makalah tlus

42
MAKALAH TEKNIK LAHAN URUG SAMPAH TATA CARA PEMILIHAN LOKASI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) OLEH: KELOMPOK I ANGGOTA: YOGI SAPUTRA FANNY LAORENSIA UTARI AMALINA GHASSANI ELSA FITRIANI YUNIA RUSDA DURA VENDELA DOSEN: SLAMET RAHARJO, DR. Eng JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ANDALAS

Upload: elsa-fitriani

Post on 24-Nov-2015

282 views

Category:

Documents


68 download

TRANSCRIPT

MAKALAHTEKNIK LAHAN URUG SAMPAH TATA CARA PEMILIHAN LOKASI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) OLEH: KELOMPOK IANGGOTA: YOGI SAPUTRA FANNY LAORENSIAUTARI AMALINA GHASSANIELSA FITRIANIYUNIA RUSDADURA VENDELA

DOSEN: SLAMET RAHARJO, DR. Eng

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2014BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangTempat Pemrosesan Akhir (TPA) merupakan tempat dimana sampah mencapau tahap terakhir dalam pengelolaannya sejak mulai timbul disumber, pengumpulan, pemindahan atau pengangkutanm pengolahan dan pembuangan. Kehadiran tempat pemrosesan akhir (TPA) dibutuhkan, tetapi sekaligus tidak diinginkan kehadirannya. Kegiatan TPA menimbulkan dampak negatif seperti kebisingan, ceceran sampah, debu, dan binatang-binatang vector serta mempengaruhi nilai estetika. Selain itu, sampah juga berpotensi menimbulkan konflik sosial dengan masyarakat yang ada di sekitarnya akibat penguasaan lahan oleh kelompok orang yang hidup dari pemulungan. Konflik bisa memuncak pada protes dari masyarakat kepada pengelola TPA untuk menutupnya dan memindahkannya ke tempat yang lain.Pembangunan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sampah merupakan salah satuprogram nasional di daerah, yang berkaitan dengan penyediaan tempat penampungan akhir sampah. UU No 18 Tahun 2008 menyatakan pada BAB XVI Ketentuan Peralihan Pasal 44 bahwa Pemerintah daerah harus membuat perencanaan penutupan tempat pemrosesan akhir sampah yang menggunakan sistem pembuangan terbuka paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak berlakunya Undang-Undang ini. Hal ini mengakibatkan masing-masing kota atau kabupaten wajib untuk merencanakan TPA yang berbasiskan sanitary landfill atau controlled landfill terhitung 1 tahun sejak undang-undang ini diberlakukan (Undang-undang No.18, 2008). Oleh karena itu, studi penentuan lokasi pembangunan TPA disuatu Kota atau kawasan perlu dilakukan.1.2 TujuanTujuan dari pembuatan makalah ini adalah:1. Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Teknik Lahan Urug Sampah;2. Untuk mengetahui tata cara pemilihan lokasi TPA berdasarkan SNI 19-3241-1994;3. Untuk mengetahui tata cara pemilihan lokasi TPA dengan metode Le Grand;4. Untuk mengetahui tata cara pemilihan lokasi TPA dengan metode Hagerty.BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1 Prinsip Pemilihan Calon Lokasi Salah satu kendala pembatas dalam penerapan metoda pengurugan limbah dalam tanah (landfilling atau lahan-urug) adalah bagaimana memilih lokasi yang cocok baik dilihat dari sudut kelangsungan pengoperasian, maupun dari sudut perlindungan terhadap lingkungan hidup. Aspek teknis sebagai penentu utama untuk digunakan adalah aspek yang terkait dengan hidrologi dan hidrogeologi site (Damanhuri, 2008). Secara ideal, pertimbangan utama dalam pemilihan lokasi sebuah landfill adalah didasarkan atas berbagai aspek, terutama (Damanhuri, 2008): 1. Kesehatan masyarakat, Aspek kesehatan masyarakat berkaitan langsung dengan manusia, terutama kenaikan mortalitas (kematian), morbiditas (penyakit), serta kecelakaan karena operasi sarana tersebut.2. Lingkungan hidupAspek lingkungan hidup terutama berkaitan dengan pengaruhnya terhadap ekosistem akibat pengoperasian sarana tersebut, termasuk akibat transportasi dan sebagainya.3. BiayaAspek biaya berhubungan dengan biaya spesifik antara satu lokasi dengan lokasi yang lain, terutama dengan adanya biaya ekstra pembangunan, pengoperasian dan pemeliharaan.4. Sosio-ekonomi Aspek sosio-ekonomi berhubungan dengan dampak sosial dan ekonomi terhadap penduduk sekitar lahan yang dipilih. Walaupun dua lokasi yang berbeda mempunyai pengaruh yang sama dilihat dari aspek sebelumnya, namun reaksi masyarakat setempat dengan dibangunnya sarana tersebut bisa berbeda.Disamping aspek-aspek lain yang sangat penting, seperti aspek politis dan legal yang berlaku disuatu daerah atau negara. Pertimbangan utama yang harus selalu dimasukkan dalam penentuan loaksi site adalah [EPA 530-R-95-023]: 1. Mempertimbangkan penerimaan masyarakat yang akan terkena dampak 2. Konsisten dengan land-use planning di daerah tersebut 3. Mudah dicapai dari jalan utama 4. Mempunyai tanah penutup yang mencukupi 5. Berada pada daerah yang tidak akan terganggu dengan dioperasikan landfill tersebut 6. Mempunyai kapasitas tampung yang cukup besar, biasanya 10 sampai 30 tahun 7. Tidak memberatkan dalam pendanaan pada saat pengembangan, pengoperasian, penutupan, pemeliharaan setelah ditutup, dan bahkan biaya yang terkait dengan upaya remediasi. 8. Rencana pengoperasian hendaknya terkait dengan upaya kegiatan lain yang sangat dianjurkan, yaitu kegfiatan daur-ulang. Proses pemilihan lokasi lahan-urug idealnya hendaknya melalui suatu tahapan penyaringan. Dalam setiap tahap, lokasi-lokasi yang dipertimbangkan akan dipilih dan disaring. Pada setiap tingkat, beberapa lokasi dinyatakan gugur, berdasarkan kriteria yang digunakan di tingkat tersebut. Penyisihan tersebut akan memberikan beberapa calon lokasi yang paling layak dan baik untuk diputuskan pada tingkat final oleh pengambil keputusan. Di negara industri, penyaringan tersebut paling tidak terdiri dari tiga tingkat tahapan, yaitu (Damanhuri, 2008): 1. penyaringan awal, 2. penyaringan individu, dan 3. penyaringan final. Penyaringan awal biasanya bersifat regional biasanya dikaitkan dengan tata guna dan peruntukan yang telah digariskan di daerah tersebut. Secara regional, daerah tersebut diharapkan dapat mendefinisikan secara jelas lokasi-lokasi mana saja yang dianggap tidak/kurang layak untuk lokasi pengurugan limbah. Pada taraf ini parameter yang digunakan hanya sedikit. Tahap kedua dari tahap penyisihan ini adalah penentuan lokasi secara individu, kemudian dilakukan evaluasi dari tiap individu. Pada tahap ini tercakup kajian-kajian yang lebih mendalam, sehingga lokasi yang tersisa akan menjadi sedikit. Parameter beserta kriteria yang diterapkan akan menjadi lebih spesifik dan lengkap. Lokasi- lokasi tersebut kemudian dibandingkan satu dengan yang lain, misalnya melalui pembobotan. Dalam Diktat ini diprekenalkan 3 tata-cara, yaitu (Damanhuri, 2008): 1. SNI 19-3241-1994 2. Metode LeGrand 3. Metode Hagerty Tahap terakhir adalah tahap penentuan. Penyaringan final ini diawali dengan pematangan aspek-aspek teknis yang telah digunakan di atas, khususnya yang terkait dengan aspek sosio- ekonomi masyarakat dimana lokasi calon berada. Tahap ini kemudian diakhiri dengan aspek penentu, yaitu oleh pengambil keputusan suatu daerah. Aspek ini bersifat politis, karena kebija- kan pemerintah daerah/pusat akan memegang peranan penting. Kadangkala pemilihan akhir ini dapat mengalahkan aspek teknis yang telah disiapkan sebelumnya (Damanhuri, 2008). 2.2 Beberapa Parameter Penentu Beberapa alasan mengapa sebuah parameter serta kriterianya penting untuk dipertimbangkan dalam pemilihan sebuah calon lokasi akan diuraikan di bawah ini. Biasanya parameter yang digunakan dalam pemilihan awal dapat digunakan lagi pada pemilihan tingkat berikutnya dengan derajad akurasi data yang lebih baik. Jumlah parameter pemilihan awal yang digunakan umumnya lebih sedikit, dan dipilih yang paling dominan dalam menimbulkan dampak (Damanhuri, 2008). Beberapa parameter penyaring awal yang sering digunakan adalah (Damanhuri, 2008): 2.2.1 Geologi Fasilitas landfilling tidak dibenarkan berlokasi di atas suatu daerah yang mempunyai sifat geologi yang dapat merusak keutuhan sarana tersebut nanti. Daerah yang dianggap tidak layak adalah daerah dengan formasi batu pasir, batu gamping atau dolomit berongga dan batuan berkekar lainnya. Daerah geologi lainnya yang penting untuk dievaluasi adalah potensi gempa, zone volkanik yang aktif serta daerah longsoran. Lokasi dengan kondisi lapisan tanah di atas batuan yang cukup keras sangat diinginkan. Biasanya batu lempung atau batuan kompak lainnya dinilai layak untuk lokasi landfill. Namun jika posisi lapisan batuan berada dekat dengan permukaan, operasi pengurugan/penimbunan limbah akan terbatas dan akan mengurangi kapasitas lahan tersedia. Disamping itu, jika ada batuan keras yang retak/patah atau permeabel, kondisi ini akan meningkatkan potensi penyebaran lindi ke luar daerah tersebut. Lahan dengan lapisan batuan keras yang jauh dari permukaan akan mempunyai nilai lebih tinggi. 2.2.2 Hidrogeologi Hidrogeologi adalah parameter kritis dalam penilaian sebuah lahan dan merupakan komponen penyaring yang paling penting, terutama untuk mengevaluasi potensi pencemaran air tanah di bawah lokasi sarana, dan potensi pencemaran air pada akuifer di sekitarnya. Sistem aliran air tanah akan menentukan berapa hal, seperti arah dan kecepatan aliran lindi, lapisan air tanah yang akan dipengaruhi dan titik munculnya kembali air tersebut di permukaan. Sistem aliran air tanah peluahan (discharge) lebih diinginkan dibandingkan yang bersifat pengisian (recharge). Lokasi yang potensial untuk dipilih adalah daerah yang dikontrol oleh sistem aliran air tanah lokal dengan kemiringan hidrolis kecil dan kelulusan tanah yang rendah. 2.2.3 Hidrologi Fasilitas pengurugan limbah tidak diinginkan berada pada suatu lokasi dengan jarak antara dasar sampai lapisan air tanah tertinggi kurang dari 3 meter, kecuali jika ada pengontrolan hidrolis dari air tanah tersebut. Permukaan air yang dangkal lebih mudah dicemari lindi. Disamping itu, lokasi sarana tidak boleh terletak di daerah dengan sumur-sumur dangkal yang mempunyai lapisan kedap air yang tipis atau pada batu gamping yang berongga.Iklim setempat hendaknya mendapat perhatian juga. Makin banyak hujan, makin besar pula kemungkinan lindi yang dihasilkan, disamping makin sulit pula pegoperasian lahan. Oleh karenanya, daerah dengan intensitas hujan yang lebih tinggi akan mendapat penilaian yang lebih rendah dari pada daerah dengan intensitas hujan yang lebih rendah.

2.2.4 Topografi Topografi dapat menunjang secara positif maupun negatif pada pembangunan saranan ini. Lokasi yang tersembunyi di belakang bukit atau di lembah mempunyai dampak visual yang menguntungkan karena tersembunyi. Namun suatu lokasi di tempat yang berbukit mungkin lebih sulit untuk dicapai karena adanya lereng-lereng yang curam dan mahalnya pembangunan jalan pada daerah berbukit. Nilai tertinggi mungkin dapat diberikan kepada lokasi dengan relief yang cukup untuk mengisolir atau menghalangi pemandangan dan memberi perlindungan terhadap angin dan sekaligus mempunyai jalur yang mudah untuk aktivitas operasional. Topografi dapat juga mempengaruhi biaya bila dikaitkan dengan kapasitas tampung. Suatu lahan yang cekung dan dapat dimanfaatkan secara langsung akan lebih disukai. Ini disebabkan volume lahan untuk pengurugan limbah sudah tersedia tanpa harus mengeluarkan biaya operasi untuk penggalian yang mahal. Pada dasarnya, masa layan 5 sampai 10 tahun atau lebih sangat diharapkan.2.2.5 Ketersediaan tanah Tanah dibutuhkan baik dalam tahap pembangunan maupun dalam tahap operasi sebagai lapisan dasar (liner), lapisan atas, penutup antara dan harian atau untuk tanggul-tanggul dan jalan-jalan dengan jenis tanah yang berbeda. Beberapa kegiatan memerlukan tanah jenis silt atau clay, misalnya untuk liner dan penutup final, sedangkan aktifitas lainnya memerlukan tanah yang permeabel seperti pasir dan krikil, misalnya untuk ventilasi gas dan sistem pengumpul lindi. Juga dibutuhkan tanah yang cocok untuk pembangunan jalan atau tanah top soil untuk vegetasi. 2.2.6 Tataguna lahan Landfilling yang menerima limbah organik, dapat menarik kehadiran burung sehingga tidak boleh diletakkan dalam jarak 300 meter dari landasan lapangan terbang yang digunakan oleh penerbangan turbo jet atau dalam jarak 1500 meter dari landasan lapangan terbang yang digunakan oleh penerbangan jenis piston. Disamping itu, lokasi tersebut tidak boleh terletak di dalam wilayah yang diperuntukkan bagi daerah lindung perikanan, satwa liar dan pelestarian tanaman. Jenis penggunaan tanah lainnya yang biasanya dipertimbangkan kurang cocok adalah konservasi lokal dan daerah kehutanan. Lokasi sumber-sumber arkeologi dan sejarah merupakan daerah yang juga harus dihindari. 2.2.7 Kondisi banjir Sarana yang terletak di daerah banjir harus tidak membatasi aliran banjir serta tidak mengurangi kapasitas penyimpanan air sementara dari daerah banjir, atau menyebabkan terbilasnya limbah tersebut sehingga menimbulkan bahaya terhadap kehidupan manusia, satwa liar, tanah atau sumber air yang terletak berbatasan dengan lokasi tersebut. Suatu sarana yang berlokasi pada daerah banjir memerlukan perlindungan yang lebih kuat dan lebih baik. Diperlukan pemilihan periode ulang banjir yang sesuai dengan jenis limbah yang akan diurug.2.2.8 Aspek-aspek penting yang lainPenerimaan masyarakat sekitar atas sarana ini merupakan tantangan yang harus dieselesaikan di awal sebelum sarana ini dioperasikan. Penduduk pada umumnya tidak bisa menerima suatu lokasi pembuangan limbah berdekatan dengan rumahnya atau lingkungannya. Oleh karenanya, kriteria penggunaan lahan hendaknya disusun untuk mengurangi kemungkinan pembangunan sarana ini di daerah yang mempunyai kepadatan penduduk yang tinggi, atau daerah-daerah yang digunakan oleh masyarakat banyak. Lahan dengan pemilik tanah yang lebih sedikit, akan lebih disukai dari pada lahan dengan pemilik banyak. Tersedianya jalan akses pada lokasi sarana ini akan menguntungkan bagi operasional pengangkutan limbah ke lokasi. Lahan yang berlokasi di sekitar jalan yang dapat ditingkatkan pelayanannya karena adanya operasi lahan-urug tanpa modifikasi sistem jalan yang terlalu banyak, akan lebih disukai. Modifikasi pada sistem jalan yang sudah ada, terutama pembangunan jalan baru atau perbaikan yang terlalu banyak, akan meningkatkan biaya pembangunan sarana tersebut. Namun tidak diinginkan bahwa lokasi tersebut terletak di jalan utama yang melewati daerah perumahan, sekolah dan rumah sakit. Sarana yang berlokasi lebih dekat ke pusat penghasil limbah mempunyai nilai yang lebih tinggi dari pada yang berlokasi lebih jauh. Makin dekat jarak lokasi ke sumber limbah, makin rendah biaya pengangkutannya. Utilitas seperti saluran air buangan, air minum, listrik dan sarana komunikasi diperlukan pada setiap lokasi pengurugan limbah. Rancangan lahan-urug meliputi rencana tapak dan rencana perbaikan sistem dengan rekayasa yang digunakan untuk pengelolaan lindi, air permukaan, air tanah dan gas. Sistem pengelolaan dirancang untuk mengurangi dampak yang disebabkan oleh kehadiran atau ketidak hadiran bermacam-macam faktor. Dari sudut kriteria, yang perlu dipertimbangkan adalah faktor biaya operasional kelak. Pada umumnya, lahan yang memerlukan modifikasi rekayasa yang paling sedikit merupakan yang paling murah untuk pengembangannya, dan lebih disukai dari pada lahan yang memerlukan modifikasi banyak.

BAB IIIISI3.1 Pemilihan Lokasi TPA Berdasarkan Metode SNI 19-3241-1994Penentuan tempat akhir pembuangan (TPA) sampahharus mengikuti persyaratan dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan pemerintah melalui SNI nomor 03-3241-1994 tentang tata cara pemilihan lokasi TPA sampah.Persyaratan didirikannya suatu TPA ialah bahwa pemilihan lokasi TPA sampah harus mengikuti persyaratan hukum, ketentuan perundang-undangan mengenai pengelolaan lingkungan hidup, analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL), ketertiban umum, kebersihan kota atau lingkungan, peraturan daerah tentang pengelolaan sampah dan perencanaan dan tata ruang kota serta peraturan-peraturan pelaksanaannya.Limbah merupakan kumpulan dari beberapa jenis buangan hasil samping dari kegiatan, yang akhirnya harus diolah dan diurug dalam suatu lokasi yang sesuai. Permasalahan yang timbul adalah bahwa sarana ini merupakan sesuatu yang dijauhi oleh masyarakat sehingga persyaratan teknis untuk penempatan sarana ini perlu didampingi oleh persyaratan non teknis. Apalagi bila yang akan diurug adalah jenis limbah yang berbahaya. Persyaratan non teknis yang utama ialah kecocokan sarana tersebut dalam lingkungan sosial budaya masyarakat di sekitarnya. Lebih luas lagi, kecocokan lokasi ini dipengaruhi oleh kebijaksanaan daerah yang dalam bentuk formal dinyatakan dalam rencana tata ruang. Dalam rencana tersebut biasanya sudah dinyatakan rencana penggunaan lahan.Aspek kesehatan masyarakat berkaitan langsung dengan manusia, terutama kenaikan mortalitas (kematian), morbiditas (penyakit), serta kecelakaan karena operasi sarana tersebut. Aspek lingkungan hidup terutama berkaitan dengan pengaruhnya terhadap ekosistem akibat pengoperasian sarana tersebut, termasuk akibat transportasi dan sebagainya. Aspek biaya berhubungan dengan biaya spesifik antara satu lokasi dengan lokasi yang lain, terutama dengan adanya biaya ekstra pembangunan, pengoperasian dan pemeliharaan. Aspek sosio-ekonomi berhubungan dengan dampak sosial dan ekonomi terhadap penduduk sekitar lahan yang dipilih. Walaupun dua lokasi yang berbeda mempunyai pengaruh yang sama dilihat dari aspek sebelumnya, namun reaksi masyarakat setempat dengan dibangunnya sarana tersebut bisa berbeda.Suatu metodologi yang baik tentunya diharapkan bisa memilih lahan yang paling menguntungkan dengan kerugian yang sekecil- kecilnya. Dengan demikian metodologi tersebut akan memberikan hasil pemilihan lokasi yang terbaik, dengan pengertian:1. Lahan terpilih hendaknya mempunyai nilai tertinggi ditinjau dari berbagai aspek;1. Metode pemilihan tersebut dapat menunjukkan secara jelas alasan pemilihan.Proses pemilihan lokasi lahan-urug idealnya hendaknya melalui suatu tahapan penyaringan. Dalam setiap tahap, lokasi-lokasi yang dipertimbangkan akan dipilih dan disaring. Pada setiap tingkat, beberapa lokasi dinyatakan gugur, berdasarkan kriteria yang digunakan di tingkat tersebut. Penyisihan tersebut akan memberikan beberapa calon lokasi yang paling layak dan baik untuk diputuskan pada tingkat final oleh pengambil keputusan. Di negara industri, penyaringan tersebut paling tidak terdiri dari tiga tingkat tahapan, yaitu:1. penyaringan awal;1. penyaringan individu, dan;1. penyaringan final.Penyaringan awal biasanya bersifat regional biasanya dikaitkan dengan tata guna dan peruntukan yang telah digariskan di daerah tersebut. Secara regional, daerah tersebut diharapkan dapat mendefinisikan secara jelas lokasi-lokasi mana saja yang dianggap tidak/kurang layak untuk lokasi pengurugan limbah. Pada taraf ini parameter yang digunakan hanya sedikit.Tahap kedua dari tahap penyisihan ini adalah penentuan lokasi secara individu, kemudian dilakukan evaluasi dari tiap individu. Pada tahap ini tercakup kajian-kajian yang lebih mend alam, sehingga lokasi yang tersisa akan menjadi sedikit. Parameter beserta kriteria yang diterapkan akan menjadi lebih spesifik dan lengkap. Lokasi-lokasi tersebut kemudian dibandingkan satu dengan yang lain, misalnya melalui pembobotan.Tahap terakhir adalah tahap penentuan. Penyaringan final ini diawali dengan pematangan aspek-aspek teknis yang telah digunakan di atas, khususnya yang terkait dengan aspek sosio-ekonomi masyarakat dimana lokasi calon berada. Tahap ini kemudian diakhiri dengan aspek penentu, yaitu oleh pengambil keputusan suatu daerah. Aspek ini bersifat politis, karena kebijakan pemerintah daerah/pusat akan memegang peranan penting. Kadangkala pemilihan akhir ini dapat mengalahkan aspek teknis yang telah disiapkan sebelumnya.Adapun ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi untuk menentukan lokasi TPA ialah sebagai berikut (SNI nomor 03-3241-1994) :3.1.1 Ketentuan UmumPemilihan lokasi TPA sampah harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:1.TPA sampah tidak boleh berlokasi di danau, sungai, dan laut.2.Penentuan lokasi TPA disusun berdasarkan 3 tahapan yaitu :1. Tahap regional yang merupakan tahapan untuk menghasilkan peta yang berisi daerah atau tempat dalam wilayah tersebut yang terbagi menjadi beberapa zona kelayakan1. Tahap penyisih yang merupakan tahapan untuk menghasilkan satu atau dua lokasi terbaik diantara beberapa lokasi yang dipilih dari zona-zona kelayakan pada tahap regional1. Tahap penetapan yang merupakan tahap penentuan lokasi terpilih oleh instansi yang berwenang.3. Jika dalam suatu wilayah belum bisa memenuhi tahap regional, pemilihan lokasi TPA sampah ditentukan berdasarkan skema pemilihan lokasi TPA sampah.3.1.2 KriteriaAdapun Kriteria untuk penentuan lokasi TPA sampah dibagi menjadi tiga bagian :a. Kriteria regional, yaitu kriteria yang digunakan untuk menentukan zona layak atau tidak layak sebagai berikut :1) Kondisi geologia.tidak berlokasi di zonaholocene fault.b.tidak boleh di zona bahaya geologi.2) Kondisi hidrogeologia.tidak boleh mempunyai muka air tanah kurang dari 3 meter.b.tidak boleh kelulusan tanah lebih besar dari 10-6cm / det.c.jarak terhadap sumber air minum harus lebih besar dari 100 meter di hilir aliran.d.dalam hal tidak ada zona yang memenuffi kriteria-kriteria tersebut diatas, maka harus diadakan masuJkan teknologi.3) kemiringan zona harus kurang dari 20%.4) jarak dari lapangan terbang harus lebih besar dari 3.000 meter untuk penerbangan turbojet dan harus lebih besar dari 1.500 meter untuk jenis lain5) tidak boleh pada daerah lindung / cagar alam dan daerah banjir dengan periode ulang 25 tahunb. Kriteria penyisih, yaitu kriteria yang digunakan untuk memilih lokasi terbaik yaitu terdiri dari kriteria regional ditambah dengan kriteria berikut :1) Iklima.hujan intensitas hujan makin kecil dinilai makin baikb.angin : arah angin dominan tidak menuju ke pemukiman dinilai makin baik2) Utilitas : tersedia lebih lengkap dinilai lebih baik3) Lingkungan biologis :a.habitat : kurang bervariasi dinilai makin baikb.daya dukung : kurang menunjang kehidupan flora dan fauna, dinilai makin baik4) Kondisi tanaha.produktivitas tanah : tidak produktif dinilai lebih tinggib.kapasitas dan umur : dapat menampung lahan lebih banyak dan lebih lama dinilai lebih baikc.ketersediaan tanah penutup : mempunyai tanah penutup yang cukup dinilai lebih baikd.status tanah : makin bervariasi dinilai tidak baik5) Demografi : kepadatan penduduk lebih rendah dinilai makin baik6) Batas administrasi : dalam batas administrasi dinilai makin baik7) Kebisingan : semakin banyak zona penyangga dinilai semakin baik8.) Bau : semakin banyak zona penyangga dinilai semakin baik9) Estetika : semakin tidak terlihat dari luar dinilai makin baik10) Ekonomi : semakin kecil biaya satuan pengelolaan sampah (per m3 / ton) dinilai semakin baik.c.Kriteria penetapan, yaitu kriteria yang digunakan oleh instansi yang berwenang untuk menyetujui dan menetapkan lokasi terpilih sesuai dengan kebijaksanaan instansi yang berwenang setempat dan ketentuan yang berlaku.Penilaian TPA Dengan Cara SNI 19-3241-1994Tahapan dalam proses pemilihan lokasi TPA adalah menentukan satu atau dua lokasi terbaik dari daftar lokasi yang dianggap potensial. Kriteria-kriteria yang telah dibahas di atas digunakan semaksimal mungkin guna proses penyaringan. Kegiatan pada penyaringan secara rinci tentu akan membutuhkan waktu dan biaya yang relatif besar dibanding kegiatan pada penyaringan awal, karena evaluasinya bersifat rinci dan dengan data yang akurat. Guna memudahkan evaluasi pemilihan sebuah lahan yang dianggap paling baik, digunakan sebuah tolak ukur untuk merangkum semua penilaian dari parameter yang digunakan. Biasanya hal ini dilakukan dengan cara pembobotan. Tata cara yang paling sederhana yang digunakan di Indonesia adalah melalui SNI 19-3241-1994 (sebelumnya: SNI T-11-1191-03, tidak ada perbedaan dengan versi 1994) yaitu tentang tata cara pemilihan lokasi TPA. Cara ini ditujukan agar daerah (kota kecil/sedang) dapat memilih site-nya sendiri secara mudah tanpa melibatkan tenaga ahli dari luar seperti konsultan. Data yang dibutuhkan hendaknya cukup akurat agar hasilnya dapat dipertanggung jawabkan.Prinsip yang digunakan adalah dengan menyajikan parameter-parameter yang dianggap dapat berpengaruh dalam aplikasi landfilling, seperti:1. Parameter umum: batas administrasi, status kepemilikan tanah dan, kapasitas lahan, pola partisipasi masyarakat;1. Parameter fisika tanah: permeabilitas tanah, kedalaman akuifer, sistem aliran air tanah, pemanfaatan air tanah, ketersediaaan tanah penutup;1. Parameter fisik lingkungan fisik: bahaya banjir, intensiutas hujan, jalan akses, lokasi site, tata guna tanah, kondisi site, diversitas habitat, kebisingan dan bau, dan permasalahan estetika.Masing-masing parameter ini ditentukan bobot skala penting-nya dengan besaran 3 sampai 5. Masing-masing parameter tersebut diuraikan lebih lanjut kriteria pembatasnya, dengan menggunakan penilaian antara 0 10.3.2 Pemilihan Lokasi TPA Berdasarkan Metode HagertyMetoda Hagerty merupakan metoda yang mengandalkan tiga karakteristik umum dari sebuah lahan yaitu potensi infiltrasi air eksternal ke dalam sub permukaan, potensi transportasi cemaran menuju air tanah dan mekanisme lain yang berkaitan dengan transportasi cemaran ke luar.Pertimbangan yang digunakan dalam metoda hagerty ini dalah :a. Parameter-parameter yang langsung berpengaruh pada transmisi cemaran dianggap sebagai parameter dengan prioritas pertama, misalnya potensi infiltrasi, potensi bocornya dasar lahan urug, dan kecepatan air tanah. Nilai maksimum adalah 20 SRP ( Satuan Rangking Prioritas)b. Parameter-parameter yang mempengaruhi transportasi cemaran setelah terjadinya kontak dengan air, dianggap sebagi prioritas kedua, seperti kapasitas penyaringan dan kapasitas sorpsi. Nilai maksimum adalah 15 SRP.c. Parameter-parameter yang mewakili kondisi awal dari air tanah, dikenal sebagai prioritas ketiga. Nilai maksimum adalah 10 SRP.d. Parameter-parameter yang mewakili faktor-faktor lain, dikenal sebagi prioritas keempat, seperti jarak potensi cemaran, arah angin dan populasi penduduk. Nilai maksimum adalah 5 SRP.(Hagerty, 1973)Rangking suatu lokasi dihitung berdasarkan penjumlahan parameter yang dinilai secara individu, yaitu:Ip + Lp + Fc + Ac + Oc + Bc + Td + Gv + Wp + Pf ......(3.1)

dimana:Ip= potensi infiltrasiLp= potensi keretakan dasarFc= kapasitas filtrasiAc= kapasitas adsorpsiOc= potensi kandungan organik dalam airBc= kemampuan kapasitas penyanggaTd= potensi jarak tempuh cemaranGv= kecepatan air tanahWp= arah dominan anginSPf= faktor populasi1. Potensi infiltrasi (Ip) dihitung dengan :

(3.2) dimana: i= infiltrasi (% dari rata-rata hujan tahunan)FC = kapasitas penahan air bervariasi antara 0,05 (pasir) sampai 0,4 (liat)H = ketebalan tanah penutup (inch)2. Potensi keretakan dasar ( Lp) dihitung dengan :

.(3.3) dimana : k = koefesien permeabilitas (cm/dt) T = ketebalan dasar (ft)3. Kapasitas filtrasi ( Fc) dihitung dengan :

.(3.4)

dimana : = diameter rata-rata butiran (inch)4. Kapasitas adsorpsi ( Ac) dihitung dengan :

.(3.5)dimana : Or = kandungan organik tanah (% berat kering)KTK = kapasitas tukar kation (meq/100 gr)5. Kapasitas organik dalam air tanah (Oc) dihitung dengan :......(3.6)dimana : BOD = kebutuhan oksigen secara biokimia (mg/l)6. Kapasitas penyangga air tanah (Bc) dihitung dengan :

.(3.7)dimana : Nme = nilai terkecil kebutuhan asam atau basa untuk menurunkan pH air sampai 4,5 atau 8,5 (asiditas dan alkalinitas)7. Potensi jarak tempuh cemaran (Td) dihitung seperti tabel 3.1. Tabel 3.4. Jarak Tempuh CemaranJarakNilai

0 500 ft500 ft - 4000 ft4000 ft - 2 mil2 mil - 20 mil20 mil - 50 mil> 50 mil012345

Sumber : Hagerty, 1973 Jarak diukur dari lokasi lahan urug ke muka air tanah di bawahnya atau ke air permukaan lainnya.8. Potensi kecepatan air tanah (Gv) dihitung dengan :

.(3.8)dimana : S = kemiringan hidrolis (ft/mil) k = permeabilitas (cm/dt)9. Potensi arah angin (Wp) dihitung dengan :

.(3.9)dimana : Ai = sudut arah angin potensial terhadap populasi Pi = populasi di setiap kuadran (jiwa) dalam jarak 40 km10. Faktor populasi (Pf) dihitung dengan :

.(3.10)dimana : P = populasi (jiwa) pada radius 40 km

3.2.1. InfiltrasiInfiltrasi adalah perpindahan air dari atas ke dalam permukaan tanah.Daya infiltrasi f adalah laju infiltrasi maksimum yang dimungkinkan, yang ditentukan oleh kondisi permukaan, termasuk lapisan atas tanah. Daya infiltrasi f dinyatakan dalam mm/jam atau mm/hari.(Soemarto,1995)Kapasitas infiltrasi air atau curah hujan berbeda-beda antara satu tempat dan tempat lain, tergantung pada kondisi tanahnya. Apabila tanahnya cukup permebel, cukup mudah ditembus air, maka laju infiltrasinya akan tinggi.Secara rinci, faktor-faktor yang mempengaruhi infiltrasi adalah sebagai berikut:1. Dalamnya genangan diatas permukaan tanah dan tebalnya lapisan jenuh,2. Kelembaban tanah pada lapisan atas (top soil),3. Pemampatan oleh curah hujan,4. Penyumbatan oleh bahan-bahan halus,5. Pemampatan oleh manusia dan hewan,6. Struktur tanah,7. Tumbuh-tumbuhan,8. Udara yang terdapat di dalam tanah.(Dumairy, 1992) Cara mendapatkan angka infiltrasiDalam metoda neraca air, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kuantitas perkolasi dalam metoda neraca air ini adalah presipitasi, evapotranspirasi, surface run off, dan kelembaban tanah.Dengan menganggap aliran air kebawah sebagai sistem berdimensi satu maka model neraca air dikenal dengan Model Thornwaite, dapat digunakan untuk menghitung perkolasi air dalam tanah penutup menuju lapisan sampah dibawahnya.Sebelumnya perlu didefenisikan dulu kondisi permukaan lahan, jenis dan ketebalan tanah penutup serta jenis tanaman yang ada. (Mc Bean & Rovers, 1993) Persamaan neraca air tersebut adalah: (PFRC) = P - (R/O) (AET) (AST)... . (3.1)dimana :PFRC = Percolation, air yang keluar dari sistem penutup menuju lapisan dibawahnya.P= Presipitasi rata-rata bulanan dari data tahunan.(R/O) = Limpasan permukaan rata-rata bulanan dihitung dari presipitasi serta koefisien limpasan.AET= Actual Evapotranspiration, menyatakan banyaknya air yang hilang secara nyata dari bulan ke bulan.AST= Perubahan simpanan air dalam tanah dari bulan ke bulan.Cara perhitungan infiltrasi menurut metoda neraca air adalah :1. Curah hujan rata-rata bulanan didapat dari data minimal 5 tahun terakhir.2. Koefisien Run Off, C r/o (dilihat pada tabel 3.2 berikut).Tabel 3.4 Tipikal Kefisien Run OffType tanahSlope(%)Koefesien Run Off

BerumputTanpa rumput

RangeTypicalRangeTypical

Sandy Loam23-670.05-0.10.1-0.150.15-0.20.060.120.170.06-0.140.14-0.240.2-0.30.10.180.24

Silt Loam23-670.12-0.170.17-0.250.25-0.360.140.220.30.25-0.350.35-0.450.45-0.550.30.40.5

Tight clay23-670.22-0.330.3-0.40.4-0.50.250.350.450.45-0.550.55-0.650.65-0.750.50.60.7

Sumber : Tchobanoglous,19903. Run Off bulanan, r/o ditentukan dengan rumusr/o = C r/o x P(3.11)4. Infiltrasi bulanan, I.I = P - r/o(3.12)

3.2.2. PermeabilitasPermeabilitas tanah merupakan kemampuan tanah untuk menghantarkan atau dilewati cairan. Suatu jenis tanah dengan nilai permebilitas tinggi berarti tanah tersebut mudah dilewati air, demikian sebaliknya jika tanah tersebut mempunyai permeabilitas rendah akan sulit dilewati air. Dengan demikian untuk tanah permeabilitas tinggi akan mempercepat waktu kontak antara limbah dengan butir tanah sehingga tanah dengan permeabilitas tinggi kurang cocok sebagi pengolah limbah. 3.2.3. Kandungan organik tanahZat organik dalam tanah mempunyai pengaruh pada tanah dan tumbuh-tumbuhan dimana fungsi penting zat organik adalah mengikat partikel-pertikel tanah menjadi agregat-agregat atau gumpalan-gumpalan yang memungkinkan tanah mempertahankan keadaan terbuka, longgar dan granuler (berbutir-butir) dan membantu penyangga tanah terhadap perubahan-perubahan cepat pada pH, asam-asam organik yang dibebaskan yaitu dengan merombak zat organik sehingga alkalinitas tanah dapat dikurangi.3.2.4. Kapasitas Tukar Kation (KTK)Kemampuan tukar kation (KTK) merupakan kapasitas tanah menyerap dan mempertukarkan kation (ion-ion positif), dinyatakan dalam cmol (+) kg-1. Daya serap tanah berada pada koloid tanah atau disebut juga kompleks serapan, terdiri dari mineral lempung, bahan humik dan oksida serta hidroksida Fe da Al. Muatan bersih kompleks serapan diimbangi oleh muatan ion berlawanan yang terserap sehingga sistem terpertahankan pada keadaan elektronetral.KTK sangat penting berkaitan dengan :1. kesuburan tanah,2. penyerapan hara, 3. ameliorasi tanah,4. mutu lingkungan.Dengan daya serapnya, koloid tanah dapat menghambat air hujan atau air irigasi dan kation hara dari pelapukan mineral, mineralisasi bahan organik atau dari pupuk.Dengan demikian, KTK menjadi faktor pembentuk cadangan air.Dengan adanya KTK, bahan-bahan yang masuk ke dalam tanah akibat aktivitas/kegiatan pertanian, industri, rumah tangga, senyawa-senyawa yang terendapkan menjadi senyawa padat yang kurang berbahaya.

3.2.5. AdsorpsiAdsorpsi terjadi sebagai hasil dari penarikan ion positif oleh ion negatif yang ada pada permukaan mineral liat, alumunium hidrosida dan bahan-bahan organik.Kapasitas tukar kation secara umum merupakan petunjuk terhadap kemampuan tanah untuk mengadsorpsi ion-ion positif dari air limbah.Lapisan tanah dengan kandungan liat dan bahan organik tinggi memiliki kapasitas adsorpsi yang sangat besar dibandingkan dengan tanah pasir.Meskipun demikian jenis mineral liat yang terkandung di dalam tanah juga mempengaruhi kapasitas penyerapan tersebut. (Sarief,1989)3.2.6. Kapasitas Penyangga TanahLarutan penyangga mengandung senyawa - senyawa yang bereaksi dengan asam maupun basa sehingga konsentrasi ion H+ dalam larutan bertahan tetap.Dalam tanah, fraksi-fraksi lempung dan lumut berperan sebagai suatu sistem penyangga.Kompleks pertukaran kation tanah menciptakan perkembangan kemasaman potensial dan aktif.Kemasaman potensial akan mempertahankan keseimbangan dengan kemasaman aktif. Jika konsentrasi ion H+ bebas dinetralkan untuk penambahan kapur, kemasaman potensial akan melepaskan ion-ion H+ tertukarkan ke dalam larutan tanah untuk mengembalikan kesetimbangan dan tidak akan terjadi perubahan dalam reaksi tanah hingga cadangan ion H+ habis.Dalam tanah-tanah berlempung dengan bahan organik tinggi, kemasaman cadangan mencapai 50.000 100.000 kali lebih besar daripada kemasaman aktif.Oleh karena itu, kapasitas penyangga tanah berlempung lebih besar daripada tanah berpasir.Makin besar kapasitas penyangga, makin besar pula jumlah kapur yang dibutuhkan untuk menaikkan pH tanah hingga tingkat yang diinginkan.Konsep kapasitas penyangga tidak hanya terbatas pada ketahanan tanah terhadap perubahan reaksinya.Tanah dapat juga bertindak sebagai suatu saringan bagi bahan pencemar terlarut maupun koloidal.Tanah juga dapat berperan sebagai ayakan atau selama perjalanan masuk melalui tanah bagian atas.Senyawa-senyawa organik tersebut dapat dioksidasi dan termineralisasi oleh kondisi yang teraerasi. Ion-ion yang dilepaskan melalui mineralisasi diserap oleh kompleks serapan tanah dan dicegah untuk mencapai air tanah.3.2.7. Asiditas AlkalinitasAsiditas adalah kapasitas air untuk menetralkan OH-. Asiditas umumnya disebabkan oleh keberadaan asam lemah, seperti CO, tetapi dapat juga disebabkan oleh faktor-faktor lain, seperti H2PO4-, H2S, protein dan asam lemak.Asam kuat merupakan kontributor asiditas yang paling penting.Asam lemah terpenting di dalam air adalah CO. Keasaman air perlu diperhatikan karena sifat korosifnya. (S.E.Manahan, 1994)Alkalinitas adalah kapasitas air untuk mentralkan ion H+. Air dengan kadar alkalinitas yang tinggi sering memilki pH tinggi, dan umumnya mengandung dissolved solid yang tinggi. Alkalinitas berguna untuk penyangga pH dan sebagai reservoir bagi karbon organik, yang membantu dalam menentukan kemampuan air untuk mendukung pertumbuhan alga dan kehidupan akuatik lain, sehingga dapat digunakan sebagai ukuran kesuburan air.Sebagian besar alkalinitas dalam air di alam disebabkan oleh tiga bagian besar senyawa, yaitu bikabonat, karbonat dan hidroksida. Agar lebih praktis, alkalinitas yang disebabkan oleh senyawa lain tidak terlalu penting sehingga dapat diabaikan. 3.3.8. AnginParameter yang paling penting yang berhubungan dengan transport dan penyebaran pencemar udara adalah kecepatan angin dan arah angin. Perubahan arah dan kecepatan angin menunjukkan arah dan fluktuasi konsentrasi pencemar di atmosfer. Kecepatan angin permukaan dapat dihitung dengan menggunakan beberapa macam alat ukur kecepatan angin, seperti rotating anemometer, windmill anemometer dan the spinning. Para ahli meteorologi menggunakan windrose untuk menggambarkan data arah angin dan kecepatan angin di suatu lokasi.Arah angin didefenisikan sebagai arah dari mana atau arah datang angin.Karena windrose menyatakan arah dari mana datangnya angin maka pencemaran dibawa ke kuadran yang berlawanan.Misalnya angin tenggara yang membawa polutan tersebut ke arah barat laut.

Kelebihan Metoda Hagerty dibandingkan metoda lainadalah :1. Parameter-parameter yang dievaluasi cukup luas, meliputi aspek-aspek penting diantaranya: potensi infiltrasi yang menunjukkan potensi air yang masuk ke dalam tempat pembuangan limbah, kapasitas organik dalam air tanah yang menggambarkan transmutasi cemaran yang berkontak dengan air tanah serta arah dan kecepatan angin untuk mengantisipasi potensi dampak dari TPA terhadap kualitas udara di sekitarnya.2. Menggunakan sistem pembobotan dengan empat level prioritas yang berbeda, disesuaikan dengan tingkat kepentingan dari parameter-parameter yang ditinjau yaitu parameter-parameter yang langsung berpengaruh pada transmisi cemaran, parameter-parameter yang mempengaruhi transportasi cemaran setelah kontak dengan air, parameter-parameter yang mewakili kondisi awal dari air tanah dan parameter yang mewakili faktor-faktor lain seperti; jarak potensi cemaran, arah angin dan populasi pendudukKelemahan metoda ini dibandingkan metoda lainadalah :1. Memerlukan biaya lebih mahal dari pada metoda SNI T-11-1991-03, karena selain pengukuran di lapangan juga perlu dilakukan analisis laboratorium untuk pengukuran contoh tanah dan air tanah masing-masing lokasi. 2. Lokasi yang dikaji merupakan lokasi hasil dari tahap regional dengan metoda SNI T-11-1991-03, metoda ini tidak mempunyai kajian pendahuluan seperti pada tahap regional yang terdapat dalam metoda SNI T-11-1991-03.3. Dalam analisis terhadap arah angin, arah angin yang digunakan adalah arah angin regional. Arah angin ini dirasakan tidak mewakili keadaan yang sebenarnya di lokasi usulan karena terlalu global. Selain itu populasi yang diperhitungkan adalah pada radius 40 km. Hal ini dianggap terlalu besar, karena diperkirakan konsentrasi cemaran yang terbawa angin akan semakin kecilsehingga tidak mengganggu. Tingkat keterganggguan yang paling besar yang mungkin terjadi adalah pada populasi yang berada di sekitar lokasi TPA.4. Pada metoda Hagerty tidak terdapat kajian tentang batas administrasi dari lokasi, kapasitas lahan dan jalan menuju lokasi.

3.3 Pemilihan Lokasi TPA Berdasarkan Metode Le GrandMetode "numerical rating" menurut Le Grand yang telah dimodifikasi oleh Knight, telah digunakan oleh Direktorat Geologi Tata Lingkungan, guna evaluasi pendahuluan dari lokasi pembuangan limbah di Indonesia. Parameter utama yang digunakan dalam analisis ini adalah:a. Jarak antara lokasi (sumber pencemaran) dengan sumber air minum;b. Kedalaman muka air tanah terhadap dasar lahan-urug;c. Kemiringan hidrolis air tanah dan arah alirannya dalam hubungan dengan pusat sumber air minum atau aliran air sungai;d. Permeabilitas tanah dan batuan;e. Sifat-sifat tanah dan batuan dalam meredam pencemaran;f. Jenis limbah yang akan diurug di sarana tersebut.Metode Le Grand ini terdiri dari 4 tahap, yaitu: Tahap 1: deskripsi hidrogeologis lokasi (Langkah ke 1 sampai ke 7);Tahap 2: derajat keseriusan masalah (Langkah ke 8) ;Tahap 3: gabungan tahap 1 dan tahap 2 (Langkah ke 9);Tahap 4: penilaian setelah perbaikan (Langkah ke 10).Untuk menentukan skore masing-masing tahap tersebut digunakan tabulasi seperti terlihat dalam langkah-langkah di bawah ini. Contoh kasus: Suatu calon lokasi landfilling sampah kota memiliki data sebagai berikut : Batas lokasi landfill secara horizontal akan berjarak 20 m dari sumur penduduk Kedalaman muka air tanah dari data bor adalah 14 m Gradien kemiringan 1.5% menuju searah aliran air yang menuju sumur Dari analisa ayakan, campuran lempung dan pasir = 40% dan merupakan tanah impermeable dengan ketebalan 10-12 m Tingkat keakuratan data baik

Kemampuan sorpsi dan permeabilitas:batuan dasar merupakan lapisan impermeabel (I) dengan lempung dan pasir