masalah 1-mencapai tujuan kurikulum 2013 dengan keterbatasan buku teks
DESCRIPTION
kkTRANSCRIPT
MENCAPAI TUJUAN KURIKULUM 2013 DENGAN
KETERBATASAN BUKU TEKS
MAKALAH
Untuk memenuhi tugas matakuliah
Problematika Pendidikan Kimia
Yang dibina oleh Bapak Dr. I Wayan Dasna, M.Si., M.Ed
Oleh :
Ika Farida Yuliana 130331811076
Fitria Rizkiana 130331811080
Mohammad Arfi Setiawan 130331811085
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
Agustus 2014
MENCAPAI TUJUAN KURIKULUM 2013 DENGAN KETERBATASAN
BUKU TEKS
Abstrak: Kurikulum adalah alat dalam mencapai tujuan pendidikan
sekaligus sebagai pedoman dalam melaksanakan kegiatan
pendidikan. Dalam kurun waktu terakhir ini, baru saja dimulai babak
baru dari Kurikulum 2013. Ada kesenjangan antara fakta yang
terjadi dan harapan terhadap buku teks yang sesuai standar
Kurikulum 2013, sehingga dibutuhkan solusi agar tujuan Kurikulum
2013 tetap tercapai. Makalah ini berisi beberapa solusi yaitu,
membuat dan mengembangkan bahan ajar atau modul sesuai
Kurikulum 2013 dari buku teks yang ada, tidak membatasi peserta
didik dalam memperoleh berbagai informasi seputar materi
pelajaran, pemanfaatan teknologi untuk mengembangkan bahan
ajar dan pemberian pelatihan ICT kepada guru-guru yang kurang
kompeten dalam memanfaatkan teknologi.
PENDAHULUAN
Kurikulum menurut UU nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi dan bahan ajar serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu (Permendikbud, 2013). Dari pengertian tersebut dapat
diketahui bahwa kurikulum adalah alat dalam mencapai tujuan pendidikan
sekaligus sebagai pedoman dalam melaksanakan kegiatan pendidikan.
Sebagai alat dalam mencapai tujuan pendidikan, kurikulum cenderung
mengalami perubahan yang disebabkan oleh tuntutan masyarakat, nilai
sosial dan kebutuhan akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Di Indonesia telah terjadi beberapa kali perubahan kurikulum yaitu
pada Tahun 1947, 1964, 1968, 1973, 1975, 1984, 1994, 1997, 2004,
2006, 2013 (Kemendikbud, 2012). Perubahan kurikulum dalam sistem
pendidikan terus terjadi akibat adanya tantangan masa depan yang
semakin tinggi seperti globalisasi, kemajuan teknologi, ekonomi berbasis
pengetahuan, pergeseran kekuatan ekonomi dunia, pengaruh dan imbas
teknosains (Kemendikbud, 2012). Dalam kurun waktu terakhir ini, baru
saja dimulai babak baru dari Kurikulum 2013. Perubahan Kurikulum KTSP
menjadi Kurikulum 2013 ini tidak lain untuk menjawab tantangan yang
telah disebutkan di atas.
Perubahan kurikulum tanpa didukung oleh implementasi yang baik
tidak akan menghasilkan buah perbaikan dari perubahan tersebut. Agar
implementasi dari Kurikulum 2013 dapat efektif maka harus didukung oleh
sarana dan prasarana yang salah satunya adalah bahan ajar. Suatu
bahan ajar akan berubah jika kurikulum itu berubah. Perubahan bahan
ajar terjadi karena di dalam suatu bahan ajar hendaknya
mengintegrasikan keempat standar pembentuk kurikulum, sesuai dengan
model interaksi pembelajaran, model pembelajaran berbasis pengalaman
individu, serta mendukung efektivitas sistem pendidikan (Kemendikbud,
2012). Namun, faktanya perubahan kurikulum ini belum didukung dengan
baik oleh buku teks pelajaran sebagai bahan ajar siswa. Berdasarkan
hasil survei dan kajian referensi yang telah ditemukan dapat ditetapkan
beberapa fakta berikut terkait bahan ajar saat ini :
1. Buku babon khususnya buku teks kimia kelas XI dan XII yang
dijanjikan oleh pemerintah untuk mendukung implementasi Kurikulum
2013 sampai akhir tahun pelajaran 2013-2014 belum diterbitkan.
2. Buku babon untuk kelas XI baru diterbitkan awal tahun pelajaran 2014-
2015. Berdasarkan hasil kajian terhadap buku tersebut menunjukkan
bahwa penyampaian materi masih bersifat verifikasi. Hal ini dapat
dilihat pada kegiatan praktikum yang disajikan setelah konsep dari
suatu materi diuraikan pada buku tersebut.
3. Adanya keterbatasan dalam memilih buku teks sebagai bahan ajar
yang sesuai. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang telah
dilakukan oleh Situmorang (2012) mengenai analisis materi ajar, yaitu
adanya larangan/batasan pembelian buku yang mengakibatkan siswa
hanya mendapat materi pelajaran dari satu jenis buku saja.
4. Jenis-jenis buku teks pelajaran kimia yang beredar di pasaran masih
menggunakan standar isi KTSP 2006 di antaranya buku terbitan esis,
BSE, Erlangga, Yudhistira, dan Ganeca exact.
5. Buku teks pelajaran kimia mengandung banyak kesalahan konsep.
Wibowo (2006) menyatakan kebanyakan buku teks di Indonesia
memiliki kelemahan yaitu kurang atau tidak adanya review buku teks
dari segi isi dan materi. Dari kelemahan tersebut kemungkinan terjadi
kesalahan-kesalahan dalam contoh dan penjelasan yang diberikan
dalam buku-buku kimia. Misalnya penjelasan tentang kepolaran
molekul sebagai berikut: molekul H2O dan NH3 bersifat polar karena
ikatan O-H mapun N-H bersifat polar dan bentuk molekul tidak simetris
dan molekul BeCl2 dan BCl3 bersifat nonpolar karena molekulnya
nonpolar. Pernyataan tersebut tidak tepat karena baik molekul H2O
maupun BeCl2 merupakan molekul-molekul simetrik, relatif terhadap
unsur-unsur simetri tertentu (Effendy, 2005).
6. Buku teks pelajaran yang beredar di pasaran saat ini dapat dikatakan
jauh dari harapan Kurikulum 2013. Berdasarkan hasil analisis yang
difokuskan pada salah satu BAB yang terdapat pada buku kimia kelas
XI, dari 7 aspek yang dianalisis berdasarkan aturan Kemendikbud
meliputi kesesuaian SKL, kesesuaian KD, kesesuaian KI, kecukupan
materi, informasi pembelajaran sesuai standar proses, penerapan
pendekatan scientific, dan penilaian autentik,hanya 2 dari 7 aspek
tersebut yang memenuhi standar Kurikulum 2013 yaitu kesesuaian KD
dan kecukupan materi, sedangkan 5 aspek lainnya belum memenuhi
standar.
7. Fakta lain terkait penggunaan bahan ajar oleh guru adalah
kebanyakan guru hanya menggunakan satu buku untuk pembelajaran
di kelas ataupun untuk memberi tugas dan pekerjaan rumah
(Adisenjdada & Romlah, 2007). Sebagai perbandingan, hasil penelitian
di Amerika menyimpulkan bahwa 90% guru sains menggunakan 90%
waktu pembelajarannya dengan menggunakan satu buku ajar (Stake &
Easley, 1978; Weiss, 1989). Sebesar 75% pembelajaran di kelas dan
90% pekerjaan rumah didasarkan atas buku ajar (Blystone, 1989).
8. Kecenderungan meningkatnya penulis buku pelajaran sains yang
bekerja untuk penerbit tertentu “inhouse” (Adisenjdada & Romlah,
2007).Hal ini akan mengikis integritas ilmiah dan isi sains karena para
penulis cenderung tidak menjadi seorang ilmuwan dan teks yang
ditulisnya tidak direview oleh komunitas ilmiah (McInnerney, 1986).
9. Sebagian besar buku teks menampilkan informasi yang harus
dipelajari seperti fakta-fakta, konsep-konsep, teori-teori, hukum-hukum
kimia yang pada hakikatnya ialah memindahkan informasi-informasi
tersebut ke siswa saat mereka mempelajari materi tersebut
(Adisenjdada & Romlah, 2007). Buku yang demikian sifatnya tidak
lebih dari sekedar ensiklopedia.
10.Guru lebih suka menggunakan buku teks dari penerbit sebagai bahan
ajar dibandingkan membuat bahan ajarnya sendiri.
Fakta-fakta terkait bahan ajar yang telah dijelaskan di atas
berbanding terbalik dengan standar atau tuntutan dari kurikulum yang
berlaku. Berikut diuraikan tuntutan standar Kurikulum 2013 yang mengacu
pada kajian teori yang telah ada:
1. Berdasarkan draft dalam pengembangan Kurikulum 2013
(Kemendikbud, 2012) dinyatakan bahwa buku teks ditulis dari awal
desember 2012 hingga akhir Februari, dilanjutkan dengan tender
penggandaan buku di pertengahan Januari hingga akhir Maret,
pengandaan buku di awal Maret hingga akhir April, dan distribusi buku
teks di awal April hingga akhir Mei 2013.
2. Adanya jaminan penyediaan buku pegangan guru dan siswa yang
dijamin kualitas isi dan penyajian materi dari bahan ajar tersebut
(Kemendikbud, 2012). Penyediaan buku teks ini bertujuan untuk
mengurangi beban orangtua agar tidak membeli buku baru.
3. Bahan ajar yang disusun disesuaikan dengan model interaksi
pembelajaran (Kemendikbud, 2012). Model interaksi pembelajaran
yang dimaksud pada kalimat tersebut adalah pendekatan saintifik,
dapat berupa discovery/inquiry.
Dari uraian diatas, terlihat adanya kesenjangan antara fakta yang
terjadi di lapangan dengan apa yang diharapkan oleh pemerhati
pendidikan dalam pelaksanaan sistem pendidikan di Indonesia.
Kesenjangan tersebut menunjukkan adanya masalah yang dihadapi
dalam sistem pendidikan di Indonesia khususnya dalam pengadaan
bahan ajar. Masalah tersebut diantaranya:
1. Belum ada kesesuaian antara bahan ajar yang beredar dari segi
penyampaian informasi yang sesuai dengan standar proses Kurikulum
2013.
2. Kebiasaan lama yang dimiliki oleh Guru dalam penyampaian bahan
ajar hanya menggunakan cara konvensional, seperti ceramah, tidak
sesuai dengan standar proses Kurikulum 2013.
3. Sebagian besar Guru hanya mau menggunakan satu atau dua buku
tertentu baik dalam penyampaian bahan ajar, pemberian tugas,
ataupun pekerjaan rumah.
4. Kurangnya keinginan Guru untuk berinovasi dalam membuat bahan
ajar yang sesuai agar dapat digunakan dalam proses belajar
mengajar.
5. Tidak ada review dari buku teks yang diterbitkan.
Rumusan masalah yang dapat diambil dari beberapa uraian
masalah di atas yaitu dengan menggunakan buku teks yang ada, apa
solusi yang dapat digunakan agar tujuan Kurikulum 2013 tetap tercapai?
PEMBAHASAN
Bahan ajar adalah bahan-bahan atau materi pelajaran yang
disusun secara sistematis, yang digunakan guru dan siswa dalam proses
pembelajaran (Belawati, 2003). Berdasarkan jenisnya bahan ajar dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
1. Bahan Ajar Cetak
a. Handout
b. Buku pelajaran/buku teks
c. Modul
d. Programmed Materials
2. Bahan Ajar Elektronik
a. CD interaktif
b. TV
c. Radio
Buku teks sebagai salah satu bentuk bahan ajar memiliki syarat sebagai
berikut: (1) buku teks harus mengintegrasikan keempat standar
pembentuk kurikulum, (2) sesuai dengan model interaksi pembelajaran,
(3) sesuai dengan model pembelajaran berbasis pengalaman individu, (4)
serta mendukung efektivitas sistem pendidikan.
Berdasarkan fakta dan harapan terhadap buku teks yang beredar
dalam implementasi Kurikulum 2013 maka dapat dirangkum dalam tabel
komparasi sebagai berikut.
Tabel 1. Komparasi Fakta dan Harapan Buku Teks Kurikulum 2013
Fakta Tuntutan1. Buku babon khususnya buku teks
kimia kelas XI dan XII yang dijanjikan oleh pemerintah untuk mendukung implementasi Kurikulum 2013 sampai akhir tahun pelajaran 2013-2014 belum diterbitkan
2. Buku babon yang telah diterbitkan sifatnya masih verifikasi
3. Adanya keterbatasan dalam memilih buku teks sebagai bahan ajar yang sesuai (Situmorang, 2012).
4. Jenis-jenis buku teks pelajaran kimia yang beredar di pasaran masih menggunakan standar isi KTSP 2006
5. Buku teks pelajaran kimia mengandung banyak kesalahan konsep (Wibowo, 2006)
6. Buku teks pelajaran yang beredar di pasaran saat ini dapat dikatakan jauh dari harapan Kurikulum 2013
7. Sebagian besar Guru hanya menggunakan satu buku ajar untuk pembelajaran di kelas ataupun untuk memberi tugas dan pekerjaan rumah (Adisenjdada & Romlah, 2007)
8. Kecenderungan meningkatnya penulis buku pelajaran sains yang bekerja
1. Berdasarkan draft dalam pengembangan Kurikulum 2013 (Kemendikbud, 2012) dinyatakan bahwa buku teks ditulis dari awal Desember 2012 hingga akhir Februari, dilanjutkan dengan tender penggandaan buku di pertengahan Januari hingga akhir Maret, penggandaan buku di awal Maret hingga akhir April, dan distribusi buku teks di awal April hingga akhir Mei 2013.
2. Adanya jaminan penyediaan buku pegangan guru dan siswa yang dijamin kualitas isi dan penyajian materi dari bahan ajar tersebut (Kemendikbud, 2012).
3. Menurut Kemendikbud (2012) Bahan ajar yang disusun disesuaikan dengan model interaksi pembelajaran (pendekatan saintifik)
untuk penerbit tertentu “inhouse” (Adisenjdada & Romlah, 2007)
9. Sebagian besar buku teks menampilkan informasi yang harus dipelajari (Adisenjdada & Romlah, 2007)
10. Guru lebih suka menggunakan buku teks dari penerbit sebagai bahan ajar dibandingkan membuat bahan ajarnya sendiri.
Dari Tabel 1 diatas, terdapat kesenjangan-kesenjangan yang dapat
menimbulkan berbagai masalah yaitu: (1) keterlambatan distribusi buku
babon, (2) sampai sekarang buku teks yang digunakan masih belum
sesuai. Fakta di lapangan menunjukkan adanya keterlambatan distribusi
awal buku teks pada tahun pertama penerapan Kurikulum 2013 yang
menyebabkan proses pembelajaran masih menggunakan buku teks lama.
Bahkan, pada tahun pelajaran 2014-2015, distribusi buku teks juga masih
belum sesuai harapan. Hal ini terlihat seperti yang diberitakan koran
elektronik sinarharapan.com (2014), bahwa memasuki hari ketiga tahun
ajaran baru, beberapa sekolah belum mendapatkan buku pelajaran bagi
para siswanya. Beberapa sekolah menyatakan buku Kurikulum 2013
belum sampai ke tangan para peserta didik. Laporan tersebut berasal dari
sekolah di DKI Jakarta, Provinsi Jambi, Daerah Istimewa Yogyakarta
(DIY), dan Jawa Timur.
Masalah berikutnya adalah ketika buku babon telah diterima oleh
sekolah, isi dari buku babon masih belum sesuai dengan tuntutan
Kurikulum 2013. Dari hasil dokumentasi, kemudian dilakukan analisis
terhadap perbedaan buku teks pelajaran kimia dari penerbit yang
berbeda-beda seperti Esis, Erlangga, BSE, Ganeca exact yang sesuai
standar isi KTSP 2006, dan buku teks Kurikulum 2013 (buku babon) yang
telah diterbitkan oleh Mediatama, diperoleh suatu fakta bahwa baik buku
yang masih mengacu pada standar isi KTSP 2006 ataupun buku babon,
keduanya tidak jauh berbeda baik dari segi penyampaian informasi berupa
fakta-fakta, konsep-konsep, hukum-hukum ataupun kekinian materi.
Perbedaan yang tampak pada buku-buku tersebut adalah pada buku
babon dilengkapi dengan portofolio sebagai penilaian autentik sedangkan
pada buku-buku berstandar KTSP belum menekankan penilaian autentik.
Hal lain yang tampak dalam hasil analisis bahan ajar tersebut
adalah tidak munculnya karakteristik pendekatan saintifik seperti isi dari
buku teks kurang memotivasi siswa untuk menemukan konsep secara
mandiri. Idealnya, suatu bahan ajar menekankan pendekatan saintifik
berupa inquiri/discovery yang sesuai dengan karakteristik dari ilmu kimia
sebagai ilmu sains. National Research Council America (1990)
memberikan acuan yang tersusun atas tujuh kriteria yang harus
dipertimbangkan di dalam memilih buku ajar sains:
1. Buku ajar tidak bersifat ensiklopedia.
2. Teliti dan cermat melihat fakta.
3. Mengikuti perkembangan konsep mutakhir dan materi subyek baru.
4. Memiliki koherensi yang logis.
5. Kejelasan eksplanasi atau penjelasan dan keefektifan ilustrasi.
6. Sesuai dengan minat dan tingkatan siswa.
7. Mewakili sains sebagai sains eksperimental
Adanya keterlambatan dan ketidaksesuaian buku babon,
memberikan peluang bagi guru untuk mengembangkan kreatifitasnya
dalam membuat bahan ajar yang sesuai dengan Kurikulum 2013.
Menyiapkan bahan ajar juga merupakan salah satu tugas guru agar dapat
memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi peserta didik (Arifin,
2005). Salah satu fungsi dari bahan ajar adalah pedoman bagi guru yang
akan mengarahkan semua aktivitas siswa dalam proses pembelajaran
sekaligus merupakan substansi kompetesi yang seharusnya diajarkan
kepada siswanya. Dari pernyataan tersebut jelas terlihat bahwa adanya
buku teks ataupun bahan ajar memegang peranan penting dalam
memberikan pengalaman belajar bagi siswa sehingga membuat siswa
aktif dalam menemukan konsep sendiri.
Salah satu jenis bahan ajar yang sesuai dengan tuntutan Kurikulum
2013 dan dapat dikembangkan oleh guru adalah bahan ajar dengan
menggunakan model inkuiri terbimbing. Berdasarkan hasil wawancara
dengan guru, Wibisono (2012) mengemukakan bahwa sampai saat ini
proses pembelajaran kimia mengalami kendala dalam hal keterbatasan
bahan ajar, khususnya bahan ajar cetak seperti buku atau modul. Oleh
karena itu, dengan menggembangkan bahan ajar berupa modul ataupun
LKS dengan model inkuiri, guru dapat memberikan pengalaman belajar
sesuai pendekatan saintific approach dan tentunya siswa mendapatkan
pengalaman belajar yang bermakna. Pernyataan ini juga didukung oleh
hasil penelitian Novianty (2013) yang menyebutkan bahwa bahan ajar
berupa modul berbasis inkuiri efektif untuk meningkatkan hasil belajar
siswa dan persepsi siswa selama mengikuti pembelajaran sangat positif.
Selain dua masalah pokok di atas, sebagian besar guru terlalu
monoton dalam mengajar dan menggunakan sumber belajar (Nasution,
2012). Guru yang seperti ini cenderung hanya menggunakan buku teks
tertentu dan tidak memberikan peserta didik untuk mendapatkan buku
teks yang lain. Hal ini tentunya tidak dibenarkan karena ilmu pengetahuan
alam khususnya kimia adalah ilmu yang terus berkembang seiring dengan
perkembangan globalisasi jaman, sehingga guru harus selalu up to date
dalam hal bahan ajar dan media belajar yang digunakan. Guru tidak
seharusnya membatasi peserta didik dalam memperoleh berbagai
informasi seputar materi pelajaran dengan catatan guru tetap harus
memantau informasi yang diperoleh oleh siswa. Hal yang dipantau Guru
adalah bagaimana peserta didik mendapatkan informasi dan kebenaran
dari informasi tersebut.
Solusi lain yang dapat dilakukan oleh guru untuk memaksimalkan
kegiatan pembelajaran yaitu dengan memanfaatkan perkembangan
teknologi dan informasi. Guru bisa mengembangkan bahan ajar atau
modul baru berupa multimedia interaktif. Bahan ajar atau modul interaktif
berbasis multimedia sudah terbukti meningkatkan hasil belajar. Hal
tersebut dapat dilihat dari hasil penelitian berikut.
a. Hidajati (2011) mengembangkan bahan ajar interaktif untuk kelas X
SMK dengan metode penemuan terbimbing. Bahan ajar yang
dikembangkan efektif dengan pencapaian hasil belajar 94,7 % siswa
telah mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).
b. Kartika (2013) mengembangkan bahan ajar interaktif dengan
pendekatan inkuiri terbimbing untuk SMK RSBI. Hasil belajar siswa
dengan menggunakan bahan ajar yang dikembangkan menunjukkan
90,9 % siswa mencapai nilai KKM 75 dengan skor rata-rata 80,5.
c. Lou dkk. (2012) menguji efektivitas bahan ajar multimedia praktikum
kimia organik untuk siswa SMA. Hasil penelitian dapat diketahui
bahwa nilai postes kelompok yang menggunakan video dan animasi
lebih tinggi dari pada kelompok yang hanya menggunakan gambar
diam. Kelompok yang menggunakan video dan animasi lebih baik
dalam mengoperasikan alat, ketepatan prosedur praktikum dan
berhasil menyelesaikan langkah-langkah dalam praktikum.
Namun, sebagian besar guru memiliki keterbatasan dalam
memanfaatkan teknologi dikarenakan proses untuk membuat modul atau
bahan ajar tersebut yang sesuai dengan materi tidaklah mudah apalagi
jika menggunakan media interaktif. Hal ini karena pembuatan bahan ajar
dengan aneka bentuk sangat tergantung dengan kemampuan guru dalam
teknologi tertentu, misalnya jika guru akan membuat bahan ajar berupa
gambar tentu saja guru minimal bisa membuat gambar secara manual
meskipun akan sangat lama dan hasilnya juga kurang baik, akan tetapi
lebih baik lagi jika menggunakan media komputer dan dicetak sesuai
kebutuhan. Hal ini tentunya menuntut guru untuk melek teknologi
komputer dan desain grafis (minimal bisa membuat gambar dengan
program paint) walaupun bisa juga mendownload gambar-gambar instan
dari internet, tapi ini juga akan menjadi kendala bagi guru yang gaptek
(gagap teknologi) karena biasanya guru-guru khususnya guru-guru di
pedesaan mereka jarang sekali bersentuhan dengan teknologi komputer.
Permasalahan ini memang banyak terjadi di kalangan guru-guru
yang sudah berumur (tua) karena notabene mereka mengalami masa di
mana teknologi tidak berkembang sepesat teknologi saat ini. Kebanyakan
guru yang sudah berumur memiliki kemampuan dengan perkembangan
media, teknik, metode yang sangat ketinggalan jika diukur dengan materi
pembelajaran yang semakin hari berkembang seiring dengan kemajuan
peradaban manusia. Sedangkan bagi guru-guru muda mereka sudah lebih
banyak menikmati informasi tentang media komputer, dan elemen-elemen
program yang ada di dalamnya, jadi otomatis dalam mempersiapkan
bahan ajar rata-rata mereka tidak mengalami kesulitan.
Solusi sederhana yang dapat digunakan oleh guru yang terkendala
dalam hal menggunakan ICT adalah guru mengikuti kursus kilat untuk
mengenalkan mereka dengan teknologi komputer. Selain itu, pemerintah
juga telah menyediakan program pelatihan komputer (ICT) yang
dilaksanakan hampir setiap tahun yang dapat diikuti oleh guru. Pelatihan
pembuatan bahan ajar bagi guru dan kemajuan informasi yang cukup
pesat memberikan kesempatan guru-guru untuk menambah pengetahuan
dan pengalaman serta membantu guru untuk membuat bahan ajar yang
baik, manfaat, efektif dan efisien sehingga dapat memacu kreativitas dan
kemandirian siswa dalam belajar yang dapat memberikan efek positif
pada hasil belajar serta pengalaman belajar yang berguna bagi siswa
menuju ke jenjang berikutnya.
Selain mengikuti kursus kilat maupun workshop mengenai ICT,
Guru juga bisa menggunakan alternatif lain untuk tetap dapat
menggunakan ICT dalam pembelajaran yaitu dengan lesson study. lesson
study merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan proses dan hasil
pembelajaran yang dilaksanakan secara kolaboratif dan berkelanjutan
oleh sekelompok guru. Tujuan utama lesson study yaitu untuk : (1)
memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana siswa
belajar dan guru mengajar; (2) memperoleh hasil-hasil tertentu yang
bermanfaat bagi para guru lainnya dalam melaksanakan pembelajaran;
(3) meningkatkan pembelajaran secara sistematis melalui inkuiri
kolaboratif. (4) membangun sebuah pengetahuan pedagogis, dimana
seorang guru dapat menimba pengetahuan dari guru lainnya. Manfaat
yang yang dapat diambil lesson study, diantaranya: (1) guru dapat
mendokumentasikan kemajuan kerjanya, (2) guru dapat memperoleh
umpan balik dari anggota lainnya, dan (3) guru dapat mempublikasikan
dan mendiseminasikan hasil akhir dari lesson study. Lesson study
dilakukan berdasarkan tahapan-tahapan secara siklik, yang terdiri dari: (1)
perencanaan (plan); (b) pelaksanaan (do); refleksi (check); dan tindak
lanjut (act).
Dalam lesson study, guru yang sudah cukup berumur bisa
berkolaborasi dengan Guru muda yang memahami dan menguasai
penggunaan teknologi dalam pembelajaran. Kedua pihak yang
berkolaborasi tentunya mendapatkan manfaat. Bagi Guru yang sudah
cukup berumur bisa mempelajari ICT dari Guru yang lebih muda dan
berbagi tugas. Guru yang lebih muda mendapatkan pemahaman materi
dari guru yang lebih tua karena lebih berpengalaman. Sehingga lesson
study akan bisa mengoptimalkan proses pembelajaran dan guru bisa
saling melengkapi kekurangan masing-masing.
KESIMPULAN
Adanya kesenjangan antara fakta yang terjadi dan harapan
terhadap buku teks yang sesuai standar Kurikulum 2013 dapat diatasi
dengan solusi sebagai berikut.
1. Membuat dan mengembangkan bahan ajar atau modul sesuai
Kurikulum 2013 dari buku teks yang ada. Bahan ajar yang dapat
dikembangkan oleh guru adalah bahan ajar dengan menggunakan
model inkuiri terbimbing karena guru dapat memberikan
pengalaman belajar sesuai pendekatan saintific approach dan
tentunya siswa mendapatkan pengalaman belajar yang bermakna.
2. Guru tidak membatasi peserta didik dalam memperoleh berbagai
informasi seputar materi pelajaran dengan catatan guru tetap harus
memantau informasi yang diperoleh oleh siswa.
3. Memanfaatkan perkembangan teknologi dan informasi dengan
mengembangkan bahan ajar atau modul baru berupa multimedia
interaktif. Bahan ajar atau modul interaktif berbasis multimedia
sudah terbukti meningkatkan hasil belajar.
4. Pemberian pelatihan ICT kepada guru-guru yang kurang kompeten
dalam memanfaatkan teknologi.
Referensi
Adisenjdada & Romlah. 2007. Analisis Buku Ajar Sains Berdasarkan Literasi Ilmiah Sebagai Dasar Untuk Memilih Buku Ajar Sains (Biologi). Diseminarkan pada tgl 25-26 Mei 2007 pada Seminar Nasional Pendidikan Biologi dan Biologi di Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA UPI
Arifin, M. 2005. Strategi Belajar Mengajar Kimia. Malang: UM press
Blystone, R.V. (1989). College Introductory Biology Textbooks: An Important Communication Tool”. The American Biology Teacher. 49 (7): 418-425.
Effendy. 2005. Simetri dan Kelompok Titik. Bahan Kuliah Ikatan Kimia. Tidak Diterbitkan. Jurusan Kimia FMIPA. Malang: Universitas Negeri Malang.
Hidajati, S. E. 2011. Pengembangan Bahan Ajar Interaktif Kimia Berdasarkan Metode Penemuan Terbimbing dan Model Plomp Untuk Mata Pelajaran Kosmetika pada Kelas X SMK Program Keahlian Tata Kecantikan. Tesis tidak diterbitkan. Malang: PPS UM.
Kartika, D. A. 2013. Pengembangan Bahan Ajar Interaktif dengan Pendekatan Inkuiri Terbimbing Untuk SMK RSBI Kelas X Program Keahlian Keahlian Tata Boga SMKN 2 Bondowoso pada Mata Pelajaran Kosmetika. Tesis tidak diterbitkan. Malang: PPS UM.
Kemendikbud, 2012. Dokumen Kurikulum 2013, (Online) (http://kangmartho.com), diakses tanggal 25 Juni 2014.
Kemendikbud. 2012. Pengembangan Kurikulum 2013. diakses tanggal 25 Juni 2014
Lou Shi-Jer, Lin Hui-Chen, Shih Ru-Chu, & Tseng Kuo-Hung. 2012. Improving The Effectiveness of Organic Chemistry Experiments Through Multimedia Teaching Materials for Junior High School Students. The Turkish Online Journal of Educational Technology, 11 (2): 135-141.
McInnerney, J.D.,1986. Biology textbook-Whose business?. The American Biology Teacher, 48: 396-400
Nasution, I.S. 2012. Pengaruh pengembangan berpikir kritis dalam pembelajaran melalui bahan ajar kelarutan untuk meningktakan hasil belajar siswa MAN 2 Model Medan kelas XI semester genap tahun ajaran 2011/2012. Tesis tidak diterbitkan. UNIMED, (Online), (http://digilib.unimed.ac.id), diakses tanggal 29 Agustus 2014..
National Research Council America. 1990. Fulfilling the promise: Biology Education in the Nation’s schools. Washington, DC: National Academy Press.
Novianty, Iqma. 2013. Efektivitas Penerapan Modul Materi Analisis Elektrokimia Berbasis Inkuiri Terbimbing terhadap Hasil Belajar dan Persepsi Siswa Kelas XI Semester 1 Kompetensi Keahlian Kimia Analisis SMKN 7 Malang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang.
Permendikbud. 2013. Kerangan Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah. Diakses tanggal 20 Juni 2014.
Situmorang, I.G. 2012. Analisis Materi Ajar dan Pembelajaran Kimia di SMP Negeri 9 Pematangsiantar. Pendidikan Kimia. Pascasarjana Unimed.
Stake, R.E. & Easley, J.A. 1978. Case Studies in Science Education. Center for Instructional Research an Curriculum Evaluation: University of Illinois at Urbana-Champaign.
Wibowo, A.M. 2006. Analisis Kesalahan Konsep Materi Ikatan Kimia padaBuku Kimia SMA dan Perbaikannya Dengan Menggunakan Bahan Ajar. Tesis tidak diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang.
Wibisono, R.Y. 2012. Pengembangan Modul Materi Analisis Elektrokimia Berbasis Inkuiri Terbimbing Untuk Siswa Kelas XI Kompetensi Keahlian Kimia Analisis SMK Negeri 2 Batu. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang.