makna toleransi beragama dalam film aisyah...
TRANSCRIPT
MAKNA TOLERANSI BERAGAMA DALAM FILM AISYAH BIARKAN
KAMI BERSAUDARA
Skripsi
Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
Hilda Dziah Azqiah SM
NIM. 1112051100035
KONSENTRASI JURNALISTIK
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1438 H/ 2017M
MAKNA TOLERANSI BERAGAMA DALAM FILM AISYAH BIARKAN
KAMI BERSAUDARA
Skripsi
Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
Hilda Dziah Azqiah SM
NIM. 1112051100035
Pembimbing:
KONSENTRASI JURNALISTIK
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1438 H/ 2017M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, Juni 2017
Hilda Dziah Azqiah SM
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul MAKNA TOLERANSI BERAGAMA DALAM FILM
AISYAH BIARKAN KAMI BERSAUDARA telah diujikan dalam sidang
munaqasyah Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta pada Juni 2017. Skripsi ini telah diterima sebagai salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos) Program Studi
Konsentrasi Jurnalistik.
Jakarta, 13 Juni 2017
Sidang Munaqasyah
Ketua Sidang Sekretaris Sidang
ABSTRAK
HILDA DZIAH AZQIAH SEPTI MANZILAH
1112051100035
MAKNA TOLERANSI BERAGAMA DALAM FILM AISYAH BIARKAN
KAMI BERSAUDARA
Film merupakan salah satu media massa yang dapat memberikan pengaruh
besar terhadap khalayak. Pada akhir-akhir tahun 2016 terjadi fenomena mengenai
gesekan antar agama. Adanya film Aisyah Biarkan Kami Bersaudara yang
bergenre drama dan diproduksi One Production. Film yang mengisahkan seorang
guru muslimah, Aisyah berjuang demi cita-citanya di desa Derok, NTT yang
mayoritas warganya beragama Katolik, mengandung banyak pesan toleransi antar
umat beragama. Film ini pun menarik banyak publik dengan masuk berbagai
nominasi dalam Festival Film Indonesia (FFI) 2016, dan menjadi film nasional
terbaik dalam FFI 2016. Film ini memberikan gambaran dan cambukan bagi
pemerintah dan masyarakat Indonesia bahwa kehidupan ini sangat di perlukan
rasa toleransi satu sama lain, baik beda agama maupun ras. Sehingga, dengan
adanya rasa toleransi maka tidak ada perpecahan antar agama dan akan
terciptanya kehidupan yang damai, rukun dan tentram.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan masalah yang
dirumuskan peneliti. Rumusan masalah tersebut yang pertama adalah bagaimana
makna tanda ikon, indeks, dan simbol mengenai toleransi antarumat beragama
dalam film Aisyah Biarkan Kami Bersaudara menurut teori yang dikemukakan
oleh Charles Sanders Pierce? Kedua, bagaimana interpretasi yang muncul dari
film tersebut terkait toleransi antarumat beragama?
Untuk menjawab pernyataan tersebut, maka peneliti menggunakan
metodelogi pendekatan kualitatif. Subjek dalam penelitian ini adalah makna
toleransi antarumat beragama dalam film Aisyah Biarkan Kami Bersaudara yang
disutradarai oleh Herwin Novianto. Sedangkan objeknya adalah potongan-
potongan adegan yang terdapat pada film tersebut.
Penelitian ini menggunakan teori semiotika Charles Sanders Pierce.
Semiotika adalah cara untuk menganalisis dan dan memberikan makna terhadap
lambang-lambang yang terdapat dalam sebuah gambar,pesan dan teks. Sumber
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data primer dan
sekunder. Sumber data primer diperoleh dari rekaman film Aisyah Biarkan Kami
Bersaudara, sedangkan sumber data sekunder dapat diperoleh dari info-info lain
dan dokumentasi yang berkenaan denganfilm ini. Teknik pengumpulan data yang
dilakukan dengan observasi dan dokumentasi yang dianalisis dengan teroi
semiotika Charles Sanders Pierce.
Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa terdapat pesan toleransi dalam
film Aisyah Biarkan Kami Bersaudara, berupa menghormati agama lain,
menghargai dan menerima perbedaan, tidak memaksakan kehendak, kepercayaan
terhadap orang lain, dan bersikap adil tanpa melihat suku maupun agama serta
tetap bersikap tolong-menolong sesama manusia agar tercipta kedamaian dalam
berinteraksi sosial dan bermasyarakat.
Kata kunci: film, semiotika, pesan toleransi.
i
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur peneliti panjatkan atas kehadirat Allah SWT. yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat selesai baik.
Shalawat serta salam tak lupa penulis hanturkan kepada junjungan Nabi Besar
Muhammad SAW. , keluarga, sahabat dan para pengikutnya hingga akhir zaman.
Alhamdulillah skripsi yang berjudul “MAKNA TOLERANSI BERAGAMA
DALAM FILM AISYAH BIARKAN KAMI BERSAUDARA” dapat selesai
dengan baik guna memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Strata 1 (S1) di
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam proses penyusunan hingga penyelesaian skripsi ini tak jarang
penulis menghadapi hambatan. Namun, karena dorongan dan motivasi dari orang
terdekat akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu,
penulis ingin mengucapkan terima kasih kepda:
1. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Dr. H. Arief Subhan, M.A., wakil
Dekan I Bidang Akademik, Suparto, M.Ed Ph.D., wakil Dekan II Bidang
Administrasi Umum Dr. Hj. Roudhonah, M.Ag., serta wakil Dekan III
Bidang Kemahasiswaan Dr. Suhaimi, M.Si.
2. Ketua Jurusan Jurnalistik, Kholis Ridho, M.Si., beserta Sekretaris
Kosentrasi Jurnalistik Dra. Hj. Musfirah Nurlaily, M.A.
3. Dosen pembimbing Dra. Rubiyanah, M.A., yang selalu meluangkan
waktunya untuk membimbing dan memberikan saran kepada penulis.
ii
4. Tim Penguji, Ade Masturi, M.A dan Drs. M. Sungaidi, M.A, yang telah
menyediakan waktu untuk menguji sidang munaqashah skripsi kepada
penulis.
5. Seluruh dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang tidak
dapat disebutkan satu persatu, namun tidak mengurangi rasa hormat
penulis kepada mereka yang telah memberikan ilmu yang sangat
bermanfaat.
6. Seluruh staf Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
serta staf Perpustakaan Utama Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
7. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda, Ardi dan ibunda, Ramiyati yang
selalu memberikan doa, kasih sayang dan perhatian serta dukungan kepada
penulis selama ini.
8. Keluarga tercinta, suami, Abdul Rahman, S.Kom.I dan ananda, Athifa
Zahira Rahman yang selalu memberikan doa, kasih sayang dan perhatian
serta dukungan baik moril dan materil kepada penulis selama proses
penyusunan skripsi.
9. Orang-orang terkasih yang selama ini memberikan semangat dan motivasi
kepada penulis, Abangku Rahmat, Kakakku Ulfah, dan sahabt-sahabat
terbaikku, Lilis Yuniarsih, Nur Habibah, Qoribatul Choiriyah, Azmy
Azis.
10. Teman-teman Jurnalistik A dan B 2012 yang tidak bisa disebutkan satu
persatu, terimakasih atas doa dan dukungan yang telah diberikan selama
ini.
iii
11. Kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan
skripsi yang tidak bisa disebutkan satu persatu namun tidak mengurangi
rasa teirmakasih peneliti kepada kalian.
Akhir kata penulis mengucapkan mohon maaf apabila terdapat kekurangan
maupun kesalahan dalam penulisan skripsi ini. Semoga Allah SWT. membalas
kebaikan yang telah kalian berikan kepada penulis dan semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.
Wassalamuala’ikum Wr. Wb.
Jakarta, Juni 2017
Hilda Dziah Azqiah SM
iv
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................... i
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL............................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................................ 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah
1. Batasan Masalah ................................................................................ 4
2. Rumusan Masalah .............................................................................. 4
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian ............................................................................... 5
2. Manfaat Penelitian ............................................................................. 5
D. Metodelogi Penelitian
1. Paradigma dan Pendekatan .............................................................. 6
2. Subjek dan Objek Penelitian ............................................................ 6
3. Sumber Data ..................................................................................... 7
4. Teknik Pengumpulan Data ................................................................ 7
5. Metode Analisa ................................................................................ 7
E. Tinjauan Pustaka ................................................................................... 10
F. Sistematika Penulisan ............................................................................. 12
BAB II KAJIAN TEORI
A. Tinjauan Semiotika
1. Pengertian Semiotika ....................................................................... 14
2. Sejarah Semiotika ............................................................................ 15
3. Konstruksi Dasar Semiotika ............................................................. 18
4. Tokoh – Tokoh Semiotika ................................................................. 20
5. Teori Semiotika Peirce ...................................................................... 26
B. Tinjauan tentang Film
1. Pengertian Film Sebagai Media Audio Visual ................................. 30
2. Karateristik Film ................................................................................ 32
3. Klasifikasi Film 34
v
C. Tinjauan tentang Toleransi
1. Pengertian Toleransi ...................................................................... 36
2. Unsur-unsur Toleransi Agama ....................................................... 37
BAB III GAMBARAN UMUM
A. Sekilas tentang Film Aisyah Biarkan Kami Bersaudara ..................... 40
B. Pemain dan Tim Produksi Film Aisyah Biarkan Kami Bersaudara ... 42
C. Penghargaan Film Aisyah Biarkan Kami Bersaudara ......................... 44
BAB IV TEMUAN DAN ANALISA DATA
A. Makna ikon, indeks dan simbol mengenai tolernasi dalam
film Aisyah Biarkan Kami Bersaudara ............................................... 47
B. Interpretasi Temuan ............................................................................. 59
BAB V PENUTUP
A. KESIMPULAN ................................................................................... 62
B. SARAN .............................................................................................. 63
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 64
LAMPIRAN................................................................................................... 65
vi
DAFTAR TABEL
1. Tabel 1 Model Triadik Peirce ............................................................. 29
vii
DAFTAR GAMBAR
1. Gambar 1 Segitiga elemen Makna Peirce ................................................ 8
2. Gambar 2 Asosiasi signifer dan signifed ............................................... 22
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu media massa modern yang pesat dan kuat dengan media
massa sebagai salurannya adalah film. Film juga bisa ditonton dan dijadikan
bahan persahabatan hampir di setiap negara. Film itu sendiri merupakan
gambaran hidup. Selama bertahun-tahun, orang sudah memperhatikan film
sebagai sarana hiburan, pelarian, pendidikan, menerangi dan mengilhami
penonton. Film yang ditonton oleh masyarakat untuk menghabiskan waktu
santainya sebagaimana yang dikatakan oleh Kolker, memiliki kekuatan yang
sangat besar karena film menyajikan image yang dapat merasuki kita secara
lebih mendalam dan image yang tersaji dalam fillm menyediakan ilusi yang
powerfull mengenai pemahaman realitas. Film mampu mengjangkau populasi
dalam jumlah besar dan cepat, bahkan di wilayah pedesaan.1
Memasuki milenium baru dan seiring kembali menggeliatnya produksi
film Indonesia, film-film yang berlatar dan memiliki cerita dari Indonesia
bagian Timur semakin sering dibuat. Tahun 2016 ada satu judul “Aisyah:
Biarkan Kami Bersaudara”. Film yang diproduksi oleh One Production ini
garapan sutradara Herwin Novianto, dan di produseri oleh Hamdani Koestoro
dan penulis skenario oleh Jujur Prananto ini mengambil cerita di sebuah desa
di ujung Timur provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), dari sudut pandang
seorang guru dari pulau Jawa.
1Denis McQuail, Teori Komunikasi Mass, (Jakarta: Penerbit Salemba Humanika, 2011),
h. 35.
2
Kisah film ini berawal di Ciwidey, Kabupaten Bandung, Jawa Barat,
saat Aisyah (Claudya Cynthia Bella) hendak mewujudkan cita-citanya
menjadi guru selepas meraih gelar sarjana. Ia mendapat tugas dari sebuah
yayasan untuk mengajar murid-murid SD kelas jauh di dusun Derok, di dekat
kota Atambua, NTT serta berbatasan dengan negara Timor Leste. Aisyah
menyanggupi penempatan ini, sekalipun kurang disetujui sang ibu (Lydia
Kandou), serta harus meninggalkan pemuda yang sedang dekat dengannya,
Jaya (Ge Pamungkas).
Setibanya di Derok, meski ia banyak dibantu oleh kepala dusun (Deky
Liniard Seo), seorang muridnya bernama Siku Tavarez (Dionisius Rivaldo
Moruk), serta seorang sopir bernama Pedro (Arie Kriting), tetap saja
perbedaan antara kampung halaman Aisyah dengan tempatnya yang baru
begitu kontras. Aisyah harus menyesuaikan diri dengan medan kering dan
berbatu, iklim panas, sulitnya air, ketiadaan listrik, juga perbedaan bahasa,
budaya, dan agama. Apalagi, Aisyah adalah seorang perempuan muslim yang
mengenakan jilbab, yang kini berada di tengah-tengah warga yang menganut
Katolik. Jati diri Aisyah sebagai muslim kemudian mendapat tantangan dari
salah seorang muridnya, Lordis (Agung Isya Almasie Benu) yang enggan
diajar oleh Aisyah. Namun, Aisyah berniat untuk memegang teguh cita-
citanya untuk menjadi guru yang baik, dan menjalankan tugasnya untuk
mendidik anak-anak Derok. Baik Aisyah maupun murid-muridnya di Derok
pun harus berupaya untuk dapat saling menerima perbedaan di antara mereka.
Pada tahun 2016 terjadi gesekan antar agama yang menimbulkan
perpecahana satu agama dengan agama lain dan kurangnya rasa toleran.
3
Masalah toleransi ini pada dasarnya berkaitan dengan masalah yang terbesar
dalam keberagaman manusia, yaitu kesadaran antarumat beragama akan
keniscayaan prularitas.2 Toleransi merupakan salah satu bentuk dan
akomodasi sebagai suatu usaha manusia dalam mencapai kestabilan dalam
masyarakat tanpa adanya perselisihan. Toleransi juga mengarahkan kepada
terbentuknya asimilasi dalam masyarakat bila didukung oleh komunikasi yang
intens.3 Dengan adanya film “Aisyah Biarkan Kami Bersaudara” yang
bergenre drama dengan durasi 90 menit, mengandung pesan toleransi di dalam
alur ceritanya karena tidak hanya sebagai tontonan belaka, namun bisa
menjadi tuntunan bagi pemerintah dan masyarakat Indonesia bahwa hidup ini
harus ada rasa toleransi satu agama dengan agama lain.
Film ini juga memberikan inspirasi bahwa ada situasi dan kondisi
yang menyuguhkan proses adaptasi dua keyakinan untuk hidup bertetangga
dan menebarkan nilai-nilai kemanusiaan yang berkaitan dengan kehidupan
berbangsa dan bernegara. Sangat mencolok bahwa pakaian dan simbol
keagamaan bukan menjadi tembok pemisah karena hati dan kebaikan
berbicara. Murid Aisyah yang jumlahnya hanya sebanyak jari tangan itu
sempat disusupi oleh sikap antipati terhadap agama lain.
Justru lewat usaha untuk hidup dan bertahan di lingkungan yang 100%
berbeda dari lingkungan ia bertumbuh sebelumnya, Aisyah menunjukkan
esensi suatu agama dari perspektif seorang yang hidup dalam dunia plural dan
majemuk. Agama itu menuntun seseorang untuk semakin inklusif dan
menebarkan kebaikan.
2 Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000), h.169
3 Soejana Soekanto, Sosiologii Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali Perss, 2002), h.83.
4
Film yang disutradarai oleh Herwin Novianto ini juga membawa soal
keragaman dan kondisi di wilayah Indonesia Timur. Film ini memberi
cambukan bagi pemerintah, dan juga saudara sebangsa bahwa Indonesia
terdiri dari masyarakat majemuk yang kaya akan suku, bangsa, bahasa dan
agama. Dengan toleransi, perbedaan itu bukan suatu masalah, namun
membuat hidup menjadi indah.
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis ingin mengetahui makna
toleransi beragama melalui tanda-tanda yang terdapat dalam film ini dengan
menggunakan teori semiotika Charles Sander Peirce untuk menggali makna
tanda toleransi beragama dalam film dengan judul “MAKNA TOLERANSI
BERAGAMA DALAM FILM AISYAH BIARKAN KAMI
BERSAUDARA”.
B. Rumusan Masalah
1. Batasan Masalah
Batasan masalah diperlukan dalam sebuah penelitian agar masalah
yang diteliti tepat pada tujuan penelitian yang ingin dicapai. Dalam penulisan
ini, penulis mencoba untuk membatasi permasalahan, agar tidak terjadi
pelebaran dalam pembahasannya nanti. Penelitian dibatasi dengan tanda-tanda
atau simbol yang mengandung makna toleransi beragama pada tujuh scene
dari 15 scene dalam film tersebut.
2. Rumusan Masalah
Untuk memperjelas masalah yang dibahas dalam penelitian ini maka
dirumuskan masalah sebagai berikut:
5
a. Bagaimana makna tanda ikon, indeks, dan simbol mengenai toleransi
beragama dalam film “Aisyah Biarkan Kami Bersaudara”?
b. Bagaimana interpretasi yang muncul dari film tersebut terkait toleransi
beragama?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah penelitian di atas, maka penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui makna ikon, indeks dan simbol mengenai
makna toleransi beragama dan untuk mengetahui interpretasi dalam film
“Aisyah Biarkan Kami Bersaudara”.
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam
pengembangan ilmu komunikasi, serta memberikan sumbangsih dan
beragam data mengenai penelitian semiotik sebagai bahan pustaka,
khususnya penelitian tentang analisis kajian film dan semiotika.
b. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran dalam
membaca makna yang ada dalam sebuah film melalui semiotika. Selain
itu, penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan kosa kata dan istilah
yang biasa digunakan dalam film.
D. Metodologi Penelitian
1. Paradigma dan pendekatan
6
Metode penelitian yang digunakan dalam analisis semiotik
umumnya bersifat kualitatif, yang dimana setiap orang memiliki
pemaknaan terhadap sesuatu. Yaitu Semiotika adalah ilmu yang mengkaji
tentang sebuah tanda pada sebuah objek. Dimana pendekatan penelitian
yang datanya tidak menggunakan data statistik, akan tetapi lebih dalam
bentuk narasi atau gambar-gambar.4
Paradigma konstruktivis berbasis pada pemikiran umum tentang
teori-teori yang dihasilkan oleh peneliti dan teoritis aliran konstruktivis.
Little John mengatakan bahwa teori-teori aliran ini berlandaskan pada ide
bahwa realitas bukanlah bentukan yang objektif, tetapi dikonstruksi
melalui proses interaksi dalam kelompok, masyarakat, dan budaya. 5
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan paradigma
konstruktivisme, karena objek yang diteliti adalah sebuah film lokal, yaitu
film Aisyah Biarkan Kami Bersaudara dimana dalam sebuah film ini,
peneliti memberikan dan menguraikan gambaran akan toleransi antarumat
beragama, dan dengan pendeketan ini peneliti bisa menghasilkan data
deskriptif berupa ucapan atau prilaku orang yang diamati.
2. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah film “Aisyah Biarkan Kami
Bersaudara” yang disutradarai oleh Herwin Novianto. Sedangkan objek
penelitiannya adalah potongan-potongan adegan berupa audio maupun
4Kountur, Ronny.Metode Penelitian untuk Penulisan Skripsi dan Tesis. (Jakarta: CV
Teruna Grafica). h 16. 5 Stephen W. Little John, Theories of Human Communication, (Wadsworth: Belmont,
2002), h.163
7
visual dan yang terdapat pada film tersebut yang berkaitan dengan
rumusan masalah penelitian.
3. Sumber Data
Dalam penelitian ini data-data dikumpulkan dibagi menjadi dua
bagian yang mengamati langsung data-data yang sesuai dengan pertanyaan
penelitian. Adapun instrument penelitiannya adalah:
a. Data Primer, berupa rekaman video yang berupa adegan-adegan
toleransi dalam film Aisyah Biarkan Kami Bersaudara.
b. Data Sekunder, berupa dokumen tertulis, yaitu seperti resensi film
Aisyah Biarkan Kami Bersaudara baik dari artikel di internet maupun
buku-buku yang relevan dengan penelitian.
4. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data pada penelitian ini terdiri atas
dua, yaitu:
a. Observasi, peneliti melakukan pengamatan secara langsung dan tidak
terikat objek penelitian dan unit analisis mengamati adegan-adegan
dengan teliti dalam film Aisyah Biarkan Kami Bersaudara. Kemudian,
menganalisis adegan yang telah ditentukan sesuai dengan teori yang
telah digunakan.
b. Dokumentasi, peneliti mengumpulkan dan mempelajari data melalui
literatur dan sumber bacaan, seperti buku-buku yang relevan dengan
masalah yang dibahas dan pendukung penelitian.
5. Analisa Data
8
Pada penelitian ini, pengumpulan data dilakukan oleh peneliti
sendiri. Peneliti pada penelitian kualitatif bekerja sebagai perencana,
pelaksana pengumpulan data, analis, penafsir dan pada akhirnya menjadi
pelapor hasil penelitiannya6.
Metode analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisa
Semiotika. Semiotika menurut Alex Sobur adalah suatu ilmu atau metode
analisis untuk mengkaji tanda.7 Semiotika menurut Peirce adalah suatu
hubungan antara tanda, objek, dan makna. Analisa semiotika pada
penelitian ini menggunakan analisa semiotika yang dikemukakan oleh
Charles Sanders Peirce. Pemikiran Peirce bisa dijelaskan melalui bagan
berikut ini.
Gambar 1
Segitiga elemen Makna Peirce
Sign
Interpretan Object
Menurut Peirce, tanda dibentuk oleh hubungan segitiga yaitu
Representamen yang disebut juga tanda (sign) berhubungan dengan objek
yang dirujuknya. Hubungan tersebut membuahkan interpretant. Jadi,
6 Lexy J Meleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Rosdakarya, 2010), h.121.
7 Alex Sobur, Analisis Teks Media, h.15.
9
menurut Peirce, salah satu bentuk tanda adalah kata. Sedangkan objek
adalah sesuatu yang dirujuk tanda. Sementara interpretan adalah tanda
yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda.
Tanda atau representament adalah bagian tanda yang merujuk pada
sesuatu menurut cara atau berdasarkan kapasitas tertentu. Peirce
mengistilahkan representament sebagai benda atau objek yang berfungsi
sebagai tanda. Objek adalah sesuatu yang dirujuk oleh tanda. Biasanya
objek merupakan sesuatu yang lain dari tanda itu sendiri atau objek dan
tanda bisa jadi merupakan entitas yang sama. Interpretant merupakan efek
yang ditimbulkan dari proses penandaan atau bisa juga interpretant adalah
tanda sebagaimana dicerap oleh benak kita, sebagai hasil penghadapan kita
dengan tanda itu sendiri.
Apabila ketiga elemen makna tersebut berinteraksi dalam benak
seseorang maka muncul makna tentang sesutu yang diwakili oleh tanda
tersebut.8
Teori Peirce mengatakan bahwa sesuatu itu dapat disebut sebagai
tanda jika ia mewakili sesuatu yang lain. Tanda yang mewakilinya disebut
representamen (referent). Jadi jika sebuah tanda mewakilinya, hal ini
adalah fungsi utama tanda. Misalnya, anggukan kepala mewakili
persetujuan, gelengan mewakili ketidaksetujuan. Agar berfungsi tanda
harus ditangkap, dipahami, misalnya dengan bantuan kode. Proses
8 Wibowo, Semiotika Komunikasi: Aplikasi Praktis bagi penelitian dan Skripsi Komunikasi,
h.169-170.
10
perwakilan itu disebut semiosis, yaitu suatu proses di mana suatu tanda
berfungsi sebagai tanda, yaitu mewakili sesuatu yang ditandainya.
Peirce membedakan hubungan antara tanda dengan acuannya ke
dalam tiga jenis hubungan yaitu9 :
1. Ikon (Icon), jika ia berupa hubungan kemiripan. Ikon bisa berupa, foto,
peta geografis, penyebutan atau penempatan.
2. Indeks (Index), jika berhubungan dengan kedekatan eksistensi.
Misalnya, asap hitam tebal membubung menandai kebakaran, wajah
yang muran menandai hati yang sedih, dan sebagainya.
3. Simbol (Symbol), jika ia berupa hubungan yang sudah terbentuk secara
konvensi.
Yang pertama dilakukan yaitu, tahap pengenalan isi film, yaitu
pengenalan isi film “Aisyah Biarkan Kami Bersaudara”, di lanjutkan ke
tahap eksplorasi, di mana dalam tahap ini mendeskripsikan mengenai
unsur-unsur toleransi dalam film tersebut dan terakhir tahap analisis, yang
menganalisis dari teori semiotika Charles Sanders Pierce mengenai makna
toleransi beragama dalam film tersebut baik adegan-adegan audio maupun
visual.
E. Tinjauan Pustaka
Untuk mendukung penelitian ini, peneliti mengkaji karya-karya
sebelumnya yang relevan dengan topik yang diambil pada penelitian saat
ini. Pada penelitian ini, peneliti merujuk pada penelitian terdahulu yang
9 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003), h.41-42.
11
membahas tentang semiotika. Penelitian-penelitian tersebut diantaranya
adalah:
1. Penelitian karya M. Fikri Ghazali, 2010, Jurusan Komunikasi dan
Penyiaran Islam, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dengna judul
“Analisis Semiotik Film 3 Doa 3 Cinta”. Dalam skripsi ini yang lebih
diungkapkan menunjukkan potret kehidupan santri dan dunia Islam.
Persamaan peneliti dengan peneliti sebelumnya terletak pada objek
penelitian, yaitu sama-sama memfokuskan pada film. Perbedaannya
adalah peneliti sebelumnya menggunakan teori semiotika Roland
Barthes sedangkan peneliti menggunakan teori Charles Sanders Pierce.
2. Penelitian karya Chafisna Nurun Alanurin mahasiswi Jurusan
Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
yang berjudul Nilai-Nilai Keluarga Islami dalam Novel Habibie dan
Ainun (Sebuah Analisis Semiotik). Fokus penelitian tersebut adalah
menjelaskan tentang nilai-nilai keluarga islami yang digambarkan
dalam novel Habibie dan Ainun.
Persamaannya adalah peneliti juga menggunakan teori
semiotika Charles S. Peirce sama seperti yang dilakukan oleh peneliti
saat ini. Perbedaannya adalah terletak pada objek penelitiannya.
Penelitian yang terdahulu menggunakan novel Habibie dan Ainun
sebagai objeknya sedangkan penelitian yang sekarang menggunakan
film sebagai objek penelitian.
3. Penelitian karya Nurlaelatul Fajriah mahasiswi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam yang
12
berjudul Analisis Semiotik Film Cin(T)a Karya Sammaria
Simanjuntak. Fokus penelitian ini adalah mencari makna judul film
Cin(T)a dan mencari makna ikon, indeks, dan simbol dalam film. Hasil
dari penelitian ini adalah peneliti menemukan konsep toleransi dalam
film Cin(T)a. Peneliti menemukan makna cinta dalam film cinta.
Yakni ada dua makna, yang pertama cinta terhadap Tuhan dan cinta
terhadap sesama. Dimana cinta terhadap Tuhan diatas segalanya.
Perbedaan penelitian peneliti yang terdahulu dengan yang
sekarang terdapat pada objek penelitian. Penelitian terdahulu terfokus
pada film cin(T)a, sedangkan penelitian yang sekarang memfokuskan
pada film Aisyah Biarkan Kami Bersaudara. Persamaan dalam
penelitian yang sekarang dengan penelitian terdahulu adalah sama
sama menggunakan teori semiotika Charles Sanders Peirce.
4. Nurlaeli, 2011, Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, dengan judul “Representasi Islam dalam film
PK”. Dalam skripsi ini peneliti sebelumnya menganalisis representasi
islam dalam film PK. Perbedaannya yaitu pada subjek yang diteliti,
peneliti sebelumnya fokus pada film bollywood PK, sedangkan
peneliti meneliti tentang toleransi antarumat beragama dalam film
lokal Aisyah Biarkan Kami Bersaudara.
F. Sistematika Penulisan
Agar penulisan skripsi ini lebih terarah dan sistematis, , penulis
mengacu kepada “Buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis
dan Disertasi)” yang diterbitkan oleh CeQDA UIN Jakarta.maka penulis
13
membagi pokok-pokok permasalahan ke dalam lima bab yaitu sebagai
berikut:
BAB I : Pendahuluan
Bab ini berisi latar belakang masalah, batasan dan rumusan
masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, metodologi penelitian, tinjauan
pustaka, serta sistematika penulisan.
BAB II : Tinjauan Teoritis
Bab ini menguraikan teori yang dipakai dalam penelitian ini yang
terdiri atas pengertian semiotika menurut para tokoh, sejarah singkat
semiotika, konsep teori semiotika menurut Charles Sanders Pierce,
pengertian, karakteristik film dan pengertian serta unsur-unsur toleransi.
BAB III : Gambaran Umum tentang Film Aisyah Biarkan Kami
Bersaudara
Bab ini membahas orang-orang dibalik layar film Aisyah Biarkan
Kami Bersaudara terdiri atas sekilas tentang film, profil sutradara serta
karya-karya nya, dan para pemain film Aisyah Biarkan Kami Bersaudara.
BAB IV : Hasil Penelitian dan Pembahasan
Bab ini akan dikhususkan pada hasil penelitian mengenai makna
toleransi antarumat beragama dalam film tersebut.
BAB V : Penutup dan Kesimpulan
Bab ini merupakan bab terakhir dalam rangkaian, yang
menguraikan secara singkat kesimpulan dari peneliti dan saran atas
permasalahan yang telah diteliti.
14
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Tinjauan Semiotika
1. Pengertian Semiotika
Semiotika adalah ilmu yang mempelajari tanda-tanda, lambang-
lambang, sistem-sistemnya dan prosesnya.10
Pada dasarnya para ahli
semiotik melihat kehidupan sosial dan budaya sebagai pemaknaan, bukan
sebagai hakikat esensial objek.11
Secara terminologis, menurut Umberto Eco, semiotik dapat
didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek,
peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda. Van Zoest
mengartikan semiotik sebagai “ilmu tanda (sign) yang berhubungan dengan
cara berfungsinya, hubungannya dengan kata lain, pengirimannya dan
penerimaannya oleh mereka yang mempergunakannya. Batasan yang lebih
jelas dikemukakan oleh Preminger, yaitu, semiotik adalah ilmu tentang
tanda-tanda. Ilmu ini menganggap bahwa fenomena sosial masyarakat dan
kebudayaan itu merupakan tanda-tanda semiotik itu mempelajari sistem-
sistem, aturan-aturan, konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda
tersebut mempunyai arti.12
10
Puji Santosa, Rancangan Semiotika dan Pengkajian Susastra, (Bandung: Angkasa,
1931), h.3. 11
Untung Yuwono dan Christomy. T, Semiotika Budaya, (Depok: Universitas Indonesia,
2004), h. 77-78 12
Alex Sobur, Analisis Teks Media, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), h. 96.
15
Secara etimologis semiotik berasal dari kata Yunani semeion yang
berarti penafsir tanda atau tanda dimana sesuatu dikenal. Semiotika ialah
ilmu tentang tanda atau studi tentang bagaimana sistem penandaan
berfungsi. Semiotika ialah cabang ilmu dari filsafat yang mempelajari
“tanda” dan biasa disebut filsafat penanda. Semiotika adalah teori dan
analisis berbagai tanda dan pemaknaan.
2. Sejarah Semiotika
Dalam pengertiannya sebagai fakta historis, Hipocrates (460-
377SM), sebagai pendiri ilmu kedokteran modern, mengusulkan istilah
„semiotika‟ dan mendefinisikannya sebagai cabang ilmu kedokteran untuk
mempelajari gejala-gejala yang menunjukkan sesuatu di luar dirinya.
Hipocrates mengklaim bahwa tugas utama seorang dokter adalah
menyingkapkan hal-hal yang ditunjukkan oleh gejala-gejala ini dalam
kaitannya dengan tubuh manusia.
Telaah tentang bagaimana „satu objek mewakili objek lain‟
menjadi tugas utama para filsuf di sekitar masa kehidupan Plato (sekitar
428-347 SM), yang menyarankan bahwa tanda adalah „hal-hal‟ yang
menyesatkan karena tidak secara langsung „mewakili‟ kenyataan,
melainkan pendekatan mental padanya yang diidealisasikan. Murid Plato,
Aristoteles (384-322 SM) berupaya untuk meninjau gejala „yang
mewakili‟ (X=Y) dengan lebih dekat, dan meletakkan dasar-dasar teori
penandaan yang sampai sekarang masih menjadi dasar.
16
Tahap kemajuan besar berikutnya dalam telaah tanda adalah yang
diambil oleh Santo Agustinus (354–430 SM), filsuf dan pemikir agama
yang mengklasifikasikan tanda sebagai yang bersifat natural,
konvensional, dan suci. Tanda natural adalah tanda yang terdapat di alam.
Gejala-gejala badan, desir dedaunan, warna tanaman, dan sebagainya
adalah tanda-tanda alam yang dipancarkan binatang dalam menanggapi
keadaan fisik dan emosional. Tanda konvensional adalah tanda yang
dibuat manusia. Kata-kata, isyarat, dan simbol merupakan contoh dari
tanda-tanda konvensional. Di dalam teori semiotika modern, hal-hal ini
diklasifikasikan menjadi yang bersifat verbal dan nonverbal. Santo
Agustinus mendefinisikan tanda suci sebagai yang menampilkan pesan
dari Tuhan. Sebagai contoh, mukjizat adalah tanda suci yang hanya bisa
dipahami di dalam iman. 13
Selanjutnya, filsuf Inggris bernama John Locke (1632-1704) yang
memperkenalkan telaah formal tentang tanda ke dalam filsafat dalam
karyanya Essay Concerning Human Understanding (1690), dan
melakukan antisipasi bahwa hal ini memberi kesempatan kepada para
filsuf untuk memahami keterhubungan antara representasi dengan
pengetahuan. Akan tetapi, pekerjaan yang mulai dikerjakannya nyaris
tidak dikenali sampai pemikiran pakar bahasa dari Swiss Ferdinand de
Saussure (1857-1913) dan filsuf Amerika Serikat Charles Sanders Peirce
13
Marcel Danesi, Pengantar Memahami Semiotika Media, (Yogyakarta: Jalasutra, 2010),
h.34
17
(1839-1914) menjadi landasan untuk membatasi bidang penelitian yang
otonom. 14
Saussure melihat tanda sebagai „gejala biner‟. Yaitu bentuk yang
tersusun atas dua bagian saling terkait (penanda dan petanda). Hubungan
antara kedua hal ini bersifat konseptual dan ditentukan oleh konvensi
sosial. Saussure mengklaim bahwa kata seperti kata „kelinci‟
membangkitkan tanda „citra suara mental‟ yang terkait dengan gambaran
sosial „teridealisasikan‟ dengan binatang tersebut.
Pada waktu yang nyaris bersamaan, Charles Peirce juga
melakukan hal yang kurang lebih sama. Ia mendefinisikan tanda sebagai
yang terdiri atas representamen (sesuatu yang melakukan representasi)
yang merujuk ke objek (yang menjadi perhatian representamen),
membangkitkan arti yang disebut sebagai interpretant („apa pun artinya
bagi seseorang dalam konteks tertentu‟). Hubungan ketiga dimensi ini
tidak bersifat statis melainkan dinamis.
Peirce juga membuat tipologi 66 jenis tanda, dan
mengklasifikasikannya sesuai dengan fungsi yang dimilikinya. Sebagai
contoh, ia mendefinisikan „qualisign‟ sebagai tanda yang mengarahkan
perhatian ke, atau menonjolkan, kualitas tertentu yang ada pada yang
menjadi referennya. Di dalam bahasa, sebuah ajektif adalah qualisign
karena menarik perhatian ke kita ke kualitas (warna, bentuk, ukuran, dan
sebagainya) yang ada pada objek yang menjadi refrennya. Di dalam
14
Marcel Danesi, Pengantar Memahami Semiotika Media, (Yogyakarta: Jalasutra, 2010),
h.35
18
lingkup nonverbal, yang termasuk qualisign adalah warna-warna yang
dipakai para pelukis, atau harmoni dan nada-nada yang dipakai para
komponis. 15
3. Konstruksi Dasar Semiotika
Konsep dasar yang menyatukan tradisi ini adalah tanda yang
didefinisikan sebagai stimulus yang menandakan atau menunjukan
beberapa kondisi lain seperti ketika asap menandakan adanya api. Konsep
dasar kedua adalah simbol yang biasanya menandakan tanda yang
kompleks dengan banyak arti, termasuk arti yang sangat khusus. Beberapa
ahli memberikan perbedaan yang kuat antara tanda dan simbol/ tanda
dalam realitasnya memiliki referensi yang jelas terhadap sesuatu,
sedangkan simbol tidak. Para ahli lainnya melihat sebagai tingkat-tingkat
istilah yang berbeda dalam kategori yang sama. Dengan perhatian pada
tanda dan simbol, semiotik menuturkan kumpulan teori-teori yang sangat
luas berkaitan dengan bahasa, wacana, dan tindakan-tindakan nonverbal.16
Kebanyakan pemikir semiotik melibatkan ide dasar triad of
meaning yang menegaskan bahwa arti muncul dari hubungan di antara tiga
hal yaitu benda (atau yang dituju), manusia (penafsir), dan tanda. Charles
Sanders Pierce, ahli semiotik modern pertama dapat dikatakan pula
sebagai pelopor ide ini. Peirce mendefiniskan semiosis sebagai hubungan
antara tanda, benda, dan arti. Tanda tersebut mempresentasikan benda atau
15
Marcel Danesi, Pengantar Memahami Semiotika Media, (Yogyakarta: Jalasutra, 2010), h.
36-37. 16
Stephen W. Littlejohn, Karen A. Foss, Theories of Human Communication, (Jakarta:
Salemba Humanika, 2009), h.53.
19
yang ditunjuk di dalam pikiran si penafsir. Sebagai contoh, kata anjing
diasosisasikan dalam pikiran dengan binatang tertentu. Kata itu bukanlah
binatang, tetapi sebagai ganti dari pemikiran, asosiasi, atau interpretasi
yang menghubungkan kata dengan benda yang nyata. Seseorang yang
mencintai anjing dan memilikinya sebagai binatang peliharaannya akan
mendapatkan pengalaman yang berbeda tentang tanda anjing dengan
orang yang pernah digigit oleh anjing ketika kecil. Ketiga elemen itu
membentuk segitiga semiotik, seperti yang telah diberi nama oleh C.K.
Ogden dan I.A. Richards.
Semiotik selalu dibagi ke dalam tiga wilayah kajian yaitu semantik,
sintaktik, dan pragmatik. Semantik berbicara tentang bagaimana tanda-
tanda berhubungan dengan yang ditunjuknya atau apa yang ditunjukkan
oleh tanda-tanda. Apa yang direpresentasikan oleh tanda maka kita berada
dalam ranah semantik.
Wilayah kajian kedua dalam semiotik adalah sintaktik atau kajian
hubungan di antara tanda-tanda. Tanda-tanda sebetulnya tidak pernah
berdiri dengan sendirinya. Hampir semuanya selalu menjadi bagian dari
sistem tanda atau kelompok tanda yang lebih besar yang diatur dalam
cara-cara tertentu. Oleh karena itu, sintaktik mengacu pada aturan-aturan
yang dengannya orang mengombinasikan tanda-tanda ke dalam sistem
20
makna yang kompleks. Semiotik tetap mengacu pada prinsip bahwa tanda-
tanda selalu dipahami dalam kaitannya dengan tanda-tanda lain. 17
Pragmatik, kajian utama semiotik yang ketiga, memperlihatkan
bagaimana tanda-tanda membuat perbedaan dalam kehidupan manusia
atau penggunaan praktis serta berbagai akibat dan pengaruh tanda pada
kehidupan sosial. Cabang ini memiliki pengaruh yang paling penting
dalam teori komunikasi karena tanda-tanda dalam sistem tanda dilihat
sebagai alat komunikasi manusia. Oleh karena itu, pragmatik saling
melengkapi dengan tradisi sosial budaya.
4. Tokoh – Tokoh Semiotika
a. Ferdinand De Saussure
Ferdinand De Saussure menggunakan kata semiologi sebagai
istilah untuk cabang ilmu yang mengkaji tanda. Saussure mendefinisikan
tanda (signe) adalah kombinasi antara konsep (concept) dan citra akustik
(image acoustique).18
Saussure mengganti istilah konsep dengan signife
(petanda) dan citra akustik dengan istilah significant (petanda), atau antara
wahana tanda dan makna. Ketika seseorang berbicara dengan bahasa
ujaran menunjukkan adanya bunyi bahasa atau kata yang dihasilkan oleh
alat-alat artikulatoris. Alat-alat ini menghasilkan bunyi yang dipengaruhi
oleh getaran udara, sehingga menimbulkan sifat-sifat tertentu sebagai citra
17
Stephen W. Littlejohn, Karen A. Foss, Theories of Human Communication, (Jakarta:
Salemba Humanika, 2009), h. 54-55. 18
Ferdinand de Saussure, Pengantar Umum Linguistik, terj. Rahayu S. Hidayat
(Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1996), h. 147.
21
akustik. Sementara bahasa juga memiliki konsep yang berupa makna atau
aspek mental dibalik bunyi bahasa. Misalnya, bunyi kata horse merupakan
tanda yang terdiri dari aspek citra akustik berupa bunyi horse dan
memiliki konsep hewan yang dalam bahasa Indonesia disebut „kuda‟.
Kedua unsur ini saling berkaitan dan kehadiran yang satu menuntut
kehadiran yang lain. 19
Dalam pemikiran Saussure yang paling penting dalam konteks
semiotik adalah pandangannya mengenai tanda. Saussure memusatkan
perhatian pada sifat dan perilaku tanda linguistik. Di dalamnya terdapat
pokok-pokok pikiran yang nantinya memberi bentuk pada tradisi
pengkajian tanda di Eropa, yang kemudian dikenal dengan istilah
Semiologi (Ilmu tentang Tanda). Menurutnya, definisi tanda linguistik
merupakan entitas dua sisi (dyad) yang bersifat arbitrer (berdasarkan
kesepakatan).
Sisi pertama disebutnya dengan penanda (signifier) yaitu aspek
material dari sebuah tanda, sebagaimana kita menangkap bunyi pada saat
orang berbicara. Bunyi tersebut berasal dari getaran pita suara (yang tentu
saja bersifat material). Penanda verbal tersebut disebut Saussure sebagai
“citra bunyi (sound image)”. Sisi kedua dari tanda -yaitu sisi yang diwakili
secara material oleh penanda- disebut sebagai petanda (signified) yang
merupakan konsep mental.20
19
Ali Imron, Semiotika Al-Quran: Metode dan Aplikasi terhadap Kisah Yusuf,
(Yogyakarta: Teras, 2011), cet.1, h.12. 20
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: Rosdakarya, 2006), h. 46-47.
22
Jadi, tanda menurut Saussure ada tiga. :
- Signifier (penanda), yaitu aspek material, wujud fisik dari tanda itu
sendiri, bunyi atau coretan bermakna, misalnya: tulisan dikertas dan
suara diudara.
- Signified (petanda), yaitu pikiran atau konsep yang direpresentasikan
atau konsep sesuatu dari signifier.
- Hubungan antara keberadaan fisik tanda dan konsep mental tersebut
dinamakan Sign, yaitu upaya dalam memberi makna terhadap dunia.
Gambar 2
Asosiasi signifier dan signified
b. Roland Barthes
Roland Barthes lahir tahun 1915 dari keluarga Protestan di
Cherbourg dan dibesarkan di Bayonne, kota kecil dekat pantai Atlantik di
sebelah barat daya Prancis, seorang pemikir struktualis yang getol
mempraktekkan model longuistik dan semiologi Saussurean.21
Barthes meneruskan pemikiran Saussure yang dikenal dengan Two
Orders of Signification (signifikasi dua tahap atau dua tatanan pertandaan)
21
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 63.
SIGN
Signified
Signifier
23
yang terdiri dari first order of siginification yaitu denotasi, dan second
orders of signification yaitu konotasi. Tatanan yang pertama mencakup
penanda dan petanda yang berbentuk tanda. Tanda inilah yang disebut
makna denotasi.
Denotasi adalah tingkat perandaan yang menjelaskan hubungan
antara tanda dan rujukan pada realitas, yang menghasilkan makna yang
eskplisit, langsung, dan pasti. Sedangkan konotasi adalah tingkat
pertandaan yang menjelaskan hubunngan antara penanda dan petanda,
yang di dalamnya beroperasi makna yang bersifat implisit dan
tersembunyi. 22
Mitos menurut Roland Barthes bukanlah mitos seperti apa yang
kita pahami selama ini. Mitos bukanlah sesuatu yang tidak masuk akal,
transenden, ahistoris, dan irasional. Anggapan seperti itu, mulai sekarang
hendaknya kita kubur. Tetapi mitos menurut Barthes adalah sebuah ilmu
tentang tanda. Menurut Barthes, mitos adalah type of speech (tipe wicara
atau gaya bicara) seseorang. Mitos digunakan orang untuk
mengungkapkan sesuatu yang tersimpan dalam dirinya. Orang mungkin
tidak sadar ketika segala kebiasaan dan tindakannya ternyata dapat dibaca
orang lain. Dengan menggunakan analisis mitos, kita dapat mengetahui
makna-makna yang tersimpan dalam sebuah bahasa atau benda (gambar).
Roland Barthes pernah mengatakan, ”Apa yang tidak kita katakan
dengan lisan, sebenarnya tubuh kita sudah mengatakannya”. Pernyataan
22
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi,h. 69.
24
itu mengindikasikan signifikansi bahasa simbolik manusia. Dalam
kehidupan ini, manusia selain dibekali kemampuan berbahasa juga
dibekali kemampuan interpretasi terhadap bahasa itu sendiri. Bahasa,
dalam hal ini, tidak hanya terfokus pada bahasa verbal atau bahasa
nonverbal manusia, tetapi juga pada bahasa-bahasa simbolik suatu benda
(seperti gambar) atau gerakan-gerakan tertentu. 23
c. Charles Sanders Peirce
Peirce lahir dalam sebuah keluarga intelektual pada tahun 1839
(ayahnya Benjamin adalah seorang profesor matematika di Harvard. Pada
tahun 1859, 1862, dan 1863 secara berturut-turut ia menerima gelar B.A.,
M.A., dan B.Sc. dari Universitas Harvard selama lebih dari tiga puluh
tahun (1859-1860, 1861-1891). Peirce banyak melakukan tugas astronomi
geodesi untuk survei Pantai Amerika Serikat (United State Coast Survey).
Dari tahun 1879 sampai tahun 1884, ia menjadi dosen paruh waktu dalam
bidang logika di Universitas Johns Hopkins. 24
Peirce menulis berbagai masalah yang satu sama lain tak saling
berkaitan. Ia menekuni ilmu pasti dan alam, kimia, astronomi, linguistik,
psikologi dan agama. Peirce sumbangan yang penting pada filsafat dan
matematika, khususnya semiotika. Peirce melihat semiotikanya sebagai
yang tak terpisahkan dari logika.
Seperti dikutip dari buku Semiotika Komunikasi karya Alex Sobur,
Peirce tidak hanya menerjemahkan isilah „semiotika‟ dari bahasa Yunani
23
Alex Sobur, Analisis Teks Media, (Bandung: Rosdakarya, 2004), h. 38. 24
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi,(Bandung: Rosdakarya, 2006), h.40
25
Kuno, tetapi ia juga menjadi seorang pemikir karya - karya Kant dan
Hegel yang ia baca dalam bahasa Jerman.
Karya-Karya Charles Sanders Peirce :
1) Collected Papers of Charles Sanders Peirce , 8 vols. Edited by Charles
Hartshorne, Paul Weiss, and Arthur Burks (Harvard University Press,
Cambridge, Massachusetts, 1931-1958).
2) The Essential Peirce , 2 vols. Edited by Nathan Houser, Christian
Kloesel, and the Peirce Edition Project (Indiana University Press,
Bloomington, Indiana, 1992, 1998).
3) The New Elements of Mathematics by Charles S. Peirce , Volume I
Arithmetic, Volume II Algebra and Geometry, Volume III/1 and III/2
Mathematical Miscellanea, Volume IV Mathematical Philosophy.
Edited by Carolyn Eisele (Mouton Publishers, The Hague, 1976).
4) Pragmatism as a Principle and Method of Right Thinking: the 1903
Harvard Lectures on Pragmatism by Charles Sanders Peirce . Edited
by Patricia Ann Turrisi (State University of New York Press, Albany,
New York, 1997).
5) Reasoning and the Logic of Things: the Cambridge Conferences
Lectures of 1898. Edited by Kenneth Laine Ketner (Harvard
University Press, Cambridge, Massachusetts, 1992).
6) Writings of Charles S. Peirce : a Chronological Edition, Volume I
1857-1866, Volume II 1867-1871, Volume III 1872-1878, Volume IV
1879-1884, Volume V 1884-1886. Edited by the Peirce Edition
26
Project (Indiana University Press, Bloomington, Indiana, 1982, 1984,
1986, 1989, 1993).25
5. Teori Semiotika Peirce
Berbeda dengan Saussure, Peirce mengusulkan kata semiotika
sebagai sinonim kata logika. Menurut Peirce, logika harus mempelajari
bagaimana orang bernalar yang dilakukan melalui tanda-tanda. Tanda-
tanda memungkinkan orang untuk berpikir, berhubungan dengan orang
lain, dan memberikan makna apa yang ditampilkan alam semesta. 26
Charles Sanders Peirce mendefinisikan semiosis sebagai “a
relationship among a sign, an object, and a meaning (suatu hubungan di
antara tanda, objek, dan makna). 27
Bagi Pierce, tanda “is something which stand to somebody for
something in some respect or capacity.”. Sesuatu yang digunakan agar
tanda bisa berfungsi, oleh Peirce disebut ground. Konsekuensinya, tanda
(sign atau representamen) selalu terdapat dalam hubungan triadik, yakni
ground, object, dan interpretant. Atas dasar hubungan ini, Peirce
mangadakan klasifikasi tanda. Tanda yang dikaitkan dengan ground
dibaginya menjadi qualisign, sinsign, dan legisign. Qualisign adalah
kualitas yang ada pada tanda, misalnya kata-kata kasar, keras, lemah,
lembut, merdu. Sinsign adalah eksistensi aktual benda atau peristiwa yang
25
Daftarkarya Charles Sanders Peirce, https://grelovejogja.wordpress.com/ (diakses pada
Februari 2017) 26
Aart Van Zoest, Interpretasi dan Semiotika, dalam Panuti Sudjiman dan Aart van Zoest,
Serba-serbi Semiotika, h.1. 27
Stephen W. Littlejohn, Theories of Human Communication, (New York: Wadsworth
Publishing Company, 1996), fifth edition, h. 64
27
ada pada tanda; misalnya kata kabur atau keruh yang ada pada urutan kata
air sungai keruh yang menandakan bahwa hujan di hulu sungai. Legisign
adalah norma yang dikandung oleh tanda, misalnya rambu-rambu lalu
lintas yang menandakan hal-hal yang boleh atau tidak boleh dilakukan
oleh manusia. 28
Berdasarkan objeknya Peirce membagi tanda atas icon (ikon),
index (indeks), dan symbol (simbol). Ikon adalah tanda yang hubungan
antara penanda dan petandanya bersifat bersamaan bentuk alamiah. Atau
dengan kata lain, ikon adalah hubungan antara tanda dan objek atau acuan
yang bersifat kemiripan; misalnya potret dan peta. Indeks adalah tanda
yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara tanda dan petanda
yang bersifat kausal dan atau hubungan sebab akibat, atau tanda yang
langsung mengacu pada kenyataan. Contoh yang paling jelas ialah asap
sebagai tanda adanya api. Tanda dapat pula mengacu ke denotatum
melalui konvensi. Tanda seperti itu, adalah tanda konvensional yang biasa
disebut simbol. Jadi, simbol adalah tanda yang menunjukkan hubungan
alamiah antara penanda dengan petandanya. Hubungan di antaranya
bersifat arbiter atau semena, hubungan berdasarkan konvensi (perjanjian)
masyarakat. 29
Berdasarkan interpretant, tanda (sign, representament) dibagi atas
rheme, dicent sign, atau dicisign, dan argument. Rheme adalah tanda yang
memungkinkan orang menafsirkan berdasarkan pilihan. Misalnya, orang
28
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 39-40. 29
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 42.
28
yang merah matanya dapat saja menandakan bahwa orang itu baru
menangis, atau menderita penyakit mata, atau mata dimasuki insekta, atau
baru bangun tidur, atau ingin tidur. Dicent sign atau dicisign adalah tanda
sesuai kenyataan. Misalnya jika pada suatu jalan sering terjadi kecelakaan,
maka di tepi jalan dipasang rambu lalu lintas yang menyatakan bahwa di
situ sering terjadi kecelakaan. Argument adalah tanda yang langsung
memberikan alasan tentang sesuatu.30
Contoh untuk menggambarkan teori Peirce ini misalnya kasus yang
terjadi pada pemaknaan traffic light (lampu lalu lintas). Lampu berwarna
kuning dimaknai dengan peringatan bagi pengendara bermotor karena
lampu sebentar lagi akan berganti warna merah, sehingga pengendara
motor harus bersiap-siap untuk berhenti. Pada realitanya pemaknaan
terhadap lampu kuning mengalami pergerseran dan melahirkan makna
baru. Lampu kuning tidak lagi dimaknai demikian, tapi dimaknai bahwa
lampu akan segera berganti merah, sehingga pengendara motor harus
segera menancap gas agar tidak berhenti pada saat lampu merah. Memang
pada dasarnya tidak semua pengendara motor memaknai seperti itu,
namun jika melihat makna lain yang keluar dari konvensi atau sistem
peraturan sebelumnya menunjukkan bahwa pada kenyataannya ground
juga bisa bertolak dari individu. Kemungkinan pemaknaan-pemaknaan
lain sangat mungkin terjadi, sehingga sejalan dengan pendapat Peirce,
suatu tanda memiliki interpretant lalu menjadi tanda baru dan tanda baru
29
itu memiliki interpretant baru pula. Hal ini menunjukkan dalam suatu
tanda dimungkinkan untuk terjadi proses semiosis tanpa akhir. 31
Model triadik Peirce memperlihatkan tiga elemen utama
pembentuk tanda, yaitu representamen (sesuatu yang mempresentasika
sesuatu yang lain), objek (sesuatu yang direpresentasikan) dan interpretan
(interpretasi seseorang tentang tanda). Model triadik ini diuraikan elemen-
elemennya secara lebih detail sebagai berikut. 32
Tabel 1 Model Triadik Peirce
Trikotomi
Kategori Representamen Objek
Interpretan
Firstness
Otonom
Qualisign
-proper sign
-tanda potensial
-kepertamaan
-apa adanya
-kualitas
Ikon
-kopi
-tiruan
-keserupaan
-kesamaan
Rheme
-class name
-proper name
-masih terisolasi
dari konteks
Secondness
Dihubungkan
dengan realitas
Sinsign
-token
-pengalaman
Indeks
-penunjukan
-kausal
Dicent
-tanda dari
eksistensi aktual
31
Ali Imron, Semiotika Al-Quran: Metode dan Aplikasi terhadap Kisah Yusuf,
(Yogyakarta: Teras, 2011), cet.1, h.16-17. 32
Yasraf Amir Piliang, Hipersemiotika: Tafsir Cultural Studies atas matinya
makna, (Yogyakarta: Jalasutra, 2003), h. 267
30
-perilaku
-perbandingan
Thirdness
Dihubungkan
dengan aturan,
konvensi, atau
kode.
Legisign
-tipe
-memori
-sintesis
-mediasi
-komunikasi
Simbol
-konvensi
-kesepakatan
Argument
-gabungan dari
dua premis
B. Tinjauan tentang Film
1. Pengertian Film Sebagai Media Audio Visual
Film atau motion pictures ditemukan dari hasil pengembangan
prinsip-prinsip fotografi dan proyektor. Seperti halnya televisi siaran,
tujuan khalayak menonton film terutama untuk memperoleh hiburan. Akan
tetapi dalam film dapat terkandung fungsi informatif maupun edukatif,
bahkan persuasif.33
Dikutip dari Oey Hong Lee menyebutkan bahwa film sebagai alat
komunikasi massa yang kedua muncul di dunia setelah radio, mempunyai
masa pertumbuhannya pada akhir abad ke-19, dengan perkataan lain
waktu itu surat kabar lainnya menjadi tidak unggul. Ini berarti bahwa
permulaan dari sejarah film menjadi alat komunikasi, karena ia mengalami
unsur-unsur teknik, politik, ekonomi, sosial dan demografi. Menurut Lee
33
Ardianto, Elvinaro dan Lukiati Komala Erdinaya. Komunikasi Massa: Suatu Pengantar.
(Bandung: Simbiosa Rekatama Media. 2005) h. 130
31
kalau film mencapai puncaknya pada masa di antara perang dunia, namun
menurun drastis setelah 1945.34
Film merupakan salah satu media massa yang berbentuk audio
visual. Film menjadi sebuah karya estetika sekaligus sebagai alat informasi
yang bisa menjadi alat penghibur, alat propaganda, juga alat politik. Ia
juga dapat menjadi sarana rekreasi dan edukasi, di sisi lain dapat pula
berperan sebagai penyebarluasan nilai-nilai budaya baru. Film bisa disebut
sebagai sinema atau gambar hidup yang diartikan sebagai karya seni,
bentuk populer dari hiburan, juga produksi industri atau barang bisnis.
Film sebagai karya seni yang lahir dari proses kreativitas yang menurut
kebebasan berkreativitas.35
Kekuatan dan kemampuan film menjangkau banyak aspek sosial,
lantas membuat para ahli bahwa film memiliki potensi untuk
memengaruhi khalayaknya. Sejak itu, maka merebaklah berbagai
penelitian yang hendak melihat dampak film terhadap masyarakat.36
Teknologi film atau motion picture bekerja atas dasar proses
kimiawi layaknya fotografi. Teknologi ini dikembangkan lebih lanjut pada
1880-an sampai 1890-an. Kemudian pada tahun 1920 bioskop sudah
34
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi. h. 126. 35
Akhlis Suryapati, Hari Film Nasional Tinjauan dan Restrospeksi, (Jakarta: Panitia Hari
Film Nasional ke-60 Direktorat perfilman tahun 2010) h.26. 36
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi h. 126.
32
tersedia di banyak tempat menayangkan Talkies (film pertama yang belum
memiliki efek suara).37
2. Karateristik Film
Film sendiri mempunyai kriteria agar sesuatu tersebut dapat dikatakan
sebuah film. Oleh karena itu, karakteristik film adalah sebagai berikut:
a. Layar yang luas/ lebar
Film dan televisi sama-sama menggunakan layar, namun film layarnya
berukuran lebih luas meskipun sekarang ada televisi layar lebar atau biasa
disebut LED. Pada umumnya layar film yang luas telah memberikan
keleluasaan penontonnya untuk melihat adegan-adegan yang disajikan.
Apalagi dengan adanya kemajuan tekonologi, layar film bioskop pada
umumnya sudah tiga dimensi, sehingga penonton seolah-olah melihat kejadian
nyata dan tidak berjarak.
Faktor psikologis manusia yang menyebutkan bahwa manusia tidak
pernah puas menyatakan secara tidak langsung bahwa dengan semakin lebar
dan luasnya sebuah layar, menambah sensasi kepuasan tersendiri bagi para
penikmat film tersebut.
b. Pengambilan gambar
Pengambilan gambar atau shot dalam film memungkinkan dari jarak
jauh atau extreme long shot dan panoramic shot, yakni pengambilan
pemandangan secara menyeluruh. Shot tersebut dipakai untuk memberi kesan
37
John Vivian, Teori Komunikasi Massa, (Jakarta: Kencana. 2008) h. 161.
33
artistik dan suasana yang sesungguhnya, sehingga memberi kesan lebih
menarik.
Dalam beberapa film, pengambilan-pengambilan gambar yang pas
dapat menambah atmosfer tersendiri bagi penonton dan akan merasakan
berada dalam film tersebut. Seperti contohnya film The Shining karya Stanley
Kubrick yang lebih memusatkan pengambilan gambar dalam menambah
sensasi horor kepada penonton. Karena Stanley mampu membuat penonton
ketakutan akan film The Shining yang mempunyai hal menarik yaitu film
horor yang berceritakan tentang hantu, tetapi tidak ada hantu yang
dimunculkan dalam filmnya. Atmosfernya lah yang dia ciptakan dengan
sebegitu menakutkannya
c. Konsentrasi penuh
Dalam keadaan bioskop yang penerangannya dimatikan, nampak di
depan kita ada sebuah layar luas dengan gambar-gambar cerita film tersebut.
Hal ini membuat khalayak terbawa alur suasana yang disajikan oleh film
tersebut.
Beda halnya apabila pencahayaan di dalam ruangan tetap dinyalakan.
Hal tersebut malah membuat penonton menjadi tidak terlalu fokus terhadap
film dan jadi memperhatikan yang ada di sekitarnya. Ini menyebabkan pesan
dan atmosfer film tersebut kurang terasa.
d. Identifikasi psikologis
Pengaruh film terhadap jiwa manusia tidak hanya sewaktu atau selama
menonton film tersebut, tetapi akan membuat efek dalam kurun waktu yang
34
lama seperti peniruan berpakaian atau model rambut. Hal ini bisa disebut
imitasi.38
3. Klasifikasi Film
Klasifikasi film dapat dibagi menjadi beberapa klasifikasi, yaitu
menurut jenis film, menurut genre film, dan menurut umur penontonnya.
a. Klasifikasi Film menurut Jenis Film
Klasifikasi film menurut jenis film dibagi menjadi beberapa jenis, berikut
penjelasan dari jenis-jenis film tersebut:
1. Film cerita
Adalah film yang mengandung suatu cerita yang lazim
dipertunjukkan di gedung-gedung bioskop dengan bintang film tenar dan
film ini didistribusikan sebagai barang dagangan. Ceritanya bisa fiktif atau
berdasarkan kisah nyata yang dimodifikasi sehingga ada unsur menarik
baik dari jalan cerita atau segi gambar yang artistik
2. Film berita
Film berita atau newsreel adalah film mengenai fakta, peristiwa
yang benar-benar terjadi. Karena sifatnya berita, maka film yang disajikan
kepada publik harus mengandung nilai berita (news value). Jenis film ini
juga banyak diminati masyarakat karena sebagai media informasi yang
paling jitu ditambah dengan tayangan live report saat meliput berita.
38
Ardianto, Elvinaro dan Lukiati Komala Erdinaya. Komunikasi Massa: Suatu Pengantar,
h. 145.
35
3. Film dokumenter
Didefinisikan oleh Robert Flaherty seorang filmmaker Amerika
menyatakan sebagai "karya ciptaan mengenai kenyataan" berbeda dengan
film berita yang merupakan rekaman kenyataan, maka film dokumenter
merupakan hasil interpretasi pribadi mengenai kenyataan tersebut.
4. Film kartun
Dibuat untuk konsumsi anak-anak. Sepanjang film itu diputar akan
membuat kita tertawa karena kelucuan-kelucuan dari para tokoh
pemainnya. Namun ada juga film kartun yang membuat iba penontonya
karena penderitaan tokohnya.39
b. Klasifikasi Film Menurut Tema Film (Genre)
Klasifikasi film berdasarkan genre yaitu klasifikasi dari
sekelompok film yang memiliki karakter atau pola sama (khas)40
, berikut
beberapa klasifikasi film menurut genrenya:
1. Drama, tema drama lebih menekankan sisi human interest yang
bertujuan untuk mengajak penonton ikut merasakan kejadian yang
dialami tokohnya, sehingga penonton merasa seakan-akan berada di
dalam film tersebut. Tidak jarang penonton merasakan sedih, senang,
kecewa, bahkan ikut marah.
2. Action, tema action menyajikan adegan-adegan perkelahian,
pertempuran dengan senjata antara tokoh protagonis dan tokoh
39
Ardianto, Elvinaro dan Lukiati Komala Erdinaya. Komunikasi Massa: Suatu Pengantar h.
138-140. 40
Himawan Pratista, Memahami Film, h.4.
36
antagonis. Hal ini ditujukan agar penonton merasakan ketegangan,
takut, was-was seperti ynag terjadi dalam film tersebut.
3. Komedi, genre komedi menyajikan adegan-adegan lucu yang bertujuan
untuk membuat penonton tersenyum atau tertawa.
4. Tragedi, genre tragedi umumnya bercerita tentang kondisi atau nasib
yang dialami oleh tokh utama pada film tersebut. Nasib yang
dialminya biasanya membuat penonton merasa kasihan atau prihatin.
5. Horor, genre ini menampilkan adegan- adegan yang menyeramkan
sehingga membuat penontonnya merinding karena perasaan takutnya.
Biasanya film horor berkaitan dengan dunia gaib/ magis, yang dibuat
dengan spesial effect, animasi atau langsung dari tokoh-tokoh dalam
film tersebut.
c. Klasifikasi Film Menurut Usia Penonton Film
Adapun klasifikasi film menurut usia penontonnya sebagai
berikut41
:
1. “G” (General) :film untuk semua umur
2. “PG”(Parental General) : film yang dianjurkan didampingi
orangtua
3. “PG-13” :film di bawah 13 tahun dan
didampingi orangtua
4. “R” (Restriced) : film di bawah 17 tahun, di
dampingi orang dewasa
5. “X” : film untuk 17 tahun ke atas.
41
Yoyon Mudjiono, Kajian Semiotika dalam Film, Jurnal Ilmu Komunikasi, Vol.1, No. 1,
April 2011, h. 136.
37
C. Tinjauan tentang Toleransi
1. Pengertian Toleransi
Istilah toleransi berasal dari bahasa latin, yiatu tolerare, yang
berarti membiarkan mereka yang berpikiran lain atau berpandangan lain
tanpa dihalang-halangi.42
Secara etimologis, istilah toleransi juga dikenal
baik di Eropa, terutama pada Revolusi Perancis. Hal itu sangat terkait
dengan slogan kebebasan, persamaan, dan persadaraan yang menjadi inti
revolusi di Perancis.43
Sikap toleransi berarti membolehkan atau membiarkan
ketidaksepakatan dan tidak menolak pendapat, sikap, ataupun gaya hidup
yang berbeda dengan pendapat, sikap dan gaya hidup kita sendiri. Sikap
toleran dalam implementasinya tidak hanya dilakukan terhadap hal spritual
dan moral yang berbeda saja, tetapi juga bisa dalam hal ideologi dan
politik.44
Dengan demikian, toleransi dapat diartikan suatu sikap untuk
membatasi kebenciaan, kekerasan, dan sikap fanatisme berlebihan.
Toleransi juga ditujukan agar dapat menumbuhkan rasa saling
menghormati, saling mengerti, dan saling menerima perbedaan yang ada.
2. Unsur-unsur Toleransi Agama
Toleransi dalam kehidupan umat beragama bukanlah toleransi
dalam masalah-masalah keagaamn, melainkan perwujudan sikap
42
Zuhairi Misrawi, Al-Quran Kitab Toleransi (Jakarta: Pustaka Oasis, 2007), h. 161. 43
Mohammad Daud Ali, Islam untuk Disiplin Ilmu Hukum, Sosial dan Politik (Jakarta:
Wirabuana, 1986), h.81. 44
Ngainun Naim, Membangun Toleransi dalam Masyarakat Majemuk Telaah Pemikiran
Nurcholis Madjid, Harmoni, Jurnal Multikultural dan Makna Vol. 12 1 No.2 Mei- Agustus 2013,
h.32.
38
keberagaman antara pemelukagama satu dengan agama yang lain. Sikap
keberagaman di sini adalah sikap saling menghormati dalam masalah
kemasyarakatan atau kemaslahatan umum. Menurut Masykuri Abdullah,
paling tidak ada empat unsur toleransi. Adapun unsur-unsur toleransi
tersebut adalah:
a. Memberikan kebebasan atau kemerdekaan
Setiap manusia diberikan kebebasan untuk berbuat, bergerak
maupun berkehendak menurut dirinya sendiri dan juga di dalam memilih
suatu agama atau kepercayaan. Kebebasan tersebut diberikan Tuhan Ynag
Maha Esa sejak manusia lahir hingga ia meninggal tanpa bisa diganti
ataupun direbut oleh orang lain.45
Dengan memberikan kebebasan maka
secara tidak langsung juga mengikuti adanya keberagaman.
b. Mengakui Hak Setiap Orang
Suatu sikap mental yang mengakui hak setiap orang di dalam
menentukan perilaku dan nasibnya masing-masing. Tentu saja sikap atau
perilaku yang dijalankan itu tidak melanggar hak orang lain, karena kalau
demikian, kehidupandi dalam masyarakat akan kacau.46
c. Menghormati Keyakinan Orang Lain
Salah satu sikap yang dapat membawa pada toleransi adalah
menghormati dan membiarkan setiap pemeluk agama untuk melaksanakan
ibadah mereka menurut ajaran dan ketentuan agama masing- masing yang
diyakini tanpa ada yang mengganggu atau memaksakan baik dari orang
lain maupun dari keluarganya. Toleransi agama dipahami sebagai bentuk
45
Masykuri Abdullah, Pluralisme Agama dan Kerukunan dalam Keragaman, (Jakarta:
Penerbit Buku Kompas, 2001), h.13. 46
Masykuri Abdullah, Pluralisme Agama dan Kerukunan dalam Keragaman, h.13.
39
pengakuan kita terhadap adanya agama-agama selain agama yang kita
yakini. Pengakuan yang dimaksud yaitu segala bentuk sistem dan tata cara
peribadatannya dan memberikan kebebasan untuk menjalankan keyakinan
agama masing-masing.
d. Saling mengerti
Sikap penuh pengertian kepada orang lain diperlukan agar
masyarakat tidak menjadi monolitik. Apalagi pluralitas masyarakat sudah
menjadi dekrit Allah dan design-Nya untuk umat manusia. Jadi tidak ada
masyarakat yang tunggal, monolitik, sama dan sebangun dalam segala
segi. Dalam sikap saling mengerti juga didukung dengan adanya sikap
keterbukaan yaitu kerendahan hati untuk tidak merasa selalu benar,
kemudian kesediaan mendengar pendapat orang lain untuk diambil dan
diikuti mana yang terbaik.
Hakikat dari toleransi agama adalah adanya pengakuan kebebasan
setiap warga untuk memeluk agama yang menjadi keyakinannya dan
kebebasan menjalankan ibadahnya. Toleransi beragama meminta
kejujuran, kebesaran jiwa, kebijkasanaan dan tanggung jawab, sehingga
menumbuhkan perasaan solidaritas dan mengeliminir egoistis golongan.
40
BAB III
GAMBARAN UMUM
FILM AISYAH BIARKAN KAMI BERSAUDARA
A. Sekilas tentang Film Aisyah Biarkan Kami Bersaudara
Film Aisyah Biarkan Kami Bersaudara merupakan salah satu film
yang bergenre drama, dengan durasi 90 menit, bertema pendidikan dan
mengandung pesan toleransi di dalam alur ceritanya karena tidak hanya
sebagai tontonan belaka, namun bisa menjadi tuntunan serta memiliki
nilai-nilai toleransi antarumat beragama.
Film yang diproduksi oleh One Production ini garapan sutradara
Herwin Novianto, dan di produseri oleh Hamdani Koestoro dan penulis
skenario oleh Jujur Prananto ini mengambil cerita di sebuah desa di ujung
Timur provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), dari sudut pandang seorang
guru dari pulau Jawa.
Kisah film ini berawal di Ciwidey, Kabupaten Bandung, Jawa
Barat, saat Aisyah (Claudya Cynthia Bella) hendak mewujudkan cita-
citanya menjadi guru selepas meraih gelar sarjana. Ia mendapat tugas dari
sebuah yayasan untuk mengajar murid-murid SD kelas jauh di dusun
Derok, di dekat kota Atambua, NTT serta berbatasan dengan negara Timor
Leste. Aisyah menyanggupi penempatan ini, sekalipun kurang disetujui
sang ibu (Lydia Kandou), serta harus meninggalkan pemuda yang sedang
dekat dengannya, Jaya (Ge Pamungkas).
Setibanya di Derok, meski ia banyak dibantu oleh kepala dusun
(Deky Liniard Seo), seorang muridnya bernama Siku Tavarez (Dionisius
41
Rivaldo Moruk), serta seorang sopir bernama Pedro (Arie Kriting), tetap
saja perbedaan antara kampung halaman Aisyah dengan tempatnya yang
baru begitu kontras. Aisyah harus menyesuaikan diri dengan medan kering
dan berbatu, iklim panas, sulitnya air, ketiadaan listrik, juga perbedaan
bahasa, budaya, dan agama. Apalagi, Aisyah adalah seorang perempuan
muslim yang mengenakan jilbab, yang kini berada di tengah-tengah warga
yang menganut Katolik. Jati diri Aisyah sebagai muslim kemudian
mendapat tantangan dari salah seorang muridnya, Lordis (Agung Isya
Almasie Benu) yang enggan diajar oleh Aisyah. Namun, Aisyah berniat
untuk memegang teguh cita-citanya untuk menjadi guru yang baik, dan
menjalankan tugasnya untuk mendidik anak-anak Derok. Baik Aisyah
maupun murid-muridnya di Derok pun harus berupaya untuk dapat saling
menerima perbedaan di antara mereka.47
Film ini juga membawa misi lain soal keragaman dan kondisi di
wilayah Indonesia Timur. Tidak hanya itu, film ini menyuguhkan proses
adaptasi dua keyakinan untuk hidup bertetangga. Sangat mencolok bahwa
pakaian dan simbol keagamaan bukan menjadi tembok pemisah karena
hati dan kebaikan berbicara. Murid Aisyah yang jumlahnya hanya
sebanyak jari tangan itu sempat disusupi oleh sikap antipati terhadap
agama lain.
Justru lewat usaha untuk hidup dan bertahan di lingkungan yang
100% berbeda dari lingkungan ia bertumbuh sebelumnya, Aisyah
47
http://m.muvila.com/film/artikel/aisyah-biarkan-kami-bersaudara-belajar-saling-
menerima-160518x.html
42
menunjukkan esensi suatu agama dari perspektif seorang yang hidup
dalam dunia plural. Agama itu menuntun seseorang untuk semakin inklusif
dan menebarkan kebaikan.
B. Pemain dan Tim Produksi Film Aisyah Biarkan Kami Bersaudara
1. Pemain Film Aisyah Biarkan Kami Bersaudara48
Claudya Cynthia Bella : Aisyah
Ge Pamungkas : Jaya
Lydia Kandou : Ratna, Ibu Aisyah
Arie Kriting : Pedro
Surya Sahetapy : Tisna
Dionisius Rivaldo Moruk : Siku Tavarez
Agung Isya Almasie Benu : Lordis Defam
Putri Diana Soarez Moruk : Istri Pedro
Deky Liniard Seo : Kepala dusun
Agustina Tosi : Istri kepala dusun
Wilhelmina Seo Enok : Nenek Siku Tavarez
Zakarias Aby Lopez : Paman Lordis Defam
48
http://filmindonesia.or.id/movie/title/lf-a027-16-628075_aisyah-biarkan-kami-
bersaudara/credit, diakses pada 12 April 2017.
43
2. Departemen Produksi
Herwin Novianto : Sutradara
Jujur Prananto : Penata skrip
Hamdhani Koestoro : Produser
Gunawan Raharja : Cerita
Rikrik El Saptaria : Pelatih Akting
Deky Liniard Seo : Pelatih Akting
Agus 'Denmas'Wied : Pengarah Peran
Nisah : Pengarah Peran
Ayaz : Manajer Unit
Oktavianus Rapa Dala : Manajer Unit
Sari Yuanita : Pimpinan Pasca Produksi
Imanullah Lubis : Line Producer
Gunawan Raharja : Line Producer
Jeff Susanto : Produser Eksekutif
Hamdhani Koestoro : Produser Eksekutif
Ferry Haryanto : Produser Eksekutif
3. Departemen Kamera
Edi Santoso : Penata Kamera
4. Departemen Artistik
Andromedha Pradana : Penata Artistik
5. Departemen Suara dan Musik
Yuni Koesnadi : Perekam Suara
Tya Subiakto : Penata Musik
44
Hadrianus Eko : Penata Suara
6. Departemen Penyuntingan
Wawan I Wibowo : Penata Gambar
Prodigi House : Colorist
7. Produksi
C. Penghargaan Film Aisyah Biarkan Kami Bersaudara
Film ini ternyata telah menarik banyak publik dengan banyaknya
nominasi dan penghargaan yang diterima. Ini adalah daftar nominasi,
ajang dan penghargaan yang diperoleh :
1. Pada ajang FFI 2016, film Aisyah Biarkan Kami Bersaudara masuk
nominasi Film Terbaik.
2. Pada ajang FFI 2016, Jujur Prananto masuk nominasi Penulis Skenario
Asli Terbaik.
3. Pada ajang FFI 2016, Edi Santoso masuk nominasi Pengarah
Sinematografi Terbaik.
4. Pada ajang FFI 2016, Arie Kriting masuk nominasi Pemeran
Pendukung Pria Terbaik.
5. Pada ajang FFI 2016, Lydia Kandou masuk nominasi Pemeran
Pendukung Wanita Terbaik.
6. Pada ajang FFI 2016, Dionisius Rivaldo Moruk masuk nominasi
Pemeran Anak Terbaik.49
49
https://www.gatra.com/entertainment/film/221639-ini-daftar-lengkap-nominasi-ffi-2016,
diakses pada 12 April 2017.
45
Setelah mengetahui mengenai alur cerita, mengenal semua nama-nama yang
terlibat dalam film ini mulai dari produser sampai kepada para pemain dan kru,
serta prestasi yang diperoleh oleh film Aiyah Biatkan Kami Bersaudara, maka di
bab selanjutnya akan membahas analisis semiotik dan pesan-pesan toleransi
beragama.
46
BAB IV
TEMUAN DAN ANALISIS DATA
Toleransi dalam beragama bukan berarti manusia harus hidup
dalam ajaran agama lain. Namun toleransi dalam beragama yang dimaksud
di sini adalah menghormati agama lain. Dalam toleransi jangan lah
berlebih-lebihan sehingga sikap dan tingkah laku mengganggu hak-hak
dan kepentingan orang lain. Lebih baik toleransi itu diterapkan dengan
sewajarnya. Jangan sampai toleransi itu nenyinggung perasaan orang lain.
Toleransi juga hendaknya jangan sampai merugikan, contohnya ibadah
dan pekerjaan.
Perbedaan di antara manusia terkadang menimbulkan masalah.
Namun, tidak jarang setiap masalah yang timbul karena perbedaan akan
dapat diselesaikan jika setiap orang memiliki rasa toleransi. Seperti dalam
film Aisyah Biarkan Kami Bersaudara ini, sebuah perbedaan agama
menimbulkan masalah di antara Aisyah dan warga desa Derok, NTT,
Indonesia. Namun, karena adanya rasa toleransi di antara mereka, akhirnya
membuahkan persaudaraan antara mereka. Dan tujuan dari ada nya sikap
toleransi adalah untuk membuka pintu kemaslahatan yaitu kedamaian dan
kerukunan dalam bermasyarakat. Berikut temuan makna toleransi yang
terdapat dalam film Aisyah Biarkan Kami Bersaudara:
47
A. Makna Ikon, indeks dan simbol toleransi
Scene 1
Visual Dialog/ Audio Type of Shot
(Tidak ada dialog)
Medium Close Up:
Gambar dimabil dari
dekat hanya separuh
badan.
Pada scene satu, menggambarkan bahwa sebuah bus yang berjalan menuju
suatu tempat. Di dalam bus terdapat penumpang, di antaranya ada Aisyah, anak-
anak dan suster maria. Penumpang ini terlihat berbeda-beda dengan tampilannya
dari segi berpakaian. Anak-anak yang berpakaian kasual, suster maria dengan
seragamnya dan Aisyah dengan pakaian muslim disertai jilbab.
- Ikonnya adalah visualisasi suster maria dengan seragamnya, Aisyah
dengan jilbabnya dan penumpang lain dengan pakaian mereka serta
bangku bus yang terlihat.
- Indeksnya adalah Aisyah yang menengok ke belakang sambil melihat
suster maria yang tidak dikenalinya, Aisyah tetap menyapanya dengan
sebuah senyuman. Sehingga, suster maria pun membalas sapaan Aisyah
48
dengan senyuman pula, meski antara mereka tidak mengenal satu sama
lain.
- Simbolnya adalah senyuman. Senyuman menandakan simbol untuk
menyapa seseorang agar menciptakan keharmonisan dan mencairkan
suasana sehingga akan menimbulkan respon positif.
Adapun toleransi yang terjadi pada adegan ini adalah mengucapkan salam
atau pun menyapa terhadap sesama manusia meskipun berbeda agama.
Sebagaimana dalam surat Al-Furqan ayat 63:
Artinya:
“Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu ialah orang-orang
yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil
menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang mengandung
keselamatan.”
Ayat ini menampilkan wajah Islam yang ramah dan lembut.50
Ini
menunjukkan bahwa agama Islam mengajarkan kedamaian, persaudaraan dan
keramahan. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim melalui
Abdullah bin Amru menceritakan bahwa seorang laki-laki bertanya kepada
Rasulullah SAW tentang Islam yang mana yang terbaik. Nabi menjawab:
50
Nurcholish Madjid, dkk, Fiqih Lintas Agama (Jakarta: Paramadina, 2004), h.77.
49
“Memberikan makanan dan mengucap salam kepada siapa yang engkau kenal
atau pun yang engkau tidak kenal”.51
Dari hadits tersebut dapat dipahami bahwa hendaklah mengucapkan salam
dan memberi rasa aman dan keselamatan bagi siapa saja yang ditemuinya baik
orang yang kenal ataupun tidak kenal.
Scene 2
Visual Dialog/ Audio Type of Shot
Suara Musik Medium Close Up:
Gambar dimabil dari
dekat hanya separuh
badan.
(Tidak ada dialog) Long shot: Gambar
diaimbil dari jarak
jauh, sehingga objek
dan latar belakangnya
tampak jelas.
Medium Close Up:
Gambar dimabil dari
dekat hanya separuh
badan.
51
Nurcholish Madjid, dkk, Fiqih Lintas Agama, h. 72.
50
Kepala dusun: “Kami
ucapkan selamat
datang untuk ibu guru
suster maria”.
Aisyah : (kaget)
(Aisyah pingsan dan
warga mulai
membantu untuk
menyadarkannya)
Medium Close Up:
Gambar dimabil dari
dekat hanya separuh
badan.
Long shot: Gambar
diaimbil dari jarak
jauh, sehingga objek
dan latar belakangnya
tampak jelas.
Pada scene tiga menggambarkan bahwa sekumpulan warga, yang terdiri
dari anak-anak, kepala dusun, ibu-ibu dan warga lainnya berkumpul untuk
menyambut kehadiran Aisyah sebagai guru. Gambar selanjutnya menjelaskan
bahwa anak-anak yang memainkan alat musik, menyambut kedatangan Aisyah
dan kain tenun yang telah disediakan untuk menyambutnya. Namun, saat
menyambut Aisyah, kepala dusun menganggap bahwa Aisyah adalah ibu guru
suster maria, sehingga Aisyah pun kaget dan pingsan yang kemudian segera
ditolong oleh ibu-ibu setempat.
- Ikonnya adalah warga yang berkumpul, kain tenun dan suara alat musik
tradisional.
51
- Indeksnya adalah kedatangan Aisyah sebagai guru ke desa Derok
disambut baik dengan adat istiadat mereka, berupa suara musik dengan
alat tradisional, yang kemudian kepala dusun dan warga berkumpul serta
kepala dusun yang memberikan kain tenun kepada Aisyah untuk
menyambutnya. Namun sayang, disaat itu terjadi kesalahpahaman karena
kepala dusun menyebut Aisyah dengan kalimat “Selamat datang ibu guru
suster maria”, sehingga membuat Aisyah kaget dan pingsan.
- Simbolnya adalah alat musik yang dimainkan merupakan adat
penyambutan kedatangan tamu dan kain tenun yang diberikan kepada
Aisyah merupakan simbol sebagai alat penghargaan kepada tamu yang
datang di desa Derok, NTT.
Adapun pesan toleransi dalam adegan ini adalah sebuah kebaikan harus
disambut dengan baik karena kebaikan bisa datang dari siapa pun tanpa
memandang latar belakang. Kebaikan yang terjalin antara muslim dan non muslim
dapat mengantarkan pada harmonisasi antara kehidupan beragama dan
bermasyarakat.
52
Scene 3
Visual Dialog/ Audio Type of Shot
Kepala dusun:
“Baiklah, karena
sudah tersedia,
marilah kita berdoa.”
Aisyah:
“bismillah doa mau
makan.”
Medium Close Up:
Gambar dimabil dari
dekat hanya separuh
badan.
Pada scene ini menggambarkan bahwa warga desa Derok dan Aisyah
berkumpul bersama untuk makan malam bersama, namun sebelum makan,
mereka berdoa terlebih dahulu sesuai dengan keyakinan mereka.
- Ikon pada scene empat ini adalah penduduk Dusun Derok dan Aisyah
berkumpul bersama untuk makan bersama.
- Indeksnya adalah berdoa dengan keyakinan masing-masing tidak
menghalangi mereka untuk berkumpul bersama. Mengangkat tangan
keatas adalah tanda seorang muslim berdoa kepada Allah, dan mengerakan
tangan ke tiga titik, yaitu pundak, kening dan mencium tangannya adalah
cara berdoanya orang katolik.
- Simbolnya adalah saling menghormati satu sama lain meskipun mereka
berbeda agama.
53
Adapun pesan toleransi yang terkandung dari adegan tersebut adalah sikap saling
tolong-menolong tanpa mempersoalkan perbedaan keyakinan merupakan salah
satu ciri toleransi. Tolong-menolong sebagai bagian dari inti toleransi, menjadi
prinsip yang sangat kuat di dalam islam. Sikap tolong-menolong didasarkan pada
rasa kemanusiaan. Oleh sebab itu ketika berat menolong seseorang karena sebuah
perbedaan, maka setidaknya kita bisa menolong orang tersebut sebagai sesama
manusia yang mebutuhkan pertolongan. Jika perbedaan yang ada disikapi dengan
bijak maka akan membawa kedamaian dan kerukunan untuk semua pihak. Dan
sikap saling menghormati satu sama lain dan berdoa sebelum melakukan sesuatu.
Doa adalah cara yang dilakukan manusia untuk berkomunikasi dnegan Tuhan.
Doa adalah cara untuk mengingat Tuhan dan memohon pertolongan kepada-Nya.
Dalam Islam doa adalah seruan, permintaan, dan permohonan pertolongan, dan
ibadah kepada Allah SWT supaya terhindar dari bahaya dan mendapatkan
manfaat.52
Scene 5
Visual Dialog/ Audio Type of Shot
(Melempar batu) Long shot: Gambar
diambil dari jarak jauh,
sehingga objek dan
latar belakangnya
tampak jelas.
52
Nurcholish Madjid, dkk, Fiqh Lintas Agama, hal. 93.
54
Lordis : “Keluar lu, lu
orang Islam kan?
Kesini mau
menghancurkan
gereja-gereja toh.”
Long shot: Gambar
diambil dari jarak jauh,
sehingga objek dan
latar belakangnya
tampak jelas.
Siku Tavarez :
“Hajar....”
Aisyah : “Siku Tavarez
jangan berlaku seperti
itu”
Medium Close Up:
Gambar dimabil dari
dekat hanya separuh
badan.
Pada scene ini menggambarkan bahwa ketika Aisyah tenang mengajar murid-
murid di sebuah kelas, tiba-tiba Lordis, salahsatu muridnya datang dan melempar
batu ke arahnya, sehingga Aisyah dan murid-murid lainnya keluar kelas. Setelah
itu, mereka mendengarkan kalimat Lordis yang mengatakan bahwa Aisyah adalah
orang Islam yang ingin menghancurkan gereja-gereja disini. Mendengar itu, Siku
Tavarez, salah satu muridnya juga langsung kesal mendengar ucapan Lordis dan
ingin menghajarnya. Namun Aisyah sempat mencegahnya.
- Ikon pada scene lima adalah diawali dengan Lordis melempar batu menuju
Aisyah, kemudian Aisyah dan murid-murid keluar dari ruang kelas. Saat
mereka sudah keluar kelas, Lordis langsung marah dengan mengatakan
“Keluar lu, lu orang Islam kan? Kesini mau menghancurkan gereja-
gereja toh.”sambil menunjukkan tangannya terhadap Aisyah.
- Indeksnya adalah kalimat yang dikatakan Lordis dengan nada tinggi dan
menunjukkan jari ke Aisyah merupakan tanda seseorang dalam keadaan
55
emosi yang tinggi, atau marah. Yang kemudian Siku Tavarez membela
Aisyah dan tidak menyukai sikap Lordis itu langsung ingin menghajarnya.
- Simbolnya adalah menunjukan jari tangan ke atas seseorang merupakan
perilaku yang tidak baik dan menunjukkan keemosian seseorang sedang
berada di level tinggi.
Adapun pesan toleransi yang disampaikan dari adegan ini adalah
hendaknya kita sebagai sesama manusia tidak seharusnya saling menyakiti
atau mendzalimi satu sama lain. Perbuatan dzalim terhadap sesama manusia
seperti memukul, menghina, memfitnah, mempermalukan, saling mengejek,
menyalahkan orang lain, berdusta dan lain sebagainya dapat merugikan diri
sendiri dan orang lain.
Allah berfirman dalam surah l-Ahzab ayat 58:
Artinya : "Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang
mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka
sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata."
Adapun pesan toleransi dalam adegan ini adalah hidup dalam
keberagaman membuat manusia mempunyai pilihan masing-masing dalam
kehidupannya. Untuk itu setiap orang harus memberikan kebebasan dan
adanya saling pengertian agar dapat menerima perbedaan tersebut. Dengan
memberikan kebebasan beragama berarti menjamin keamanan dan
56
kedamaian hidup antar umat beragama. Perbedaan seharusnya disyukuri dan
dijadikan sarana untuk melatih diri untuk menjadi rendah hati. Berbeda latar
belakang tidak menghalangi seseorang untuk berbuat kebaikan termasuk
tolong-menolong.
Scene 5
Visual Dialog/ Audio Type of Shot
( Lagu dan anak-anak
bernyanyi )
Long shot: Gambar
diambil dari jarak jauh,
sehingga objek dan
latar belakangnya
tampak jelas.
Pada scene ini menggambarkan bahwa warga Derok itu, ketika malam
masih suka beribadah dengan cara menyalakan lilin dan bernyanyi untuk
merasakan kehadiran Tuhan mereka.
- Ikon pada scene tujuh adalah Siku Tavarez dan kawan-kawan berkumpul
sambil memegang lilin dan bernyanyi bersama.
- Indekanya adalah anak-anak memegang lilin sambil bernyanyi merupakan
tanda ibadahnya orang beragama katolik. Lilin itu penerang.
57
- Simbolnya adalah lilin, lilin dalam peribadatan katolik merupakan
lambang kehadiean Tuhan Yesus mereka, dan melambangkan bahwa doa-
doa mereka naik dan sampai ke Tuhan mereka.
Adapun pesan toleransi pada scene tujuh adalah penduduk yang
mayoritas beragama katolik ini, tidak memaksakan orang islam untuk
mengikuti ritual-ritual ibadah mereka.
Sebagaimana dalam firman Allah surat Al-Kahfi ayat 29:
Artinya : Dan katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu;
maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan
barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir." Sesungguhnya Kami telah
sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung
mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum
dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah
minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.
Ayat ini menerangkan bahwa agama Islam mengajarkan kerukunan,
baik terhadap sesama muslim maupun dengan nonmuslim. Tidak ada
pemaksaan terhadap seseorang atau kelompok untuk memeluk agama Islam.
Agama Islam sangat menghargai pemeluk agama lain
58
Scene 7
Visual Dialog/ Audio Type of Shot
Tidak ada dialog Medium Close Up:
Gambar dimabil dari
dekat hanya separuh
badan.
(Tidak ada dialog) Long shot: Gambar
diambil dari jarak
jauh, sehingga objek
dan latar belakangnya
tampak jelas.
(suara mengaji) Medium Close Up:
Gambar dimabil dari
dekat hanya separuh
badan.
Pada scene ini menggambarkan Aisyah yang sedang beribadah sesuai
keyakinannya sebagsi orang Islam, ia mengerjakan sholat dan mengaji di dalam
kamarnya.
- Ikon pada scene delapan adalah ruangan kamar, foto bunda maria, lilin,
lampu minyak, alquran, mukena muslimah.
59
- Indeksnya adalah mukena merupakan tanda pakaian muslimah untuk
melaksanakan sholat dan seseorang yang sedang berdoa merupakan
seorang hamba yang sedang memohon dan meminta sesuatu terhadap
Allah SWT., dan membaca al-qur`an merupakaan salah satu cara untuk
menyejukkan hati agar hati menjadi tenang..
- Simbolnya adalah ruangan yang sunyi dan sepi menyimbolkan suasana
tenang.
Adapun pesan toleransi pada scene delapan adalah walaupun Aisyah
sholat yang disekelilingnya adalah orang-orang katolik, tetapi tidak ada satu
pun orang beragama katolik yang mengganggunya dalam beribadah bahkan
mereka memperkecil suara dalam berkomunikasi agar tidak mengganggu
kekhusukan sholat Aisyah, bahkan mereka mendengarkan Aisyah membaca
al-qur‟an walaupun menampakkan wajah yang kebingungan.
Hal ini seperti dalam Al Qur‟an Surat Al-Kafirun ayat 6 yang bertulis:
لكم دينكم ولي دين
“Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku"
B. Interpretasi dalam film Aisyah Biarkan Kami Bersaudara
Pesan yang coba disampaikan dalam film ini adalah bagaimana
kehidupan antarumat beragama bisa hidup dengan toleransi, meskipun
berbeda suku dan agama., yaitu agama Islam dan Kristen Katolik. Adapun
pesan toleransi dalam film ini di antaranya adalah tidak membeda-bedakan
orang lain dan bersikap adil meskipun terhadap keluarga dan diri sendiri, tidak
60
memaksakan kehendak, kepercayaan, atau keyakinan terhadap golongan lain,
apalagi dengan jalan kekerasan.Pada intinya kita harus saling menghormati
agama orang lain, karena pada dasarnya kita adalah saudara.
Salah satu yang menunjukkan toleransi antar umat beragama terlihat
ketika Aisyah dan warga desa Derok berdoa sebelum makan dengan
keyakinan masing-masing dan merekea saling menghormati dan memberi
kesempatan untuk saling beribadah.
Hal ini seperti dalam Al Qur‟an Surat Al-Kafirun ayat 6 yang bertulis:
لكم دينكم ولي دين
Artinya: “Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku".
Dan dalam Islam sendiri mengajarkan agar setiap orang dapat
menerima perbedaan. Sikap toleran dapat diterapkan baik itu toleran dari segi
agama, maupun lainnya. Tujuan dari ada nya sikap toleransi adalah untuk
membuka pintu kemaslahatan yaitu kedamaian dan kerukunan dalam
bermasyarakat.
Bersikap toleran merupakan solusi agar tidak terjadi perpecahan dalam
mengamalkan agama. Sikap bertoleransi harus menjadi suatu kesadaran
pribadi yang selalu dibiasakan dalam wujud interaksi sosial. Toleransi dalam
kehidupan beragama menjadi sangat mutlak adanya dengan eksisnya berbagai
agama samawi atau pun agama ardhi dalam kehidupan umat manusia ini.
عه ابه عباس قال قيل لرسول الله صلى اهلل عليه وسلم اي األديان احب الى اهلل قال
الحنيفية السمحة
61
Artinya: Dari Ibnu „Abbas, ia berkata; ditanyakan kepada Rasulullah saw.
“Agama manakah yang paling dicintai oleh Allah?” maka beliau bersabda: “Al-
Hanifiyyah As-Samhah (yang lurus lagi toleran)”.
Toleransi beragama bukan hanya sekedar hidup berdampingan yang
pasif saja akan tetapi lebih dari itu yaitu berbuat baik dan berlaku adil antar
satu sama lain. Bagi umat Islam maupun agama lainnya seharusnya perbedaan
agama atau latar belakang lainnya tidak menghalangi untuk berbuat baik dan
berlaku adil terhadap sesama manusia tanpa diskriminasi agama dan
kepercayaan.53
Tidak dibenarkan untuk menghakimi seseorang sebagai seorang
penjahat hanya karena berbeda latar belakangnya. Adanya konflik antar suku
tidak serta merta menyatakan bahwa ia seornag penjahat. Diperlukan
penjelasan dan juga bukti-bukti untuk menetapkan seseornag sebagai
tersangka kejahatan. Padahal bisa saja kedatanagn orang tersebut adalah untuk
niat baik. Maka dari itu, memberikan kesempatan untuk menjelaskan maksud
dan tujuan sangat diperlukan demi menghindari kesalahpahaman yang fatal.
53
Said Agil Husain Al Munawar, Fiqih Hubungan Antar Agama, (Tangerang: Ciputat
Press, 2005), h. 16.
62
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian tentang makna toleransi antarumat beragama dalam film
Aisyah Biarkan Kami Bersaudara maka dapat disimpulkan:
1. Makna ikon, indeks, dan simbol dalam film ini dapat dilihat dari kata/
dialog yang diucapkan, tingkah laku (gesture), simbol, ekspresi, dan lain
sebagainya.
- Ikon dalam film Aisyah Biarkan Kami Bersaudara, diantaranya adalah
keadaan alam yang gersang dan panas merupakan keindahan desaa Derok,
Atambua, NTT, Aisyah yang ramah terhadap warga desa Derok, warga
desa Derok yang menyambut Aisyah dengan ramah dan memberinya kain
tenun saat pertama datang.
- Indeks dalam film Aisyah Biarkan Kami Bersaudara adalah pemberian
kain tenun terhadap tamu yang baru dating merupakan adat penyambutan
tamu daerah NTT, mukena yang dikenakan Aisyah merupakan tanda
pakaian muslimah saat menjalankan sholat, dan warrga desa Derok yang
selalu memegang lilin dan bernyanyyi saat beribadah merupakan cara
ibadah agama Katolik.
- Simbol dalam film Aisyah Biarkan Kami Bersaudara adalah lilin saat
peribadatan agama Katolik mempresentasikan bahwa lilin itu adalah
penerang, dan dengan adanya lilin maka doa-doa yang mereka panjatkan
sampai ke Tuhan mereka dan dengan lilin menandakan bahwa Tuhan
63
mereka hadir bersama mereka. Dan dengan Aisyah membaca al-quran itu
sebagai agama Islsm ataupun muslimah maka mermbaca al-quran itu
memberikan ketenangan bathin bagi seorang muslimah.
2. Film Aisyah Biarkan Kami Bersaudara merupakan film bergenre drama,
dengan menggunakan teori semiotika Charles Sanders Peirce terdapat
pesan toleransi antarumat beragama. Film yang menceritakan bahwa sikap
toleransi dapat dilakukan oleh siapa pun dan dimana pun. Adapun pesan
toleransi dalam film ini adalah tidak membeda-bedakan orang lain dan
bersikap adil meskipun terhadap keluarga dan diri sendiri, tidak
memaksakan kehendak, kepercayaan, atau keyakinan terhadap golongan
lain, apalagi dengan jalan kekerasan dan tetap saling menghormati dan
menghargai satu sama lain serta tolong menolong meski berbeda agama
atau pun suku.
B. Saran
Ada beberapa saran yang perlu disampaikan, antaranya:
1. Untuk sutradara, agar selalu membuat film-film khususnya film
nasional agar masyarakat pun lebih mengenal akan negaaranya sendiri.
2. Untuk para penikmat film, hendaknya lebih memilah film-film yang
patut untuk ditonton agar bisa dijadikan tuntunan dalam kehidupan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku- Buku
Abdullah, Masykuri. Pluralisme Agama dan Kerukunan dalam Keragaman.
Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2001.
Ali, Mohammad Daud. Islam untuk Disiplin Ilmu Hukum, Sosial dan Politik.
Jakarta: Wirabuana, 1986.
Danesi, Marcel. Pengantar Memahami Semiotika Media. Yogyakarta: Jalasutra,
2010.
De Saussure, Ferdinand. Pengantar Umum Linguistik, terj. Rahayu S. Hidayat.
Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1996.
Elvinaro, Ardianto dan Lukiati Komala Erdinaya. Komunikasi Massa. Suatu
Pengantar. Bandung: Simbiosa Rekatama Media. 2005.
Imron, Ali. Semiotika Al-Quran: Metode dan Aplikasi terhadap Kisah Yusuf.
Yogyakarta: Teras, 2011. Cet.1.
Kahmad, Dadang. Sosiologi Agama. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000.
Little John, Stephen W. Theories of Human Communicatio. Wadsworth:
Belmont, 2002.
Littlejohn, Stephen W., Karen A. Foss. Theories of Human Communication.
Jakarta: Salemba Humanika, 2009.
Madjid, Nurcholish . Islam, Doktrin, dan Peradaban, Membangun Makna dan
Relevansi Doktrin Islam dalam Sejarah. Jakarta: Paramadina, 2005
Madjid, Nurcholish dkk, Fiqih Lintas Agama. Jakarta: Paramadina, 2004.
McQuail, Denis. Teori Komunikasi Mass. Jakarta: Penerbit Salemba Humanika,
2011.
Meleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosdakarya, 2010.
Misrawi, Zuhairi . Al-Quran Kitab Toleransi. Jakarta: Pustaka Oasis, 2007.
Mudjiono, Yoyon . Kajian Semiotika dalam Film, Jurnal Ilmu Komunikasi,
Vol.1, No. 1, April 2011.
Naim, Ngainun. Membangun Toleransi dalam Masyarakat Majemuk Telaah
Pemikiran Nurcholis Madjid, Harmoni, Jurnal Multikultural dan Makna
Vol. 12 1 No.2 Mei- Agustus 2013.
Piliang, Yasraf Amir. Hipersemiotika: Tafsir Cultural Studies atas matinya
makna. Yogyakarta: Jalasutra, 2003.
Ronny, Kountur. Metode Penelitian untuk Penulisan Skripsi dan Tesis. Jakarta:
CV Teruna Grafica.
Santosa, Puji. Rancangan Semiotika dan Pengkajian Susastra. Bandung:
Angkasa, 1931.
Sobur, Alex. Analisis Teks Media. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004.
--------------. Semiotika Komunikasi. Bandung: Rosdakarya, 2006.
Soekanto, Soejana. Sosiologii Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Perss, 2002.
Suryapati, Akhlis. Hari Film Nasional Tinjauan dan Restrospeksi. Jakarta:
Panitia Hari Film Nasional ke-60 Direktorat perfilman tahun 2010.
Van Zoest, Aart. Interpretasi dan Semiotika, dalam Panuti Sudjiman dan Aart
van Zoest, Serba-serbi Semiotik, 2005.
Vivian, John. Teori Komunikasi Massa. Jakarta: Kencana. 2008.
Wibowo, Indiwan Seto Wahyu. Semiotika Komunikasi: Aplikasi Praktis bagi
penelitian dan Skripsi Komunikasi. Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013.
Yuwono, Untung dan Christomy. T. Semiotika Budaya. Depok: Universitas
Indonesia, 2004.
2. Website:
Daftarkarya Charles Sanders Peirce, https://grelovejogja.wordpress.com/ (diakses
“Februari 2017”
http://filmindonesia.or.id/movie/title/lf-a027-16-628075_aisyah-biarkan-kami-
bersaudara/credit, diakses pada 12 April 2017.
https://www.gatra.com/entertainment/film/221639-ini-daftar-lengkap-nominasi-
ffi-2016, diakses pada 12 April 2017.
http://m.muvila.com/film/artikel/aisyah-biarkan-kami-bersaudara-belajar-saling-
menerima-160518x.html, diakses pada April 2017.