dan lain

    sebagainya.

    C. Objek pembahasan dari Ushul fiqh meliputi tentang dalil, hukum, kaidah

    dan ijtihad

    Sesuai dengan keterangan tentang pengertian Ilmu Ushul Fiqh di depan,

    maka yang menjadi obyek pembahasannya, meliputi :

    a) Pembahasan tentang dalil.

    Pembahasan tentang dalil dalam ilmu Ushul Fiqh adalah secara global. Di

    sini dibahas tentang macam-macamnya, rukun atau syarat masing-masing

    dari macam-macam dalil itu, kekuatan dan tingkatan-tingkatannya. Jadi di

    dalam Ilmu Ushul Fiqh tidak dibahas satu persatu dalil bagi setiap

    perbuatan.

    b) Pembahasan tentang hukum

    Pembahasan tentang hukum dalam Ilmu Ushul Fiqh adalah secara umum,

    tidak dibahas secara terperinci hukum bagi setiap perbuatan. Pembahasan

    tentang hukum ini, meliputi pembahasan tentang macam-macam hukum

    dan syarat-syaratnya. Yang menetapkan hukum (al-hakim), orang yang

    dibebani hukum (al-mahkum 'alaih) dan syarat-syaratnya, ketetapan hukum

    (al-mahkum bih) dan macam-macamnya dan perbuatan-perbuatan yang

    ditetapi hukum (al-mahkum fih) serta syarat-syaratnya.

    c) Pembahasan tentang kaidah.

    Pembahasan tentang kaidah yang digunakan sebagai jalan untuk

    memperoleh hukum dari dalil-dalilnya antara lain mengenai macam-

    macamnya, kehujjahannya dan hukum-hukum dalam mengamalkannya.

    d) Pembahasan tentang ijtihad

    Dalam pembahasan ini, dibicarakan tentang macam-macamnya, syarat-

    syarat bagi orang yang boleh melakukan ijtihad, tingkatan-tingkatan orang

    dilihat dari kaca mata ijtihad dan hukum melakukan ijtihad.

  • 12

    D. Tujuan Memahami Ushul Fiqh

    Setelah mengetahui definisi sedikit tentang sejarah ushul fiqh beserta

    pembahasannya, maka sangatlah penting untuk mengetahui tujuan dan

    kegunaan sejarah pertumbuhan dan perkembangan ushul fiqh. Tujuan yang

    ingin dicapai dari sejarah ushul fiqh yaitu untuk dapat menerapkan kaidah-

    kaidah terhadap dalil-dalil syara yang terperinci agar sampai pada hukum-

    hukum syara yang bersifat amali. Selain itu dapat juga dijadikan sebagai

    pertimbangan tentang sebab terjadinya perbedaan madzhab diantara para Imam

    mujathid. Karena tidak mungkin kita hanya memahami tentang suatu hukum

    dari satu sudut pandang saja kecuali dengan mengetahui dalil hukum dan cara

    penjabaran hukum dari dalilnya.

    Para ulama terdahulu telah berhasil merumuskan hukum syara

    dengan menggunakan metode-metode yang sudah ada dan terjabar secara

    terperinci dalam kitab-kitab fiqh. Kemudian apa kegunaan ilmu ushul fiqh bagi

    masyarakat yang datang kemudian?. Dalam hal ini ada dua maksud kegunaan,

    yaitu:

    Pertama, apabila sudah mengetahui metode-metode ushul fiqh yang

    dirumuskan oleh ulama terdahulu, dan ternyata suatu ketika terdapat masalah-

    masalah baru yang tidak ditemukan dalam kitab terdahulu, maka dapat dicari

    jawaban hukum terhadap masalah baru itu dengan cara menerapkan kaidah-

    kaidah hasil rumusan ulama terdahulu.

    Kedua, apabila menghadapi masalah hukum fiqh yang terurai dalam

    kitab fiqh, akan tetapi mengalami kesulitan dalam penerapannya karena ada

    perubahan yang terjadi dan ingin merumuskan hukum sesuai dengan tuntutan

    keadaan yang terjadi, maka usaha yang harus ditempuh adalah merumuskan

    kaidah yang baru yang memungkinkan timbulnya rumusan baru dalam fiqh.

    Kemudian untuk merumuskan kaidah baru tersebut haruslah diketahui secara

    baik cara-cara dan usaha ulama terdahulu dalam merumuskan kaidahnya yang

    semuanya dibahas dalam ilmu ushul fiqh.

  • 13

    BAB III

    PENUTUP

    A. Kesimpulan

    Unshul fiqh asal artinya sumber atau dasar. Dasar dari fiqh adalah ushul

    fiqh, berarti ushul fiqh itu asas atau dalil fiqh yang di ambil dari al-Quran dan

    sunnah. Ushul fiqh ini sebenarnya sudah ada semenjak Rasulullah.

    Ilmu Ushul Fiqh adalah kaidah-kaidah yang digunakan dalam usaha

    untuk memperoleh hukum-hukum syara' tentang perbuatan dari dalil-dalilnya

    yang terperinci. Orang yang mula-mula menciptakan ilmu ushul fiqh adalah

    Imam Syafii yang meninggal di mesir pada tahun 204 H. Beliau menulis

    sebuah risalah yang dijadikannya sebagai Mukaddima bukunya yang bernama

    kitab al-Um. Pada masa tabiin, penggunaan ushul al-fiqh ini lebih luas. Periode

    awal pertumbuhan fiqh. Masa ini dimulai pada pertengahan abad ke-1 sampai

    awal abad ke-2 H. Periode ketiga ini merupakan titik awal pertumbuhan fiqh

    sebagai salah satu disiplin ilmu dalam Islam.

    Periode keemasan. Periode ini dimulai dari awal abad ke-2 sampai pada

    pertengahan abad ke-4 H. Dalam periode sejarah peradaban Islam, periode ini

    termasuk dalam periode Kemajuan.

    Tujuan yang ingin dicapai dari sejarah ushul fiqh yaitu untuk dapat

    menerapkan kaidah-kaidah terhadap dalil-dalil syara yang terperinci agar

    sampai pada hukum-hukum syara yang bersifat amali. Selain itu dapat juga

    dijadikan sebagai pertimbangan tentang sebab terjadinya perbedaan madzhab

    diantara para Imam mujathid.

  • 14

    DAFTAR PUSTAKA

    Djuzi dkk. Ushul Fiqh: Metodologi Hukum Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada,

    2000.

    Nazar Bakry. Fiqh dan Ushul Fiqh. Cetakan IV. Jakarta: Raja Grafindo Persada,

    2003.

    Satria Efendu, M. Zein. Ushul Fiqh. Jakarta, Prenada Media Group, 2005.

    http://matakul.blogspot.com/2011/08/sejarah-perkembangan-ushul-fiqh.html