makalah teori dan analisis produksi dalam ekonomi syariah
TRANSCRIPT
TEORI DAN ANALISIS PRODUKSI
“Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Ekonomi Syariah”
Disusun Oleh : Kelompok IV
1. Nita Wulandari
2. Nurhadi
3. Nurul Ulfah
4. Nyimas Yulinda R
5. Raden Dikdik M
6. Rani Soraya
7. Ratna Anindia K W
8. Rendi Adriansyah
9. Restu Ludia
10. Rianita Suciati H
11. Riki
12. Robi Andriani
13. Rojiah
14. Rosid
Semester : VI MANAJEMEN (REGULER PAGI)
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI
STIE LA TANSA MASHIRO
RANGKASBITUNG
2014
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayahnya,
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah “Ekonomi Syariah” yang berjudul
“Teori dan Analisis Produksi”.
Penyusunan makalah tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh
sebab itu dengan segala ketulusan dan kerendahan hati kami ingin mengucapkan terima
kasih.
Kami sebagai penyusun makalah ini menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan di masa yang akan datang.
Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi kami selaku penyusun dan penulis
makalah ini pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya sebagai referensi
tambahan di bidang ilmu Ekonomi Syariah.
Rangkasbitung, 26 April 2014
Penyusun
2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................ 1
KATA PENGANTAR.......................................................................................... 2
DAFTAR ISI........................................................................................................ 3
BAB.I. PENDAHULUAN
a. Latar Belakang....................................................................................... 4
b. Rumusan Masalah.................................................................................. 5
c. Tujuan Makalah..................................................................................... 5
BAB.II. PEMBAHASAN
a. Pengertian Produksi………………....................................................... 6
b. Tujuan Produksi dalam Islam……........................................................ 7
c. Input Produksi dan Berkah.................................................................... 9
d. Kemuliaan Harkat Kemanusiaan sebagai Karakter Produksi................ 12
e. Eksplorasi dan Pembentukan Konsep Produksi…................................ 13
BAB.III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan.......................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 16
3
BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Produksi adalah bagian terpenting dari ekonomi Islam bahkan dapat dikatakan
sebagai salah satu dari rukun ekonomi disamping konsumsi, distribusi, redistribusi, infak
dan sedekah. Karena produksi adalah kegiatan manusia untuk menghasilkan barang dan
jasa yang kemudian dimanfa’atkan oleh konsumen. Pada saat kebutuhan manusia masih
sedikit dan sederhana, kegiatan produksi dan konsumsi dapat dilakukan dengan manusia
secara sendiri. Artinya seseorang memproduksi barang/jasa kemudian dia
mengonsumsinya. Akan tetapi seiring dengan berjalannya waktu dan beragamnya
kebutuhan konsumsi serta keterbatasan sumber daya yang ada (kemampuannya), maka
seseorang tidak dapat lagi menciptakan sendiri barang dan jasa yang dibutuhkannya, akan
tetapi membutuhkan orang lain untuk menghasilkannya. Oleh karena itu kegiatan
produksi dan konsumsi dilakukan oleh pihak-pihak yang berbeda. Dan untuk
memperoleh efisiensi dan meningkatkan produktifitas lahirlah istilah spesialisasi
produksi, diversifikasi produksi dan penggunaan tehnologi produksi.
Dalam Kitab suci Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah, saw. konsep produksi barang
dan jasa dideskripsikan dengan istilah-istilah yang lebih dalam dan lebih luas. Al-Qur’an
menekankan manfa’at dari barang yang diproduksi. Memproduski suatu barang harus
mempunyai hubungan dengan kebutuhan hidup manusia. Berarti barang itu harus
diproduksi untuk memenuhi kebutuhan manusia, dan bukannya untuk memproduksi
barang mewah secara berlebihan yang tidak sesuai dengan kebutuhan manusia, karenanya
tenaga kerja yang dicurahkan untuk memproduksi barang tersebut dianggap tidak
produktif. Hal ini ditegaskan Al-Qur’an yang tidak memperbolehkan produksi barang-
barang mewah yang berlebihan dalam keadaan apapun. (Afdzalurrahman, 1995; 193).
Oleh karena itu, konsep produksi yang dianggap sebagai kerja produktif dalam Islam
adalah proses produksi untuk menghasilkan barang dan jasa yang sangat dibutuhkan
manusia. Dan kerja produktif semacam ini dapat diistilahkan sebagai ‘amal saleh’ yang
mengandung banyak kemaslahatan dan keberkahan.
4
Maka dalam hal ini, prinsip fundamental yang harus diperhatikan dalam produksi
adalah prinsip tercapainya kesejahteraan ekonomi. Selanjutnya Mannan menyatakan:
“Dalam sistem produksi Islam, konsep kesejahteraan ekonomi digunakan dengan cara
yang lebih luas, konsep kesejahteraan Islam terdiri dari bertambahnya pendapatan yang
diakibatkan oleh meningkatnya produksi dari hanya barang-barang berfaedah melalui
pemanfa’atan sumber-sumber daya secara maksimum baik manusia maupun benda
demikian juga melalui ikut-sertanya jumlah maksimum orang dalam proses produksi”.
(Eko Suprayitno; 2008: 178-179). Dengan demikian semakin bertambahnya income
pendapatan manusia dan semakin banyaknya unsure manusia yang terlibat dalam
kegiatan produksi maka kesejahteraan manusia akan dapat terwujud secara lebih luas.
Oleh karena itu strategi yang yang tepat dalam peningkatan kesesajahteraan manusia
adalah strategi kelayakan hidup manusia dalam istilah ekonomi Islam disebut dengan
“Haddul kifayah”. Karena dalam batas minimal inilah ekonomi Islam dapat dikatakan
berhasil sebagai ilmu yang dapat mengantarkan manusia menuju kesejahteraan hidup.
b. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan Produksi?
2. Apakah tujuan dari produksi dalam Islam?
3. Apa saja input produksi dan berkah?
4. Bagaimana kemuliaaan harkat kemanusiaan sebagai karakter produksi?
5. Bagaimana eksplorasi dan pembentukan konsep produksi ?
c. Tujuan Makalah
Adapun tujuan dari penyusunan makalah dengan judul “Teori dan Analisis
Produksi” adalah sebagai berikut :
1. Memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ekonomi Syariah
2. Melatih Mahasiswa untuk lebih aktif dalam pencarian bahan-bahan materi
Ekonomi Syariah
3. Menambah wawasan dan pengetahuan tentang Teori dan Analisis Produksi
4. Memahami secara utuh fungsi dari Ekonomi Syariah
5
BAB II
PEMBAHASAN
a. Pengertian Produksi
Dalam mendefinisikan produksi, secara esoteris “produksi” dalam bahasa Arab
disebut: “al-intaj” yang memiliki makna ijadu sil’atin (mewujudkan atau mengadakan
produk) atau “khidmatu mu’ayyanatin bi istikhdamin muzayyajin min anashiril intaji
dhamina itharu zamanin muhaddadin” (pelayanan jasa yang jelas dengan menuntut
adanya bantuan penggabungan unsur-unsur produksi yang terbingkai dalam waktu yang
terbatas).
Lebih jauh dikatakan bahwa dalam melakukan proses produksi yang dijadikan
ukuran utamanya adalah nilai manfa’at (utility) yang diambil dari hasil produksi tersebut.
Produksi dalam pandangannya harus mengacu pada value of utility dan masih dalam
bingkai nilai “halal” serta tidak membahayakan bagi diri sendiri atau orang lain dan
kelompok tertentu.
Jadi, produsen dalam perspektif ekonomi islam bukanlah seorang pemburu laba
maksimal melainkan pemburu mashlahah. Ekspresi mashlahah dalam kegiatan produksi
adalah keuntungan dan berkah sehingga produsen akan menentukan kombinasi antara
berkah dan keuntungan yang memberikan mashlahah maksimal.
Oleh karena itu, tujuan produsen bukan hanya laba, maka pertimbangan produsen
juga bukan semata pada hal yang bersifat sumber daya yang memiliki hubungan teknis
dengan output, namun juga pertimbangan kandungan berkah (nonteknis) yang ada pada
sumber daya maupun output.
Misalnya ketika untuk menghasilkan baju diperlukan kain, benang, tenaga kerja,
serta mesin jahit produsen tidak hanya memikirkan berapa meter kain dan benang yang
diperlukan agar maksimal, namun juga mempertimbangkan jenis kain dan benang apa,
dan dibeli dengan harga berapa, berapa tenaga kerja diperlukan, berapa baju akan dibuat
agar mashlahah mencapal maksimal.
6
b. Tujuan Produksi Dalam Islam
Karena produksi adalah kegiatan menciptakan suatu barang atau jasa, sedangkan
konsumsi adalah kegiatan pemanfa’atan hasil produksi. Dengan demikian, aktifitas
produksi dan konsumsi merupakan kegiatan yang sangat berkaitan yang tidak dapat
dipisahkan karena satu sama lainnya saling berhubungan dalam sebuah proses kegiatan
ekonomi.
Oleh karena itu aktifitas produksi harus balance dengan kegiatan konsumsi.
Apabila keduanya tidak balance maka akan terjadi ketimpangan dalam kegiatan
berekonomi. Hal ini dapat dideskripsikan, apabila barang/jasa yang diproduksi itu lebih
banyak dari permintaan konsumsi maka akan terjadi ketimpangan ekonomi yaitu berupa
penumpukan output produksi sehingga terjadi kemubadziran hasil prooduksi. Inilah yang
disebut israf (produksi yang berlebihan) yang dalam ekonomi Islam dianggap sebagai
bentuk dosa yang menjadikan output produksi itu tidak ada nilai maslahah sehingga tidak
berkah yang menjadikannya menjadi output produksi yang tidak produktif.
Sebaliknya jika aktifitas konsumsi lebih banyak permintaannya dari aktifitas
produksi maka akan menimbulkan problematika ekonomi yaitu berupa tidak
terpenuhinya kebutuhan ekonomi yang berdampak pada kemiskinan dan malapetaka
sosial dan ekonomi.
Dalam permasalahan produksi dan konsumsi dapat dimisalkan; Kita tidak
diperbolehkan memproduksi atau mengonsumsi produk/barang yang haram seperti
alkohol, babi, anjing, bangkai, heroin, narkotika, binatang yang tidak disembelih atas
nama Allah, dan binatang buas. Seorang konsumen ataupun produsen yang berprilaku
Islami juga tidak boleh melakukan israf atau berlebih-lebihan, tetapi hendaknya dalam
mengkonsumsi atau memproduksi itu dilakukan dengan konstan. Sebagaimana sabda
Nabi, SAW. yang mengatakan: “Makanlah kalian sebelum lapar dan berhentilah kalian
sebelum kenyang”. Jadi kegiatan produksi dan konsumsi harus dilakukan secara
seimbang sehingga akan terwujud stabilitas ekonomi dalam pemenuhan kebutuhan hidup.
Tujuan konsumen dalam mengonsumsi barang dan jasa dalam perspektif ekonomi
Islam adalah untuk mendapatkan kesejahteraan secara maksimum yang berdampak pada
kemaslahatan dalam kehidupan. Demikian halnya produsen dalan kegiatan produksinya
bertujuan menyediakan barang dan jasa yang memberikan maslahah bagi konsumen.
7
Secara lebih spesifik, tujuan kegiatan produksi adalah meningkatkan kemaslahatan
sehingga mendapatkan keberuntungan (falah) di dunia dan di akhirat, yang tujuan ini
dapat diakulturasikan dalam bentuk, yaitu:
1. Pemenuhan sarana kebutuhan manusia yang seimbang
2. Menemukan kebutuhan masyarakat dan pemenuhannya
3. Menyiapkan persediaan barang dan jasa
4. Mensejahterakan tingkat kehidupan
5. Sebagai sarana kegiatan sosial dan untuk beribadah kepada Allah SWT.
Produksi merupakan mata rantai konsumsi, yaitu menyediakan barang dan jasa yang
merupakan kebutuhan konsumen. Produsen sebagaimana konsumen, bertujuan untuk
memperoleh mashlahah maksimum melalui aktivitasnya.
Mata Rantai Kegiatan Konsumsi dan Produksi
8
PRODUSEN
KONSUMEN
KEBUTUHAN
MASHLAHAH
BERKAH
FALAH
Penjelasan:
1. FALAH adalah Kemuliaan dan kemenangan dunia dan akhirat
2. BERKAH adalah Bertambahnya kebaikan
3. MASHLAHAH adalah Memiliki banyak manfaat
4. Konsumen adalah yang memanfaatkan barang dan jasa untuk memenuhi
kebutuhan
5. Produsen adalah yang menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan.
6. KEBUTUHAN adalah sesuatu yang harus dipenuhi untuk kelangsungan hidup
c. Input Produksi dan Berkah
Aktifitas produksi membutuhkan berbagai jenis sumber daya ekonomi yang lazim
disebut input atau faktor produksi, yaitu semua bentuk faktor yang memberikan
kontribusi baik langsung maupun tidak langsung dalam sebuah proses produksi. Maka
faktor-faktor produksi ini terdeskripsikan dalam faktor sumber daya alam, faktor
finansial, faktor sumber daya manusia dan faktor waktu.
Misalkan dalam sebuah perusahaan produksi mobil. Pemroduksian mobil tidak bisa
dibuat hanya dengan tersedianya besi atau karet saja, atau ada tenaga kerja saja, atau ada
pengusaha mobil saja, tetapi merupakan kombinasi antara berbagai faktor produksi
sebagai input produksi. Sebuah mobil dapat sampai ke tangan konsumen didukung oleh
kombinasi dari berbagai macam faktor produksi diantaranya harus tercukupinya bahan-
bahan; besi, karet, aluminium dan lain-lain yang diolah secara manual maupun dengan
dibantu mesin, dan kemudian setelah menjadi mobil dijual atau disalurkan oleh para
distributor kepada konsumen.
Maka dalam proses pemroduksian mobil tersebut selain membutuhkan koordinasi
manajerial seorang manajer dan juga gagasan-gagasan dan ide-ide para usahawan yang
dalam hal ini adalah masuk dalam faktor sumber daya manusia. Dan untuk
menggerakkan semua faktor itu membutuhkan modal finansial dalam rangka membiayai
semua proses produksi tersebut. Demikian pula barang-barang sederhana lainnya yang
bernilai rendah, misalnya benang jahit, sesungguhnya juga membutuhkan proses yang
panjang dengan melibatkan berbagai faktor produksi untuk menghasilkannya.
9
Dalam kaitannya dengan hal ini, sebenarnya tidak ada kesepakatan yang bulat
tentang klasifikasi faktor produksi. Perbedaan dasar klasifikasi faktor produksi ini
dilatarbelakangi oleh berbagai faktor, contohnya ketidaksamaan dalam pembuatan
definisi, karakteristik, maupun peran dari masing-masing faktor dalam menghasilkan
output, atau bentuk harga atau biaya (cost) atas suatu faktor produksi. Contoh terakhir ini
misalnya dalam ekonomi konvensional harga atau biaya dari tanah adalah sewa disebut
dengan (rent), biaya yang dihasilkan dari tenaga kerja disebut upah/gaji (wage) dan biaya
atau hasil dari investasi modal finansial adalah bunga (interest), yang menurut ekonomi
Islam sistem bunga adalah haram hukumnya sehingga ekonomi Islam memberikan
alternatif lain bahwa hasil dari investasi modal finansial adalah berupa bagi hasil
kerugian dan keuntungan (profit and loss sharing).
Secara mendasar, faktor produksi atau input ini secara garis besar dapat
diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu;
1. Input manusia (human input).
adalah semua bentuk manajerial, ide-ide, gagasan pemikiran, tenaga, perasaan dan
hati yang bersumber dari diri manusia. Contohnya : tenaga kerja/buruh dan
wirausahawan.
2. Input non-manusia (non human input)
adalah sumber daya alam (natural resources), kapital (financial capital), mesin,
alat-alat, gedung dan input-input fisik lainnya (physical capital).
Maka klasifikasi input menjadi input manusia dan non-manusia ini didasarkan pada
argumen-argumen sebagai berikut, yaitu:
a. Manusia adalah faktor produksi yang memiliki peran paling penting dalam
keseluruhan faktor produksi. Manusia menjadi faktor utama, sedangkan non-
manusia menjadi input pendukung.
Maka manusia adalah faktor produksi yang memiliki inisiatif atau ide,
mengorganisasi, memproses dan memimpin semua faktor produksi sehingga
menghasilkan suatu produk yang bermanfa’at untuk memenuhi kebutuhan.
Sedangkan faktor non-manusia adalah input pendukung (supporting input)
sebagai faktor terpenting kedua setelah manusia. Karena manusia tidak dapat
10
hidup dan berekonomi kecuali didukung oleh faktor non-manusia (Faktor
materiil).
Oleh karena itu, dalam menghasilkan output secara maksimal manusia
membutuhkan faktor produksi materiil, akan tetapi tanpa manusia barang dan jasa
tidak akan optimal dalam memberikan manfa’at. Misalnya: tambang emas yang
masih di dalam perut bumi tidak menjadi perhiasan yang berharga tinggi apabila
tidak diolah dan dikelola oleh manusia yang terampil. Oleh karena itu usaha
manusia adalah faktor terpenting dalam pengelolaan barang dan jasa sehingga
benar apa yang dikatakan Ibnu Khaldun (1263-1328) yang menganggap bahwa
manusia adalah faktor terpenting dan merupakan sumber utama nilai barang dan
jasa.
b. Manusia adalah makhluk hidup yang tentu saja memiliki berbagai karakteristik
yang berbeda dengan faktor produksi lainnya.
Manusia adalah ciptaan Allah yang diberikan kemulyaan Allah sebagai khalifah
di muka bumi ini. Sehingga memiliki karakteristik yang sangat istimewa yang
membedakan faktor-faktor produksi lainnya. Manusia pasti tidak dapat disamakan
dengan sumber daya alam, gedung, uang dan faktor produksi fisik lainnya.
Secara umum sumber daya non-manusia dapat diperdagangkan sesuai dengan
mekanisme pasar maka sumber daya non-manusia dapat disebut sebagai
barang/jasa. Sedangkan manusia adalah manusia yang tidak berupa harta benda
(barang/jasa) maka tidak dapat diperjual-belikan dalam mekanisme pasar. Karena
harta benda (barang/jasa) menurut definisi Mustafa Ahmad Zarqa’ adalah: Segala
sesuatu yang mempunyai nilai materi di kalangan masyarakat. Maka manusia
tidak termasuk di dalamnya, sehingga jika terjadi perdagangan manusia (human
smugling) maka hukumnya haram dalam perspektif ekonomi Islam.
Maka ketika harta benda (barang/jasa) itu halalan tayyiban, keberkahan pun akan
menyertainya. Halalan tayyiban maksudnya adalah halal secara nilai intrinsiknya, halal
proses dan halal dampak dari proses transaksinya sehingga keberkahan akan menyertai
barang dan jasa itu. sehingga menjadikan output bahwa barang/jasa yang berkah akan
11
berdampak kepada kemaslahatan. Oleh karena itu, bagaimanapun sistem
pengklasifisiannya bahwa berkah harus dimasukkan dalam input produksi.
Karena berkah tersebut melekat pada setiap input yang digunakan dalam
berproduksi dan juga melekat pada proses produksi sehingga output produksinya akan
mengandung berkah. Memasukkan berkah sebagai input produksi adalah rasional, sebab
berkah mempunyai andil (share) nyata dalam membentuk output. Dalam alam kasat mata
input berkah memang tidak bersifat materi sebagaimana faktor-faktor produksi lainnya,
akan tetapi input human capital juga tidak bersifat materi dan bisa dimasukkan dalam
input produksi.
Dengan demikian, produk yang dihasilkan dengan menggunakan human capital
yang kualitasnya rendah akan menghasilkan produk yang berkualitas rendah juga,
demikian juga sebaliknya, produk yang dengan mempergunakan human capital yang
berkualitas tinggi akan menghasilkan produk yang berkualitas tinggi. Demikian halnya,
barang/jasa yang diproduksi dengan input berkah akan menghasilkan output yang
bertambah berkah sehingga nilai kemaslahatannya semakin bertambah, demikian juga
sebaliknya barang/jasa yang diproduksi dengan input yang tidak berkah akan
menghasilkan output yang tidak berkah bahkan berdampak pada kemadzaratan dan
kerusakan.
d. Kemuliaan Harkat Kemanusiaan Sebagai Karakter Produksi
Kemuliaan harkat kemanusiaan harus mendapat perhatian besar dan utama dalam
keseluruhan aktivitas produksi. Segala aktivitas yang bertentangan dengan pemuliaan
harkat kemanusiaan dan dikatakan bertentangan dengan ajaran Islam. Karakter produksi
seperti ini akan membawa implikasi penting dalam teori produksi. Salah satu contoh
dalam memandang kedudukan manusia adalah tenaga kerja dan kapital. Keduanya dapat
mengalami substitusi tergantung keadaan. Substitusi antara manusia/tenaga kerja dengan
kapital pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
1. Substitusi yang bersifat alamiah (natural substitution)
2. Substitusi yang dipaksakan (forced substitution)
Sebagai contoh substitusi ini kita asumsikan pada kehidupan jaman dahulu ketika
manusia masih rendah ketenagakerjaannya. Semakin lama kualitas tenaga kerja akan
12
meningkat. Hal ini membuat manusia harus ditempatkan dalam produksi yang bernilai
tinggi juga. Sementara itu, untuk produksi pekerjaan barang-barang remeh akan
digantikan oleh peralatan atau mesin. Seperti inilah substitusi yang bersifat alamiah
tersebut dimana substitusi tersebut terjadi ketika perubahan zaman jangka waktu yang
panjang.
Islam sangat menganjurkan substitusi natural karena sifatnya akan lebih
meningkatkan mashlahah yang lebih tinggi dimana manusia semakin berkembang
kualitas kerjanya. Sebaliknya Islam tidak menganjurkan adanya substitusi yang
dipaksakan (forced). Hal ini disebabkan karena substitusi yang dipaksakan akan
menimbulkan kesengsaraan hidup manusia yang juatru menurunkan harkat manusia.
Namun perlu diketahui substitusi natural proses terjadi dalam jangka waktu panjang.
Sementara paradigma jangka berproduksi sebenarnya adalah paradigma jangka pendek.
Sehingga menjadi tidak tepat jika konsep jangka panjang digambarkan kepada jangka
pendek.
e. Eksplorasi dan Pembentukan Konsep Produksi
Semangat produksi untuk menghasilkan maslahah maksimum perlu dituntun dengan
nilai dan prinsip ekonomi Islam. Nilai dan prinsip pokok dalam produksi adalah amanah
dan profesionalisme.
Dua prinsip pokok ini diambil dari ayat Al-Qur’an yang mengatakan: “..."Ya bapakku
ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang
paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat
dipercaya". (QS. 28: 26).
Imam Ibnu Taimiyah menjelaskan ayat diatas bahwa maksud dari kuat (al-qawiyyu)
lagi dipercaya (al-amin) adalah profesional dan amanah (trust). Yang kedua prinsip
pokok ini merupakan sebuah piranti untuk mewujudkan maslahah yang maksimum, yang
akan kita jelaskan sebagai berikut:
1. Amanah untuk mewujudkan maslahah maksimum
Amanah adalah salah satu nilai penting dalam Islam, yang diturunkan dari nilai
dasar khilafah, yang harus terus dijunjung tinggi. pengertian amanah dalam konteks ini
adalah penggunaan sumber daya ekonomi untuk mencapai tujuan hidup manusia (falah).
13
Sumber daya yang ada di alam semesta ini oleh Allah diamanahkan kepada manusia.
Manusia tidak diperbolehkan untuk mengeksplorasi dan memperolehnya dengan cara
yang tidak benar. Singkatnya, amanah di sini dimaknai sebagai usaha untuk
memanfaatkan surnber daya yang ada dengan cara yang sebaik-baiknya untuk mencapai
kemakrnuran manusia di muka bumi. Kegiatan produksi harus memanfa’atkan dengan
sebaik-baiknya sumber daya yang melimpah yang ada di sekitarnya. Ketika di lingkungan
sekitar tidak ada sumber daya yang bisa dimanfa’atkan, maka manusia bisa mencari
sumber daya pada lingkungan yang lebih luas dan pada sektor lain yang lebih luas,
demikian seterusnya. Sehingga prioritas produksi dalam Islam adalah dengan
memanfa’atkan sumber daya lokal yang melimpah
2. Profesionalisme
Dalam ajaran Islam, setiap muslim dituntut untuk menjadi pelaku produksi yang
profesional, yaitu memiliki profesionalitas dan kompetensi di bidangnya. Segala sesuatu
harus dikerjakan dengan baik, karenanya setiap urusan harus diserahkan kepada ahlinya.
Maka tidak lain dengan cara menyelenggarakan pelatihan dan pendidikan secara intensif
sehingga profesionalitas dapat tercapai bagi sumber daya manusia yang dibutuhkan.
Dalam kaitannya dengan meningkatkan profesionalisme sumber daya manusia, yang
mana walaupun setiap tenaga kerja sudah memenuhi standar minimum dalam
melaksanakan produksi, namun ia harus selalu belajar terus untuk meningkatkan
kemampuannya dalam hal-hal yang terkait dengan produksi. Pembelajaran ini merupakan
amanat sepanjang hidup (long life learning) dari ajaran Islam. Adapun media untuk
belajar bisa berupa pendidikan formal dan informal dimana dan kapanpun dia berada,
misalnya tempat bekerja (working place). Dari tempat bekerja ini berangsur-angsur
tenaga kerja akan bisa memperoleh keahlian dalam berproduksi sehingga kemampuan
kerjanya semakin meningkat. Dengan semakin meningkatnya kemampuan, maka jumlah
barang/jasa yang bisa dihasilkan juga semakin besar, sebab ia bekerja semakin efisien.
Selain itu frekuensi kesalahan dalam melaksanakan kegiatan produksi juga semakin
menurun. Akibatnya jumlah barang yang gagal (cacat) menjadi semakin kecil yang
berarti penggunaan input per unit output juga semakin menurun.
14
BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan
Dalam mendefinisikan produksi, secara esoteris “produksi” dalam bahasa Arab
disebut: “al-intaj” yang memiliki makna ijadu sil’atin (mewujudkan atau mengadakan
produk) atau “khidmatu mu’ayyanatin bi istikhdamin muzayyajin min anashiril intaji
dhamina itharu zamanin muhaddadin” (pelayanan jasa yang jelas dengan menuntut
adanya bantuan penggabungan unsur-unsur produksi yang terbingkai dalam waktu yang
terbatas).
Aktifitas produksi harus balance dengan kegiatan konsumsi. Apabila keduanya
tidak balance maka akan terjadi ketimpangan dalam kegiatan berekonomi. Hal ini dapat
dideskripsikan, apabila barang/jasa yang diproduksi itu lebih banyak dari permintaan
konsumsi maka akan terjadi ketimpangan ekonomi yaitu berupa penumpukan output
produksi sehingga terjadi kemubadziran hasil prooduksi. Inilah yang disebut israf
(produksi yang berlebihan) yang dalam ekonomi Islam dianggap sebagai bentuk dosa
yang menjadikan output produksi itu tidak ada nilai maslahah sehingga tidak berkah yang
menjadikannya menjadi output produksi yang tidak produktif.
Sebaliknya jika aktifitas konsumsi lebih banyak permintaannya dari aktifitas
produksi maka akan menimbulkan problematika ekonomi yaitu berupa tidak
terpenuhinya kebutuhan ekonomi yang berdampak pada kemiskinan dan malapetaka
sosial dan ekonomi.
15
DAFTAR ISI
1. Afzalurrahman, “Doktrin Ekonomi Islam Jilid I”, PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995.
Yogyakarta.
2. Eko Suprayitno, “Ekonomi Mikro Perspektif Islam”, UIN-Malang Press, Cet. I
2008, Malang.
3. Karim, Adiwarman Azwar, “Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam”, Raja Grafindo
Persada, 2006, Jakarta.
4. Manan, M. Abdul, “Teori dan Praktek Ekonomi Islam”, PT. Dhana Bhakti Wakaf,
Yogyakarta.
5. Al-Jamal, Muhammad, “Mausu’atu al-Iqtishad al-Islamy”, Dar al-Kitab al-
Mashry, tahun 1980.
6. Misanan, Munrokhim, dkk. “Ekonomi Islam”, P3EI, UII Yogyakarta, cet. Raja
Grafindo, Jakarta, 2013.
16