manajemen zakat untuk program poverty …

23
1 MANAJEMEN ZAKAT UNTUK PROGRAM POVERTY ALLEVIATION DI INDONESIA DAN BRUNEI DARUSSALAM Aan Jaelani Fakultas Syari’ah dan Ekonomi Islam IAIN Syekh Nurjati Cirebon Jl. Perjuangan By Pass Sunyaragi Cirebon 45132 Website: https://iaincirebon.academia.edu/aanjaelani; Email: [email protected] Abstrak Penghimpunan dan pendistribusian potensi zakat sebagai instrumen pengentasan kemiskinan (poverty alleviation) selama bertahun-tahun cukup banyak dikaji dalam literatur ekonomi Islam. Bahkan, zakat adalah salah satu instrumen awal keuangan publik Islam. Secara praktis, pengelolaan zakat masih memerlukan manajemen untuk mengentaskan kemiskinan pada berbagai negara, khususnya di Indonesia dan Brunei Darussalam. Kajian ini menemukan adanya keunikan pada pengelolaan zakat untuk program pengentasan kemiskinan sebagai agenda utama dalam pengelolaan zakat di Indonesia dan Brunei Darussalam. Manajemen zakat yang diterapkan pada kedua negara ini mampu mengurangi tingkat kemiskinan masyarakat. Kata Kunci: manajemen zakat, poverty alleviation, lembaga zakat, mustahik Abstract The collection and distribution of zakat as an instrument for poverty reduction (Poverty Alleviation) over the years pretty much studied in the economic literature, Islam. In fact, zakat is one of the earliest instruments of public finances Islam. In practical terms, the management of zakat still requires management to alleviate poverty in many countries, especially in Indonesia and Brunei Darussalam. This study found their uniqueness in zakat management for poverty alleviation programs as the main agenda in the management of zakat in Indonesia and Brunei Darussalam. Zakat management is applied to both these countries were able to reduce the level of poverty. Keywords: zakah management, poverty alleviation, zakat institution, mustahik A. Latar Belakang Pesatnya perkembangan sistem perpajakan pada pendapatan dan kesejahteraan yang kompleks di abad 20 ini mungkin memberikan asumsi bahwa sistem redistribusi kekayaan yang progresif cukup unik dan modern. Bahkan, sistem agama telah memberikan mekanisme yang sama untuk mengatasi ketidakadilan ekonomi dan pengentasan kemiskinan selama berabad-abad. Yudaisme dan Kristen mengadopsi konsep persepuluh (al-‘usyr) sebagai pajak marjinal sebesar sepuluh persen atas pendapatan, dan kedua jalur tradisi keagamaan dikembangkan untuk mengarahkan peningkatan pendapatan kepada orang miskin. Untuk beberapa komunitas, konsep persepuluh dan kedermawanan untuk organisasi sosial bagi masyarakat miskin tetap menjadi kewajiban agama. Konsep motivasi memberikan amal dalam konsep agama terbukti signifikan dalam pendanaan sosial memenuhi kebutuhan kaum miskin di Amerika Serikat. Sebuah tradisi yang mirip

Upload: others

Post on 23-Oct-2021

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: MANAJEMEN ZAKAT UNTUK PROGRAM POVERTY …

1

MANAJEMEN ZAKAT UNTUK PROGRAM POVERTY ALLEVIATIONDI INDONESIA DAN BRUNEI DARUSSALAM

Aan JaelaniFakultas Syari’ah dan Ekonomi Islam IAIN Syekh Nurjati Cirebon

Jl. Perjuangan By Pass Sunyaragi Cirebon 45132Website: https://iaincirebon.academia.edu/aanjaelani;

Email: [email protected]

AbstrakPenghimpunan dan pendistribusian potensi zakat sebagai instrumen pengentasankemiskinan (poverty alleviation) selama bertahun-tahun cukup banyak dikaji dalamliteratur ekonomi Islam. Bahkan, zakat adalah salah satu instrumen awal keuanganpublik Islam. Secara praktis, pengelolaan zakat masih memerlukan manajemen untukmengentaskan kemiskinan pada berbagai negara, khususnya di Indonesia dan BruneiDarussalam. Kajian ini menemukan adanya keunikan pada pengelolaan zakat untukprogram pengentasan kemiskinan sebagai agenda utama dalam pengelolaan zakat diIndonesia dan Brunei Darussalam. Manajemen zakat yang diterapkan pada keduanegara ini mampu mengurangi tingkat kemiskinan masyarakat.

Kata Kunci: manajemen zakat, poverty alleviation, lembaga zakat, mustahik

AbstractThe collection and distribution of zakat as an instrument for poverty reduction (PovertyAlleviation) over the years pretty much studied in the economic literature, Islam. In fact,zakat is one of the earliest instruments of public finances Islam. In practical terms, themanagement of zakat still requires management to alleviate poverty in many countries,especially in Indonesia and Brunei Darussalam. This study found their uniqueness inzakat management for poverty alleviation programs as the main agenda in themanagement of zakat in Indonesia and Brunei Darussalam. Zakat management isapplied to both these countries were able to reduce the level of poverty.

Keywords: zakah management, poverty alleviation, zakat institution, mustahik

A. Latar BelakangPesatnya perkembangan sistem perpajakan pada pendapatan dan kesejahteraan

yang kompleks di abad 20 ini mungkin memberikan asumsi bahwa sistem redistribusikekayaan yang progresif cukup unik dan modern. Bahkan, sistem agama telahmemberikan mekanisme yang sama untuk mengatasi ketidakadilan ekonomi danpengentasan kemiskinan selama berabad-abad. Yudaisme dan Kristen mengadopsikonsep persepuluh (al-‘usyr) sebagai pajak marjinal sebesar sepuluh persen ataspendapatan, dan kedua jalur tradisi keagamaan dikembangkan untuk mengarahkanpeningkatan pendapatan kepada orang miskin.

Untuk beberapa komunitas, konsep persepuluh dan kedermawanan untukorganisasi sosial bagi masyarakat miskin tetap menjadi kewajiban agama. Konsepmotivasi memberikan amal dalam konsep agama terbukti signifikan dalam pendanaansosial memenuhi kebutuhan kaum miskin di Amerika Serikat. Sebuah tradisi yang mirip

Page 2: MANAJEMEN ZAKAT UNTUK PROGRAM POVERTY …

2

dengan praktek persepuluh sebagai bentuk kewajiban agama juga dikembangkan dalampraktek dan yurisprudensi Islam, yaitu zakat.

Dalam perkembangan awal masyarakat Islam, zakat dikumpulkan sebagaipajak oleh negara dan dana dibagikan kepada yang kelompok-kelompok yangmembutuhkan (Q.S. al-Taubah:160). Tidak seperti beberapa kewajiban lain, zakatsebagai bentuk redistribusi kekayaan dan kesejahteraan bukan hanya aspirasi, melainkansuatu bagian hukum Islam yang ditegakkan dengan menggunakan kebijakanpemerintah. Ada 2 inovasi yang menjadikan zakat cukup relevan untuk para sarjanahukum modern. Inovasi pertama adalah elemen progresif dalam perhitungan secaraekonomi. Sejumlah dasar kekayaan dan pendapatan dibebaskan dari pajak (nisab).Jumlah ini diduga untuk memenuhi kehidupan dasar yang bersifat konsumtif. Inovasikedua adalah pajak dari bentuk paling umum dari pendapatan pada masyarakat agraris,berupa pertanian dan peternakan bersama dengan pajak atas kekayaan bruto yang tidakaktif diinvestasikan, seperti uang tunai, logam mulia, dan lain-lain.

Komunitas Muslim memobilisasi sumber daya zakat yang luas untukmemenuhi kebutuhan kaum miskin, dilengkapi oleh pertumbuhan wakaf. Meskipunwawasan yang berhubungan dengan zakat hanya akan memiliki aplikasi dalamyurisdiksi mayoritas Muslim, yurisprudensi tradisional dan sejarah sistem zakatmemiliki implikasi untuk teori hukum yang lebih luas, khususnya yang berkaitandengan aspek perpajakan dan aspek kemaslahatan umum. Secara khusus, zakatmemberikan argumen untuk menggabungkan pajak kekayaan dengan pajak penghasilansederhana, yang bersifat progresif dengan membebaskan jumlah kebutuhan ekonomiyang bersifat primer. Hal ini juga mendukung argumen teoritis tentang pajak properti,sebagaimana diuraikan oleh Murphy dan Nagel 1 bahwa hak properti pasca-pajakdibayarkan sebelum pendapatan pajak.

Penghimpunan dan pendistribusian potensi zakat sebagai instrumenpengentasan kemiskinan (poverty alleviation) selama bertahun-tahun cukup banyakdikaji dalam literatur ekonomi Islam. Bahkan, zakat adalah salah satu instrumen awalyang dieksplorasi oleh para sarjana Muslim dan pemerhati bidang keuangan publik.Ziauddin Ahmad, et.al.2 menulis suatu kajian tentang analisis zakat sebagai instrumenkebijakan fiskal. Munawar Iqbal 3 menulis suatu artikel sebelum dibahas dalamKonferensi Internasional Kedua tentang Ekonomi Islam di Islamabad pada bulan Maret1983 yang memuat penjelasan rinci dan pemetaan lingkup dan harta zakat dalamekonomi yang dikaitkan dengan prinsip-prinsip etika Islam.

Ziauddin Ahma 4 menyajikan pula uraian tentang zakat sebagai instrumenjaminan sosial yang merupakan bagian dari sistem Islam yang lebih luas dan terpaduuntuk pengentasan kemiskinan dan distribusi pendapatan. Sadeq5 menulis memberikangambaran zakat dari dimensi ekonomi, hukum, dan administrasi instrumen zakat.

1 Lihat pada karya Siddiqi, S.A., Public Finance in Islam (Lahore: S. H. Muhammad Ashraf,1996).

2 Ziauddin Ahmad, et.al., Fiscal Policy and Resource Allocation in Islam (Islamabad: IIIE,International Islamic University, 1983).

3 Munawar Iqbal, (eds.), Islamic Institutions and the Elimination of Poverty (Leicester: TheIslamic Foundation, 2002)

4 Ziauddin Ahmad, Islam, Poverty and Income Distribution (Leicester, U.K: The IslamicFoundation, 1991).

5 Sadeq, a Survey of the Institutions of Zakat: Issues, Theories and Administration (Jeddah:IRTI/IDB, 1994).

Page 3: MANAJEMEN ZAKAT UNTUK PROGRAM POVERTY …

3

Syirazi6 melakukan analisis ekonomi tentang kontribusi intensif dari sistem zakat untukpengentasan kemiskinan di Pakistan. Ia juga melakukan penilaian kritis dari koleksizakat dan mekanisme pencairan dana di Pakistan. Beberapa karya Umar Chapra7 jugamemberikan kontribusi yang cukup penting dalam pengembangan ekonomi Islam yangdidalamnya berisi entri pada subjek zakat. M. Nejatullah Siddiqi8 juga memberikanatribut untuk peran penting zakat dalam konteks kewajiban negara yang menyediakanpemenuhan kebutuhan dasar dalam ekonomi Islam.

Dalam konteks kemiskinan, prevalensi kemiskinan yang meluas di tengah arusglobalisasi menjadi tantangan paling serius di dunia saat ini. Ini sebuah fakta bahwa,pada awal abad ke-21, sekitar seperlima dari masalah kemanusiaan kurang dari 1 USDper hari dan hampir satu setengah mereka hidup dengan kurang dari 2 USD per hari. Iniadalah fakta bahwa kesenjangan antara kaya dan miskin telah melebar selama bertahun-tahun. Delapan puluh persen dari GDP global mencatat hanya 20 persen dari populasidunia (yang tinggal di negara-negara OECD) dan sisanya 80 persen dari orang-oranghanya memiliki pangsa 20 persen dari pendapatan dunia.

Pendapatan rata-rata di dua puluh negara terkaya adalah 37 kali rata-rata daridua puluh orang termiskin9. Kemiskinan adalah sebuah fenomena kompleks dan multi-dimensi, yang tidak dapat didefinisikan secara meyakinkan. Ini melampaui gagasanpendapatan, dan meliputi perampasan hak sosial, ekonomi dan politik. Kaum miskintidak dapat memenuhi kebutuhan dasar dan terisolir dari kehidupan bersama orang lain.Mereka memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki partisipasi dalam kehidupan sosialdan ekonomi.

Kepedulian terhadap kemiskinan bukanlah hal yang baru, dan telah menjadifokus selama berabad-abad oleh para sejarawan, sosiolog dan ekonom. Penyebabnyatelah diidentifikasi, mulai dari kekurangan dalam administrasi dukungan pendapatan,sampai ketidakadilan dari sistem sosial dan ekonomi. Berbagai upaya telah diajukan,dari reformasi sistem jaminan sosial bagi perubahan bentuk sistem sosial ekonomi.Karena kemiskinan merupakan masalah multidimensi, solusi terhadap kemiskinanmemerlukan seperangkat tindakan terkoordinasi. Sebuah perang global melawankemiskinan, selain upaya domestik, menuntut bantuan dari negara-negara kaya kenegara miskin.

Lembaga zakat telah didirikan oleh banyak negara muslim. Saat ini, beberapanegara muslim telah memperkenalkan sistem zakat resmi, tetapi tidakdiimplementasikan secara optimal (tidak semua item zakat berada di bawah jejaringzakat). Jika lembaga ini dioperasionalkan secara profesional, pengentasan kemiskinandapat diselesaikan.

Beberapa analisis zakat tersebut menunjukkan peran penting pengelolaan zakatdalam mengentaskan kemiskinan. Pada beberapa negara di Asia Tenggara, pengelolaanzakat yang bersinergi dengan kebijakan pemerintah menunjukkan penghimpunan danazakat didistribusikan kepada para mustahiq melalui program zakat konsumtif danproduktif. Pendayagunaan zakat ini dimanfaatkan untuk program pengembangan

6 Syirazi, System of Zakat in Pakistan: An Appraisal (Islamabad: International Institute ofIslamic Economics, International Islamic University, 1996).

7 Lihat Umar Chapra, Towards a Just Monetary System (Leicester, U.K: The Islamic Foundation,1985), Islam and Economic Development (Islamabad: IIIT and Islamic Research Institute, 1993), dan TheFuture of Economics: An Islamic Perspective (Leicester, U.K: The Islamic Foundation, 2000).

8 M. Nejatullah Siddiqi, Role of the State in the Economy: an Islamic Perspective (UK: The IslamicFoundation, 1996).

9 The World Bank, World Development Report (2000-2001) (2001).

Page 4: MANAJEMEN ZAKAT UNTUK PROGRAM POVERTY …

4

pengentasan kemiskinan. Dalam konteks ini, penelitian ini ingin mengeksplorasimanajamen zakat yang difokuskan pada program pengentasan kemiskinan (povertyalleviation) di Indonesia dan Brunei Darussalam, yang memiliki perbedaan terutamadalam konteks peran negara dalam manajemen zakat.

Institusi zakat menjadi unsur penting dalam kebijakan sosio-ekonomi baik diIndonesia melalui Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dan Lembaga Amil Zakat(LAZ) maupun di Brunei melalui Majelis Ugama Islam Brunei (MUIB) yangmemfokuskan pada pendayagunaan dana zakat untuk membiayai kegiatan ekonomiproduktif dalam rangka mengentaskan kemiskinan melalui program poverty alleviation.Hal ini sejalan pula dengan kebijakan ekonomi di kedua negara dalam rangkameningkatkan pendapatan masyarakat dan juga berbagai proyek pengentasankemiskinan.

Dalam konteks ini, manajemen zakat yang diterapkan di Indonesia dan BruneiDarussalam memiliki keunikan dari sisi institusi zakat, pendayagunaan dana zakat, dansejumlah program pemberdayaan yang digulirkan untuk mengurangi tingkat kemiskinanmasyarakat. Jadi, bagaimana manajemen zakat pada program poverty alleviation yangditerapkan institusi zakat di Indonesia dan Brunei Darussalam ditinjau dari perspektifekonomi Islam.

B. Literatur Review Zakat dan Pengentasan KemiskinanBerbagai masalah zakat sebagai bagian dari kajian fiqih yang dikaitkan dengan

aspek ekonomi makro telah dibahas secara teoritis dalam beberapa literatur, misalnya,penelitian yang dilakukan Shirazi (1994, 1996, 1999, 2003), Ahmad (1989), Sadeq(1994), Siddiqi (1996), Hussain dan Syirazi (1994), Chowdhury (1991), Hasan (1997,2002), Shaban, Abu-Ghaida dan al-Naimat (2001), M. Raquibuz Zaman (1987), Kahf(1989), Faiz (1990, 1991), Ali (1985), Yasin dan Tahir (2002), Salleh dan Ngah (1981),Iqbal (2002), dan Rose binti Abdullah (2010).

Dalam konteks peran zakat sebagai instrumen pengentasan kemiskinan,strategi pengentasan kemiskinan mengalami perkembangan seiring perubahan-perubahan yang terjadi pada setiap negara. Dalam tulisan El-Ashker and SirajulHaq10disebutkan bahwa program pengentasan kemiskinan berawal dengan pendekatanberbasis pertumbuhan dengan strategi kebijakan “poor because poor” pada tahun 1970-an saat kemiskinan dinilai sebagai kemiskinan pendapatan. Strategi ini kemudianberubahan menjadi poor because poor policies”, “get all policies right”, dan “getinstitutions right”.

Di Indonesia sejak tahun 2004, strategi pengentasan kemiskinan yangditerapkan berupa PRSP (Poverty Reduction Strategy Papers) atau dikenal denganSNPK (Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan). Strategi ini mengarahkanbahwa kemiskinan bersifat multidimensi, bukan hanya ketidakmampuan ekonomimelainkan juga kegagalan memenuhi hak-hak dasar dan diskriminasi perlakuan. Strategiinipun menyimpulkan bahwa pemerintah Indonesia belum seutuhnya memenuhi hak-hak dasar masyarakat miskin dan kemiskinan belum menjadi arus utamapembangunan.11

10 El-Ashker and Sirajul Haq (eds.), Institutional Framework of Zakat:Dimensions andImplications (Jeddah: IRTI/IDB, 1995).

11 Baca Munawar Iqbal, (eds.), Islamic Institutions and the Elimination of Poverty (Leicester:The Islamic Foundation, 2002).

Page 5: MANAJEMEN ZAKAT UNTUK PROGRAM POVERTY …

5

Adapun pendekatan yang dilakukan Bank Dunia mengarahkan pada strategipengentasan kemiskinan pada empat hal, yaitu mendorong pertumbuhan ekonomi yangberbasis luas, prioritas dan efisiensi pengeluaran publik, jaring pengaman sosial yangefektif, dan birokrasi yang responsif. 12 Sedangkan langkah yang ditempuh secaraprioritas dalam penanggulangan kemiskinan jangka pendek meliputi: menghapushambatan impor beras, investasi di sektor pendidikan dan kesehatan, memperbaikiketersediaan air bersih dan kualitas sanitasi, membangun jalan pedesaan, sistem jaminansosial yang komprehensif, revitalisasi pertanian, sertifikasi tanah, regulasi tenaga kerjayang fleksibel, kredit mikro, perencanaan nasional dan anggaran yang berpihak padaorang miskin, dan mendorong peran pemerintah daerah.13

Perubahan paradigma program penanggulangan kemiskinan di Indonesia sejaktahun 2007 dapat diklasifikasikan menjadi tiga klaster, yaitu 1) bantuan danperlindungan sosial dengan sasaran rumah tangga sangat miskin, miskin, dan hampirmiskin; 2) pemberdayaan masyarakat dengan sasaran kelompok masyarakat miskin danhampir miskin, dan 3) pemberdayaan usaha mikro dan kecil dengan sasaran pelakuusaha mikro dan kecil. Ketiga klaster ini bersifat menyeluruh dan menyentuh seluruhlapisan masyarakat sehingga diharapkan dapat menanggulangi kemiskinan di Indonesia(Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan RI, 2008).

Untuk program pengentasan kemiskinan melalui zakat dapat dirujuk ayat al-Qur’an tentang para penerima zakat atau mustahiq (Q.S. al-Taubah:160). Pada ayat ini,menurut Yusuf Qardhawi kategori fakir dan miskin memiliki identitas “kemiskinan”yang memperoleh prioritas dalam penanggulangannya.14 Jadi, zakat sebagai instrumenpengentasan kemiskinan yang bersifat pro-poor dan self-targeted yang menekankanperan pemerintah melalui kebijakan pemerataan dan distribusi pendapatan yangmemihak rakyat miskin.

Dalam pandangan Monzer Kahf, zakat sebagai bagian dari mekanisme fiskalmemberikan beberapa fungsi penting dalam keuangan publik modern, misalnya jaringpengaman sosial, bantuan kepentingan sosial dalam bentuk subsidi makanan, kesehatananak-anak, bantuan pendidikan, subsidi kesehatan, perumahan, dan transportasi umumbagi kesejahteraan masyarakat.15 Bahkan, menurut Qardhawi, zakat sebagai instrumendalam pengentasan kemiskinan, menghilangkan pengangguran, dan membebaskanketidakadilan dalam distribusi pendapatan.16

Dalam masyarakat muslim kontemporer, zakat dapat meningkatkan kekuatanpartisipasi pekerja berupa produktivitas pekerjaan tanpa efek negatif berupa insentifdana untuk memenuhi kebutuhan dan meningkatkan status ekonomi seseorang, dan jugapeningkatan investasi serta pembentukan efisiensi investasi itu sendiri.17

Dengan demikian, program pengentasan kemiskinan menjadi penting dalamsuatu kebijakan nasional, sehingga pemahaman indikator dan dimensi kemiskinandalam mencapai maksud dan tujuan manajemen zakat mengisyaratkan pemerintah

12 The World Bank, World Development Indicators, 2004.13 The World Bank, World Development Indicators, 2010.14 Yusuf Qardhawi, Fiqh al-Zakat (Jeddah: Scientific Publishing Centre of King Abdul Aziz

University, 2007).15 Kahf, “The Performance of the Institution of Zakat in Theory and Practice”. International

Conference on Islamic Economics Towards the 21st Century. Kuala Lumpur, April 26-30, 1999.16 Yusuf Qardhawi, “Daur al-Zakat fi ‘Ilaj al-Musykilat al-Iqtishadiyah”, Penerjemah: Sari

Narulita, Spektrum Zakat dalam Membangun Ekonomi Kerakyatan (Jakarta Timur: Zikrul Hakim, 2005).17 Imtiazi, et.al. (eds.), Management of Zakah in Modern Muslim Society (Jeddah: Islamic

Institute of Research and Training, 2000).

Page 6: MANAJEMEN ZAKAT UNTUK PROGRAM POVERTY …

6

memiliki prioritas secara bertahap untuk meningkatkan ekonomi masyarakat dankualitas kehidupan mereka. Secara jelas dapat dilihat berikut ini:

Gambar 1. Dimensi dan Indikator Kemiskinan (Akinyemi, 2005)

Dalam Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat,dinyatakan bahwa pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan, danpengoordinasian dalam pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat (pasal1). Pengelolaan zakat ini berasaskan syari’at Islam, amanah, kemanfaatan, keadilan,kepastian hukum, terintegrasi, dan akuntabilitas (pasal 2). Dalam pengelolaan zakat,lembaga yang berwenang sesuai ketentuan yang berlaku dilakukan oleh Badan AmilZakat Nasional (BAZNAS) (pasal 6), dan masyarakat sendiri diberikan kewenangandalam melakukan pengelolaan zakat melalui Lembaga Amil Zakat (LAZ) yangberkoordinasi dengan BAZNAS.

C. Pengelolaan Zakat di IndonesiaPengelolaan zakat di Indonesia mengalami beberapa fase sejalan dengan

perkembangan sosial politik negara. Pengalaman itu dialami pada masa penjajahan,kemerdekaan dan masa reformasi. Kecuali masa reformasi, pengelolaan zakat padamasa penjajahan dan kemerdekaan (orde baru dan orde lama) memberikan gambaranburam fungsi zakat di Indonesia. Antara komunitas muslim dengan hasil zakat tidakmemberikan gambaran seimbang. Artinya, pembayaran zakat mungkin masih bersifatindividual sehingga tidak ada data jumlah muzakki, atau zakat belum dibayarkan secarabaik oleh umat Islam, dan jika pembayaran zakat pun dilaksanakan, zakat hanyadigunakan sebagai karitas, berperan sebagai derma untuk kepentingan sesaat.

Potensi zakat di Indonesia per-tahunnya mencapai Rp. 7,5 triliun. Sementarahasil survei yang dilakukan PIRAC (Public Interest Research and Advocacy Center)mengenai Pola dan Kecenderungan Masyarakat Berzakat di 11 kota besar menyebutkanbahwa nilai zakat yang dibayarkan para muzakki berkisar antara Rp. 124.200/tahun.Sedangkan nilai zakat yang dibayarkan berkisar antara Rp. 44.000 sampai Rp. 339.000per tahun. Dari data tersebut PIRAC memperkirakan jumlah dana ZIS yang tergalang diIndonesia berjumlah sekitar Rp. 4 triliun.

Page 7: MANAJEMEN ZAKAT UNTUK PROGRAM POVERTY …

7

Besarnya potensi zakat nasional telah banyak diungkap oleh berbagaipenelitian. Misalnya, dari risetnya pada 2005, Pusat Bahasa dan Budaya UniversitasIslam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, menyimpulkan, potensi zakatmencapai angka Rp19,3 triliun. Lalu, riset Monzer Kahf (1989), menyatakan, potensizakat nasional bisa mencapai dua persen dari total PDB, sehingga potensi zakat tidakkurang dari Rp100 triliun.

Setelah kedua penelitian ini, BAZNAS bekerja sama dengan FakultasEkonomi dan Manajemen (FEM) Institut Pertanian Bogor (IPB) pada awal 2011melakukan penelitian potensi zakat dengan menggunakan data yang diolah dari SurveiSosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) Badan Pusat Statistik (BPS) dan institusi lainyang relevan seperti Bank Indonesia (BI). Dalam risetnya, BAZNAS dan FEM IPBmengklasifikasi potensi zakat secara nasional dalam tiga kelompok. Yaitu, potensi zakatrumah tangga, potensi zakat industri menengah dan besar serta Badan Usaha MilikNegara (BUMN), dan potensi zakat tabungan.

Dari penelitian ini diketahui, potensi zakat rumah tangga secara nasionalmencapai Rp82,7 triliun. Angka ini equivalen dengan 1,3 persen dari total PDB.Sedangkan potensi zakat industri mencapai angka Rp114,89 triliun, yang Rp22triliunnya berasal dari indutri pengolahan. Dan zakat BUMN mencapai Rp 2,4 triliun.

Sementara itu, potensi zakat tabungan mencapai angka Rp17 triliun. Angka inidiperoleh dari penjumlahan potensi berbagai aspek, antara lain potensi tabungan di banksyariah, tabungan BUMN atau bank pemerintah campuran, badan usaha bukankeuangan milik Negara, bank persero, dan bank pemerintah daerah. Tabungan yangdihitung adalah yang nilainya berada di atas nishab 85 gram emas.

Angka ini akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah PDB,seperti yang dikatakan pengurus Forum Zakat Indonesia, Sri Adi Bramasetia. Menurutdia, jika dikelola serius, potensi zakat itu dengan jumlah muslim terbesar di dunia,potensinya bisa mencapai Rp300 triliun. Bahkan, kata Menko Hatta Rajasa, bila infak,sedekah dan wakaf juga tergarap dengan baik potensinya akan mencapai empat kalilipat atau Rp868 triliun.

Dari riset ini juga diketahui potensi zakat rumah tangga provinsi. Jawa Barattercatat sebagai provinsi dengan potensi zakat terbesar, yaitu sebesar Rp17,67 triliun,disusul Jawa Tengah dan Jawa timur yang memiliki potensi zakat masing-masingsebesar Rp15,49 triliun dan Rp13,28 triliun. Adapun provinsi yang memiliki potensizakat rumah tangga terendah adalah Bali, Papua dan Papua Barat, yang masing-masingmencapai angka Rp126,25 miliar, Rp117,44 miliar, dan Rp111,68 miliar.

Selain meneliti potensi zakat, BAZNAS dan IPB juga meneliti faktor yangmemengaruhi pembayaran zakat dengan mewawancarai 345 orang responden (muzakkidan munfik) di Palembang, Brebes, Kota Bogor dan Kabupaten Bogor. Hasilnya,kesanggupan seseorang membayar zakat ditentukan oleh tingginya tingkat pendidikan,jenis pekerjaan, dan tingkat pendapatan. Makin tinggi pendidikan dan pendapatan,makin tinggi pula kesadaran membayar zakat. Sebagian besar responden berzakat pertahun, kecuali petani yang disesuaikan dengan waktu panen.

Dalam hal tempat pembayaran zakat, sebagian besar (72,8%) membayar dilembaga amil zakat informal (lembaga yang tidak berbadan hukum, tapi fungsinya samaseperti lembaga amil formal). Sisanya (27,2%) membayar ke lembaga amil formalberbadan hukum (BAZ dan LAZ). Alasan utama seseorang membayar zakat di lembagaamil informal adalah kemudahan, lingkungan, dan kepuasan. Sedangkan alasan

Page 8: MANAJEMEN ZAKAT UNTUK PROGRAM POVERTY …

8

seseorang membayar zakat di lembaga formal adalah transparansi, akses, kemudahan,lingkungan dan kepuasan.

Karena demikian, potensi zakat nasional yang sangat besar ini, yaitu Rp217triliun. Tapi, dana zakat yang dapat dihimpun oleh BAZNAS dan lembaga amil zakat(LAZ) masih sangat rendah, yaitu baru 1%-nya atau sekitar Rp2,6 triliun. Hal ini terjadi,mungkin karena banyak muzakki yang membayar zakatnya langsung ke mustahik, tidakmelalui amil zakat.

Berzakat lewat amil zakat lebih efektif Langkah muzakki seperti ini tidaksalah, cuma alangkah lebih baik bila ia menyalurkan zakatnya melalui lembagapengelola zakat agar diperoleh berbagai manfaat, antara lain, pertama, menjaminkepastian dan disiplin muzakki dalam membayar zakat. Kedua, untuk menjaga perasaanrendah diri para mustahik. Ketiga, memperlihatkan syiar Islam. Keempat, mencapaiefisiensi dan efektivitas serta sasaran yang tepat dalam penggunaan dana zakat menurutskala prioritas. Kelima, dapat digunakan untuk kemaslahatan umat Islam secara umumyang memerlukan dana yang besar.

Sementara di Indonesia masalah pengelolaan zakat sampai sekarang belumtuntas. Padahal Indonesia telah memiliki UU No. 38 tahun 1999 tentang PengelolanZakat dan sekarang telah lahir UU Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.Pengelolaan zakat, infak dan sedekah sepenuhnya dikelola oleh negara (sentralisasi)melalui Badan Amil Zakat Nasional yang dibentuk pemerintah di semua tingkatanpemerintahan. Lembaga Amil Zakat milik masyarakat yang telah ada nantinya akanberfungsi hanya sebagai unit pengumpul zakat yang terintegrasi secara institusionaldengan Badan Amil Zakat milik pemerintah.

Ada beberapa alasan mengapa negara perlu campur tangan dalam pengelolaanzakat. Pertama, zakat bukanlah bentuk charity biasa atau bentuk kedermawanansebagaimana infak, wakaf, dan hibah. Zakat hukumnya wajib (imperatif) sementaracharity atau donasi hukumnya mandub (sunnah). Kedua, potensi zakat yang dapatdikumpulkan dari masyarakat sangat besar. Ketiga, zakat mempunyai potensi untukturut membantu pencapaian sasaran pembangunan nasional. Keempat, agar dana zakatdapat disalurkan secara tepat, efisien dan efektif sehingga mencapai tujuan zakat itusendiri seperti meningkatkan taraf hidup masyarakat. Kelima, memberikan kontrolkepada pengelola negara.

Alasan lain barangkali adalah bahwa zakat seharusnya dikelola sendiri olehkelompok-kelompok masyarakat. Campur tangan negara sudah terlalu banyak danjangan diperbesar lagi. Zakat merupakan suatu potensi yang unik bagi pengembangancivil society dan menumbuh kembangkan kemandirian masyarakat itu sendiri. Terlepasdari keberatan tersebut, faktanya zakat telah cukup memainkan peranan penting dalamredistribusi kekayaan di tengah masyarakat Muslim. Terlebih lagi, zakat pernah menjadiandalan dalam kebijakan fiskal masyarakat Muslim awal.

Pada sisi lain, lembaga pengelola zakat memiliki karakter yang berbedadengan lembaga keuangan atau perusahaan. Dana zakat yang terkumpul tidak bolehdianggap sebagai aset oleh lembaga pengelolanya sehingga bebas digunakan semaunyalembaga. Amil zakat bukan pemilik dana zakat, melainkan hanya penerima amanah.Lembaga zakat wajib menaati ketentuan syari’ah dalam pengumpulan dan penyaluranzakat serta mengikuti aturan perundang-undangan negara.

Perubahan yang mendasar dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011tentang Pengelolaan Zakat ialah semua lembaga yang menghimpun dana zakat harusterintegrasi menjadi satu kesatuan sistem pelaporan dan pertanggungjawaban. Dalam

Page 9: MANAJEMEN ZAKAT UNTUK PROGRAM POVERTY …

9

undang-undang digariskan bahwa hubungan BAZNAS pusat dan BAZNAS daerahbersifat hirarkis. Pengaturan dan pengawasan pengelolaan zakat diperlukan karenapengelolaan zakat tidak bisa dilepaskan dari dua aspek, yaitu otoritas dan trust dalammasyarakat.

Tujuan Pengelolaan Zakat menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011ialah: (1) meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat,dan (2) meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat danpenanggulangan kemiskinan.

Ada 5 agenda zakat nasional yang perlu disukseskan bersama, yaitu: Pertama,sosialisasi dan edukasi zakat. Kedua, penguatan kelembagaan pengelola (amil) zakat.Ketiga, optimalisasi pendayagunaan zakat. Keempat, penguatan regulasi pengelolaanzakat. Kelima, sinergi antar semua stake holder perzakatan.

Sinergi yang harmonis perlu dipekuat antar-seluruh pemangku kepentinganzakat; BAZNAS, LAZ, Kementerian Agama, Pemerintah Daerah, organisasikemasyarakatan Islam, lembaga pendidikan, dan pemangku kepentingan zakat lainnya.Sinergi dibutuhkan untuk mewujudkan tujuan pengelolaan zakat sebagaimanadisinggung di atas, sehingga zakat dapat berperan secara signifikan dalam kehidupanberbangsa dan bernegara dan terutama dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat.Sinergi yang meliputi sinergi hati, pikiran dan amal, pada akhirnya diharapkan menjadikekuatan yang mendorong kemajuan dunia perzakatan di tanah air.

BAZNAS, menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentangPengelolaan Zakat, selain menjalankan fungsi operator, yakni pengumpulan,pendistribusian dan pendayagunaan zakat, sekaligus menjalankan fungsi koordinator,yakni pengkoordinasian dan pengendalian pengelolaan zakat nasional oleh BAZNAS didaerah dan Lembaga Amil Zakat (LAZ).

Program kerja tahun 2013 yang akan dilakukan BAZNAS dalam kapasitassebagai koordinator zakat nasional ialah: (a) implementasi SIMBAZNAS padaBAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota yang telah mengikuti pelatihan danmelanjutkan pelatihan bagi daerah yang belum, (b) rapat kerja nasional dalam rangkasinergi program, evaluasi dan merancang program nasional 2014, (c) penyusunanpedoman-pedoman terkait kelembagaan, perencanaan, penganggaran, pelaporan danpertanggung jawaban pengelolaan zakat, dan (d) penyusunan dan publikasi LaporanZakat Nasional 2012.

Program kerja 2013 dalam kapasitas BAZNAS sebagai operator (amil zakat)ialah melanjutkan program yang sudah berjalan pada tahun sebelumnya terdiri dari (a)Pusat Pelayanan Mustahik sebagai bentuk layanan regular di Kantor BAZNAS. (b)Zakat Community Development (c) Rumah Sehat BAZNAS. (d) Rumah Cerdas AnakBangsa. (e) Baitul Qiradh BAZNAS (Rumah Makmur BAZNAS), (f) TanggapBencana, dan (g) Kaderisasi 1000 Ulama.

Sepanjang tahun 2012, BAZNAS mencatat terjadi tren peningkatanpenerimaan zakat secara nasional. Hal itu terlihat dari realisasi penghimpunan zakat,infaq dan shadaqah yang diterima BAZNAS, BAZNAS provinsi, BAZNASkabupaten/kota dan LAZ nasional pada 2012 diperkirakan mencapai Rp 2,20 triliun ataunaik 27,17 % dibandingkan tahun 2011 yang berjumlah Rp 1,7 triliun.

Sedangkan realisasi penerimaan zakat, infaq dan shadaqah pada BAZNASsebagai operator pada tahun 2012 mencapai Rp 49.051.071.126, atau meningkat 21,82% dibandingkan penghimpunan tahun 2011 yang berjumlah Rp 40 milyar.

Page 10: MANAJEMEN ZAKAT UNTUK PROGRAM POVERTY …

10

Muzakki yang tercatat membayar zakat, infaq dan shadaqah atau dana sosiallainnya kepada BAZNAS di tingkat pusat sebanyak 17.482 muzakki perorangan dan444 muzakki badan. Pertambahan jumlah muzakki sepanjang tahun 2012 mencapai 15,2% dari tahun 2011 yang berjumlah 15.171 muzaki badan/badan. Adapun mustahik ataupenerima manfaat zakat atas penyaluran dana zakat, infaq dan shadaqah oleh BAZNASmencapai 290.099 jiwa.

Penguatan tugas dan fungsi BAZNAS, baik sebagai koordinator maupunsebagai operator, memerlukan dukungan dan kerjasama dari semua lembaga/instansidan perorangan yang menjadi stakeholders gerakan zakat nasional. Untuk itu kamimenyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya atas segaladukungan dan kerjasama berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu dalamkolom yang terbatas ini, yang telah mempercayakan pembayaran zakatnya melaluiBAZNAS serta mendukung dan berpartisipasi di dalam program-program BAZNAS diseluruh Tanah Air.

Salah satu bukti kesiapan itu, pada tahun 2013 ini BAZNAS akanmelaksanakan program nasional (Pronas) pengelolaan zakat yang sifatnyapemberdayaan. Program ini untuk tahap awal akan dilaksanakan di 100 desa yangberada di kabupaten/kota di seluruh Indonesia.

Program Zakat Community Development (ZCD) yang sifatnya nasional inidicanangkan pada rapat kerja nasional (Rakernas), 15-17 Januari 2013 di Bogor. Inidalam rangka menyambut hari ulang tahun (HUT) BAZNAS yang ke-12 yang temaHUT-nya: BAZNAS Memimpin untuk Integrasi Pengolaan Zakat Nasional.

Program-program terkait selain ZCD itu adalah:1. Rumah Makmur BAZNAS (RMB). Program ini konsen pada aspekekonomi,

misalnya modal usaha.2. Rumah Sehat BAZNAS (RSB). Program ini terkait dengan aspek kesehatan.

Konsepnya, rumah sehat tanpa kasir atau gratis. Saat ini RSB ini ada di empattempat. Yaitu, di Jakarta, Yogyakarta, Sidoarjo, dan Makassar.

3. Rumah Cerdas Anak Bangsa (RCAB). Ini bergerak pada aspek pendidikan. Konsepyang dibuat ada yang namanya SKSS (Satu Keluarga Satu Sarjana). Ada jugaprogram Dinar, beasiswa yang diberikan mulai dari SD hingga SMA.

4. Konter Layanan Mustahik (KLM). Program ini sifatnya karitatif atau santunanlangsung. KTM ini diberikan kepada mereka yang membutuhkan dana mendesak.

5. Kaderisasi Seribu Ulama (KSU). Program ini terkait dengan pemberian beasiswakepada sarjana agama yang punya prestasi untuk melanjutkan kuliah pada programS2 dan S3.

6. Tanggung Darurat Bencana (TDB). Lewat program ini BAZNAS membantupemerintah dalam penanggulangan bencana, misalnya banjir. BAZNAS membantupemerintah, tidak dengan berteriakteriak, tapi dengan bekerja.

Dari sisi layanan zakat yang difasilitasi oleh BAZNAS adalah Zakat Via PayrollSystem, Zakat Via Mobil Zakat Keliling, Zakat Via E-Card, Zakat Via Online Payment,Zakat via Perbankan Syariah, Zakat Via Konter, Unit Pengumpul Zakat (UPZ)BAZNAS,

D. Pengelolaan Zakat di Brunei DarussalamBrunei Darussalam adalah sebuah negara kecil yang terletak di Asia Tenggara

dengan luas wilayah hanya mencapai 5.765 km². Letaknya di bagian utara PulauBorneo/Kalimantan dan berbatasan dengan Malaysia. Brunei terdiri dari dua bagian

Page 11: MANAJEMEN ZAKAT UNTUK PROGRAM POVERTY …

11

yang dipisahkan di daratan oleh Malaysia. Negara ini terkenal dengan kemakmurannyadan ketegasan dalam melaksanakan syari’at Islam, baik dalam bidang pemerintahanmaupun kehidupan bermasyarakat.

Brunei terbagi menjadi 4 distrik, yaitu : distrik Brunei Muara, distrik Tutong,distrik Belait, dan distrik Temburong. Bandar Seri Begawan adalah ibukota yang tertatarapi dengan penduduk hanya sekitar 60,000 jiwa. Salah satu bangunan yang termegah dinegara ini adalah Masjid Raya Omar Ali Saifuddin yang dibangun di atas sebuah lagunabuatan dengan interior berhias marmer Italia.

Kampung Ayer merupakan kawasan pemukiman umah panggung yang terdiridari 28 desa dan telah ada selama beberapa abad lamanya. Pulau Ranggu yang terletakdi tengah sungai dekat Istana Nurul Iman, merupakan habitat beragam monyet khasKalimantan.

Adapun keadaan demografi Brunei Darussalam dapat dilihat berikut ini:18

Tabel 1. Profil Demografik Brunei Tahun 2013Population 415,717 (July 2013 est.)Age structure 0-14 years: 24.6% (male 52,761/female 49,538)

15-24 years: 17.5% (male 35,879/female 36,767)25-54 years: 46.8% (male 94,827/female 99,779)55-64 years: 7.3% (male 15,594/female 14,642)65 years and over: 3.8% (male 7,767/female 8,163) (2013 est.)

Dependency ratios total dependency ratio: 42 %youth dependency ratio: 36 %elderly dependency ratio: 6.1 %potential support ratio: 16.4 (2013)

Median age total: 29 yearsmale: 28.7 yearsfemale: 29.2 years (2013 est.)

Population growth rate 1.67% (2013 est.)Birth rate 17.63 births/1,000 population (2013 est.)Death rate 3.43 deaths/1,000 population (2013 est.)Net migration rate 2.51 migrant(s)/1,000 population (2013 est.)Urbanization urban population: 76% of total population (2011)

rate of urbanization: 2.13% annual rate of change (2010-15 est.)Major cities -population

BANDAR SERI BEGAWAN (capital) 241,000note: the boundaries of the capital city were expanded in 2007, greatlyincreasing the city area; the population of the capital increased tenfold(2011)

Sex ratio at birth: 1.05 male(s)/female0-14 years: 1.07 male(s)/female15-24 years: 0.97 male(s)/female25-54 years: 0.96 male(s)/female55-64 years: 1.07 male(s)/female65 years and over: 0.95 male(s)/femaletotal population: 1 male(s)/female (2013 est.)

Infant mortality rate total: 10.81 deaths/1,000 live birthsmale: 12.89 deaths/1,000 live birthsfemale: 8.64 deaths/1,000 live births (2013 est.)

Life expectancy at total population: 76.57 years

18 Lihat Brunei Demographics Profile 2013 yang bersumber dari CIA World Factbookhttp://www.indexmundi.com/brunei/demographics_profile.html.

Page 12: MANAJEMEN ZAKAT UNTUK PROGRAM POVERTY …

12

birth male: 74.28 yearsfemale: 78.97 years (2013 est.)

Total fertility rate 1.83 children born/woman (2013 est.)HIV/AIDS - adultprevalence rate

less than 0.1% (2003 est.)

HIV/AIDS - peopleliving with HIV/AIDS

fewer than 200 (2003 est.)

HIV/AIDS - deaths fewer than 200 (2003 est.)Nationality noun: Bruneian(s)

adjective: BruneianEthnic groups Malay 66.3%, Chinese 11.2%, indigenous 3.4%, other 19.1% (2004

est.)Religions Muslim (official) 67%, Buddhist 13%, Christian 10%, other (includes

indigenous beliefs) 10%Languages Malay (official), English, ChineseLiteracy definition: age 15 and over can read and write

total population: 95.4%male: 97%female: 93.9% (2011 est.)

School life expectancy(primary to tertiaryeducation)

total: 15 yearsmale: 15 yearsfemale: 16 years (2011)

Educationexpenditures

3.3% of GDP (2012)

Maternal mortality rate 24 deaths/100,000 live births (2010)Health expenditures 2.5% of GDP (2011)Physicians density 1.36 physicians/1,000 population (2010)Hospital bed density 2.8 beds/1,000 population (2011)Obesity - adultprevalence rate

7.5% (2008)

Dari profil demografi di atas, dilihat dari sisi kondisi ketenagakerjaan, BruneiDarussalam dengan jumlah penduduk hanya 415,717 jiwa memiliki jumlah angkatankerja yang cukup kecil dibandingkan dengan negara-negara tetangga di kawasan AsiaTenggara. Data dari Kemenakertrans RI,19 menunjukan bahwa jumlah angktan kerjaBrunei darussalam mengalami stagnansi. Tetapi mulai 2005 terjadi peningkatan jumlahangkatan kerja sehingga 2010 jumlah angkatan kerja meningkat 38.6 persen sejaktahun 2004. Dengan jumlah angkatan kerja 198.800 Brunei menduduki peringkat 168dalam urutan jumlah angkatan kerja di dunia. Menurt jenis kelamin angkatan kerjaterserap pada tahun 2012 terdiri dari 41,96 persen perempuan dan 58.4 persen laki-laki.Menurut ILO, total Brunei Darussalam angka partisipasi kerja 66.3 persen dibandingdengan seluruh penduduk berumur 15 tahun keatas. Angka partisispasi perempuanmencapai 55,7 persen dan masih dibilang rendah dibandingkan laki-laki 76.8 persen.

Berbagi lapangan usaha yang menyerapan tenaga kerja dikelompokkanmenjadi 3, yaitu pertama adalah sektor pertanian, yang termasuk dalam sektorpertanian adalah lapangan usaha yang berkaitan dengan pertanian pangan, perkebunan,kehutanan, perburuan, perikanan. Kedua, sektor industri, yang termasuk dalam sector

19 Lihat informasi Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan Provinsi Jawa Timur,Menu Buletin Mengenal Asean Economy Community (AEC) Kondisi dan Karakteristik Pasar KerjaBrunei Darusalam, 17 Juli 2013, pada http://www.infokerja-jatim.com/ index.php/detail/artikel/81.

Page 13: MANAJEMEN ZAKAT UNTUK PROGRAM POVERTY …

13

industry adalah lapangan usaha yang berkaitan dengan kegiatan pertambangan dangpengilangan, manufaktur dan penyediaan kepentingan publik seperti listrik, gas dan air.Ketiga, sektor jasa, yang termasuk ke dalam sector ini adalah perdagangan besar dankecil, restoran dan hotel, transportasi dan komunikasi, keuangan, asuransi, real estatedan bisnis.

Ekonomi Brunei Darussalam bertumpu pada sektor minyak bumi dan gasdengan pendapatan nasional yang termasuk tinggi di dunia. Satuan mata uangnya adalahDolar Brunei yang memiliki nilai sama dengan Dolar Singapura. Selain bertumpu padasektor minyak bumi dan gas, pemerintah Brunei mencoba melakukan diversifikasisumber-sumber ekonomi dalam bidang perdagangan.

a. Potensi Alam1) Kawasan daratan di Brunei didominasi ketampakan alam dataran rendah dengan

sedikit perbukitan di bagian Timurnya.2) Memiliki sumber daya alam minyak bumi dan gas alam yang sangat besar.3) Di bidang pertanian, negara ini adalah penghasil kelapa, karet, dan kelapa sawit yang

cukup besar.b . Potensi PariwisataBentuk wisata yang dikembangkan pemerintah Brunei Darussalam adalah wisata

budaya, misalnya kehidupan masyarakat terapung di daerah yang disebut dengan KotaAir dan istana kesultanan Brunei yang dihiasi oleh lapisan emas di kubah utamanya.

c . Potensi IndustriIndustri minyak adalah industri utama di Brunei Darussalam. Selain itu, terdapat

juga industri gas alam. Penambangan minyak dan gas alam ini dilakukan di darat danlepas pantai.

d . Potensi Sosial BudayaPenduduk Brunei Darussalam di-dominasi oleh suku bangsa Melayu, sisanya

adalah suku bangsa Cina, Kedayan, Kadazan, dan Dayak. Bahasa resminya adalahbahasa Melayu. Namun dalam penggunaan sehari-hari, penduduknya ada yangberbahasa Mandarin dan Inggris.

Data statistik Bunei Darusallam menunjukan bahwa sebagian besar tenaga kerja(77.2%) terserap di sektor jasa, sementar 21.4 % lainnya terserap di sektor industri.Sektor pertanian rupanya hanya mampu menyerap 1.4 % tenaga kerja. Hal ini terkaitdengan karakteristik industry migas yang lebih padat modal ketimbang padat karya.Dengan begitu, karena baik lahan pertaniannya yang tersedi maupun teknologi pertaniandi negari ini tidak berkembang baik, maka sektor jasa yang menjadi andalan utamauntuk menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar. Brunei Darussalam menjadidaya tarik bagi pencari kerja dari berbagai negara dan merupakan negara tujuan kerjaalternatif bagi para calon Tenaga Kerja Indonesia, terutama di sektor formal.20

Dalam pembangunan sosial dan ekonomi, pemerintah memberikan dukungansosial bagi masyarakat. Pemerintah terus mendorong partisipasi dan keterlibatanmasyarakat dalam pembangunan negara. Beberapa proyek dan program pemberdayaandilakukan untuk mendorong anggota masyarakat untuk berpartisipasi dalampembangunan dengan tidak memberikan beban kerja yang berat bagi mereka.Masyarakat didorong untuk mengorganisir diri dengan mendirikan sebuah asosiasi atauorganisasi sebagai wahana agar mereka dapat berkontribusi secara aktif dengan terlibat

20 Ketika peneliti berkunjung ke ibukota Bandar Seri Begawan, penulis banyak menjumpaibeberapa orang Indonesia yang bekerja di sektor transportasi baik laki-laki maupun perempuan (23-26Oktober 2013).

Page 14: MANAJEMEN ZAKAT UNTUK PROGRAM POVERTY …

14

dalam berbagai kegiatan yang bisa memaksimalkan potensi dan meningkatkan tarafhidup mereka.

Berkenaan dengan pembangunan ekonomi, sebagian besar masyarakat secaraaktif terlibat dalam produksi kerajinan lokal dan pemerintah membantu untukmempromosikan produk mereka melalui berbagai expo dan pameran untuk mencapaitujuan tersebut, pemerintah memberikan hibah dalam bentuk usaha mikro untuk parapengusaha kecil dan tenaga kerja di sektor swasta. Dewan Pengembangan EkonomiBrunei (Brunei Economic Development Board, BEDB) menyelenggarakan sebuahprogram berupa program pengembangan keterampilan pemuda (Youth SkillsDevelopment Programme, YSDP) dalam bentuk hibah usaha mikro. YSDP inidijalankan di bawah lembaga Micro Business Development Initiative BEDB. Parapenerima yang menerima bantuan dalam bentuk peralatan untuk memulai bisnis merekaterdiri dari para pemuda yang memiliki sumber daya terbatas dan keterampilan untukmemulai bisnis mereka sendiri atau mendapatkan pekerjaan.21

Kendala dan masalah yang dihadapi pemerintah Brunei antara lainpengembangan sumber daya manusia, meskipun ada peraturan dan perundang-undanganmengenai perlakuan khusus bagi masyarakat yang berusia tua dan orang cacat dalam halketentuan kesejahteraan yang masih memiliki kesenjangan ekonomi. Meskipunhubungan kekeluargaan pada masyarakat Brunei lebih erat, hal ini tidak tidak berartibahwa pemerintah akan meninggalkan semua tanggung jawab kepada keluarga untukmenangani sendiri karena keluarga membutuhkan ruang pekerjaan sendiri, sehinggapemerintah harus mengisi kesenjangan dalam membantu orang tua yang rentan dalamhal memfasilitasi permintaan mereka dengan kebebasan atau berpartisipasi padamasyarakat atas dasar kesetaraan dengan orang-orang yang mampu secara ekonomi.

Peran negara dalam pengelolaan zakat sangat penting, khususnya melaluipembangunan nasional yang bertujuan mensejahterakan masyarakat denganmengentaskan kemiskinan. Di Brunei Darussalam, tidak ada kemiskinan yang ekstrimmelainkan masalahnya berupa kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut atau ekstrimdidefinisikan sebagai ketidakmampuan untuk membeli kebutuhan dasar sehari-hari(Rose Abdullah, 2010). Di Brunei Darussalam setiap anggota populasi memiliki aksesuntuk memenuhi pasokan air bersih. Layanan seperti kesehatan dan pendidikandisediakan gratis oleh pemerintah. Bantuan kesejahteraan juga diberikan kepadaberbagai kategori penduduk di negara ini. Namun, kemiskinan relatif terjadi ketikarumah tangga memperoleh kurang dari 50 persen dari pendapatan rata-rata penduduk.Hal ini terjadi karena standar hidup yang tinggi di Brunei Darussalam. Faktor utamayang berkontribusi terhadap kemiskinan adalah pengangguran, pendidikan rendah,penyalahgunaan narkoba, dan perceraian.

Di Brunei Darussalam, pengelolaan zakat diatur oleh Majelis Ugama IslamBrunei Darussalam (MUIB), di bawah Departemen Ugama. MUIB diberikankewenangan oleh Undang-Undang Brunei, 1/1984, Dewan Ugama dan PengadilanQadhi, bab 77, Pasal 114, untuk mengumpulkan dan mendistribusikan dana zakat atasnama Yang Mulia sesuai ketentuan syari’ah.

21 Data ini bersumber dari Ministry of Health, Labour and Welfare of Japan and Brunei, BruneiDarussalam Country Report, The 9th ASEAN & JAPAN High Level Officials Meeting on CaringSocieties: “Human Resource Development in the sectors of Welfare and Health with a focus on capacitybuilding of service providers and employability promotion of vulnerable people”, 25TH October – 28THOctober 2011, Tokyo, Japan.

Page 15: MANAJEMEN ZAKAT UNTUK PROGRAM POVERTY …

15

Peran pengelolaan dana zakat adalah tanggung jawab Divisi Pengumpulan danPendistribusian zakat di bawah MUIB. Divisi ini memiliki delapan belas staf dan dibagimenjadi empat unit, yaitu Unit Administrasi, Unit Pengumpulan, Unit Distribusi, danUnit Penghitungan, dan Sekretariat.

Unit Distribusi dan Penghitungan Zakat terlibat dalam proses penerimaanaplikasi, meneliti pemohon dan membuat rekomendasi yang diperlukan untuk diajukankepada komite yang lebih tinggi untuk mereka.

Unit Pencairan dana zakat berperan penting untuk dicatat bahwa aplikasi danpencairan zakat memiliki keterbatasan dalam pengolahan aplikasi. Para staf multitasking, melakukan beberapa pekerjaan pada satu waktu. 22 Kekurangan staf telahmengakibatkan akumulasi lebih dari seribu aplikasi (sejak tahun 2006 sampai tahun2008) belum diproses (seperti pada Januari 2009). Temuan dari wawancaramenunjukkan bahwa para staf tidak ditugaskan untuk bertanggung jawab ke daerahtertentu. Hal ini disebabkan kurangnya rasa tanggung jawab antara staf untukmemastikan klien mereka mengalami kemajuan karena semua staf berbagi klien yangsama dan daerah yang akan dikunjungi dan diselidiki.

Namun, sejak Februari 2009, inisiatif baru telah diperkenalkan untukmempercepat proses aplikasi. Tugas-tugas yang diberikan kepada staf yang berkurangsehingga mereka akan lebih fokus. Namun, prosedur yang sama masih diterapkan. Stafberkomentar bahwa meskipun mereka mempercepat proses, aplikasi baru yang diterimasekitar jumlah yang sama dengan jumlah pelamar yang dikunjungi.

Selama periode penelitian ini, MUIB sedang dalam proses pelaksanaankomputerisasi sistem pengumpulan zakat. Sistem ini akan memungkinkan komunikasilangsung antara amil (termasuk bank) dan kantor MUIB dengan kantor utama. Itupenggunaan komputerisasi sistem pengumpulan zakat akan memungkinkan keterlibatanyang lebih luas berbagai komunitas, yang diharapkan dapat lebih aman dan akanmemberikan peningkatan mekanisme monitoring.

Penggunaan sistem komputerisasi dalam mengolah aplikasi untuk bantuanzakat sangat penting bahwa hal itu bisa mempercepat waktu pemrosesan dan dapatmenyaring berbagai bentuk aplikasi dari pelamar yang sama baik untuk hal yang samabantuan atau untuk berbagai jenis bantuan lainnya.23

Dari sisi manajemen, pentadbiran dan pengurusan zakat di Negara BruneiDarussalam adalah dibawah bidang kuasa Majlis Ugama Islam, Negara BruneiDarussalam. Didalam Akta Majlis Ugama Islam dan Mahkamah-Mahkamah KadiPenggal 77 terdapat peruntukan-peruntukan mengenai zakat dan fitrah iaitu bab-bab 114hingga 121. Pentadbiran dan pengurusan zakat dan fitrah di Negara Brunei Darussalamdapat dilaksanakan dengan lebih teratur dan sempurna apabila satu Peraturan Zakat danFitrah 1969 di gubal dan dikuatkuasakan pada 11 Syawal 1389H bersamaan 1 Januari1969.24

Pada masa ini pengurusan zakat ini dilakukan oleh salah satu unit di PejabatMajlis Ugama Islam Brunei yaitu Unit Kutipan dan Agihan Zakat (UKAZ) yangdipertanggungjawabkan bagi mengendalikan proses pengutipan pengumpulan dan

22 . Rose Abdullah, Rose Abdullah, Hjh.. “Zakat and Its Socio-Economic Roles in BruneiDarussalam: A Case Study.” Master’s Thesis (Faculty of Business, Economic and Public Policy ofUniversity Brunei Darussalam, 2009).

23 Rose Abdullah, Hjh. “Zakat Management in Brunei Darussalam: a Case Study.” SeventhInternational Conference – The Tawhidi Epistemology: Zakat and Waqf Economy (Bangi, 2010).

24 Haji Muhammad Bin Garing, 2009

Page 16: MANAJEMEN ZAKAT UNTUK PROGRAM POVERTY …

16

pengagihan zakat di negara ini. Unit Kutipan dan Agihan Zakat (UKAZ) merupakansalah satu unit yang ada di bawah Struktur Majlis Ugama Islam Brunei lain-lain unitialah Unit Mesyuarat, Unit Pentadbiran, Unit Undang-Undang dan Unit Baitul Mal danwakaf. Sebelumnya Unit ini dikenali sebagai Baitul Mal, Zakat & Fitrah kemudian UnitZakat dan Fitrah tetapi mulai 1hb November 1999 nama Unit Kutipan dan Agihan Zakattelah dipersetujui dalam Muzakarah Bulanan Kementerian (MBK Kali ke-9/1999 yangberlangsung pada 09 Rejab 1420 bersamaan dengan 19 Oktober 1999). Pada masasekarang, Unit ini diketuai oleh seorang Ketua Unit (Pegawai Ugama Kanan, SukatanGaji Kumpulan 2) yang bertanggungjawab kepada Setiausaha Majlis dalam perkarapentadbiran zakat.

Adapun jeneis-jenis bantuan zakat digunakan untuk pemenuhan kebutuhandasar bulanan dan tahunan, akomodasi untuk kelompok fakir, miskin, dan muallaf,pendidikan, modal untuk bisnis, bantuan darurat (korban kebakaran dan bencana alam),kesehatan,

Dari segi pengumpulan dana zakat, ada dua jenis zakat yang dikelola MUIB,yaitu zakat mal atau kekayaan dan zakat fitrah. Zakat kekayaan disebutkan dalamHukum Brunei, 1/1984, Dewan Agama dan Pengadilan Qadhi, Bab 77. Zakat padakekayaan yang dikumpulkan di Brunei Darussalam adalah zakat atas tabungan, bisnis,emas dan perak. Zakat padi diperkenalkan pada tahun 2008. Zakat fitrah dibayar sesuaidengan nilai pasar makanan pokok sebesar 2.268 kilogram beras. Di Brunei, ada duajenis beras biasanya dikonsumsi sebagai makanan pokok, beras wangi dan beras siam.Untuk tahun 2008, nilai pasar beras setara kas sebesar $ 2,84 untuk beras wangi dan $1,93 untuk Beras siam.

Amil adalah individu terpilih yang bisa menjadi imam, para anggota dewanmasjid, atau mereka dikenal dalam masyarakat seperti personil militer, tokoh-tokohmasyarakat di desa-desa terpencil dan mereka yang bekerja di lembaga keuangan Islam.Pembayaran zakat juga dapat dilakukan langsung ke Divisi Penghimpun dan DistribusiZakat, MUIB. Para deposan dari Brunei Islam Trusted Fund (TAIB) dan BruneiDarussalam Islamic Bank (BIBD) dapat membayar zakatnya melalui lembaga keuanganmereka masing-masing. Jumlah pembayar zakat pada kekayaan meningkat drastis padatahun 2002 menjadi 3.454 orang dibandingkan tahun 2001 hanya 956 orang. Jumlahtersebut dikumpulkan juga dua kali lipat selama periode ini. Jumlah tersebut terusmeningkat secara bertahap sampai tahun 2005.

Dalam distribusi zakat, ada peningkatan drastis dalam jumlah penerima zakatsejak tahun 2004. Jumlah penerima zakat untuk kedua bantuan bulanan dan tahunanmeningkat jauh dari 3.347 orang untuk 13.298 orang pada tahun 2004. Peningkatandrastis terjadi dari jumlah anggota keluarga yang bergantung pada kategori yangmisalnya meningkat pada sekitar 300%, dari 491 orang untuk 1.520 orang. Sementarauntuk bantuan tahunan kategori, kepala keluarga dari peningkatan 2.595 orang untuk2.718 orang (4,7%) tetapi tanggungan meningkat dari 50 orang untuk 8645 orang(17.190%). Ini drastis meningkat disebabkan perubahan dalam format penilaian.Sebelum tahun 2004, prioritas bantuan (bantuan terutama tahunan) diberikan kepadapencari nafkah dan tidak semua tanggungan diberi bantuan. Kebijakan ini telah berubahuntuk memasukkan semua tanggungan sebagai penerima. Perubahan kebijakanmembuat jumlah penerima meningkat oleh sekitar 10.000 penerima.

Amil zakat merupakan individu terpilih yang bisa menjadi imam, para anggotakomite masjid, atau mereka dikenal dalam masyarakat seperti personil militer, orangterkenal di desa-desa terpencil dan mereka yang bekerja di lembaga keuangan Islam.

Page 17: MANAJEMEN ZAKAT UNTUK PROGRAM POVERTY …

17

Pembayaran zakat juga dapat dilakukan langsung ke Unit Agihan dan Kutipan Zakat,MUIB.25

E. Analisis Komparatif Program Poverty Alleviation pada Pengelolaan Zakat diIndonesia dan Brunei Darussalam

Pengentasan kemiskinan juga menjadi kewajiban masyarakat denganmemberikan zakat, infaq, dan sedekah. Setiap kepala keluarga memiliki kewajibanmemberi nafkah kepada anggotanya agar kebutuhan mereka terpenuhi (Q.S. Al-Anfal:75 dan Al- Isra’: 26). Di samping itu, zakat menjadi bagian keimanan seseorang yangharus ditunaikan sesuai dengan ketentuan syari’at. Zakat harta tersebut selain untukmenutupi kebutuhan fakir-miskin selama satu tahun, juga untuk seumur hidup. Zakattersebut dapat pula dipergunakan sebagai modal kerja atau untuk modal berproduksisesuai keahlian dan keterampilan masing-masing, yang ditopang oleh peningkatankualitas.

Di samping individu dan masyarakat, pemerintah dituntun berperan dalampengentasan kemiskinan melalui pengelolaan zakat. Dalam hal ini, pemerintah telahmenetapkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat.

Di Indonesia dan Brunei Darussalam, beberapa program zakat difokuskanuntuk kepentingan pemberdayaan masyakat. Berikut ini beberapa informasi tentangprogram pemberdayaan ekonomi untuk pengentasan kemiskinan melalui zakat diIndonesia dan Brunei Darussalam.26

1. Pemberdayaan Ekonomi untuk Pengentasan Kemiskinan di IndonesiaPemberdayaan ekonomi untuk masyarakat miskin menjadi program nasional

yang melibatkan semua pihak, begitupun dengan lembaga zakat baik BAZNAS maupunLAZNAS. Berikut beberapa contoh tentang program tersebut.a. Launching Program Community Development “Misi Zakat Community

Development di Pulau Kera”

(Sumber: Majalah Zakat, Edisi Nopember-Desember 2013)

b. Rumah Pintar dan Pemberdayaan Masyarakat

25 Haji Muhammad Bin Garing, 200926 Sumber data program pemberdayaan ekonomi masyarakat untuk poverty alleviation diperoleh

dari surat kabar harian nasional “Brunei Times” dan “Majalah Zakat” yang diterbitkan oleh BAZNAStahun 2013. Sedangkan informasi praktek pengelolaan zakat dalam bentuk zakat produktif dan konsumtifdapat dilihat pada lampiran laporan penelitian ini, khususnya di Brunei Darussalam.

Page 18: MANAJEMEN ZAKAT UNTUK PROGRAM POVERTY …

18

“Rumah Pintar Pijoengan-BAZNAS”(Sumber: Majalah Zakat, Edisi Maret-April 2013)

c. Pemberdayaan Masyarakat Dhu’afa melalui Program ZCDUntuk memberikan pemberdayaan kepada masyarakat dhuafa lewat program

zakat community development (ZCD) di 100 desa kota/kabupaten di seluruh Indonesia,BAZNAS mengucurkan dana stimulan sebesar Rp5 miliar. Menurut Ketua UmumBAZNAS Didin Hafidhudin, pemberdayaan ini bersifat integratif dan komprehensif.“Pemberdayaannya bukan hanya ekonomi, dan kesehatan, tapi juga agama, akhlak danmoral.”

2. Pemberdayaan Ekonomi untuk Pengentasan Kemiskinan di BruneiDarussalam

a. Revitalisasi Manajemen Zakat untuk Pemberdayaan Masyarakat MiskinZAKAT management's role in contributing to the economy of Brunei

Darussalam has long been underestimated. The recent call by His Majesty for aneffective Zakat distribution has been very well received by the people of Brunei. A fewsolutions are recommended and the development of a new social model are highlightedthat can be exercised by the Institution of Zakat in Brunei Darussalam to achieve theobjectives of Syariah as part of its role in eradicating poverty in the country in the nextdecade. Some recommendations are laid out as follows: management approach,increased awareness, empowerment of the poor.

(Sumber: The Brunei Times, 19 Januari 2009).b. Program Pemberdayaan Asnaf Zakat Berbasis Teknologi Informasi “Asnaf Zakat

Empowerment Programme”Nineteen trainees who graduated from the sixth 2012/2013 Asnaf Zakat

Empowerment Programme now add on to the current 173 trainees that graduated fromthe programme since its establishment six years ago. Founded in October 2007, the

Page 19: MANAJEMEN ZAKAT UNTUK PROGRAM POVERTY …

19

programme is aimed at providing the less fortunate with the necessary guidance andskills training to help them improve their quality of life and provide them with better jobopportunities. Yesterday also saw 21 new trainees signing on to undertake theprogramme’s seventh intake. The trainee graduates underwent three months of trainingat the centre and six months work attachment.(Sumber: The Brunei Times, 2012)

Program pemberdayaan ekonomi masyarakat dalam bentuk programpengentasan kemiskinan menjadi isu utama yang digalakkan oleh kedua negara,Indonesia dan Brunei Darussalam. Di lihat dari sisi ekonomi, Indonesia yang memilikipenduduk dengan populasi yang besar tentunya persoalan kemiskinan terus menjadimasalah dalam pembangunan ekonomi. Namun demikian, potensi zakat masyarakatIndonesia yang lebih besar dan kerjasama di kalangan stakeholders serta dukunganregulasi pemerintah, BAZNAS dan LAZNAS optimis pada tahun mendatang, zakatyang dihimpun akan mampu mengurangi tingkat kemiskinan di Indonesia. Hal ini tentuberbeda dengan Brunei Darussalam dengan tingkat populasi penduduk yang sedikitdengan pendapatn pemerintah yang besar tentu dapat menyelesaikan persoalankemiskinan di negara kaya ini.

Dari sisi kelembagaan, pengelolaan zakat di Indonesia dan Brunei Darussalammemiliki karakteristik yang berbeda. Meskipun kedua negara ini didominasi mayoritasmuslim, namun sistem pemerintahan yang ada menyebabkan konsekuensi logis daripengelolaan zakatnya. Dari indikator tata kelola lembaga yang baik atau goodgovernance, terlihat sekali perbedaan dalam pengelolaan zakat.

Di Indonesia, pengelola zakat dapat dikelompokkan menjadi dua, yaituBAZNAS yang dikoordinasikan oleh pemerintah dan LAZ yang dikelola olehmasyarakat, sehingga menunjukkan perimbangan antara kewenangan pemerintah dankewajiban masyarakat dalam mengelola dana zakat.

Meskipun pasca penetapan UU No. 23 Tahun 2013 ini muncul kesepakatanintegrasi antara kedua pengelola zakat itu, namun demikian dualisme pengelolaan inibisa berdampak pengelolaan zakat kurang efisien. Ketentuan pengelolaan zakat dalambentuk akuntabilitas publik sangat memungkinkan potensi zakat di Indonesia semakinmeningkat dan dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat.

Adapun di Brunei Darussalam, pengelolaan zakat masih berdasarkan peraturanperundangan yang sudah lama, yaitu pada Akta Majlis Ugama Islam dan Mahkamah-mahkamah Kadi Penggal 77 dalam Undang-undang Negara Brunei Darussalam,khususnya bab 114 – 121 tentang zakat dan fitrah. Undang-undang ini dipertegas pada11 hb. Syawal 1389 H atau 1 hb Januari 1969 yang berisi bahwa “Majlis Ugama Islamberkuasa memungut semua zakat dan fitrah dan membahagi-bahagikannya kepada yangberhak di seluruh negara Brunei Darussalam.

Dari sisi dinamika sosial, tentunya peraturan perundangan ini sudah tidakdapat memenuhi tingkat pengelolaan zakat yang efektif di tengah perubahan tata kelolakelembagaan yang akuntabel. Di sisi lain, kebijakan pemerintah yang memfasilitasiwarganya dengan berbagai bantuan konsumtif di luar zakat, tentunya menjadi alasanuntuk tidak melakukan amandemen atau perubahan peraturan perundangan tentangpengelolaan zakat. Namun dapat dicatat, peran Mufti Kerajaan Brunei yang selalubersinergis dengan problem zakat dengan menetapkan fatwa dalam pelaksanaannya,meskipun lebih bersifat ketetapan hukum Islam, bukan manajemen pengelolaan zakat.27

27 Beberapa contoh keputusan Mufti Kerajaan Brunei tentang persoalan zakat dilihat dari sisihukum Islam ada pada lampiran hasil penelitian ini.

Page 20: MANAJEMEN ZAKAT UNTUK PROGRAM POVERTY …

20

Seiring dengan perubahan tata kelola kelembagaan yang profesional, sekarangini MUIB perlu melakukan beberapa perubahan struktur organisasi dengan membentukbeberapa divisi atau unit di samping struktur yang sudah ada, yaitu penambahan divisipenelitian dan pengembangan lembaga, divisi hubungan masyarakat dan internasional,divisi bantuan modal dan monitoring, divisi data base dan statistik, divisi pelatihan danSDM, dan divisi outreach.

F. KesimpulanProgram pengentasan kemiskinan menjadi agenda utama dalam pengelolaan

zakat di Indonesia dan Brunei Darussalam. Perbedaannya, Indonesia yang memilikipenduduk dengan populasi yang besar tentunya persoalan kemiskinan terus menjadimasalah dalam pembangunan ekonomi. Namun demikian, potensi zakat masyarakatIndonesia yang lebih besar dan kerjasama di kalangan stakeholders serta dukunganregulasi pemerintah, maka zakat yang dihimpun akan mampu mengurangi tingkatkemiskinan di Indonesia. Hal ini tentu berbeda dengan Brunei Darussalam dengantingkat populasi penduduk yang sedikit dengan pendapatan pemerintah yang besar tentudapat menyelesaikan persoalan kemiskinan di negara kaya ini. Manajemen zakat untukprogram pengentasan kemiskinan telah memberikan kontribusi positif dalampengurangan tingkat kemiskinan pada kedua negara tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed, H. 2004. Role of Zakah and Awqaf in Poverty Alleviation. Jeddah: IRTI/IDB.

Ahmed, Ziauddin, et.al. (ed). 1983. Fiscal Policy and Resource Allocation in Islam.Islamabad: IIIE, International Islamic University.

----------, Ziauddin. 1991. Islam, Poverty and Income Distribution. Leicester, U.K: TheIslamic Foundation.

Alatas, V., Pritchett L. and Wetterberg, A. 2003. Voice Lessons: Local GovernmentOrganizations, Social Organizations, and the Quality of Local Governance. TheWorld Bank: Policy Research Working Paper 2981.

Ariff, Mohammed (Ed.). 1991. IsIam and The Economic Development Development ofSoutheast Asai: The Islamic Voluntary Sector in Southeast Asia. Singapore:Institute of Southeast Asian Studies.

Chapra, Umer. 1985. Towards a Just Monetary System. Leicester, U.K: The IslamicFoundation.

----------, Umer. 1993. Islam and Economic Development. Islamabad: IIIT and IslamicResearch Institute.

--------, Umer. 2000. The Future of Economics: An Islamic Perspective. Leicester, U.K:The Islamic Foundation.

Page 21: MANAJEMEN ZAKAT UNTUK PROGRAM POVERTY …

21

Daud Ali, Mohammad. 1988. Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf. Jakarta: UIPress.

El-Ashker and Sirajul Haq (eds.). 1995. Institutional Framework of Zakat:Dimensionsand Implications. Jeddah: IRTI/IDB.

Faiz, Mohammad. 1990. Evaluation of Nizam-e-Zakat and Ushr in Pakistan. Islamabad:IIIE, International Islamic University.

------, Mohammad. 1991. “Prospects of Poverty Eradication through the Existing ZakatSystem in Pakistan.” The Pakistan Development Review 30, no. 4.

Faridi, F.R. 1996. A Theory of Fiscal Policy in an Islamic State,in An Anthology ofIslamic Studies. Montreal: McGill Institute of Islamic Studies, vol. II.

Gwartney, James D. and Richard L. Stroup. 1992. Economics: Private and PublicChoice. Orlando, Florida: The Dryden Press.

Hafidhuddin, Didin. 2007. Agar Harta Berkah & Bertambah: Gerakan MembudayakanZakat, Infak dan Sedekah, dan Wakaf. Jakarta: Gema Insani Press.

--------------, Didin. 2008. The Power of Zakat: Studi Perbandingan Pengelolaan ZakatAsia Tenggara. Malang: UIN-Malang Press.

Hasan, Ali. 2006. Zakat dan Infak: Salah Satu Solusi Mengatasi Problema Sosial diIndonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

---------, Zubair. 1997. “Fulfillment of Basic Needs: Concept, Measurement, andMuslim Countries’ Performance”. IIUM Journal of Economics and Management5, no 2.

Hisyam, Muhamad. 2001. Caught Between Three Fires: The Japanese Pangulu Underthe Dutch Colonial Administration 1882-1942. Jakarta: INIS.

Huraerah, Abu. 2008. Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat: Model danStrategi Pembangunan Berbasis Kerakyatan. Bandung: Humaniora.

Hussain, M., and Nasim Shah Shirazi. “Role of Zakat and Ushr in Rural Development.”Paper presented at the Seminar on Rural Development in Islamic Perspective,Islamabad, International Institute of Islamic Economics, June 4-8, 1994.

Imtiazi, et.al.(eds.). 2000. Management of Zakah in Modern Muslim Society. Jeddah:Islamic Institute of Research and Training.

Iqbal, Munawar (ed.). 1997. Distributive Justice and Need Fulfilment in an IslamicEconomy. Islamabad: IIIE, International Islamic University.

Page 22: MANAJEMEN ZAKAT UNTUK PROGRAM POVERTY …

22

-------, Munawar (eds.). 2002. Islamic Institutions and the Elimination of Poverty.Leicester: The Islamic Foundation.

Islam, Rafiqul, Hjh Rose Abdullah, Hjh Noor Maya Hj Mohd Salleh. 2001. Report onSmall and Medium Enterprises in Brunei Darussalam. Brunei Darussalam:Institut Teknologi Brunei.

Jha, Raghbendra. 1998. Modern Public Economics. London: Routledge.

Kahf, M. 1999. “The Performance of the Institution of Zakat in Theory and Practice”.International Conference on Islamic Economics Towards the 21st Century.Kuala Lumpur, April 26-30, 1999.

Linkoln, Yvonna S. dan Egon G. Guba. 1985. Naturalistic Inquiry. Beverly Hills:SAGE Publications.

Mahmud, Abdul Al-Hamid. 2006. Ekonomi Zakat: Sebuah Kajian Moneter danKeuangan Syari’ah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Mannan, M. A. 1986. Islamic Economics: Theory and Practices. Cambridge: Hodderand Stroughton.

Muhammad, Sahri. 2006. Mekanisme Zakat dan Permodalan Masyarakat: Pengantaruntuk Rekonstruksi Kebijakan Pertumbuhan Ekonomi. Malang: Bahtera Press.

Noor Aflah, Kuntarno & Mohd Nasir Tajang (eds.). 2006. Zakat dan Peran Negara.Jakarta: Forum Zakat.

Qardhawi, Yusuf. 2007. Fiqh al-Zakat. Jeddah: Scientific Publishing Centre of KingAbdul Aziz University.

------------, Yusuf. Daur al-Zakat fi ‘Ilaj al-Musykilat al-Iqtishadiyah. Penerjemah: SariNarulita. 2005. Spektrum Zakat dalam Membangun Ekonomi Kerakyatan.Jakarta Timur: Zikrul Hakim.

Rose Abdullah, Hjh. 2010. “Zakat Management in Brunei Darussalam: a Case Study.”Seventh International Conference – The Tawhidi Epistemology: Zakat and WaqfEconomy. Bangi

----------------, Hjh. 2009. “Zakat and Its Socio-Economic Roles in Brunei Darussalam:A Case Study.” Master’s Thesis, Faculty of Business, Economic and PublicPolicy of University Brunei Darussalam.

Sadeq, Abu Al-Hassan. 1994. A Survey of the Institutions of Zakat: Issues, Theories andAdministration. Jeddah: IRTI/IDB.

Setiawan, Djarot. 2001. Optimalisasi Lembaga Zakat, Titik Temu Zakat dan Pajak.Jakarta: Peduli Umat.

Page 23: MANAJEMEN ZAKAT UNTUK PROGRAM POVERTY …

23

Shirazi, Nasim Shah. 1996. System of Zakat in Pakistan: An Appraisal. Islamabad:International Institute of Islamic Economics, International Islamic University.

----------, Nasim Shah. 1999. “Trends in Poverty Alleviation through Zakat: A Case ofPakistan.” Proceedings of the International Seminar on Human ResourceDevelopment for Sustained Economic Growth as well as Progress in theMembers States of the OIC. Dhaka: Islamic Institute of Technology.

----------, Nasim Shah. 2006. “Providing For The Resource Shortfall For PovertyElimination Through The Institution of Zakat in Low Income MuslimCountries”. IIUM Journal of Economics and Management 14, no. 1 (2006). TheInternational Islamic University Malaysia.

Siddiqi, M. N. 1996. Role of the State in the Economy: an Islamic Perspective. UK: The IslamicFoundation.

Siddiqi, S.A. 1968. Public Finance in Islam. Lahore: S. H. Muhammad Ashraf.

Steenbrink, Karel. 1984. Beberapa Aspek Tentang Islam Abad ke-19. Jakarta: PenerbitBulan Bintang.

Sumodiningrat, Gunawan. 1997. Pembangunan Daerah dan PemberdayaanMasyarakat. Jakarta: PT. Bina Rena Pariwara.

The World Bank. 1990. World Development Report (1999).

The World Bank. 2001. World Development Report (2000-2001).

The World Bank. 2004. World Development Indicators.

Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.

Yusmah, M. Y. Safiah & H. Rodziah. 2009. The Application of Geographic InformationSystem (GIS) in Forest Harvesting in Malaysia. t.p.

Zaman, M. Raquibuz (eds.). 1980. Some Aspects of the Economics of Zakat. Indiana:The Association of Muslim Social Scientists.

Zayas, F.G. 2003. The Law and Institution of Zakat. Kuala Lumpur: The Other Press.