manajemen laba
TRANSCRIPT
MANAJEMEN LABA (EARNING MANAGEMENT)
Latar Belakang
Tujuan pelaporan keuangan adalah untuk memberikan informasi berupa posisi
keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan perusahaan yang berguna bagi para
pemakai laporan keuangan dalam rangka pengambilan keputusan. Laporan keuangan yang
lengkap meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas, laporan perubahan ekuitas, serta
catatan atas laporan keuangan yang merupakan bagian tak terpisahkan dari laporan keuangan.
Agar berguna bagi para pemakai, maka kualitas laporan keuangan perlu dijaga. Dalam
PSAK-Kerangka Dasar Penyusunan Penyajian Pelaporan Keuangan, disebutkan empat
karakteristik kualitatif laporan keuangan yang berkualitas. Empat karakteristik kualitatif
tersebut adalah dapat dipahami, relevan, andal, dan dapat diperbandingkan.
Pemakai laporan keuangan meliputi manajemen, investor sekarang maupun investor
potensial, karyawan, kreditor, pemasok, pelanggan, pemerintah, dan masyarakat. Para
pemakai laporan keuangan tersebut merupakan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap
perusahaan yang pada dasarnya dapat dibedakan menjadi dua kelompok, pihak internal dan
pihak eksternal.
Laporan keuangan selain merupakan media komunikasi antara pihak-pihak yang
berkepentingan dengan perusahaan, juga merupakan sarana pertanggungjawaban yang
menunjukkan kinerja manajemen dalam pengelolaan sumber daya perusahaan. Salah satu
parameter penting dalam laporan keuangan yang digunakan untuk mengukur kinerja
manajemen adalah laba, yang disajikan pada laporan laba rugi.
Laba merupakan salah satu indikator utama untuk mengukur kinerja dan
pertanggungjawaban manajemen. Informasi laba juga dapat dijadikan panduan dalam
melakukan investasi yang membantu investor ataupun pihak lain dalam menilai earnings
power (kemampuan menghasilkan laba) perusahaan di masa yang akan datang. Selain itu,
laba pada umumnya dipandang sebagai dasar untuk perpajakan, penentu dari kebijakan,
pembayaran deviden, dan pengambilan keputusan. Adanya kecenderungan memperhatikan
laba ini disadari oleh manajemen, khususnya manajer yang kinerjanya diukur berdasarkan
informasi laba tersebut, sehingga mendorong munculnya earnings management (manajemen
laba).
Manajemen laba diduga muncul atau dilakukan oleh manajer atau para penyusun
laporan keuangan dalam proses pelaporan keuangan suatu perusahaan karena mereka
mengharapkan suatu manfaat dari tindakan tersebut. Manajemen laba menarik untuk dikaji
karena dapat memberikan gambaran perilaku para manajer dalam melaporkan kegiatan
usahanya pada suatu periode tertentu, yaitu adanya kemungkinan munculnya motivasi tertentu
yang mendorong mereka untuk mengatur data keuangan yang dilaporkan. Manajemen laba
tidak selalu dikaitkan dengan upaya untuk memanipulasi data atau informasi akuntansi, tetapi
dapat pula dilakukan dengan pemilihan metode akuntansi (accounting methods) yang
diperkenankan menurut peraturan akuntansi.
Anggapan tentang baik atau buruknya manajemen laba masih menjadi perdebatan dan
persoalan yang rumit. Sebagian kalangan mengatakan manajemen laba sah-sah saja
dilakukan, sebagian lagi mengatakan manajemen laba merupakan perilaku menyimpang.
Pengertian Manajemen Laba
Para pakar kurang seragam dalam mendefinisikan manajeman laba. Mulford dan
Comiskey (2010) mendefinisikan manajemen laba sebagai manipulasi akuntansi dengan
tujuan menciptakan kinerja perusahaan agar terkesan lebih baik dari yang sebenarnya.
Dechow (1996) dalam Widyaningdyah (2001) mendefinisikan manajemen laba sebagai
manipulasi laba, baik di dalam maupun di luar batas prinsip-prinsip akuntansi yang berterima
umum (PABU). Levitt (1998) dalam Hery (2009) mengartikan manajemen laba sebagai trik
akuntansi dimana fleksibilitas aturan dalam penyusunan laporan keuangan dimanfaatkan oleh
manajer untuk memenuhi target laba. Healy (1999) dalam Hery (2009) menyebut manajemen
laba sebagai kreativitas manajemen dalam penyusunan laporan keuangan dan mengatur
transaksi untuk mengubah laporan keuangan dengan tujuan memberi kesan tertentu untuk
memengaruhi tindakan para pemakai laporan keuangan. Scott (2003) dalam Dumbi (2010)
mendefinisikan manajemen laba sebagai pilihan yang dilakukan oleh manajer dalam
menentukan kebijakan akuntansi untuk mencapai beberapa tujuan tertentu. Riahi dan
Belkaoui (2007) mendefinisikan manajemen laba sebagai penggunaan manajemen akrual
dengan tujuan memeroleh keuntungan pribadi.
Dari beberapa definisi yang telah dikemukakan oleh para pakar tersebut, penulis,
terutama untuk keperluan pembahasan dalam makalah ini, mendefinisikan ulang manajemen
laba sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan manajer dalam rangka merekayasa laba (yang
akan disajikan dalam laporan keuangan), dengan cara yang masih dalam batasan PABU
maupun yang telah menyimpang dari PABU.
Faktor-faktor Penyebab Munculnya Manajemen Laba
Masalah Keagenan
Jensen dan Meckling (1976) dalam Dumbi (2010) mendefinisikan hubungan keagenan
sebagai suatu kontrak di mana satu orang atau lebih, yang kemudian disebut principal,
menyewa serta memberikan wewenang kepada satu orang yang lain atau lebih, yang disebut
kemudian agent untuk menjalankan tugas dan mengambil keputusan bagi kepentingan
principal. Dalam hal ini, para pemegang saham sebagai principal dan direksi atau manajer
sebagai agent merupakan salah satu hubungan keagenan.
Principal mengadakan kontrak dengan agent dalam upaya memaksimumkan
kesejahteraannya dengan harapan tingkat profitabilitas yang selalu meningkat, sedangkan
agent secara moral bertanggungjawab memaksimumkan kesejahteraan principal. Namun di
sisi lain, agent melakukan kontrak dengan principal juga dalam upaya memaksimumkan
utilitasnya sendiri seperti memeroleh investasi, pinjaman, kompensasi, bonus, dan fasilitas
lainnya.
Perbedaan kepentingan (conflict of interests) inilah yang kemudian menjadi sebab
manajer sebagai agent mungkin tidak selalu melakukan tindakan-tindakan untuk
memaksimumkan kesejahteraan principal, dalam hal ini pemegang saham, dan justru lebih
mendahulukan kepentingannya untuk memaksimumkan utilitasnya. Manajer terkadang juga
lebih menginginkan untuk memaksimumkan ukuran atau skala perusahaan daripada
memaksimumkan kesejahteraan pemegang saham.
Menurut Scott (2009) dalam Dumbi (2010), terdapat dua jenis kontrak yang memiliki
dampak pada teori akuntansi keuangan. Selain kontrak kerja, ada pula kontrak
pinjaman/utang. Kontrak kerja dilakukan antara pemegang saham dengan manajer, sedangkan
kontrak pinjaman dilakukan antara manajer dengan pemberi pinjaman atau kreditor. Salah
satu pihak disebut principal sedangkan pihak lainnya disebut agent. Dalam kontrak kerja,
yang disebut sebagai principal adalah pemegang saham sedangkan manajer adalah agent.
Sementara dalam kontrak pinjaman, pemberi pinjaman adalah principal dan manajer adalah
agent.
Kedua jenis kontrak tersebut seringkali dipengaruhi oleh jumlah laba yang dilaporkan
perusahaan. Dalam kontrak kerja, bonus manajer sering didasarkan pada laba bersih yang
dilaporkan. Program bonus yang didasarkan pada laba bersih yang dilaporkan, mungkin akan
mendorong manajer untuk menerapkan kebijakan-kebijakan dalam upaya memaksimumkan
laba sekaligus bonus mereka. Kreditor mempunyai klaim terhadap laba perusahaan untuk
pembayaran bunga dan pokok pinjaman/utang, mereka juga mempunyai klaim terhadap aset
perusahaan apabila perusahaan dibubarkan bersasarkan perjanjian utang. Manajer perusahaan
yang terikat perjanjian utang juga mungkin melakukan praktek manajemen laba untuk
menghindari pelanggaran perjanjian utang tersebut.
Asimetri Informasi
Manajer perusahaan merupakan pihak internal perusahaan yang jelas lebih banyak
memiliki dan lebih cepat mengetahui informasi yang valid dibandingkan pihak eksternal
perusahaan seperti investor dan kreditor. Hal ini disebabkan pihak eksternal tidak mungkin
mengawasi tindakan manajer setiap saat. Perbedaan jumlah dan validitas informasi yang
dimiliki pihak satu dengan pihak yang lain ini yang dapat menyebabkan timbulnya asimetri
informasi.
Kondisi tersebut memberi peluang kepada manajer perusahaan untuk menggunakan
informasi yang diketahuinya dalam rangka mengatur atau merekayasa laba yang dilaporkan,
baik dalam upaya memaksimumkan kemakmuran maupun dalam upaya menyampaikan sinyal
mengenai prospek perusahaan kepada investor dan kreditor.
Manajer sebagai pengelola perusahaan yang lebih banyak mengetahui informasi internal
dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan para pihak yang
berkepentingan lainnya berkewajiban memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan para
pihak yang berkepentingan tersebut. Sinyal yang diberikan dapat dilakukan melalui
pengungkapan informasi akuntansi seperti laporan keuangan. Namun, informasi yang
disampaikan terkadang diterima tidak sesuai dengan kondisi perusahaan sebenarnya. Kondisi
ini dikenal sebagai informasi yang tidak simetris atau asimetri informasi. Asimetri informasi
terjadi karena manajer lebih superior dalam menguasai informasi dibanding pihak lain seperti
pemilik atau pemegang saham dan pemberi pinjaman.
Asimetri informasi antara manajemen dengan pihak lain tersebut memberikan
kesempatan kepada manajer untuk bertindak oportunis, yaitu memperoleh keuntungan
pribadi. Dalam hal pelaporan keuangan, manajer dapat melakukan praktik manajemen laba
(earnings management) untuk memberikan sinyal yang diharapkan tetapi tidak sesuai dengan
kenyataan kepada pihak lain mengenai kinerja ekonomi perusahaan.
Dua faktor tersebut, masalah keagenan dan asimetri informasi menjadi latar belakang
munculnya teori dan dugaan tentang adanya praktik-praktik manajemen laba. Manajer sebagai
pihak internal perusahaan memiliki kepentingan yang berbeda dengan para pihak eksternal
perusahaan seperti investor, kreditor, pemerintah, maupun pihak eksternal lainnya. Di
samping itu, manajer sebagai pihak internal perusahaan memiliki lebih banyak informasi yang
valid tentang perusahaan yang mereka kelola daripada para pihak eksternal perusahaan. Dua
kondisi ini sangat mendukung dilakukannya praktik manajemen laba. Jika masalah keagenan
dapat memunculkan niat untuk melakukan manajemen laba, maka asimetri ekonomi dapat
memberi peluang atau kesempatan untuk dilakukannya manajemen laba. Manajer akan
menggunakan kelebihan informasi yang mereka miliki, misalnya dengan menyembunyikan
atau memanipulasi sebagian informasi tersebut dalam rangka memenuhi kepentingan manajer
yang mungkin suatu saat dalam suatu atau beberapa hal akan saling bertentangan dengan
kepentingan pihak eksternal yang memiliki lebih sedikit informasi yang valid.
Motivasi-motivasi dalam Manajemen Laba
Dua kondisi yang dapat menjadi penyebab utama dilakukannya manajemen laba yang
telah diuraikan di atas memberikan peluang bagi manajer untuk memanipulasi informasi
keuangan, terutama apabila suatu saat ada kepentingan yang hendak dan perlu dilindungi,
baik untuk kepentingan pribadi manajer ataupun untuk kepentingan keberlangsungan
perusahaan.
Faktor-faktor yang mendorong terjadinya manajemen laba tersebut telah banyak
diuraikan oleh para pakar dan telah banyak dilakukan penelitian empiris untuk mendukung
adanya korelasi antara faktor-faktor pendorong tersebut terhadap praktek manajemen laba,
baik di luar negeri maupun di Indonesia sendiri. Faktor-faktor pendorong tersebut penulis
seleksi, ringkas, dan gabungkan antara lain sebagai berikut:
Bonus
Pemberian bonus seringkali dikaitkan dengan tingkat laba bersih yang dihasilkan
pada tahun yang bersangkutan. Manajer akan berusaha mengatur laba bersih sedemikian
rupa sehingga dapat memaksimalkan bonusnya. Manajer yang memiliki informasi atas
laba bersih perusahaan yang sebenarnya akan bertindak oportunis untuk melakukan
manajemen laba dengan memaksimalkan laba saat ini ataupun menyimpannya untuk
tahun-tahun yang akan datang.
Dalam pemberian bonus berdasarkan atas laba ini, dikenal dua istilah, bogey (batas
bawah) yang terkadang juga disebut floor dan cap (batas atas). Bogey adalah target laba
minimum yang menjadi syarat agar manajer dapat memeroleh bonus atas kinerjanya.
Besarnya bonus yang diperoleh tersebut akan meningkat secara proporsional seiring
dengan meningkatnya laba tahun yang bersangkutan, selama laba tersebut berada dalam
batasan atau di antara bogey dan cap. Sedangkan cap adalah target laba maksimum
dimana jika laba tahun yang bersangkutan melebihi target laba ini, manajer tidak akan
mendapat tambahan bonus secara proporsional atas selisih laba dengan target laba ini.
Teori dan hasil penelitian yang telah dilakukan menjelaskan bahwa para manajer
akan cenderung memaksimalkan bonusnya dengan memanipulasi data keuangan dalam
rangka meningkatkan laba, misalnya dengan memindahkan laba periode mendatang ke
periode saat ini, selama laba tersebut dalam batasan bogey dan cap. Jika laba (sebelum
direkayasa) berada di atas cap, maka manajer akan cenderung menurunkan laba agar
dapat menyimpannya dan menggunakannya untuk memeroleh tambahan bonus pada
tahun-tahun berikutnya. Jika laba (sebelum direkayasa) berada di bawah bogey, maka ada
dua kemungkinan manipulasi yang dilakukan manajer. Pertama, saat laba (sebelum
direkayasa) berada tidak terlalu jauh di bawah bogey, maka manajer mungkin akan
meningkatkan laba untuk memeroleh bonus. Namun, jika laba (sebelum direkayasa)
berada terlalu jauh di bawah bogey, maka manajer akan cenderung menurunkan laba agar
dapat menyimpannya untuk memeroleh tambahan bonus pada tahun-tahun berikutnya,
selama laba yang dilaporkan masih positif. Jika laba (sebelum direkayasa) berada di
antara bogey dan cap, manajer akan cenderung meningkatkan laba untuk
mengoptimalkan bonus yang mereka terima.
Perjanjian Utang
Janes (2003) dalam Herawati (2007) menjelaskan perjanjian utang dapat
dikelompokkan ke dalam dua bentuk, sebagai perjanjian negatif dan perjanjian positif .
Perjanjian negatif umumnya menunjukkan aktivitas tertentu yang mengakibatkan
substitusi aset atau masalah pembayaran kembali. Contoh perjanjian utang negatif adalah
larangan terhadap merger, batasan peminjaman tambahan, dan batasan pembayaran
dividen. Perjanjian positif mensyaratkan peminjam melakukan tindakan tertentu, seperti
menjaminkan aset atau memenuhi target rasio-rasio keuangan tertentu yang
mengindikasikan kesehatan keuangan. Contoh umum perjanjian utang positif adalah
tingkat rasio current, leverage, probabilitas dan net worth minimal atau maksimum.
Perjanjian utang baik bentuk negatif maupun positif tersebut dapat digunakan sebagai
upaya untuk membatasi konflik kepentingan yang potensial terjadi antara kreditor dengan
para pemegang saham maupun manajemen perusahaan.
Pelanggaran atas perjanjian utang secara potensial menghadapi berbagai pinalti
keuangan, seperti kemungkinan percepatan jatuh tempo utang, peningkatan dalam tingkat
bunga, penyerahan jaminan, ataupun negosiasi ulang masa utang. Dalam rangka
menghindari risiko berbagai pinalti tersebut, manajer akan cenderung menaikkan laba
bersih untuk mengurangi kemungkinan perusahaan mengalami pelanggaran atas
perjanjian utang. Semakin dekat suatu perusahaan ke pelanggaran hutang, manajemen
akan cenderung memilih prosedur akuntansi yang dapat memindahkan laba periode
mendatang ke periode berjalan, yang bertujuan untuk mengurangi kemungkinan
perusahaan mengalami pelanggaran atas perjanjian utang.
Biaya Politis
Pemerintah menetapkan besarnya pajak berdasarkan laba perusahaan secara
progresif. Hal ini menyebabkan pajak sebagai salah satu alasan perusahaan melakukan
manajemen laba, yaitu dengan menurunkan laba bersih yang dilaporkan untuk
meminimalkan pajak yang harus dibayarkan perusahaan kepada pemerintah.
Selain motivasi pajak, motivasi politis lain mungkin menjadi sebab perusahaan
melakukan manajemen laba dengan menurunkan laba bersih yang dilaporkan. Hal ini
dilakukan sebagai upaya agar perusahaan tidak terlihat mencolok bagi masyarakat
ataupun pemerintah sebagai regulator sehingga mendorong munculnya peraturan yang
lebih ketat. Motivasi ini terutama terjadi pada perusahaan-perusahaan besar pada industri
strategis.
Penawaran Saham Perdana (IPO) dan Penawaran Saham Musiman (SEO)
Pada penawaran saham perdana dan penawaran saham musiman, laporan keuangan
merupakan sumber informasi utama yang penting bagi calon investor. Manajer
perusahaan yang go public akan cenderung melakukan manajemen laba untuk
memperoleh harga yang lebih tinggi atas saham perdananya dengan harapan
mendapatkan respons positif dari investor terhadap peramalan laba sebagai sebuah sinyal
dari nilai perusahaan, begitu pula dalam hal penawaran saham musiman.
Harga Saham
Sifat dasar manusia adalah menyukai keuntungan dan menghindari risiko.
Perusahaan yang dipandang investor memiliki pendapatan yang tinggi cenderung akan
mengalami kenaikan pada harga sahamnya. Selain itu, investor juga akan memberi harga
yang lebih tinggi atas saham perusahaan yang labanya tidak terlalu bergejolak yang
menandakan kecilnya tingkat risiko. Bagi perusahaan, harga saham yang tinggi dapat
meningkatkan nilai pasarnya, sedangkan bagi manajer yang memiliki saham perusahaan,
harga saham yang tinggi akan meningkatkan kekayaan pribadinya. Selain itu, untuk
menghindari penurunan harga saham secara tajam, laba mungkin akan disesuaikan
menurut ramalan atau prediksi di pasar modal. Hal-hal tersebut juga dapat menjadi
motivasi yang mendorong manajer melakukan manajemen laba.
Pergantian CEO (Chief Executive Officer)
Banyak motivasi yang muncul berkaitan dengan CEO. CEO yang mendekati masa
pensiun akan berusaha meningkatkan bonusnya dengan meningkatkan laba. CEO yang
kurang berhasil memperbaiki kinerjanya, berusaha menghindari pemecatannya dengan
meningkatkan laba. CEO baru untuk menunjukkan kesalahan dari CEO sebelumnya dan
membuka peluang agar laba periode mendatang meningkat, membebankan biaya periode
mendatang pada periode berjalan yang otomatis akan menurunkan laba periode berjalan.
Hal-hal tersebut pun dapat menjadi motivasi manajer untuk melakukan praktik-praktik
manajemen laba.
Pola-pola Manajemen Laba
Scott (2000) dalam Jaryanto (2008) membagi manajemen laba yang mungkin dilakukan
oleh para menejer perusahaan ke dalam empat jenis pola manajemen laba sebagai berikut:
Cuci Bersih (Taking a Bath)
Pola ini terjadinya pada periode sulit, kondisi buruk yang tidak menguntungkan dan
tidak dapat dihindari lagi pada periode tersebut, ataupun pada saat terjadi reorganisasi,
termasuk pengangkatan CEO baru. Manajer melaporkan kerugian, mungkin dalam
jumlah yang besar, sebagai akibat dari penghapusan aktiva dan/atau pembebanan biaya-
biaya masa depan sekaligus pada periode tersebut dengan harapan laba pada periode-
periode mendatang dapat meningkat karena berkurangnya beban periode mendatang.
Menurunkan Laba (Income Minimization)
Pola ini dilakukan sebagai alasan politis pada periode laba yang tinggi dengan cara
seperti pada pola taking a bath, yaitu mempercepat penghapusan atas barang modal dan
aktiva tak berwujud, biaya iklan dan pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan,
hasil akuntansi untuk biaya eksplorasi, dan mengakui pengeluaran-pengeluaran lain
sebagai biaya periode tersebut. Hal ini dilakukan pada saat profitabilitas tinggi dengan
maksud agar tidak mendapat perhatian secara politis sekaligus sebagai upaya menyimpan
laba sehingga jika laba periode mendatang mengalami penurunan drastis dapat diatasi
dengan mengambil simpanan laba periode berjalan.
Menaikkan Laba (Income Maximization)
Pola ini dilakukan pada saat laba mengalami penurunan. Kebalikan dari income
minimization, income maximization dilakukan dengan cara mengambil simpanan laba
periode sebelumnya ataupun menarik laba periode yang akan datang, misalnya dengan
menunda pembebanan biaya. Pola ini dilakukan atas dasar motivasi bonus, motivasi
penghindaran pelanggaran perjanjian utang, pada saat penawaran saham perdana dan
musiman, ataupun untuk menghindari turunnya harga saham secara drastis.
Perataan Laba (Income Smoothing)
Income smoothing dilakukan dengan meratakan laba antar periode yang dilaporkan
untuk tujuan pelaporan eksternal, terutama bagi investor yang pada umumnya lebih
menyukai laba yang relatif stabil. Income smoothing bisa dikatakan pola perpaduan
antara income minimization dengan income maximization antar periode, dimana pada
periode laba yang tinggi, laba akan disimpan untuk digunakan pada periode laba yang
rendah.
Teknik-teknik Manajemen Laba
Secara sederhana, laba merupakan selisih lebih antara pendapatan (termasuk
keuntungan) dengan beban (termasuk kerugian). Maka, secara umum, teknik untuk
merekayasa laba dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu meningkatkan (atau menurunkan)
pendapatan maupun menurunkan (atau meningkatkan) beban, atau gabungan dari keduanya.
Teknik-teknik yang dapat dilakukan dalam manajemen laba seperti diuraikan Mulford
dan Comiskey (2010) antara lain sebagai berikut:
Tabel 2.1 Teknik-teknik Manajemen Laba
No.
Teknik Tujuan
1. Mengubah metode depresiasi. Perusahaan dapat mengurangi beban depresiasi untuk menaikkan laba periode berjalan, misalnya dengan mengubah metode saldo menurun berganda ke metode garis lurus.
2. Mengubah umur harta. Perusahaan dapat memperkecil beban depresiasi dan amortisasi untuk menaikkan laba periode berjalan dengan memperpanjang umur harta.
3. Mengubah nilai sisa harta. Perusahaan dapat memperkecil beban depresiasi untuk menaikkan laba periode berjalan dengan memperbesar nilai sisa harta.
4. Menetapkan cadangan piutang tak tertagih.
Perusahaan dapat memperkecil biaya piutang tak tertagih untuk menaikkan laba periode berjalan dengan menetapkan cadangan piutang tak tertagih yang kecil.
5. Menetapkan cadangan kewajiban jaminan garansi.
Dengan menetapkan kecil cadangan kewajiban jaminan garansi, perusahaan dapat memperkecil biaya jaminan garansi unntuk menaikkan laba periode berjalan.
6. Menentukan adanya kerusakan harta.
Perusahaan dapat membebankan kerugian pada periode berjalan untuk menyimpan laba periode berjalan sebagai simpanan laba periode-periode mendatang atau menangguhkan beban periode sebelumnya.
7. Mengestimasi tahap penyelesaian kontrak dengan metode persentase penyelesaian.
Dengan menetapkan persentase penyelesaian yang besar, perusahaan dapat mengakui pendapatan lebih besar untuk menaikkan laba periode berjalan.
8. Mempertimbangkan jumlah persediaan yang dihapus.
Dengan menurunkan jumlah persediaan yang seharusnya dihapuskan, perusahaan dapat mengurangi beban tahun ini untuk menaikkan laba periode berjalan.
9. Mengakui pendapatan atas pengiriman barang ke kantor perwakilan.
Dengan mengakui pendapatan atas pengiriman barang ke kantor perwakilan yang sebenarnya belum terjual, perusahaan mengakui pendapatan lebih besar untuk menaikkan laba periode berjalan.
10. Tidak menutup periode akuntansi. Dengan tetap membuka periode akuntansi, perusahaan masih tetap dapat mencatat penjualan periode berikutnya untuk menaikkan laba periode berjalan. Teknik ini biasanya dilakukan dengan memundurkan tanggal pada komputer.
11. Mengakui seluruh penjualan yang pengirimannya tidak sekaligus.
Dengan mengakui penjualan barang yang belum dikirim, perusahaan mengakui pendapatan lebih besar untuk menaikkan laba periode berjalan.
12. Menilai terlalu tinggi persediaan akhir.
Dengan menilai terlalu tinggi persediaan, perusahaan dapat mengurangi harga pokok penjualan untuk menaikkan laba periode berjalan.
13. Memalsukan umur piutang. Perusahaan dapat mengurangi beban piutang tak tertagih tahun ini untuk menaikkan laba periode berjalan.
Sebagian besar teknik manajemen laba dalam tabel di atas dapat digunakan dalam arah
sebaliknya. Misalnya, perusahaan menangguhkan pembebanan kerugian atas kerusakan harta.
Dengan menangguhkan pembebanan keugian atas kerusakan harta, perusahaan dapat
meangguhkan kerugian pada periode ini dan dapat mempertahankan laba.
Klasifikasi Manajemen Laba
Secara garis besar, menurut Hery (2009), manajemen laba dapat dibedakan menjadi dua
kelompok, yaitu operating manipulations dan accounting manipulations. Manipulasi operasi
terkait dengan tindakan mengubah keputusan operasional yang memengaruhi aliran dana dan
pendapatan bersih untuk satu periode. Contoh manipulasi operasi antara lain: memasukkan
pengeluaran periode mendatang ke dalam periode ini karena laba periode ini telah mencapai
target, menawarkan diskon penjualan yang menarik pada akhir tahun untuk menaikkan laba,
dan mempercepat produksi barang dengan lembur agar dapat dikirim sebelum akhir tahun.
Manipulasi akuntansi terkait dengan penggunaan fleksibilitas dalam metode akuntansi untuk
mengubah besarnya laba. Contoh manipulasi akuntansi antara lain: tidak mencatat pembelian
barang yang diterima akhir tahun sampai tahun depan, membayar di muka pengeluaran tahun
depan dan mencatatnya sebagai pengeluaran tahun ini, dan meminta pemasok agar tidak
mengirimkan tagihan akhir tahun sampai tahun depan.
Dumbi (2010) membagi rekayasa laba menjadi tiga kelompok. Pertama, dengan
memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi, antara lain: estimasi tingkat
piutang tak tertagih, estimasi kurun waktu depresiasi aktiva tetap atau amortisasi aktiva tak
berwujud, dan estimasi biaya garansi. Kedua, dengan mengubah metode akuntansi yang
digunakan untuk mencatat suatu transaksi, seperti mengubah metode depresiasi aktiva tetap
yaitu dari metode depresiasi angka tahun ke metode depresiasi garis lurus. Ketiga, dengan
menggeser periode biaya atau pendapatan, misalnya dengan mempercepat atau menunda
pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan sampai periode akuntansi berikutnya,
mempercepat atau menunda pengeluaran promosi sampai periode akuntansi berikutnya,
mempercepat atau menunda pengiriman produk ke pelanggan, menjual investasi sekuritas
untuk memanipulasi tingkat laba, dan mengatur saat penjualan aktiva tetap yang sudah tidak
dipakai.
Mulford dan Comiskey (2010) mengelompokkan manajemen laba juga menjadi dua
kelompok, yaitu yang tidak melanggar atau masih dalam batas General Accepted Accounting
Principles (GAAP) atau PABU, dan yang melanggar atau di luar batas GAAP. Teknik-teknik
nomor 1 sampai dengan nomor 8 yang telah disebutkan di atas, menurut Mulford dan
Comiskey (2010), masih dalam batas GAAP, sedangkan sisanya telah berada di luar batas
GAAP, atau dengan kata lain melanggar GAAP.
Klasifikasi-klasifikasi di atas saling melengkapi satu sama lain. Satu teknik manajemen
laba dapat masuk ke dalam kategori di luar batas GAAP sekaligus termasuk kategori
menggeser periode biaya atau pendapatan dan kategori operating manipulations, misalnya
tindakan mengakui pendapatan atas pengiriman barang ke kantor perwakilan yang sebenarnya
belum terjual.
Praktik-praktik Manajemen Laba
Fenomena adanya praktik manajemen laba pernah terjadi di pasar modal Indonesia,
khususnya pada emiten manufaktur di Bursa Efek Jakarta. Contoh kasus terjadi pada PT
Kimia Farma Tbk. Berdasarkan hasil pemeriksaan Bapepam (Badan Pengawas Pasar Modal,
2002), diperoleh bukti bahwa terdapat kesalahan penyajian dalam laporan keuangan PT Kimia
Farma Tbk., berupa kesalahan dalam penilaian persediaan barang jadi dan kesalahan
pencatatan penjualan, dimana dampak kesalahan tersebut mengakibatkan overstated laba pada
laba bersih untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2001 sebesar Rp32,7 miliar.
Kasus yang sama juga pernah terjadi pada PT Indofarma Tbk. Berdasarkan hasil
pemeriksaan Bapepam terhadap PT Indofarma Tbk. (Badan Pengawas Pasar Modal, 2004),
ditemukan bukti bahwa nilai barang dalam proses diniliai lebih tinggi dari nilai yang
seharusnya dalam penyajian nilai persediaan barang dalam proses pada tahun buku 2001
sebesar Rp28,87 miliar. Akibatnya penyajian terlalu tinggi (overstated) persediaan sebesar
Rp28,87 miliar, harga pokok penjualan disajikan terlalu rendah (understated) sebesar Rp28,8
miliar dan laba bersih disajikan terlalu tinggi overstated dengan nilai yang sama.
Praktik manajemen laba juga terjadi di luar negeri. AAER (Accounting and Auditing
Enforcement Releases), suatu Divisi di The SEC (Security and Exchange Commision), pada
tahun 2000 dalam Mulford dan Comiskey (2010), menerbitkan laporan tentang beberapa
kasus manajemen laba, antara lain sebagai berikut:
Tabel 2.2 Praktik-praktik Manajemen Laba
No.
Perusahaan Manajemen Laba
1. Intile Design, Inc.AAER No. 1259, May 23, 2000.
menilai terlalu rendah persediaan akhir agar pajak properti mengecil.
2. System Software Associates, Inc.AAER No. 1285, July 14, 2000.
mengakui pendapatan atas pendapatan yang tidak jelas apakah produk yang dikirim telah diterima pelanggan atau belum.
3. ABS Industries, Inc.AAER No. 1240, Mar 23, 2000.
membukukan penjualan tanpa adanya pesanan dari pelanggan, bahkan pada beberapa kasus produk belum selesai dibuat.
4. Sirena Apparel, Inc.AAER No. 1673, Sept 27, 2000.
tidak menutup pembukuan di kuartal Maret 1999 agar target penjualan periode tersebut tercapai dengan cara mengubah tanggal pada computer agar tanggal palsu tercetak di faktur.
5. Guilford Mills, Inc.AAER No. 1287, Mar 23, 2000.
Melakukan pembukuan palsu ke Buku Besar Hofman Laces (anak perusahaan) yang mengurangi utang dagang dan harga pokok penjualan dengan jumlah yang sama sehingga menaikkan laba.
Penelitian-penelitian Tentang Manajemen Laba
Penelitian-penelitian di Indonesia menghasilkan kesimpulan yang mendukung adanya
praktik-praktik manajemen laba. Widyaningdyah (2001) dalam penelitiannya berkesimpulan
bahwa perusahaan yang terancam melanggar perjanjian utang cenderung melakukan
manajemen laba dengan menaikkan laba dalam rangka memperbaiki posisi tawarnya saat
negosiasi ulang atau sebagai upaya melakukan go public untuk mendapatkan dana segar
karena kesulitan mencari dana pinjaman. Sedangkan manajemen laba untuk perusahaan yang
go public dilakukan pada prospektus laporan keuangan perusahaan sebelum IPO agar investor
tertarik menanamkan modalnya.
Mawarti (2007) dalam penelitian dengan objek perusahaan manufaktur di Bursa Efek
Jakarta (BEJ), menemukan 32 perusahaan yang dikategorikan melakukan income smoothing
(perataan laba) dari 58 perusahaan populasi sasaran.
Dumbi (2010) dalam penelitiannya dengan objek BMUN manufaktur yang di Indonesia
menemukan kecenderungan manajemen BUMN manufaktur untuk menurunkan laba pada saat
terdapat surplus arus kas keluar mencerminkan keengganan manajer untuk memenuhi
kewajibannya dalam membayar hutang dan membayarkan deviden kepada pemegang saham
dalam hal ini pemerintah.
Mulford dan Comiskey (2010) dalam bukunya merangkum bukti dari studi deskriptif
bahwa pada laporan keuangan perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat, penyajian laba
berdasarkan keumumannya adalah sebagai berikut:
Tabel 2.3 Bukti Manajemen Laba dari Studi Deskriptif
Rugi rendah JarangLaba rendah UmumPenurunan sedikit pada laba JarangKenaikan sedikit pada laba UmumMemenuhi atau melebihi sedikit angka prediksi BanyakMeleset dari angka prediksi Jarang
Laba yang rendah seharusnya sama atau hampir sama kejadiannya dengan rugi rendah,
begitu pula kenaikan sedikit pada laba dan penurunan sedikit pada laba. Tabel di atas
menunjukkan tidak adanya distribusi normal atas laba sebagai dugaan kuat dilakukannya
praktik-praktik manajemen laba laporan keuangan perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat.
Manajemen Laba, Baik atau Buruk?
Anggapan tentang baik atau buruknya manajemen laba masih menjadi perdebatan dan
persoalan yang rumit. Menilai baik atau buruknya manajemen laba tergantung pada teknik
yang digunakan dalam melakukan manajemen laba serta motivasi dan tujuan dilakukannya
manajemen laba tersebut.
Mulford dan Comiskey (2010) mengatakan bahwa kalangan masyarakat akademisi,
dengan asumsi bahwa laporan keuangan telah mengungkapkan seluruh manajemen laba yang
dilakukan, menilai manajemen laba adalah baik atau tidak buruk. Sedangkan kalangan praktisi
dan regulator meyakini bahwa manajemen laba akan menimbulkan persoalan yang dapat
berdampak kemana-mana.
Seperti telah dijelaskan di muka, agar bermanfaat bagi para pemakai, maka kualitas
laporan keuangan perlu dijaga. Dalam PSAK-Kerangka Dasar Penyusunan Penyajian
Pelaporan Keuangan, telah disebutkan empat karakteristik kualitatif laporan keuangan yang
berkualitas. Empat karakteristik kualitatif tersebut adalah dapat dipahami, relevan, andal, dan
dapat diperbandingkan.
Lebih lanjut, dalam PSAK-Kerangka Dasar Penyusunan Penyajian Pelaporan Keuangan
disebutkan bahwa informasi posisi keuangan dan kinerja di masa lalu seringkali digunakan
sebagai dasar untuk memprediksi posisi keuangan dan kinerja masa. Informasi dikatakan
relevan untuk memenuhi kebutuhan pemakai dalam proses pengambilan keputusan jika dapat
memengaruhi keputusan ekonomi pemakai dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa
masa lalu, masa kini atau masa depan, menegaskan, atau mengkoreksi hasil evaluasi mereka
di masa lalu.
Informasi dikatakan andal jika bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan
material, dan dapat diandalkan pemakainya sebagai penyajian yang jujur dan apa adanya.
Informasi yang relevan tetapi tidak dapat diandalkan berpotensi menyesatkan para pengguna
informasi tersebut. Agar dapat diandalkan, informasi harus menggambarkan dengan jujur
transaksi serta peristiwa lainnya yang seharusnya. Selain itu, informasi harus diarahkan pada
kepentingan umum pemakai, dan tidak bergantung pada kepentingan pihak tertentu. Tidak
boleh ada usaha untuk menyajikan informasi yang menguntungkan beberapa pihak dan
merugikan pihak lain yang mempunyai kepentingan berlawanan.
Penyusun laporan keuangan terkadang menghadapi ketidakpastian peristiwa dan
keadaan tertentu, seperti ketertagihan piutang yang diragukan, perkiraan masa manfaat aset,
dan tuntutan atas jaminan garansi yang mungkin timbul. Ketidakpastian semacam itu diakui
dengan mengungkapkan hakekat serta tingkatnya dan dengan menggunakan pertimbangan
sehat dalam penyusunan laporan keuangan. Pertimbangan sehat mengandung unsur kehati-
hatian pada saat melakukan prakiraan dalam kondisi ketidakpastian, sehingga aset atau
penghasilan tidak dinyatakan terlalu tinggi dan kewajiban atau beban tidak dinyatakan terlalu
rendah.
Agar dapat diandalkan, informasi dalam laporan keuangan harus lengkap dalam batasan
materialitas dan biaya. Kesengajaan untuk tidak mengungkapkan mengakibatkan informasi
menjadi tidak benar atau menyesatkan dan karena itu tidak dapat diandalkan dan tidak
sempurna ditinjau dari segi relevansi.
Praktik-praktik manajemen laba dapat memengaruhi relevansi penyajian laporan
keuangan sehingga laporan keuangan tidak membantu bahkan dapat menyesatkan para
pemakainya dalam mengevaluasi peristiwa masa lalu, masa kini atau masa depan karena
penyusun laporan keuangan, dalam hal ini manajer, tidak menggambarkan dengan jujur
transaksi serta peristiwa lainnya.
Manajemen laba membuat laporan keuangan tidak dapat diandalkan, menyesatkan,
mengandung kesalahan material, dan bukan merupakan penyajian yang jujur dan apa adanya.
Selain itu, informasi yang disajikan pada laporan keuangan diarahkan pada kepentingan pihak
tertentu yang menguntungkan beberapa pihak dan dapat merugikan pihak lain yang
mempunyai kepentingan berlawanan.
Dalam menghadapi ketidakpastian peristiwa dan keadaan tertentu, penyusun laporan
keuangan yang melakukan manajemen laba tidak menggunakan pertimbangan sehatnya dalam
penyusunan laporan keuangan, tidak mengutamakan unsur kehati-hatian dalam melakukan
pekiraan dalam kondisi ketidakpastian, melainkan bertindak berdasarkan pertimbangan
kepentingannya, sehingga aset atau penghasilan dinyatakan terlalu tinggi dan kewajiban atau
beban tidak dinyatakan rendah, atau sebaliknya.
Informasi dalam laporan keuangan yang telah terkontaminasi manajeman laba
terkadang lengkap. Kesengajaan untuk tidak mengungkapkan secara lengkap mengakibatkan
informasi menjadi tidak benar atau menyesatkan.