manajemen resiko
DESCRIPTION
Contoh Penerapan Risk ManajemenTRANSCRIPT
![Page 1: Manajemen Resiko](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022071804/563db894550346aa9a94fcdf/html5/thumbnails/1.jpg)
Jurnal Akuntansi ISSN 2302-0164
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala 11 Pages pp. 10- 20
Volume 3, No. 1, Februari 2014 - 10
PENGARUH PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO
TERHADAP KINERJA KEUANGAN PERBANKAN YANG
TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA
Dini Attar1, Islahuddin
2, M. Shabri
2
1) Magister Akuntansi Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Banda Aceh
2) Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala Banda Aceh
Abstract: Aim of this study is to test influence of risk management application (credit,
liquidity and operational) to banking financial performance listed in Indonesia Stock
Exchange (IDX). Population in this research is entire banks registered in BEI until 2011 and
observation period is 5 years (2007-2011). Thus, total population is 150 (30 banks x 5 years).
Analysis method used in this study is data panel regression and data processing using Eviews
program 6. Result of this research reveals that application of risk management (credit,
liquidity and operational) simultaneously affect banks financial performance in BEI.
Whereas, partially, it is only application of risk management liquidity has no effect on the
banking financial performance registered in BEI.
Keywords: Application of credit risk management, application of liquidity risk management,
application of operational risk management, financial performance.
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh penerapan manajemen risiko
(kredit, likuiditas dan operasional) terhadap kinerja keuangan perbankan yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia (BEI). Populasi pada penelitian ini adalah seluruh perbankan yang
terdaftar di BEI sampai dengan tahun 2011 dengan periode pengamatan selama 5 tahun
(2007-2011). Dengan demikian total populasi adalah sebanyak 150 (30 perbankan x 5 tahun).
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi data panel dan proses
pengolahan data menggunakan program Eviews 6. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
penerapan manajemen risiko (kredit, likuiditas dan operasional) secara simultan berpengaruh
terhadap kinerja keuangan perbankan yang terdaftar di BEI. Sedangkan, secara parsial hanya
penerapan manajemen risiko likuiditas yang tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan
perbankan yang terdaftar di BEI.
Kata kunci: Penerapan manajemen risiko kredit, penerapan manajemen risiko likuiditas,
penerapan manajemen risiko operasional, kinerja keuangan
![Page 2: Manajemen Resiko](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022071804/563db894550346aa9a94fcdf/html5/thumbnails/2.jpg)
Jurnal Akuntansi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
11 - Volume 3, No. 1, Februari 2014
PENDAHULUAN
Bank merupakan suatu lembaga yang
berfungsi sebagai perantara keuangan (financial
intermediary) antara pihak yang memiliki
kelebihan dana dengan pihak yang kekurangan
dana. Sebagai lembaga intermediasi, bank
berperan penting dalam menghimpun dana dan
menyalurkannya ke sektor riil dalam rangka
mendorong pertumbuhan ekonomi (Agent of
Development). Perbankan juga berperan sebagai
lembaga penyelenggara dan penyedia layanan
jasa-jasa di bidang keuangan serta lalu lintas
sistem pembayaran (Agent of Services). Dengan
peranannya tersebut, bank telah menjadi
lembaga yang turut mempengaruhi
perkembangan perekonomian suatu negara.
Oleh karena itu, perbankan harus mampu
mempertahankan kinerjanya agar dapat menjadi
suatu industri yang sehat.
Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia
(SEBI) No.13/30/DPNP/2011, untuk mengukur
tingkat kemampuan bank dalam memperoleh
keuntungan digunakan
rasio profitabilitas. Rasio tersebut
diantaranya terdiri dari ROA (Return on Asset)
dan ROE (Return on Equity). ROA adalah
perhitungan laba sebelum pajak dibagi dengan
total aset. Sedangkan, ROE adalah perhitungan
laba setelah pajak dibagi dengan modal inti.
Berfluktuasinya kinerja keuangan
perbankan pada periode 2007-2011, salah
satunya diakibatkan oleh krisis keuangan yang
terjadi di Amerika Serikat. Krisis keuangan
menyebabkan tingginya harga minyak dan
komoditas dunia, ekspor dan daya beli
masyarakat menurun sehingga pendapatan
pengusaha turun. Turunnya pendapatan
pengusaha menyebabkan turunnya kemampuan
dalam membayar kewajiban kepada bank.
Sehingga, bank pun mengalami kesulitan
likuiditas.
Purwanto (2011:3) menyebutkan ada
beberapa faktor yang berpengaruh terhadap
kinerja keuangan bank yaitu: melemahnya nilai
tukar rupiah, lemahnya kondisi internal bank
seperti manajemen yang kurang memadai dan
pemberian kredit kepada kelompok atau group
usaha sendiri telah mendorong tingginya risiko
kredit macet, tingkat kompleksitas usaha yang
tinggi akan meningkatkan risiko yang dihadapi
oleh bank dan modal yang tidak dapat menutupi
terhadap risiko-risiko yang dihadapi oleh bank
tersebut menyebabkan kinerja bank menurun.
Menurut Darmawi (2011:16-18), ada
beberapa risiko yang sering dihadapi bank
antara lain: risiko kredit, risiko likuiditas dan
risiko operasional. Risiko kredit merupakan
risiko yang timbul sebagai akibat dari
kegagalan nasabah dalam memenuhi
kewajibannya. Indikator yang digunakan untuk
mengukur risiko kredit adalah NPL (Non
Performing Loan) yaitu perbandingan antara
total kredit bermasalah dengan total kredit yang
diberikan bank kepada debitur.
Risiko likuiditas merupakan risiko yang
disebabkan oleh ketidakmampuan bank
memenuhi kewajiban yang telah jatuh tempo.
LDR (Loan to Deposit Ratio) adalah indikator
yang digunakan untuk risiko likuiditas. LDR
menggambarkan kemampuan bank membayar
![Page 3: Manajemen Resiko](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022071804/563db894550346aa9a94fcdf/html5/thumbnails/3.jpg)
Jurnal Akuntansi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
Volume 3, No. 1, Februari 2014 - 12
kembali penarikan yang dilakukan deposan
dengan mengandalkan kredit yang diberikan
sebagai sumber likuiditas. LDR dirumuskan
dengan membandingkan jumlah kredit yang
disalurkan dengan dana pihak ketiga.
Risiko operasional merupakan risiko
yang disebabkan oleh kurang berfungsinya
proses internal bank, human error, kegagalan
sistem teknologi, atau akibat permasalahan
eksternal. Untuk risiko operasional indikator
yang digunakan adalah BOPO (Beban
Operasional terhadap Pendapatan operasional).
BOPO menunjukkan kemampuan manajemen
bank dalam mengendalikan biaya operasional
terhadap pendapatan operasional.
Dengan demikian, penelitian terhadap
faktor faktor yang mempengaruhi kinerja
perbankan yang diukur dengan NPL, LDR dan
BOPO adalah sangat penting, NPL yang tinggi
akan mengganggu perputaran dana perbankan
sehingga menyebabkan bank mengalami
kesulitan likuiditas. LDR yang tinggi
menunjukkan kesanggupan dan kesediaan bank
untuk mengatasi persoalan likuiditasnya,
sebaliknya rendahnya LDR menunjukkan bank
tidak mampu berperan sebagai lembaga
intermediasi sehingga hilangnya kepercayaan
masyarakat pada bank tersebut. BOPO yang
tinggi menunjukkan tidak efisiennya bank
dalam menjalankan usahanya sehingga
menyebabkan kerugian bagi bank.
Sebagai upaya dalam meminimalkan
risiko-risiko yang terjadi, bank harus
menjalankan fungsinya dengan berpegang teguh
pada prinsip kehati-hatian dalam mengelola
dana masyarakat. Oleh karena itu, setiap bank
wajib memiliki manajemen risiko yang mampu
mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan
mengendalikan risiko, sehingga segala macam
risiko yang berpotensi untuk muncul dapat
diantisipasi dari sejak awal dan dicarikan cara
penanggulangannya.
KAJIAN KEPUSTAKAAN
Kinerja Keuangan
Kinerja keuangan merupakan prestasi
kerja yang telah dicapai oleh perusahaan dalam
suatu periode tertentu dan tertuang pada laporan
keuangan perusahaan yang bersangkutan. Daft
(2002:15), mengemukakan bahwa kinerja
adalah kemampuan organisasi untuk meraih
tujuannya melalui pemakaian sumber daya yang
efisien dan efektif.
Menurut Bastian (2006:297), kinerja
keuangan dapat diukur dengan menggunakan
rasio profitabilitas yang terdiri dari: ROA dan
ROE. ROA merupakan rasio yang digunakan
untuk mengukur kemampuan manajemen bank
dalam memperoleh keuntungan dengan
memanfaatkan keseluruhan total aset yang
dimiliki dan ROE digunakan untuk mengukur
kemampuan bank dalam memperoleh
keuntungan bersih dengan menggunakan modal
sendiri.
Penerapan Manajemen Risiko Kredit
Risiko kredit merupakan risiko yang
dihadapi bank karena menyalurkan dananya
dalam bentuk pinjaman kepada nasabah. Karena
berbagai hal, nasabah tidak mampu memenuhi
![Page 4: Manajemen Resiko](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022071804/563db894550346aa9a94fcdf/html5/thumbnails/4.jpg)
Jurnal Akuntansi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
13 - Volume 3, No. 1, Februari 2014
kewajibannya seperti pembayaran pokok dan
bunga pinjaman, sehingga bank mengalami
kerugian karena tetap mengeluarkan beban
bunga untuk simpanan nasabah. Peningkatan
kredit bermasalah tersebut menyebabkan
pendapatan dan laba menurun, ROA dan ROE
juga mengalami penurunan (Purwanto,
2011:167). Oleh karena itu, perbankan perlu
meningkatkan pengelolaan terhadap terhadap
risiko kreditnya agar tingkat kredit bermasalah
atau NPLnya tidak melebihi dari ketentuan dari
Bank Indonesia (BI).
Bank Indonesia (PBI) No.13/3/2011,
menetapkan bahwa rasio NPL maksimal 5%
dari total kredit. Apabila rasio NPL berada
dibawah ketentuan BI menunjukkan bahwa
bank dapat mengelola risiko kreditnya dengan
baik karena mampu meminimalkan kredit
macetnya. Sebaliknya, kenaikan NPL diatas 5%
mengindikasikan bank kurang berhasil dalam
mengelola kredit bermasalahnya.
Penerapan Manajemen Risiko likuiditas
Risiko likuiditas adalah risiko yang
disebabkan ketidakmampuan bank
menyediakan dana untuk memenuhi penarikan
simpanan dan permintaan kredit serta
kewajiban lainnya yang telah jatuh tempo.
Risiko likuiditas merupakan masalah yang
sangat penting bagi bank untuk menjaga
kontinuitas usahanya. Ketidakmampuan
memperoleh pendanaan untuk memenuhi
kewajiban yang jatuh tempo akan
mempengaruhi kredibilitas bank karena
menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat.
Sebagai lembaga yang sumber dana terbesarnya
berasal dari masyarakat, bank tidak akan
mampu bertahan beroperasi tanpa adanya
kepercayaan tersebut.
Menurut Ali (2006:402) indikator yang
digunakan untuk mengukur penerapan
manajemen risiko likuiditas adalah LDR. LDR
mencerminkan kemampuan bank dalam
membayar kembali penarikan dana yang
dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit
yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya.
Syamsuddin (2007:44), mengemukakan
bahwa semakin tinggi rasio likuiditas maka
semakin baik suatu perusahaan, karena semakin
tinggi rasio ini berarti jumlah kredit yang
diberikan meningkat sehingga menyebabkan
pendapatan bunga dan laba yang diterima
meningkat, akhirnya ROA dan ROE pun ikut
meningkat. Selanjutnya, Muljono (2002:127)
mengungkapkan bahwa LDR yang rendah akan
mengakibatkan bank dalam keadaan likuid
sehingga menyebabkan idle fund akibatnya
profitabilitas (ROA dan ROE) rendah.
Peraturan Bank Indonesia (PBI)
No.12/19/2010, menetapkan LDR bank umum
berada pada kisaran 78-100%. Apabila LDR
berada dibawah ketentuan BI menunjukkan
kurangnya efektivitas bank dalam menyalurkan
kredit sehingga hilangnya kesempatan untuk
memperoleh keuntungan. Sedangkan, LDR
yang berada diatas 100% menunjukkan kredit
yang disalurkan melebihi dari dana yang
dihimpun sehingga bank akan mengalami
kekurangan dana untuk mencukupi
kewajibannya.
![Page 5: Manajemen Resiko](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022071804/563db894550346aa9a94fcdf/html5/thumbnails/5.jpg)
Jurnal Akuntansi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
Volume 3, No. 1, Februari 2014 - 14
Dengan demikian, bank harus benar-
benar memprioritaskan pengelolaan
likuiditasnya secara hati-hati sehingga
kegagalan usaha akibat salah mengelola
likuiditas sedapat mungkin dihindari yaitu
dengan menerapkan manajemen risiko
likuiditas secara efektif melalui penetapan limit
internal, pemeliharaan alat likuid yang cukup,
serta perbaikan internal control.
Penerapan Manajemen Risiko Operasional
Risiko operasional adalah risiko yang
antara lain disebabkan ketidakcukupan dan atau
tidak berfungsinya proses internal, kesalahan
manusia, kegagalan sistem, atau adanya
problem eksternal yang mempengaruhi
operasional bank.
Untuk meminimalkan risiko yang terjadi,
maka perbankan wajib menerapkan manajemen
risiko operasional agar risiko tersebut bisa
dideteksi, dikendalikan dan diatasi
kemunculannya. Menurut SEBI
No.5/21/DPNP/2003, proses penerapan
manajemen risiko operasional adalah
melakukan identifikasi terhadap faktor
penyebab timbulnya risiko operasional yang
melekat pada seluruh aktivitas fungsional,
produk, proses dan sistem informasi yang
berdampak negatif terhadap pencapaian sasaran
organisasi bank.
Rasio yang digunakan untuk mengukur
risiko operasional adalah BOPO. BOPO sering
disebut sebagai rasio efisiensi, yaitu rasio yang
digunakan untuk mengukur kemampuan
manajemen bank dalam mengendalikan biaya
operasional terhadap pendapatan
operasionalnya.
Menurut Syamsuddin (2007:205)
profitabilitas diukur dengan jumlah keuntungan.
keuntungan perusahaan dapat ditingkatkan
dengan menekan biaya-biaya. Selanjutnya,
menurut Ali (2006:278), risiko operasional
merupakan jenis risiko yang dapat dikelola dan
dikendalikan dengan baik bila bank dapat
memperbaiki business efficiencynya. Salah satu
yang mempengaruhi profitabilitas adalah efisien
dalam menekan biaya operasi dan non operasi.
Bank yang efisien dalam menekan biaya
operasionalnya dapat mengurangi kerugian
sehingga pendapatan dan laba meningkat, ROA
dan ROE pun ikut mengalami peningkatan.
Berdasarkan SEBI No.6/23/2004, nilai
maksimal BOPO adalah sebesar 94%. Jika
suatu bank memiliki nilai BOPO lebih dari
ketentuan yang telah ditentukan maka bank
tersebut masuk dalam kategori tidak efisien,
karena semakin tinggi BOPO berarti
peningkatan biaya operasionalnya semakin
besar daripada peningkatan pendapatan
operasional sehingga laba yang diperoleh turun
dan ROA dan ROE pun menurun.
Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran, maka
rumusan hipotesis pada penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Penerapan manajemen risiko secara simultan
berpengaruh terhadap kinerja keuangan
perbankan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia
![Page 6: Manajemen Resiko](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022071804/563db894550346aa9a94fcdf/html5/thumbnails/6.jpg)
Jurnal Akuntansi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
15 - Volume 3, No. 1, Februari 2014
2. Penerapan manajemen risiko kredit
berpengaruh terhadap kinerja keuangan
perbankan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia.
3. Penerapan manajemen risiko likuiditas
berpengaruh terhadap kinerja keuangan
perbankan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia.
4. Penerapan manajemen risiko operasional
berpengaruh terhadap kinerja keuangan
perbankan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan metode sensus dimana populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh perbankan
yang terdaftar di BEI sampai dengan tahun
2011 yaitu sebanyak 30 bank. Dari populasi
tersebut dihasilkan 150 pengamatan, yang
diperoleh melalui hasil perkalian dari jumlah
populasi (30 bank) dengan periode pengamatan
(5 tahun).
Operasionalisasi Variabel Penelitian
Variabel Dependent Kinerja Keuangan (Diproksi dengan ROA)
ROA merupakan salah satu rasio
profitabilitas yang digunakan untuk mengukur
efektivitas perusahaan didalam menghasilkan
keuntungan dengan memanfaatkan total aset
yang dimilikinya. ROA dihitung berdasarkan
perbandingan laba sebelum pajak terhadap total
aset bank.
Kinerja Keuangan (Diproksi dengan ROE)
ROE merupakan rasio yang menunjukkan
kemampuan manajemen bank dalam mengelola
modal yang tersedia untuk mendapatkan laba.
ROE dihitung dengan cara membandingkan
laba setelah pajak dengan modal inti.
Variabel Independen
Penerapan Manajemen Risiko Kredit
(Diproksi dengan NPL)
Penerapan manajemen risiko kredit
merupakan serangkaian prosedur dan
metodologi yang dilakukan bank sehingga
dapat meminimalkan terjadinya risiko kredit.
Mengacu pada SEBI No.5/21/2003 parameter
yang digunakan dalam mengukur Penerapan
manajemen risiko risiko kredit salah satunya
adalah NPL, yang menunjukkan perbandingan
jumlah kredit bermasalah terhadap total kredit
yang dikeluarkan bank.
Penerapan Manajemen Risiko Likuiditas
(Diproksi dengan LDR)
Penerapan manajemen risiko likuiditas
merupakan serangkaian prosedur dan
metodologi yang dilakukan bank sehingga
dapat meminimalkan terjadinya risiko likuiditas.
Menurut Ali (2006:402) indikator yang
digunakan mengukur penerapan manajemen
risiko likuiditas adalah LDR. LDR adalah rasio
yang memberikan gambaran sejauhmana
simpanan yang dihimpun dapat mendukung
pinjaman yang dikeluarkan.
Penerapan Manajemen Risiko operasional
(Diproksi dengan BOPO)
![Page 7: Manajemen Resiko](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022071804/563db894550346aa9a94fcdf/html5/thumbnails/7.jpg)
Jurnal Akuntansi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
Volume 3, No. 1, Februari 2014 - 16
Penerapan manajemen risiko operasional
merupakan serangkaian prosedur dan
metodologi yang dilakukan bank sehingga
dapat meminimalkan terjadinya risiko
operasional. Yuliani (2007) menggunakan rasio
BOPO untuk mengukur kemampuan
manajemen bank dalam mengendalikan biaya
operasional terhadap pendapatan operasional.
Berdasarkan SEBI No.13/30/2011, BOPO di
rumuskan dengan membandingkan biaya
operasional terhadap pendapatan operasional.
Metode Analisis dan Rancangan Pengujian
Hipotesis
Untuk menguji hipotesis dalam penelitian
ini digunakan metode regresi panel yang diolah
dengan program Eviews 6, dengan model
regresi sebagai berikut:
Yit = α + β1X1it + β2X2it + β3X3it + e it
Keterangan:
Y: Kinerja Keuangan (ROA dan ROE)
i: Bank
t: Tahun
α: Konstanta/Intercept
β: Koefisien Regresi
X1: Penerapan manajemen risiko kredit
X2: Penerapan manajemen risiko likuiditas
X3:Penerapan manajemen risiko operasional
e: Tingkat kesalahan penduga dalam penelitian
HASIL PEMBAHASAN
Hasil Pengujian Hipotesis
Tabel 1. Pengaruh Penerapan Manajemen Risiko
Terhadap Kinerja keuangan (ROA)
Variabel Coefficients Prob t-
statistik
Konstanta 8,307 0,0000
NPL -0,156 0,0000
LDR 0,012 0,0520
BOPO -0,083 0,0000
Koefisien
Determinasi (R2)
= 0,938
Sig.F = 0,0000
Pengaruh penerapan manajemen risiko
terhadap kinerja keuangan (ROA) dapat
dituliskan dalam persamaan:
ROA= 8,307-0,156NPL+0,012LDR- 0.083BOPO+ e
Tabel 2. Pengaruh Penerapan Manajemen Risiko
Terhadap Kinerja keuangan (ROE)
Variabel Coefficients Prob t-
statistik
Konstanta 108,590 0,0000
NPL -1,020 0,0006
LDR -0,085 0,2038
BOPO -1,025 0,0000
Koefisien
Determinasi (R2)
= 0,653
Sig.F = 0,0000
Pengaruh penerapan manajemen risiko
terhadap kinerja keuangan (ROE) dapat
dituliskan dalam persamaan:
ROE=108,590-1,020NPL-0,085LDR-
1,025BOPO+ e
1. Hasil pengujian hipotesis pertama yaitu,
penerapan manajemen risiko secara
simultan berpengaruh terhadap kinerja
keuangan (ROA dan ROE) dapat diterima,
yang ditunjukkan dengan tingkat
signifikansi ˂ 5%. Nilai koefisien
determinasi (R2) untuk kinerja keuangan
yang diukur dengan ROA bernilai 0,938,
![Page 8: Manajemen Resiko](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022071804/563db894550346aa9a94fcdf/html5/thumbnails/8.jpg)
Jurnal Akuntansi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
17 - Volume 3, No. 1, Februari 2014
hal ini mengindikasikan bahwa 93,8%
perubahan pada kinerja keuangan (ROA)
dapat dijelaskan oleh variabel independen
secara bersama-sama. Sedangkan nilai R2
untuk kinerja keuangan yang diukur
dengan ROE bernilai 0,653, yang berarti
bahwa 65,3% perubahan pada kinerja
keuangan (ROE) dijelaskan oleh variabel
independen secara bersama-sama.
2. Hasil pengujian hipotesis kedua yaitu,
penerapan manajemen risiko kredit
berpengaruh terhadap kinerja keuangan
(ROA dan ROE) dapat diterima, yang
ditunjukkan dengan tingkat signifikansi ˂
5%.
3. Hasil pengujian hipotesis ketiga yaitu,
penerapan manajemen risiko likuiditas
secara bersama-sama berpengaruh
terhadap kinerja keuangan (ROA dan
ROE) ditolak, yang ditunjukkan dengan
tingkat signifikansi ˃ 5%.
4. Hasil pengujian hipotesis keempat yaitu,
penerapan manajemen risiko operasional
berpengaruh terhadap kinerja keuangan
(ROA dan ROE) dapat diterima, yang
ditunjukkan dengan tingkat signifikansi ˂
5%.
Pengaruh penerapan manajemen risiko
terhadap kinerja keuangan Hasil pengujian hipotesis menunjukkan
bahwa secara simultan penerapan manajemen
risiko (kredit, likuiditas dan operasional)
berpengaruh terhadap kinerja keuangan (ROA
dan ROE). Hal ini mengindikasikan bahwa
perbankan telah berhasil menerapakan
manajemen risikonya yang ditunjukkan dengan
nilai rata-rata: NPL 3,13%, nilai tersebut masih
berada dibawah batas maksimum yang
ditentukan BI yaitu 5%, sedangkan LDR adalah
sebesar 75,91%, berada sedikit dibawah
ketentuan BI yaitu sebesar 78% dan BOPO
sebesar 84,99%, nilai tersebut masih berada di
bawah batas maksimum yang ditetapkan BI
yaitu sebesar 96%. Keberhasilan perbankan
dalam menerapkan manajemen risiko
berpengaruh terhadap kinerja keuangannya,
ditunjukkan dengan nilai ROA dan ROE yang
bernilai positif yaitu masing-masing sebesar
1,62% dan 11,73%. Nilai positif yang
ditunjukkan oleh ROA dan ROE mengandung
arti bahwa bank mampu menghasilkan laba
dalam kegiatan operasionalnya sehingga
menempatkan bank tersebut pada peringkat
yang baik berdasarkan kriteria dalam penilaian
tingkat kesehatan perbankan.
Pengaruh penerapan manajemen risiko
kredit terhadap kinerja keuangan
Hasil pengujian hipotesis menunjukkan
bahwa penerapan manajemen risiko kredit
(yang diproksi dengan NPL) berpengaruh
negatif terhadap kinerja keuangan yang di ukur
dengan ROA dan ROE. Pengaruh negatif yang
ditunjukkan oleh NPL mengindikasikan bahwa
semakin tinggi kredit macet (NPL), maka akan
menurunkan tingkat pendapatan dan laba bank
sehingga ROA dan ROE pun ikut menurun.
Oleh karena besarnya pengaruh tingkat
pengembalian kredit terhadap kinerja perbankan,
![Page 9: Manajemen Resiko](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022071804/563db894550346aa9a94fcdf/html5/thumbnails/9.jpg)
Jurnal Akuntansi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
Volume 3, No. 1, Februari 2014 - 18
maka diperlukan adanya pengawasan aktif
dewan komisaris dan direksi dalam hal
pemisahan tugas antara fungsi penganalisa
permohonan kredit, pemberi persetujuan kredit
dan yang me-review kredit. Dalam menyalurkan
kreditnya bank juga harus melakukan analisis
terhadap kemampuan debitur dalam memenuhi
kewajiban. Bank harus melakukan peninjauan,
penilaian, dan pengikatan terhadap agunan
untuk memperkecil risiko kredit atau gagal
bayar debitur.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
perbankan telah berhasil menerapkan
manajemen risiko kreditnya dengan baik,
dimana mampu meminimalkan kredit macetnya
(NPL) yaitu rata-rata sebesar 3,13%. Nilai
tersebut masih dibawah batas maksimum NPL
yang disyaratkan oleh BI yaitu sebesar 5%,
sehingga dalam menjalankan kegiatan
operasionalnya bank mampu menghasilkan
kinerja yang baik.
Pengaruh penerapan manajemen risiko
likuiditas terhadap kinerja keuangan
Hasil pengujian hipotesis menunjukkan
bahwa penerapan manajemen risiko likuditas
(yang diproksi dengan LDR) berpengaruh
positif terhadap kinerja keuangan bank yang
diukur dengan ROA. Pengaruh positif yang
ditunjukkan oleh LDR mengindikasikan bahwa
bank memperoleh keuntungan dari kredit yang
disalurkan sehingga laba meningkat ROA juga
ikut meningkat. Sedangkan penerapan
manajemen risiko likuditas berpengaruh negatif
terhadap kinerja keuangan bank yang diukur
dengan ROE. Hal ini disebabkan karena
peningkatan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang
tidak diimbangi dengan peningkatan kredit
mengakibatkan bank harus menanggung beban
bunga yang melebihi dari pendapatan bunga
yang diterimanya, sehingga kerugian tersebut
akan mempengaruhi jumlah ekuitas dan
penurunan ROE. Selanjutnya, ketidaksignifikan
penerapan manajemen risiko likuiditas terhadap
kinerja keuangan baik yang diukur dengan
ROA maupun ROE karena rendahnya kredit
yang disalurkan bank, yang menyebabkan
sebagian dana menjadi idle fund (dana yang
menganggur yang tidak menghasilkan bunga)
sehingga hilangnya kesempatan bank untuk
memperoleh keuntungan yang maksimal.
Pengelolaan likuiditas sangat penting bagi
kelangsungan usaha perbankan. Likuiditas akan
mempengaruhi tingkat kepercayaan nasabah
dan pemegang saham di bank tersebut. Apabila
posisi likuiditas yang ditunjukkan LDR terlalu
rendah maka investor akan menganggap bank
tidak memiliki prospek yang menguntungkan di
masa depan sehingga hilangnya kepercayaan
untuk menanamkan modalnya. Sebaliknya, jika
LDR terlalu tinggi sehingga berada diatas
ketentuan maksimum yang telah ditetapkan
maka bank akan mengalami kesulitan dalam
memenuhi kewajibannya.
Dari hasil penelitian menunjukkan ada
15 bank yang kurang optimal dalam
menyalurkan kreditnya, dimana LDRnya
kurang dari 78% dan terdapat 1 bank yang
menyalurkan kreditnya diatas 100%.
Sehingga, diharapkan bagi pihak
![Page 10: Manajemen Resiko](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022071804/563db894550346aa9a94fcdf/html5/thumbnails/10.jpg)
Jurnal Akuntansi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
19 - Volume 3, No. 1, Februari 2014
manajemen bank dapat menjaga besarnya
LDR sesuai dengan batas ketentuan BI
yaitu sebesar 78%-100%. LDR yang kurang
dari 78% menunjukkan kurang efektifnya
bank dalam menyalurkan kredit sehingga
hilangnya kesempatan bank untuk
memperoleh laba, Sedangkan LDR yang
lebih dari 100% menunjukkan bahwa
kredit yang diberikan melebihi dari dana
yang dihimpun. Akibatnya bank akan
mengalami kekurangan dana, karena dana
yang tersedia untuk memenuhi
kewajibannya sudah digunakan. Kedua
keadaan ini diharapkan tidak dialami oleh
perbankan karena akan mengganggu kinerja
keuangannya
Pengaruh penerapan manajemen risiko
operasional terhadap kinerja keuangan
Hasil pengujian hipotesis menunjukkan
bahwa penerapan manajemen risiko operasional
(yang diproksi dengan BOPO) berpengaruh
negatif terhadap kinerja keuangan yang diukur
dengan ROA dan ROE. Pengaruh negatif yang
ditunjukkan oleh BOPO mengindikasikan
bahwa semakin tinggi beban operasional yang
hampir menyamai atau melampaui pendapatan
operasional maka akan menurunkan laba bank
sehingga pada akhirnya ikut mempengaruhi
penurunan ROA dan ROE.
Hasil penelitian menunjukkan rata-rata
BOPO bernilai 84,99%. Nilai tersebut
mengindikasikan bahwa bank telah berhasil
meminimalkan terjadinya risiko operasional
karena dalam menjalankan kegiatannya mampu
melakukan efisiensi terhadap biaya.
Berdasarkan SEBI No. 6/23/DPNP/2004
tentang sistem penilaian tingkat kesehatan bank
umum, BOPO bernilai antara 94%-96%. Nilai
BOPO yang kurang dari 94% menunjukkan
bank efisien dalam menjalankan operasionalnya.
Walaupun dari hasil penelitian menunjukkan
rata-rata perbankan yang terdaftar di BEI
memiliki tingkat efisiensi yang baik, namun
bank harus terus melakukan pengawasan
terhadap risiko operasional dengan cara
menerapkan sistem pengendalian intern.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan
maka dapat disimpulkan bahwa:
1) Penerapan manajemen risiko secara
simultan berpengaruh terhadap kinerja
keuangan perbankan yang terdaftar di BEI
2) Penerapan manajemen risiko kredit
berpengaruh terhadap kinerja keuangan
perbankan yang terdaftar di BEI
3) Penerapan manajemen risiko likuiditas
tidak berpengaruh terhadap kinerja
keuangan perbankan yang terdaftar di BEI.
4) Penerapan manajemen risiko operasional
berpengaruh terhadap kinerja keuangan
perbankan yang terdaftar di BEI,
Saran
Berdasarkan hasil penelitian, maka
terdapat beberapa saran yang dapat penulis
kemukakan sebagai berikut:
![Page 11: Manajemen Resiko](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022071804/563db894550346aa9a94fcdf/html5/thumbnails/11.jpg)
Jurnal Akuntansi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
Volume 3, No. 1, Februari 2014 - 20
1) Bagi Perbankan
a. Bagi beberapa bank yang mempunyai
NPL di atas ketentuan BI yaitu 5%
disarankan untuk memperkecil NPL
dengan melakukan reschedulling,
reconditioning dan restructuring
kreditnya.
b. Meningkatkan LDR melalui
penambahan kredit sehingga sesuai
dengan standar yang ditetapkan oleh BI.
c. Meminimalkan terjadinya risiko
operasional yang disebabkan oleh
human fraud dengan cara lebih
mengoptimalkan pengawasan, rotasi
kerja, memberi hukuman dan
penghargaan.
2) Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan dapat
melakukan kajian lanjutan mengenai faktor-
faktor yang mempengaruhi kinerja
keuangan dengan menggunakan metode,
variabel, subjek yang berbeda dan periode
penelitian yang lebih panjang.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Ali, M., 2006. Manajemen Risiko: Strategi
Perbankan dan Dunia Usaha Menghadapi
Tantangan Globalisasi Bisnis. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada.
Bastian, I., & Suhardjono, 2006. Akuntansi
Perbankan. Jakarta: Salemba Empat.
Daft, R.L., 2002. Manajemen. Jakarta: Erlangga.
Darmawi, H., 2011. Manajemen Perbankan. Jakarta:
Bumi Aksara.
Purwanto, W.H., 2011. Risiko Manajemen
Perbankan. Jakarta: CMB PRESS.
Republik Indonesia, Surat Edaran Nomor
6/23/DPNP/2004, Tentang Sistem Penilaian
Kesehatan Bank Umum.
Republik Indonesia, Peraturan Bank Indonesia
Nomor 13/3/PBI/2011, Tentang Penetapan
Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank.
Republik Indonesia, Peraturan Bank Indonesia
Nomor 13/30/DPNP/2011, Tentang Pedoman
Perhitungan Rasio Keuangan.
Syamsuddin, L., 2007. Manajemen Keuangan
Perusahaan. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.