makalah stlo
DESCRIPTION
LEARNING ORGANZATIONTRANSCRIPT
Learning Organization
Studi Kasus: Penerapan Learning Organization pada
PT Unilever Indonesia
Disusun oleh:
Rina Nur Oktaviana 0806463536
Tami Januarti 0806463542
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Indonesia
Depok, 2010
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
hidayah kepada kita semua, sehingga berkat Karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah
” Learning Organization, Studi Kasus: Penerapan Learning Organization pada PT
Unilever”. Dalam penyusunan makalah ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak
Muhammad Azis Muslim sebagai dosen pengajar mata Perilaku Organisasi. Dan tidak lupa
penulis mengucapkan banyakcterimakasih pada semua pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan tugas makalah ini sehinggga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah
ini.
Dalam penyusunan makalah ini penulis meminta maaf apabila ada kesalahan yang
membuat para pembaca tidak berkenan. Penulis berharap semoga makalah inicdapat bermanfaat
bagi penulis sendiri maupun kepada pembaca.
Jakarta, 5 Desember 2010
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………………….. i
DAFTAR ISI ...………………………………………………………………………………..... ii
BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Masalah ………………………………………………………… 1
I.2. Rumusan Masalah ……………………………………………………………….. 3
I.3. Tujuan …………………………………………………………………………… 3
I.4. Sistematika Penulisan …………………………………………………………… 4
BAB II KERANGKA TEORI
II.1. Pengertian Pembelajaran (Learning) …………………………………………… 5
II.2. Learning Organization …………………………………………………………. 6
II.3. Jenis-Jenis Learning Organzation …………………………… ..……………… 12
II.4. Karakteristik Learning Organization ……………………………...…………… 14
II.5. Hambatan Learning Organization ……………………………………………… 16
BAB III PEMBAHASAN
III.1. Gambaran Umum PT Unilever Indonesia …………………………………….. 18
III.1.1. Sejarah Perusahaan Unilever ………………………………………… 18
III.1.2. Struktur organisasi …………………………………………………… 19
III.1.3. Kegiatan Produksi PT Unilever ……………………………………… 21
III.1.4. Persaingan …………………………………………………………… 21
III.2. Alasan PT Unilever Indonesia melakukan Learning Organization ………….. 22
III.3. Penerapan Learning Organization PT Unilever ……………………………… 24
BAB IV PENUTUP
IV. 1. Kesimpulan ………………………………………………………………….. 31
IV. 2. Saran ………………………………………………………………………… 32
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
I. 1. Latar Belakang Masalah
Pada era pengetahuan (knowledge era) dan teknologi yang dihadapi masyarakat
men- jelang abad 21, membawa kecenderungan masyarakat mengalami suatu perubahan
tatanan kehidupan yang cepat, yang akan berpengaruh pada perubahan karakteristik
lingkungan kerja. Organisasi sebagai suatu bentuk kehidupan dalam masyarakat juga
mengalami perubahan. Organisasi yang semula statis dengan paradigma manajemen
tradisional, dituntut harus siap melakukan perubahan menuju ke manajemen baru yang
dicirikan oleh adanya visi, pelatihan dan pengembangan karyawan dalam rangka
pemberdayaan karyawan dan tim kerja. Kini organisasi yang statis berubah menjadi
organisasi dinamis. Organisasi yang mempunyai sikap dinamis artinya organisasi itu
selalu menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi.
Organisasi mengalami perubahan karena organisasi selalu menghadapi berbagai
macam tantangan. Tantangan itu timbul akibat dari perubahan lingkungan. Lingkungan
yang terus menerus berubah, memaksa individu maupun organisasi untuk mengikuti
perubahan tersebut. Untuk tetap eksis dalam lingkungan yang memiliki tantangan dan
ketidakpastian, organisasi harus harus “berubah” atau “beradaptasi” untuk dapat tetap
bertahan. Perubahan lingkungan juga menuntut organisasi lebih fleksibel dan tanggap
(responsiveness) terhadap lingkungan yang berubah. Fleksibilitas organisasi memerlukan
adanya kerja sama tim didalamnya. Dalam kondisi lingkungan yang mengalami
perubahan melahirkan kompetisi-kompetisi di dalamnya, kompetisi muncul dalam rangka
untuk menyeleksi organisasi yang dapat mengikuti arus perubahan tersebut.
Organisasi yang statis, yang tidak dapat beradaptasi dengan lingkungan yang
berubah dan tidak memenangkan kompetisi dalam lingkungan tersebut maka organisasi
tersebut akan mati. Keunggulan sebuah organisasi dalam menghadapi ketatnya
persaingan sangat tergantung pada individu yang berada di dalamnya yang memiliki
kecepatan, kemampuan daya tanggap, kelincahan, kemampuan pembelajaran dan
kompetensi karyawannya yaitu pengetahuan, ketrampilan, dan kemampuan yang
berhubungan dengan pekerjaan (Ulrich,1998 ). Para pengelola organisasi harus berpikir
bagaimana membangun dan mempertahankan keunggulan kompetitif yang berkelanjutan
dalam persaingan. Perubahan lingkungan yang cepat menuntut setiap organisasi untuk
cepat menanggapi dan beradaptasi dengan perubahan, dan munculnya perubahan ini
bukan dengan dilawan atau ditentang, namun justru harus dikelola.
Perubahan-perubahan lingkungan yang di alami oleh suatu organisasi
mengharuskan organisasi tersebut melakukan penyesuaian diri. Penyesuaian diri menjadi
suatu keharusan. Kemampuan organisasi pemerintah untuk menjawab semua tantangan
saat ini dan kedepan menjadi salah satu kekuatan yang harus dimiliki oleh organisasi.
Untuk mewujudkannya, organisasi membutuhkan konsep konkrit yang menjadi alat untuk
menaklukan perubahan. Salah satunya adalah Learning Organization. Pitts (1996)
mengemukakan bahwa keunggulan kompetitif organisasi bisa dibangun dan
dipertahankan melalui strategi mengelola perubahan yaitu dengan membangun Learning
Organization.
Peter Senge (1990 : 3) dalam bukunya yang berjudul The Fifth Discipline
mendefinisikan learning organization sebagai organisasi dimana orang-orang di
dalamnya meng-expand kapasitas yang dimilikinya. Orang-orang tersebut dibina dan
dikembangkan sehingga mereka bebas memberikan aspirasi kepada perusahaan. Dalam
learning organization, terjadinya proses pembelajaran sangat tergantung pada individu-
individu yang berada dalam organisasi, karena mereka adalah pelaku pembelajaran
organisasi. Seperti yang dikatakan Senge (1990:7) “organisation learn only though
individuals who learn” bahwa organisasi yang belajar hanyalah melalui individu-individu
yang belajar. Memang pembelajaran yang dilakukan individu tidak menjamin terjadinya
pembelajaran organisasi, tetapi tanpa pembelajaran individu tidak akan terjadi
pembelajaran organisasi. Namun, dalam learning organization bukan hanya individu
yang terus melakukan pembelajaran namun organisasi juga harus terus belajar.
Sebagaimana halnya manusia, organisasi harus tetap belajar.
Organisasi perlu terus menerus belajar agar mereka dapat menyesuaikan diri
terhadap berbagai perubahan. Charles Darwin mengatakan, “bukan yang terkuat yang
mampu berumur panjang, melainkan yang paling adaptif”, yaitu mereka yang selalu
menyesuaikan diri terhadap berbagai perubahan (Kasali, R.,2007). Alvin Toffler
mengatakan“the illiterate of 21th century will not be those who cannot read and write,
but those who cannot learn, unlearn and relearn”. Kebodohan di abad 21 seperti saat ini
bukan lagi diakibatkan oleh buta huruf semata, tetapi oleh orang-orang yang tidak mau
belajar, tidak mau membuang pengetahuan yang salah yang selama ini diyakininya dan
juga tidak mau mempelajari kembali apa yang telah dipelajari sebelumnya.
Learning organization tidak luput dilakukan oleh PT Unilever Indonesia dalam
menanggapi perubahan lingkungan yang ada. PT Unilever merupakan sebuah perusahaan
multinasional yang bergerak di bidang FMCG (Fast Moving Consumer Goods). Dalam
perjalanannya, PT Unilever semakin memahami pentingnya learning organization di
dalam perusahaan. Untuk itu dalam makalah ini penulis ingin melihat bagaimana
penerapan learning organization di PT Unilever.
II. 2. Perumusan Masalah
1. Apakah alasan PT Unilever melakukan Learning Organization?
2. Bagaimana penerapan Learning Organization di PT Unilever?
II. 3. Tujuan
1. Untuk mengetahui alasan PT Unilever melakukan Learning Organization
2. Untuk mengetahui penerapan Learning Organization di PT Unilever
II. 4. Sistematika Penulisan
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Masalah
I.2. Rumusan Masalah
I.3. Tujuan
I.4. Sistematika Penulisan
BAB II KERANGKA TEORI
II.1. Pembelajaran (Learning)
II.2. Learning Organization
II.3. Jenis-Jenis Learning Organzation
II.4. Karakteristik Learning Organization
II.5. Hambatan Learning Organization
BAB III PEMBAHASAN
III.1. Gambaran Umum PT Unilever Indonesia
III.1.1. Sejarah Perusahaan Unilever
III.1.2. Struktur organisasi
III.1.3. Kegiatan Produksi PT Unilever
III.1.4. Persaingan
III.2. Alasan PT Unilever Indonesia melakukan Learning Organization
III.3. Penerapan Learning Organization PT Unilever
BAB IV PENUTUP
IV. 1. Kesimpulan
IV. 2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
KERANGKA TEORI
II. 1. Pembelajaran (Learning)
Sebelum masuk kepada pengertian pembelajaran organisasi (learning
organization), akan dibahas terlebih dahulu mengenai definisi pembelajaran. Menurut
Kim (1993), pembelajaran (learning) merupakan proses mendapatkan pengetahuan atau
keterampilan. Definisi terseut meliputi dua hal : (1) proses mendapatkan keterampilan
atau know-how (mengetahui bagaimana caranya) yang menghasilkan kemapuan fisik
untuk memproduksi suatu tindakan, dan (2) proses mendapatkan know-why (mengetahui
mengapa demikian) yang menghasilkan kemampuan untuk mengartkulasikan
pemahaman konseptual dari suatu pengalaman. Kedua komponen pembelajaran tersebut
merupakan satu kesatuan yang penting apa yang dipelajari (know-how) dan bagaimana
manusia memahami dan menerapkan apa yang dipelajarinya (know-why).
Dengan demikian, secara umum pembelajaran dapat didefinisikan sebagai proses
peningkatan kapasitas manusia untuk melakukan tindakan yang efektif. Dalam esensi
yang sama, Dharma ( 2001 : 31 ) mengungkapkan bahwa secara umum pembelajaran
(learning) didefinisikan sebagai proses memperoleh pengetahuan dan wawasan baru
untuk merubah perilaku dan tindakan. Menurut Schein (1992) bahwa agar individu atau
organisasi belajar leih cepat, maka mereka harus memahami bahwa belajar ukan
merupakan konsep yang “unitary”. Dengan demkian belajar memiliki perbedaan baik
dari segi wawasan waktu yang terkait dengan belajar itu sendiri maupun penerapannya
dalam setiap tahap proses belajar dan perubahannya, dan mencangkup berbagai tipe
pembelajaran dengan cakrawala waktu yang berbeda dari serangkaian proses perubahan
organisasi, sebagai berikut:
a. Tipe Knowledge acquisition and insight, insight, yang bermakna bahwa learning
adalah perolehan informasi dan pengetahuan melalui kegiatan kognitif.
b. Tipe habit and skill learning, yaitu tipe pembelajaran yang lambat karena
mengutamakan praktek dan kemuan dari pembelajar yang untuk sementara waktu
mau diperlakukan tidak kompeten. Untuk itu diperlukan kesempatan parktek,
kesempatan membuat kesalahan dan motivasi yang konsisten bagi individu yang
belajar dengan baik.
c. Tipe emotional and learned anxiety, yaitu tipe pembelajaran yang sangat keras dan
kuat. Maksudny adalaha tipe belajar yang prosesnya akan berlangsung lama dan
berlanjut bahkan sampai suatu saat dimana penyebab awal pembelajaran itu sendiri
sudah selesai atau berganti ( Sudarsono, 1998:15)
Kebanyakan teori belajar memusatkan perhatian kepada perolehan pengetahuan
dan wawasan yang lazim dikenal sebagai “cognitive learning” yang secara implicit
mengandung esensi perolehan informasi dan pengetahuan melalui berbagai kegiatan
kognitif. Namun, menurt Schein (1992) pandangan ini mengaaikan 2 hal: (1) belajar
dapat terjadi hanya jika pembelajar mengenal suatu permasalahan dan termotivasi untuk
mempelajarinya, (2) walaupun pembelajar memiliki wawasan, pembelajar sering tidak
dapat menghasilkan bentuk perilaku, keterampilan yang konsisten untuk memecahkan
permasalahan.
II. 2. Learning Organization
Setiap organisasi, menurut teori sistem yang umum, organisasi modern lebih
merupakan organisasi yang terbuka daripada organisasi tertutup, oleh karenanya setiap
organisasi modern secara terus menerus berinteraksi dengan dan dipengaruhi oleh
lingkungannya, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Oleh karena organisasi
adalah sistem yang terbuka, faktor lingkungan secara tak terelakan lagi sangatlah
mempengaruhinya ( certo, Samuel C., Peter, J. Paul, 1991:36)
Seperti yang telah dijelaskan, bahwa pada era globalisasi dan pasar bebas saat ini,
setiap organisasi perusahaan dituntut untuk dapat bersaing dengan perusahaan lain, baik
perusahaan lokal maupun internasional. Tidak hanya bersaing, organisasi perusahaan
juga harus dapat mengantisipasi perubahan-perubahan yang terjadi di masyarakat dan
lingkungan sekitar perusahaan. Mendasarkan pada berbagai kondisi perubahan yang
cepat dan faktor persaingan yang tinggi inilah yang kemudian menghasilkan kosa kata
baru dalam ilmu manajemen yang biasa disebut dengan organisasi pembelajar (learning
organization).
Cukup banyak pandangan mengenai pengertian Learning Organization.
Pandangan mengenai Learning Organization tersebut sudah banyak dikembangkan dan
diterapkan sebagai salah satu strategi sebuah organisasi atau perusahaan dalam
menghadapi perubahan dan persaingan bisnis secara global. Pengertian-pengertian
tersebut disampaikan oleh beberapa ahli: Senge (dalam Dharma, 2001 : 28)
mendefinisikan learning organization, sebagai suatu organisasi yang secara terus
menerus mengembangkan kemampuannya untuk menciptakan masa depannya. Batasan
Learning Organization yang dikemukakan oleh Senge sangat jelas menyatakan bahwa
organisasi perlu secara terus menerus menempatkan dirinya dalam perubahan. Dengan
demikian seluruh sistem organisasi selalu ditempatkan dalam posisi yang berubah.
Perubahan organisasi itu dituntun oleh kondisi masa depan yang diidamkan. Oleh karena
itu, organisasi tidak hanya dituntut untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan tetapi
juga dituntut mampu menciptakan pengetahuan baru untuk masa depan.
Menurut Beck (dalam Dharma, 2001 : 28) ,mendefinisikan learning organization
sebagai : “system of action, actors, symbols, and processes that enables an organization
to transform information into valued knowledge, which in turn increase its long-run
adaptive capacity”. Definisi tentang Organisasi Pembelajar juga dikemukakan oleh
Pedler, Boydell dan Burgoyne (1988). Dengan mendasarkan pada proses kajian literatur,
wawancara dan investigasi lain maka organisasi pembelajaran didefinisikan sebagai
sebuah organisasi yang memfasilitasi pembelajaran dari seluruh anggotanya dan secara
terus menerus untuk dapat mentransformasi diri. Menurut Pedler, dkk (Dale, 2003) suatu
organisasi pembelajar adalah organisasi yang; 1) mempunyai suasana dimana anggota-
anggotanya secara individu terdorong untuk belajar dan mengembangkan potensi penuh
mereka, 2) memperluas budaya belajar ini sampai pada pelanggan, pemasok dan
stakeholder lain yang signifikan, 3) menjadikan strategi pengembangan sumber daya
manusia sebagai pusat kebijakan bisnis, dan 4) berada dalam proses transformasi
organisasi secara terus menerus. Tujuan proses transformasi sebagai aktivitas sentral,
adalah agar organisasi mampu mencari secara luas ide-ide baru, masalah-masalah baru
dan peluang-peluang baru untuk pembelajaran, dan mampu memanfaatkan keunggulan
kompetitif dalam dunia yang semakin kompetitif.
Untuk menjadi sebuah organisasi pembelajar, setiap organisasi harus mampu
mendorong timbulnya suatu kondisi prasyarat yang oleh Peter Senge disebut sebagai lima
hal inti dalam pembentukan organisasi pembelajar atau disebut disiplin learning
organization. Kelima hal tersebut adalah:
1. Keahlian Pribadi (Personal Mastery)
Keahlian pribadi adalah suatu kecenderungan seseorang untuk bersikap dan
memperluas kemampuannya secara terus menerus, guna menciptakan hasil-hasil yang
benar-benar mereka cari di dalam hidupnya. Hal ini menunjukkan adanya tingkat
keahlian/penguasaan seorang individu di bidang profesinya yang berguna untuk
menyelesaikan tugasnya secara baik untuk jangka waktu yang panjang. Disiplin
keahlian pribadi dapat ditanamkan dalam iklim organisasi yang secara terus menerus
memperkuat ide bahwa pertumbuhan pribadi benar-benar dihargai di dalam
organisasi. Esensi dari keahlian pribadi mencakup keberadaan (being), kemampuan
menghasilkan (generativeness) dan keterkaitan (connectedness), yakni adanya
keyakinan dan pengakuan, bahwa setiap kehadiran individu akan memberikan
kontribusi pada organisasi sesuai dengan keahliannya yang dapat dipadukan melalui
keterkaitan dengan individu lainnya dalam organisasi.
Menurut O’Brien, orang yang memiliki tingkat personal mastery yang tinggi
akan memiliki komitmen yang tinggi, lebih memiliki inisiatif, memiliki rasa tanggung
jawab yang tinggi dan luas terhadap pekerjannya, serta belajar dengan lebih cepat.
Lebih lanjut Senge menyatakan bahwa orang yang sudah mempraktekan personal
mastery akan:
a. Mampu mengintegrasikan reason dengan intusi
Integrasi antara reason dengan intusi dapat diperoleh secara alamiah.
Intusi menolak cara berpikir linear yang menyandarkan diri pada hukum sebab
akibat sehingga intuisi sering kelihatan tidak masuk akal.
b. Menempatkan dirinya sebagai bagian dari sistem
Kemampuan memperluas kesadaran dan saling pengertian, lebih mampu
melihat hubungan antara tindakan dengan realitas, dan lebih mampu melihat
hubungan antara dirinya dengan dunia di luarnya.
c. Lebih memiliki rasa kasihan dan empati
Orang-orang yang mampu menempatkan dirinya ditengan-tengah sistem
dan mengetahui adanya tekanan-tekanan yang muncul diantara satu orang
dengan yang lainnya biasanya akan lebih memiliki rasa kasihan dan empati.
d. Memiliki komitmen kepada “the whole”
Perasaan adanya saling berhubungan akan menyebabkan seseorang akan
menempatkan kepentingan kelompok diatas kepentingannya sendiri.
2. Model Mental (Mental Model)
Model mental (Mental Model) adalah suatu prinsip yang mendasar dari
organisasi pembelajar. Model mental terkait dengan bagaimana seseorang berpikir
dengan mendalam tentang mengapa dan bagaimana dia melakukan tindakan atau
aktivitas dalam berorganisasi. Model mental merupakan suatu pembuatan peta
atau model kerangka kerja dalam setiap individu untuk melihat bagaimana
melakukan pendekatan terhadap masalah yang dihadapinya. Dengan kata lain,
model mental bisa dikatakan sebagai konsep diri seseorang, yang dengan konsep
diri tersebut dia akan mengambil keputusan terbaiknya. Dalam pembahasan
terdahulu model mental ini kemudian menghasilan cara berfikir atau mindset.
Model mental merupakan asumsi yang mendalam baik berupa generalisasi
ataupun pandangan manusia untuk memahami dunia dan mengambil keputusan.
Pemahamam mengenai model mental berkaitan dengan keterampilan dari refleksi
dan keterampilan mempertanyakan. Keterampilan dari refleksi dimulai dengan
suatu lompatan abstraksi dimana pikiran kita secara harfiah bergerak cepat dan
melompat untuk segera menggeneralisasi fakta-fakta yang sebenarnya spesifik,
sehingga kita tidak pernah berpikir untuk mengujinya. Hal inilah yang seringkali
memperlambat proses belajar kita (Senge, 1990:191-193).
Perpaduan berpikir sistem dengan model mental dapat membuat
perubahan dari mental yang selalu berdasarkan kejadian menjadi model mental
yang melihat jangka panjang dan struktur pola tersebut. Oleh karena itu, unsur
pokok model mental adalah tercapainya keterbukaan yang akan mempermudah
proses pengambilan keputusan melalui diskusi yang optimal dan hilangnya mental
block yang menghambat dalam organisasi.
3. Visi Bersama (Shared Vision)
Visi bersama (Shared Vision) adalah suatu gambaran umum dari
organisasi dan tindakan (kegiatan) organisasi yang mengikat orang-orang secara
bersama-sama dari keseluruhan identifikasi dan perasaan yang dituju. Dengan visi
bersama, organisasi dapat membangun komitmen yang tinggi dalam organisasi.
Selain itu organisasi dapat pula menciptakan gambaran-gambaran atau mimpi-
mimpi bersama tentang masa depan yang ingin dicapai, serta prinsip-prinsip dan
praktek-praktek penuntun yang akan digunakan dalam mencapai masa depan
tersebut.
4. Pembelajaran Tim (Team Learning)
Belajar Tim (Team Learning) adalah suatu keahlian percakapan dan
keahlian berpikir kolektif dalam organisasi. Kemampuan organisasi untuk
membuat individu-individu cakap dalam percakapan dan cakap dalam berfikir
kolektif tersebut akan dapat meningkatkan kecerdasan dan kemampuan
organisasi. Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa kecerdasan organisasi jauh
lebih besar dari jumlah kecerdasan-kecerdasan individunya. Untuk mencapai
kondisi tersebut dibutuhkan individu-individu dalam organisasi yang memiliki
emotional intelligence yang tinggi.
5. Pemikiran Sistem (System Thinking)
Berpikir sistem (Systems Thinking) adalah suatu kerangka kerja
konseptual. Yaitu suatu cara dalam menganalisis dan berpikir tentang suatu
kesatuan dari keseluruhan prinsip-prinsip organisasi pembelajar. Tanpa
kemampuan menganalisis dan mengintegrasikan disiplin-disiplin organisasi
pembelajar, tidak mungkin dapat menerjemahkan disiplin-displin itu kedalam
tindakan (kegiatan) organisasi yang lebih luas. Disiplin ini membantu kita melihat
bagaimana kita mengubah sistem-sistem secara lebih efektif, dan bertindak lebih
selaras dengan proses-proses yang lebih besar dari alam dan dunia ekonomi.
Berpikir sistem ini pengertiannya hampir sama dengan apa yang disampaikan oleh
Guthrie tentang Melihat organisasi sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan
(Viewing organization as integrated whole).
Konsep learning organization dapat diartikan sebagai kemampuan suatu
organisasi untuk terus menerus melakukan proses pembelajaran (self leraning) sehingga
organisasi tersebut memiliki ‘kecepatan berpikir dan bertindak’ dalam merespon beragam
perubahan yang muncul. Menurut Pedler, Boydell dan Burgoyne dalam (Dale, 2003)
mendefinisikan bahwa organisasi pembelajaran adalah “Sebuah organisasi yang
memfasilitasi pembelajaran dari seluruh anggotanya dan secara terus menerus
mentransformasikan diri”. Menurut Lundberg (Dale, 2003) menyatakan bahwa
pembelajaran adalah “suatu kegiatan bertujuan yang diarahkan pada pemerolehan dan
pengembangan keterampilan dan pengetahuan serta aplikasinya”.
Menurut Sandra Kerka (1995) yang paling konseptual dari learning organization
adalah asumsi bahwa ‘belajar itu penting’, berkelanjutan, dan lebih efektif ketika
dibagikan dan bahwa setiap pengalaman adalah suatu kesempatan untuk belajar. Kerka
menyatakan, lima disiplin yang diidentifikasikan Peter Senge adalah kunci untuk
mencapai organisasi jenis ini. Peter Senge juga menekankan pentingnya dialog dalam
organisasi, khususnya dengan memperhatikan pada disiplin belajar tim (team learning).
Maka dialog merupakan salah satu ciri dari setiap pembicaraan sesungguhnya dimana
setiap orang membuka dirinya terhadap yang lain, benar-benar menerima sudut
pandangnya sebagai pertimbangan berharga dan memasuki yang lain dalam batasan
bahwa dia mengerti tidak sebagai individu secara khusus, namun isi pembicaraannya.
Tujuannya bukan memenangkan argumen melainkan untuk pengertian lebih lanjut.
Belajar tim (team learning) memerlukan kapasitas anggota kelompok untuk mencabut
asumsi dan mesu ke dalam pola “berfikir bersama” yang sesungguhnya. [Senge. 1990]
II. 3. Jenis-Jenis Learning Organzation
Kunci utama pada learning organization adalah adanya visi organisasi, misi yang
jelas dan cara mewujudkan visi dan misi tersebut ke dalam nilai-nilai dan perilaku.
Learning organization dibangun atas dasar asumsi bahwa organisasi merupakan sistem
yang terbuka, organisasi memiliki kemampuan untuk melakukan reproduksi dan memiliki
kemampuan untuk melakukan perubahan (Buckley, dalam Lockkett and Spear, 1983:36),
organisasi merupakan hasil kombinasi pilihan-pilhan strategis dan pengaruh lingkungan
(Gouillart &Kelly, 1995:2 ; Robbins, 296-297), organisasi dipandang sebagai organism
yang hidup yang memiliki semangat, dan pikiran (Gouillart&Kelly, 1995:2), dan
organisasi dianggap memiliki kapasitas sebagai sistem pemrosesan (Morgan, 1986:77-
109).
Argyris dan Schon, menyataka bahwa learning dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu single loop learning (adaptive learning) dan double loop learning (generative
learning).
1. Single Loop Learning (Pembelajaran Satu Putaran)
Single Loop Learning merupakan pembelajaran yang membawa ke arah
peningkatan kinerja organisasi dengan cara menemukan dan memperbaiki
kesalahan berdasarkan pada kumpulan norma-norma dan nilai-nilai, atau suatu
teori yang berlaku. Single-Loop learning adalah penetapan secara langsung tujuan
dan sasaran pada suatu titik di mana sasaran tersebut terukur dan berorientasi pada
hasil; pekerjaan (kegiatan, program, kebijakan) mengarah pada sasaran; dan
mengukur hasilnya dengan memperbandingkan capaian kinerja (performance
results) dengan kinerja yang direncanakan (performance plan). Proses
perbandingan tersebut mendorong manajer untuk menilai keberhasilan atau
kegagalan, meneliti faktor dan proses kinerja yang menjadi penyebab dan
bagaimana memperbaiki/merubahnya. Singkatnya, single-loop learning
memenuhi organisasi untuk meyakinkan hal yang sama lebih baik.
2. Double Loop Learning (Pembelajaran Dua Putaran)
Pembelajaran dua putaran (Double-Loop learning) adalah pembelajaran yang
mendorong perubahan dalam nilai-nilai theory-in-use, seperti asumsi-asumsi dan
strategi. Asumsi dan strategi berubah secara bersamaan dengan atau sebagai suatu
konsekuensi perubahan di dalam nilai-nilai. Double-Loop learning terjadi ketika
para anggota organisasi menguji dan mengoreksi asumsi-asumsi dasar yang
menyokong misi dan kebijakan inti mereka. Dengan demikian menjadi lebih
relevan bagi survival organisasi dibandingkan hanya efisiensi jangka pendek.
Pembelajaran ini menyiratkan suatu keinginan untuk menengok kembali misi,
sasaran, dan strategi organisasi secara reguler.
Cara lain yang digunakan oleh organisasi untuk belajar adalah deutero learning
dan anticipatory learning. Deutero learning terjadi ketika para anggota organisasi
melakuka refleksi secara kritis atas asumsi-asumsi yang biasanya mereka terima begitu
saja. Deutero learning ini oleh Argyris dan Schon juga disebut belajar tentang belajar
(learning how to learn), caranya adaah dengan mempelajari cara yang belajar yan
dilakukan saat ini. mereka mencari faktor-faktor yang menghambat dan mendorong
proses learning yang baru, menguji dan kemudian menggeneralisasunya (Marquardt and
Reynold, 1994:40 ; Argyris dan Schon dalam Lockett and Spears , 1983:136-137)
Sedangkan anticipatory learning adalah proses dari organisasi daam usahanya
menemukan pengetahuan dari masa depan. Anticipatory learning menggunakan proses
penyusunan rencana sebagai media elajar, planning as learning. Sementara itu Fulmer
menayatakan anticipatory learning adalah juga suatu strategic learning dalam
mengatisipasi kondisi pada masa yang akan datng.
II. 4. Karakteristik Learning Organization
Pada dasarnya learning organization menurut penelitian Marquardt dan Reynolds
(1994), memiliki karakteristik atau cirri-ciri sebagai berikut:
1. Memandang ketidakpastian sebagai kesempatan untuk tumbuh dan erkembang
2. menciptakan pengetauan baru dnegan menggunakan informasi yang objektif,
pengertian yang sujektif, simol-simbol dan asumsi-asumsi
3. menyambut dengan hangat kehadiran berbagai perubahan
4. mendorong rasa tanggung jawab mulai pada tingkatan pegawai rendah
5. mendorong para manajer untuk menjadi pemimbing, mentor, dan fasilitator dari
learning process
6. memiliki budaya umpan balik dan keterukaan
7. memiliki pandangan yang terpadu dan sistematis terhadap organisasi berikut sistem,
proses dan keteraitan antar unsurnya.
8. Visi, tujuan, dan niai-nilai organisasi telah mendarah daging di kalangan pegawai.
9. Pegambilan keputusan terdesentralisasi dan para pegawai diberi kewenangan untuk
mengambil suatu keputusan.
10. Memiliki pemimpin-pemimpin yang mengambil resiko dan bereksperimen dengan
penuh perhitungan
11. Memiliki sistem untuk berbagi pengetahuan dan menggunakannya dalam kegiatan
usaha.
12. Berorientsi pada pelanggan (customer driven)
13. Peduli dengan masyarakat sekitar
14. Mengaitkan pengembangan diri pegawai dengan pengembangan organisasi secara
keseluruhan
15. Memiliki jaringan-jaringan (networks) yang berfungsi di dalam organisasi
16. Memiliki jaringan-jaringan dengan lingkungan dunia usaha
17. Memiliki kesempatan untuk belajar dari pengalaman.
18. Mempu bertahan dari tekanan-tekanan birokratis dan tekanan-tekanan tertentu
lainnya.
19. Mengakomodasi dan menghargai inisiatif pegawai
20. Rasa saling percaya telah tertanam dalam organisasi
21. Melakukan pembaharuan secara berkesinambungan.
22. Mengakomodasi, mendorong, dan menghargai segala bentuk kerja kelompok.
23. Mwndayagunakan kelompok kerja lintas fungsional
24. Mendayagunakan kempuan belajar yang ada.
25. Memandang organisasi sebagai suatu organism yang hidup dan terus berkembang
26. Memandang kejadian yang tidak diharapkan sebagai kesempatan untuk belajar.
Pedler mengatakan bahwa karakteristik learning organization yang menonjol adalah
: (1) memiliki iklim dimana setiap anggota didorong untuk senantiasa belajar dan
mengembangkan seluruh potensi mereka. (2) memperluas budaya belajar agar diadopso
juga oleh para pelanggan, pemasok, dan stake holder lainnya yang signifikan bagi
organisasi. (3) menjadikan strategi pengembangan sumber daya manusia sebagai pusat
kebjakan bisnis ; dan (4) merupakan organisasi yang ada di dalam suatu proses
tranformasi organisasi yang kontinyu.
II.5. Hambatan Learning Organization
Di dalam sebuah learning organization, kegiatan sharing biasa dilakukan, untuk
memberikan pengetahuan kepada orang lain, dan tentunya ini merupakan suatu proses
belajar yang cukupefektif, karena seseorang dapat belajar dari pengalaman orang lain.
Namun, kegiatan sharing ini juga tidak semudah itu dilaksanakan oleh perusahaan, ada
beberapa hal yang dapat menghambat proses sharing, antara lain :
1. Knowledge is power
Pengetahuan dianggap sebagai sebuah kekuatan tersendiri. Pengetahuan yang
dimiliki oleh seseorang menjadi sebuah kekuatan tersendiri, dan jika harus dibagikan
kepada orang lain, justru akan merugikan dirinya, karena akan merasa tersaingi.
2. Not invented here
Setiap orang memiliki cara belajar tersendiri, sehingga jika ia merasa bukan cara
belajar yang ia ciptakan, maka ia tidak mau belajar.
3. Lack of support from management
Banyak organisasi yang tidak memfasilitasi para karyawannya untuk belajar.
Perusahaan tersebut menganggap bahwa dengan belajar justru akan mengurangi
produktivitas kerja karena mengurangi jam kerja para karyawan.
BAB III
PEMBAHASAN
III. 1. Gambaran Umum PT Unilever Indonesia
III.1.1. Sejarah Perusahaan Unilever
PT Unilever Indonesia merupakan salah satu cabang dari 500 perusahaan
yang tergabung didalam konsorium Unilever yang berpusat di London dan
Rotterdan. Perusahaan Unilever sendiri pertamakali didirikan di Benua Eropa
pada tahun 1855 dimana William Hasketh Lever mendirikan sebuah pabrik sabun
yang pertama di Warrington (Inggris), dan diberi nama Lever Brothers Limited.
Kemudian pada tahun 1929 pabrik tersebut bergabung dengan perusahaan
margarine di Belanda yang diberi nama Unilever Ltd. Kedua perusahaan tersebut
bergabung karena mempunyai kepentingan yang sama terhadap bahan bakunya.
Barulah pada tahun 1931, Unilever Ltd mulai membuka perusahaan di Jakarta
(Indonesia). Di Indonesia PT Unilever berkantor di Jakarta. Pada saat itu milik
Negara Belanda yang hanya terdiri dari pabrik sabun dan pabrik margarine.
Setelah tahun 1941 baru berdiri pabrik komestik di Surabaya. Pada tahun 1980
dikeluarkan UU PMA no.1 /1967 dan pada tahun 1980 PT Unilever merupakan
perusahaan gabungan dengan struktur modal diantaranya, penanaman modal asing
85% dan masyarakat Indonesia 15 %.
PT.Unilever Indonesia , perusahaan publik yang merupakan perwakilan
dari raksasa Anglo – Dutch ( Belanda ) sangat piawai mendulang uang di
Indonesia , walaupun dalam keadaan buruk seperti yang sedang dialami saat ini.
PT.Unilever Indonesia perlu berterima kasih kepada masyarakat Indonesia dengan
jumlah 240 juta , khususnya yang telah mengangkat perusahaan tersebut
memperoleh gelar “ Perusahaan Terbaik “ dengan menduduki ranking pertama
pada tahun 2008-2009 ( The Wall Street Journal Asia ) .
Gambar 1. Peringkat Perusahaan Unilever di Indonesia
Sumber: www.hsfames.com
Dalam suatu survey yang dilakukan oleh Asia 200 ( The Wall Street
Journal Asia) , Unilever unggul dalam melakukan terobosan inovasi selama
kondisi perekonomian sedang membaik, dan berdampak positif disaat
perekonomian menurun, diantaranya melakukan inovasi produk-produk seperti
shampo pewarna rambut - suatu trend baru pada masyarakat kelas menengah.
III.1.2. Struktur organisasi
Pada umumnya suatu perusahaan menyusun sebuah struktur organisasinya
agar aktivitasnya dapat berjalan dengan baik dan sistematis serta adanya
pembagian tugas, wewenang, dan tanggung jawab dalam perusahaan/ organisasi.
Memlalui struktur organisasi maka dapat terlihat dengan jelas wewenang serta
tanggung jawab masing-masing bagian sehingga mempermudah bagi pimpinan
untuk mengadakan pengawasan dan meminta pertanggungjawaan atas tugas yang
telah diberikan pada masing-masing bagian/ unit. PT Unilever Indonesia
mempunyai struktur organisasi sebagai berikut:
Gambar 2. Struktur Organisasi PT Unilever
Pada gambar 2 dapat dilihat bahwa pimpinan perusahaan yang menduduki
tempat teratas mempunyai beberapa manajer yang membantunya dalam
melaksanakan tugas-tugasnya. Manajer tersebut diantaranya, Sales Director,
General Manager Detergent, General Manager Personal Product, General
Manager Food, Commercial Director, Technical Director, serta Personal Director
yang terdapat pada satu bagian.
Sumber: PT Unilever Indonesia
III.1.3. Kegiatan Produksi PT Unilever
PT Unilever adalah perusahaan yang bergerak dibidang usaha barang-
barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan konsumen sehari-harinya.
Dalam memproduksi produknya, PT Unilever Indonesia dibagi menjadi 3 divisi,
yaitu : Divisi Detergent, divisi foods, dan divisi Elida Gibbs (kosmetika) setiap
divisi memusatkan perhatiannya pada produk-produk tertentu.
1. Divisi detergent
Divisi ini memproduksi produk-produk seperti, Rinso, Powder, Lux,
Lifebouy,dll.
2. Divisi Foods
Divisi ini memproduksi produk-produk seperti, Blue band, Delfia,
Sariwangi, Taro, dll
3. Divisi Elida Gibbs/ Kosmetika
Divisi Elida Gibbs ini memproduksi produk-produk seperti, Pepsodent,
Close Up, Sunsilk, Clear, Rexona, Citra, Ponds, dll.
Sedangkan tempat memproduksi produk tersebut untuk tiap divisi,
berlainan tempatnya. Untuk divisi detergent dan food, tempat produksinya berada
di Jakarta, dan divisi kosmetika tempat produksinya di Surabaya.
III.1.4. Persaingan
Pada sebuah pasar, tidaklah hanya terdapat satu perusahaan yang
memasarkan suatu produk. Didalam melayani pasar itu sebuah perusahaan
mempunyai pesaing usaha serupa dari perusahaan-perusahaan lain. Para pesaing
yang mengelilingi didalam pasar harus selalu dimonitor. Pesaing kuat yang akan
mengancam Unilever adalah PT.Wings Surya , salah satu perusahaan yang cukup
potensial menggoyang pasar barang-barang konsumsi , suatu perusahaan keluarga
( non listed company ) yang dibangun 60 tahun lalu oleh keluarga Katuari . Wings
telah berhasil membangun pasar untuk produk kebutuhan rumah tangga , seperti
deterjen dan lainnya.
III. 2. Alasan PT Unilever Indonesia melakukan Learning Organization
Sama seperti manusia yang perlu terus belajar, perusahaan seperti PT Unilever
juga memiliki beberapa alasan mengapa ingin terus maju dan perlu untuk belajar, antara
lain:
1. Synergy among Member
Dalam menjalankan kegiatannya, perusahaan diharuskan memiliki sinergi antar
departemen yang satu dengan yang lain, agar dapat mencapai tujuan perusahaan. Cara
kerja di PT Unilever adalah saling berkomunikasi dan berkoordinasi antar
departemen. Setiap departemen di PT Unilever memiliki fungsi dan tanggung
jawabnya masing-masing. Agar departemen-departemen itu dapat mencapai goals
perusahaan, maka dibutuhkan sistem komunikasi dan kolaborasi antar departemen.
Misalnya dalam PT Unilever, departemen produksi dan pemasaran harus memiliki
sinergi yang baik, agar dapat menghasilkan output yang berkualitas dan tentunya
dapat menguntungkan perusahaan.
2. Intense Business Competition
Kompetisi dalam kegiatan bisnis sekarang ini semakin ketat, dan perusahaan
dituntut untuk melakukan learning organization dan melakukan perubahan sesuai
dengan keadaan lingkungannya. PT Unilever merupakan sebuah perusahaan yang
bergerak di bidang FMCG (Fast Moving Consumer Goods) yang sangat dinamis, dan
konsumen sangat mudah untuk melakukan switching buying. Contohnya adalah
sabun. Sabun merupakan salah satu barang yang memiliki harga yang relatif murah
dan dengan kategori low involvement, ketika melakukan pembelian, konsumen tidak
harus memikirkan masak-masak sebelum melakukan pembelian. Untuk itu PT
Unilever harus banyak belajar bagaimana cara mempertahankan konsumen agar loyal
dalam mengkonsumsi produk-produknya agar tidak berpindah untuk mengkonsumsi
produk perusahaan lain. PT Unilever tidak berdiri sendiri dalam menyediakan
berbagai produk dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari masyarakat, ada pula PT
Wings Surya yang juga eksis dalam memproduksi berbagai produk untuk dikonsumsi
masyarakat. Adanya pesaing memicu timbulnya kompetisi, untuk itu PT Unilever
melakukan learning organization.
3. Bright Talents
PT Unilever memiliki banyak karyawan yang berkemampuan lebih (bright
talents) sehingga banyak pengetahuan yang harus dibagikan kepada orang lain.
Pengetahuan yang dimiliki setiap bright talents yang ada akan jauh lebih bermanfaat
jika dibagikan kepada orang lain dalam perusahaan, sehingga pengetahuan tersebut
juga menjadi pengetahuan organisasi atau perusahaan, bukan hanya menjadi
pengetahuan individu saja.
4. Rapid Changes
Karena perubahan semakin cepat terjadi, untuk itu PT Unilever selalu melakukan
perubahan dan peka terhadap perubahan yang terjadi di lingkungan usahanya.
5. Anticipate Future & Uncertainty
PT Unilever melakukan pembelajaran dan perubahan untuk mengantisipasi masa
depan dan ketidakpastian yang akan terjadi di masa datang. Jika PT Telkom tidak
melakukan learning organization maka PT Telkom tidak memiliki bekal untuk
menghadapi keadaan masa depan yang tidak bisa diprediksi. Dengan melakukan
learning organization PT Telkom dapat mengetahui bagaimana seharusnya bertindak
terhadap kondisi yang terjadi di masa yang akan datang.
III. 3. Penerapan Learning Organization PT Unilever
Dalam menjalankan learning organization, PT Unilever menetapkan tiga pilar
yang menjadi dasar utama yakni:
1. Kontributor, adanya orang yang diidentifikasi sekaligus bersedia memberikan
pengetahuan kepada orang lain. Dalam PT Telkom yang bertindak sebagai
contributor adalah pemimpin dan internal trainer
2. Audiens, tanpa audiens tentunya tidak ada yang akan menjadi pendengar dalam
sebuah proses pembelajaran. Dalam hal ini audiens adalah seluruh karyawan yang ada
di perusahaan atau organisasi. Peran organisasi adalah menciptakan semangat,
keinginan, dan dorongan bagi mereka agar secara aktif terus ingin belajar
pengetahuan maupun pengalaman yang baru.
3. Media Sharing, kontributor dan audiens membutuhkan media untuk bertemu. Untuk
itu peran PT Unilever menajadi fasilitator dalam menyediakan media yang tepat
untuk berlangsungnya pembelajaran.
Gambar. 3. Tiga Pilar dalam learning organization PT unilever
Sumber:
Salah satu pendekatan yang dilakukan oleh PT Unilever dalam learning
organization adalah adanya learning award. Learning Award adalah suatu sistem untuk
memotivasi para karyawan untuk melakukan sharing dan mengikuti proses pembelajaran,
memfasilitasi kegiatan tersebut dengan semenarik mungkin dan tentu saja memberikan
apresiasi kepada para karyawan yang telah mengikuti kegiatan tersebut dengan baik.
Learning award ini juga bertujuan untuk mengembangkan budaya sharing dan
menciptakan internal trainer di dalam perusahaan. Tujuan diadakan penghargaan seperti
ini adalah untuk menghargai para internal trainer yang telah melakukan sharing dan juga
untuk memotivasi seseorang untuk melakukan sharing. Program ini memberikan
keuntungan tersendiri bagi perusahaan karena dapat meminimalkan biaya yang harus
dikeluarkan untuk kegiatan training, dan juga dapat mengembangkan para karyawannya
lebih baik lagi, dengan menjadi internal trainer.
Setiap tahunnya ditentukan karyawan-karyawan terbaik yang berjasa besar dalam
program pembelajaran dengan pemberian penghargaan (award) tertentu seperti:
Learning Champion of The Year
Coach of The Year
The Most Active Contributor
The Most Valued Contributor
Top Scorer Award
Program Belajar PT Unilever dalam Learning Organization
Program pembelajaran yang dimiliki PT Unilever untuk mendukung learning
organization adalah
1. Sharing Pengetahuan
Knowledge Club
Yaitu sebuah talk show menghadirkan nara sumber dari top management
atau senior manager di mana mereka berbagi banyak hal mulai dari keahlian
khsusus, pengetahuan teknis dan non teknis, pengalaman pribadi dan berbagai hal
lainnya untuk menjadi sebuah pembelajaran bagi seluruh karyawan yang
mendengarkan.
Retrospect
Yaitu sebuah proses melakukan kilas balik atau retrospeksi atas apa yang
sudah dilakukan di masa lalu. Topik yang dibahas terutama project-project yang
dilakukan perusahaan baik yang berhasil maupun gagal. Jika berhasil akan
menjadi catatan bagi generasi penerus untuk keberhasilan yang lebih besar di
masa mendatang. Sedangkan dari project yang gagal semua orang belajar
pelajaran apa yang dapat dipetik dari kegagalan tersebut sehingga dapat dihindari
di masa mendatang. Retrospect dilakukan lewat talk show dan kemudian hasilnya
dirangkum dalam sebuah dokumen learning dengan gaya pembahasan berupa
artikel bisnis sebagai dokumen berharga bagi generasi selanjutnya di perusahaan.
Enterprise Award
Sebuah kegiatan seperti lomba, dimana para karyawan ditantang untuk
membuat sebuah tim kecil, yang harus memberikan masukan atau project baru
bagi perusahaan dan project tersebut memberikan keuntungan bagi perusahaan.
Project tersebut dipresentasikan di depan para Board of Directors (BOD) dan
bagi para pemenang, disediakan hadiah.
2. Sharing Informal
SOLAR (Share of Learning and Result)
Yaitu program ini dirancang agar siapa saja bisa memberikan sharing
pengetahuan dan pengalaman terutama yang berkaitan pekerjaan atau mendukung
seseorang untuk berkarya lebih baik lagi. Selain memanfaatkan kontributor dari
para internal trainer di perusahaan juga sesekali mengundang pembicara tamu.
GLAD (Group Learning and Development)
Yaitu proses sharing dari karyawan yang memiliki kedudukan yang lebih
tinggi kepada karyawan-karyawan junior tentang dunia kerja, pengalaman pribadi,
maupun tips-tips dalam menjalani tantangan di pekerjaan maupun kehidupan
pribadi.
Book Club
Yaitu sebuah program yang dirancang agar karyawan yang gemar
membaca mendapat wadah untuk memberikan sharing kepada karyawan lainnya
tentang pelajaran dan ilmu yang didapat dari buku-buku yang pernah dibacanya.
3. Online Sharing
K-Club Online
Agar sebuah aktivitas pembelajaran dapat dinikmati oleh siapa saja dan
kapan saja, maka hampir seluruh kegiatan di atas memiliki catatan baik berupa
dokumentasi video, rekaman suara, laporan pembahasan, maupun presentasi yang
dipakai para kontributor. Seluruh materi ini disimpan dan ditata dengan rapi
dalam situs internal perusahaan yang diberi nama K-Club yang berarti Knowledge
Club. Kapanpun dan dimanapun karyawan bisa mengakses materi tersebut untuk
kemudian dijadikan referensi.
Online Library
PT Unilever memiliki perpustakaan dengan koleksi buku yang banyak
dan dapat dengan mudah dipinjamkan kepada seluruh karyawan PT Unilever,
dengan mengisi formulir tertentu secara online. Selain itu, banyak juga terdapat e-
book yang dapat dengan mudah di-download.
4. Other Sources
Books
Journals
Kelima disiplin learning organization terdapat di PT Unilever Indonesia yang
terlihat dalam program-program yang dijalankan oleh PT Unilever. Misalnya pada
disiplin keahlian pribadi (Personal Mastery) dimana kecenderungan seseorang untuk
bersikap dan memperluas kemampuannya secara terus menerus dan bahwa setiap
kehadiran individu akan memberikan kontribusi pada organisasi sesuai dengan
keahliannya yang dapat dipadukan melalui keterkaitan dengan individu lainnya dalam
organisasi dapat terlihat dari program sharing pengetahuan dan sharing informal yang
dijalankan oleh PT Unilever Indonesia. Sedangkan dalam prinsip model mental dimana
dalam prinsip ini individu dalam perusahaan (karyawan) diharuskan untuk menghasilkan
cara berfikir atau mindset yang open minded sehingga akan mempermudah proses
pengambilan keputusan melalui diskusi yang optimal dan hilangnya mental block yang
menghambat dalam organisasi. Prinsip ini terlihat dari beberapa program knowledge club
atau SOLAR dimana karyawan yang terlibat dalam sharing informasi di dalamnya harus
membuka pikiran mereka untuk menyerap ilmu-ilmu yang diberikan. Disiplin selanjutnya
adalah shared vision, dimana program-program yang dijalankan dalam menerapkan
learning organization semata-mata untuk pencapaian visi bersama. Selanjutnya disiplin
pembelajaran tim, dimana program yang ada ditunjukkan untuk membangun
pembelajaran tim seperti knowledge club lalu juga pada Enterprise Award yang
membutuhkan adanya tim. Disiplin yang terakhir adalah system thingking, dimana system
berfikir ini harus dibangun di dalam organisasi yang ingin melakukan learning
organization karena dalam system thingking berbicara mengenai kemampuan
menganalisis dan tanpa kemampuan menganalisis dan mengintegrasikan disiplin-disiplin
learning organization, tidak mungkin dapat menerjemahkan disiplin-displin itu kedalam
tindakan (kegiatan) organisasi yang lebih luas yang terlihat dari program-program yang
dijalankan
Dengan serangkaian program yang ada akhirnya proses learning organization
secara bertahap mulai berkembang. Awalnya karyawan diperkenalkan dengan berbagai
kegiatan pembelajaran. Kemudian tumbuh berkembang ketika karyawan
memanfaatkannya secara rutin. Kegiatan pembelajaran akhirnya diterima dan dipahami
sebagai kebutuhan bersama. Keberhasilan PT Unilever dalam menjalankan learning
organization telah menghasilkan penghargaan Most Admired Knowledge Enterprise
(MAKE) Award di tahun 2005, 2006 and 2008 untuk tingkat Indonesia dan Asia.
Perusahaan ini menjadi salah satu model bagi tumbuhnya organisasi pembelajar (learning
organization).
Dari penjelasan di atas, yang terpenting dilakukan dalam menjalankan learning
organization adalah membangun budaya belajar. Ada beberapa kunci sukses yang
menjadi pedoman bagi PT Unilever dalam membangun budaya belajar:
Belajar harus menyenangkan dan membuat orang merasa terlibat (engaging)
Sediakan media pembelajaran yang beragam untuk mengakomodir kebutuhan
belajar yang berbeda-beda dari karyawan
Pastikan sumber-sumber untuk belajar tersedia dan mudah diakses oleh siapa saja
Komunikasikan kegiatan belajar dengan menarik dan “provokatif”
Pemimpin memberikan teladan dengan memfasilitasi sekaligus terlibat dalam
kegiatan pembelajaran
Ciptakan kegiatan belajar sebagai ways of working perusahaan
Belajar harus menjadi kebutuhan dan tanggung jawab pribadi setiap karyawan
untuk pengembangan diri mereka masing-masing
BAB IV
PENUTUP
IV. 1. Kesimpulan
Era globalisasi dan pasar bebas saat ini, menuntut setiap organisasi perusahaan
untuk dapat bersaing dengan perusahaan lain, baik perusahaan lokal maupun
internasional. Tidak hanya bersaing, organisasi perusahaan juga harus dapat
mengantisipasi perubahan-perubahan yang terjadi di masyarakat dan lingkungan sekitar
perusahaan. Mendasarkan pada berbagai kondisi perubahan yang cepat dan faktor
persaingan yang tinggi inilah yang kemudian meyebabkan PT Unilever Indonesia
melakukan organisasi pembelajar (learning organization).
Beberapa alasan yang mendasari PT Unilever Indonesia melakukan learning
organization yaitu synergy among member, intense business competition, bright talents,
rapid changes, anticipate future & uncertainty. Selain itu hal terpenting dalam
melakukan learning organization terletak pada 3 pilar menurut PT Unilever Indonesia
yaitu kontributor, audiens, media sharing. Dimana ke-3 pilar ini harus ada dan menjadi
syarat dalam melakukan learning organization
Salah satu pendekatan yang dilakukan oleh PT Unilever dalam learning
organization adalah adanya learning award. Learning Award adalah suatu sistem untuk
memotivasi para karyawan untuk melakukan sharing dan mengikuti proses pembelajaran,
memfasilitasi kegiatan tersebut dengan semenarik mungkin dan tentu saja memberikan
apresiasi kepada para karyawan yang telah mengikuti kegiatan tersebut dengan baik.
Program pembelajaran yang dimiliki PT Unilever untuk mendukung learning
organization adalah knowledge club, retrospect, enterprise award, SOLAR, GLAD, book
club, K-Club online, online library, dan sumber daya lain seperti buku dan jurnal yang
dimiliki perusahaan. Berdasarkan pada program-program yang dijalankan oleh PT
Unilever mengimplikasikan adanya penerapan lima disiplin learning organization pada
program-program tersebut. Dan usaha PT Unilever Indonesia dalam melakukan learning
organization ternyata menghasilkan keberhasilan yang lain. Keberhasilan PT Unilever
dalam menjalankan learning organization telah menghasilkan penghargaan Most
Admired Knowledge Enterprise (MAKE) Award di tahun 2005, 2006 and 2008 untuk
tingkat Indonesia dan Asia. Ini merupakan suatu pencapaian yang luar biasa dari adanya
penerapan learning organization di PT Unilever Indonesia.
IV. 2. Saran
Menerapkan learning organization di suatu organisasi bukan tanpa hambatan.
Banyak hambatan yang muncul yang dapat menghalangi kesuksesan penerapan learning
organization. Oleh sebab itu untuk membentuk suatu learning organization dalam suatu
organisasi membutuhkan keinginan kuat serta adanya kerelaan dari pemilik perusahaan
untuk menginvestasikan profit dalam bentuk pengembangan sistem organisasi,
pertumbuhan individu dalam organisasi dan membuat organisasi bisnis tidak semata
hanya fokus pada profit oriented. Selain itu, yang terpenting dalam mewujudkan learning
organization adalah berbagi. Kemauan berbagi adalah sifat dasar organisasi yang belajar;
berbagi pengalaman sukses dan gagal, sharing informasi dan pengetahuan harus menjiwai
tiap individu dalam organisasi. Dan yang harus juga diingat adalah sebuah organisasi
dapat dikatakan telah mengaplikasikan learning organization ketika pengetahuan yang
didapat dapat di transfer ke seluruh elemen organisasi dan telah terjadi perubahan
terhadapperilaku organisasi.
Adanya konsep learning organization bukan hanya menjawab perubahan
lingkungan yang mengharuskan organisasi untuk terus belajar, namun membawa
kemanfaatan. Learning organization seharusnya dapat dilakukan oleh banyak organisasi
di Indonesia karena pada faktanya masih sedikit organisasi baik swasta maupun
pemerintah yang melakukan learning organization. Jika dilihat dari manfaat yang
diperoleh banyak sekali manfaat yang muncul dan ini sudah dibuktikan oleh PT Unilever
Indonesia yang melakukan learning organization di perusahaannya.