masih tinggi beban operasional merchant payment...

1

Upload: ngocong

Post on 13-Mar-2019

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Selasa, 31 Mei 2016 23P E R B A N K A N

Eka Chandra [email protected]

Angin segar dirasakan industri perbankan saat Bank Indonesia menyatakan akan

mengkaji aturan loan to value (LTV) terkait dengan penyaluran kredit pemilikan rumah terutama dalam aturan pemberian uang muka rumah

Perlambatan kredit seolah menjadi pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan para bankir begitu memasuki kuartal II/2016 ini. Gejolak ekonomi dunia yang berdampak pada ekonomi dalam negeri kerap dijadikan biang kerok perlambatan kredit.

Meskipun ekonomi lesu, tampaknya tidak membuat optimisme peningkatan penyaluran kredit luntur. Sejauh ini, target kredit tetap, bahkan lebih tinggi dari realisasi tahun lalu yang tercatat se-besar 10,5%.

Oleh sebab itu, diperlukan sektor usaha untuk mendorong lokomotif pertumbuhan kredit, sehingga mampu menggerakkan perekonomian. Segmen konsumsi dipandang mampu menjadi tulang punggung penyaluran kredit, ter-utama sektor properti.

Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengatakan, LTV merupakan bagian dari kebijakan makroprudensial yang akan dilakukan oleh bank sentral untuk mendorong penyaluran kredit.

“LTV itu kan besarnya pinjaman terhadap total value dari underlying asetnya atau total nilai barang yang dikreditkan,” ujar Agus di Kompleks Bank Indonesia, Senin (30/5).

Kebijakan rasio pemberian kredit terhadap nilai agunan ini dirilis pada 30 September 2013. Kebijakan yang mengatur pembayaran uang muka untuk rumah pertama, kedua, ketiga, dan seterusnya memang

bertujuan untuk mengerem aksi spekulan dalam membeli produk properti.

Dengan peraturan tersebut, BI mewajibkan pembayaran uang muka untuk KPR pertama sebesar 30%, KPR kedua 40%, KPR ketiga dan seterusnya 50%.

Namun, pada pertengahan tahun lalu, bank sentral merevisi aturan itu dan menurunkan besaran uang muka tiap pembelian produk pro-perti. Selain mengatur LTV, pen-jualan rumah dengan sistem pesan (inden) mulai dibatasi.

BI melonggarkan aturan LTV yang tertuang dalam PBI Nomor 17/10/PBI/2015. Peraturan tersebut mulai berlaku sejak 18 Juni 2015.

Dalam aturan tersebut tertuang besaran uang muka KPR diturunkan sebesar 10% untuk perbankan kon-vensional dan 5% untuk perbankan syariah menjadi 20% dan 15%.

Bank sentral tetap menegaskan untuk melaksanakan prinsip kehati-hatian kendati target penyaluran kredit dipatok lebih tinggi.

RANTAI BISNIS PROPERTIEkonom Universitas Paramadina

Firmanzah mengatakan, ada banyak sektor yang terkait dengan pro-perti. Tidak kurang dari 40 sektor memiliki rantai yang bersinggungan dengan bisnis properti.

Untuk itu, kajian pelonggaran LTV bisa menjadi pemantik bagi industri properti untuk mulai bergerak, sei-ring dengan pelonggaran kebijakan yang akan ditempuh pemerintah.

“Memang ada beberapa sektor yang bisa jadi lokomotif dan itu salah satunya adalah sektor pro-perti. Kalau properti naik, sektor elektronik juga akan naik. baja besi naik, semen naik, industri lain juga akan naik,” ujar Firmanzah.

Firmanzah mengingatkan kepada regulator dalam hal ini Otoritas Jasa Keuangan dan juga BI untuk tetap

mengontrol sektor strategis yang bisa mendorong peningkatan penya-luran nilai kredit.

Meskipun ada sinyal positif yang berasal dari pelonggaran LTV itu, tetapi masih belum bisa mengkompensasi dampak dari penurunan ekonomi yang tajam se-belumnya.

Direktur Utama BTN Maryono mengatakan pihaknya berharap ren-cana tersebut secepatnya bisa terea-lisasi agar uang muka untuk kredit kepemilikan rumah (KPR) bisa lebih ringan.

Pasalnya berdasarkan peng-amatan Maryono, masyarakat masih kesulitan membeli rumah lantaran uang muka yang relatif besar.

“Saya harapkan ada keringanan. Karena dengan uang muka lebih ringan ini bisa menambah semangat masyarakat untuk membeli rumah,” ujar Maryono.

Sebagai bank dengan spesialisasi penyaluran pembiayaan untuk KPR, pelonggaran aturan ini berdampak positif dalam mendorong pertum-buhan bisnis BTN.

Sampai Mei 2016, bank pelat merah ini sudah merealisasikan pembiayaan untuk 97.000 unit KPR dan konstruksi perumahan.

Sementara itu, yang masih dalam proses pembangunan sebanyak 250.000 unit. Maryono optimistis pada akhir tahun target perumahan sebanyak 570.000 unit sampai 600.000 unit bisa tercapai.

Total pembiayaan yang suda h disa lurkan untuk KPR hingga perte-ngah an tahun ini sebanyak Rp32 triliun.

Angin segar bagi perbankan dan pro perti sudah mulai berhembus. Ke bi jakan pelonggaran aturan pada sek tor produktif terutama sektor pro perti diharapkan mampu men-jadi lokomotif penggerak eko no -mi. Apakah bisa? Saat kon sum si da -lam negeri sendiri tengah me nu run.

JAKARTA — PT Bank Negara Indonesia (BNI) Tbk dan Pemerintah Kabupaten Bojonegoro menjalin kemitraan guna menumbuhkan minat investasi. Kemitraan ini akan dijadikan sebagai proyek percontohan bagi daerah lain.

Direktur Bisnis Korporasi BNI Herry Sidharta mengatakan dalam pola kemitraan ini BNI akan mem-berikan kemudahan dalam pe-nyaluran kredit investasi yang dibutuhkan.

Kemudahan tersebut merupa-kan nilai tambah bagi kemudahan pengurusan izin investasi serta ke-lengkapan infrastruktur yang telah disiapkan oleh Pemkab Bojonegoro. Di samping itu, bagi BNI kerja sama ini berpeluang menambah nasabah potensial mereka.

“Ini akan memberikan manfaat bagi investor berupa kemudahan akses investasi, bagi pemerintah daerah berupa peningkatan pertum-buhan ekonomi dan pemberdayaan masyarakat, serta bagi BNI akan mendapatkan manfaat berupa bisnis nasabah yang dapat ditangkap,” ujarnya di Bojonegoro, Sabtu (28/5).

Kerja sama tersebut merupa-kan rangkaian acara Bojonegoro Investment Day 2016 yang digelar di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur. Hadir pada kesempatan tersebut Bupati Bojonegoro Suyoto dan Direktur Bisnis Korporasi BNI Herry Sidharta.

Bojonegoro Investment Day 2016 merupakan acara yang diselenggarakan untuk menciptakan sinergi antara BNI, investor, dan Pemerintah Kabupaten Bojonegoro dengan konsep acara meliputi semi-nar, gala dinner, dan site visit.

Melalui Bojonegoro Investment Day 2016 ini, BNI bermaksud menunjukkan bahwa potensi bisnis masih terbuka bagi pelaku bisnis lainnya dan korporasi siap membe-rikan dukungan pembiayaan.

Pada kesempatan yang sama, BNI juga mengajak nasabah sekaligus calon-calon investor potensial untuk melihat langsung debitur BNI yang sukses menjalankan bisnisnya di Bojonegoro.

Acara ini dilaksanakan sebagai pembuktian bahwa BNI menya-lurkan kredit secara selektif pada

pelaku usaha yang benar-benar prospektif dan produktif.

BNI juga mengajak nasabah yang terpilih untuk mendengarkan paparan dari Bupati Bojonegoro tentang potensi-potensi inves-tasi yang terbuka di kabupaten tersebut, serta dukungan pemerin-tah kabupaten terhadap setiap usul investasi.

Bupati Bojonegoro Suyoto me-ngatakan daerah yang dipimpinnya memiliki kapasitas dalam mem-bangun kelengkapan pendukung investasi terutama infrastruktur serta berkeinginan kuat untuk memberikan kemudahan dalam perizinan.

Bojonegoro merupakan daerah yang tepat untuk menjadi tujuan investasi karena merupakan daerah yang berhasil mencatatkan pertum-buhan ekonomi yang sangat tinggi pada 2015 (19,34%), melampaui kecepatan pertumbuhan ekonomi Jawa Timur dan bahkan nasio-nal yang berada pada level 5,44% dan 4,79%. Di mana daya beli pun terpelihara dengan laju inflasi yang ditekan di level 2,91%.(Abdul Rahman)

KEMITRAAN BANK

BNI Bantu Pemda Tumbuhkan Minat Investasi

PELONGGARAN ATURAN

Mampukah LTV Memantik Pertumbuhan Kredit Perbankan?

Bupati Bojonegoro Suyoto (Kanan), Direktur Bisnis Korporasi BNI Herry Sidharta (kedua kanan), Direktur Bisnis Banking BNI, Putrama Wahju (kedua kiri) dan sejumlah calon investor melihat langsung tahap pengolahan sarang burung walet di pabrik milik salah satu debitur BNI dalam ajang Bojonegoro Investment Day 2016 di Bojonegoro, Jawa

Timur, Sabtu (28/5). Dalam acara tersebut BNI dan Pemkab Bojonegoro berhasil menghimpun dana Investasi sebesar 1 Trilliun. Ajang tersebut bertujuan menciptakan sinergi antara BNI, investor dan Pemerintah Kabupaten Bojonegoro sekaligus memberikan manfaat berupa kemudahan akses investasi bagi investor.

BOJONEGORO INVESTMENT DAY

KREDIT BERMASALAH NAIK

Beban Operasional Masih Tinggi

Ihda Fadila [email protected]

Direktur Keuangan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. Haru Koes-ma hargyo mengatakan perbankan masih akan mencadangkan dana yang besar untuk mengantisipasi ke naikan rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL).

Menurutnya, perseroan masih akan menjaga coverage ratio sebesar 150% hingga akhir tahun. Dengan demikian, perbankan masih akan dibebani dengan biaya pencadangan yang tinggi sehingga mengerek rasio BOPO.

“Kalau BOPO naik karena pencadangan, BOPO ini yang harus kami jaga, kalau bisa 70%—72%,” ujarnya di Jakarta, pekan lalu.

Untuk mendorong penurunan BOPO, lanjut Haru, perseroan bakal menjaga kualitas kredit. Menurutnya, perseroan berupaya menaikkan jumlah kredit yang masih sehat dan berhati-hati dalam menyalurkan kredit baru yang berpotensi meningkatkan NPL.

“Kami sekarang fokus yang NPL. Tahun sebelumnya itu 70% lakukan ekspansi, 30% untuk penyehatan, sekarang kami bobotnya sama, membereskan yang NPL,” katanya.

Untuk menurunkan NPL, perseroan masih fokus meng-optimalkan unit khusus risiko kreditnya yang sudah ada. Menu-rut nya, perseroan tidak membentuk unit baru mengingat perseroan pun harus melakukan penghematan untuk meningkatkan efisiensi.

Sementara itu, berdasarkan laporan keuangan perseroan, BRI men catatkan peningkatan rasio

BOPO sebesar 406 basis poin (bps) secara year on year (y-o-y) dari 68,04% menjadi 72,10% pada Maret 2016.

Adapun, pada 3 bulan pertama tahun ini, NPL perseroan menga-lami penaikan dari 2,02% menjadi 2,22% secara tahunan.

Haru pernah mengatakan, ke-naikan NPL ini disebabkan perlam-batan pertumbuhan ekonomi dan berdampak pada nasabah yang meng alami kesulitan pada usaha-nya. “Terutama nasabah di sektor agro bisnis dan pertambangan,” ujar nya.

Dengan adanya peningkatan NPL tersebut, pencadangan bank spesialis kredit mikro ini juga meng-alami peningkatan dari Rp15,39 tri-liun menjadi Rp18,51 triliun.

Haru menjelaskan walaupun rasio BOPO meningkat, namun apabila dilihat dari cost efficiency ratio (CER), mengalami perbaikan, yakni dari 45,08% menjadi 42,88%.

Salah satu pendorong penurunan CER perseroan adalah mulai meredanya tekanan biaya dana atau cost of fund yang turun dari 4,74% menjadi 3,98% pada kuartal I/2016.

“Kalau CER sampai akhir tahun masih bagus, akhir tahun masih segitu [sekitar 45%],” kata Haru.

Senada dengan Haru, Direktur Utama PT Bank Mandiri Tbk. Kar ti-ka Wirjoatmodjo mengatakan BOPO perseroan masih bakal berada di po-sisi yang tinggi sampai akhir tahun. Menurutnya, pencadangan masih akan tinggi karena naiknya NPL.

“Masih akan naik, karena pencadangan, masih berat,” ujarnya, Senin (30/5).

NPL NAIKSeperti diketahui, per Maret 2016,

BOPO emiten berkode BMRI ini mengalami kenaikan hingga 1.020 bps menjadi 75,22% dari posisi Maret 2015 sebesar 65,02%.

Adapun, NPL perseroan tercatat naik menjadi 2,89% per Maret 2016 dari 1,81% per Maret 2015 untuk gross,sedangkan untuk nett naik menjadi 0,85% dari 0,53%.

Dengan demikian, bank de-ngan logo pita emas ini juga akan mempertahankan coverage ratio di level 130% hingga 140% pada tahun ini.

Per Maret 2016, seiring dengan pe-ningkatan rasio kredit bermasalah, perseroan juga mengalokasikan dana pencadangan senilai Rp4,3 tri-liun.

Adapun untuk menjaga NPL, Bank Mandiri membuat direktorat baru yang khusus menangani kredit bermasalah pada bulan lalu. Perseroan akan membentuk asset management unit (AMU) yang dipimpin oleh SEVP.

Unit tersebut akan me-re-view setiap debitur, melaku kan stress test terhadap cash flow debitur, dan menentukan strategi yang tepat untuk menangani masalah kemampuan membayar nasabah.

Sebelumnya, ketika Otoritas Jasa Keuangan tengah mendorong bank untuk meningkatkan efisiensinya, rasio BOPO beberapa bank besar mengalami peningkatan. Secara industri, BOPO bank umum kon -vensional mengalami peningkatan menjadi 82,96% per Maret 2016 dari 79,49% per Maret 2015.

Managing Director Kresna Investments Suryandy Jahja (dari kiri), berbincang dengan Dirut PT Digital Artha Media (DAM) Indra Setyawan, Direktur Keuangan dan SDM Perum Perumnas Hakiki Sudrajat serta Senior Vice President Transaction Banking Retail Bank Mandiri Rahmat Broto Triaji

seusai penandatanganan kerja sama di Jakarta, Senin (30/5). Bank Mandiri melalui PT DAM menyiapkan layanan berupa fitur merchant payment transfer untuk membantu penghuni rusun Perumnas.

MERCHANT PAYMENT TRANSFER

JAKARTA — Rasio beban operasional terhadap pen dapatan operasional (BOPO) perbankan masih

akan tinggi hingga akhir tahun mengingat an-caman rasio kredit bermasalah masih mengintai.

Perbankan masih akan dibebani dengan biaya pencadangan yang tinggi.

Otoritas Jasa Keu-angan tengah mendorong bank untuk meningkatkan efi siensinya.

Bisnis

Bisnis/Dedi Gunawan

djoko
Typewriter
Bisnis Indonesia, 31 Mei 2016