makalah tk1
DESCRIPTION
TK JSJSKKLFTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masa bayi dan anak adalah masa mereka mengalami pertumbuhan dan perkembangan
yang cepat dan sangat penting, dimana nantinya merupakan landasan yang menentukan
kualitas penerus generasi bangsa. Masa kritisa anak pada usia 6 sampai 24 bulan, karena
kelompok umur merupakan saat periode pertumbuhan kritis dan kegagalan tumbuh mulai
terlihat.
Usia 0 sampai 24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat,
sehingga kerap diistilahkan sebagai periode emas sekaligus periode kritis. Periode emas dapat
diwujudkan apabila pada masa ini bayi dan anak memperoleh asupan gizi yang sesuai untuk
tumbuh kembang optimal. Sebaliknya apabila bayi dan anak pada masa ini tidak memperoleh
makanan yang sesuai kebutuhan gizinya, maka periode emas akan berubah menjadi periode
kritis yang akan mengganggu tumbuh kembang bayi dan anak baik pada saat ini maupun
masa selanjutnya.
Pada dasarnya, perkembangan sejalan dengan maturasi neurologis dan otot anak.
Sehingga, setiap gerakan sesederhana apapun adalah merupakan hasil pola interaksi yang
kompleks dari berbagai bagian dan sistem dalam tumbuh yang dikontrol oleh otak.
Perkembangan setiap anak tidak bisa sama, tergantung proses kematangan masing-masing
anak.
Selama proses tumbuh kembang berlangsung, terdapat beberapa hal yang turut
berpengaruh seperti misalnya status gizi, faktor sosial yaitu keluarga dan lingkungan sekitar,
serta imunisasi dasar dan ulangan. Apabila salah satu hal atau aspek tersebut mengalami
gangguan sehingga tidak dapat terpenuhi maka tumbuh kembang anak akan terganggu.
Terganggunya proses tumbuh kembang pada anak mengakibatkan kemunduran pada sang
anak baik secara fisik maupun mental. Selain itu segi kognitif dan emosional anak pun akan
menjadi tidak stabil bahkan dapat mengakibatkan kematian bagi sang anak.
1.2 Rumusan Masalah
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan imunisasi, vaksinasi dan KIPI
2. Jenis-jenis vaksin beserta dosis, lokasi dan cara peyuntikan
3. Pengaruh imunologi tubuh terhadap vaksinasi virus dan bakteri
4. Kontraindikasi dan efek samping dari vaksin
1
BAB II
LAPORAN KASUS
Seorang anak usia 6 bulan dibawa oleh orang tua nya ke puskesmas untuk imunisasi.
Karena anak sering batuk pilek dengan disertai demam yang tidak tinggi, orang tua tidak
berani membawanya untuk imunisasi seperti yang disarankan sebelumnya. Imunisasi yang
pernah didapatkan sebelumnya adalah Hepatitis 2x, BCG, DPT 1x, Polio 1x, HiB 1x.
2
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Terminologi
Imunisasi adalah suatu cara untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang
secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak ia terpapar dengan penyakit tersebut
tidak akan sakit atau sakit ringan atau tindakan untuk memberikan kekebalan dengan cara
memasukkan vaksin ke dalam tubuh manusia, untuk mencegah penyakit.1
Vaksin itu sendiri adalah sediaan yang mengandung zat antigenik yang mampu
menimbulkan kekebalan aktif dan khas pada manusia sedangkan Vaksinasi adalah
pemberian vaksin ke dalam tubuh seseorang untuk
memberikan kekebalan terhadap penyakit tersebut.1
3.2 Masalah
Tidak berani membawa imunisasi saat anak batuk pilek demam tidak tinggi.
Terlambat imunisasi pada bulan ke 6;
- Hepatitis B terlambat 2 kali.
- DTP terlambat 2 kali.
- Polio terlambat 3 kali.
- Hib terlambat 2 kali.
- Rotravirus terlambat 3 kali.
3.3 Analisis masalah
Sang ibu memiliki persepsi yang sama terhapat kontra indikasi semua vaksinasi,
menurut persepsi ibu yang ia peroleh sebelumnya bahwa dalam keadaan batuk pilek dan
demam anak harus dilakukan penundaan imunisasi, pada kenyataannya setiap vaksinasi
memiliki kontra indikasi tersendiri dan tidak semuanya sama.
- kontra indikasi pada imunisasi BCG
Imunisasi BCG tidak dapat diberikan pada anak yang berpenyakit TB atau
menunjukan uji Mantoux positif atau pada anak yang mempunyai penyakit kulit
yang berat / menahun.
- Kontra indikasi pada imunisasi DPT
Imunisasi DPT tidak dapat diberikan pada anak-anak yang mempunyai penyakit
atau kelainan saraf, baik bersifat keturunan atau bukan, seperti epilepsi, menderita
3
kelainan saraf yang betul-betul berat atau habis dirawat karena infeksi otak, anak-
anak yang sedang demam atau sakit keras dan yang mudah mendapat kejang dan
mempunyai sifat alergi, seperti eksim atau asma
- Kontra indikasi imunisasi Polio
Sebaiknya pada anak dengan diare berat atau yang sedang sakit parah, seperti
demam tinggi (diatas 38C) ditangguhkan. Pada anak yang menderita penyakit
gangguan kekebalan tidak diberikan imunisasi polio. Demikian juga anak dengan
dengan penyakit HIV/AIDS, penyakit kanker atau keganasan, sedang menjalani
pengobatan steroid dan pengobatan radiasi umum, untuk tidak diberikan imunisasi
polio.
- Kontra indikasi imunisasi Hepatitis B
Tidak dapat diberikan pada anak yang mendrita sakit berat.
- Kontra indikasi imunisasi HiB
Anak dengan sindrom Guillain-Barre atau neuritis brakialis setelah dosis tetanus sebelumnya
3.4 Syarat-syarat imunisasi
Ada beberapa penyakit yang dianggap berbahaya bagi anak, yang pencegahannya
dapat dilakukan dengan pemberian imunisasi dalam bentuk vaksin. Dapat dipahami bahwa
imunisasi hanya diberikan pada tubuh yang sehat. Berikut ini keadaan yang tidak boleh
menerima imunisasi yaitu: anak sakit keras, keadaan fisik lemah, sedang dalam pengobatan
yang menggunakan obat imunosupresif dan dalam masa tunas suatu penyakit.2
Dalam pemberian imunisasi terdapat beberapa syarat yang harus diperhatian, yaitu: di
berikan kepada bayi atau anak yang sehat, vaksin yang diberikan harus baik, disimpan di
dalam lemari es dan belum lewat masa berlakunya, pemberian imunisasi dengan teknik yang
tepat, mengetahui jadwal imunisasi dengan mengetahui umur dan jenis imunisasi yang telah
diterima, meneliti jenis vaksin yang diberikan, memberikan dosis yang akan diberikan,
memberikan informed consent kepada orangtua atau keluarga sebelum melakukan tindakan
imunisasi yang sebelumnya telah dijelaskan kepada orangtuanya tentang manfaat dan efek
samping atau kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) yang dapat timbul setelah pemberian
imunisasi.2
3.5 Penyelesaian masalah
4
1. Memenuhi syarat-syarat imunisasi
2. Pemberian imunisasi pada hari tersebut;
Imunisasi DPT (diphtheria, pertusis, tetanus)
a. Pengertian
Imunuisasi DPT merupakan imunisasi yang diberikan untuk
menimbulkan kekebalan aktif terhadap beberapa penyakit berikut ini:
- Penyakit difteri, yaitu radang tenggorokan yang sangat berbahaya karena
menimbulkan tenggorokan tersumbat dan kerusakan jantung yang
menyebabkan kematian dalam beberapa hari saja.
a) Penyakit pertusis, yaitu radang paru (pernapasan), yang disebut juga batuk
rejan atau batuk 100 hari. Karena sakitnya bisa mencapai 100 hari atau 3 bulan
lebih. Gejalanya sangat khas, yaitu batuk yang bertahap, panjang dan lama
disertai bunyi “whoop”/ berbunyi dan diakhiri dengan muntah, mata dapat
bengkak atau penderita dapat meninggal karena kesulitan bernapas.
b) Penyakit tetanus, yaitu penyakit kejang otot seluruh tubuh dengan mulut
terkunci / terkancing sehingga mulut tidak bisa membuka atau dibuka. b.
Pemberian Imunisasi dan usia pemberian Imunisasi Pemberian imunisasi 3
kali (paling sering dilakukan), yaitu pada usia 2 bulan, 4 bulan dan 6 bulan.
Namun, bisa juga ditambahkan 2 kali lagi, yaitu 1 kali di usia 18 bulan dan 1
kali di usia 5 tahun. Selanjutnya di usia 12 tahun diberikan imunisasi TT.
b. Cara pemberian imunisasi
Melalui suntikan intra muskuler
c. efek samping imunisasi
Biasanya, hanya gejala-gejala ringan, seperti sedikit demam (sumeng)
saja dan rewel selama 1-2 hari, kemerahan, pembengkakan, agak nyeri atau
pegal-pegal pada tempat suntikan, yang akan hilang sendiri dalam beberapa
hari, atau bila masih demam dapat diberikan obat penurun panas bayi. Atau
bisa juga dengan memberikan minum cairan lebih banyak dan tidak
memakaikan pakaian terlalu banyak.
d. kontraindikasi
Imunisasi DPT tidak dapat diberikan pada anak-anak yang mempunyai
penyakit atau kelainan saraf, baik bersifat keturunan atau bukan, seperti
epilepsi, menderita kelainan saraf yang betul-betul berat atau habis dirawat
5
karena infeksi otak, anak-anak yang sedang demam atau sakit keras dan yang
mudah mendapat kejang dan mempunyai sifat alergi, seperti eksim atau asma
Imunisasi Hib
a. Pengertian
Vaksin bakterial ini ada dalam 2 bentuk, yaitu polisakarida murni dan
polosakarida konjugat. Vaksinasi bertujuan untuk mencegah terutama
meningitis dan pneumonia.
b. Cara pemberian imunisasi
Imunisasi diberikan secara intra muskular dengan dosis 0,5 ml
c. Efek samping imunisasi
Sakit, bengka, kemerahan ditempat suntikan 1-3 hari.
d. Kontra indikasi
Anak dengan sindrom Guillain-Barre atau neuritis brakialis setelah dosis
tetanus sebelumnya.
3. Pemberian imunisasi pada hari yang lain di bulan ke 6;
Imunisasi Polio
a. Pengertian
Imunisasi Polio adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan
kekebalan terhadap penyakit poliomyelitis, yaitu penyakit radang yang
menyerang saraf dan dapat mengakibatkan lumpuh kaki. Imunisasi Polio
adalah imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit
poliomyelitis yang dapat menyebabkan kelumpuhan pada anak. (Kandungan
vaksin polio adalah virus yang dilemahkan).
b. Pemberian Imunisasi
Bisa lebih dari jadwal yang telah ditentukan, mengingat adanya
imunisasi polio massal atau Pekan Imunisasi Nasional. Tetapi jumlah dosis
yang berlebihan tidak akan berdampak buruk, karena tidak ada istilah
overdosis dalam imunisasi.
c. Usia Pemberian Imunisasi
Waktu pemberian polio adalah pada umur bayi 0-11 bulan atau saat
lahir (0 bulan), dan berikutnya pada usia bayi 2 bulan, 4 bulan, dan 6 bulan.
Kecuali saat lahir, pemberian vaksin polio selalu dibarengi dengan vaksin
DPT.
d. Cara Pemberian Imunisasi
6
Pemberian imunisasi polio melalui oral / mulut (Oral Poliomyelitis
vaccine/OPV). Di luar negeri, cara pemberian imunisasi polio ada yang
melalui suntikan (Inactivated Poliomyelitis Vaccine/ IPV)
e. Efek Samping Imunuisasi
Hampir tidak ada efek samping. Hanya sebagian kecil saja yang
mengalami pusing, diare ringan, dan sakit otot dan kasusnya biasanya jarang
terjadi.
f. Kontra – indikasi Imunisasi
Sebaiknya pada anak dengan diare berat atau yang sedang sakit parah,
seperti demam tinggi (diatas 38C) ditangguhkan. Pada anak yang menderita
penyakit gangguan kekebalan tidak diberikan imunisasi polio. Demikian juga
anak dengan dengan penyakit HIV/AIDS, penyakit kanker atau keganasan,
sedang menjalani pengobatan steroid dan pengobatan radiasi umum, untuk
tidak diberikan imunisasi polio.3
Imunisasi Hepatitis B
a. Pengertian
Imunisasi Hepatitis B adalah imunisasi yang diberikan untuk
menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit hepatitis B, yaitu penyakit
infeksi yang dapat merusak hati.
Imunisasi Hepatitis B adalah imunisasi yang digunakan untuk
mencegah terjadinya penyakit hepatitis, yang kandungannya adalah HbsAg
dalam bentuk cair.
b. Pemberian Imunisasi
Frekuensi pemberian imunisasi hepatitis B adalah 3 kali.
c. Usia Pemberian Imunisasi
Sebaiknya diberikan 12 jam setelah lahir. Dengan syarat kondisi bayi
dalam keadaan stabil, tidak ada gangguan pada paru-paru dan jantung.
Kemudian dilanjutkan pada saat bayi berusia 1 bulan, dan usia antara 3 – 6
bulan. Khusus bayi yang lahir dari ibu pengidap hepatitis B, selain imunisasi
yang diberikan kurang dari 12 jam setelah lahir, juga diberikan imunisasi
7
tambahan dengan immunoglobulin anti hepatitis B dalam waktu sebelum usia
24 jam.
d. Cara Pemberian Imunisasi
Cara pemberian imunisasi hepatitis B adalah dengan cara
intramuskuler (I.M atau i.m) di lengan deltoid atau paha anterolateral bayi
(antero : otot-otot dibagian depan, lateral : otot bagian luar). Penyuntikan
dibokong tidak dianjurkan karena bisa mengurangi efektivitas vaksin.
e. Efek Samping Imunisasi
Umumnya tidak terjadi. Jikapun terjadi (sangat jarang), berupa keluhan
nyeri pada tempat suntikan, yang disusul demam ringan dan pembengkakan.
Namun reaksi ini akan menghilang dalam waktu dua hari.
f. Tanda Keberhasilan
Tidak ada tanda klinis yang dapat dijadikan patokan. Tetapi dapat
dilakukan pengukuran keberhasilan melalui pemeriksaan darah atau mengecek
kadar hepatitis B-nya setelah anak berusia setahun bila kadarnya diatas 1000,
berarti daya tahannya 8 tahun. Diatas 500 tahan selama 5 tahun. Diatas 200
tahan selama 3 tahun tetapi bila angkanya 100 maka dalam setahun akan
hilang. Sementara bila angka nol bayi harus disuntik ulang 3 kali lagi.
g. Kontra – Indikasi Imunisasi
Tidak dapat diberikan pada anak yang mendrita sakit berat.
h. Tingkat Kekebalan
Cukup tinggi,antara 94 – 96. Umumnya, setelah 3 kali suntikan,lebih
dari 95 % bayi mengalami respon imun yang cukup. 3
4. Hari berikutnya pada bulan ke 6:
Imunisasi rotravirus
a. Pengertian
Vaksin rotravirus merupakan live attenued vaccine, diberikan secara oral.
Seperti halnya vaksin hidup lain yang diberikan per oral, yaitu vaksin
tifoid hidup yang dilemahkan, vaksin ini juga tidak boleh diberikan
bersama OPV.
b. Cara pemberian imunisasi
Vaksin rotavirus monovalen diberikan 2 kali, vaksin rotavirus pentavalen
diberikan 3 kali. Vaksin monovalen dosis 1 diberikan pada umur 6-14
8
minggu, dosis kedua diberikan minimal interval 4 minggu. Sebaiknya
vaksin rotavirus monovalen selesai diberikan sebelum umur 16 minggu
dan tidak melampaui umur 24 minggu. Vaksin pentavalen dosis 1
diberikan 6-14 minggu, interval dosis ke 2 dan ke 3 adalah 4-10 minggu.
Dosis ketiga diberikan pada umur kurang dari 32 minggu.
BAB IV
TINJAUAN PUSATAKA
4.1Terminologi
9
Imunisasi adalah suatu cara untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang
secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak ia terpapar dengan penyakit tersebut
tidak akan sakit atau sakit ringan atau tindakan untuk memberikan kekebalan dengan cara
memasukkan vaksin ke dalam tubuh manusia, untuk mencegah penyakit.
Vaksin itu sendiri adalah sediaan yang mengandung zat antigenik yang mampu
menimbulkan kekebalan aktif dan khas pada manusia sedangkan Vaksinasi adalah
pemberian vaksin ke dalam tubuh seseorang untuk
memberikan kekebalan terhadap penyakit tersebut.
Terdapat dua jenis vaksin, yaitu vaksin virus dan vaksin bakteri:
1. Vaksin Virus untuk mencegah infeksi virus dapat menggunakan:
a) Live virus yang patogenisitasnya sudah dilemahkan (attenuated)
b) Killed virus, dimana virusnya diinaktivasi
c) Subunit vaccines, biasanya dalam bentuk protein virus yang dimurnikan.1
2. Vaksin Bakteri
a) Vaksin Polisakarida yang berasal dari bagian polisakarida kapsul bakteri yang
bukan protein
b) Vaksin Toxoid vaksin yang diperoleh dengan cara mengubah eksotoksin
bakteri, biasanya dengan menggunakan formaldehid.
c) Vaksin Bakteri Hidup yang Dilemahkan (Live, Attenuated Bacterial
Vaccines)
d) Vaksin untuk mencegah infeksi Mycobacterium tuberculosis, Salmonella
typhi, Francisella tularensis.
e) Killed Bacterial Vaccines berisi organisme utuh yang dimatikan, digunakan
untuk mencegah infeksi oleh bakteri Bordetella pertussis, Vibrio cholerae,
Yersinia pestis, Rickettsia rickettsiae, Coxiella burnetti
4.2 Respon imun terhadap vaksin virus
Umumnya live vaccines lebih dipilih dari pada killed vaccine, karena imunitas yang
ditimbulkan berlangsung lebih lama dan efektivitas perlindungan yang diberikan lebih besar.
Pada live vaccines, virus dapat memperbanyak diri dalam tubuh pejamu, memproduksi suatu
stimulus antigenik yang lama, dan menghasilkan baik igA maupun igG. Efek tersebut akan
10
didapat apabila vaksin itu dimasukin lewat jalur infeksi alamiahnya, seperti pada vaksin polio
oral yang diteteskan di mlut. Killled vaccines yang umumnya diberikan secara intramuskular
(IM), tidak merangsang respon igA yang jelas. Disamping itu, killedvaccines memiliki ciri
tidak menimbulkan respon T cytotoxic, karena virusnya tidak bereplikasi, sehingga tidak ada
epitop peptida yang dipresentasiakan berkaitan dengan molekul MHC kelas 1.
a. Respon imun nonspesifik terhadap infeksi virus.
Secara jelas terlihat bahwa respons imun yang terjadi adalah timbulnya interferon
dan sel natural killler (NK) dan antibodi yang spesifik terhadap virus tersebut.
Pengenalan dan pemusnahan sel yang terinfeksi virus sebelum terjadi replikasi sangat
bermanfaat bagi pejamu. Permukaan sel yang terinfeksi virus mengalami modifikasi,
terutama dalam struktur karbohidrat, menyebabkan sel menjadi target sel NK. Sel NK
mempunyai dua jenis reseptor permukaan. Reseptor pertama merupakan killer
activating receptors, yang terikat pada karbohidrat dan struktur lainnya yang
diekspresikan oleh semua sel. Reseptor lainnya adalah killer inhibitory receptors,
yang mengenali molekul MHC kelas I dan mendominasi signal dari reseptor aktivasi.
Oleh karena itu sensitivitas sel target tergantung pada ekspresi MHC kelas I. Sel yang
sensitif atau terinfeksi mempunyai MHC kelas I yang rendah, namun sel yang tidak
terinfeksi dengan molekul MHC kelas I yang normal akan terlindungi dari sel NK.
Produksi IFN-α selama infeksi virus akan mengaktivasi sel NK dan meregulasi
ekspresi MHC pada sel terdekat sehingga menjadi resisten terhadap infeksi virus. Sel
NK juga dapat berperan dalam ADCC bila antibodi terhadap protein virus terikat
pada sel yang terinfeksi.1
Beberapa mekanisme utama respons nonspesifik terhadap virus, yaitu :
1. Infeksi virus secara langsung yang akan merangsang produksi IFN oleh sel-sel
terinfeksi; IFN berfungsi menghambat replikasi virus.
2. Sel NK mampu membunuh virus yang berada di dalam sel, walaupun virus
menghambat presentasi antigen dan ekspresi MHC klas I. IFN tipe I akan
meningkatkan kemampuan sel NK untuk memusnahkan virus yang berada di dalam
sel. Selain itu, aktivasi komplemen dan fagositosis akan menghilangkan virus yang
datang dari ekstraseluler dan sirkulasi.
b. Respons imun spesifik terhadap infeksi virus.
Mekanisme respons imun spesifik ada dua jenis yaitu respons imunitas humoral dan
selular. Respons imun spesifik ini mempunyai peran penting yaitu :
11
1. Menetralkan antigen virus dengan berbagai cara antara lain menghambat
perlekatan virus pada reseptor yang terdapat pada permukaan sel sehingga virus
tidak dapat menembus membran sel, dan dengan cara mengaktifkan komplemen
yang menyebabkan agregasi virus sehingga mudah difagositosis
2. Melawan virus sitopatik yang dilepaskan dari sel yang lisis
Molekul antibodi dapat menetralisasi virus melalui berbagai cara. Antibodi dapat
menghambat kombinasi virus dengan reseptor pada sel, sehingga mencegah
penetrasi dan multiplikasi intraseluler, seperti pada virus influenza. Antibodi juga
dapat menghancurkan partikel virus bebas melalui aktivasi jalur klasik
komplemen atau produksi agregasi , meningkatkan fagositosis dan kematian
intraseluler.
Kadar konsentrasi antibodi yang relatif rendah juga dapat bermanfaat khususnya
pada infeksi virus yang mempunyai masa inkubasi lama, dengan melewati aliran
darah terlebih dahulu sebelum sampai ke organ target, seperti virus poliomielitis
yang masuk melalui saluran cerna, melalui aliran darah menuju ke sel otak. Di
dalam darah, virus akan dinetralisasi oleh antibodi spesifik dengan kadar yang
rendah, memberikan waktu tubuh untuk membentuk resposn imun sekunder
sebelum virus mencapai organ target.4
4.3 Respon imun terhadap vaksin bakteri
A. Bakteri ekstraseluler
Bakteri ekstraseluler dapat hidup diluar sel penjau misalnya dalam sirkulasi, jaringan
inkat dan rongga-rongga jaringa seperti lumen pernafasan dan saluran cerna.
1. Imunitas non spesifik
Imunitas non spesifik utama teradapa bakteri ekstraseluler adalah komplemen,
fagositosis dan respon inflamasi. Bakteri yang mengekspresikan manosa pada
permukaannya, dapat diikat lektin yang homolog dengan C1q, sehingga akan
mengaktifkan komplemen melalui jalur lektin, meningkatkan opsonisasi dan
fagositosis. Disamping itu MAC (membrane attack complex) dapat menghancurkan
membran bakteri. Produk samping aktivasi komplemen berperan dalam mengerahkan
dan mengaktifkan leukosit. Fagosit juga mengikat bakteri melalui berbagai reseptor
permukaan lain seperti toll like reseptoryang semuanya menngkatkan aktivasi
leukosit dan fagositosis. Fagosit yang diaktifkan juga melepas sitokin yang
12
menginduksi infiltrasi leukosit ke tempat infeksi. Sitokin juga menginduksi panas dan
sintesis APP (Acute Phase Protein).
2. Imunitas Spesifik
a. Humoral
Antibodi merupakan komponen imun protektif utama terhadap bakteri eksraseluler
yang berfungsi untuk menyingkirkan mikroba dan menetralkan toksinnya melalu
berbagai mekanisme. Th2 memproduksi sitokin yang merangsang respon sel B,
aktivasi makrofag dan inflamasi.
b. Sitokin
Respon utama pejamu terhadap bakteri ekstraseluler adalah produksi sitokin oleh
makrofag yang diaktifkan yang menimbulkan inflamasi dan syok septik.4
B. Bakteri intraseluler
Bakteri intraseluler dapat hidup dan bahkan berkembang biak dalam fagosit. Mikroba
tersebut mendapat tempat bersembunyi yang tidak dapat ditemukan ole antibodi dalam
sirkulasi, sehingga untuk eliminasi memerlukan mekanisme imun selular.
1. Imunitas non spesifik
Efektor imunitas non spesifik utama terhadap bakteri intraseluler adalah fagosit dan
sel NK. Fagosit menelan dan mencoba menghancurkan mikroba tersebut, namun
mikroba dapat resisten terhadap efek degradasi fagosit. Bakteri intraseluler dapat
mengaktifkan sel NK secara direk atau melalui ativasi makrofag yang memproduksi
IL-12, sitokin poten yang mengaktifkan sel NK. Sel NK memproduksi IFN-γ yang
kembali mengaktifkan makrofag dan meningkatkan daya membunuh bakteri dan
memakan bakteri. Jadi sel NK memberikan respon dini, dan terjadi interaksi antara
sel NK dan makrofag.
2. Imnuitas spesifik
Respon imun spesifik uama pada bakeri intrseluler berupa imunitas seluler. Imunitas
seluler terdiri atas 2 tipe reaksi, yaitu sel CD4+b Th1 yang mengaktifkan makrofag
yang memproduksi IFN-γdan sel CD8+/ CTL, yang memicu membunuh mikroba serta
lisis sel yang terinfeksi. Bakteri intraseluler dimakan makrofag dan dapat hidup dalam
fagosom dan masuk dalam sitoplasma. CD4+ memberikan respon terhadap peptida
antigen MHC-II asal bakteri intravesikuler, memproduksi IFN-γyang mengaktifkan
makrofag untuk menghancurkan mikroba dalam fagosom. Sel CD4+ naif dapat
13
berdiferensiasi menjadi sel Th1 yang mengaktifkan fagosit untuk membunuh mikroba
yang dimakan dan sel Th2 yang mencegah aktivasi makrofag.
Respon imun antibakterial meliputi lisis melalui antibodi dan komplemen,
opsonisasi, fagositosis yang diaktifkan dengan elminasi bakteri di hati, limpa dan sel-
sel dari sistem fagosit makrofag. Yang berperan pada opsonin dan fagositosis bakteri
gram negatif adalah IgG dan IgM atau komplen komplen C3b. Aktivasi komplemen
melalui jalur alternatif dapat dirangsang secara non spesifik oleh endotoksin
lipopolisakarida atau oleh polisakarida dari kapsul bakteri gram negatif dan gram
positif yang mengaktifkan C3. Jalur alternatif ini melepaskan molekul kemotaktik
C3a, C5a dan opsonin C3b.4
4.4 Syarat – syarat imunisasi
Ada beberapa penyakit yang dianggap berbahaya bagi anak, yang pencegahannya
dapat dilakukan dengan pemberian imunisasi dalam bentuk vaksin. Dapat dipahami bahwa
imunisasi hanya diberikan pada tubuh yang sehat. Berikut ini keadaan yang tidak boleh
menerima imunisasi yaitu: anak sakit keras, keadaan fisik lemah, sedang dalam pengobatan
yang menggunakan obat imunosupresif dan dalam masa tunas suatu penyakit.
Dalam pemberian imunisasi terdapat beberapa syarat yang harus diperhatian, yaitu:
diberikan kepada bayi atau anak yang sehat, vaksin yang diberikan harus baik, disimpan di
dalam lemari es dan belum lewat masa berlakunya, pemberian imunisasi dengan teknik yang
tepat, mengetahui jadwal imunisasi dengan mengetahui umur dan jenis imunisasi yang telah
diterima, meneliti jenis vaksin yang diberikan, memberikan dosis yang akan diberikan,
memberikan informed consent kepada orangtua atau keluarga sebelum melakukan tindakan
imunisasi yang sebelumnya telah dijelaskan kepada orangtuanya tentang manfaat dan efek
samping atau kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) yang dapat timbul setelah pemberian
imunisasi.
Jenis Lokasi Dosis Efek samping
Kontra indikasi
KIPI
DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus)
- paha tengah luar
- intramuscular / subcutan dalam
0,5 ml (3x suntikan)
(gejala sementara) lemas, demam, kemerahan pada tempat suntikan
- Anak yang sakit parah
- Menderita penyakit kejang demam kompleks
- Menderita
- Lokal: bengkak, kemerahan dan nyeri daerah suntikan
- Demam
14
gangguan kekebalan
dan gelisah (nangis terus-menerus)
- Reaksi anafilaktik
Campak - pada lengan kiri
- subcutan
0,5 ml (sangat jarang)
- sakit parah- penderita TBC
tanpa pengobatan
- malnutrisi- gangguan
kekebalan- penyakit
keganasan
- Demam > 39,5 C (berlangsung selama dua hari, pd hari 5-6)
- Ruam (timbul selama 2-3 hari pada hari 7-10)
MMR 0,5 ml (intramuscular / subkutan)
- anak dengan peny. Keganasan atau gangguan imunitas, yang mendapat pengobatan imunosupresif.
- Alergi berat (bengkak pada mulut/tenggorokan, sulit bernapas, hipotensi dan syok) terhadap gelatin atau neomisin
- Anak dengan demam akut
- Defisiensi imun bawaan dan didapat
15
HIB I.M 0,5 ml Sakit, bengkak,Kemerahan ditempat suntikan1-3hari
Anak dengan sindrom Guillain-Barre atau neuritis brakialis setelah dosis tetanus sebelumnya
Gejala klinis infeksi HIB, komplikasi akut termasuk kecacatan dan kematian
Tetanus I.M 0,5 ml Sakit, bengkak,Kemerahan ditempat suntikan1-3hari
Gejala berat karna dosis pertama TT, terinfeksi HIV tanpa maupun dengan gejala
Syok anafilaksis, neuritis brakial
Hepatitis B I.M 0,5 ml Sakit, bengkak, kemerahan, eritema ditempat suntikan
Ibu hamil, demam tinggi, alergi komponen vaksin
Syok anafilaksis, sakit pada tulang dan sendi
Polio Oral 2 tetes (4mg), 3x pemberian interval waktu 4 minggu
kelumpuhan anggota gerak seperti polio sebenarnya
-diare berat
-sakit parah
-gangguan kekebalan
-diare ringan
-pusing
-sakit otot (namun
jarang terjadi)
BCG Intradermal lengan kanan atas atau paha
0,05ml dengan pelarut 4ml, 1x pemberian
pembengkakan kelenjar getah bening
-tbc
-penyakit kulit berat/menahun
-timbul indurasi dan eritema di bekas suntikan pustule pecah ulkus-tidak nyeri dan tidak panas-sembuh sendiri dan meninggalkan jaringan parut
4.5 Mispersepsi
Ada beberapa keadaan yang salah ditanggapi sebagai kontra indikasi untuk imunisasi, seperti:
1. Keadaan atopi : asma, eczema, dan rinitis.
2. Kondisi neurologis yang stabil : Sindroma Down, Cerebral Palsy.
3. Prematuritas.
4. Sedang mendapat terapi antibiotik atau steroid topikal.
5. Steroid replacement therapy.
16
6. Pernah menderita infeksi pertusis, campak, mumps, atau rubela.
7. Neonatal jaundice.
8. Baru mengalami pembedahan.
9. Underweight.
10. Usia melewati jadwal yang direkomendasikan.
11. Sedang mendapat ASI.
12. Ibu sedang hamil.
13. Thimerosal, suatu pengawet vaksin yang mengandung etil merkuri disinyalir dapat
menimbulkan gangguan perkembangan anak; dalam penelitian hal tersebut tidak
terbukti.
14. Vaksin campak dalam MMR diduga menyebabkan autisme dan infammatory bowel
disease; ternyata dalam penelitian tidak terbukti.1
Gambar 4.1 Jadwal Imunisasi.5
BAB V
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Danny Wiradharma, Karin Wiradarma, Ige Rusli. Konsep Dasar Vaksinasi. In: Karin Wiradarma, editor. Jakarta: Sagung Seto. 2012.
2. Depkes R.I. Modul Pelatihan Tenaga Pelaksana Imunisasi Puskesmas. Jakarta: Depkes RI.2006.
3. Depkes RI. Penyelenggaraan Imunisasi. Available at http://pppl.depkes.go.id/_asset/_regulasi/92_PMK%20No.%2042%20ttg%20Penyelenggaraan%20Imunisasi.pdf. Accessed 16th September 2014.
4. Baratawidjaja G K, Rengganis I. Imunologi Dasar Imunisasi.10th ed.Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2010. P: 557
5. IDAI. Jadwal imunisasi 2014. Available at http://idai.or.id/public-articles/klinik/imunisasi/jadwal-imunisasi-idai-2014.html. accessed 16th September 2014.
18