manajemen praktek
DESCRIPTION
ergonomi, four handed dantistry, Musculoskeletal Disorders (MSDs).TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan teknologi saat ini begitu pesatnya, sehingga peralatan
sudah menjadi kebutuhan pokok pada berbagai lapangan pekerjaan. Artinya
peralatan dan teknologi merupakan penunjang yang penting dalam upaya
meningkatkan produktivitas untuk berbagai jenis pekerjaan. Disamping itu
disisi lain akan terjadi dampak negatifnya, bila kita kurang waspada
menghadapi bahaya potensial yang mungkin timbul. Hal ini tidak akan terjadi
jika dapat diantisipasi berbagai risiko yang mempengaruhi kehidupan para
pekerja. Berbagai risiko tersebut adalah kemungkinan terjadinya penyakit
akibat kerja, penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan dan kecelakaan
akibat kerja yang dapat menyebabkan kecacatan atau kematian. Antisipasi ini
harus dilakukan oleh semua pihak dengan cara penyesuaian antara pekerja,
proses kerja dan lingkungan kerja. Pendekatan ini dikenal sebagai pendekatan
ergonomik.
Saat ini, kedokteran gigi dianggap sebagai profesi yang menuntut
ketelitian dan konsentrasi tinggi. Selain itu, kinerja dokter gigi juga terkait
dengan gangguan muskuloskeletal, terutama leher dan tungkai atas, serta
nyeri punggung bawah. Cedera tersebut dapat menyebabkan pensiun dini
(Gandavadi, 2007). Area kerja (mulut) yang terbatas sehingga dokter gigi
perlu mengadopsi postur atau posisi kerja yang fleksibel untuk mencegah
terjadinya Musculoskeletal Disorders (MSDs).
Risiko penyakit muskuloskelatal dapat diminimalkan dengan
memaksimalkan efektivitas posisi operator, pasien dan peralatan. Konsep
ergonomi diperkenalkan di kedokteran gigi dalam rangka untuk memperbaiki
kondisi kerja operator, konsep kerja yang meliputi posisi duduk dan four
handed dentistry.
1
Berdasarkan uraian diatas pada laporan tutorial skenario II mengenai
manajemen praktek kali ini akan membahas mengenai prinsip kerja
ergonomi, konsep kerja four handed dentistry dan keterkaitannya dengan
musculoskeletal disorders sesuai dengan hasil diskusi yang telah kami
laksanakan.
1.2 Skenario
Seorang dokter gigi praktek sore telah bekerja selama 15 tahun
mempunyai pasien yang banyak. Tiap hari rata-rata jumlah pasien yang
berkunjeng sekitar 15 orang. Semua kegiatan perawatan gigi pasien dia
tangani sendiri. Beberapa hari yang lalu dokter gigi termasuk mengeluh
adanya kelainan di daerah punggung, leher, dan pergelangan tangannya. Dia
merasakan sakit yang luar biasa, bahakan dia tidak bisa beraktifitas secara
normal seperti biasa. Hasil pemeriksaan dokter menunjukkan bahwa dia
mengalami musculoskeletal disorders karena dokter gigi bekerja tidak secara
ergonomi. Saran dari dokter yang merawatnya agar dalam bekerja merawat
pasien dibantu oleh asisten sehingga bekerja secara four handed dentistry.
1.3 Rumusan Masalah
1. Bagaimana prinsip kerja secara ergonomi ?
2. Bagaimana aplikasi four handed dentistry ?
3. Apa saja faktor resiko dari musculoskeletal disorder ?
4. Jelaskan macam-macam dari musculoskeletal disorder ?
1.4 Tujuan
1. Mampu memahami dan menjelaskan prinsip kerja secara ergonomi
2. Mampu memahami dan menjelaskan aplikasi four handed dentistry
3. Mampu memahami dan menjelaskan faktor resiko dari musculoskeletal
disorder
2
4. Mampu memahami dan menjelaskan macam-macam dari musculoskeletal
disorders.
Mapping
3
Manajemen Praktek
Ergonomi
Prinsip Aplikasi
MacamFour Handed DentistryFaktor Resiko
Musculoskeletal Disorder
Tidak Ergonomi
Jalur Kerja dan Pergerakan
Tata Letak dan Penempatan
Tim dan Sistem Kerja
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ergonomi
Ergonomi berasal dari bahasa Latin yaitu Ergos (kerja) dan Nomos
(hukum alam) dan dapat didefenisikan sebagai studi tentang aspek-aspek
manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi,
psikologi, engineering, manajemen dan perancangan/desain. Ergonomi secara
khusus mempelajari keterbatasan dan kemampuan manusia dalam
berinteraksi dengan teknologi dan produk-produk buatannya. Ilmu ini
berangkat dari kenyataan bahwa manusia memiliki batas-batas kemampuan
baik jangka pendek maupun jangka panjang, pada saat berhadapan dengan
lingkungan sistem kerja yang berupa perangkat keras/hardware (mesin,
peralatan kerja, dan lain-lain) dan perangkat lunak/software (metode kerja,
sistem, dan lain-lain).
Secara keseluruhan ergonomi berarti aturan yang berkaitan
dengan kerja, implikasinya dalam kehidupan adalah bahwa di dalam
melaksanakan pekerjaan itu hendaknya manusia selalu menyadari bahwa ada
aturan kerja yang harus dituruti. Menurut definisi tersebut prinsip dasar dalam
ergonomi adalah menyesuaikan pekerjaan dengan manusianya. Manusia
bukan hanya harus mendapatkan pekerjaan, tetapi pekerjaan yang diperoleh
itu harus mampu memelihara harkat dan harga dirinya sebagai manusia.
Dengan kata lain pekerjaannya harus manusiawi, yang didalamnya
mengandung pengertian adanya jaminan keselamatan, keamanan dan
kenyamananselama bekerja 8 jam sehari. Dimana ergonomi dimanfaatkan
untuk manusia bekerja dimana saaja dan kapan saja, ergonomi sebagi suatu
pendekatan yang memungkinkan manusia bekerja secara optimal dan efisien.
Apakah dia bekerja di pagi sampai sore hari pekerjaannya berat atau ringan.
( Nyoman,2004)
4
Terdapat beberapa tujuan yang ingin dicapai dari penerapan ilmu
ergonomi. Tujuan-tujuan dari penerapan ergonomi adalah sebagai berikut
(Tarwaka, 2004):
Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya
pencegahan cidera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban
kerja fisik dan mental, mengupayakan promosi dan kepuasan kerja.
Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas
kontak sosial dan mengkoordinasi kerja secara tepat, guna
meningkatkan jaminan sosial baik selama kurun waktu usia
produktif maupun setelah tidak produktif.
Menciptakan keseimbangan rasional antara aspek teknis, ekonomis,
dan antropologis dari setiap sistem kerja yang dilakukan sehingga
tercipta kualitas kerja dan kualitas hidup yang tinggi.
Sebagai suatu cabang ilmu yang bersifat multi-disipliner, beberapa
cabang ilmu yang mendasari adanya ergonomi yaitu psikologi, antropologi,
faal kerja atau fisiologi, biologi, sosiologi, perencanaan kerja, dan fisika.
Disiplin tersebut berfungsi sebagai pemberi informasi. Pada gilirannya, para
perancang, dalam hal ini para ahli teknik, bertugas untuk meramu masing-
masing informasi di atas, dan menggunakannya sebagai pengetahuan untuk
merancang fasilitas kerja sehingga mencapai kegunaan yang optimal.
Ada beberapa prinsip dasar dalam ergonomi yaitu :
5
1. Meningkatkan faktor kenyamanan.
Menciptakan lingkungan kerja yang nyaman, membuat agar
display dan contoh muddah dimengerti supaya para pekerja dalam
melaksanakan tugasnya dapat bekerja dengan nyaman.
2. Meningkatkan keselamatan kerja
Membuat standar operasional produksi (SOP) yang mengutamakan
keselamatan para pekerja dalam bekerja dengan memperhatikan jarak
ruang , menempatkan peralatan agar selalu berada dalam
jangkauan,mengurangi beban berlebih, dan bekerja sesuai dengan
ketinggian dimensi tubuh pekerja.
3. Memperhatikan kesehatan kerja
Menciptakan suasana bekerja yang sehat dengan cara bekerja
dalam posisi atau postur normal, mengurangi gerakan berulang dan
berlebihan, melakukan gerakan, olahraga, dan peregangan saat
bekerja.
Sasaran penelitian ergonomi adalah manusia pada saat bekerja
dalam lingkungannya. Secara singkat dapat dikatakan bahwa ergonomi
ialah penyesuaian tugas pekerjaan dengan kondisi tubuh manusia
dengan tujuan untuk menurunkan stress yang akan dihadapi, yaitu
dengan cara menyesuaikan ukuran tempat kerja dengan dimensi tubuh
agar tidak melelahkan, pengaturan suhu, cahaya dan kelembaban
betujuan agar sesuai dengankebutuhan tubuh manusia. Berdasarkan
pengertian tersebut dapat di simpulakan bahwa pusat dari ergonomi
adalah manusia. Konsep ergonomi adalah berdasarkan kesadaran,
keterbatasan kemampuan dannkapabilitas manusia. Sehingga dalam
usaha untuk mencegah cidera, meningkatkan produktivitas, efisiensi dan
kenyamanan dibutuhkan penyesuaian antara lingkungan kerja,
pekerjaan dan manusia yang terlibat dengan pekerjaan tersebut. (depkes
RI,2000)
6
Ruang lingkup ergonomi sangat luas aspeknya antara lain:
a. Tekhnik
b. Fisik
c. Pengalaman psikis
d. Anatomi, utamanya yang berhubungan dengan perherakan otot dan
persendian.
e. Anthopometri
f. Sosiologi
g. Fisiologi, terutama yang berhubungan dengan temperature suhu
h. Desain atau tata letak dll.
Pelatihan bidang ergonomic sangat penting sebab ahli ergonomi
umumnya berlatar belakang pendidikan tekhnik, psikologi, fisiologi atau
dokter meskipun ada juga yang dasar keilmuaanya tentang desain, manajer
dll. Akan tetapi semua ditujukan pada aspek kerja dan lingkungan kerja.
(depkes RI,2000)
2.2 Four Handed Dentistry
Four handed dentistry merupakan perawatan gigi yang dilakukan
dengan 4 tangan secara bersamaan, 2 tangan operator dan 2 tangan asisten.
Dalam konsep four handed dentistry dikenal konsep pembagian zona kerja di
sekitar dental unit yang disebut clock concept. Zona kerja diidentifikasi
menggunakan wajah pasien sebagai wajah/ muka jam dengan kepala pasien
dijadikan pusat dan jam 12 terletak tepat di belakang kepala pasien. Zona
kerja tersebut dibagi menjadi 4, yaitu operator’s zone, assistant’s zone,
transfer zone dan static zone.
Operator’s zone sebagai tempat pergerakan dokter gigi. Assistant’s
zone adalah zona tempat pergerakan perawat gigi atau asisten. Transfer zone
adalah daerah tempat transfer alat dan bahan antara tangan dokter gigi dan
7
tangan asisten. Instrumen diberikan dari asisten ke dokter gigi lewat dada
pasien. Jangan memberikan alat di atas mata pasien. Sedangkan static zone
adalah daerah tanpa pergerakan dokter gigi maupun perawat gigi serta tidak
terlihat oleh pasien, zona ini untuk menempatkan meja instrumen bergerak
(Mobile Cabinet) yang berisi instrumen tangan serta peralatan yang dapat
membuat takut pasien.
Keempat zona tersebut untuk right-handed operator adalah:
1. Area Operator (Operator’s zone) : Jam 7 – 12 (Aktivitas Operator)
2. Area Asistan (Assistant’s zone) : Jam 2 – 4 (Aktivitas Asisten)
3. Area Transfer (Transfer zone) : Jam 4 – 7 (Instrumen diberikan)
4. Area Statis (Static zone) : Jam 12 – 2
Keempat zona tersebut untuk left-handed operator adalah:
1. Area Operator (Operator’s zone) : Jam 12 – 5 (Aktivitas Operator)
2. Area Asistan (Assistant’s zone) : Jam 8 – 10 (Aktivitas Asisten)
3. Area Transfer (Transfer zone) : Jam 5 – 8 (Instrumen diberikan)
4. Area Statis (Static zone) : Jam 10 – 12
Konsep four handed dentistry termasuk juga bagaimana cara
penggunaan dan pemeliharaan alat dan bahan kedokteran gigi meliputi
peralatan yang digunakan untuk diagnose, perawatan pengawetan gigi,
pembersihan karang gigi, operasi bedah mulut, fissure sealant, ART, dan
pemeliharaan dan penyimpanan alat kedokteran gigi.
Berbagai peralatan kedokteran gigi yang dijual di pasaran pada saat
ini, hampir semuanya telah memperhatikan aspek ergonomis ketika didesain
oleh pabrik pembuatnya. Namun kelebihan ini akan berkurang nilainya
apabila pada saat penempatan peralatan tidak berdasarkan prinsip desain tata
letak yang benar. Dalam makalah ini akan dibahas desain tata letak
8
penempatan alat kedokteran gigi, namun terbatas pada alat-alat utama saja
yaitu dental Unit, mobile cabinet, dan dental cabinet.
Desain tata letak (lay out design) adalah proses alokasi ruangan,
penataan ruangan dan peralatan sedemikian rupa sehingga pergerakan
berlangsung seminimal mungkin, seluruh luasan ruangan termanfaatkan, dan
menciptakan rasa nyaman kepada operator yang bekerja serta pasien yang
menerima pelayanan. Desain tata letak memegang peranan penting dalam
efektifitas dan efisiensi operasi3 tempat praktek dokter gigi, oleh karena itu
perlu direncanakan secara matang sebelum tempat praktek dibangun dan tidak
tertutup kemungkinan untuk direvisi dikemudian hari bila dinilai sudah tidak
laik lagi.
Desain tata letak berbeda dengan gambar arsitek, desain tata letak
hanya berupa sketsa yang mengambarkan penataan ruangan, dibuat
berdasarkan perhitungan pergerakan informasi, bahan, dan manusia. Selain itu
juga dengan memperhatikan pertimbangan ergonomis, medis dan kepatutan.
Secara garis besar ada 2 macam desain tata letak yaitu yang dibuat dengan
memperhatikan proses dan yang dibuat dengan memperhatikan produk, pada
tempat praktek dokter gigi yang digunakan adalah desain tata letak dengan
memperhatikan proses.
Efektifitas dan efisiensi desain tata letak dihitung dari jumlah jarak
pergerakan yang terjadi, dengan asumsi setiap pergerakan yang terjadi
menimbulkan biaya. Menimimalisasi pergerakan adalah tujuan dari desain tata
letak.
2.3 Musculoskeletal Disorders
Musculoskeletal disorders (MSDs) atau gangguan otot rangka
merupakan kerusakan pada otot, saraf, tendon, ligament, persendian,
kartilago, dan discus invertebralis. Kerusakan pada otot dapat berupa
ketegangan otot, inflamasi, dan degenerasi. Sedangkan kerusakan pada tulang
9
dapat berupa memar, mikro faktur, patah, atau terpelintir. MSDs terjadi
dengan dua cara:
1. Kelelahan dan keletihan terus menerus yang disebabkan oleh frekuensi atau
periode waktu yang lama dari usaha otot, dihubungkan dengan pengulangan
atau usaha yang terus menerus dari bagian tubuh yang sama meliputi posisi
tubuh yang statis;
2. Kerusakan tiba-tiba yang disebabkan oleh aktivitas yang sangat kuat/berat
atau pergerakan yang tak terduga.
Frekuensi yang lebih sering terjadi MSDs adalah pada area tangan, bahu, dan
punggung. Aktivitas yang menjadi penyebab terjadinya MSDs yaitu penanganan
bahan dengan punggung yang membungkuk atau memutar, membawa ke tempat
yang jauh (aktivitas mendorong dan menarik), posisi kerja yang statik dengan
punggung membungkuk atau terus menerus dan duduk atau berdiri tiba-tiba,
mengemudikan kendaraan dalam waktu yang lama (getaran seluruh tubuh),
pengulangan atau gerakan tiba-tiba meliputi memegang dengan atau tanpa
kekuatan besar. Lokasi timbulnya gejala menjadi salah satu ciri adanya MSDs,
seperti pada tulang punggung, tangan dan pergelangan.
A. Sakit pada Tulang Belakang Bagian Bawah
Sembilan puluh persen orang akan merasakan sakit tulang belakang
pada beberapa titik di dalam kehidupannya. Mereka merasakan sakit pada
tulang belakang bagian bawah untuk kedua kalinya sebagai alasan utama
untuk melakukan perawatan medis. Sakit tulang belakang bagian bawqah ini
mewabah di Negara besar seperti Amerika Serikat. Hal itu sudah di
perkirakan dan insidensi timbulnya Lower Back Pain (LBP) per tahun adalah
5% dari populasi.
Sekitar 70% dan 90% dari orang-orang mengalami peristiwa
kambuhnya rasa nyeri, dan sepertiga pasien mengalami nyeri yang
persisten, rekuren, dan intermiten dari rasa nyeri yang pertama. Kesulitan
menyembuhkan jaringan tertentu (seperti spondylolisthesis), proses
10
degeneratif yang berkelanjutan, dan banyak pasien yang tidak
memperkecil faktor resiko potensial. Semua ini dapat berperan dalam
memperparah terjadinya LBP.
Hal lain yang terpisah tetapi terkait dengan sakit tulang belakang
bagian bawah adalah cedera tulang belakang. Ini biasanya terjadi secara
akut, peristiwa mendadak sakit tulang belakang atau “penyakit pegal pada
pinggang” berhubungan dengan suatu peristiwa yang spesifik. Cedera
seperti itu pada umumnya tidak dianggap sebagai MSDs yang di
hubungkan daengan gerakan berulang. Meskipun demikian, ada juga
cedera seperti itu yang menyebabkan rasa sakit apabila melakukan gerakan
berulang tertentu.
Perawatan dari sakit tulang belakang bagian bawah ini harus
dibedakan untuk masing-masing pasien. Karena penyebab timbulnya rasa
sakit pada tiap-tiap pasien itu berbeda-beda. Sementara ada bukti ilmiah
yang mendukung intervensi spesifik, seperti koreksi postur tubuh, posisi
tubuh pasien, latihan umum dan teknik-teknik fisioterapi spesifik yang
mungkin akan sangat bermanfaat.
B. Sakit pada Tulang Belakang Bagian Atas
Beberapa individu melaporkan adanya rasa sakit pada tulang
belakang bagian atas dan tengah. Tulang thorax (thoracic spine) dirancang
untuk mendukung organ penting didalamnya dan sangat kuat. Jarang
sekali mengalami gejala-gejala degeneratif karena pergerakannya kecil dan
sangat stabil. Tentu saja trauma atau cedera dari ketegangan bisa
menyebabkan rasa nyeri. Meski struktur-struktur dari tulang belakang
jarang cedera, tetapi beberapa kondisi-kondisi seperti osteoporosis dapat
mempengaruhi kondisi spesifik seperti tekanan yang mematahkan. Tulang
thorax sering dilibatkan dalam skoliosis yang idiopatik atau kebongkokan.
Hal ini kemudian dapat berkembang menjadi kondisi yang menyakitkan,
meski sumber dan penyebab yang tepat sering kali belum jelas.
11
Mungkin hal tersebut merupakan penyebab yang sering timbul
pada bagian pertengahan tulang belakang, tetapi sekali lagi sangatlah sulit
untuk dapat mendiagnosa dengan tepat nyeri otot dari otot-otot postural
dan otot-otot tulang belikat. Kontribusi dari postur yang abnormal, postur
statis, kekuatan dan daya tahan yang lemah dan menyeluruh
mempengaruhi keadaan individu dan perlu untuk diperhitungkan.
Beberapa usaha rehabilitasi harus melibatkan otot-otot yang besar,
termasuk peregangan, latihan-latihan penguatan, aktivitas fungsional, dan
perhatian pada postur tubuh.
C. Sakit pada Tangan dan Pergelangan tangan
MSDs dari tangan dan pergelangan tangan dapat terjadi dalam
bermacam-macam bentuk seperti, kelainan trauma kumulatif, cedera
karena ketegangan, trauma mikro karena pekerjaan berulang, sindrom
penggunaan berlebih, sindrom terowongan karpus (carpal tunnel
syndrome) dan kelainan karena tekanan yang berulang.[14] Hal dominan
yang menjadi penyebab kelainan gerakan berulang adalah gerakan-gerakan
pembelokan dan perluasan dari pergelangan tangan dan jari-jari. Secara
kronis gerakan berulang tersebut terutama pada posisi pinch menjadi
penyebab terbanyak. Hal umum lain yang menyokong faktor-faktor
terjadinya cedera pada tangan dan pergelangan tangan termasuk gerakan-
gerakan di mana pergelangan tangan itu menyimpang dari posisi netral
menjadi posisi yang abnormal ataupun tidak biasa; bekerja untuk periode
waktu yang lama tanpa istirahat atau pertukaran otot-otot tangan dan
lengan bawah; tekanan mekanik pada persarafan dari genggaman pada tepi
tajam dari instrument, pekerjaan yang membutuhkan kekuatan berlebih
dan memperluas penggunaan dari instrument-instrument yang bergetar
seperti dental handpieces.
12
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Prinsip Kerja secara Ergonomi
Cara dokter gigi bekerja secara ergonomi adalah bekerja yg sesuai
dengan prinsip ergonomi.
Prinsip-prinsip ergonomik antara lain :
Work in Neutral Postures (bekerja dalam posisi netral)
Reduce Excessive Force (mengurangi beban yang berlebihan)
Tekanan yang berlebihan pada otot akan berpotensi menyebabkan
kelelahan dan cedera.
Keep Everything in Easy Reach (membuat semua mudah untuk dijangkau)
Benda yang paling sering digunakan harus berada di daerah jangkauan
tangan, susun kembali daerah kerja dan semakin mudah dalam gerakkan.
Work at Proper Heights (ketinggian daerah kerja disesuaikan dengan
operator)
Dari pengalaman baik adalah bahwa kebanyakan pekerjaan harus
dilakukan didekat sekitar tingginya, apakah duduk atau berdiri. Pekerjaan
lebih berat adalah sering terbaik melakukan lebih rendah dari tingginya
siku. Ketepatan bekerja atau pekerjaan secara visual keras adalah sering
terbaik melakukan didekat kemuliaan di atas.
Reduce Excessive Motions (mengurangi gerakan berlebihan)
Kurangi jumlah gerakan selama kerja, baik lengan, jari maupun punggung.
13
Minimize Fatigue and Static Load (memperkecil kelelahan dan beban
statis)
Berada dalam posisi kerja yang sama untuk beberapa waktu dikenal
sebagai beban statis. Ini menyebabkan kegelisahan dan kelelahan dan
dapat menghambat pekerjaan.
Minimize Pressure Points (memperkecil tekanan)
Pada beberapa pekerjaan kita harus hati-hati terhadap poin-poin tekanan
berlebihan, yang sering disebut ” tekanan kontak.”
Provide Clearance (menyediakan tempat yang sesuai/ memeriksa
ksesuaian tempat)
Pekerjaan pada Area tertentu perlu untuk disediakan ruang cukup untuk
kepala, lutut dan kaki.
Move, Exercise and Stretch (pindah tempat; bergerak, dan mereregangkan
otot dan sendi)
Agar tidak mudah lelah tubuh perlu digerakkan dan diregangkan.
Maintain a Comfortable Environment (melihara suatu lingkungan yang
nyaman)
Jaga leher tetap lurus,Jaga agar Siku dalam posisi yang benar dan bahu
bersantai. Salah satu jalan yang paling sederhana untuk mengurangi
kelelahan manual adalah untuk menggunakan alat bantu yang sesuai.
Memakai bantalan pada tangan untuk pekerajaan-pekerjaan tertentu akan
mengurangi beban kerja. Merubah tata letak/ruang untuk meminimalkan
gerakan. Ada Kecenderungan lengan bawah mengalami kontak langsung
terhadap tepi yang keras suatu meja kerja yang akan menciptakan suatu
titik tekanan. Dihilangakan dengan memasang lapisan yang elastis pada
tepi itu dan biasanya ini akan membantu.
14
3.2 Aplikasi Four Handed Dentistry
3.2.1 Tim dan Sistem Kerja
Seiring dengan makin kompleksnya pelayanan kedokteran gigi,
profesi di bidang ini turut ikut berkembang. Bila dahulu cukup hanya
dokter gigi saja yang memberikan pelayanan, kini di negara-negara maju
seperti Amerika Serikat, pelayanan diberikan oleh sebuah tim yang terdiri
dari dentist, dental hygienist, dental assistant, dan dental technician.
Dentist adalah dokter gigi yang memberikan pelayanan kedokteran gigi.
dental hygienist bertugas mengisi rekam medis, serta melakukan tindakan
preventive dentistry seperti membersihkan karang gigi secara mandiri.
dental assistant bertugas sebagai asisten yang membantu dokter gigi
mengambil alat, menyiapkan bahan, mengontrol saliva, membersihkan
mulut, serta mengatur cahaya lampu selama suatu prosedur perawatan
sedang dilakukan. Dental technician berkerja di laboratorium, membuat
protesa dan alat bantu yang akan dipasang di mulut pasien. Di Indonesia
kondisinya sedikit berbeda, hanya dikenal 2 profesi kesehatan gigi diluar
dokter gigi yaitu perawat gigi dan tekniker gigi. perawat gigi bertugas
seperti dental assistant dan dental hygienist, sedangkan tekniker gigi
bertugas sama seperti dental technician. Pada saat suatu pelayanan
kedokteran gigi dilakukan hanya akan ada 2 orang yang berada disekitar
pasien yaitu dokter gigi dan perawat gigi. Tugas kedua orang ini berbeda
namun saling mendukung, ini kemudian melahirkan istilah four handed
dentistry. Konsep four handed dentistry telah diadopsi oleh para produser
pembuatan dental unit, sehingga saat ini seluruh dental unit yang dibuat
selalu dilengkapi dengan sisi dental asistant disebelah kiri pasien. Oleh
karena itulah konsep four handed dentistry menjadi dasar dalam desain
tata letak penempatan alat kedokteran gigi.
15
3.2.2 Jalur Kerja dan Pergerakan
Gambar 1. Pergerakan dalam Ruang Pemeriksaan (Kilpatrick,1974)
Dalam konsep four handed dentistry dikenal konsep pembagian
zona kerja disekitar dental unit yang disebut clock concept. Bila kepala
pasien dijadikan pusat dan jam 12 terletak tepat di belakang kepala pasien,
maka arah jam 11 sampai jam 2 disebut static zone, arah jam 2 sampai jam
4 disebut assisten’s zone, arah jam 4 sampai jam 8 disebut transfer zone,
kemudian dari arah jam 8 sampai jam 11 disebut operator’s zone sebagai
tempat pergerakan dokter gigi (Nusanti, 2000).
Static zone adalah daerah tanpa pergerakan dokter gigi maupun
perawat gigi serta tidak terlihat oleh pasien, zona ini untuk menempatkan
meja instrumen bergerak (mobile cabinet) yang berisi instrumen tangan
serta peralatan yang dapat membuat takut pasien. Assistant’s zone adalah
zona tempat pergerakan perawat gigi, pada dental unit di sisi ini dilengkapi
dengan semprotan air/angin dan penghisap ludah, serta light cure unit pada
dental unit yang lengkap.
Transfer zone adalah daerah tempat alat dan bahan dipertukarkan
antara tangan dokter gigi dan tangan perawat gigi. Sedangkan operator’s
zone sebagai tempat pergerakan dokter gigi Selain pergerakan yang terjadi
16
di seputar dental unit, pergerakan lain yang perlu diperhatikan ketika
membuat desain tata letak alat adalah pergerakan dokter gigi, pasien, dan
perawat gigi di dalam ruangan maupun antar ruangan. Jarak antar
peralatan serta dengan dinding bangunan perlu diperhitungkan untuk
memberi ruang bagi pergerakan dokter gigi, perawat gigi, dan pasien
ketika masuk atau keluar ruang perawatan, mengambil sesuatu dari dental
cabinet, serta pergerakan untuk keperluan sterilisasi. Pergerakan dalam
ruang pemeriksaan (Kilpatrick, 1974).
Rahang Sisi Posisi
Maksila
Labial anterior 8.00 – 9.00 atau
11.00 – 12.00
Palatal anterior 8.00 – 9.00 atau
11.00 – 12.00
Bukal kanan 9.00
Palatal kanan 9.00 – 11.00
Bukal kiri 9.00 – 11.00
Palatal kiri 9.00
Mandibula
Labial anterior 8.00 – 9.00
Lingual anterior 11.00 – 12.00
Bukal kanan 8.00 – 9.00
Lingual kanan 9.00 – 11.00
Bukal kiri 9.00 – 11.00
Lingual kiri 8.00 – 9.00
Tabel 1. Posisi Operator pada Waktu Melakukan Perawatan pada Pasien
3.2.3 Tata Letak dan Penempatan
Prinsip utama dalam desain tata letak penempatan alat kedokteran
gigi adalah prinsip ergonomis, yaitu menyerasikan atau menyeimbangkan
antara segala fasilitas yang digunakan baik dalam beraktivitas maupun
17
istirahat dengan kemampuan dan keterbatasan manusia, baik fisik maupun
mental sehingga kualitas hidup secara keseluruhan menjadi lebih baik
letak hanyalah salah satu faktor dalam ergonomis, banyak faktor lain yang
merupakan unsur ergonomis seperti desain warna, pencahaaan, suhu,
kebisingan, dan kualitas udara ruangan, serta desain peralatan yang
digunakan. Ruang periksa adalah ruang utama dalam praktek dokter gigi,
tata letak peralatan dalam ruangan ini berorientasi memberi kemudahan
dan kenyamanan bagi dokter gigi, perawat gigi, berserta pasiennya ketika
proses perawatan dilakukan. Ukuran minimal ruang perawatan untuk satu
dental unit adalah 2,5 X 3,5 meter, dalam ruangan ini dapat dimasukan
satu buah dental uit, mobile cabinet, serta dua buah dental stool. Unsur
penunjang lain dapat turut dimasukan seperti audio-video atau televisi
untuk hiburan pasien yang sedang dirawat.
Perhatian pertama dalam mendesain penempatan peralatan adalah
terhadap dental unit. Alat ini bukan kursi statis tetapi dapat direbahkan dan
dinaik-turunkan. Pada saat posisi rebah panjang dental unit adalah sekitar
1,8-2 meter. Di belakang dental unit diperlukan ruang sebesar 1 meter
untuk operator’s zone dan static zone, oleh karena itu jarak ideal antara
ujung bawah dental unit dengan dinding belakang atau dental cabinet yang
diletakkan di belakang adalah 3 meter; sementara jarak antara ujung
bawah dental unit dengan dinding depan minimal 0,5 meter. dental unit
umumnya memiliki lebar 0,9 meter, bila tray dalam kondisi terbuka keluar
maka lebar keseluruhan umumnya 1,5 Cm. Jarak dari tiap sisi minimal 0,8
Meter untuk pergerakan di operator’s zone dan asistant’s zone. Mobile
abinet sebagai tempat menyimpan bahan dan alat yang akan digunakan
pada saat perawatan diletakan di static zone. Zona ini tidak akan terlihat
oleh pasien dan terletak dianatara operator’s zone dan assistant zone
sehingga baik dokter gigi maupun perawat gigi akan dengan mudah
mengambil bahan maupun alat yang diperlukan dalam perawatan. Bila
mobile cabinet lebih dari satu, maka mobile cabinet kedua diletakan di
operator’s zone.
18
Alat besar terakhir yang berada di ruang perawatan adalah dental
cabinet sebagai tempat penyimpanan utama bahan maupun alat kedokteran
gigi. Umumnya berbentuk bufet setengah badan seperti kitchen cabinet
dengan ketebalan 0,6-0,8 meter. Bila hanya satu sisi, lemari ini
ditempatkan di static zone, sedangkan bila berbentuk L, ditempatkan di
static zone dan assistant’s zone. Keberadaan dental cabinet akan
menambah luas ruangan yang diperlukan untuk menempatkannya.
3.3 Faktor Resiko Musculoskeletal Disorders
3.3.1 Faktor Pekerjaan
Faktor risiko pekerjaan adalah karakteristik pekerjaan yang dapat
meningkatkan risiko cedera pada sistem otot rangka. Faktor risiko ergonomic
adalah sifat/karakteristik pekerja atau lingkungan kerja yang dapat
meningkatkan kemungkinan pekerja menderita gejala MSDs (LaDao,2004).
Ada beberapa faktor yang terbukti berkontribusi menyebabkan MSDs yaitu
pekerjaan yang dilakukan dengan postur tubuh saat bekerja, beban, gerakan
repetitive/frekuensi, durasi, dan genggaman.
Postur Kerja
Postur tubuh adalah posisi relatif dari bagian tubuh tertentu. Bridger
(1995) menyatakan bahwa postur didefinisikan sebagai orientasi rata-rata
bagian tubuh dengan memperhatikan satu sama lain antara bagian tubuh yang
lain. Postur dan pergerakan memegang peranan penting dalam ergonomi.
Posisi tubuh yang menyimpang secara signifikan terhadap posisi normal saat
melakukan pekerjaan dapat menyebabkan stress mekanik lokal pada otot,
ligamen, dan persendian. Hal ini mengakibatkan cedera pada leher, tulang
belakang, bahu, pergelangan tangan, dan lain-lain. Namun di lain hal,
meskipun postur terlihat nyaman dalam bekerja, dapat berisiko juga jika
mereka bekerja dalam jangka waktu yang lama. Pekerjaan yang dikerjakan
dengan duduk dan berdiri, seperti pada pekerja kantoran dapat mengakibatkan
19
masalah pada punggung, leher dan bahu serta terjadi penumpukan darah di
kaki jika kehilangan kontrol yang tepat.
Secara alamiah postur tubuh dapat terbagi menjadi:
a. Statis
Pada postur statis persendian tidak bergerak, dan beban yang ada
adalah beban statis. Dengan keadaan statis suplai nutrisi kebagian tubuh
akan terganggu begitupula dengan suplai oksigen dan proses metabolisme
pembuangan tubuh. Sebagai contoh pekerjaan statis berupa duduk terus
menerus, akan menyebabkan gangguan pada tulang belakang manusia.
Posisi tubuh yang senantiasa berada pada posisi yang sama dari waktu
kewaktu secara alamiah akan membuat bagian tubuh tersebut stress.
b. Dinamis
Posisi yang paling nyaman bagi tubuh adalah posisi netral.
Pekerjaan yang dilakukan secara dinamis menjadi berbahaya ketika tubuh
melakukan pergerakan yang terlalu ekstreme sehingga energi yang
dikeluarkan oleh otot menjadi sangat besar. Atau tubuh menahan beban
yang cukup besar sehingga timbul hentakan tenaga yang tiba-tiba dan hal
tersebut dapat menimbulkan cedera (Aryanto, 2008).
Beban atau Tenaga (Force)
Beban dapat diartikan sebagai muatan (berat) dan kekuatan pada
struktur tubuh. Satuan beban dinyatakan dalam newton atau pounds, atau
dinyatakan sebagai sebuah proporsi dari kapasitas kekuatan individu (NIOSH,
1997).
Pekerja yang melakukan aktivitas mengangkat barang yang berat
memiliki kesempatan kali lebih besar untuk mengalami low back pain
dibandingkan pekerja yang bekerja statis. Penelitian lain membuktikan bahwa
hernia diskus lebih sering terjadi pada pekerja yang mengangkat barang berat
dengan postur membungkuk dan berputar (Levy dan Wegman, 2000).
Dalam berbagai penelitian dibuktikan cedera berhubungan dengan
tekanan pada tulang akibat membawa beban. Semakin berat benda yang
20
dibawa semakin besar tenaga yang menekan otot untuk menstabilkan tulang
belakang dan menghasilkan tekanan yang lebih besar pada bagian tulang
belakang.
Pembebanan fisik yang dibenarkan adalah pembebanan yang tidak
melebihi 30-40% dari kemampuan kerja maksimum tenaga kerja dalam 8 jam
sehari dengan memperhatikan peraturan jam kerja yang berlaku.semakin berat
beban maka semakin singkat pekerjaan.(Suma’mur, 1989).
Durasi (Duration)
Durasi adalah lamanya pajanan dari faktor risiko. Durasi selama
bekerja akan berpengaruh terhadap tingkat kelelahan. Kelelahan akan
menurunkan kinerja, kenyamanan dan konsentrasi sehingga dapat
menyebabkan kecelakaan kerja. Durasi manual handling yang lebih besar
dari 45 menit dalam 1 jam kerja adalah buruk dan melebihi kapasitas fisik
pekerja. Selain itu, ada pula yang menyebut durasi manual handling yang
berisiko adalah > 10 detik (Humantech, 1995).
Sedangkan dalam REBA, aktivitas yang berisiko adalah 1 menit jika
ada satu atau lebih bagian tubuh yang statis. Suma’mur (1989)
mengungkapkan bahwa durasi berkaitan dengan keadaan fisik Tubuh pekerja.
Pekerjaan fisik yang berat akan mempengaruhi kerja otot, kardiovaskular,
system pernapasan dan lainnya. Jika pekerjaan berlangsung dalam waktu
yang lama tanpa istirahat, kemampuan tubuh akan menurun dan dapat
menyebabkan kesakitan pada anggota tubuh. Durasi atau lamanya waktu
bekerja dibagi menjadi durasi singkat yaitu kurang dari 1 jam/hari, durasi
sedang yaitu antara 1-2 jam/hari dan durasi lama yaitu lebih dari 2 jam/hari
.
Pekerjaan Berulang (Frequency)
Frekuensi dapat diartikan sebagai banyaknya gerakan yang dilakukan
dalam suatu periode waktu. Jika aktivitas pekerjaan dilakukan secara
berulang, maka dapat disebut sebagai repetitive. Gerakan repetitif dalam
pekerjaan, dapat dikarakteristika baik sebagai kecepatan pergerakan tubuh,
21
atau dapat di perluas sebagai gerakan yang dilakukan secara berulang tanpa
adanya variasi gerakan
Bridger (1995) menyatakan bahwa aktivitas berulang, pergerakan
yang cepat dan membawa beban yang berat dapat menstimulasikan saraf
reseptor mengalami sakit. Frekuensi terjadinya sikap tubuh yang salah terkait
dengan beberapa kali terjadi repetitive motion dalam melakukan suatu
pekerjaan. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban
kerja terus menerus tanpa memperolah kesempatan untuk relaksasi. Dalam
Humantech (1995), posisi tangan dan pergelangan tangan berisiko apabila
dilakukan gerakan berulang/frekuensi sebanyak 30 kali dalm semenit dan
sebanyak 2 kali per menit untuk anggota tubuh seperti bahu, leher, punggung
dan kaki.
Gerakan lengan dan tangan yang dilakukan secara berulang-ulang
terutama pada saat bekerja mempunyai risiko bahaya yang tinggi terhadap
timbulnya CTDs. Tingkat risiko akan bertambah jika pekerjaan dilakukan
dengan tenaga besar, dalam waktu yang sangat cepat dan waktu pemulihan
kurang. Beberapa studi telah dilakukan yang memberikan indikasi tingkat
bahaya dari pekerjaan dengan tangan. Silvertein (1987) mendefinisikan
pekerjaan berulang sebagai salah satu dengan waktu putaran kurang dari 30
detik atau lebih dari 50% waktu putaran disimpan untuk menampilkan aksi
pokok yang sama. Penggunaan definisi ini, hubungan yang signifikan
ditemukan antara kegiatan berulang-ulang (repetitiveness) dan keberadaan
CTD. Luopajarvi (1997) membandingkan prevalensi tenosynovitis dan
penyakit lainnya pada pekerja perakitan. Pekerja perakitan dikarakteristikan
dengan gerakan tangan yang berulang-ulang, dengan jari dan tangan secara
tetap menangani mesin, lebih dari 25.000 gerakan tangan setiap hari kerja.
Penelitian menemukan secara statistic hubungan yang signifikan (p<0,001)
anatara pekerja perakitan dan keberadaan sindrom otot-tendon dan CTD.
Kenyataannya, 56% dari pekerja perakitan menderita penyakit pada lengan
bawah dan atau pergelangan tangan, dibandingkan dengan kelompok control
hanya 14%. Studi ini menyarankan bahwa gerakan tangan sebanyak 25.000
22
atau lebih untuk tiap hari kerja (kira-kira 50 gerakan tangan per menit)
berkontribusi terhadap perkembangan CTD. Lain halnya dalam penelitian Lie
T Merijanti S (2005) yang meniliti mengenai gerakan repetitive berulang
terhadap risiko terjadinya sindrom terowongan karpal pada pekerja wanita di
pabrik pengolahan makanan. Penelitian tersebut mengkategorikan jumlah
gerakan repetitif tangan/jam kedalam 3 katagori, yaitu repetitif rendah bila
jumlah gerakan <1000/jam, repetitif sedang bila jumlah gerakan
1000–1200/jam dan repetitive tinggi bila jumlah gerakan >1200/jam.
Genggaman
Terjadinya tekanan langsung pada jaringan otot yang lunak. Sebagai
contoh, pada saat tangan harus memegang alat, maka jaringan otot tangan
yang lunak akan menerima tekanan langsung dari pegangan alat, dan apabila
hal ini sering terjadi, dapat menyebabkan rasa nyeri otot yang menetap
(Tarwaka et al, 2004). Menurut Suma’mur (1989) memegang diusahakan
dengan tangan penuh dan memegang dengan hanya beberapa jari yang dapat
menyebabkan ketegangan statis lokal pada jari tersebut harus dihindarkan.
3.3.2 Faktor Individu
Umur
Riihimaki et al. (1989) dalam Tarwaka (2004) menjelaskan bahwa
umur berhubungan dengan keluhan pada otot. Chaffin (1979) dan Guo et al.
(1995) dalam Tarwaka (2004) menyatkan bahwa pada umumnya keluhan
musculoskeletal mulai dirasakan pada usia kerja, yaitu antara 25-65 tahun.
Keluhan pertama biasa dirasakan pada usia 35 tahun dan akan terus
meningkat sejalan dengan bertambahnya umur. Jadi semakin tua umurnya
semakin besar risiko terjadinya gangguan MSDs. Selain itu, penelitian lain
dalam Hadler (2005) pada pekerja di Swedia menunjukkan hasil bahwa
sekitar 70% di antara yang mengalami keluhan pada punggung berusia antara
35-40 tahun. Hal ini terjadi karena pada umur setengah baya, kekuatan dan
23
ketahanan otot mulai menurun. Pada saat kekuatan dan ketahanan otot
menurun, maka risiko terjadinya keluhan semakin meningkat. Pada penelitian
Hanne dan kawan-kawan (1995) pada pekerja perusahaan kayu dan furniture,
diketahui bahwa LBP berhubungan dengan usia dan masa kerja yang lebih
lama
Masa Kerja
Masa kerja merupakan faktor risiko dari suatu pekerja yang terkait
dengan lama bekerja. Dapat berupa masa kerja dalam suatu perusahaan dan
masa kerja dalam suatu unit produksi. Masa kerja merupakan faktor risiko
yang sangat mempengaruhi seorang pekerja untuk meningkatkan risiko
terjadinya musculoskeletal disorders, terutama untuk jenis pekerjaan yang
menggunakan kekuatan kerja yang tinggi. Riihimaki et al. (1989)
menjelaskan bahwa masa kerja mempunyai hubungan yang kuat dengan
keluhan otot.
Pada penelitian Hanne dan kawan-kawan (1995) pada pekerja
perusahaan kayu dan furniture, diketahui bahwa LBP berhubungan dengan
usia dan masa kerja yang lebih lama.
Jenis Kelamin
Secara fisiologis, kemampuan otot wanita lebih rendah dibanding pria.
Astrand dan Rodahl (1977) dalam Tarwaka (2004) menjelaskan bahwa
kekuatan otot wanita hanya sekitar dua pertiga dari kekuatan otot pria
sehingga daya tahan otot pria lebih tinggi dibandingkan otot wanita.
Tarwaka (2004) juga mencatat hasil penelitiannya lainnya oleh Chiang
et al. (1993), Bernard et al. (1994), Hales et al. (1994) dan Johansen (1994)
yang menunjukkan bahwa perbandingan keluhan otot antara pria dan wanita
adalah 1:3.
24
Kebiasaan merokok
Setiap rokok/cerutu mengandung lebih dari 4.000 jenis bahan kimia,
dimana 400 dari bahan-bahan tersebut dapat meracuni dan 40 dari bahan
tersebut dapat menyebabkan kanker. Zat berbahaya didalam rokok
diantaranya adalah nikotin Efek nikotin menyebabkan perangsangan terhadap
hormon kathekolamin (adrenalin) yang bersifat memacu jantung dan tekanan
darah. Jantung tidak diberikan kesempatan istirahat dan tekanan darah akan
semakin meninggi, berakibat timbulnya hipertensi. Selain itu juga terdapat zat
karbot mono oksida, tar, DDT, cadmium, formaldehyd, arsenic, hydrogen
cyanidhe, naphthalene, polonium-210 dan vinyl chloride serta zat berbahaya
lainnya.
Semakin lama dan semakin tinggi frekuensi merokok, semakin tinggi
pula tingkat keluhan yang dirasakan (Tarwaka et al, 2004). Perokok lebih
memiliki kemungkinan menderita masalah punggung dari pada bukan
perokok. Efeknya adalah hubungan dosis yang lebih kuat dari pada yang
diharapkan dari efek batuk risiko meningkat sekitar 20% untuk setiap 10
batang rokok perharin (Pheasant, 1991).
Beberapa penelitian membuktikan bahwa meningkatnya keluhan otot
terkait dengan lama dan tingkat kebiasaan merokok. Semakin lama atau
semakin tinggi frekuensi merokok semakin tinggi pula tingkat keluhan otot
yang dirasakan.seperti survey yang dilakukan di Britania oleh Palmer et al
(1996) ditemukan 13.000 orang yang merokok sering mengeluhkan rasa ridak
nyaman pada musculoskeletal dan rasa lumpuh terhadap cidera
musculoskeletal dibandingkan mereka yang tidak pernah merokok. Hal ini
disebabkan rokok dapat merusak jaringan otot dan mengurangi respon syaraf
terhadap rasa sakit. Palmer juga mengatakan penyebab perokok lebih
merasakan sakit musculoskeletal antara lain:
1) Zat nikotin yang terkandung di dalam rokok merupakan stimulan kuat
yang secara efektif menjalankan respon sakit pada tubuh perokok
2) Asap rokok mungkin menyebabkan kerusakan umum pada jaringan
musculoskeletal dengan cara mengurangi suplai darah ke jaringan
25
musculoskeletal, meningkatkan penggumpalan darah, atau mengurangi
aliran nutrisi ke otot dan sendi Tarwaka (2004) mencatat salah satu
penelitian oleh Boshuizen et al. (1993) yang hasilnya menemukan
hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan keluhan otot
pinggang terkait pekerjaan yang memerlukan pengerahan otot yang besar.
Hal ini terjadi karena kebiasaan merokok akan dapat menurunkan
kapasitas paru sehingga kemampuan menghirup oksigen menurun. Akibatnya
adalah kekuatan dan ketahanan ototmenurun karena suplai oksigen ke otot
juga menurun sehingga produksi energi terhambat, lalu penumpukan asam
laktat di otot, kemudian timbul rasa lelah hingga nyeri otot.
Pendapat serupa dinyatakan dalam NIOSH (1997), yang
mengunkapkan bahwa merokok juga dapat menimbulkan rasa sakit pada
punggung karena disebabkan batuk yang diderita perokok dapat
meningkatkan tekanan pada abdominal dan intradiscal, sehingga
menyebabkan tekanan pada bagian tulang belakang serta kandungan zat kimia
dalam rokok dapat mempengaruhi berkurangnya kandungan mineral dalam
tulang yang berakibat microfractures.
Perokok lebih memiliki kemungkinan menderita masalah punggung
dari pada bukan perokok. Efeknya adalah hubungan dosis dan lebih kuat dari
pada yang diharapkan dari efek batuk. Meningkatnya keluhan otot sangat erat
hubungannya dengan lama dan tingkat kebiasaan merokok. Risiko meningkat
20% untuk tiap 10 batang rokok per hari. Mereka yang telah berhenti
merokok selama setahun memiliki risiko LBP sama dengan mereka yang
tidak merokok. Kebiasaan merokok akan menurunkan kapasitas paru-paru,
sehingga kemampuannya untuk mengkonsumsi oksigen akan menurun. Bila
orang tersebut dituntut untuk melakukan tugas yang menuntut pengerahan
tenaga, maka akan mudah lelah karena kandungan oksigen dalam darah
rendah (Jeanie Croasmun. 2003).
Croasmun (2003) juga menanbahkan bahwa perokok memiliki risiko
50 % lebih besar untuk merasakan MSDs. Hal ini dikarenakan efek rokok
akan menciptakan respon rasa sakit atau sebagai permulaan rasa sakit,
26
mengganggu penyerapan kalsium pada tubuh sehingga meningkatkan risiko
terkena osteoporosis, menghambat penyembuhan luka patah tulang serta
menghambat degenerasi tulang.
3.3.3 Faktor Lingkungan
Getaran
Getaran ini terjadi ketika spesifik bagian dari tubuh atau seluruh tubuh
kontak dengan benda yang bergetar seperti menggunakan power handtool dan
pengoperasian forklift saat mengangkat beban. Getaran juga dapat
menyebabkan kontraksi otot meningkat yang menyebabkan peredaran darah
tidak lancar, sehingga terjadi peningkatan timbunan asam laktat yang dapat
menimbulkan rasa nyeri. Vibrasi secara sederhana dapat didefinisikan sebagai
gerakan ditimbulkan tubuh terhadap titik tertentu. Vibrasi yang ditimbulkan
oleh mesin biasanya sangat komplek tapi regular. Vibrasi memiliki 2
parameter yaitu: kecepatan dan intensitas (Oborne, 1995).
Vibrasi dengan frekuensi 4-8 hz (frekuensi natural dari trunk) dapat
menimbulkan efek nyeri, khususnya untuk bagian tubuh dada, bahkan
menyebabkan kesulitan bernafas. Pada frekuensi 10-20 Hz dapat
menyebabkan sakit kepala dan tegangan mata, sedangkan pada frekuensi 4-
10Hz akan menimbulkan nyeri pada abdominal. Komplain akan sakit
punggung biasanya terjadi jika terdapat getaran 8-12 Hz (Pulat, 1992).
Suhu
Pajanan pada udara dingin, aliran udara, peralatan sirkulasi udara dan
alat-alat pendingin dapat mengurangi keterampilan tangan dan merusak daya
sentuh. penggunaan otot yang berlebihan untuk memegang alat kerja dapat
menurunkan resiko ergonomi. Beda suhu lingkungan dengan suhu tubuh
mengakibatkan sebagian energi di dalam tubuh dihabiskan untuk
mengadaptasikan suhu tubuh terhadap lingkungan. Apabila tidak disertai
27
pasokan energi yang cukup akan terjadi kekurangan suplai energi ke otot
(Tarwaka, 2004).
Berdasarkan rekomendasi NIOSH (1984) tentang kriteria suhu
nyaman, suhu udara dalam ruang yang dapat diterima adalah berkisar antara
20-24 ºC (untuk musim dingin) dan 23-26 ºC (untuk musim panas) pada
kelembapan 35-65%. Rata-rata gerakan udara dalam ruang yang ditempati
tidak melebihi 0.15 m/det untuk musim dingin dan 0.25 m/det untuk musim
panas Kecepatan udara di bawah 0.07 m/det akan memberikan rasa tidak enak
di badan dan rasa tidak nyaman. Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa
pada temperature 27-30 ºC, maka performa kerja dalam pekerjaan fisik akan
menurun (Pulat, 1992).
Pencahayaan
Pencahayaan akan mempengaruhi ketelitian dan performa kerja.
Bekerja dalam kondisi cahaya yang buruk, akan membuat tubuh beradaptasi
untuk mendekati cahaya. Jika hal tersebut terjadi dalam waktu yang lama
meningkatkan tekanan pada otot bagian atas tubuh (Bridger, 1995).
Pencahayaan yang inadekuat dapat merusak salah satu fungsi organ
tubuh. Hal ini berkaitan dengan tingkat pekerjaan yang membutuhkan tingkat
ketilitian yang tinggi atau tidak. Bila pencahayaan yang inadekuat pada
ruangan kerja akan menyebabkan postur leher lebih condong kedepan (fleksi)
begitupun dengn postur tubuh, postur seperti ini dapat menambah risiko
MSDs.
Faktor Psikososial
Faktor psikososial yaitu kepuasan kerja, stress mental, organisasi kerja
(shift kerja, waktu istirahat, dll) (Dinardi, 1997). Organisasi kerja
didefinisikan sebagai distribusi dari tugas kerja tiap waktu dan diantara para
pekerja, durasi dari tugas kerja dan durasi serta distribusi dari periode
istirahat. Durasi kerja dan periode istirahat memiliki pengaruh pada kelelahan
jaringan dan pemulihan. Studi khusus pada pengaruh organisasi kerja pada
28
gangguan leher telah dilakukan. Ditemukan bahwa kerja VDU yang melebihi
empat jam per hari berhubungan dengan gejala pada leher (Riihimaki,1998).
Bernard et al (1997) menyatakan bahwa walaupun banyak penelitian
yang menunjukkan MSDs dipengaruhi oleh faktor psikososial tetapi
umumnya memiliki kekuatan yang lemah. Pernyataan Bernard tersebut
didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Kerr et al (2001) menunjukkan
bahwa faktor psikososial menyebabkan terjadinya MSDs tetapi memiliki
hubungan yang lemah
3.4 Macam-Macam Musculoskeletal Disorders
Faktor-faktor yang mendorong ke arah MSDs terjadi pada beberapa orang
dan sebagian lagi terjadi dari waktu terpaparnya. Gejala MSDs terlihat dalam
berbagai bentuk. Hal tersebut mempersulit mengidentifikasi penyebab
awalterjadinya MSDs hingga timbul masalah yang jelas. Lokasi timbulnya gejala
menjadi salah satu ciri adanya MSDs, seperti pada tulang punggung, tangan dan
pergelangan.
Jenis-jenis keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) antara lain:
a. Sakit Leher
Sakit leher adalah penggambaran umum terhadap gejala yang mengenai leher,
peningkatan tegangan otot atau myalgia, leher miring atau kaku leher. Pengguna
komputer yang terkena sakit ini adalah pengguna yang menggunakan gerakan
berulang pada kepala seperti menggambar dan mengarsip, serta pengguna dengan
postur yang kaku;
b. Nyeri Punggung
Nyeri punggung merupakan istilah yang digunakan untuk gejala nyeri punggung
yang spesifik seperti herniasi lumbal, arthiritis, ataupun spasme otot. Nyeri
29
punggung juga dapat disebabkan oleh tegangan otot dan postur yang buruk saat
menggunakan komputer;
c. Carpal Tunnel Syndrome
Merupakan kumpulan gejala yang mengenai tangan dan pergelangan tangan yang
diakibatkan iritasi dan nervus medianus. Keadaan ini disebabkan oleh aktivitas
berulang yang menyebabkan penekanan pada nervus medianus. Keadaan berulang
ini antara lain seperti mengetik, arthritis, fraktur pergelangan tangan yang
penyembuhannya tidak normal, atau kegiatan apa saja yang menyebabkan
penekanan pada nervus medianus;
d. De Quervains Tenosynovitis
Penyakit ini mengenai pergelangan tangan, ibu jari, dan terkadang lengan bawah,
disebabkan oleh inflamasi tenosinovium dan dua tendon yang berasa di ibu jari
pergelangan tangan. Aktivitas berulang seperti mendorong space bardengan ibu
jari, menggenggam, menjepit, dan memeras dapat menyebabkan inflamasi
pada tenosinovium. Gejala yang timbul antara lain rasa sakit pada sisi ibu jari
lengan bawah yang dapat menyebar ke atas dan ke bawah;
e. Thoracic Outlet Syndrome
Merupakan keadaan yang mempengaruhi bahu, lengan, dan tangan yang ditandai
dengan nyeri, kelemahan, dan mati rasa pada daerah tersebut. Terjadi jika lima
saraf utama dan dua arteri yang meninggalkan leher tertekan. Thoracic outlet
syndrome disebabkan oleh gerakan berulang dengan lengan diatas atau maju
kedepan. Pengguna komputer beresiko terkena sindrom ini karena adanya gerakan
berulang dalam menggunakan keyboard dan mouse;
f. Tennis Elbow
30
Tennis elbow adalah suatu keadaan inflamasi tendon ekstensor, tendon yang
berasal dari siku lengan bawah dan berjalan keluar ke pergelangan tangan.Tennis
elbow disebabkan oleh gerakan berulang dan tekanan pada tendon ekstensor.
g. Low Back Pain
Low back pain terjadi apabila ada penekanan pada daerah lumbal yaitu L4 dan L5.
Apabila dalam pelaksanaan pekerjaan posisi tubuh membungkuk ke depan maka
akan terjadi penekanan pada discus.Hal ini berhubungan dengan posisi duduk
yang janggal, kursi yang tidak ergonomis, dan peralatan lainnya yang tidak sesuai
dengan antopometri pekerja.
31
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
1. Cara dokter gigi bekerja secara ergonomi adalah bekerja yang sesuai dengan
prinsip ergonomi. Prinsip dari ergonomi antara lain work in neutral postures
(bekerja dalam posisi netral), reduce excessive force (mengurangi beban yang
berlebihan), keep everything in easy reach (membuat semua mudah untuk
dijangkau), work at proper heights (ketinggian daerah kerja disesuaikan
dengan operator), reduce excessive motions (mengurangi gerakan berlebihan),
minimize fatigue and static load (memperkecil kelelahan dan beban statis),
minimize pressure points (memperkecil tekanan), provide clearance
(menyediakan tempat yang sesuai/ memeriksa ksesuaian tempat).
2. Aplikasi four handed dentistry meliputi
Tim dan sistem kerja, terdiri dari dentist, dental hygienist, dental
assistant, dan dental technician.
Jalur kerja dan pergerakan, yang memiliki konsep pembagian zona
kerja disekitar dental unit yang disebut clock concept, bila pasien
dijadikan pusat, pasien diposisikan arah jam 6 dimana letak bagian
belakang kepala tepat pada jam 12. Pada clock consept ini dibagi
menjadi 4 zona dimana arah jam 11 sampai jam 2 disebut static zone,
arah jam 2 sampai jam 4 disebut assisten’s zone, arah jam 4 sampai jam
8 disebut transfer zone, kemudian dari arah jam 8 sampai jam 11
disebut operator’s zone sebagai tempat pergerakan dokter gigi.
Tata letak penempatan alat yang telah sesuai dengan prinsip ergonomi.
3. Faktor resiko terjadinya musculoskeletal disorders
Faktor pekerjaan yang dilakukan dengan postur tubuh saat bekerja,
beban, gerakan repetitive/frekuensi, durasi, dan genggaman.
Faktor lingkungan terdiri dari usia, masa kerja, jenis kelamin dan
kebiasaan merokok.
32
Faktor lingkungan, terdiri dari getaran, suhu, pencahayaan dan
psikosoial.
4. Musculoskeletal disorders terdiri dari beberapa macam yakni sakit leher, nyeri
punggung, carpal tunnel syndrome, de quervains tenosynovitis, thoracic outlet
syndrome, tennis elbow, dan low back pain.
33
DAFTAR PUSTAKA
Dougherty, M. Information for Consideration in an Ergonomic Standard for
Dentistry.
Endro, H. 2004. Presfektif Baru dalam Desain Tempat Praktek. Dentamedia. Pp :
4-5.
Finkbeiner, B, dan C. Fainkbeiner. 2001. Practice Management for Dental Team.
Mosby: St Louis.
Heizer, J. dan B. Render. Operation Management. Sixth Edition. Upper Saddle
River : Prentice Hall.
Jones. Klinik Gigi Toothfairy, Periksa Gigi di Ruang Biru. 115 Sudut Ruang
Usaha. Jakarta : PT Samindra Utama. Pp : 72-75.
Kilpatrick. H. 1974. Work Simplification in Dental Practice. Philadhelphia : WB
Saunders Company.
Murdick, B. dkk. 1990. Service Operation Management. Boston : Allyn and
Bacon.
Tawaka, dkk. 2004. Ergonomi untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan
Produktivitas. Surakarta : Islam Batik University Press.
34