materi cholelitiasis

16
BAB I PENDAHULUAN Batu empedu merupakan penyakit yang sering ditemukan di negara maju dan jarang ditemukan di negara-negara berkembang. Dengan membaiknya keadaan sosial ekonomi, perubahan menu makanan ala barat serta perbaikan sarana diagnosis khususnya ultrasonografi, prevalensi penyakit batu empedu di negaranegara berkembang cenderung meningkat. 1 Di amerika serikat, 10% populasi menderita kolelitiasis dengan batu empedu kolesterol mendominasi yang terjadi dalam 70% dari semua kasus batu empedu. Sisanya 30% dari batu pigmen dan komposisi yang bervariasi. 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defenisi Batu empedu merupakan gabungan dari beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang dapat ditemukan dalam kandung empedu (kolesistolitiasis) atau di dalam saluran empedu (koledokolitiasis) atau pada kedua-duanya. 3

Upload: riznaii

Post on 10-Aug-2015

55 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: MATERI CHOLELITIASIS

BAB I

PENDAHULUAN

Batu empedu merupakan penyakit yang sering ditemukan di negara maju dan jarang

ditemukan di negara-negara berkembang. Dengan membaiknya keadaan sosial ekonomi,

perubahan menu makanan ala barat serta perbaikan sarana diagnosis khususnya ultrasonografi,

prevalensi penyakit batu empedu di negaranegara berkembang cenderung meningkat.1

Di amerika serikat, 10% populasi menderita kolelitiasis dengan batu empedu kolesterol

mendominasi yang terjadi dalam 70% dari semua kasus batu empedu. Sisanya 30% dari batu

pigmen dan komposisi yang bervariasi.2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi

Batu empedu merupakan gabungan dari beberapa unsur yang membentuk suatu material

mirip batu yang dapat ditemukan dalam kandung empedu (kolesistolitiasis) atau di dalam saluran

empedu (koledokolitiasis) atau pada kedua-duanya.3

Gambar1. Gambaran batu dalam kandung empedu (Emedicine, 2007)

2.2 Anatomi kandung empedu

Page 2: MATERI CHOLELITIASIS

Kandung empedu merupakan kantong berbentuk alpukat yang terletak tepat dibawah

lobus kanan hati. Kandung empedu mempunyai fundus, korpus, infundibulum, dan kolum.

Fundus bentuknya bulat, ujung nya buntu dari kandung empedu. Korpus merupakan bagian

terbesar dari kandung empedu. Kolum adalah bagian yang sempit dari kandung empedu.4

Empedu yang di sekresi secara terus menerus oleh hati masuk ke saluran empedu yang

kecil dalam hati. Saluran empedu yang kecil bersatu membentuk dua saluran yang lebih besar

yang keluar dari permukaan hati sebagai duktus hepatikus komunis. Duktus hepatikus bergabung

dengan duktus sistikus membentuk duktus koledokus.5

Gambar 2. Gambaran anatomi kandung empedu (Emedicine, 2007)

2.3 Fisiologi

Salah satu fungsi hati adalah untuk mengeluarkan empedu, normalnya antara 600-1200

ml/hari6. Kandung empedu mampu menyimpan sekitar 45 ml empedu. Diluar waktu makan,

empedu disimpan untuk sementara di dalam kandung empedu, dan di sini mengalami pemekatan

sekitar 50 %. Fungsi primer dari kandung empedu adalah memekatkan empedu dengan absorpsi

air dan natrium. Kandung empedu mampu memekatkan zat terlarut yang kedap, yang terkandung

dalam empedu hepatik 5-10 kali dan mengurangi volumenya 80-90%.4,5

Menurut Guyton &Hall, 1997 empedu melakukan dua fungsi penting yaitu :

Page 3: MATERI CHOLELITIASIS

Empedu memainkan peranan penting dalam pencernaan dan absorpsi lemak, karena asam

empedu yang melakukan dua hal antara lain: asam empedu membantu mengemulsikan

partikel-partikel lemak yang besar menjadi partikel yang lebih kecil dengan bantuan

enzim lipase yang disekresikan dalam getah pankreas, Asam empedu membantu transpor

dan absorpsi produk akhir lemak yang dicerna menuju dan melalui membran mukosa

intestinal.

Empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengeluarkan beberapa produk buangan yang

penting dari darah, antara lain bilirubin, suatu produk akhir dari penghancuran

hemoglobin, dan kelebihan kolesterol yang di bentuk oleh sel- sel hati.

Pengosongan kandung empedu dipengaruhi oleh hormon kolesistokinin, hal ini terjadi

ketika makanan berlemak masuk ke duodenum sekitar 30 menit setelah makan. Dasar yang

menyebabkan pengosongan adalah kontraksi ritmik dinding kandung empedu, tetapi efektifitas

pengosongan juga membutuhkan relaksasi yang bersamaan dari sfingter oddi yang menjaga pintu

keluar duktus biliaris komunis kedalam duodenum. Selain kolesistokinin, kandung empedu juga

dirangsang kuat oleh serat-serat saraf yang menyekresi asetilkolin dari sistem saraf vagus dan

enterik. Kandung empedu mengosongkan simpanan empedu pekatnya ke dalam duodenum

terutama sebagai respon terhadap perangsangan kolesistokinin. Saat lemak tidak terdapat dalam

makanan, pengosongan kandung empedu berlangsung buruk, tetapi bila terdapat jumlah lemak

yang adekuat dalam makanan, normalnya kandung empedu kosong secara menyeluruh dalam

waktu sekitar 1 jam.6

Garam empedu, lesitin, dan kolesterol merupakan komponen terbesar (90%) cairan

empedu. Sisanya adalah bilirubin, asam lemak, dan garam anorganik. Garam empedu adalah

steroid yang dibuat oleh hepatosit dan berasal dari kolesterol. Pengaturan produksinya

dipengaruhi mekanisme umpan balik yang dapat ditingkatkan sampai 20 kali produksi normal

kalau diperlukan.3

2.4 Epidemiologi

Insiden kolelitiasis di negara barat adalah 20% sedangka angka kejadian di Indonesia

tidak berbeda jauh dengan negara lain di Asia Tenggara

Page 4: MATERI CHOLELITIASIS

(syamsuhidayat). Peningkatan insiden batu empedu dapat dilihat dalam kelompok resiko tinggi

yang disebut ”5 Fs” : female (wanita), fertile (subur)-khususnya selama kehamilan, fat (gemuk),

fair, dan forty (empat puluh tahun).7

Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko. Namun, semakin banyak faktor

resiko, semakin besar pula kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis.8,9

Faktor resiko tersebut antara lain:

1. Genetik

Batu empedu memperlihatkan variasi genetik. Kecenderungan membentuk batu empedu

bisa berjalan dalam keluarga10. Di negara Barat penyakit ini sering dijumpai, di USA 10-20 %

laki-laki dewasa menderita batu kandung empedu. Batu empedu lebih sering ditemukaan pada

orang kulit putih dibandingkan kulit hitam. Batu empedu juga sering ditemukan di negara lain

selain USA, Chili dan Swedia.11

2. Umur

Usia rata-rata tersering terjadinya batu empedu adalah 40-50 tahun. Sangat sedikit

penderita batu empedu yang dijumpai pada usia remaja, setelah itu dengan semakin

bertambahnya usia semakin besar kemungkinan untuk mendapatkan batu empedu, sehingga pada

usia 90 tahun kemungkinannya adalah satu dari tiga orang.3,12

3. Jenis Kelamin

Batu empedu lebih sering terjadi pada wanita dari pada laki-laki dengan perbandingan

4:1. Di USA 10- 20 % laki-laki dewasa menderita batu kandung empedu, sementara di Italia 20

% wanita dan 14 % laki-laki. Sementara di Indonesia jumlah penderita wanita lebih banyak dari

pada laki-laki.10

4. Beberapa faktor lain

Faktor lain yang meningkatkan resiko terjadinya batu empedu antara lain: obesitas,

makanan, riwayat keluarga, aktifitas fisik, dan nutrisi jangka vena yang lama.10,13

2.5 Patogenesis

Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang pada saluran

empedu lainnya dan diklasifikasikan berdasarkan bahan pembentuknya. Etiologi batu empedu

masih belum diketahui dengan sempurna, akan tetapi, faktor predisposisi yang paling penting

tampaknya adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu,

Page 5: MATERI CHOLELITIASIS

stasis empedu dan infeksi kandung empedu. Perubahan susunan empedu mungkin merupakan

yang paling penting pada pembentukan batu empedu, karena terjadi pengendapan kolesterol

dalam kandung empedu. Stasis empedu dalam kandung empedu dapat meningkatkan

supersaturasi progesif, perubahan susunan kimia, dan pengendapan unsur tersebut. Infeksi

bakteri dalam saluran empedu dapat berperan sebagian dalam pembentukan batu, melalui

peningkatan dan deskuamasi sel dan pembentukan mucus.5

Sekresi kolesterol berhubungan dengan pembentukan batu empedu. Pada kondisi yang

abnormal, kolesterol dapat mengendap, menyebabkan pembentukan batu empedu. Berbagai

kondisi yang dapat menyebabkan pengendapan kolesterol adalah : terlalu banyak absorbsi air

dari empedu, terlalu banyak absorbsi garamgaram empedu dan lesitin dari empedu, terlalu

banyak sekresi kolesterol dalam empedu, Jumlah kolesterol dalam empedu sebagian ditentukan

oleh jumlah lemak yang dimakan karena sel-sel hepatik mensintesis kolesterol sebagai salah satu

produk metabolisme lemak dalam tubuh. Untuk alasan inilah, orang yang mendapat diet tinggi

lemak dalam waktu beberapa tahun, akan mudah mengalami perkembangan batu empedu.6

Batu kandung empedu dapat berpindah kedalam duktus koledokus melalui duktus

sistikus. Didalam perjalanannya melalui duktus sistikus, batu tersebut dapat menimbulkan

sumbatan aliran empedu secara parsial atau komplet sehingga menimbulkan gejalah kolik

empedu. Kalau batu terhenti di dalam duktus sistikus karena diameternya terlalu besar atau

tertahan oleh striktur, batu akan tetap berada disana sebagai batu duktus sistikus.3

2.6 Patofisiologi batu empedu

a. Batu Kolesterol

Empedu yang di supersaturasi dengan kolesterol bertanggung jawab bagi lebih dari 90 %

kolelitiasis di negara Barat. Sebagian besar empedu ini merupakan batu kolesterol campuran

yang mengandung paling sedikit 75 % kolesterol berdasarkan berat serta dalam variasi jumlah

fosfolipid, pigmen empedu, senyawa organik dan inorganik lain. Kolesterol dilarutkan di dalam

empedu dalam daerah hidrofobik micelle, sehingga kelarutannya tergantung pada jumlah relatif

garam empedu dan lesitin.10

Menurut Meyers & Jones, 1990 Proses fisik pembentukan batu kolesterol terjadi dalam

empat tahap:

Supersaturasi empedu dengan kolesterol.

Page 6: MATERI CHOLELITIASIS

Pembentukan nidus.

Kristalisasi/presipitasi.

Pertumbuhan batu oleh agregasi/presipitasi lamelar kolesterol dan senyawa lain yang

membentuk matriks batu.

b. Batu pigmen

Batu pigmen merupakan sekitar 10 % dari batu empedu di Amerika Serikat. Ada dua

bentuk yaitu batu pigmen murni yang lebih umum dan batu kalsium bilirubinat. Batu pigmen

murni lebih kecil (2 sampai 5 mm), multipel, sangat keras dan penampilan hijau sampai hitam.

Batu-batu tersebut mengandung dalam jumlah bervariasi kalsium bilirubinat, polimer bilirubin,

asam empedu dalam jumlah kecil kolesterol (3 sampai 26%) dan banyak senyawa organik lain.

Didaerah Timur, batu kalsium bilirubinat dominan dan merupakan 40 sampai 60 % dari

semua batu empedu. Batu ini lebih rapuh, berwarna kecoklatan sampai hitam.10

Patogenesis batu pigmen berbeda dari batu kolesterol. Kemungkinan mencakup sekresi

pigmen dalam jumlah yang meningkat atau pembentukan pigmen abnormal yang mengendap

dalam empedu. Sirosis dan stasis biliaris merupakan predisposisi pembentukan batu pigmen.

Pasien dengan peningkatan beban bilirubin tak terkonjugasi (anemia hemolitik), lazim

membentuk batu pigmen murni. Di negara Timur, tingginya insiden batu kalsium bilirubinat bisa

berhubungan dengan invasi bakteri sekunder dalam batang saluran empedu yang di infeksi

parasit Clonorchis sinensis atau Ascaris Lumbricoides. E.coli membentuk B-glukoronidase yang

dianggap mendekonjugasikan bilirubin di dalam empedu, yang bisa menyokong pembentukan

kalsium bilirubinat yang tak dapat larut.14

c. Batu campuran

Merupakan batu campuran kolesterol yang mengandung kalsium. Batu ini sering

ditemukan hampir sekitar 90 % pada penderita kolelitiasis. batu ini bersifat majemuk, berwarna

coklat tua. Sebagian besar dari batu campuran mempunyai dasar metabolisme yang sama dengan

batu kolesterol.10

2.6 Manifestasi klinis

A. Batu Kandung Empedu (Kolesistolitiasis)

1. Asimtomatik

Batu yang terdapat dalam kandung empedu sering tidak memberikan gejala

(asimtomatik). Dapat memberikan gejala nyeri akut akibat kolesistitis, nyeri bilier, nyeri

Page 7: MATERI CHOLELITIASIS

abdomen kronik berulang ataupun dispepsia, mual. Studi perjalanan penyakit sampai 50 % dari

semua pasien dengan batu kandung empedu, tanpa mempertimbangkan jenisnya, adalah

asimtomatik. Kurang dari 25 % dari pasien yang benar-benar mempunyai batu empedu

asimtomatik akan merasakan gejalanya yang membutuhkan intervensi setelah periode wakti 5

tahun. Tidak ada data yang merekomendasikan kolesistektomi rutin dalam semua pasien dengan

batu empedu asimtomatik.4

2. Simtomatik

Keluhan utamanya berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas. Rasa nyeri

lainnya adalah kolik bilier yang berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang

beberapa jam kemudian. Kolik biliaris, nyeri pascaprandial kuadran kanan atas, biasanya

dipresipitasi oleh makanan berlemak, terjadi 30-60 menit setelah makan, berakhir setelah

beberapa jam dan kemudian pulih, disebabkan oleh batu empedu, dirujuk sebagai kolik biliaris.

Mual dan muntah sering kali berkaitan dengan serangan kolik biliaris.3,4

3. Komplikasi

Kolesistitis akut merupakan komplikasi penyakit batu empedu yang paling umum dan

sering meyebabkan kedaruratan abdomen, khususnya diantara wanita usia pertengahan dan

manula. Peradangan akut dari kandung empedu, berkaitan dengan obstruksi duktus sistikus atau

dalam infundibulum. Gambaran tipikal dari kolesistitis akut adalah nyeri perut kanan atas yang

tajam dan konstan, baik berupa serangan akut ataupun didahului sebelumnya oleh rasa tidak

nyaman di daerah epigastrium post prandial. Nyeri ini bertambah saat inspirasi atau dengan

pergerakan dan dapat menjalar kepunggung atau ke ujung skapula. Keluhan ini dapat disertai

mual, muntah dan penurunan nafsu makan, yang dapat berlangsung berhari-hari. Pada

pemeriksaan dapat dijumpai tanda toksemia, nyeri tekan pada kanan atas abdomen dan tanda

klasik ”Murphy sign” (pasien berhenti bernafas sewaktu perut kanan atas ditekan). Masa yang

dapat dipalpasi ditemukan hanya dalam 20% kasus. Kebanyakan pasien akhirnya akan

mengalami kolesistektomi terbuka atau laparoskopik.4

B. Batu Saluran Empedu (Koledokolitiasis)

Pada batu duktus koledokus, riwayat nyeri atau kolik di epigastrium dan perut kanan atas

disertai tanda sepsis, seperti demam dan menggigil bila terjadi kolangitis. Apabila timbul

serangan kolangitis yang umumnya disertai obstruksi, akan ditemukan gejala klinis yang sesuai

dengan beratnya kolangitis tersebut. Kolangitis akut yang ringan sampai sedang biasanya

Page 8: MATERI CHOLELITIASIS

kolangitis bakterial non piogenik yang ditandai dengan trias Charcot yaitu demam dan

menggigil, nyeri didaerah hati, dan ikterus. Apabila terjadi kolangiolitis, biasanya berupa

kolangitis piogenik intrahepatik, akan timbul 5 gejala pentade Reynold, berupa tiga gejala trias

Charcot, ditambah syok, dan kekacauan mental atau penurunan kesadaran sampai koma.3

Koledokolitiasis sering menimbulkan masalah yang sangat serius karena komplikasi

mekanik dan infeksi yang mungkin mengancam nyawa. Batu duktus koledokus disertai dengan

bakterobilia dalam 75% persen pasien serta dengan adanya obstruksi saluran empedu, dapat

timbul kolangitis akut. Episode parah kolangitis akut dapat menyebabkan abses hati. Migrasi

batu empedu kecil melalui ampula Vateri sewaktu ada saluran umum diantara duktus koledokus

distal dan duktus pankreatikus dapat menyebabkan pankreatitis batu empedu. Tersangkutnya

batu empedu dalam ampula akan menyebabkan ikterus obstruktif10.

2.7 Penatalaksanaan

Konservatif

a) Lisis batu dengan obat-obatan

Sebagian besar pasien dengan batu empedu asimtomatik tidak akan mengalami keluhan

dan jumlah, besar, dan komposisi batu tidak berhubungan dengan timbulnya keluhan selama

pemantauan. Kalaupun nanti timbul keluhan umumnya ringan sehingga penanganan dapat

elektif. Terapi disolusi dengan asam ursodeoksilat untuk melarutkan batu empedu kolesterol

dibutuhkan waktu pemberian obat 6-12 bulan dan diperlukan monitoring hingga dicapai disolusi.

Terapi efektif pada ukuran batu kecil dari 1 cm dengan angka kekambuhan 50 %

dalam 5 tahun.1

b) Disolusi kontak

Metode ini didasarkan pada prinsip PTC dan instilasi langsung pelarut kolesterol ke

kandung empedu. Prosedur ini invasif dan kerugian utamanya adalah angka kekambuhan yang

tinggi.2

c) Litotripsi (Extarcorvoral Shock Wave Lithotripsy =ESWL)

Litotripsi gelombang elektrosyok meskipun sangat populer beberapa tahun yang lalu,

analisis biaya-manfaat pada saat ini hanya terbatas untuk pasien yang benar-benar telah

dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini. Efektifitas ESWL memerlukan terapi adjuvant asam

ursodeoksilat.10

Page 9: MATERI CHOLELITIASIS

Penanganan operatif

a) Open kolesistektomi

Operasi ini merupakan standar untuk penanganan pasien dengan batu empedu

simtomatik. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren,

diikuti oleh kolesistitis akut. Komplikasi yang berat jarang terjadi, meliputi trauma CBD,

perdarahan, dan infeksi. Data baru-baru ini menunjukkan mortalitas pada pasien yang menjalani

kolesistektomi terbuka pada tahun 1989, angka kematian secara keseluruhan 0,17 %, pada pasien

kurang dari 65 tahun angka kematian 0,03 % sedangkan pada penderita diatas 65 tahun angka

kematian mencapai 0,5 %.4

b) Kolesistektomi laparoskopik

Kelebihan tindakan ini meliputi nyeri pasca operasi lebih minimal, pemulihan lebih

cepat, hasil kosmetik lebih baik, menyingkatkan perawatan di rumah sakit dan biaya yang lebih

murah. Indikasi tersering adalah nyeri bilier yang berulang. Kontra indikasi absolut serupa

dengan tindakan terbuka yaitu tidak dapat mentoleransi tindakan anestesi umum dan koagulopati

yang tidak dapat dikoreksi. Komplikasi yang terjadi berupa perdarahan, pankreatitis, bocor

stump duktus sistikus dan trauma duktus biliaris. Resiko trauma duktus biliaris sering

dibicarakan, namun umumnya berkisar antara 0,5–1%. Dengan menggunakan teknik laparoskopi

kualitas pemulihan lebih baik, tidak terdapat nyeri, kembali menjalankan aktifitas normal dalam

10 hari, cepat bekerja kembali, dan semua otot abdomen utuh sehingga dapat digunakan untuk

aktifitas olahraga.16

c) Kolesistektomi minilaparatomi.

Modifikasi dari tindakan kolesistektomi terbuka dengan insisi lebih kecil dengan efek

nyeri paska operasi lebih rendah.

DAFTAR PUSTAKA

1. Lesmana L. Batu Empedu dalam Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid 1. Edisi 3.

Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2000.380-

4.

Page 10: MATERI CHOLELITIASIS

2. Schwartz S, Shires G, Spencer F. Prinsip-prinsip Ilmu Bedah (Principles of

Surgery. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2000.459-64.

18

3. Sjamsuhidayat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC. 2005. 570-9.

4. Brunicardi FC et al. Schwartz’s principles of surgery. 8th edition. United States

America : McGraw Hill, 2005.826-42.

5. Price SA, Wilson LM. Kolelitiasis dan Kolesistisis dalam : Patofisiologi.

Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, edisi 4. Jakarta : EGC. 1995. 430-44.

6. Guyton AC, Hall JE. Sistem Saluran Empedu dalam: Buku Ajar Fisiologi

Kedokteran. Edisi ke-9. Jakarta: EGC, 1997. 1028-1029.

7. Reeves CJ. Penyakit Kandung Empedu dalam : Keperawatan Medika Bedah.

Edisi Ke-1. Jakarta : Salemba Medika, 2001. 149-51.

8. 6 Clinic Staff. Gallstones. Available from:

http:/www.6clinic.com/health/digetivesystyem/DG9999.htm. Last update 25

Juli 2007 [diakses pada tanggal 16 April 2008]

9. 7. Cholelithiasis. Available from:

http:/www.7.com/healthmanagement/ManagingYourHealth/HealthReference/

Disease/InDepth.htm. Last update April 2007 [diakses tanggal 16 April 200].

10. Sarr MG, Cameron JL. Sistem empedu dalam : Buku Ajar Bedah. Esentials of

Surgery, edisis ke-2. Jakarta: EGC, 1996. 121-123

11.Garden Jet et al. Gallstone dalam: Principle and Practice of Surgery. China:

Elseiver, 2007. 23.

12.Bateson M. Batu Empedu dan Penyakit Hati. Jakarta: Arcan, 1991. 35-41.

13. Latchie M. Cholelitiasis dalam : Oxford Handbook of Clinical Surgery.

Oxford University. 1996. 162

14.Bhangu AA et al. Cholelitiasis and Cholesistitis dalam: Flesh and Bones of

Surgery. China: Elseiver, 2007. 123.

15.Kasper DL et al. Cholelitiasis, Cholesistitis, and Cholangitis dalam: Harrisons

Manual of Medicine, McGraw Hill, 2005, 751.

16. Nealon TF. Kolesistektomi Laparoskopi dalam : Ketrampilan Pokok Ilmu

Page 11: MATERI CHOLELITIASIS

Bedah. Jakarta : EGC, 1996. 394

19