masa pemerintahan sby
TRANSCRIPT
BAB II
KONFIGURASI POLITIK PEMERINTAHAN SBY-JK
TAHUN 2004-2009 1. Kekuasaan Eksekutif
Setelah mengalami perubahan sebanyak empat kali maka terjadi pula
perubahan kekuasaan eksekutif yang sangat drastis. Ini merupakan implikasi dari
terauma masa orde baru yang mana lembaga eksekutif sangat dominan. Sehingga
masyarakat sipil dan organisasi masyarakat menginginkan penyempurnaan batasan
kekusaan lembaga eksekutif.
Berikut adalah kekuasaan eksekutif menurut UUD 1945
Pasal 4 ayat (1) menyebutkan bahwa Presiden Republik Indonesia memegang
kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar. Dalam kewenangannya
sebagai kepala pemerintahan tentu juga presiden juga menjabat sebagai kepala
Negara. Ini menanadakan bahwa Negara Indonesia menganut sistem
presidensialisme. Kekuasaan Presiden sebagai kepala negara hanyalah kekuasaan
administratif, simbolis dan terbatas yang merupakan suatu kekuasaan disamping
kekuasaan utamanya sebagai kepala pemerintahan.
Pasal 5 ayat (1) menyebutkan bahwa Presiden berhak mengajukan rancangan
undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Dalam kewenangan presiden
tersebut hanya sebatas mengajukan rancangan undang-undang dan membahasnya
bersaman. Akan tetapi pemegang kekuasaan membentuk undang-undang berada pada
lembaga legislatif. Pada awalnya sebelum mengalami perubahan presiden memegang
kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan
Universitas Sumatera Utara
Rakyat. Dari perubahan tersebut terjadi pergeseran kekuasaan membentuk undang-
undang yang semula berada pada presiden ke lembaga DPR. Presiden hanya berhak
mengajukan undang-undang.
Pasal 5 ayat (2) berbunyi Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk
menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya. Setelah rancangan undang-
undang mendapat persetujuan bersama oleh eksekutif dan legislatif menjadi undang-
undang, maka presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan
undang-undang tersebut.
Pasal 10 mengatakan bahwa Presiden memegang kekuasaan tertinggi atas
Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara. Presiden sebagai kepala
pemerintahan sekaligus sebagai kepala Negara memegang kendali atau sebagai
panglima tertinggi atas angkatan bersenjata.
Pasal 11 ayat (1) berbunyi Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan Negara
lain.39
Pasal 11 ayat (2), Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya
yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait
dengan beban keuangan negara, dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan
undang-undang harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
Dalam hal ini kewenangan presiden masih terikat juga oleh kewenangan
legislatif berupa bentuk persetujuan. Semua hal diatas tidak berlaku tanpa
persetuajuan lembaga legislatif.
40
39 Perubahan keempat UUD 1945 40 Perubahan ketiga UUD 1945
Tidak semua
perjanjian internasional diharuskan mendapat persetujuan dari DPR. Jelas disebutkan
Universitas Sumatera Utara
bahwa perjanjian internasional yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar
bagi kehidupan rakyat seperti kedaulatan Negara, keuangan Negara dan perjanjian
yang mengharuskan pembentukan undang-undang baru seperti ratifikasi perjanian
internasional.
Pasal 12 berisis Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan
akibatnya keadaan bahaya ditetapkan dengan undang-undang. Kewenangan presiden
dalam menyatakan keadaan bahaya tentu dengan alasan yang kuat seperti dalam
menyataka darurat militer atau darurat sipil
Pasal 13 ayat (1) Presiden mengangkat duta dan konsul dan ayat (2) dalam hal
mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan
Rakyat.41 Serta ayat (3) Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan
menperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.42
Pasal 14 ayat (1) Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan
memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung.
Dalam mekanisme
pemberian pertimbangan DPR selama ini adalah melakukan pemanggilan satu perstau
calon duta besar yang diajukan presiden. DPR melakukan semacam uji kelayakan dan
menyampaikan hasil uji kelayakan tersebut kepada presiden sebagai bahan
pertimbangan presiden untuk mengambil keputusan tentang pengangkatan duta besar
tersebut. Demikian halnya dengan penerimaan penempatan duta besar Negara lain.
Presiden seyogianya memberikan pemberitahuan sebelumnya kepada DPR dalam
penerimaan duta besar Negara lain sehingga DPR dapat memberikan pertimbangan.
43
41 Perubahan pertama UUD 1945 42 Perubahan pertama UUD 1945 43 Perubahan pertama UUD 1945
Dalam hal ini presiden
memegang kekuasaan dalam hal kehakiman berupa pemberian grasi dan rehabilitasi.
Universitas Sumatera Utara
Akan tetapi pemberian grasi dan rehabilitasi tersebut dengan memperhatikan
pertimbangan daru Mahkamah Agung. Grasi merupakan dihapuskannya sanksi
hukuman terhadap narapidana demikian juga rehabilitasi merupakan pemulihan nama
baik seseorang yang rusak akibat putusan pengadilan.44
Pasal 14 ayat (2) Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan
memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.
45
Pasal 15 menyatakan bahwa Presiden memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain
tanda kehormatan yang diatur dengan undang-undang.
Dalam memberi amnesty
dan abolisi memperhatikan pertimangan DPR karena ini bersifat politis.
46
Pasal 16 berbunyi Presiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang
bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutanya
diatur dalam undang-undang.
47
Pasal 17 yat (2) menyatakan bahwa Menteri-menteri itu diangkat dan
diberhentikan oleh Presiden. Ini merupakan kewenangan mutlak yang dimiliki
presiden. Pembentukan kabinet merupakan hak prerogatif dari presiden. Dalam
Dewan pertimbangan inilah yang sering disebut
Wantimpres yang pada masa pemerintahan SBY-JK beranggotakan sembilan orang
yaitu: Ali Alatas, Emil Salim, Sjahrir, Rachmawati Soekarno Putri, T.B Silalahi,
Yenny Wahid, A.Gani, dan lainnya. Jika sebelumnya ada lembaga Negara yang
memberikan pertimbangan kepada presiden yang setingkat dengan presiden yaitu
Dewan Pertimbangan Agung. Namun lembaga itu dihapus dan dibuat Wantimpres
yang secara langsung melekat pada lembaga presiden
44 Jimly Asshiddiqie. Komentar Atas Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Jakarta, Sinar Grafika, 2009, hal. 50 45 Perubahan pertama UUD 1945 46 Perubahan pertama UUD 1945 47 Perubahan keempat UUD 1945
Universitas Sumatera Utara
pembentukan kabinet, presiden memiliki kekuasaan tunggal dalam menyususn
kabinetnya. Presiden terbebas dari intervensi partai politik dan lebih mengedepankan
profesionalisme dan kemampuan daripada akomodatif terhadapa kepentingan partai
politik. Namun dalam kenyataannya, pembentukan kabinet Indonesia Bersatu SBY-
JK sangat kental dengan pembentukan kabinet dalam sistem pemerintahan
parlementer.
Pasal 20 ayat (2) Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan
Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama.
Pasal 20 ayat (4) Presiden mengesahkan rancangan undang-undang yang telah
disetujui bersama untuk menjadi undang-undang.
Pasal 22 ayat (1) Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden
berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang. Dalam
hal darurat, presiden dapat menetapkan peraturan pemerintah pengganti undang-
undang yang mengharuskan Presiden menetapkan sesuatu kebujakan atau melakukan
suatu tindakan yang melanggar undang-undang yang sah. Untuk itu perlu diadakan
perubahan undang-undang itu, akan tetapi waktu yang tersedia tidak mencukupi,
sementara kebijakan yang bersangkutan sudah sangat mendesak dibutuhkan segera,
maka timbullah keadaan yang disebut kegentingan yang memaksa. Untuk itulah pasal
ini memberikan fasilitas konstitusional kepada presiden untuk menerbitkan perpu
yang dari segi bentuknya adalah PP, tetaoi berisi materi yang seharusnya diatur dalam
UU.48
48 Jimly. Komentar, op cit, hal. 70
Apabila Perpu tersebut ditolak oleh DPR maka otomatis Perpu tersebut batal
demi hukum.
Universitas Sumatera Utara
Pasal 23 ayat (2) Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja
negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat
dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah.49
Pasal 23F ayat (1) Anggota Badan Pemeriksa Keuangan dipilih oleh Dewan
Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah
dan diresmikan oleh Presiden.
Dalam hal ini
presiden melalui amanat presiden memberikan wewenang kepada Menteri Keuangan
dalam menyusun RAPBN dan membahasnya bersama DPR untuk mendapat
persetujuan bersama menjadi undang-undang. Undang-undang RAPBN akan selalu
datang dari presiden sebagai pelaksana anggaran.
50
Pasal 24B ayat (3) Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh
Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
Presiden membentuk panitia seleksi untuk memilih
calon anggota BPK untuk diajukan ke DPR. DPR akan memilih calon yang telah
ditentukan oleh presiden dan setelah itu diresmikan oleh presiden.
Dalam pasal 24A ayat (3) presiden memiliki kewenangan untuk menetapkan
hakim agung dari calon hakim agung diusulkan Komisi Yudisial kepada Dewan
Perwakilan Rakyat untuk mendapatkan persetujuan.
51
Dalam pasal 24C ayat (3) presiden memiliki kewenangan untuk menunjuk tiga orang
calon hakim konstitusi dan menetapkan sembilan orang anggota hakim konstitusi.
Sembilan orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden tersebut
adalah yang diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, tiga orang
oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan tiga orang oleh Presiden.
49 Perubahan ketiga UUD 1945 50 Perubahan ketiga UUD 1945 51 Perubahan ketiga UUD 1945
Universitas Sumatera Utara
1.2. Presiden-Partai Politik
Pola relasi kekuasaan presiden dan partai politik pada era pemerintahan SBY-
JK yang memiliki kekuatan signifikan di DPR sangat dipengaruhi sejauh mana
intervensi partai politik terhadap Presiden Yudhoyono dan sebaliknya sejauh mana
presiden mengakomodasi kepentingan partai politik dalam komposisi dan proses
penyususnan kabinet.52
Kompromi politik dalam penyusunan dan perombakan kabinet selama
pemerintahan SBY-JK selalu disertai maneuver dan intervensi partai politik yang
tergabubg dalam koalisi pendukung pemerintah. Intervensi partai politik terhadap
presiden terlihat bila Presiden Yudhoyono berencana mencopot seorang menteri dari
partai politik. Partai politik tersebut mengancam akan mencabut dukungannya kepada
pemerintah. Model lain, apabila ada menteri tidak loyal kepada partainya, partai itu
Dalam pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu sangat jelas ada kompromi
politik antara SBY dan partai politik pendukung pemerintah. SBY-JK
mengakomodasi kepentingan partai tersebut dengan menempatkan kader-kader partai
tersebut di kabinetnya. Partai Persatuan Pembangunan menempatkan dua kadernya di
kabinet yaitu Suryadarma Ali sebagai Menteri Koprasi dan Usaha Menengah dan
Bachtiar Chamsah sebagai menteri sosial. Partai Amanat Nasional juga menempatkan
dua kadernya di kabinet yaitu Hatta Radjasa sebagai Menteri Perhubungan dan
Bambang Sudibyo sebagai Menteri Pendidikan Nasional. Demikian juga dengan
Partai Kebangkitan Bangsa dan Partai Bulan Bintang Yang masing-masing
menempatkan kadernya 2 orang di kabinet serta PKPI mendapatkan 1 kursi kabinet.
52 Hanta Yuda. Op cit, hal. 134
Universitas Sumatera Utara
mendesak presiden agar menteri tersebut dicopot dari kabinet. Jika tidak diganti,
partai tersebut mengancam menarik dukungannya kepada presiden.53
(3) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari
lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya dua
puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah
provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden.
Dengan demikian kekuasaan Presiden Yudhoyono tersandera oleh
kepentingan pragmatis partai politik yang ingin mendapatkan jatah kekuasaan. Dan
hal ini tidak dapat diabaikan oleh presiden karena hal itu menjadi keharusan dalam
sistem pemerintahan yang menganut paham multi partai.
1.3. Presiden-DPR
Pemerintahan Soesilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla merupakan hasil
pemilihan secara langsung oleh rakyat. Pemerintahan tersebut merupakan
pemerintahan pertama di Indonesia hasil dari pemilihan langsung oleh rakyat.
Sebagai bukti bahwa karakteristik presidensialisme pada pemerintahan SBY-JK telah
terpenuhi dalam pemilihan langsung oleh rakyat. Pada pemerintahan sebelumnya
pemilihan presiden dilakukan oleh parlemen. Pemilihan presiden secara langsung
oleh rakyat sebagaimana amanat Undang-Undang Dasar 1945 pasal 6A :
(1) Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh
rakyat.
(2) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau
gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan
umum.
53 Ibid, hal. 153
Universitas Sumatera Utara
(4) Dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih dua
pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam
pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung dan pasangan yang memperoleh
suara rakyat terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
(5) Tata cara pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden lebih lanjut diatur
dalam undang-undang.
Model pemilihan presiden secara langsung ini merupakan hasil amandemen
ketiga Undang-Undang Dasar 1945 sebagai bentuk penyempurnaan sistem
pemerintahan presidensial.
Implikasi dari pemilihan presiden secara langsung adalah hubungan presiden
dan parlemen hanya sebatas pengawasan dan keseimbangan. Presiden dan parlemen
sebagai lembaga mandiri menjalankan kekuasaan masing-masing. Antara kedua
lembaga tersebut tidak dapat saling membubarkan. Dalam Undang-Undang Dasar
1945 pasal 7C menyebutkan presiden tidak dapat membekukan dan/atau
membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat.54
54 Perubahan ketiga UUD 1945
Ini untuk menguatkan sistem
presidensialisme dan menjaga keberlangsungan pemerintahan selama masa
jabatannya. Tidak seperti sistem parlementer keberlangsungan pemerintahan sangat
rawan sekali akibat dari kepentingan-kepentingan partai politik di parlemen. Namun
dalam prakteknya pemerintahan SBY-JK selalu di bawah ancaman pemakzulan oleh
DPR dalam mekanisme check and balances. Pemerintahan SBY-JK sering sekali
mendapat tekanan dari DPR dalam pemerintah melaksanakan kebijakannya. Akan
tetapi ini semua tidak terlepas dari kompleksnya kepentingan yang terangkum dalam
lembaga DPR. Mungkin ini akibat dari kita menganut sistem banyak partai.
Universitas Sumatera Utara
Setelah amandemen Undang-Undang Dasar 1945, relasi kedua lembaga
tersebut semakin mandiri dan setara. Presiden sebagai lembaga pelaksana undang-
undang tidak lagi mendominasi kekuasaan sebagiaman terjadi sebelum Undang-
Undang Dasar 1945 diamandemen. Presiden hanya sebatas melaksanakan undang-
undang dan sedikit terlibat dalam pembahasan undang-undang dan parlemen
melaksankan kekuasaan membuat undang-undang dan menjalankan fungsi kontrol
bagi pemerintah terhadap pelaksanaan undang-undang tersebut. Namun dalam
pelaksanaan sistem pemerintahan presidensial dalam pemerintahan SBY-JK terlihat
sekali bahwa DPR sangat dominan. Ini telihat dalam penunjukan Kapolri dan
Pangliam TNI yang dalam strukutur setingkat dengan menteri dan berada di bawah
presiden harus mendapat persetujuan DPR. Demikian juga dengan penunjukan duta
besar juga harus mendapat persetujuan DPR. Dalam proses penunjukan Kapolri dan
Panglima TNI terjadi dinamika yang sangat keras sekali antara Presiden dan DPR.
Sebagai contoh ketika Presiden SBY menunjuk Jenderal Sutanto sebagai calon
tunggal Kapolri sangat banyak pertentangan dari kalangan DPR karena membuat
mereka tidak memungkinkan melakukan deal-deal politik dengan calon. Demikian
juga dengan calon Panglima TNI ketika itu Jenderal Endriartono Sutarto yang juga
dalam hal ini Presiden mengajukan calon tunggal.
Rapuhnya ikatan koalisi juga sangat terlihat dalam pemerintahan SBY-JK
terutama dalam hal menyangkut kebijakan pemerintah. Banyaknya hak interpelasi
yang digunakan DPR menandakan ikatan koalisi sangat cair dan tidak dapat
mengamankan jalannya kebijakan pemerintahan. Akan tetapi mereka sebaliknya
mengabaikan ikatan koalisi dan melakukan tekanan terhadapa pemerintah. Dan yang
Universitas Sumatera Utara
paling memojokkan pemerintah adalah lolosnya hak angket DPR terhadap kebijakan
pemerintah menaikkan harga BBM. Ini juga menandakan terjadinya kontrol DPR
terhadap pemerintah yang terlalu kuat yang membuat pemerintahan SBY-JK berjalan
tidak efektif.
Potensi pemakzulan oleh DPR juga sangat jelas adanya, walaupun
pemakzulan tersebut masih melalui pengadilan di Mahkamah Konstitusi.
2. Partai Politik Indonesia dan Sistem Kepartaian
2.1. Partai politik di Indonesia
Politik kepartaian di Indonesia dimulai sejak Wakil Presiden Mohammad
Hatta mengeluarkan Maklumat No. X tanggal 16 Oktober 1945 yang menyatakan
bahwa Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) sebelum terbentuk Majelis
Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat diserahi kekuasaan
eksekutif, yang sehari-hari dilakukan oleh Badan Pekerja KNIP.
Selain mengeluarkan Maklumat No. X, Mohammad Hatta juga pernah
mengeluarkan Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945 tentang anjuran
kepada rakyat untuk membentuk partai-partai politik, yang isinya berbunyi sebagai
berikut:
Berhubung dengan usul Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat
kepada Pemerintah, supaya diberikan kesempatan kepada rakyat seluas-luasnya untuk
mendirikan partai-partai politik, dengan restriksi bahwa partai-partai politik itu
hendaknya memperkuat perjuangan kita mempertahankan kemerdekaan dan
menjamin keamanan masyarakat, Pemerintah menegaskan pendiriannya yang telah
diambil beberapa waktu yang lalu, bahwa:
Universitas Sumatera Utara
1. Pemerintah menyukai timbulnya partai-partai politik karena dengan adanya partai-
partai itulah dapat dipimpin ke jalan yang teratur segala aliran paham yang ada dalam
masyarakat.
2. Pemerintah berharap supaya partai-partai politik itu telah tersusun, sebelum
dilangsungkannya pemilihan anggota Badan-badan Perwakilan Rakyat pada bulan
Januari 1946.
Dengan anjuran itu, berdirilah 10 partai politik, yaitu:
1. Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia), yang dipimpin oleh Dr.
Soekiman Wirjosandjoyo, berdiri 7 November 1945.
2. PKI (Partai Komunis Indonesia), yang dipimpin oleh Mr. Moch. Yusuf,
berdiri 7 November 1945.
3. PBI (Partai Buruh Indonesia), yang dipimpin oleh Njono, berdiri 8 November
1945.
4. Partai Rakyat Jelata, yang dipimpin oleh Sutan Dewanis, berdiri 8 November
1945.
5. Parkindo (Partai Kristen Indonesia), yang dipimpin oleh Ds. Probowinoto,
berdiri 10 November 1945.
6. PSI (Partai Sosialis Indonesia), yang dipimpin oleh Mr. Amir Sjarifuddin,
berdiri 10 November 1945.
7. PRS (Partai Rakyat Sosialis), yang dipimpin oleh Sutan Syahrir, berdiri 20
November 1945. PSI dan PRS kemudian bergabung dengan nama Partai
Sosialis, yang dipimpin oleh Sutan Syahrir, Amir Sjarifuddin, dan Oei Hwee
Goat, pada Desember 1945.
Universitas Sumatera Utara
8. PKRI (Partai Katholik Republik Indonesia), yang dipimpin oleh I.J. Kasimo,
berdiri 8 Desember 1945.
9. Permai (Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia), yang dipimpin oleh J.B. Assa,
berdiri 17 Desember 1945.
10. PNI (Partai Nasional Indonesia), yang dipimpin oleh Sidik Djojosukarto,
berdiri 29 Januari 1946. PNI didirikan sebagai hasil penggabungan antara PRI
(Partai Rakyat Indonesia), Gerakan Republik Indonesia, dan Serikat Rakyat
Indonesia, yang masing-masing telah berdiri antara bulan November dan
Desember 1945.
Sejak keluarnya maklumat tersebut, partai poiltik di Indonesia mengalami
perkembangan yang sangat pesat sampai pada pemilu 1971. Akan tetapi pada
perkembangan berikutnya, satu hal yang cukup menyakitkan bagi nafas demokrasi
dan politik kepartaian adalah kebijakan penciutan partai politik atau fusi partai yang
dibuat oleh rezim Orde Baru. Jika pada pemilu sebelumnya diikuti oleh banyak partai,
maka sejak pemilu tahun 1971 sampai 1997 hanya diikuti oleh tiga partai saja, yakni
Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Demokrasi Indonesia (PDI) dan
Golongan Karya (Golkar)
Pada masa rentang itu, pemilihan umum hanya dapat diikuti oleh ketiga partai
tersebut. Penguasa Orde baru berkeinginan untuk menjaga stabilitas perpolitikan
dengan cara fusi partai tersebut. Seperti dalam salah satu konsideran UU No. 3/1975
mengenai Partai Politik dan Golkar disebutkan,”Dengan adanya tiga organisasi
kekuatan sosial politik tersebut, diharapkan agar partai-partai politik dan Golkar
benar-benar dapat menjamin terpeliharanya persatuan dan kesatuan bangsa, stabilitas
Universitas Sumatera Utara
nasional serta terlaksananya proses percepatan pembangunan. Dari hal itu jelas sekali
pemerintah ingin mengkooptasi kebebasan yang seharusnya dimiliki partai politik
dengan dalih stabilitas nasional.55
Partai-partai baru yang bermunculan dengan susah payah mencari konstituen
dengan berbagai ideologi dan cara pandang terahadap demokrasi. Dengan demikian
partai politik dihadapkan pada kenyataan yang dapat menjaga eksistensi mereka
sebagai partai politik. Ada beberapa hal yang mempengaruhi keberlanjutan dari
sebuah partai politik yaitu, pertama, massa anggota yang kelak diperkuat dengan
massa pemilih meski keduanya tidak selalu sama, pemilih tidak dengan sendirinya
anggota. Kedua, tingkat kompetensi pengurus. Perpecahan sendiri sudah merupakan
pertanda jenis kepemimpinan partai yang bersangkutan. Sentralisasi kepemimpinan
partai ke dalam tangan Dewan Pimpinan Pusat memberikan pengaruh yang tidak
sedikit. Ketiga, tingkat kompetensi para anggota perwakilan sebagai anggota
Akan tetapi peranan partai politik dalam sistem politik di Indonesia kembali
mencuat seiring dengan jatunya pemerintahan Orde Baru. Partai-partai politik di
Indonesia semakin bebas untuk berekspresi dan berserikat. Ini akibat dari
dikeluarkannya paket revisi undang-undang politik salah satunya adalah undang-
undang partai politik yang dirancang oleh tim tujuh yang beranggotakan Ryaas
Rasyid, Anas Urbaningrum, Andi Malaranggeng, Ramlan Surbakti, Affan Gafar,
Djohermansyah Djohan dan Luthfi Mutty. Sampai pada pemilu tahun 2004 yang
melahirkan parlemen tahun 2004, parati-partai politik semakin berperan sejalan
dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik.
55 Koirudin. Partai Politik dan Agenda Transisi Demokrasi, Yogyakart, Pustaka Pelajar, 2004, hal. 45-46
Universitas Sumatera Utara
parlemen. Keempat, tingkat penguasaan sumber daya finansial. Kelima, kemampuan
eksekutif dan potensi melakukan pekerjaan eksekutif dari sumber daya di dalam
partai.56
Partai-partai politik Indonesia pada era pemerintahan SBY-JK gagal
menjalankan fungsi pengawasan dan perimbangan di tingkat pemerintahan. Menurut
Kuskridho Ambardi partai-partai politik malah membentuk kartel yang menghalangi
munculnya oposisi. Tanpa kehadiran oposisi di parlemen, tidak ada
pertanggungjawaban horizontal antara parlemen dan pemerintah.
57
Parpol
kartelisasi partai politik dapat dilihat dalamkomposisi kabinet SBY-JK tahun
2004. setelah perombakan kabinet yang kedua, ada 8 partai politik yang tergabung
dalam koalisi pendukung pemerintah dari berbagai macam ideologi. Ini tercermin dari
komposisi kabinet Pemerintahan SBY-JK. Adapun komposisi kabinet tersebut adalah
sebagai berikut.
Tabel 2.1 Jatah Partai Poltik di Kabinet Indonesia Bersatu pasca Reshufle II
Jatah Menteri di Kabinet Indonesia Bersatu Demokrat Menteri Negara-PAN: Taufik Effendi
Menteri Kebudayaan dan Pariwisata: Jero Wacik Golkar Menko Kesra: Aburizal Bakrie
Menteri Perindustrian: Fahmi Idris Menteri Negara PPN: Paskah Suzetta Menteri Hukum dan HAM: Andi Matalatta
PPP Menteri Sosial: Bachtiar Chamsyah Menteri Koperasi dan UKM: Suryadarma Ali
PKS Menteri Pertanian: Anton Apriyantono Menpora: Adhyaksa Dault Menpera: Muhammad Yusuf Ashari
PAN Menhub: Hatta Radjasa Mendiknas: Bambang Sudibyo
PKB Menteri Negara PDT: Lukman Edy 56 Daniel Dhakidae. Partai-Partai Politik Indonesia, Ideologi dan Program 2004-2009. Jakarta, Kompas Media Nusantara, 2004, hal. 12 57 Kuskridho Ambardi. Mengungkap Politik Kartel, Jakarta, Gramedia, 2009, hal. 6
Universitas Sumatera Utara
Menakertrans: Erman Suparno PBB Menhut: M.S.Kaban PKPI Meteri Negara PP: Meutia Hatta Sumber: Hanta Yuda,Op cit hal. 150
Bagaimanan partai-partai peserta pemilu 2004 secara kolektif mengabaikan
perbedaan ideologis, membentuk koalisi secara permisif, mengaburkan oposisi dan
membuat hasil pemilu tak lagi menjadi faktor penentu koalisi. Puncaknya, mereka
bertindak seragam sebagai satu kelompok tunggal demi kepentingan bersama. Ini
memelihara sistem kepartaian yang terkartelisasi. Semua indicator kartelisasi tersbut
tercermin pada pilpres 2004 ketika berbagai koalisi berbasis ideology muncul,
mencair dan kemudian berubah menjadi koalisi kemenangan-minimal. Koalisis jenis
ini kemudian berpadu dalam pembentukan kabinet dimana semua partai kecuali PDIP
dan PDS bergabung dalam kabinet. Akhirnya, semua partai di DPR merekayasa satu
mekanisme untuk mendistribusikan keuntungan politik dalam bentuk pembagian
posisi ketua komisi. Kesepakatan yang dicapai di antara partai-partai di DPR itu jelas-
jelas mengingkari gagasan tentang sistem kepartaian yang kompetitif. 58
58Kuskridho, Op cit 249
2.2. Sitem Kepartaian
Semangat untuk membangun sistem multi partai yang bermartabat di mulai
sejak berakhirnya pemerintahan Orde Baru. Sebelum pemerintahan Orde Baru
sebenarnya Negara kita telah menganut sistem multi partai. Dimulai tahun 1945
sampai tahun 1971. Namun sistem multi partai hilang akibat kebijakan fusi partai
yang dibuat Rezim Soeharto. Sejak reformasi tahun 1999 dukungan terhadap
keberadaan sistem multi partai datang dari berbagai lapisan masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
Banyak partai yang bemunculan menumbuhkan harapan dan kecemasan.
Sebagian masyarakat menyambut gembira dengan penuh antusias dan dengan cepat
menjadikan kemunculan partai-partai politik baru sebagai sarana untuk menyalurkan
kembali naluri politik yang selama ini dikekang oleh rezim Soeharto. Namun ada juga
masyarakt yang resah dengan banyaknya partai baru yang muncul pada saat itu yang
mencapai ratusan partai politik akhirnya bukan memperlancar arus reformasi, tetapi
sebaliknya mengganggu proses reformasi.59 Banyak faktor yang mempengaruhi
sistem kepartaian di suatu Negara. Untuk konteks politik Indonesia, ada tiga faktor
penyebab sistem multi partai sulit dihindari. Pertama, tingginya tingkat pluralitas
masyarakat (faktor pembentuk). Faktor ini yang menyebabkan keharusan bagi
penerapan sistem multi partai. Sementara kemajemukan masyarakat merupakan suatu
yang bersifat harus diterima dalam struktur masyarakat indonesia. Kedua, dukungan
sejarah sosio-kultural masyarakat (faktor pendorong). Ketiga, desain sistem pemilihan
proporsional dalam beberapa sejarah pemilihan umum (faktor penopang).60
59 Bambang Cipto. Partai, Kekuasaan dan Militersisme. Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2000, hal. 2 60 Hanta Yuda. Op cit, hal 102
Untuk konteks pemilihan umum 2004 partai politik peserta pemilu adalah
sebanyak 24 partai. Melihat jumlah partai sebanyak itu kita menganut sistem multi
partai yang ekstrim. Dalam sistem ini sangat sulit mendapatkan suara mayoritas
pemenang pemilu dan hal itu memang betul dan terjadi di pemilu Indonesia tahun
2004 yang lalu. Berikut ini merupakan partai politik peserta pemilu tahun 2004
beserta perolehan suara masing-masing partai.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2 Partai Politik Peserta Pemilu Tahun 2004 Beserta Perolehan Suara
No Partai politik Perolehan Suara Jlh kursi DPR Jumlah Persen
1 Partai Golongan Karya 24.480.757 21,58 128
2 Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan 21.026.629 18,53 109 3 Partai Kebangkitan Bangsa 11.989.564 10,57 52 4 Partai Persatuan Pembangunan 9.248.764 8,15 58 5 Partai Demokrat 8.455.225 7,45 57 6 Partai Keadilan Sejahtera 8.325.020 7,34 45 7 Partai Amanat Nasional 7.303.324 6,44 52 8 Partai Bulan Bintang 2.970.487 2,62 11 9 Partai Bintang Reformasi 2.764.998 2,44 13 10 Partai Damai Sejahtera 2.414.254 2,13 12 11 Partai Karya Peduli Bangsa 2.399.290 2,11 2 12 Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia 1.424.240 1,26 1 13 Partai Persatuan Demokrasi Kebangsaan 1.313.654 1,16 5 14 Partai Nasional Banteng Kemerdekaan 1.230.455 1,08 1 15 Partai Patriot Pancasila 1.073.139 0,95 0 16 Partai Nasional Indonesia Marhaenisme 923,159 0,81 1
17 Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia 895.610 0,79 0
18 Partai Pelopor 878.932 0,77 2 19 Partai Penegak Demokrasi Indonesia 855.811 0,75 1 20 Partai Merdeka 842.541 0,74 0 21 Partai Sarikat Indonesia 679.296 0,60 0 22 Partai Perhimpunan Indonesia Baru 672.952 0,59 0 23 Partai Persatuan Daerah 657.916 0,58 0 24 Partai Buruh Sosial Demokrat 636.056 0,56 0 Total 113.462.414 100 550
Sumber: www.kpu.go.id
Berdasarkan data tersebut di atas maka partai politik yang memiliki wakil
yang duduk di parlemen ada 17 partai politik. Tidak ada partai politik yang
memperoleh suara mayoritas sehingga sulit membentuk pemerintahan tanpa koalisi di
parlemen. Dalam perkembangan selanjutnya bahwa di parlemen partai politik
membuat fraksi masing-masing atau bergabung dengan partai tertentu untuk
membentuk satu fraksi. Ada 10 fraksi di DPR RI yaitu:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.3 Kelompok Fraksi di DPR RI Tahun 2004-2009
No Kelompok Fraksi % Kursi 1 Fraksi Partai Golkar (F-PG) 23 129
2 Fraksi PDI Perjuangan (F-PDIP) 20 109
3 Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (F-PPP) 10 58 4 Fraksi Partai Demokrat (F-PD) 10 57 5 Fraksi Partai Amanat Nasional (F-PAN) 10 53
6 Fraksi Kebangkitan Bangsa (F-KB) 9 52
7 Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) 8 45
8 Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi (Fraksi Gabungan) 4 20 9 Fraksi Partai Bintang Reformasi (F-PBR) 2 14
10 Fraksi Partai Damai Sejahtera (F-PDS) 2 13 Sumber: www.dpr.go.id
Melihat data di atas sangat mungkin dan suatu keharusan pemerintahaan SBY-
JK membuat koalisi di parlemen untuk menopang pemerintahan mereka. SBY-JK
yang awal pencalonanya hanya didukung oleh Partai Demokrat, Partai Bulan Bintang
dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia dan pada putaran kedua bergabung
Partai Keadilan Sejahtera belum mendapat dukungan mayoritas di DPR. Gabungan
keempat partai tersebut hanya mencakup112 kursi dari 550 kursi. Kenyataan ini akan
sangat rawan bila pemerintahan SBY-JK tidak melakukan koalisi di DPR. Dan atas
dasar itulah dalam perkembangannya pemerintahan SBY-JK mengakomodasi
kepentingan partai politik yang bersedia memberikan dukungan terhadap
keberlangsungan pemerintahan mereka dan di sisi lain partai-partai politik melakukan
intervensi terhadap presiden dalam penyusunan kabinet.. Bergabunglah Partai
Amanat Nasional, Partai kebangkitan Bangsa, Partai Persatuan Pembangunan dan
berikutnya Partai Golkar sehubungan dengan kemenangan Jusuf Kalla dalam
Universitas Sumatera Utara
perebutan ketua umum Partai Golkar. Dengan demikian hanya Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan dan Partai Damai Sejahtera yang berada di luar pendukung
pemerintah.
Bila mayoritas anggota DPR menenukan pilihan politik yang berbeda dengan
presiden, sering kali sistem presidensial terjebak dalam pemerintahaan yang terbelah
antara pemegang kekuasaan legislatif dan pemegang kekuasaan eksekutif. Biasanya,
dukungan legislatif semakin sulit didapat jika sistem pemerintahaan presidensial
dibangun dalam sistem multi partai.61
Menurut Hanta Yuda, ketika presiden mengakomodasi kepentingan partai
politik yang mengintervensi presiden itu sendiri dalam penyususnan kabinet
merupakan bentuk kompromi eksternal. Hal ini tentu berimplikasi terhadap
kekuasaan internal hak prerogatif presiden semakin tereduksi. Dia juga menemukan
bahwa ada empat kompromi dalam struktur internal kekuasaan kepresidenan di era
Pemerintahan SBY-JK.
62
Indikasi presidensialisme yang kompromis di era pemerintahan SBY
tergolong dalam presidensialisme setengah hati terlihat dari beberapa aspek
kompromi eksternal berikut ini: Pertama, kompromi dalam pembentukan dan
perombakan kabinet yang tidak terlepas dari intervensi partai-partai politik mitra
koalisi pemerintahan SBY-JK dan akomdasi pemerintah terhadap kepentingan partai
Berdasarkan fakta bahwa masih sangat kentalnya
kompromi-kompromi politik dalam pelaksanaan kekuasaan presiden dalam
Pemerintahan SBY-JK maka kita belum melihat sistem pemerintahan presidensial
murni dalam pemerintahan tersebut.
61 Saldi Isra, Pergeseran Fungsi Legislatif, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010, hal.269 62 Hanta yuda. Op cit hal. 231
Universitas Sumatera Utara
politik tersebut berupa kursi di kabinet. Kedua, rapuhnya ikatan koalisi partai
pendukung pemerintah. Koalisi yang terbangun sangat cair dan sarat dengan
kepentingan sesaat partai anggota koalisi. Ketiga, adanya kontrol parlemen terhadap
pemerintah secara berlebihan yang mengakibatkan jalannya pemerintahan kurang
efektif. Dan keempat, perjalanan pemerintahan SBY-JK rentan dengan ancaman
pemakzulan dari DPR. Pemerintah masih sangat rentan pemakzulan oleh DPR karena
alasan politis atau disebabkan kebijakan pemerintah yang ditentang DPR.63
Ada juga kompromi internal yang dilakukan oleh pemerintahan SBY-JK.
Adapun kompromi internal Era Pemerintahan SBY-JK dapat kita lihat dalam tabel
ini.
64
Aspek Kompromi
Tabel 2.4 kompromi Internal Presidensialisme Era Pemerintahan SBY-JK
Praktek dan Karakteristik Kompromi Hak Prerogatif Presiden Hak prerogatif Presiden Yudhoyono untuk
menyusun/merombak kabinet tereduksi akibat intervensi partai politik. Penggunaan hak prerogatih presiden dalam pembentukan kabinet selalu disertai intervensi elite-elite partai politik. Tereduksinya hak prerogatif presiden ini merupakan akibat dari kuatnya intervensi partai politik yang juga didukung oleh gaya kepemimpinan presiden yang cenderung akomodatif dan kurang percaya diri dalam menghadapi interpensi partai politik.
Komposisi Kabinet Kabinet koalisi yang dibentuk oleh Presiden Yudhoyono terdiri atas koalisi delapan partai politik. Sementara komposisi antara unsusr parpol dan nonparpol dalam kabinet Indonesia Bersatu relatif seimbang. Persnalitas dan gaya kepemimpinan presiden cenderung akomodatif terhadap partai politik dan pertimbangan presiden dalam mengangkat menteri cenderung lebih dominant karena factor tawar-menawar disbanding faktor kompetensi dan profesionalitas.
Loyalitas Menteri Adanya dualisme loyalita para menteri Kabinet Indonesia Bersatu dari unsure partai politik. Satu sisi loyalitas kepada presiden sebagai kepala pemerintahan, di sisi lain
63 Ibid. hal 134 64 Ibid hal. 233
Universitas Sumatera Utara
loyalitas kepada parpol asalnya juga. Bahkan beberapa anggota kbinet juga sebagai ketua umum partai dan memegang jabatan strategis lainnya di partai politik. Dualisme loyalitas ini merupakan implikasi dari pola rekrutmen menteri dari unsur partai politik dan proses pengangkatnnya cenderung atas pertimbangan akomodatif presiden terhadap rekomendasi dari partai politik. Potensi dualisme itu semakin memuncak menjelang pelaksanaan Pemilu 2009 karena para menteri juga berkepentingan untuk membesarkan partainya masing-masing
Hubungan Presiden dan Wakil Presiden
Relasi politik Presiden Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla mengalami keretakan dan semakin menguat menjelang tahun terakhir masa kepemimpina mereka. Salah satu penyulut disharmonisasi ini adalah implikasi dari posisi politik wakil Presiden lebih kuat daripada Presiden Yudhoyono di parlemen. Golkar menguasai 23% kursi di DPR, sementara Demokrat hanya 10%. Pola hubungan presiden dan wakil presiden bersifat persaingan, baik secara terselubung maupun terbuka. Kondisi ininjuga memeiliki kecenderungan terjadinya persaingan terbuka antara presiden dan wakil presiden menjelang pemilu legislative, apalagi jika keduanya memutuskan untuk berpisah di pemilihan presiden selanjutnya.nkeretakan dan disharmonisasi itu akan semakin terbuka.
Berdasarkan keempat aspek kompromi internal tersebut jelas bahwa
penerapan sistem pemerintahan presidensialisme dalam pemerintahan Yudhoyono-
Kalla masih setengah hati. Presidensialisme yang diterapkan belumlah
presidensialisme efektif dimana hak prerogatif presiden dilakukan dilaksanakan
sepenuhnya oleh presiden tanpa intervensi partai politik.
3. Kekuasaan Dewan Perwakilan Rakyat
Setelah mengalami perubahan Undang-Undang Dasar 1945, tugas dan fungsi
dari Dewan Perwakilan Rakyat semakin kuat. Ini dilakukan untuk dapat melakukan
kontrol yang kuat terhadap lembaga eksekutif yang melaksanakan jalannya
pemerintahan.
Universitas Sumatera Utara
Kekuasaan Dewan Perwakilan Rakyat menurut Undang-Undang Dasar 1945
adalah :
Pasal 7B ayat (1) menyaebutkan bahwa Usul pemberhentian Presiden dan/atau
Wakil Presiden dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat kepada Majelis
Permusyawaratan Rakyat hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan
kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat
Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan
pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan,
tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa Presiden
dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil
Presiden.65
Dalam pasal 11 ayat (1) dan ayat (2) disebutkan bahwa Dewan Perwakilan
Rakyat memiliki kewenangan untuk memberikan persetujuan dalam menyatakan
perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain.
Dalam konteks ini Dewan Perwakilan Rakyat dengan kewenangannya dapat
mengusulkan pemberhentian Presiden dan/atau wakil presiden
66
Pasal 20 ayat (1) menyebutkan Dewan Perwakilan Rakyat memegang
kekuasaan membentuk undang-undang.
Pemberian pertimbangan kepada Presiden dalam pengangkatan duta (pasal 13
ayat 2), dalam menerima penempatan duta Negara lain (pasal 13 ayat 3) dan
pertimbangan dalam pemberian amnesti dan abolisi (pasal 14 ayat 2)
67
65 Perubahan ketiga UUD 1945 66 Perubahan keempat UUD 1945 67 Perubahan pertama UUD 1945
Universitas Sumatera Utara
Pasal 20A ayat (1) menyebutkan Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi
legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan.68
Dalam menjalankan fungsi legislasi tidak serta-merta hanya dijalankan oleh
DPR akan tetapi bersama-sama dengan presiden. Dalam hal ini pula yang
menyebabkan perlunya koalisi pendukung pemerintah untuk memuluskan proses
legislasi berupa pembentukan Undang-undang. Dalam pemerintahan Presiden
Yudhoyono, ketegangan yang terjadi antara DPR dan Presiden sejak awal
pemerintahannya berdampak terhadap jumlah undang-undang yang dihasilkan.
Misalnya, pada tahun 2005 proses legislasi hanya menghasilkan 14 undang-undang.
Sangat jauh dari target yang ditetapkan yaitu 55 rancangan undang-undang.
Fungsi legislasi yaitu sebagai pembuat kebijakan dan undang-undang yang
sebagai patron pihak eksekutif untuk melaksanakan tugas. Atas dasar itulah maka
melekat hak pada legislatif yaitu hak inisiatif yaitu hak untuk melakukan perubahan
undang-undang yang diusulkan pemerintah.
69
Fungsi Anggaran dapat kita lihat dalam penyusunan RAPBN. Legislatif turut
serta dalam penuyusan Anggaran Pendapatan Belanja Negara untuk mencapai
Dalam
menjalankan fungsinya tersebut, dalam DPR juga sangat dinamis dan cair karena
membawa berbagai macam kepentingan dari partai politik.
Fungsi kontrol yang dijalankan badan legislatif untuk mencegah pemerintah
menjalankan kekuasaannya secara sewenang-wenang. Badan legislatif menjalankan
fungsi pengawasan terhadap pemerintah agar program-program yang dicanangkan
pemerintah berjalan sesuai dengan harapan rakyat.
68 Perubahan kedua UUD 1945 69 Saldi Isra, Op cit, hal 276
Universitas Sumatera Utara
kemakmuran rakyat banyak. Pada umumnya anggota DPR membawa ususlan-usulan
proyek dari daerah yang diwakilinya. Demikian juga untuk memastikan bahwa
anggaran yang akan dilaksanakan tersebut sesuai dengan kebutuhan masyarakat
banyak.
(2) Dalam melaksanakan fungsinya, selain hak yang diatur dalam pasal-pasal
lain Undang-Undang Dasar ini, Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak
interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat.70
(3) Selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undang-Undang Dasar ini,
Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan
usul dan pendapat, serta hak imunitas.
Hak Interpelasi merupaka hak untuk meminta keterangan kepada eksekutuf
terkait dengan kebijakan yang dijalankannya. Hal ini dilaksanakan untuk memastikan
kebijakan eksekutif tersebut tidak mencederai rasa keadilan rakyat banyak dan tetap
sesuai dengan undang-undang.
Hak Angket merupakan hak untuk langsung melakukan penyelidikan terhadap
kebijakan yang telah dilaksanakan oleh eksekutif. Hak ini digunakan sebelumnya
karena ada kecurigaan legislatif terhadap kebijakan eksekutuif yang terindikasi tidak
tepat dan melanggar undang-undang
Hak menyatakan pendapat merupakan lanjutan dari hak angket. Apabila
dalam penyelidikan legislatif memang ditemukan pelanggaran, maka legislative
menggunakan hak tersebut. Hak menyatakan pendapat biasanya berujung kepada
pemakzulan terhadap pemerintah yang melakukan pelanggaran tersebut.
71
70 Perubahan kedua UUD 1945 71 Perubahan kedua UUD 1945
Universitas Sumatera Utara
Pasal 21
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat berhak mengajukan usul rancangan
undang-undang.72
72 Perubahan pertama UUD 1945
Pasal 22 ayat (2) Dewan Perwakilan Rakyat berhak memberikan persetujuan
atas peraturam pemerintah pengganti undang-undang
Banyak sekali kekuasaan Dewan Perwakilan Rakyat yang tidak tercantum
dalam Undang-Undang Dasar 1945. Seperti dalam pemilihan anggota komisi-komisi
yang ada di Negara Indonesia, dalam hal ini Komisi Nasional Hak Asasi Manusia,
Komisi Pemberantasan Korupsi, Komisi Penyiaran Indonesia, Komisi Pengawas
Persaingan Usaha, Komisi Pemilihan Umum, Komisi Perlindungan Perempuan dan
Anak dan masih banyak lagi.
Universitas Sumatera Utara