makalah vektor anopheles
DESCRIPTION
makalah anopheles spTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Malaria merupakan penyakit yang penyebarannya di dunia sangat luas. Di
Indonesia, penyakit malaria ditemukan tersebar luas di seluruh pulau dengan
derajat dan berat infeksi yang bervariasi. Malaria adalah penyakit menular yang
disebabkan oleh plasmodium yang ditularkan melalui vektor gigitan nyamuk
Anopheles. Nyamuk Anopheles sp adalah nyamuk vektor penyakit malaria. Di
dunia kurang lebih terdapat 400 spesies yang sudah dikenali, 100 diantaranya
mempunyai kemampuan untuk menularkan malaria dan 30-40 merupakan host
dari parasit Plasmodium yang merupakan penyebab malaria di daerah endemis
penyakit malaria. Di Indonesia sendiri, terdapat 24 spesies nyamuk Anopheles
yang mampu menularkan penyakit Malaria.
Keadaan lingkungan sangat mempengaruhi jenis nyamuk Anopheles yang
berperan dalam penularan penyakit malaria di daerah tertentu. Peran nyamuk
Anopheles sebagai vektor sangat penting karena bila mengandung stadium
gametosit kemudian mengigitit manusia maka manusia dapat terinfeksi. Oleh
karena itu mengenali sifat-sifat umum nyamuk Anopheles sp menjadi penting
untuk diketahui. Hal ini berkaitan dengan kepentingan kita dalam mengendalikan
populasi nyamuk yang secara langsung dapat mengurangi kejadian penyakit
malaria.
Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Pengendalian Vektor serta untuk memberi informasi mengenai nyamuk
Anopheles, spesies Anopheles, distribusi geografik, bionomik, siklus hidup dan
upaya pengendalian.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Klasifikasi Nyamuk Anopheles
Nyamuk Anopheles sp adalah adalah nyamuk vektor penyakit
malaria. Nyamuk Anopheles memiliki tubuh yang langsing dan 6 kaki
panjang serta memiliki sayap yang bersisik.
Penggolongan klasifikasi nyamuk Anopheles seperti binatang
lainnya terdiri dari beberapa urutan yaitu sebagai berikut :
Phylum : Arthropoda
Classis : Hexapoda / Insecta
Sub Classis : Pterigota
Ordo : Diptera
Familia : Culicidae
Sub Famili : Anophellinae
Genus : Anopheles
B. Spesies Anopheles
Ada beberapa spesies Anopheles yang penting sebagai vektor
malaria di Indonesia antara lain :
a. Anopheles sundauicus
Spesies ini terdapat di Sumatra, Kalimantan, Jawa, Sulawesi, dan Bali.
Jentiknya ditemukan pada air payau yang biasanya terdapat tumbuh–
tumbuhan enteromopha, chetomorphadengan kadar garam adalah 1,2
sampai 1,8 %. Di Sumatra jentik ditemukan pada air tawar seperti di
Mandailing dengan ketinggian 210 meter dari permukaan air laut dan
Danau Toba pada ketinggian 1000 meter.
b. Anopheles aconitus
Di Indonesia nyamuk ini terdapat hampir di seluruh kepulauan, kecuali
Maluku dan Irian. Biasanya terdapat dijumpai di dataran rendah tetapi
lebih banyak di daerah kaki gunung pada ketinggian 400–1000 meter
2
dengan persawahan bertingkat. Nyamuk ini merupakan vektor pada
daerah–daerah tertentu di Indonesia, terutama di Tapanuli, Jawa Barat,
Jawa Tengah, dan Bali.
c. Anopheles barbirostris
Spesies ini terdapat di seluruh Indonesia, baik di dataran tinggi
maupun di dataran rendah. Jentik biasanya terdapat dalam air yang
jernih, alirannya tidak begitu cepat, ada tumbuh–tumbuhan air dan
pada tempat yang agak teduh seperti pada tempat yang agak teduh
seperti pada sawah dan parit.
d. Anopheles kochi
Spesies ini terdapat diseluruh Indonesia, kecuali Irian. Jentik biasanya
ditemukan pada tempat perindukan terbuka seperti genangan air, bekas
tapak kaki kerbau, kubangan, dan sawah yang siap ditanami.
e. Anopheles maculatus
Penyebaran spesies ini di Indonesia sangat luas, kecuali di Maluku dan
Irian. Spesies ini terdapat didaerah pengunungan sampai ketinggian
1600 meter diatas permukaan air laut. Jentik ditemukan pada air yang
jernih dan banyak kena sinar matahari.
f. Anopheles subpictus
Spesies ini terdapat di seluruh wilayah Indonesia. Nyamuk ini dapat
dibedakan menjadi dua spesies yaitu :
1) Anopheles subpictus subpictus
Jentik ditemukan di dataran rendah, kadang–kadang ditemukan dalam
air payau dengan kadar garam tinggi.
2) Anopheles subpictus malayensis
Spesies ini ditemukan pada dataran rendah sampai dataran tinggi.
Jentik ditemukan pada air tawar, pada kolam yang penuh dengan
rumput pada selokan dan parit.
g. Anopheles balabacensis
Spesies ini terdapat di Purwakarta, Jawa Barat, Balikpapan,
Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan. Jentik ditemukan pada
3
genangan air bekas tapak binatang, pada kubangan bekas roda dan
pada parit yang aliran airnya terhenti.
C. Distribusi Geografik
Penularan malaria secara ilmiah berlangsung melalui gigitan
nyamuk Anopheles betina. Hanya spesies nyamuk Anopheles tertentu yang
mampu menularkan penyakit malaria dan spesies tersebut disebut sebagai
vektor. Lebih dari 400 spesies Anopheles didunia, hanya sekitar 67 yang
terbukti mengandung sporozoit dan dapat menularkan malaria. Di
Indonesia telah ditemukan 24 spesies Anopheles yang menjadi vektor
malaria.
Penyebaran geografik vektor malaria di Indonesia adalah sebagai berikut:
o An. Aitkenii: ditemukan di pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan
dan Sulawesi
o An. Umbrosus: terdapat di pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan
dan Sulawesi
o An. Beazai : pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi
o An. Letifer : terdapat di pulau Sumatera dan Kalimantan
o An.roperi : Sumatera dan Kalimantan
o An.Barbirostris : terdapat di Irian Jaya, Jawa, Sumatera,
Kalimantan dan Sulawesi
o An.vanus : di temukan di pulau Kalimantan dan Sulawesi
o An.bancrofti : terdapat di pulau Irian Jaya
o An.sinensis : di pulau Sumatera
o An.nigerrimus : di temukan di pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan
dan Sulawesi
o An.kochi : Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi
o An.tesselatus : Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi
o An.leucosphyrus : terdapat di pulau Sumatera dan Kalimantan
o An.balabacensis : terdapat di Jawa, dan Kalimantan
4
o An.punctulatus : saat ini hanya terdapat di Irian Jaya
o An.farauti : di temukan di Irian Jaya
o An.koliensis : Irian Jaya
o An.aconitus : terdapat di pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan dan
Sulawesi
o An.minimus : di temukan Jawa, Sumatera, Kalimantan dan
Sulawesi
o An.flavirostris : Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi
o An.sundaicus : Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi
o An.subpictus : Irian Jaya, Jawa, Sumatera, Kalimantan dan
Sulawesi
o An.annularis : Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi
o An.maculatus : Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi
D. Bionomi
a. Perilaku saat menghisap darah dan mekanisme penularan penyakit.
Hanya nyamuk betina yang sering menghisap darah.
Nyamuk Anopheles sering menghisap darah diluar rumah dan suka
menggigit diwaktu senja sampai dini hari (Eksofagik) serta
mempunyai jarak terbang sejauh 1,6 Km sampai dengan 2 Km.
Waktu antara nyamuk menghisap darah yang mengandung
Gametosit sampai mengandung sporozoit dalam kelenjar liurnya,
disebut masa tunas ekstrinsik. Sporozoit adalah bentuk infektif.
Infeksi dapat terjadi dengan 2 cara yaitu :
- Alamiah (Natural Infaction)
Bila orang sehat digigit nyamuk malaria yang telah terinfeksi
oleh plasmodium. Pada saat mengigit sporozoit yang ada dalam
tubuh nyamuk masuk ke dalam darah manusia. Kemudian orang
sehat menjadi sakit dan dalam tubuhnya terjadi siklus hidup
parasit malaria
- Induksi (Induced)
5
Bila stadium aseksual dalam eritrosit secara tidak sengaja masuk
dalam badan manusia melalui darah, misalnya transfusi,
suntikan, atau secara kongenital (bayi baru lahir mendapat
infeksi dari ibu yang menderita malaria melalui darah placenta),
atau secara sengaja untuk pengobatan berbagai penyakit
(sebelum perang dunia ke 2) demam yang timbul dapat
menunjang pengobatan berbagai penyakit seperti sindrom
nefrotik
b. Perilaku pada waktu hinggap dan beristirahat
Nyamuk Anopheles lebih suka menghinggap dibatang-
batang rumput, dialam atau luar rumah (Eksofilik) yaitu tempat-
tempat lembab, terlindung dari sinar matahari dan gelap.
c. Perilaku pada saat berkembang biak (Breeding Place)
Nyamuk Anopheles dapat berkembang biak ditempat-
tempat yang airnya menggenang seperti Sawah, Irigasi yang bagian
tepinya banyak ditumbuhi rumput dan tidak begitu deras airnya.
E. Siklus Hidup Anopheles
Nyamuk Anopheles mempunyai siklus hidup yang termasuk dalam
metamorfosa sempurna. Yang berarti dalam siklus hidupnya terdapat
stage/fase pupa. Lama siklus hidup dipengaruhi kondisi lingkungan,
seperti : suhu, adanya zat kimia atau biologis di tempat hidup. Siklus hidup
nyamuk Anopheles secara umum terdiri dari :
1. Telur
Setiap bertelur setiap nyamuk dewasa mampu menghasilkan 50-
200 buah telur. Telur langsung diletakkan di air dan terpisah (tidak
bergabung menjadi satu). Telur ini menetas dalam 2-3 hari (pada
daerah beriklim dingin bisa menetas dalam 2-3 minggu)
Gambar 1. Telur Anopheles
6
2. Larva
Larva terbagi dalam 4 instar dan salah satu ciri khas yang
membedakan dengan larva nyamuk yang lain adalah posisi larva
saat istirahat adalah sejajar di dengan permukaan perairan, karena
mereka tidak mempunyai siphon (alat bantu pernafasan). Lama
hidup kurang lebih 7 hari, dan hidup dengan memakan algae,
bakteri dan mikroorganisme lainnyayang terdapat dipermukaan.
Gambar 2. Larva Anopheles
3. Pupa (kepompong)
Bentuk fase pupa adalah seperti koma, dan setelah beberapa hari
pada bagian dorsal terbelah sebagai tempat keluar nyamuk dewasa.
Gambar 3. Pupa Anopheles
4. Dewasa
Nyamuk dewasa mempunyai proboscis yang berfungsi untuk
menghisap darah atau makanan lainnya (misal, nektar atau cairan
lainnya sebagai sumber gula). Nyamuk jantan bisa hidup sampai
7
dengan seminggu, sedangkan nyamuk betina bisa mencapai
sebulan. Perkawinan terjadi setelah beberapa hari setelah menetas
dan kebanyakan perkawinan terjadi disekitar rawa (breeding
place). Untuk membantu pematangan telur, nyamuk menghisap
darah, dan beristirahat sebelum bertelur. Salah satu ciri khas dari
Nyamuk Anopheles adalah pada saat posisi istirahat menungging.
Gambar 4. Nyamuk Anopheles
Gambar 5. Nyamuk Anopheles Jantan (kiri) dan Betina (kanan)
Beberapa faktor lingkungan dan faktor geografi serta meteorologi di Indonesia
sangat berperan dan menguntungkan dalam tumbuhnya nyamuk sebagai vektor
dan transmisi dalam penularan malaria, sebagai berikut :
a. Suhu
Suhu mempengaruhi tingkat multifikasi dalam tubuh nyamuk ( Reiter, 2001),
demikian juga dengan perubahan iklim yang akan mempengaruhi pola
penularan malaria. Kecepatan perkembangan nyamuk tergantung dari kecepatan
8
proses metabolisma yang diatur oleh suhu. Oleh karenanya kejadian biologis
tertentu seperti lamanya masa pradewasa, kecepatan pencernaan darah yang
dihisap dan pematangan indung telur, frekuensi mengambil makanan atau
menggigit, berbeda-beda menurut suhu (Busnia, 2006).
Peningkatan suhu akan mempengaruhi perubahan bionomik atau perilaku
menggigit dari populasi nyamuk, angka gigitan rata-rata yang meningkat (biting
rate), kegiatan reproduksi nyamuk berubah yang ditandai dengan perkembang-
biakan nyamuk semakin cepat, masa kematangan parasit dalam nyamuk akan
semakin pendek. Secara teori suhu yang tinggi menyebabkan transmisi nyamuk
meningkat, kemungkinan ini dikarenakan berkurangnya masa inkubasi
(Mouchet, 1998). Sebagian besar serangga, seperti nyamuk bersifat
poikilotermik. Perbedaan suhu tubuh serangga tergantung pada suhu
lingkungan. Pada suhu yang panas cenderung mendorong laju pertumbuhan dan
perkembangan nyamuk. Pada kisaran menguntungkan jika suhu meningkat
maka akan mempercepat metabolisma nyamuk, sehingga meningkatkan laju
pertumbuhan dan perkembangannya (Jepson , 1947 dalam Jean-Marc, 2004).
Serangga memiliki waktu fisiologis yaitu jumlah panas yang dibutuhkan bagi
nyamuk untuk menyelesaikan perkembangannya, karena itu masalah
pemberantasan malaria di daerah daerah tropik lebih banyak mengalami
tantangan dibandingkan dengan di daerah daerah yang bersuhu lebih dingin
(Kiszewski, et al., 2003).
Pada dasarnya semua spesies Anopheles, memerlukan suhu antara 210 C- 32oC,
tetapi suhu yang optimum adalah 280 C untuk perkembangannya. Pada jenis
Plasmodium falciparum terjadinya transmisinya pada suhu 200 C atau dalam
kisaran 250 C – 300C, itu sebabnya Plasmodium falciparum sangat menyukai
didaerah tropik. Di daerah Eropa lebih dominan jenis Plasmodium vivax pada
suhu 160 C ( Hoshen and Andrew, 2004). Suhu 18°C merupakan suhu yang
paling rendah dibutuhkan jentik nyamuk di daerah tropis. Pada suhu dibawah
180 C atau di atas 340 C, tidak dijumpai adanya pertumbuhan nyamuk (Bayoh,
2003 dan Carnevale, 2004).
b. Kelembaban
9
Kelembaban yang rendah memperpendek umur nyamuk, meskipun tidak
berpengaruh pada parasit. Sistem pernafasan pada nyamuk menggunakan
pipa udara yang disebut trachea dengan lubang-lubang pada dinding tubuh
nyamuk yang disebut spiracle. Adanya spiracle yang terbuka tanpa ada
mekanisme pengaturnya, pada waktu kelembaban rendah akan menyebabkan
penguapan air dari dalam tubuh nyamuk yang dapat mengakibatkan
keringnya cairan pada tubuh nyamuk. Salah satu musuh nyamuk adalah
penguapan.
Kebutuhan kelembaban yang tinggi juga mempengaruhi nyamuk untuk
mencari tempat yang lembab basah diluar rumah sebagai tempat hinggap
istirahat pada siang hari, oleh karena kelembaban yang tinggi tidak terdapat
didalam rumah kecuali di daerah-daerah tertentu.Pada kelembaban kurang
dari 60 % umur nyamuk akan menjadi pendek sehingga tidak cukup untuk
siklus pertumbuhan parasit didalam tubuh nyamuk.
c. Curah Hujan
Hujan akan mempengaruhi naiknya kelembaban dan menambah jumlah
tempat perkembangbiakan (breeding places). Curah hujan yang lebat
menyebabkan bersihnya tempat perkembangbiakan vektor oleh karena
jentiknya hanyut dan mati. Kejadian penyakit yang ditularkan nyamuk
biasanya meninggi beberapa waktu sebelum musim hujan atau setelah hujan.
Pengaruh hujan berbeda-beda menurut banyaknya hujan dan keadaan fisik
daerah. Terlalu banyak hujan akan menyebabkan banjir, menyebabkan
berpindahnya perkembangbiakan vector akan berkurang, tetapi keadaan ini
akan segera pulih cukup bila keadaan kembali normal. Curah hujan yang
cukup dengan jangka waktu lama akan memperbesar kesempatan nyamuk
untuk berkembang biak secara optimal.
d. Ketinggian
Secara umum malaria berkurang pada ketinggian yang semakin
bertambah, hal ini berkaitan dengan menurunnya suhu rata-rata. Pada
ketinggian di atas 200 m jarang ada transmisi malaria. Hal ini bisa berubah
bila terjadi pemanasan bumi dan pengaruh El – nino.
10
Di pegunungan Irian Jaya yang dulu jarang ditemukan malaria kini lebih
sering ditemukan malaria. Ketinggian paling tinggi masih memungkinkan
transmisi malaria ialah 2500 m diatas permukaan laut.
e. Angin
Angin sangat mempengaruhi terbang nyamuk. Bila kecepatan angin 11 –
14 meter per detik atau 25 – 31 mil per jam akan menghambat penerbangan
nyamuk. Secara langsung angin akan mempengaruhi penguapan (evaporasi)
air dan suhu udara (konveksi). Dalam keadaan udara tenang mungkin suhu
nyamuk ada beberapa fraksi atau derajat lebih tinggi dari suhu lingkungan,
bila ada angin evaporasi baik dan juga konveksi baik maka suhu nyamuk
akan turun beberapa fraksi atau derajat lebih rendah dari suhu lingkungan.
f. Sinar matahari
Pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva nyamuk berbeda-
beda. Anopheles sundaicus lebih suka perairan payau yang berlumut yang
terkena sinar matahari langsung, An. hyracanus spp dan An. puntulatus spp
lebih menyukai tempat terbuka sedangkan An. barbirostris dapat hidup baik
di tempat teduh maupun kena sinar matahari.
g. Arus air
Anopheles barbirostris menyukai perindukan yang airnya statis / mengalir
lambat, sedangkan An. minimus menyukai aliran air yang deras dan
An.letifer menyukai air tenang.
F. Pengendalian Nyamuk Anopheles
Dewasa ini banyak sekali metode pengendalian vektor dan
binatang pengganggu yang telah dikenal dan dimanfaatkan oleh
manusia. Dari berbagai metode yang telah dikenal dapat
dikelompokkan sebagai berikut :
- Pengendalian dengan cara menghindari/mengurangi kontak atau
gigitan nyamuk Anopheles. (Fisik)
a. Penggunaan kawat kasa pada ventilasi.
11
Dimana keadaan rumah ventilasi udara dipasangi atau tidak
dipasangi kawat kasa ini berfungsi untuk mencegah nyamuk
masuk ke dalam rumah.
b. Menggunakan kelambu pada waktu tidur.
Kebiasaan menggunakan kelambu pada tempat yang biasa di
pergunakan sebagai tempat tidur dan di gunakan sesuai
dengan tata cara penggunaan kelambu untuk tempat tidur dan
waktu penggunaan kelambu saat jam aktif nyamuk mencari
darah.
c. Menggunakan zat penolak (Repellent)
Untuk kebiasaan penggunaan repellent yang digunakan pada
saat atau waktu nyamuk menggigit atau pada waktu akan tidur
malam atau pada waktu lain di malam hari.
- Pengendalian Cara Biologi.
Pengendalian dengan cara ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan
musuh alaminya (predator) atau dengan menggunakan protozoa, jamur
dan beberapa jenis bakteri serta jenis-jenis nematoda.
- Pengendalian dengan cara pengelolaan lingkungan (Environmental
management).
Dalam pengendalian dengan cara pengelolaan lingkungan dikenal
dua cara yaitu :
1. Manipulasi Lingkungan (bersifat sementara)
Manipulasi lingkungan adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk
menghasilkan suatu keadaan sementara yang tidak menguntungkan bagi
vektor untuk berkembang biak di tempat perindukannya. Misalnya
membersihkan tumbuhan ganggang atau lumut di lagun akan mengubah
lagun tersebut menjadi tidak baik untuk perkembangan nyamuk. Bentuk
kegiatan manipulasi lingkungan dapat dilakukan dalam bentuk antara
lain :
- Pembuatan saluran penghubung
12
Nyamuk diketahui dapat berkembang biak dengan baik di air. Kalau
air payau ini diubah menjadi tidak asin, maka nyamuk tersebut tidak
akan berkembang biak. Hal ini dilakukan dengan cara membuat
saluran penghubung antara genangan air payau dengan air laut.
- Pengaturan pengairan dan penanaman/pencegahan penebangan
pohon di tempat perindukan.
Anopheles aconitus dapat berkembang biak dengan baik
dipersawahan. Pengairan secara berkala akan efektif dalam
pengendalian nyamuk ini. Hutan yang dibabat untuk lokasi
transmigrasi dan atau keperluan lainnya merupakan cara efektif
untuk memberantas An. balabancensis. Tetapi sebaiknya hutan
bakau ditepi pantai yang dibabat untuk pembuatan tambak udang,
bila tambak udang ini tidak terpelihara dengan baik akan
menyebabkan tempat tersebut menjadi tempat perindukan yang
sangat ideal bagi vektor.
2. Modifikasi Lingkungan (bersifat permanen)
Modifikasi lingkungan adalah setiap kegiatan modifikasi fisik yang
permanen terhadap tanah, air dan tanaman yang bertujuan untuk
mencegah, menghilangkan atau mengurangi tempat perindukan nyamuk
tanpa menyebabkan pengaruh yang tidak baik kualitas lingkungan
hidup manusia. Bentuk kegiatan modifikasi lingkungan yang dapat
dilakukan dalam pengendalian vektor malaria sebagai berikut :
- Penimbunan genangan air
Tempat perindukan nyamuk yang berupa genangan air dapat
ditimbun dengan tanah, pasir dan koral.
- Pengeringan atau pengaliran
Pengeringan dilakukan dengan menggali parit, pada umumnya
diperlukan kedalaman yang lebih dari 50 cm.
- Penanaman pohon
Penanaman pohon pada daerah genangan air dapat berfungsi untuk
proses pengeringan. Pohon yang dapat tumbuh dengan cepat dan
13
membutuhkan air sangat cocok digunakan. Salah satu jenis pohon
yaitu pohon kayu putih. Pohon tersebut mampu menyerap air dan
menguap lewat daun-daunnya dalam jumlah yang besar. Untuk
keuntungan lain dari penanaman kembali hutan bakau di daerah
pantai akan mempunyai kontribusi besar dalam rangka menurunkan
populasi jenti nyamuk Anopheles sp. Hal ini disebabkan karena
keberadaan pohon bakau dipinggir pantai akan mengundang ikan-
ikan sebagai habitatnya. Ikan yang berada dibawah pohon bakau
akan memakan jentik-jentik nyamuk sehingga populasinya akan
turun secara drastic. Dengan demikian jentik-jentik tersebut tidak
akan berkembang menjadi nyamuk dewasa.
- Pengendalian Dengan Cara Kimia (Chemical Control).
Pengendalian dengan cara kimia (Chemical Control) ini disebut
juga pengendalian dengan menggunakan pestisida. Pestisida adalah suatu
zat kimia yang dapat membunuh vektor dan binatang pengganggu.
Disamping pengendalian secara langsung kepada vektor, pengendalian
secara kimiawi juga bisa dilakukan terhadap tanaman yang menunjang
kehidupan vektor dan binatang penggangu dengan menggunakan
herbisida. Penggunaan pestisida untuk mengendalikan vektor dan binatang
pengganggu memang sangat efektif tetapi dapat menimbulkan masalah
yang serius karena dapat merugikan manusia dan lingkungannya.
14
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Nyamuk Anopheles sp adalah adalah nyamuk vektor penyakit malaria.
Nyamuk Anopheles memiliki tubuh yang langsing dan 6 kaki panjang serta
memiliki sayap yang bersisik. Penularan malaria secara ilmiah berlangsung
melalui gigitan nyamuk Anopheles betina. Hanya spesies nyamuk Anopheles
tertentu yang mampu menularkan penyakit malaria dan spesies tersebut disebut
sebagai vektor. Lebih dari 400 spesies Anopheles didunia, hanya sekitar 67 yang
terbukti mengandung sporozoit dan dapat menularkan malaria. Di Indonesia telah
ditemukan 24 spesies Anopheles yang menjadi vektor malaria.
Nyamuk Anopheles sering menghisap darah diluar rumah dan suka
menggigit diwaktu senja sampai dini hari (Eksofagik) serta mempunyai jarak
terbang sejauh 1,6 Km sampai dengan 2 Km. Nyamuk Anopheles lebih suka
menghinggap dibatang-batang rumput, dialam atau luar rumah (Eksofilik) yaitu
tempat-tempat lembab, terlindung dari sinar matahari dan gelap. Nyamuk
Anopheles dapat berkembang biak ditempat-tempat yang airnya menggenang
seperti Sawah, Irigasi yang bagian tepinya banyak ditumbuhi rumput dan tidak
begitu deras airnya. Nyamuk Anopheles mempunyai siklus hidup yang termasuk
dalam metamorfosa sempurna. Yang berarti dalam siklus hidupnya terdapat
stage/fase pupa. Siklus hidup nyamuk tersebut secara umum terdiri dari telur,
larva, pupa dan dewasa.
Saran
Upaya pengendalian nyamuk Anopheles sepatutnya dapat dilakukan guna
mencegah dan melindungi diri dari risiko tertular malaria. Upaya yang dapat
dilakukan seperti penggunaan kawat kasa pada ventilasi, menggunakan kelambu
saat tidur, menggunakan Repellent hingga pengendalian dengan merubah
lingkungan (Environmental Modification) serta manipulasi lingkungan.
15
DAFTAR PUSTAKA
http://www.slideshare.net/AriniUtami/identifikasi-nyamuk
http://www.itd.unair.ac.id/files/pdf/protocol1/Anopheles.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20312/4/Chapter%20II.pdf
Ambarningrum, Trisnowati Budi. Nyamuk Anopheles sp Sebagai Vektor Penyakit
Malaria. F.Biologi Unsoed.
16