makyong

8
ARDIAN EKA SATRIAWAN (09/1 TPHP2) GANANG ADE SUSETYO (13/1 TPHP2) KRISNA SILAWA (15/1 TPHP2)

Upload: krisna-silawa

Post on 21-Jul-2015

149 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

ARDIAN EKA SATRIAWAN GANANG ADE SUSETYO KRISNA SILAWA

(09/1 TPHP2) (13/1 TPHP2) (15/1 TPHP2)

Sebutan makyong berasal dari Mak Hiyang (Dewi Padi). Makyong adalah bentuk teater berlakon peninggalan kebudayaan Melayu. Makyong memperlihatkan unsur ritual dan menggabungkan unsur-unsur cerita, tari, nyanyi, dan musik dalam pementasannya. Teater ini merupakan teater wanita sedangkan tokoh pria diperankan oleh pria dengan menggunakan topeng. Cerita-cerita makyong umumnya berkisah tentang Raja dan keluarganya. Tokoh Raja, Ratu, atau anakanaknya biasanya harus didampingin oleh tokoh Awang Pengasuh dan Mak Inang. Latar belakang yang digunakan juga biasanya sebuah kerejaan di negeri antah berantah. Tema yang diusung adalah cinta, petualangan, atau persahabatan.

Seperti juga teater rakyat (tradisional) lainnya, pementasan Makyong tidak menuntut set properti, dekorasi, atau layar untuk pergantian babak. Bila Makyong dipentaskan di lapangan terbuka, tempat pentas harus diberi atap yang menggunakan bubungan dengan enam buah tiang penyangga. Pada kayu yang melintang dihiasi daun kelapa muda. Bila dimainkan di istana, Makyong dipentaskan di panggung beton berbentuk segi enam.

Cerita yang disajikan dalam pementasan Makyong sebagian besar sudah dikenal secara luas, karena cerita dalam Makyong berasal dari folktale atau warisan dari tukang cerita istana. Tidak ada peninggalan tertulis tentang lakon Makyong. Semua lakon ditularkan melalui tradisi lisan. Jika dalam pewayangan (wayang purwa) dikenal cerita-cerita yang tabu dipentaskan tanpa sesaji atau semah dan upacara khusus, Makyong pun memiliki ceritera seperti itu, yaitu lakon Nenek Gajah dan Daru. Cerita ini mengisahkan tentang seekor hewan mitologis Melayu bernama Gajah Mina di Pusat Tasik Pauh Janggi yang bertempur dengan bermacam-macam ular dan naga. Anggota kelompok Makyong dan masyarakat di sekitar Mantang Arang percaya bahwa jika cerita ini dipentaskan tanpa semah dan upacara tertentu, hal itu akan mendatangkan badai dahsyat.

Dalam teater Makyong dikenal lagu Tabuh, Betabik, Awang Nak Bejalan, Lenggang Tanduk,Ikan Kekek,dll yang diringi dengan alatalat musik. Lagu-lagu ini dibawakan dengan tari dan dengan atau tanpa lirik. Dalam pertunjukan Makyong, para pelakon/pemain berjalan dengan gerak tari sederhana. Gerakan yang sederhana itu menggambarkan watak para pelakon. Misalnya seorang wanita pemeran Pakyong harus memperlihatkan gerakan yang cekatan untuk menggambarkan bahwa dirinya seorang pria. Jenis tari yang terdapat dalam teater Makyong yaitu tari pembukaan yang disebut Betabik, tari berjalan jauh atau dekat, tari ragam atau tari gembira, dan tari perang atau gerak silat. Tari hiburan yang dilakukan oleh inang dan dayang berupa tari Inai, yaitu tari untuk upacara perkawinan dan tari Bersenang Hati di Taman, yaitu tari untuk menghibur tuan putri.

Semua tokoh yang dimainkan oleh pria memakai topeng yang disesuaikan dengan wataknya. Khusus untuk Mak Inang Pengasuh, peran dipegang oleh seorang pria yang memakai topeng putih dan bersanggul. Topeng juga dikenakan oleh pemeran hewan seperti harimau, gajah, garuda, burung, ular, naga, ikan, dan lain-lain. Properti dalam pementasan Makyong tidak disiapkan secara khusus, kecuali sebuah bilai yang dibuat dari bambu yang dibelah tujuh. Bilai ini selalu dibawa oleh raja (Pakyong) dan pangeran (Pakyong Muda) yang digunakan untuk memukul Awang (pengasuh) bila terlambat datang ketika dipanggil atau ketika Awang mengkritik dengan tajam. Properti lainnya ialah sepotong kayu bengkok yang dipakai Awang untuk menarik leher teman bermainnya yang sederajat.

Raja Muda Lembek dan Putri Ratna gubahan Tuanku LuckmanSinar Basarsyah II, S.H. bercerita tentang Raja Muda Lembek yangatas peringatan Awang Pengasuh pergi ke Gunung Burma untuk bertapa demi kesembuhan kakinya yang lumpuh. Kerajaannya, termasuk adiknya yang cantik, Putri Ratna, dititipkan pada Awang Pengasuh. Awang Pengasuh senang bukan main dan mulai menggoda wanita-wanita cantik di istana (para dayang). Mak Inang menegurnya. Raja Muda Lembek pulang dari

pertapaan, sehat seperti sedia kala. Dayang-dayang pundisuruhnya menari.

Cerita-cerita Mak Yong sarat dengan pengajaran atau unsur-unsur moralnya. Adab berhadapan dengan raja harus dijaga walaupun ada kalanya mereka boleh dibawa bergurau. Begitu juga bagi pihak raja, tanamkan rasa belas kasihan kepada rakyat walaupun ada kalanya mereka dungu. Kerja raja (kerajaan) hendaklah diutamakan (dijunjung) dahulu daripada urusan sendiri (dikelek) sesuai dengan etika perkhidmatan penjawat awam. Keseluruhan cerita bertemakan buat baik dibalas baik, buat jahat lambat laun mendapat bala atau musibah.