manajemen perdarahan pada fraktur pelvis

28
Manajemen Perdarahan pada Fraktur Pelvis yang Mengancam-Jiwa Filed under: Bedah,med papers — ningrum @ 7:29 pm Manajemen Perdarahan pada Fraktur Pelvis yang Mengancam-Jiwa David J. Hak, MD, MBA , Wade R. Smith, MD , Takashi Suzuki, MD ABSTRAK Pengobatan penyelamatan-hidup darurat dibutuhkan untuk fraktur pelvis berkekuatan-tinggi dengan perdarahan dan instabilitas hemodinamik yang menyertainya. Kemajuan-kemajuan pada pra rumah sakit, intervensi, bedah dan perawatan krisis telah menyebabkan peningkatan pada angka ketahanan hidup. Pengikat pelvis secara luas telah menggantikan celana anti-syok militer (military antishock trousers). Ketersediaan dan ketelitian intervensi angiografi telah dikembangkan secara luas. Fiksasi pelvis eksternal dapat diterapkan dengan cepat, seringkali mengurangi volume pelvis, dan memberikan stabilisasi fraktur sementara. Balutan pelvis, dipopulerkan di Eropa, saat ini digunakan pada pusat- pusat tertentu di Amerika Utara. Penggunaan algoritma pengobatan yang telah dibakukan mungkin memperbaiki pengambilan keputusan dan angka ketahanan hidup pasien. Keterlibatan aktif seorang ahli bedah ortopedi yang berpengalaman penting dalam evaluasi dan perawatan pasien-pasien yang terluka secara serius. Fraktur pelvis berkekuatan-tinggi merupakan cedera yang membahayakan jiwa. Perdarahan luas sehubungan dengan fraktur pelvis relatif umum namun terutama lazim dengan fraktur berkekuatan-tinggi. Kira-kira 15–30% pasien dengan cedera pelvis berkekuatan-tinggi tidak stabil secara

Upload: a-fifah-otlivio-alfiana

Post on 26-Sep-2015

24 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

kjhgfds';lkhg

TRANSCRIPT

Manajemen Perdarahan pada Fraktur Pelvis yangMengancam-JiwaFiled under:Bedah,med papers ningrum @ 7:29 pmManajemen Perdarahan pada Fraktur Pelvis yang Mengancam-JiwaDavid J. Hak, MD, MBA ,Wade R. Smith, MD ,Takashi Suzuki, MDABSTRAKPengobatan penyelamatan-hidup darurat dibutuhkan untuk fraktur pelvis berkekuatan-tinggi dengan perdarahan dan instabilitas hemodinamik yang menyertainya. Kemajuan-kemajuan pada pra rumah sakit, intervensi, bedah dan perawatan krisis telah menyebabkan peningkatan pada angka ketahanan hidup.Pengikat pelvis secara luas telah menggantikan celana anti-syok militer (military antishock trousers). Ketersediaan dan ketelitian intervensi angiografi telah dikembangkan secara luas. Fiksasi pelvis eksternal dapat diterapkan dengan cepat, seringkali mengurangi volume pelvis, dan memberikan stabilisasi fraktur sementara. Balutan pelvis, dipopulerkan di Eropa, saat ini digunakan pada pusat-pusat tertentu di Amerika Utara. Penggunaan algoritma pengobatan yang telah dibakukan mungkin memperbaiki pengambilan keputusan dan angka ketahanan hidup pasien. Keterlibatan aktif seorang ahli bedah ortopedi yang berpengalaman penting dalam evaluasi dan perawatan pasien-pasien yang terluka secara serius. Fraktur pelvis berkekuatan-tinggi merupakan cedera yang membahayakan jiwa. Perdarahan luas sehubungan dengan fraktur pelvis relatif umum namun terutama lazim dengan fraktur berkekuatan-tinggi. Kira-kira 1530% pasien dengan cedera pelvis berkekuatan-tinggi tidak stabil secara hemodinamik, yang mungkin secara langsung dihubungkan dengan hilangnya darah dari cedera pelvis. Perdarahan merupakan penyebab utama kematian pada pasien dengan fraktur pelvis, dengan keseluruhan angka kematian antara 6-35% pada fraktur pelvis berkekuatan-tinggi rangkaian besar. Perdarahan sehubungan fraktur pelvis menuntut evaluasi yang efisien dan intervensi yang cepat. Evaluasi dan perawatan pasien dengan fraktur pelvis membutuhkan sebuah pendekatan multidisiplin. Meskipun ahli trauma bedah umum pada akhirnya mengarahkan pengobatan seseorang dengan cedera multipel, penting bagi pasien dengan fraktur pelvis agar ahli bedah ortopedi ikut terlibat dalam setiap fase pengobatan, termasuk resusitasi primer. Penilaian dini oleh ahli bedah ortopedi yang mengenal pola fraktur pelvis memudahkan tim pengobatan untuk membangun diagnosa dan prioritas pengobatan, dan mempercepat pembentukan manuver penyelamatan-hidup. Sebuah pemahaman seksama terhadap sumber perdarahan potensial dan kesadaran akan pilihan pengobatan adalah penting bagi semua dokter yang terlibat.ANATOMI Pelvis merupakan struktur mirip-cincin yang terbentuk dari tiga tulang: sacrum dan dua tulang innominata, yang masing-masing terdiri dari ilium, ischium dan pubis. Tulang-tulang innominata menyatu dengan sacrum di bagian posterior pada dua persendian sacroiliaca; di bagian anterior, tulang-tulang ini bersatu pada simfisis pubis. Simfisis bertindak sebagai penopang sepanjang memikul beban berat badan untuk mempertahankan struktur cincin pelvis. Tiga tulang dan tiga persendian tersebut menjadikan cincin pelvis stabil oleh struktur ligamentosa, yang terkuat dan paling penting adalah ligamentum-ligamentum sacroiliaca posterior. Ligamentum-ligamentum ini terbuat dari serat oblik pendek yang melintang dari tonjolan posterior sacrum sampai ke spina iliaca posterior superior (SIPS) dan spina iliaca posterior inferior (SIPI) seperti halnya serat longitudinal yang lebih panjang melintang dari sacrum lateral sampai ke spina iliaca posterior superior (SIPS) dan bergabung dengan ligamentum sacrotuberale. Ligamentum sacroiliaca anterior jauh kurang kuat dibandingkan dengan ligamentum sacroiliaca posterior. Ligamentum sacrotuberale adalah sebuah jalinan kuat yang melintang dari sacrum posterolateral dan aspek dorsal spina iliaca posterior sampai ke tuber ischiadicum. Ligamentum ini, bersama dengan ligamentum sacroiliaca posterior, memberikan stabilitas vertikal pada pelvis. Ligamentum sacrospinosum melintang dari batas lateral sacrum dan coccygeus sampai ke ligamentum sacrotuberale dan masuk ke spina ischiadica. Ligamentum iliolumbale melintang dari processus transversus lumbalis keempat dan kelima sampai ke crista iliaca posterior; ligamentum lumbosacrale melintang dari processus transversus lumbalis ke lima sampai ke ala ossis sacri (gambar 1).Gambar 1.Pandangan posterior (A) dan anterior (B) dari ligamentum pelvis.

Arteri iliaca communis terbagi, menjadi arteri iliaca externa, yang terdapat pada pelvis anterior diatas pinggiran pelvis. Arteri iliaca interna terletak diatas pinggiran pelvis. Arteri tersebut mengalir ke anterior dan dalam dekat dengan sendi sacroliliaca. Cabang posterior arteri iliaca interna termasuk arteri iliolumbalis, arteri glutea superior dan arteri sacralis lateralis. Arteri glutea superior berjalan ke sekeliling menuju bentuk panggul lebih besar, yang terletak secara langsung diatas tulang. Cabang anterior arteri iliaca interna termasuk arteri obturatoria, arteri umbilicalis, arteri vesicalis, arteri pudenda, arteri glutea inferior, arteri rectalis dan arteri hemoroidalis. Arteri pudenda dan obturatoria secara anatomis berhubungan dengan rami pubis dan dapat cedera dengan fraktur atau perlukaan pada struktur ini. Arteri-arteri ini dan juga vena-vena yang menyertainya seluruhnya dapat cedera selama adanya disrupsi pelvis (gambar 2). Pemahaman tentang anatomi pelvis akan membantu ahli bedah ortopedi untuk mengenali pola fraktur mana yang lebih mungkin menyebabkan kerusakan langsung terhadap pembuluh darah mayor dan mengakibatkan perdarahan retroperitoneal signifikan.Gambar 2.Aspek internal pelvis yang memperlihatkan pembuluh darah mayor yang terletak pada dinding dalam pelvis

EVALUASI PASIEN Evaluasi lengkap penting pada pasien dengan fraktur pelvis berkekuatan-tinggi karena kejadian ini jarang terjadi sebagai cedera tersendiri. Daya yang sama yang menyebabkan disrupsi cincin pelvis sering dihubungkan dengan cedera abdomen, kepala, dan toraks. Sebagai tambahan terhadap cedera-cedera ini, 60-80% pasien dengan fraktur pelvis berkekuatan tinggi memiliki hubungan lain dengan cedera muskuloskeletal, 12% berhubungan dengan cedera urogenital dan 8% berhubungan dengan cedera pleksus lumbosacralis. Dibutuhkan sebuah rencana untuk penilaian dan pengobatan berkelanjutan pada pasien dengan fraktur pelvis berkekuatan-tinggi. Tim antar cabang ilmu, termasuk ahli bedah umum, ahli bedah ortopedi, wakil dari penyimpanan darah, seorang ahli intervensi radiologi, diperlengkap untuk menilai dan mengelola gambaran cedera sehubungan dengan fraktur pelvis. Prioritas harus diberikan pada evaluasi dan perawatan masalah jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi. Evaluasi dan manajemen syok hipovolemik adalah wajib sambil menstabilkan jalan nafas dan pernafasan. Hipotensi dihubungkan dengan meningkatnya resiko kematian,Adult Respiratory Distress Sybdrome, dan kegagalan organ multipel. Hipotensi terkait dengan trauma tumpul mungkin disebabkan sejumlah penyebab, termasuk kompromi hipovolemik, septik, kardiak atau neurologis. Pencarian yang cepat dan sistematik terhadap sumber hipotensi harus dilakukan. Syok hemoragik merupakan penyebab tersering hipotensi pada pasien trauma tumpul. Seorang pasien dapat menjadi hipotensif akibat kehilangan darah terkait dengan satu lokasi perdarahan atau kombinasi dari banyaknya lokasi perdarahan. Pemeriksaan fisik, radiografi dada, dantubetorakostomi akan mendeteksi kemunculan dan beratnya kehilangan darah intratorakal. Pemeriksaan fisik abdomen mungkin tidak terlalu jelas pada pasien yang tidak responsif. Namun, rongga intraabdomen harus dikecualikan sebagai kemungkinan sumber perdarahan pada pasien yang tidak stabil secara hemodinamik. Evaluasi emergensi paling sering dibuat dengan pemeriksaan sonografi abdominal terfokus untuk trauma ataufocusedabdominal sonography for trauma/FAST. Perdarahan dari lokasi fraktur pelvis jarang sebagai satu-satunya penyebab kehilangan darah pada pasien dengan cedera multipel, dan perdarahan masif dari fraktur pelvis itu sendiri luar biasa. Pada satu seri besar pasien dengan fraktur pelvis, perdarahan mayor muncul pada lokasi non-pelvis. Meskipun demikian, fraktur pelvis harus dipertimbangkan diantara berbagai lokasi paling mencolok perdarahan yang signifikan pada pasien yang tidak stabil secara hemodinamik, terutama sekali ketika usaha awal untuk mengontrol perdarahan dari sumber lain gagal menstabilkan pasien. Pada kasus-kasus dugaan perdarahan fraktur pelvis, stabilisasi pelvis sementara harus segera terjadi selama evaluasi dan resusitasi awal. Stabilisasi sementara dapat terdiri atas pengikat pelvis atau lembaran sederhana yang dibungkuskan dengan aman disekeliling pelvis dan diamankan dengan pengapit kokoh. Hebatnya kehilangan darah dapat ditentukan pada evaluasi awal dengan menilai pulsasi, tekanan darah, dan pengisian kembali kapiler. Sistem klasifikasi ATLS dariAmerican College of Surgeonsberguna untuk memahami manifestasi sehubungan dengan syok hemoragik pada orang dewasa (tabel 1). Volume darah diperkirakan 7% dari berat badan ideal, atau kira-kira 4900 ml pada pasien dengan berat badan 70 kg (155 lb).Tabel 1. Klasifikasi Perdarahan ATLS

KelasRata-rata Kehilangan Darah (mL)Volume Darah (%)Tanda dan Gejala UmumKebutuhan Resusitasi

I< 750< 15Tidak ada perubahan denyut jantung, pernafasan dan tekanan darahTidak ada

II750 150015 30Takikardi dan takipnoe; tekanan darah sistolik mungkin hanya menurun sedikit; sedikit pnoe; tekanan darah sistolik mungkin hanya menurun sedikit; pengurangan penguranganoutputurin (20-30 mL/jam)Biasanya larutan kristaloid tunggal, namun beberapa pasien mungkin membutuhkan transfusi darah

III1500 200030 40Takikardi dan takipnoe yang jelas, ekstremitas dingin dengan pengisian-kembali kapiler terlambat secara signifikan,menurunnya tekanan darah sistolik, menurunnya status mental, menurunnyaoutputurin (5-15 mL/jam)Seringnya membutuhkan transfusi darah

IV> 2000> 40Takikardia jelas, tekanan darah sistolik yang menurun secara signifikan, kulit dingin dan pucat, mental status yang menurun dengan hebat,outputurin yang tak berartiPerdarahan yang membahayakan-jiwa membutuhkan transfusi segera

Perdarahan kelas 1, didefinisikan sebagai kehilangan darah 40% volume darah (> 2000 ml) mewakili perdarahan yang mengancam-jiwa. Tanda-tandanya termasuk takikardia, tekanan darah sistolik yang tertekan secara signifikan, dan tekanan nadi yang menyempit atau tekanan darah diastolik yang tidak dapat diperoleh. Kulit menjadi dingin dan pucat, dan status mental sangat tertekan. Urinoutputsedikit. Pasien-pasien ini membutuhkan transfusi segera untuk resusitasi dan seringkali membutuhkan intervensi bedah segera. Praktek menggenggam crista iliaca dalam mencari instabilitas teraba, kurang sensitivitas dan spesifitasnya dan jarang memberikan informasi yang tidak dapat diperoleh dari radiografi pelvis anteroposterior tunggal. Disrupsi posterior mencolok pada pelvis biasanya jelas pada posisi pandangan ini ketika pelvis mengalami fraktur. Pandangan dalam dan luar terhadap pelvis, yang dapat memberikan informasi lebih tentang kemunculan dan lokasi cedera cincin posterior, harus diperoleh hanya setelah pasien mencapai stabilitas hemodinamik. CT sangat berharga untuk menjelaskan instabilitas cincin posterior. Protokol CT cepat untuk evaluasi trauma abdomen bisa meliputi potonganscanmelewati sacrum dan persendian sacroiliaca. Informasi dari studi ini sering membantu manajemen awal langsung karena hal tersebut dapat membantu dalam menjelaskan besarnya cedera cincin posterior. Bagaimanapun, CT-scan berkepanjangan pada pasien hipotensif akut harus dihindari. Tambahan CT-scan potongan-tipis mungkin diindikasikan untuk evaluasi lebih lanjut fraktur pelvis atau acetabulum, namun hanya setelah pasien distabilkan. Pencitraan CT pelvis dipertinggi-kontras, yang sering dilakukan pada pasien trauma yang stabil secara hemodinamik, adalah sebuah teknik non-invasif yang telah terbukti cukup akurat dalam menentukan munculnya atau hilangnya perdarahan pelvis yang berkelanjutan. Dalam sebuah studi yang membandingkan metodologi ini dengan temuan angiografi pelvis, CT mendeteksi perdarahan pada 16 dari 19 pasien yang mengalami cedera vaskuler atau ekstravasasi yang diperlihatkan oleh angiografi, untuk sensitivitas sebesar 84%. Hasil angiografi pelvis adalah negatif pada 11 pasien, dan tidak ada pasien yang memiliki bukti perdarahan pada CT-scan preangiografi. Dua lokasi ekstravasasi agen-kontras diidentifikasi oleh pencitraan CT pada dua pasien yang tidak menunjukkan perdarahan pada angiografi, dengan spesifitas 85% untuk deteksi perdarahan. Keakuratan CT secara keseluruhan untuk menentukan adanya atau hilangnya perdarahan pada studi ini adalah 90%.SISTEM KLASIFIKASI DAN NILAI PROGNOSTIK Beberapa sistem klasifikasi telah dirumuskan untuk menjelaskan cedera pelvis berdasarkan sifat dasar dan stabilitas disrupsi pelvis atau berdasarkan besar dan arah tekanan yang diberikan ke pelvis. Masing-masing klasifikasi telah dikembangkan untuk memberikan tuntunan pada ahli bedah umum dan ortopedi tentang tipe dan kemungkinan masalah kesulitan manajemen yang mungkin dihadapi dengan masing-masing tipe fraktur. Sistem klasifikasi fraktur pelvis ini, salah satu yang dijelaskan oleh Young dan Burgess, paling erat hubungannya dengan kebutuhan resusitasi dan pola yang terkait dengan cedera. Sistem ini berdasarkan pada seri standar gambaran pelvis dan gambaran dalam dan luar, sebagaimana dijelaskan oleh Pennal dkk. Klasifikasi Young-Burgess membagi disrupsi pelvis kedalam cedera-cedera kompresi anterior-posterior (APC), kompresi lateral (LC),shearvertikal (VS), dan mekanisme kombinasi (CM) (gambar 3). Kategori APC dan LC lebih lanjut disubklasifikasi dari tipe I III berdasarkan pada meningkatnya perburukan cedera yang dihasilkan oleh peningkatan tekanan besar. Cedera APC disebabkan oleh tubrukan anterior terhadap pelvis, sering mendorong ke arah diastase simfisis pubis. Ada cedera open book yang mengganggu ligamentum sacroiliaca anterior seperti halnya ligamentum sacrospinale ipsilateral dan ligamentum sacrotuberale. Cedera APC dipertimbangkan menjadi penanda radiografi yang baik untuk cabang-cabang pembuluh darah iliaca interna, yang berada dalam penjajaran dekat dengan persendian sacroiliaca anterior.

Gambar 3.Klasifikasi fraktur pelvis Young-Burgess.A, kompresi anteroposterior tipe I.B, kompresi anteroposterior tipe II.C, kompresi anteroposterior tipe III.D, kompresi lateral tipe I.E, kompresi lateral tipe II.F, kompresi lateral tipe III.G,shearvertikal. Tanda panah pada masing-masing panel mengindikasikan arah tekanan yang menghasilkan pola fraktur.

Cedera LC sebagai akibat dari benturan lateral pada pelvis yang memutar pelvis pada sisi benturan ke arahmidline. Ligamentum sacrotuberale dan ligamentum sacrospinale, serta pembuluh darah iliaca interna, memendek dan tidak terkena gaya tarik. Disrupsi pembuluh darah besar bernama (misal, arteri iliaca interna, arteri glutea superior) relatif luar biasa dengan cedera LC; ketika hal ini terjadi, diduga sebagai akibat dari laserasi fragmen fraktur. Cedera VS dibedakan dari pemindahan vertikal hemipelvis. Perpindahan hemipelvis mungkin dibarengi dengan cedera vaskuler lokal yang parah. Pola cedera CM meliputi fraktur pelvis berkekuatan tinggi yang ditimbulkan oleh kombinasi dua vektor tekanan terpisah. Klasifikasi fraktur pelvis Young-Burgess dan dugaan vektor tekanan juga telah menunjukkan berkorelasi baik dengan pola cedera organ, persyaratan resusitasi, dan mortalitas. Secara khusus, kenaikan pada mortalitas telah terbukti sebagaimana meningkatnya angka APC. Pola cedera yang terlihat pada fraktur APC tipe III telah berkorelasi dengan kebutuhan cairan 24-jam terbesar. Pada sebuah seri terhadap 210 pasien berurutan dengan fraktur pelvis, Burgess dkk menemukan bahwa kebutuhan transfusi bagi pasien dengan cedera LC rata-rata 3,6 unit PRC, dibandingkan dengan rata-rata 14,8 unit bagi pasien dengan cedera APC. Pada seri yang sama, pasien dengan cedera VS rata-rata 9,2 unit, dan pasien dengan cedera CM memiliki kebutuhan transfusi rata-rata sebesar 8,5 unit. Angka mortalitas keseluruhan pada seri ini adalah 8,6%. Angka mortalitas lebih tinggi terlihat pada pola APC (20%) dan pola CM (18%) dibandingkan pada pola LC (7%) dan pola VS (0%). Burgess dkk mencatat hilangnya darah dari cedera pelvis yang dihasilkan dari kompresi lateral jarang terjadi, dan penulis menghubungkan kematian pada pasien dengan cedera LC pada penyebab lainnya. Penyebab kematian yang teridentifikasi paling umum pada pasien di seri ini dengan fraktur LC adalah cedera kepala tertutup. Pada kontras, penyebab kematian yang teridentifikasi pada pasien dengan cedera APC merupakan kombinasi cedera pelvis dan viseral. Temuan ini mengindikasikan bahwa kemampuan untuk mengenali pola fraktur pelvis dan arah tekanan cedera yang sesuai dapat membantu tim resusitasi mengantisipasi kebutuhan transfusi cairan dan darah sebagaimana halnya membantu untuk penilaian dan pengobatan awal langsung. Pasien dengan instabilitas posterior lengkap dapat diantisipasi agar tidak menjadi perdarahan yang berat.METODE PENATALAKSANAANMilitary Antishock TrousersMilitary antishock trousers(MAST) atau celana anti syok militer dapat memberikan kompresi dan imobilisasi sementara terhadap cincin pelvis dan ekstremitas bawah melalui tekanan berisi udara. Pada tahun 1970an dan 1980an, penggunaan MAST dianjurkan untuk menyebabkan tamponade pelvis dan meningkatkan aliran balik vena untuk membantu resusitasi. Namun, penggunaan MAST membatasi pemeriksaan abdomen dan mungkin menyebabkan sindroma kompartemen ekstermitas bawah atau bertambah satu dari yang ada. Meskipun masih berguna untuk stabilisasi pasien dengan fraktur pelvis, MAST secara luas telah digantikan oleh penggunaan pengikat pelvis yang tersedia secara komersil.Pengikat danSheetPelvis Kompresi melingkar mungkin siap dicapai pada keadaan pra rumah-sakit dan pada awalnya memberikan keuntungan stabilisasi selama pengangkutan dan resusitasi. Lembaran terlipat yang dibalutkan secara melingkar di sekeliling pelvis efektif secara biaya, non-invasif, dan mudah untuk diterapkan. Pengikat pelvis komersial beragam telah ditemukan. Tekanan sebesar 180 N tampaknya memberikan efektivitas maksimal. Sebuah studi melaporkan pengikat pelvis mengurangi kebutuhan transfusi, lamanya rawatan rumah sakit, dan mortalitas pada pasien dengan cedera APC (gambar 4).

Gambar 4.Ilustrasi yang mendemonstrasikan aplikasi alat kompresi melingkar pelvis (pengikat pelvis) yang tepat, dengan gesper tambahan (tanda panah) untuk mengontrol tekanan

Rotasi eksterna ekstremitas inferior umumnya terlihat pada orang dengan fraktur pelvis disposisi, dan gaya yang beraksi melalui sendi panggul mungkin berkontribusi pada deformitas pelvis. Koreksi rotasi eksternal ekstremitas bawah dapat dicapai dengan membalut lutut atau kaki bersama-sama, dan hal ini dapat memperbaiki reduksi pelvis yang dapat dicapai dengan kompresi melingkar.Fiksasi EksternalFiksasi Eksternal Anterior Standar Beberapa studi telah melaporkan keuntungan fiksasi eksternal pelvis emergensi pada resusitasi pasien yang tidak stabil secara hemodinamik dengan fraktur pelvis tidak stabil. Efek menguntungkan fiksasi eksternal pada fraktur pelvis bisa muncul dari beberapa faktor. Imobilisasi dapat membatasi pergeseran pelvis selama pergerakan dan perpindahan pasien, menurunkan kemungkinan disrupsi bekuan darah. Pada beberapa pola (misal, APC II), reduksi volume pelvis mungkin dicapai dengan aplikasi fiksator eksternal. Studi eksperimental telah menunjukkan bahwa reduksi cedera pelvis open book mengarah pada peningkatan tekanan retroperitoneal, yang bisa membantu tamponade perdarahan vena. Penambahan fraktur disposisi dapat meringankan jalur hemostasis untuk mengontrol perdarahan dari permukaan tulang kasar.C-Clamp Fiksasi pelvis eksternal standar tidak menyediakan stabilisasi pelvis posterior yang adekuat. Hal ini membatasi efektivitas pada pola fraktur yang melibatkan disrupsi posterior signifikan atau dalam kasus-kasus dimana ala ossis ilium mengalami fraktur.C-clampyang diaplikasikan secara posterior telah dikembangkan untuk menutupi kekurangan ini.Clampmemberikan aplikasi gaya tekan posterior tepat melewati persendian sacroiliaca. Kehati-hatian yag besar harus dilatih untuk mencegah cedera iatrogenik selama aplikasi; prosedur umumnya harus dilakukan dibawah tuntunan fluoroskopi. PenerapanC-clamppada regio trochanter femur menawarkan sebuah alternatif bagi fiksasi eksternal anterior standar untuk fiksasi sementara cedera APC.Angiografi Eksplorasi angiografi harus dipertimbangkan pada pasien dengan kehilangan darah berkelanjutan yang tak dapat dijelaskan setelah stabilisasi fraktur pelvis dan infus cairan agresif. Keseluruhan prevalensi pasien dengan fraktur pelvis yang membutuhkan embolisasi dilaporkan