manajemen laba

25
MANAJEMEN LABA (EARNING MANAGEMENT) Latar Belakang Tujuan pelaporan keuangan adalah untuk memberikan informasi berupa posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan perusahaan yang berguna bagi para pemakai laporan keuangan dalam rangka pengambilan keputusan. Laporan keuangan yang lengkap meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas, laporan perubahan ekuitas, serta catatan atas laporan keuangan yang merupakan bagian tak terpisahkan dari laporan keuangan. Agar berguna bagi para pemakai, maka kualitas laporan keuangan perlu dijaga. Dalam PSAK-Kerangka Dasar Penyusunan Penyajian Pelaporan Keuangan, disebutkan empat karakteristik kualitatif laporan keuangan yang berkualitas. Empat karakteristik kualitatif tersebut adalah dapat dipahami, relevan, andal, dan dapat diperbandingkan. Pemakai laporan keuangan meliputi manajemen, investor sekarang maupun investor potensial, karyawan, kreditor, pemasok, pelanggan, pemerintah, dan masyarakat. Para pemakai laporan keuangan tersebut merupakan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan yang pada dasarnya dapat dibedakan menjadi dua kelompok, pihak internal dan pihak eksternal. Laporan keuangan selain merupakan media komunikasi antara pihak-pihak yang berkepentingan dengan perusahaan, juga merupakan sarana pertanggungjawaban yang menunjukkan kinerja

Upload: bona-vasius-natanael-sagala

Post on 01-Dec-2015

226 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Manajemen Laba

MANAJEMEN LABA (EARNING MANAGEMENT)

Latar Belakang

Tujuan pelaporan keuangan adalah untuk memberikan informasi berupa posisi

keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan perusahaan yang berguna bagi para

pemakai laporan keuangan dalam rangka pengambilan keputusan. Laporan keuangan yang

lengkap meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas, laporan perubahan ekuitas, serta

catatan atas laporan keuangan yang merupakan bagian tak terpisahkan dari laporan keuangan.

Agar berguna bagi para pemakai, maka kualitas laporan keuangan perlu dijaga. Dalam

PSAK-Kerangka Dasar Penyusunan Penyajian Pelaporan Keuangan, disebutkan empat

karakteristik kualitatif laporan keuangan yang berkualitas. Empat karakteristik kualitatif

tersebut adalah dapat dipahami, relevan, andal, dan dapat diperbandingkan.

Pemakai laporan keuangan meliputi manajemen, investor sekarang maupun investor

potensial, karyawan, kreditor, pemasok, pelanggan, pemerintah, dan masyarakat. Para

pemakai laporan keuangan tersebut merupakan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap

perusahaan yang pada dasarnya dapat dibedakan menjadi dua kelompok, pihak internal dan

pihak eksternal.

Laporan keuangan selain merupakan media komunikasi antara pihak-pihak yang

berkepentingan dengan perusahaan, juga merupakan sarana pertanggungjawaban yang

menunjukkan kinerja manajemen dalam pengelolaan sumber daya perusahaan. Salah satu

parameter penting dalam laporan keuangan yang digunakan untuk mengukur kinerja

manajemen adalah laba, yang disajikan pada laporan laba rugi.

Laba merupakan salah satu indikator utama untuk mengukur kinerja dan

pertanggungjawaban manajemen. Informasi laba juga dapat dijadikan panduan dalam

melakukan investasi yang membantu investor ataupun pihak lain dalam menilai earnings

power (kemampuan menghasilkan laba) perusahaan di masa yang akan datang. Selain itu,

laba pada umumnya dipandang sebagai dasar untuk perpajakan, penentu dari kebijakan,

pembayaran deviden, dan pengambilan keputusan. Adanya kecenderungan memperhatikan

laba ini disadari oleh manajemen, khususnya manajer yang kinerjanya diukur berdasarkan

informasi laba tersebut, sehingga mendorong munculnya earnings management (manajemen

laba).

Page 2: Manajemen Laba

Manajemen laba diduga muncul atau dilakukan oleh manajer atau para penyusun

laporan keuangan dalam proses pelaporan keuangan suatu perusahaan karena mereka

mengharapkan suatu manfaat dari tindakan tersebut. Manajemen laba menarik untuk dikaji

karena dapat memberikan gambaran perilaku para manajer dalam melaporkan kegiatan

usahanya pada suatu periode tertentu, yaitu adanya kemungkinan munculnya motivasi tertentu

yang mendorong mereka untuk mengatur data keuangan yang dilaporkan. Manajemen laba

tidak selalu dikaitkan dengan upaya untuk memanipulasi data atau informasi akuntansi, tetapi

dapat pula dilakukan dengan pemilihan metode akuntansi (accounting methods) yang

diperkenankan menurut peraturan akuntansi.

Anggapan tentang baik atau buruknya manajemen laba masih menjadi perdebatan dan

persoalan yang rumit. Sebagian kalangan mengatakan manajemen laba sah-sah saja

dilakukan, sebagian lagi mengatakan manajemen laba merupakan perilaku menyimpang.

Pengertian Manajemen Laba

Para pakar kurang seragam dalam mendefinisikan manajeman laba. Mulford dan

Comiskey (2010) mendefinisikan manajemen laba sebagai manipulasi akuntansi dengan

tujuan menciptakan kinerja perusahaan agar terkesan lebih baik dari yang sebenarnya.

Dechow (1996) dalam Widyaningdyah (2001) mendefinisikan manajemen laba sebagai

manipulasi laba, baik di dalam maupun di luar batas prinsip-prinsip akuntansi yang berterima

umum (PABU). Levitt (1998) dalam Hery (2009) mengartikan manajemen laba sebagai trik

akuntansi dimana fleksibilitas aturan dalam penyusunan laporan keuangan dimanfaatkan oleh

manajer untuk memenuhi target laba. Healy (1999) dalam Hery (2009) menyebut manajemen

laba sebagai kreativitas manajemen dalam penyusunan laporan keuangan dan mengatur

transaksi untuk mengubah laporan keuangan dengan tujuan memberi kesan tertentu untuk

memengaruhi tindakan para pemakai laporan keuangan. Scott (2003) dalam Dumbi (2010)

mendefinisikan manajemen laba sebagai pilihan yang dilakukan oleh manajer dalam

menentukan kebijakan akuntansi untuk mencapai beberapa tujuan tertentu. Riahi dan

Belkaoui (2007) mendefinisikan manajemen laba sebagai penggunaan manajemen akrual

dengan tujuan memeroleh keuntungan pribadi.

Dari beberapa definisi yang telah dikemukakan oleh para pakar tersebut, penulis,

terutama untuk keperluan pembahasan dalam makalah ini, mendefinisikan ulang manajemen

laba sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan manajer dalam rangka merekayasa laba (yang

Page 3: Manajemen Laba

akan disajikan dalam laporan keuangan), dengan cara yang masih dalam batasan PABU

maupun yang telah menyimpang dari PABU.

Faktor-faktor Penyebab Munculnya Manajemen Laba

Masalah Keagenan

Jensen dan Meckling (1976) dalam Dumbi (2010) mendefinisikan hubungan keagenan

sebagai suatu kontrak di mana satu orang atau lebih, yang kemudian disebut principal,

menyewa serta memberikan wewenang kepada satu orang yang lain atau lebih, yang disebut

kemudian agent untuk menjalankan tugas dan mengambil keputusan bagi kepentingan

principal. Dalam hal ini, para pemegang saham sebagai principal dan direksi atau manajer

sebagai agent merupakan salah satu hubungan keagenan.

Principal mengadakan kontrak dengan agent dalam upaya memaksimumkan

kesejahteraannya dengan harapan tingkat profitabilitas yang selalu meningkat, sedangkan

agent secara moral bertanggungjawab memaksimumkan kesejahteraan principal. Namun di

sisi lain, agent melakukan kontrak dengan principal juga dalam upaya memaksimumkan

utilitasnya sendiri seperti memeroleh investasi, pinjaman, kompensasi, bonus, dan fasilitas

lainnya.

Perbedaan kepentingan (conflict of interests) inilah yang kemudian menjadi sebab

manajer sebagai agent mungkin tidak selalu melakukan tindakan-tindakan untuk

memaksimumkan kesejahteraan principal, dalam hal ini pemegang saham, dan justru lebih

mendahulukan kepentingannya untuk memaksimumkan utilitasnya. Manajer terkadang juga

lebih menginginkan untuk memaksimumkan ukuran atau skala perusahaan daripada

memaksimumkan kesejahteraan pemegang saham.

Menurut Scott (2009) dalam Dumbi (2010), terdapat dua jenis kontrak yang memiliki

dampak pada teori akuntansi keuangan. Selain kontrak kerja, ada pula kontrak

pinjaman/utang. Kontrak kerja dilakukan antara pemegang saham dengan manajer, sedangkan

kontrak pinjaman dilakukan antara manajer dengan pemberi pinjaman atau kreditor. Salah

satu pihak disebut principal sedangkan pihak lainnya disebut agent. Dalam kontrak kerja,

yang disebut sebagai principal adalah pemegang saham sedangkan manajer adalah agent.

Sementara dalam kontrak pinjaman, pemberi pinjaman adalah principal dan manajer adalah

agent.

Kedua jenis kontrak tersebut seringkali dipengaruhi oleh jumlah laba yang dilaporkan

perusahaan. Dalam kontrak kerja, bonus manajer sering didasarkan pada laba bersih yang

Page 4: Manajemen Laba

dilaporkan. Program bonus yang didasarkan pada laba bersih yang dilaporkan, mungkin akan

mendorong manajer untuk menerapkan kebijakan-kebijakan dalam upaya memaksimumkan

laba sekaligus bonus mereka. Kreditor mempunyai klaim terhadap laba perusahaan untuk

pembayaran bunga dan pokok pinjaman/utang, mereka juga mempunyai klaim terhadap aset

perusahaan apabila perusahaan dibubarkan bersasarkan perjanjian utang. Manajer perusahaan

yang terikat perjanjian utang juga mungkin melakukan praktek manajemen laba untuk

menghindari pelanggaran perjanjian utang tersebut.

Asimetri Informasi

Manajer perusahaan merupakan pihak internal perusahaan yang jelas lebih banyak

memiliki dan lebih cepat mengetahui informasi yang valid dibandingkan pihak eksternal

perusahaan seperti investor dan kreditor. Hal ini disebabkan pihak eksternal tidak mungkin

mengawasi tindakan manajer setiap saat. Perbedaan jumlah dan validitas informasi yang

dimiliki pihak satu dengan pihak yang lain ini yang dapat menyebabkan timbulnya asimetri

informasi.

Kondisi tersebut memberi peluang kepada manajer perusahaan untuk menggunakan

informasi yang diketahuinya dalam rangka mengatur atau merekayasa laba yang dilaporkan,

baik dalam upaya memaksimumkan kemakmuran maupun dalam upaya menyampaikan sinyal

mengenai prospek perusahaan kepada investor dan kreditor.

Manajer sebagai pengelola perusahaan yang lebih banyak mengetahui informasi internal

dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan para pihak yang

berkepentingan lainnya berkewajiban memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan para

pihak yang berkepentingan tersebut. Sinyal yang diberikan dapat dilakukan melalui

pengungkapan informasi akuntansi seperti laporan keuangan. Namun, informasi yang

disampaikan terkadang diterima tidak sesuai dengan kondisi perusahaan sebenarnya. Kondisi

ini dikenal sebagai informasi yang tidak simetris atau asimetri informasi. Asimetri informasi

terjadi karena manajer lebih superior dalam menguasai informasi dibanding pihak lain seperti

pemilik atau pemegang saham dan pemberi pinjaman.

Asimetri informasi antara manajemen dengan pihak lain tersebut memberikan

kesempatan kepada manajer untuk bertindak oportunis, yaitu memperoleh keuntungan

pribadi. Dalam hal pelaporan keuangan, manajer dapat melakukan praktik manajemen laba

(earnings management) untuk memberikan sinyal yang diharapkan tetapi tidak sesuai dengan

kenyataan kepada pihak lain mengenai kinerja ekonomi perusahaan.

Page 5: Manajemen Laba

Dua faktor tersebut, masalah keagenan dan asimetri informasi menjadi latar belakang

munculnya teori dan dugaan tentang adanya praktik-praktik manajemen laba. Manajer sebagai

pihak internal perusahaan memiliki kepentingan yang berbeda dengan para pihak eksternal

perusahaan seperti investor, kreditor, pemerintah, maupun pihak eksternal lainnya. Di

samping itu, manajer sebagai pihak internal perusahaan memiliki lebih banyak informasi yang

valid tentang perusahaan yang mereka kelola daripada para pihak eksternal perusahaan. Dua

kondisi ini sangat mendukung dilakukannya praktik manajemen laba. Jika masalah keagenan

dapat memunculkan niat untuk melakukan manajemen laba, maka asimetri ekonomi dapat

memberi peluang atau kesempatan untuk dilakukannya manajemen laba. Manajer akan

menggunakan kelebihan informasi yang mereka miliki, misalnya dengan menyembunyikan

atau memanipulasi sebagian informasi tersebut dalam rangka memenuhi kepentingan manajer

yang mungkin suatu saat dalam suatu atau beberapa hal akan saling bertentangan dengan

kepentingan pihak eksternal yang memiliki lebih sedikit informasi yang valid.

Motivasi-motivasi dalam Manajemen Laba

Dua kondisi yang dapat menjadi penyebab utama dilakukannya manajemen laba yang

telah diuraikan di atas memberikan peluang bagi manajer untuk memanipulasi informasi

keuangan, terutama apabila suatu saat ada kepentingan yang hendak dan perlu dilindungi,

baik untuk kepentingan pribadi manajer ataupun untuk kepentingan keberlangsungan

perusahaan.

Faktor-faktor yang mendorong terjadinya manajemen laba tersebut telah banyak

diuraikan oleh para pakar dan telah banyak dilakukan penelitian empiris untuk mendukung

adanya korelasi antara faktor-faktor pendorong tersebut terhadap praktek manajemen laba,

baik di luar negeri maupun di Indonesia sendiri. Faktor-faktor pendorong tersebut penulis

seleksi, ringkas, dan gabungkan antara lain sebagai berikut:

Bonus

Pemberian bonus seringkali dikaitkan dengan tingkat laba bersih yang dihasilkan

pada tahun yang bersangkutan. Manajer akan berusaha mengatur laba bersih sedemikian

rupa sehingga dapat memaksimalkan bonusnya. Manajer yang memiliki informasi atas

laba bersih  perusahaan yang sebenarnya akan bertindak oportunis untuk melakukan

manajemen laba dengan memaksimalkan laba saat ini ataupun menyimpannya untuk

tahun-tahun yang akan datang.

Page 6: Manajemen Laba

Dalam pemberian bonus berdasarkan atas laba ini, dikenal dua istilah, bogey (batas

bawah) yang terkadang juga disebut floor dan cap (batas atas). Bogey adalah target laba

minimum yang menjadi syarat agar manajer dapat memeroleh bonus atas kinerjanya.

Besarnya bonus yang diperoleh tersebut akan meningkat secara proporsional seiring

dengan meningkatnya laba tahun yang bersangkutan, selama laba tersebut berada dalam

batasan atau di antara bogey dan cap. Sedangkan cap adalah target laba maksimum

dimana jika laba tahun yang bersangkutan melebihi target laba ini, manajer tidak akan

mendapat tambahan bonus secara proporsional atas selisih laba dengan target laba ini.

Teori dan hasil penelitian yang telah dilakukan menjelaskan bahwa para manajer

akan cenderung memaksimalkan bonusnya dengan memanipulasi data keuangan dalam

rangka meningkatkan laba, misalnya dengan memindahkan laba periode mendatang ke

periode saat ini, selama laba tersebut dalam batasan bogey dan cap. Jika laba (sebelum

direkayasa) berada di atas cap, maka manajer akan cenderung menurunkan laba agar

dapat menyimpannya dan menggunakannya untuk memeroleh tambahan bonus pada

tahun-tahun berikutnya. Jika laba (sebelum direkayasa) berada di bawah bogey, maka ada

dua kemungkinan manipulasi yang dilakukan manajer. Pertama, saat laba (sebelum

direkayasa) berada tidak terlalu jauh di bawah bogey, maka manajer mungkin akan

meningkatkan laba untuk memeroleh bonus. Namun, jika laba (sebelum direkayasa)

berada terlalu jauh di bawah bogey, maka manajer akan cenderung menurunkan laba agar

dapat menyimpannya untuk memeroleh tambahan bonus pada tahun-tahun berikutnya,

selama laba yang dilaporkan masih positif. Jika laba (sebelum direkayasa) berada di

antara bogey dan cap, manajer akan cenderung meningkatkan laba untuk

mengoptimalkan bonus yang mereka terima.

Perjanjian Utang

Janes (2003) dalam Herawati (2007) menjelaskan perjanjian utang dapat

dikelompokkan ke dalam dua bentuk, sebagai perjanjian negatif dan perjanjian positif .

Perjanjian negatif umumnya menunjukkan aktivitas tertentu yang mengakibatkan

substitusi aset atau masalah pembayaran kembali. Contoh perjanjian utang negatif adalah

larangan terhadap merger, batasan peminjaman tambahan, dan batasan pembayaran

dividen. Perjanjian positif mensyaratkan peminjam melakukan tindakan tertentu, seperti

menjaminkan aset atau memenuhi target rasio-rasio keuangan tertentu yang

mengindikasikan kesehatan keuangan. Contoh umum perjanjian utang positif adalah

tingkat rasio current, leverage, probabilitas dan net worth minimal atau maksimum.

Page 7: Manajemen Laba

Perjanjian utang baik bentuk negatif maupun positif tersebut dapat digunakan sebagai

upaya untuk membatasi konflik kepentingan yang potensial terjadi antara kreditor dengan

para pemegang saham maupun manajemen perusahaan.

Pelanggaran atas perjanjian utang secara potensial menghadapi berbagai pinalti

keuangan, seperti kemungkinan percepatan jatuh tempo utang, peningkatan dalam tingkat

bunga, penyerahan jaminan, ataupun negosiasi ulang masa utang. Dalam rangka

menghindari risiko berbagai pinalti tersebut, manajer akan cenderung menaikkan laba

bersih untuk mengurangi kemungkinan perusahaan mengalami pelanggaran atas

perjanjian utang. Semakin dekat suatu perusahaan ke pelanggaran hutang, manajemen

akan cenderung memilih prosedur akuntansi yang dapat memindahkan laba periode

mendatang ke periode berjalan, yang bertujuan untuk mengurangi kemungkinan

perusahaan mengalami pelanggaran atas perjanjian utang.

Biaya Politis

Pemerintah menetapkan besarnya pajak berdasarkan laba perusahaan secara

progresif. Hal ini menyebabkan pajak sebagai salah satu alasan perusahaan melakukan

manajemen laba, yaitu dengan menurunkan laba bersih yang dilaporkan untuk

meminimalkan pajak yang harus dibayarkan perusahaan kepada pemerintah.

Selain motivasi pajak, motivasi politis lain mungkin menjadi sebab perusahaan

melakukan manajemen laba dengan menurunkan laba bersih yang dilaporkan. Hal ini

dilakukan sebagai upaya agar perusahaan tidak terlihat mencolok bagi masyarakat

ataupun pemerintah sebagai regulator sehingga mendorong munculnya peraturan yang

lebih ketat. Motivasi ini terutama terjadi pada perusahaan-perusahaan besar pada industri

strategis.

Penawaran Saham Perdana (IPO) dan Penawaran Saham Musiman (SEO)

Pada penawaran saham perdana dan penawaran saham musiman, laporan keuangan

merupakan sumber informasi utama yang penting bagi calon investor. Manajer

perusahaan yang go public akan cenderung melakukan manajemen laba untuk

memperoleh harga yang lebih tinggi atas saham perdananya dengan harapan

mendapatkan respons positif dari investor terhadap peramalan laba sebagai sebuah sinyal

dari nilai perusahaan, begitu pula dalam hal penawaran saham musiman.

Page 8: Manajemen Laba

Harga Saham

Sifat dasar manusia adalah menyukai keuntungan dan menghindari risiko.

Perusahaan yang dipandang investor memiliki pendapatan yang tinggi cenderung akan

mengalami kenaikan pada harga sahamnya. Selain itu, investor juga akan memberi harga

yang lebih tinggi atas saham perusahaan yang labanya tidak terlalu bergejolak yang

menandakan kecilnya tingkat risiko. Bagi perusahaan, harga saham yang tinggi dapat

meningkatkan nilai pasarnya, sedangkan bagi manajer yang memiliki saham perusahaan,

harga saham yang tinggi akan meningkatkan kekayaan pribadinya. Selain itu, untuk

menghindari penurunan harga saham secara tajam, laba mungkin akan disesuaikan

menurut ramalan atau prediksi di pasar modal. Hal-hal tersebut juga dapat menjadi

motivasi yang mendorong manajer melakukan manajemen laba.

Pergantian CEO (Chief Executive Officer)

Banyak motivasi yang muncul berkaitan dengan CEO. CEO yang mendekati masa

pensiun akan berusaha meningkatkan bonusnya dengan meningkatkan laba. CEO yang

kurang berhasil memperbaiki kinerjanya, berusaha menghindari pemecatannya dengan

meningkatkan laba. CEO baru untuk menunjukkan kesalahan dari CEO sebelumnya dan

membuka peluang agar laba periode mendatang meningkat, membebankan biaya periode

mendatang pada periode berjalan yang otomatis akan menurunkan laba periode berjalan.

Hal-hal tersebut pun dapat menjadi motivasi manajer untuk melakukan praktik-praktik

manajemen laba.

Pola-pola Manajemen Laba

Scott (2000) dalam Jaryanto (2008) membagi manajemen laba yang mungkin dilakukan

oleh para menejer perusahaan ke dalam empat jenis pola manajemen laba sebagai berikut:

Cuci Bersih (Taking a Bath)

Pola ini terjadinya pada periode sulit, kondisi buruk yang tidak menguntungkan dan

tidak dapat dihindari lagi pada periode tersebut, ataupun pada saat terjadi reorganisasi,

termasuk pengangkatan CEO baru. Manajer melaporkan kerugian, mungkin dalam

jumlah yang besar, sebagai akibat dari penghapusan aktiva dan/atau pembebanan biaya-

biaya masa depan sekaligus pada periode tersebut dengan harapan laba pada periode-

periode mendatang dapat meningkat karena berkurangnya beban periode mendatang.

Page 9: Manajemen Laba

Menurunkan Laba (Income Minimization)

Pola ini dilakukan sebagai alasan politis pada periode laba yang tinggi dengan cara

seperti pada pola taking a bath, yaitu mempercepat penghapusan atas barang modal dan

aktiva tak berwujud, biaya iklan dan pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan,

hasil akuntansi untuk biaya eksplorasi, dan mengakui pengeluaran-pengeluaran lain

sebagai biaya periode tersebut. Hal ini dilakukan pada saat profitabilitas tinggi dengan

maksud agar tidak mendapat perhatian secara politis sekaligus sebagai upaya menyimpan

laba sehingga jika laba periode mendatang mengalami penurunan drastis dapat diatasi

dengan mengambil simpanan laba periode berjalan.

Menaikkan Laba (Income Maximization)

Pola ini dilakukan pada saat laba mengalami penurunan. Kebalikan dari income

minimization, income maximization dilakukan dengan cara mengambil simpanan laba

periode sebelumnya ataupun menarik laba periode yang akan datang, misalnya dengan

menunda pembebanan biaya. Pola ini dilakukan atas dasar motivasi bonus, motivasi

penghindaran pelanggaran perjanjian utang, pada saat penawaran saham perdana dan

musiman, ataupun untuk menghindari turunnya harga saham secara drastis.

Perataan Laba (Income Smoothing)

Income smoothing dilakukan dengan meratakan laba antar periode yang dilaporkan

untuk tujuan pelaporan eksternal, terutama bagi investor yang pada umumnya lebih

menyukai laba yang relatif stabil. Income smoothing bisa dikatakan pola perpaduan

antara income minimization dengan income maximization antar periode, dimana pada

periode laba yang tinggi, laba akan disimpan untuk digunakan pada periode laba yang

rendah.

Teknik-teknik Manajemen Laba

Secara sederhana, laba merupakan selisih lebih antara pendapatan (termasuk

keuntungan) dengan beban (termasuk kerugian). Maka, secara umum, teknik untuk

merekayasa laba dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu meningkatkan (atau menurunkan)

pendapatan maupun menurunkan (atau meningkatkan) beban, atau gabungan dari keduanya.

Page 10: Manajemen Laba

Teknik-teknik yang dapat dilakukan dalam manajemen laba seperti diuraikan Mulford

dan Comiskey (2010) antara lain sebagai berikut:

Tabel 2.1 Teknik-teknik Manajemen Laba

No.

Teknik Tujuan

1. Mengubah metode depresiasi. Perusahaan dapat mengurangi beban depresiasi untuk menaikkan laba periode berjalan, misalnya dengan mengubah metode saldo menurun berganda ke metode garis lurus.

2. Mengubah umur harta. Perusahaan dapat memperkecil beban depresiasi dan amortisasi untuk menaikkan laba periode berjalan dengan memperpanjang umur harta.

3. Mengubah nilai sisa harta. Perusahaan dapat memperkecil beban depresiasi untuk menaikkan laba periode berjalan dengan memperbesar nilai sisa harta.

4. Menetapkan cadangan piutang tak tertagih.

Perusahaan dapat memperkecil biaya piutang tak tertagih untuk menaikkan laba periode berjalan dengan menetapkan cadangan piutang tak tertagih yang kecil.

5. Menetapkan cadangan kewajiban jaminan garansi.

Dengan menetapkan kecil cadangan kewajiban jaminan garansi, perusahaan dapat memperkecil biaya jaminan garansi unntuk menaikkan laba periode berjalan.

6. Menentukan adanya kerusakan harta.

Perusahaan dapat membebankan kerugian pada periode berjalan untuk menyimpan laba periode berjalan sebagai simpanan laba periode-periode mendatang atau menangguhkan beban periode sebelumnya.

7. Mengestimasi tahap penyelesaian kontrak dengan metode persentase penyelesaian.

Dengan menetapkan persentase penyelesaian yang besar, perusahaan dapat mengakui pendapatan lebih besar untuk menaikkan laba periode berjalan.

8. Mempertimbangkan jumlah persediaan yang dihapus.

Dengan menurunkan jumlah persediaan yang seharusnya dihapuskan, perusahaan dapat mengurangi beban tahun ini untuk menaikkan laba periode berjalan.

9. Mengakui pendapatan atas pengiriman barang ke kantor perwakilan.

Dengan mengakui pendapatan atas pengiriman barang ke kantor perwakilan yang sebenarnya belum terjual, perusahaan mengakui pendapatan lebih besar untuk menaikkan laba periode berjalan.

10. Tidak menutup periode akuntansi. Dengan tetap membuka periode akuntansi, perusahaan masih tetap dapat mencatat penjualan periode berikutnya untuk menaikkan laba periode berjalan. Teknik ini biasanya dilakukan dengan memundurkan tanggal pada komputer.

Page 11: Manajemen Laba

11. Mengakui seluruh penjualan yang pengirimannya tidak sekaligus.

Dengan mengakui penjualan barang yang belum dikirim, perusahaan mengakui pendapatan lebih besar untuk menaikkan laba periode berjalan.

12. Menilai terlalu tinggi persediaan akhir.

Dengan menilai terlalu tinggi persediaan, perusahaan dapat mengurangi harga pokok penjualan untuk menaikkan laba periode berjalan.

13. Memalsukan umur piutang. Perusahaan dapat mengurangi beban piutang tak tertagih tahun ini untuk menaikkan laba periode berjalan.

Sebagian besar teknik manajemen laba dalam tabel di atas dapat digunakan dalam arah

sebaliknya. Misalnya, perusahaan menangguhkan pembebanan kerugian atas kerusakan harta.

Dengan menangguhkan pembebanan keugian atas kerusakan harta, perusahaan dapat

meangguhkan kerugian pada periode ini dan dapat mempertahankan laba.

Klasifikasi Manajemen Laba

Secara garis besar, menurut Hery (2009), manajemen laba dapat dibedakan menjadi dua

kelompok, yaitu operating manipulations dan accounting manipulations. Manipulasi operasi

terkait dengan tindakan mengubah keputusan operasional yang memengaruhi aliran dana dan

pendapatan bersih untuk satu periode. Contoh manipulasi operasi antara lain: memasukkan

pengeluaran periode mendatang ke dalam periode ini karena laba periode ini telah mencapai

target, menawarkan diskon penjualan yang menarik pada akhir tahun untuk menaikkan laba,

dan mempercepat produksi barang dengan lembur agar dapat dikirim sebelum akhir tahun.

Manipulasi akuntansi terkait dengan penggunaan fleksibilitas dalam metode akuntansi untuk

mengubah besarnya laba. Contoh manipulasi akuntansi antara lain: tidak mencatat pembelian

barang yang diterima akhir tahun sampai tahun depan, membayar di muka pengeluaran tahun

depan dan mencatatnya sebagai pengeluaran tahun ini, dan meminta pemasok agar tidak

mengirimkan tagihan akhir tahun sampai tahun depan.

Dumbi (2010) membagi rekayasa laba menjadi tiga kelompok. Pertama, dengan

memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi, antara lain: estimasi tingkat

piutang tak tertagih, estimasi kurun waktu depresiasi aktiva tetap atau amortisasi aktiva tak

berwujud, dan estimasi biaya garansi. Kedua, dengan mengubah metode akuntansi yang

digunakan untuk mencatat suatu transaksi, seperti mengubah metode depresiasi aktiva tetap

yaitu dari metode depresiasi angka tahun ke metode depresiasi garis lurus. Ketiga, dengan

menggeser periode biaya atau pendapatan, misalnya dengan mempercepat atau menunda

Page 12: Manajemen Laba

pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan sampai periode akuntansi berikutnya,

mempercepat atau menunda pengeluaran promosi sampai periode akuntansi berikutnya,

mempercepat atau menunda pengiriman produk ke pelanggan, menjual investasi sekuritas

untuk memanipulasi tingkat laba, dan mengatur saat penjualan aktiva tetap yang sudah tidak

dipakai.

Mulford dan Comiskey (2010) mengelompokkan manajemen laba juga menjadi dua

kelompok, yaitu yang tidak melanggar atau masih dalam batas General Accepted Accounting

Principles (GAAP) atau PABU, dan yang melanggar atau di luar batas GAAP. Teknik-teknik

nomor 1 sampai dengan nomor 8 yang telah disebutkan di atas, menurut Mulford dan

Comiskey (2010), masih dalam batas GAAP, sedangkan sisanya telah berada di luar batas

GAAP, atau dengan kata lain melanggar GAAP.

Klasifikasi-klasifikasi di atas saling melengkapi satu sama lain. Satu teknik manajemen

laba dapat masuk ke dalam kategori di luar batas GAAP sekaligus termasuk kategori

menggeser periode biaya atau pendapatan dan kategori operating manipulations, misalnya

tindakan mengakui pendapatan atas pengiriman barang ke kantor perwakilan yang sebenarnya

belum terjual.

Praktik-praktik Manajemen Laba

Fenomena adanya praktik manajemen laba pernah terjadi di pasar modal Indonesia,

khususnya pada emiten manufaktur di Bursa Efek Jakarta. Contoh kasus terjadi pada PT

Kimia Farma Tbk. Berdasarkan hasil pemeriksaan Bapepam (Badan Pengawas Pasar Modal,

2002), diperoleh bukti bahwa terdapat kesalahan penyajian dalam laporan keuangan PT Kimia

Farma Tbk., berupa kesalahan dalam penilaian persediaan barang jadi dan kesalahan

pencatatan penjualan, dimana dampak kesalahan tersebut mengakibatkan overstated laba pada

laba bersih untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2001 sebesar Rp32,7 miliar.

Kasus yang sama juga pernah terjadi pada PT Indofarma Tbk. Berdasarkan hasil

pemeriksaan Bapepam terhadap PT Indofarma Tbk. (Badan Pengawas Pasar Modal, 2004),

ditemukan bukti bahwa nilai barang dalam proses diniliai lebih tinggi dari nilai yang

seharusnya dalam penyajian nilai persediaan barang dalam proses pada tahun buku 2001

sebesar  Rp28,87 miliar. Akibatnya penyajian terlalu tinggi (overstated) persediaan sebesar

Rp28,87 miliar, harga pokok penjualan disajikan terlalu rendah (understated) sebesar Rp28,8

miliar dan laba bersih disajikan terlalu tinggi overstated dengan nilai yang sama.

Page 13: Manajemen Laba

Praktik manajemen laba juga terjadi di luar negeri. AAER (Accounting and Auditing

Enforcement Releases), suatu Divisi di The SEC (Security and Exchange Commision), pada

tahun 2000 dalam Mulford dan Comiskey (2010), menerbitkan laporan tentang beberapa

kasus manajemen laba, antara lain sebagai berikut:

Tabel 2.2 Praktik-praktik Manajemen Laba

No.

Perusahaan Manajemen Laba

1. Intile Design, Inc.AAER No. 1259, May 23, 2000.

menilai terlalu rendah persediaan akhir agar pajak properti mengecil.

2. System Software Associates, Inc.AAER No. 1285, July 14, 2000.

mengakui pendapatan atas pendapatan yang tidak jelas apakah produk yang dikirim telah diterima pelanggan atau belum.

3. ABS Industries, Inc.AAER No. 1240, Mar 23, 2000.

membukukan penjualan tanpa adanya pesanan dari pelanggan, bahkan pada beberapa kasus produk belum selesai dibuat.

4. Sirena Apparel, Inc.AAER No. 1673, Sept 27, 2000.

tidak menutup pembukuan di kuartal Maret 1999 agar target penjualan periode tersebut tercapai dengan cara mengubah tanggal pada computer agar tanggal palsu tercetak di faktur.

5. Guilford Mills, Inc.AAER No. 1287, Mar 23, 2000.

Melakukan pembukuan palsu ke Buku Besar Hofman Laces (anak perusahaan) yang mengurangi utang dagang dan harga pokok penjualan dengan jumlah yang sama sehingga menaikkan laba.

Penelitian-penelitian Tentang Manajemen Laba

Penelitian-penelitian di Indonesia menghasilkan kesimpulan yang mendukung adanya

praktik-praktik manajemen laba. Widyaningdyah (2001) dalam penelitiannya berkesimpulan

bahwa perusahaan yang terancam melanggar perjanjian utang cenderung melakukan

manajemen laba dengan menaikkan laba dalam rangka memperbaiki posisi tawarnya saat

negosiasi ulang atau sebagai upaya melakukan go public untuk mendapatkan dana segar

karena kesulitan mencari dana pinjaman. Sedangkan manajemen laba untuk perusahaan yang

go public dilakukan pada prospektus laporan keuangan perusahaan sebelum IPO agar investor

tertarik menanamkan modalnya.

Mawarti (2007) dalam penelitian dengan objek perusahaan manufaktur di Bursa Efek

Jakarta (BEJ), menemukan 32 perusahaan yang dikategorikan melakukan income smoothing

(perataan laba) dari 58 perusahaan populasi sasaran.

Page 14: Manajemen Laba

Dumbi (2010) dalam penelitiannya dengan objek BMUN manufaktur yang di Indonesia

menemukan kecenderungan manajemen BUMN manufaktur untuk menurunkan laba pada saat

terdapat surplus arus kas keluar mencerminkan keengganan manajer untuk memenuhi

kewajibannya dalam membayar hutang dan membayarkan deviden kepada pemegang saham

dalam hal ini pemerintah.

Mulford dan Comiskey (2010) dalam bukunya merangkum bukti dari studi deskriptif

bahwa pada laporan keuangan perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat, penyajian laba

berdasarkan keumumannya adalah sebagai berikut:

Tabel 2.3 Bukti Manajemen Laba dari Studi Deskriptif

Rugi rendah JarangLaba rendah UmumPenurunan sedikit pada laba JarangKenaikan sedikit pada laba UmumMemenuhi atau melebihi sedikit angka prediksi BanyakMeleset dari angka prediksi Jarang

Laba yang rendah seharusnya sama atau hampir sama kejadiannya dengan rugi rendah,

begitu pula kenaikan sedikit pada laba dan penurunan sedikit pada laba. Tabel di atas

menunjukkan tidak adanya distribusi normal atas laba sebagai dugaan kuat dilakukannya

praktik-praktik manajemen laba laporan keuangan perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat.

Manajemen Laba, Baik atau Buruk?

Anggapan tentang baik atau buruknya manajemen laba masih menjadi perdebatan dan

persoalan yang rumit. Menilai baik atau buruknya manajemen laba tergantung pada teknik

yang digunakan dalam melakukan manajemen laba serta motivasi dan tujuan dilakukannya

manajemen laba tersebut.

Mulford dan Comiskey (2010) mengatakan bahwa kalangan masyarakat akademisi,

dengan asumsi bahwa laporan keuangan telah mengungkapkan seluruh manajemen laba yang

dilakukan, menilai manajemen laba adalah baik atau tidak buruk. Sedangkan kalangan praktisi

dan regulator meyakini bahwa manajemen laba akan menimbulkan persoalan yang dapat

berdampak kemana-mana.

Seperti telah dijelaskan di muka, agar bermanfaat bagi para pemakai, maka kualitas

laporan keuangan perlu dijaga. Dalam PSAK-Kerangka Dasar Penyusunan Penyajian

Page 15: Manajemen Laba

Pelaporan Keuangan, telah disebutkan empat karakteristik kualitatif laporan keuangan yang

berkualitas. Empat karakteristik kualitatif tersebut adalah dapat dipahami, relevan, andal, dan

dapat diperbandingkan.

Lebih lanjut, dalam PSAK-Kerangka Dasar Penyusunan Penyajian Pelaporan Keuangan

disebutkan bahwa informasi posisi keuangan dan kinerja di masa lalu seringkali digunakan

sebagai dasar untuk memprediksi posisi keuangan dan kinerja masa. Informasi dikatakan

relevan untuk memenuhi kebutuhan pemakai dalam proses pengambilan keputusan jika dapat

memengaruhi keputusan ekonomi pemakai dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa

masa lalu, masa kini atau masa depan, menegaskan, atau mengkoreksi hasil evaluasi mereka

di masa lalu.

Informasi dikatakan andal jika bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan

material, dan dapat diandalkan pemakainya sebagai penyajian yang jujur dan apa adanya.

Informasi yang relevan tetapi  tidak dapat diandalkan berpotensi menyesatkan para pengguna

informasi tersebut. Agar dapat diandalkan, informasi harus menggambarkan dengan jujur

transaksi serta peristiwa lainnya yang seharusnya. Selain itu, informasi harus diarahkan pada

kepentingan umum pemakai, dan tidak bergantung pada kepentingan pihak tertentu. Tidak

boleh ada usaha untuk menyajikan informasi yang menguntungkan beberapa pihak dan

merugikan pihak lain yang mempunyai kepentingan berlawanan.

Penyusun laporan keuangan terkadang menghadapi ketidakpastian peristiwa dan

keadaan tertentu, seperti ketertagihan piutang yang diragukan, perkiraan masa manfaat aset,

dan tuntutan atas jaminan garansi yang mungkin timbul. Ketidakpastian semacam itu diakui

dengan mengungkapkan hakekat serta tingkatnya dan dengan menggunakan pertimbangan

sehat dalam penyusunan laporan keuangan. Pertimbangan sehat mengandung unsur kehati-

hatian pada saat melakukan prakiraan dalam kondisi ketidakpastian, sehingga aset atau

penghasilan tidak dinyatakan terlalu tinggi dan kewajiban atau beban tidak dinyatakan terlalu

rendah.

Agar dapat diandalkan, informasi dalam laporan keuangan harus lengkap dalam batasan

materialitas dan biaya. Kesengajaan untuk tidak mengungkapkan mengakibatkan informasi

menjadi tidak benar atau menyesatkan dan karena itu tidak dapat diandalkan dan tidak

sempurna ditinjau dari segi relevansi.

Praktik-praktik manajemen laba dapat memengaruhi relevansi penyajian laporan

keuangan sehingga laporan keuangan tidak membantu bahkan dapat menyesatkan para

pemakainya dalam mengevaluasi peristiwa masa lalu, masa kini atau masa depan karena

Page 16: Manajemen Laba

penyusun laporan keuangan, dalam hal ini manajer, tidak menggambarkan dengan jujur

transaksi serta peristiwa lainnya.

Manajemen laba membuat laporan keuangan tidak dapat diandalkan, menyesatkan,

mengandung kesalahan material, dan bukan merupakan penyajian yang jujur dan apa adanya.

Selain itu, informasi yang disajikan pada laporan keuangan diarahkan pada kepentingan pihak

tertentu yang menguntungkan beberapa pihak dan dapat merugikan pihak lain yang

mempunyai kepentingan berlawanan.

Dalam menghadapi ketidakpastian peristiwa dan keadaan tertentu, penyusun laporan

keuangan yang melakukan manajemen laba tidak menggunakan pertimbangan sehatnya dalam

penyusunan laporan keuangan, tidak mengutamakan unsur kehati-hatian dalam melakukan

pekiraan dalam kondisi ketidakpastian, melainkan bertindak berdasarkan pertimbangan

kepentingannya, sehingga aset atau penghasilan dinyatakan terlalu tinggi dan kewajiban atau

beban tidak dinyatakan rendah, atau sebaliknya.

Informasi dalam laporan keuangan yang telah terkontaminasi manajeman laba

terkadang lengkap. Kesengajaan untuk tidak mengungkapkan secara lengkap mengakibatkan

informasi menjadi tidak benar atau menyesatkan.