makalah__kelompok d7
DESCRIPTION
makalah__kelompok d7TRANSCRIPT
ABSTRAK
Penyakit diare, salah satu penyakit menular yang banyak penderitanya, bahkan di
beberapa daerah dengan kondisi tertentu dapat timbul dalam bentuk Kejadian Luar Biasa
(KLB) dan disertai angka kematian yang tinggi. Peningkatan angka kesakitan akibat diare
dari tahun 2003 ke tahun 2006, dari 347 per 1000 penduduk menjadi 423 per 1000 penduduk.
“Prestasi” Kejadian Luar Biasa tahun 2006 terjadi di 16 provinsi dengan kasus lebih dari dua
kali lipat dibandingkan tahun 2005, yaitu 10,980 penderita, dan angka kematian 2.52%. Hasil
Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2001 menunjukkan bahwa angka kematian karena
diare pada semua umur sebesar 23 per 100.000 penduduk dan pada balita 75 per 100.000.1
Kata kunci : diare, angka kesakitan, KLB
1
PENDAHULUAN
Hingga saat ini penyakit Diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di
Indonesia, hal ini dapat dilihat dengan meningkatnya angka kesakitan diare dari tahun ke
tahun. Di dunia, sebanyak 6 juta anak meninggal setiap tahun karena diare, sebagian
kematian tersebut terjadi di negara berkembang (Parashar, 2003). Menurut WHO, di negara
berkembang pada tahun 2003 diperkirakan 1,87 juta anak balita meninggal karena diare, 8
dari 10 kematian tersebut pada umur < 2 tahun. Rata-rata anak usia < 3 tahun di negara
berkembang mengalami episode diare 3 kali dalam setahun. (WHO, 2005). Hasil survey
Subdit diare angka kesakitan diare semua umur tahun 2000 adalah 301/1000 penduduk, tahun
2003 adalah 374/1000 penduduk, tahun 2006 adalah 423/1000 penduduk. Kematian diare
pada balita 75,3 per 100.000 balita dan semua umur 23,2 per 100.000 penduduk semua umur
(Hasil SKRT 2001). Diare merupakan penyebab kematian no 4 (13,2%) pada semua umur
dalam kelompok penyakit menular. Proporsi diare sebagai penyebab kematian nomor 1 pada
bayi postneonatal (31,4%) dan pada anak balita (25,2%) (Hasil Riskesdas 2007).1
2
TINJAUAN PUSTAKA
I. Penyelidikan Epidemiologi
Penyelidikan epidemiologi adalah salah satu pekerjaan seorang epidemiologi yang
khas adalah penyelidikan epidemiologi, pekerjaan ini biasa dilakukan ketika terjadi
wabah atau kejadian Luar Biasa (KLB) suatu Penyakit, dimana seorang epidemiolog
harus dapat memastikan kalau suatu wabah atau KLB penyakit tidak menjadi masalah
kesehatan masyarakat. Atau tepatnya seorang epidemiologi harus dapat menurunkan
frekwensi kejadian KLB, menurunkan jumlah kasus dan kematian pada KLB tersebut,
memperpendek periode KLB dan menyempitkan wilayah KLB. Jelasnya penyelidikan
epidemiologi adalah rangkaian kegiatan untuk mengetahui suatu kejadian baik sedang
berlangsung maupun yang telah terjadi, sifatnya penelitian, melalui pengumpulan data
primer dan sekunder, pengolahan dan analisa data, membuat kesimpulan dan
rekomendasi dalam bentuk laporan.2
Kejadian Luar Biasa
Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya
kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologis dalam kurun waktu dan
daerah tertentu.2
Batasan KLB meliputi arti yang luas, yang dapat diuraikan sebagai berikut:
Meliputi semua kejadian penyakit, dapat suatu penyakit infeksi akut kronis ataupun
penyakit non infeksi.2
Tidak ada batasan yang dapat dipakai secara umum untuk menentukan jumlah
penderita yang dapat dikatakan sebagai KLB. Hal ini selain karena jumlah kasus
sangat tergantung dari jenis dan agen penyebabnya, juga karena keadaan penyakit
akan bervariasi menurut tempat (tempat tinggal, pekerjaan) dan waktu (yang
berhubungan dengan keadaan iklim) dan pengalaman keadaan penyakit tersebut
sebelumnya. Tidak ada batasan yang spesifik mengenai luas daerah yang dapat
dipakai untuk menentukan KLB, apakah dusun desa, kecamatan, kabupaten atau
meluas satu propinsi dan Negara. Luasnya daerah sangat tergantung dari cara
penularan penyakit tersebut.2
3
Waktu yang digunakan untuk menentukan KLB juga bervariasi. KLB dapat
terjadi dalam beberapa jam, beberapa hari atau minggu atau beberapa bulan maupun
tahun.2
Kriteria Kerja Kejadian Luar Biasa (KLB) meliputi hal yang sangat luas
seperti sampaikan pada bagian sebelumnya, maka untuk mempermudah penetapan
diagnosis KLB, pemerintah Indonesia melalui Keputusan Dirjen PPM&PLP No.
451-I/PD.03.04/1999 tentang Pedoman Penyelidikan Epidemiologi dan
Penanggulangan KLB telah menetapkan criteria kerja KLB yaitu:2
Timbulnya suatu penyakit/menular yang sebelumnya tidak ada atau tidak
dikenal.
Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus menerus selama 3 kurun waktu
berturut-turut menurut jenis penyakitnya.
Peningkatan kejadian/kematian > 2 kali dibandingkan dengan periode
sebelumnya.
Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan >2 kali bila
dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan tahun sebelumnya
Angka rata-rata perbulan selama satu tahun menunjukkan kenaikkan > 2 kali
dibandingkan angka rata-rata per bulan tahun sebelumnya.
CFR suatu penyakit dalam satu kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikkan
50 % atau lebih dibanding CFR periode sebelumnya.
Proporsional Rate penderita baru dari suatu periode tertentu menunjukkan
kenaikkan > 2 kali dibandingkan periode yang sama dan kurun waktu/tahun
sebelumnya.2
Wabah
Wabah penyakit menular adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit
menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata
melebihi daripada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat
menimbulkan malapetaka.3
Adanya satu kasus tunggal penyakit menular yang sjudah lama tidak
ditemukan atau adanya penyakit baru yang belum diketahui sebelumnya di suatu
daerah memerlukan laporan secepatnya disertai dengan penyelidikan epidemiologis.
Apabila ditemukan penderita kedua untuk jenis penyakit yang sama dan
diperkirakan penyakit ini dapat menimbulkan malapetaka, keadaan ini sudah cukup
merupakan indikasi untuk menetapkan daerah tersebut sebagai daerah wabah.3
4
Daftar penyakit yang dapat menimbulkan wabah di Indonesia menurut
undang-undang dan peraturan pemerintah yang berlaku diperlihatkan pada tabel 1.
Tabel 1. Penyakit-penyakit tertentu yang dapat menimbulkan wabah3
1. Kolera 10. pertusis
2. Pes 11. Rabies
3. Demam kuning 12. Malaria
4. Demam bolak-balik 13. Influenza
5. Tifus bercak wabah 14. Hepatitis
6. Demam Berdarah Dengue 15. Tifus perut
7. Campak 16. Meningitis
8. Polio 17. Ensefalitis
9. Difteri 18. Antraks
19. Penyakit lain yang akan ditetapkan kemudian
Menurut cara transmisinya, wabah dibedakan atas :3
1. Wabah dengan penyebaran melalui media umum (common vehicle epidemics),
yaitu :
a. Ingesti bersama makanan atau minuman, misalnya Salmonellosis
b. Inhalasi bersama udara pernapasan, misalnya Q (di laboratorium)
c. Inokulasi melalui intravena atau subkutan, misalnya hepatitis serum
2. Wabah dengan penjalaran oleh transfer serial dari pejamu ke pejamu (epidemics
propagated by serial transfer from host to host), yaitu :
a. Penjalaran melalui rute pernapasan (campak), rute anal-oral (Shigellosis),
rute genitalia (sifilis), dan sebagainya
b. Penjalaran melalui debu
c. Penjalaran melalui vektor (serangga dan artropoda)
Endemis
Endemik adalah suatu keadaan dimana penyakit secara menetap berada dalam
masyarakat pada suatu tempat/populasi tertentu. Epidemik ialah mewabahnya
penyakit dalam komunitas/daerah tertentu dalam jumlah yang melebihi batas jumlah
normal atau yang biasa. Sedangkan pandemik ialah epidemik yang terjadi dalam
5
daerah yang sangat luas dan mencakup populasi yang banyak di berbagai
daerah/negara di dunia.
Suatu infeksi dikatakan sebagai endemik pada suatu populasi jika infeksi
tersebut berlangsung di dalam populasi tersebut tanpa adanya pengaruh dari luar.
Suatu infeksi penyakit dikatakan sebagai endemik bila setiap orang yang
terinfeksi penyakit tersebut menularkannya kepada tepat satu orang lain (secara rata-
rata). Bila infeksi tersebut tidak lenyap dan jumlah orang yang terinfeksi tidak
bertambah secara eksponsial, suatu infeksi dikatakan berada dalam keadaan tunak
endemik (endemic steady state) suatu infeksi yang dimulai sebagai suatu epidemik
pada akhirnya akan lenyap atau mencapai tunak endemik, bergantung pada sejumlah
faktor termasuk virotensi dan cara penulisan penyakit bersangkutan.
Dalam bahasa percakapan, penyakit endemik sering diartikan sebagai suatu
penyakit yang ditemukan pada daerah tertentu, sebagai contoh AIDS sering
dikatakan “endemik” di Afrika. Walaupun kasus AIDS di Afrika masih terus
meningkat (sehingga tidak dalam keadaan tunak endemik) lebih tepat untuk
menyebut kasus AIDS di Afrika sebagai suatu epidemi.2
Sporadis
Sporadis adalah penyakit atau kejadian yang jarang timbul dan munculnya
tidak teratur (sewaktu-waktu).
II. Evaluasi Program Melalui Pendekatan Sistem
Evaluasi program Pemberantasan dan Pencegahan Diare di Puskesmas Kecamatan
Pulogadung menggunakan pendekatan sistem, yaitu merupakan suatu penerapan dari cara
berpikir yang sistematis dan logis dalam membahas dan mencari pemecahan dari suatu
masalah atau keadaan yang dihadapi. Dalam hal ini program atau organisasi dipandang
menjadi suatu sistem yang terdiri dari komponen-komponen sistem. 4
Pengertian Sistem
Sistem dapat memiliki beberapa makna.4
1. Sistem adalah gabungan dari elemen-elemen yang saling dihubungkan oleh suatu
proses atau struktur dan berfungsi sebagai satu kesatuan organisasi dalam upaya
menghasilkan sesuatu yang telah ditetapkan (Ryans)
6
2. Sistem adalah suatu struktur konseptual yang terdiri dari fungsi-fungsi yang saling
berhubungan yang bekerja sebagai satu unit organik untuk mencapai keluaran
yang diinginkan secara efektif dan efisien (John McManama)
3. Sistem adalah kumpulan dari bagian-bagian yang berhubungan dan membentuk
satu kesatuan yang majemuk, dimana masing-masing bagian bekerja sama secara
bebas dan terkait untuk mencapai sasaran kesatuan dalam suatu situasi yang
majemuk pula
4. Sistem adalah suatu kesatuan yang utuh dan terpadu dari berbagai elemen yang
berhubungan serta saling mempengaruhi yang dengan sadar dipersiapkan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan
Jika diperhatikan dalam keempat pengertian sistem ini, tertihat bahwa
pengertian sistem secara umum dapat dibedakan menjadi dua macam, yakni sebagai suatu
wujud dan sebagai suatu metoda.4
1. Sistem sebagai suatu wujud
Suatu sistem disebut sebagai suatu wujud, apabila bagian-bagian atau elemen-
elemen yang terhimpun dalam sistem tersebut memberikan suatu wujud yang ciri-
cirinya dapat dideskripsikan dengan jelas.
2. Sistem sebagai suatu metoda
Suatu sistem disebut sebagai suatu metoda, apabila bagian atau elemen-elemen
yang terhimpun dalam sistem tersebut membentuk suatu metoda yang dapat dipakai
sebagai alat dalam melakukan pekerjaan administrasi. Pemahaman sistem sebagai
suatu metoda berperanan besar dalam membantu menyelesaikan masalah-masalah
yang dihadapi oleh suatu sistem. Populer dengan sebutan pendekatan sistem
(system approach) yang pada akhir-akhir ini banyak dimanfaatkan pada pekerjaan
administrasi.
Unsur Sistem
Unsur-unsur sistem terdiri dari:4
1. Masukan (input)
Masukan adalah kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam sistem dan
diperlukan untuk dapat berfungsinya sistem tersebut.
Dalam sistem pelayanan kesehatan, masukan terdiri dari tenaga (man), dana
(money), metode (method), sarana/material (material).
7
Masukan Dampak
Umpan Balik
KeluaranProses
Lingkungan
2. Proses (process)
Proses adalah kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam sistem dan
yang berfungsi untuk mengubah masukan menjadi keluaran yang direncanakan.
Dalam sistem pelayanan kesehatan terdiri dari perencanaan (planning),
pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating), dan penilaian
(evaluating).
3. Keluaran (output)
Keluaran adalah kumpulan bagian atau elemen yang dihasilkan dari
berlangsungnya proses dalam sistem.
Keluaran dari suatu sistem kesehatan adalah terselenggaranya pelayanan
kesehatan.
4. Umpan Balik (feed back)
Umpan balik adalah kumpulan dari bagian atau elemen yang merupakan
keluaran dari sistem dan sekaligus sebagai masukan bagi sistem tersebut.
5. Dampak (impact)
Dampak adalah akibat yang dihasilkan oleh keluaran suatu sistem. Dampak
yang diinginkan dari suatu sistem kesehatan adalah meningkatnya derajat
kesehatan dengan memenuhi need dan demand.
6. Lingkungan (environment)
Lingkungan adalah dunia di luar sistem yang tidak dikelola oleh sistem tetapi
mempunyai pengaruh besar terhadap sistem.
Keenam unsur sistem ini saling berhubungan dan mempengaruhi.
Gambar1: Enam unsur sistem yang saling mempengaruhi
Pendekatan Sistem
Suatu sistem pada dasarnya dibentuk untuk mencapai suatu tujuan tertentu
yang telah ditetapkan. Untuk terbentuknya sistem tersebut, perlu dirangkai berbagai
unsur atau elemen sedemikian rupa sehingga secara keseluruhan membentuk suatu
8
kesatuan dan secara bersama-sama berfungsi untuk mencapai tujuan. Apabila prinsip
pokok atau cara kerja sistem ini diterapkan ketika menyelenggarakan pekerjaan
administrasi, maka prinsip pokok atau cara kerja ini dikenal dengan nama pendekatan
sistem (sistem approach).4
Terdapat beberapa definisi dari pendekatan sistem, antara lain:4
a. Penerapan suatu prosedur yang logis dan rasional dalam merancang suatu
rangkaian komponen-komponen yang berhubungan sehingga dapat berfungsi
sebagai satu-kesatuan mencapai tujuan yang telah ditetapkan (L. James Harvey).
b. Strategi yang menggunakan metode analisa, desain dan manajemen untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien.
c. Penerapan dari cara berpikir yang sistematis dan logis dalam membahas dan
mencari pemecahan dari suatu masalah atau keadaan yang dihadapi.
Dalam suatu pendekatan sistem, dua proses utama yang dikerjakan adalah (1)
menguraikan sesuatu untuk mencari masalah dan (2) membentuk sesuatu untuk
menyusun jalan keluar.4
Keuntungan dari pendekatan sistem adalah dapat menilai masukan secara efisien,
menilai proses secara efektif, menilai keluaran secara optimal, dan menilai umpan
balik secara adekuat. Akan tetapi, pendekatan sistem memiliki kelemahan, yaitu
terjebak pada detail sehingga sulit menarik kesimpulan.4
Evaluasi Program
Definisi evaluasi menurut The American Public Association adalah suatu
proses untuk menentukan nilai atau jumlah keberhasilan dari pelaksanaan suatu
program dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, sedangkan menurut The
Internacional Clearing House on Adolescent Fertility Control for Population Options,
evaluasi adalah suatu proses yang teratur dan sistematis dalam membandingkan hasil
yang dicapai dengan tolak ukur atau kriteria yang telah ditetapkan, dilanjutkan dengan
pengambilan kesimpulan serta penyusunan saran-saran, yang dapat dilakukan pada
setiap tahap dari pelaksanaan program.11
Berdasarkan tujuannya, evaluasi dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:11
9
a. Evaluasi formatif
Ini merupakan jenis evaluasi yang dilakukan pada tahap awal program. Tujuan dari
evaluasi formatif adalah untuk meyakinkan bahwa rencana yang akan disusun
benar-benar telah sesuai dengan masalah yang ditemukan, sehingga nantinya dapat
menyelesaikan masalah tersebut.
b. Evaluasi promotif
Ini merupakan jenis evaluasi yang dilakukan pada saat program sedang
dilaksanakan. Tujuan dari evaluasi promotif adalah untuk mengukur apakah
program yang sedang dilaksanakan tersebut telah sesuai dengan rencana atau tidak
dan apakah terjadi penyimpangan yang dapat merugikan tujuan program.
c. Evaluasi sumatif
Ini merupakan jenis evaluasi yang dilaksanakan pada saat program telah selesai.
Tujuannya adalah untuk mengukur keluaran (output) atau dampak (impact) bila
memungkinkan. Jenis evaluasi ini yang dilakukan dalam makalah ini.
Secara umum, langkah-langkah membuat evaluasi program meliputi (1)
penetapan indikator dari unsur keluaran, (2) penetapan tolak ukur dari tiap indikator
keluaran, (3) perbandingan pencapaian masing-masing indikator keluaran program
dengan tolak ukurnya, (4) penetapan prioritas masalah, (5) pembuatan kerangka
konsep dari masalah yang diprioritaskan, (6) pengidentifikasian penyebab masalah,
(7) pembuatan alternatif pemecahan masalah, (8) penentuan prioritas cara
pemecahan masalah yang dirangkum dalam kesimpulan dan saran.11
III. Transmisi Diare
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah
cair setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 g atau
200 ml/24 jam. Menurut WHO (1980) diare adalah buang air besar encer atau cair lebih
dari tiga kali sehari. Buang air besar encer tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah.6
Diare akut adalah diare yang onset gejalanya tiba-tiba dan berlangsung kurang dari
14 hari. Menurut World Gastroenterology Organization global guidelines 2005, diare
akut didefinisikan sebagai pasase tinja yang cair/lembek dengan jumlah lebih banyak
dari normal, berlangsung kurang dari 14 hari. Sedang diare kronik yaitu diare yang
10
berlangsung lebih dari 14 hari. Diare dapat disebabkan infeksi maupun non infeksi. Dari
penyebab diare yang terbanyak adalah diare infeksi. Diare infeksi dapat disebabkan
virus, bakteri, dan parasit.6
Lebih dari 90% diare akut disebabkan karena infeksi, sedangkan sekitar 10% karena
sebab-sebab lain antara lain obat-obatan, bahan-bahan toksik, iskemik dan sebagainya.
Diare akut karena infeksi dapat ditimbulkan oleh:6
1. Bakteri : Escherichia coli, Salmonella typhi, Salmonella paratyphi A/B/C, Salmonella
spp, Shigella dysentriae, Shigella flexneri, Vibrio cholerae 01 dan 0139, Vibrio
cholera non 01, Vibrio parachemolyticus, Clostridium perfringens, Campylobacter
(Helicobacter) jejuni, Staphlyllococcus spp, Streptococcus spp, Yersinia intestinalis,
Coccidosis.
2. Parasit Protozoa : Entamoeba hystolitica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis,
Isospora sp. Cacing: A. lumbricoides, A. duodenale, N. americanus, T. trichiura, O.
vermicularis, T. saginata, T. sollium.
3. Virus Rotavirus : Adenovirus, Norwalk virus.
Pola mikro organisme penyebab diare akut berbeda-beda berdasarkan umur, tempat
dan waktu. Di negara maju penyebab paling sering Norwalk virus, Helicobacter jejuni,
Salmonella sp, Clostridium difficile, sedangkan penyebab paling sering di negara
berkembang adalahEnterotoxicgenic Escherichia coli (ETEC), Rota virus dan V.
cholerae.6
Penularan diare akut karena infeksi melalui transmisi fekal oral langsung dari
penderita diare atau melalui makanan/minuman yang terkontaminasi bakteri patogen
yang berasal dari tinja manusia/hewan atau bahan muntahan penderita. Penularan dapat
juga berupa transmisi dari manusia ke manusia melalui udara (droplet infection)
misalnya: rota virus, atau melalui aktivitas seksual kontak oral-genital atau oral-anal.6
11
IV. Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP)
Pencatatan (recording) dan pelaporan (reporting) berpedoman kepada
sistem pencatatan dan pelaporan terpadu puskesmas (SP2TP). Beberapa pengertian
dasar dari SP2TP menurut depkes RI (1992) adalah sebagai berikut :4
Sistem pencatatan dan pelaporan terpadu puskesmas adalah kegiatan pencatatandan
pelaporan data umum, sarana, tenaga dan upaya pelayanan kesehatan di
puskesmas termasuk puskesmas pembantu, yang ditetapkan melalui surat keputusan Menteri
Kesehatan RI No.63/Menkes/SK/II/1981.
Sistem adalah satu kesatuan yang terdiri atas beberapa komponen yang
salingberkaitan, berintegrasi dan mempunyai tujuan tertentu.
Terpadu merupakan gabungan dari berbagai macam kegiatan pelayanan kesehatan
puskesmas, untuk menghindari adanya pencatatan dan pelaporan lain yang dapat
memperberat beban kerja petugas puskesmas.
Pencatatan dan pelaporan merupakan elemen yang sangat penting dalam sistem
pemberantasan diare. Pencatatan dan pelaporan dilakukan berdasarkan golongan umur
dan dilakukan berjenjang dalam kurun waktu harian, bulanan, triwulanan, semesteran,
dan tahunan. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mencatat, menilai, dan melaporkan
hasil kegiatan penanggulangan diare yang telah dilakukan serta sebagai acuan dalam
penyusunan rencana kegiatan tahun berikutnya.
Form laporan program P2D adalah formulir pencatatan pelaporan diare yang diisi
oleh koordinator diare di Puskesmas dan direkapitulasi di Sudinkesmas dan kemudian
dilaporkan ke Dinas Kesehatan Propinsi. Form ini meliputi jumlah penderita di
Puskesmas dan Posyandu menurut kelompok umur, jumlah penderita yang diberi oralit,
jumlah oralit yang diberikan, dan pemeriksaan laboratorium bagi yang tersangka kolera.
Form laporan sistem pencatatan dan pelaporan terpadu Puskesmas adalah
formulir pencatatan dan pelaporan yang diisi oleh satuan kerja Puskesmas yang mencatat
seluruh jenis penyakit yang diobati di Puskesmas.
12
V. Surveilans
Surveilans adalah suatu proses pengamatan penyakit diare dalam rangka
kewaspadaan terhadap timbulnya KLB dan penyebaran penyakit diare serta faktor-faktor
yang mempengaruhi pada masyarakat yang kegiatannya dilakukan secara terus menerus,
cepat dan tepat, melalui pemetaan data epidemiologi. Penerapan dari hal ini adalah
dilakukannya pengumpulan data epidemiologi diare secara terus menerus dan analisis
secara langsung untuk menemukan cara penyelesaian secara tepat dan cepat. Puskesmas
harus membuat laboran rutin mingguan (W2) yang berisi pencatatan harian penderita
diare yang datang ke saran kesehatan, posyandu, atau kader. Selain itu, terdapat pula
laporan KLB / wabah (W1) yang harus dibuat dalam periode 24 jam.
Peran dan Mekanisme Kerja Surveilans Terpadu Penyakit (STP) di Puskesmas :5
Pengumpulan dan Pengolahan Data. Unit surveilans Puskesmas mengumpulkan
dan mengolah data STP Puskesmas harian bersumber dari register rawat jalan &
register rawat inap di Puskesmas dan Puskesmas Pembantu, tidak termasuk data dari
unit pelayanan bukan puskesmas dan kader kesehatan. Pengumpulan dan pengolahan
data tersebut dimanfaatkan untuk bahan analisis dan rekomendasi tindak lanjut serta
distribusi data.
Analisis serta Rekomendasi Tindak Lanjut. Unit surveilans Puskesmas
melaksanakan analisis bulanan terhadap penyakit potensial KLB di daerahnya dalam
bentuk tabel menurut desa/kelurahan dan grafik kecenderungan penyakit mingguan,
kemudian menginformasikan hasilnya kepada Kepala Puskesmas, sebagai
pelaksanaan pemantauan wilayah setempat (PWS) atau sistem kewaspadaan dini
penyakit potensial KLB di Puskesmas. Apabila ditemukan adanya kecenderungan
peningkatan jumlah penderita penyakit potensial KLB tertentu, maka Puskesmas
melakukan penyelidikan epidemiologi dan menginformasikan ke Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Unit surveilans Puskesmas melaksanakan analisis tahunan
perkembangan penyakit dan menghubungkannya dengan faktor risiko, perubahan
lingkungan, serta perencanaan dan keberhasilan program. Puskesmas memanfaatkan
hasilnya sebagai bahan profil tahunan, bahan perencanaan Puskesmas, informasi
program dan sektor terkait serta Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Umpan Balik. Unit surveilans Puskesmas mengirim umpan balik bulanan absensi
laporan dan permintaan perbaikan data ke Puskesmas Pembantu di daerah kerjanya.
13
Laporan. Setiap minggu, Puskesmas mengirim data PWS penyakit potensial KLB ke
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebagaimana formulir PWS KLB. Setiap bulan,
Puskesmas mengirim data STP Puskesmas ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
dengan jenis penyakit dan variabelnya sebagaimana formulir STP.PUS. Pada data
PWS penyakit potensial KLB dan data STP Puskesmas ini tidak termasuk data unit
pelayanan kesehatan bukan puskesmas dan data kader kesehatan. Setiap minggu, Unit
Pelayanan bukan Puskesmas mengirim data PWS penyakit potensial KLB ke Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota.
VI. Upaya Kesehatan Pokok Puskesmas
Program Pemberantasan Penyakit Diare adalah salah satu usaha pokok di Puskesmas.
Kebijaksanaan Program P2D ini adalah menurunkan angka kesakitan, kematian, dan
penanggulangan KLB karena diare yang akan terus dilaksanakan dengan
mengintensifkan peningkatan mutu pelayanan (quality assurance), meningkatkan kerja
sama lintas program dan sektoral terkait serta mengikutsertakan partisipasi aktif
masyarakat secara luas, antara lain dengan organisasi profesi dan LSM di pusat maupun
daerah.9
Target atau cakupan yang ditetapkan sebagai indikator keberhasilan dalam
pemberantasan penyakit diare di propinsi DKI Jakarta meliputi:9
100% Rumah Sakit, Puskesmas, dan swasta melaporkan kasus diare tepat waktu
(tanggal 10 setiap bulannya),
Angka kematian 0%,
Kejadian luar biasa (KLB) diare 0%,
100% masyarakat terlayani air bersih,
100% Puskesmas Kecamatan dan Puskesmas Kelurahan mampu melakukan
rehidrasi intravena,
Angka kesakitan < 1% (50 / 1000 penduduk tahun 2005),
100% kader terlatih tentang penanganan penderita diare,
100% penderita diare tertangani,
100% oralit tersedia di kader minimal 10 sacchet (@ 200 ml),
100% tenaga medis dan paramedis melakukan tatalaksana diare (MTBS),
100% ketepatan diagnosis,
14
100% cakupan imunisasi campak,
100% Puskesmas mempunyai protap tatalaksana diare,
100% penderita diare diobati dan mendapat oralit,
100% PDAM bebas kuman,
100% Puskesmas Kecamatan dan Puskesmas Kelurahan mempunyai pojok oralit,
100% Puskesmas Kecamatan mempunyai klinik sanitasi, dan
100% masyarakat menggunakan jamban pada daerah kumuh.
Program P2D dilakukan dengan berfokus pada pelanggan, yaitu menjalankan segala
kegiatan yang dapat memuaskan pelanggan dengan pelayanan yang profesional, sarana
dan prasaran yang memadai, dan informasi yang mudah didapat. Hal ini meliputi:9
Semua penderita diare didiagnosis dan diberikan pengobatan sesuai dengan
tatalaksana atau dengan menggunakan pendekatan Manajemen Terpadu Balita Sakit
(MTBS).
Pengambilan anal swab dilakukan bila penderita dicurigai kolera dan bila terjadi
kejadian luar biasa.
Pengobatan penderita dengan memberikan oralit tanpa obat anti diare atau antibiotik,
kecuali pada kasus disentri atau kolera.
Pelayanan prima bagi penderita diare meliputi:
- Waktu tunggu 5 menit
- Waktu tunggu gawat darurat 1 menit
- Petugas harus ramah
- Petugas menguasai standar operasional prosedur pelayanan
Lokasi pelayanan mudah dijangkau.
Informasi tentang diare mudah dimengerti oleh masyarakat.
Penderita diare mendapatkan pelayanan yang sama di semua unit pelayanan
kesehatan, baik Puskesmas maupun Rumah Sakit.
Masyarakat menginginkan pelayanan cepat, tepat / akurat, murah, mudah dijangkau,
dilayani secara manusiawi dengan pengobatan sesuai standar dan mendapat informasi
yang jelas tentang cara-cara penanggulangan diare.
Pelatihan bagi kader untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dilengkapi
buku pedoman penanggulangan diare.
Pelatihan bagi petugas kesehatan untuk peningkatan ketrampilan.
15
Petugas kesehatan menginginkan prosedur kerja sederhana, tersedianya sarana
pengobatan yang memadai, serta website diare.
Pengorganisasian program P2D di Puskesmas kelurahan meliputi (1) penyediaan
pelayanan pemeriksaan, pengobatan, dan rujukan ke Puskesmas kecamatan dan rumah
sakit serta (2) koordinasi dengan Puskesmas kecamatan bila terjadi peningkatan kasus di
wilayah kerjanya.9
Sumber daya yang diperlukan untuk menjalankan program P2D di Puskesmas
kelurahan adalah dokter umum sebagai pemeriksa dan perawat sebagai wasor program
diare dan petugas perawatan kesehatan masyarakat. Dokter umum harus memiliki
kompetensi untuk melaksanakan penanggulangan diare sesuai dengan standar. Perawat /
wasor harus mampu menganalisis data dalam rangka sistem kewaspadaan dini serta
mampu memberikan penyuluhan (KIE – komunikasi, informasi, dan edukasi) dan
pemeriksaan di Posyandu. Selain itu, pada kegiatan Posyandu diperlukan kader / toma
yang membantu perawat atau bidan dalam memberikan penyuluhan. Untuk
memperlengkapi petugas dengan kompetensi dan ketrampilan tersebut, dibutuhkan
beberapa pelatihan tentang (1) program pemberantasan diare (P2D) yang meliputi aspek
manajemen, aspek klinik, aspek epidemiologi, dan aspek laboratorium, (2) peningkatan
peran serta masyarakat bagi kader kesehatan di Posyandu, (3) tatalaksana diare bagi
petugas Puskesmas, dan (4) tatalaksana diare dengan pendekatan manajemen terpadu
balita sakit (MTBS) bagi petugas kesehatan di Puskesmas. Selain kompetensi tersebut,
petugas juga perlu memiliki sikap dan perilaku tertentu, yaitu dokter umum harus
memiliki sikap peduli, cepat, dan tanggap dalam menangani penderita diare, perawat /
wasor harus mempunyai sikap peduli, cepat, dan tanggap dalam melaksanakan perawatan
kesehatan masyarakat, dan kader harus mampu memotivasi dan menggerakkan
masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat.9
Secara umum, pembiayaan program P2D bersumber dari APBN, APBD tingkat I dan
II, BLN, LSM, dan swadana masyarakat. Pembiayaan ini digunakan untuk pengadaan
sarana dan prasarana, dan menunjang kegiatan operasional. Ketentuan yang berlaku
adalah (1) 100% sumber anggaran pengadaan obat dan oralit bersifat swadaya
Puskesmas, (2) 100% pembiayaan operasional manajemen P2D di Sudinkesmas berasal
dari anggaran APBD tingkat II, dan (3) biaya operasional pengobatan berasal swadana
Puskesmas.9
16
Sarana dan prasarana yang diperlukan di Puskesmas kelurahan untuk mendukung
terlaksananya program P2D adalah (1) ruang periksa dengan ukuran 4 x 5 m 2, cukup
pencahayaan dan ventilasi, dan bertemperatur maksimum 23o Celcius, (2) ruang tunggu
pasien yang terbuka dan cukup pencahayaan, serta (3) pojok oralit sebagai tempat
konsultasi tentang diare. Pada Posyandu, sarana dan prasarana yang diperlukan adalah
(1) oralit untuk rehidrasi oral bagi penderita diare dan (2) lembar penyuluhan.9
Secara umum, program P2D meliputi:9
Penemuan kasus dini
Proses inti dari program pemberantasan diare adalah penemuan kasus diare
secara dini baik oleh petugas ataupun masyarakat. Penemuan kasus ini dilakukan
secara pasif, yaitu kasus ditemukan saat penderita datang berobat ke Puskesmas,
Posyandu, atau rumah sakit. Tujuan dari penemuan kasus dini adalah untuk
mengobati penderita diare sedini mungkin untuk mencegah penularan, menurunkan
angka kesakitan dan kematian terutama pada balita, serta mencegah terjadinya KLB.
Diagnosis
Penemuan kasus diare dilanjutkan dengan diagnosis yang tepat kemudian
tatalaksana yang cepat dan akurat. Diagnosis diare dan penilaian tingkat dehidrasi
penderita dapat dilakukan oleh dokter, paramedis, dan kader yang sudah terlatih
tentang diare.
Pengobatan
Pengobatan yang dimaksud adalah statu proses penanganan penderita diare
sedini mungkin dari masyarakat sampai sarana kesehatan sesuai dengan tatalaksana
penderita dan sistem rujukan sejak diagnosis ditegakkan.
Tatalaksana pasien diare di sarana kesehatan :
a. rehidrasi oral dengan oralit
b. pemberian cairan intravena dengan ringer laktat untuk pasien diare dehidrasi berat
dan tidak bisa minum
c. penggunaan antibiotika secara rasional
d. nasihat tentang meneruskan pemberian makanan, rujukan, dan pencegahan
Tatalaksana pasien diare di rumah :
a. Meningkatkan pemberian cairan rumah tangga seperti kuah sayur, air tajin, larutan
gula garam, atau oralit terutama untuk dehidrasi
17
b. Meneruskan pemberian makanan yang lunak dan tidak merangsang serta makanan
ekstra sesudah diare
c. Membawa pasien diare ke sarana kesehatan, bila dalam 3 hari tidak membaik atau
ada salah-satu tanda berikut: berak cair berkali-kali, muntah berulang-ulang, rasa
haus yang nyata, makan atau minum sedikit, demam, tinja berdarah
Penyediaan air bersih
Penyediaan air bersih yang dimaksud adalah proses penyediaan air yang
memenuhi syarat kesehatan baik fisik, nimia, bakteriologis, maupun radioaktif di
masyarakat. Penerapan dari hal ini adalah inspeksi sarana penyediaan air bersih,
pemeriksaan contoh air dan analisis laboratorium (bakteri dan kimia), rehabilitasi
sarana yang telah rusak, dan pemberian bahan kimia (kaporisasi).
Distribusi logistik
Distribusi logistik adalah suatu rangkaian kegiatan pendistribusian oralit dan
ringer laktat (RL) dalam rangka penyediaan cairan rehidrasi di unit pelayanan
kesehatan. Penerapan dari hal ini adalah tersedianya oralit di kader-kader kesehatan,
Posyandu, dan Puskesmas, serta tersedianya antibiotik dan ringer laktat (RL) di
Puskesmas. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mencegah kematian pada balita dan
dehidrasi berat pada semua golongan umur penderita diare. Ketentuan yang
ditetapkan adalah terpenuhinya kebutuhan oralit pada setiap penderita sebanyak 6
bungkus oralit 200 ml serta pengadaan oralit / RL oleh Puskesmas dan didistribusikan
ke Puskesmas kelurahan dan Posyandu di wilayah kerjanya masing-masing.
Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE)
KIE meliputi serangkaian kegiatan yang berlandaskan prinsip-prinsip belajar
untuk mencapai suatu keadaan di mana individu, keluarga, dan masyarakat mendapat
informasi dengan cepat dan benar tentang penanggulangan penyakit diare. Penerapan
dari hal ini adalah penyuluhan baik perorangan maupun kelompok yang dilakukan
secara langsung maupun tidak langsung dan pelatihan petugas serta kader. Tujuan dari
kegiatan ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan, kesadaran,
kemauan, dan praktik mengenai penanggulangan penyakit diare. Sasaran utama KIE
adalah masyarakat.
Laboratorium
18
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengetahui jenis diare yang terjadi
di masyarakat dan hanya dilakukan pada kasus-kasus diare yang dicurigai kolera atau
apabila terjadi peningkatan kasus 3 kali lebih besar daripada waktu sebelumnya.
Kemitraan
Kemitraan yang dimaksud adalah proses kerjasama yang melibatkan berbagai
pihak dan sektor dalam masyarakat, termasuk kalangan swasta, organisasi profesi, dan
organisasi sosial masyarakat, serta LSM, dalam rangka sosialisasi dan advokasi
program untuk memperoleh dukungan dalam rangka penanggulangan penyakit diare.
Kemitraan dilaksanakan secara setara, sukarela, terbuka, dan saling menguntungkan.
Tujuan dari hal ini adalah meningkatkan kesadaran masyarakat dan atau instansi /
sektor lain bahwa penanggulangan penyakit, khususnya diare, tidak hanya menjadi
tanggung jawab sektor kesehatan saja serta meningkatkan kinerja, efisiensi, dan
efektivitas pemberantasan diare.
VII. Penanggulangan
Tujuan umum dari kegiatan ini adalah menurunkan angka kematian karena
diare terutama pada bayi dan anak balita serta menurunkan angka kesakitan diare.
Tujuan khususnya adalah sebagai berikut:
Petugas Puskesmas mampu melakukan tatalaksana kasus diare yang tepat dan
efektif.
Petugas Puskesmas mampu melakukan penyuluhan pemberantasan diare.
Petugas Puskesmas mampu meningkatkan peran serta aktif masyarakat.
Petugas kesehatan mampu melakukan pencatatan dan pelaporan serta monitoring
kegiatan pemberantasan diare.
Prinsip utama tatalaksana diare akut adalah pemberian cairan dan makanan
serta pengobatan medikamutosa yang rasional yang hanya diberikan untuk kasus
tertentu yang jelas penyebabnya.
Pemberian cairan
Pada garis besarnya jenis cairan dibagi dalam :
19
1. Cairan rehidrasi oral.
Cairan rehidrasi oral (oralit) diberikan kepada semua penderita diare,
kecuali bila oralit tidak ada atau diare baru dimulai, cairan rumah tangga
misalnya larutan gula garam atau air tajin diberikan untuk mencegah dehidrasi
Pemerintah menyediakan 2 macam kemasan oralit:
a) Bungkusan 1 (satu) liter (20% dari persediaan) digunakan untuk rumah
sakit atau KLB dan diberikan /dilarutkan di sarana kesehatan.
b) Bungkusan 200 ml (80% dari persediaan) tersedia sampai ke posyandu dan
dapat diberikan/dibawa pulang oleh masyarakat. Cara melarutkan oralit
harus dilarutkan dengan baik agar lebih berhasil guna dan tidak terjadi
gejala sampingan.
Dosis oralit disesuaikan dengan umur penderita dan keadaan diare atau
dehidrasinya.
Dosis acuan adalah sebagai berikut:
Di bawah 1 tahun : 3 jam pertama 1,5 gelas, kemudian 0,5 gelas setiap mencret.
Antara 1-4 tahun : 3 jam pertama 3 gelas, kemudian 1 gelas setiap
mencret.
Antar 5-12 tahun : 3 jam pertama 6 gelas, kemudian 1,5 gelas setiap
mencret.
Di atas 12 tahun : 3 jam pertama 12 gelas, kemudian 2 gelas setiap
mencret.
2. Cairan rehidrasi parenteral (intravena).
Terapi cairan intravena diberikan kepada penderita diare dengan
dehidrasi berat atau keadaan menurun sangat lemah, muntah-muntah berat
sehingga penderita tidak dapat minum sama sekali.
Untuk program pemberantasan diare maka dipake cairan tunggal yaitu
ringer laktat.
20
a. Kecepatan cairan
pada neonatus.
Jumlah cairan yang diberikan harus di perhatikan bentuk, rehidrasi
initial diberikan dalam waktu 3 jam (2-4jam). Cairan yang diberika 20
ml / kg berat badan/jam (variasi antara 15-25 ml/kg berat badan/jam).
pada bayi dan anak
Bila terjadi syok berat, guyur secepatnya sampai syok teratasi
selanjutnya 1 jam pertama 30 ml/kg berat badan/jam.
7 jam berikutnya : 10ml/kg berat badan/jam.
Pada orang dewasa.
Rehidrasi initial :
1 jam pertama: 60ml/kg berat badan/jam.
2 jam berikutnya : 40ml/kg berat badan/jam.
Untuk keperluan dilapangan jumlah cairan rehidrasi initial yang
diperlukan adalah 10% dari perkiraan berat badan. Bila penderita
sudah dapat minum segera diberikan oralit.
b. Pengobatan dietetik
Pemberian makanan seperti semula diberikan sedini-dininya dan
disesuaikan dengan kebutuhan.
Bagi yang mendapatkan ASI sebelumnya jangan dihentikan.
Bagi yang sebelumnya tidak mendapatkan ASI dapat diteruskan
dengan susu formula.
Makanan tambahan diperlukan pada masa penyembuhan.
c. Pengobatan medikamentosa
Seperti diuraikan di atas maka pengobatan mediakamentosa hanya
diberikan bila ada indikasi.
Anti diare tidak direkomendasikan
21
Antibiotika atau antimikroba hanya diberikan kepada penderita cholera,
disentri, shigella, amoebiasis atau antimikroba sesuai dengan ketentuan
yang ada.
Penyuluhan.
Penyuluhan kepada perorangan dan kelompok masyarakat diarahkan pada
penyuluhan hygiene perorangan dan kesehatan lingkungan.
Tentang gejala diare dan pengobatannya.
Penggunaan oralit dan cairan rumah tangga misalnya larutan gula garam, air
tajin dan kuah sayur.
Meneruskan makanan /ASI selama dan sesudahn diare.
Untuk pelaksanaan upaya pencegahan maka peran mengenai pencegahan diare
yang perlu disebar luaskan adalah:
Promosi ASI
Perbaikan makanan penyapihan atau makanan pendamping ASI (MPASI) dari
segi gizi maupun hygienenya.
Penggunaan air bersih, peningkatan hygiene perorangan, penggunaan jamban
perbaikan lingkungan.
Imunisasi campak.
Pergerakan partisipasi masyarakat.
Pergerakan partisipasi masyarakat dilakukan antara lain melalui pendidikan
kader tentang pemberantasan diare, sehingga kader mampu melakukan penyuluhan
kepada masyarakat.
Melarutkan oralit dan memberikan
Mendeteksi dini, mengobati penderita diare dan melakukan rujukan.
Memberikan penyuluhan tentang kesehatan perorangan dan lingkungan.
Penyuluhan tentang penggunaan air bersih.
Pertemuan Penggalangan tim Lintas Program
22
Pertemuan ini berupa penentuan penanggungjawab dan pelaksana untuk setiap
kegiatan Puskesmas dan pembagian seluruh program kerja dan seluruh wilayah kerja
kepada seluruh petugas puskesmas. Kegiatan ini dilaksanakan pada awal tahun kegiatan.4
Pertemuan Penggalangan tim Lintas Sektoral
Pertemuan ini berupa penggalangan kerjasama bentuk dua pihak yakni antara dua
sector terkait secara langsung, atau penggalangan kerjasama bentuk banyak pihak yakni
antara beberapa sector terkait. Penggalangan kerjasama lintas sektoral dapat dilakukan
secara langsung yaitu antar sector-sektor terkait, atau secara tidak langsung yaitu dengan
memanfaatkan pertemuan Koordinasi Kecamatan.4
I. Koordinasi dengan Kantor Kecamatan
Dalam melaksanakan fungsinya, Puskesmas berkoordinasi dengan kantor
Kecamatan melalui pertemuan berkala yang diselenggarakan di tingkat
kecamatan. Koordinasi tersebut mencakup perencanaan, penggerakan
pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian serta penilaian. Dalam hal
pelaksanaan fungsi penggalian sumberdaya masyarakat oleh Puskesmas,
Koordinasi dengan kantor Kecamatan mencakup pula kegiatan fasilitas
II. Koordinasi dengan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
Puskesmas adalah unit pelaksana teknis Dinas kesehatan kabupaten/kota.
Dengan demikian secara teknis dan adminstratif. Puskesmas bertanggungjawab
kepada Dinas kesehatan kabupaten/kota. Sebaliknya Dinas kesehatan
kabupaten/kota bertanggungjawab membina serta memberikan bantuan
adminstratif dan teknis kepada Puskesmas.
III. Koordinasi dengan Jaringan Pelayanan Kesehatan Strata Pertama
Sebagai mitra pelayanan kesehatan strata pertama yang dikelola oleh
lembaga masyarakat dan swasta, Puskesmas menjalin kerjasama termasuk
penyelenggaraan rujukan dan memantau kegiatan yang diselenggarakan.
Sedangkan sebagai pembina upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat.
Puskesmas melaksanakan bimbingan teknis, pemberdayaan dan rujukan sesuai
kebutuhan.
IV. Koordinasi dengan Jaringan Pelayanan Kesehatan Rujukan
Dalam menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya
kesehatan masyarakat, Puskesmas menjalin kerjasama yang erat dengan berbagai
palayanan kesehatan rujukan. Untuk upaya kesehatan perorangan, jalinan
23
kerjasama tersebut diselenggarakan dengam berbagai sarana pelayanan kesehatan
perorangan seperti rumah sakit (Kabupaten/kota), dan berbagai balai kesehatan
masyarakat (Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru, Balai Kesehatan Olahraga
Masyarakat, Balai Kesehatan Kerja Masyarakat, Balai Kesehatan Indra
Masyarakat). Sedangkan untuk upaya kesehatan masyarakat, jalinan kerjasama
diselenggarakan dengan berbagai sarana pelayanan kesehatan masyarakat
rujukan, seperti Dinas kesehatan kabupaten/kota, Balai Teknik Kesehatan
Lingkungan, Balai Laboratorium Kesehatan serta berbagai balai kesehatan
masyarakat. Kerjasama tersebut diselenggarakan melalui penerapan konsep
rujukan yang menyeluruh dalam koordinasi Dinas Kesehatan kabupaten/kota.
V. Koordinasi dengan Lintas Sektor
Tanggungjawab Puskemas sebagai unit pelaksana teknis adalah
menyelenggarakan sebagai tugas pembangunan kesehatan yang disebabkan oleh
Dinas kesehatan kabupaten/kota. Untuk hasil yang optimal, penyelenggaraan
pembangunan kesehatan tersebut harus dapat dikoordinasikan dengan berbagai
lintas sektor terkait yang ada di tingkat kecamatan. Diharapkan di satu pihak,
penyelenggaraan pembangunan kesehatan di kecamatan tersebut mendapat
dukungan dari berbagai sektor terkait, sedangkan di pihak lain pembangunan
yang diselenggarakan oleh sektor lain di tingkat kecamatan berdampak positif
terhadap kesehatan.
VI. Koordinasi dengan Masyarakat
Sebagai penanggungjawab penyelenggaraan pembangunan kesehatan di
wilayah kerjanya, Puskesmas memerlukan dukungan aktif dari masyarakat
sebagai objek dan subjek pembangunan. Dukungan aktif tersebut diwujudkan
melalui pembentukan Badan Penyantun Puskesmas (BPP), yang menghimpun
berbagai potensi masyarakat, seperti: tokoh masyarakat tokoh agama, LSM,
organisasi kemasyarakatan, serta dunia usaha, BPP tersebut berperan sebagai
mitra Puskesmas dalam menyelenggarakan pembangunan kesehatan.
VII. Badan Penyantun Puskesmas (BPP)
Adalah suatu organisasi yang menghimpun tokoh-tokoh masyarakat
peduli kesehatan yang berperan sebagai kerja Puskesmas dalam
menyelenggarakan upaya pembangunan kesehatan di wilayah kerja Puskesmas.
Fungsinya antara lain adalah melayani pemenuhi kebutuhan penyelenggaran
pembangunan kesehatan oleh Puskesmas (to serve), memperjuangkan
24
kepentingan kesehatan dan keberhasilan pembangunan kesehatan oleh Puskesmas
(to advocate) dan melaksanakan tinjauan kritis dan memberikan masukan tentang
kinerja Puskesmas.4,10
Rencana Tahunan Puskesmas
Rencana tahunan puskesmas dibedakan atas 2 macam, yaitu Rencana tahunan
Upaya Kesehatan Wajib dan Rencana tahunan Upaya Kesehatan Pengembangan. Untuk
perencanaan Upaya Kesehatan Wajib, langkah-langkahnya adalah menyusun usulan
kegiatan, mengajukan usulan kegiatan, dan menyusun rencana pelaksanaan kegiatan.4
Yang termasuk dalam menyusun usulan kegiatan adalah memperhatikan
kebijakan yang berlaku, baik nasional maupun daerah, serta menetapkan masalah
kesehatan, sebagai hasil kajian data dan informasi. Langkah-langkah untuk menetapkan
masalah kesehatan adalah:4
1. Pengumpulan data
Data-data yang dikumpulkan adalah data umum, data wilayah, data penduduk, data
sumber daya, data status kesehatan, dan data cakupan program
2. Analisis data
Analisis data meliputi analisis derajat kesehatan, analisis aspek kependudukan,
analisis upaya pelayanan kesehatan, analisis perilaku dan analisis lingkungan.
3. Perumusan masalah
Permasalahan dirumuskan dengan baik secara epidemiologis, sehingga
tergambarkan masalahnya, di mana, kapan, dan seberapa besar masalah kesehatan
tersebut. Besarnya masalah diusahakan tergambarkan secara kwatitatif.
4. Penetapan peringkat masalah
Penetapan peringkat masalah yang perlu diutamakan penanggulangannya. Ada dua
cara menetapkan peringkat masalah:
Cara Delbecq: masalah didiskusikan oleh anggota kelompok dengan saran dari Nara
sumber, kemudian setiap anggota kelompok membuat urutan prioritas dari masalah-
masalah tersebut.
Cara Hanlon: lebih sering digunakan. Semua anggota kelompok diminta
memberikan nilai terhadap setiap masalah kesehatan berdasarkan criteria yang
ditetapkan. Criteria yang dipakai adalah besarnya masalah, tingkat kegawatan
25
masalah, kemudahan penanggulangan masalah, dan dapat atau tidaknya program
tersebut dilaksanakan.
Usulan ini disusun berisikan upaya puskesmas, rincian kegiatan, tujuan, saran,
target, waktu, volume kegiatan( besaran kegiatan), lokasi, dan hasil yang diharapkan.10
Setelah menyusun usulan kegiatan, usulan kegiatan diajukan ke Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota untuk persetujuan pembiayaan, dilengkapi dengan usulan
kebutuhan biaya rutin, sarana dan prasarana, dan operasional puskesmas.
Setelah itu, rencana pelaksanaan kegiatan(Plan of Action/POA) disusun.
Dalam penyusunan POA, penting untuk diperhatikan penjadwalan, pengalokasian
sumber daya, dan pelaksanaan kegiatan. Yang termasuk dalam penjadwalan adalah
penentuan waktu, penentuan lokasi dan sasaran, dan pengorganisasian. Pengalokasian
sumber dana meliputi besarnya dana, sumber dan pemanfaatannya, jenis dan jumlah
sarana yang diperlukan, serta jenis dan jumlah tenaga yang diperlukan. Pelaksanaan
kegiatan termasuk persiapan, penggerakan pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan
penilaian.10
Perencanaan Upaya Kesehatan Pengembangan meliputi:4
1. Indentifikasi upaya kesehatan pengembangan
Didasarkan atas ada tidaknya masalah kesehatan yang terkait dengan Upaya
Kesehatan Pengembangan. Dilaksanakan dalam 2 cara, yaitu Survei Mawas Diri dan
Cara Delbecq. Melalui Survey Mawas Diri, identifikasi masalah dilakukan bersama
masyarakat melalui pengumpulan data secara langsung dilapangan untuk negenali
keadaan dan masalah yang dihadapi, serta potensi yang dimiliki oleh puskesmas dan
masyarakat untuk mengatasi masalah tersebut. Melalui cara Delbecq, identifikasi
masalah ditentukan berdasarkan Kesepakatan Kelompok oleh Petugas Puskesmas.
2. Menyusun usulan kegiatan
3. Mengajukan usulan kegiatan
4. Menyusun rencana pelaksanaan kegiatan
KESIMPULAN
26
Kasus peningkatan diare dapat ditunkan dengnan pelaksanaan program puskesmas.
Salah satu faktor resiko yang sering diteliti adalah faktor lingkungan yang meliputi sarana air
bersih (SAB), sanitasi, jamban, saluran pembuangan air limbah (SPAL), kualitas bakterologis
air, dan kondisi rumah. Pemukiman dengan sanitasi dan lingkungan yang buruk disertai
tingkat kesadaran masyarakat berprilaku sehat yang rendah menjadikan daerah tersebut
berisiko penyebaran diare. Beberapa upaya dilakukan untuk memberantas diare antara lain
penyediaan air bersih, jamban keluarga, tempat pembuangan sampah dan selokan/saluran air.
DAFTAR PUSTAKA
27
1. Peningkatan Kasus Diare. Diunduh dari http://p4bciamis.wordpress.com/161-2/p2-diare/.
10 Juli 2011.
2. Penyelidikan Epidemiologi. Diunduh dari
http://jurnal.kesmas.ui.ac.id/pdf/2004/v01n01/Harianto010104.pdf. 8 Juli 2011
3. Pengertian Wabah. Diunduh dari
http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/epidemiologi_kebidanan/bab5-wabah.pdf. 10
Juli 2011
4. Azwar A. Sistem Kesehatan. Dalam: Pengantar Administrasi Kesehatan. Edisi 3.
Jakarta:Bina Rupa Aksara, 1998. h30-34.
5. Prof. Dr. A. A. Gde Muninjaya, MPH. Manajemen Kesehatan. Jakarta: EGC. 2004
6. Diare. Diunduh dari http://library.usu.ac.id/download/fk/penydalam-umar4.pdf. 10 Juli
2011.
7. Surveilans. Diunduh dari http://kebumen3.blogspot.com/2011/04/program-surveilans-
puskesmas.html. 9 Juli 2011.
8. Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta : Departemen Kesehatan
Republik Indonesia;1997
9. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Buku ajar diare. Pendidikan Medik
Pemberantasan Diare. Jakarta : Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan
Penyehatan Lingkungan Pemukiman. 1999.
10. Departemen Kesehatan RI. 1991. Pedoman Kerja Puskesmas Jilid III. Jakarta : Depkes
RI
11. Departemen Kesehatan RI. Kepmenkes RI No. 1216/ MENKES/ SK/ XI/ 2001 Tentang
Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare. Edisi ke-4, Jakarta:Depkes RI,2005.
28