materi imunisasi
DESCRIPTION
keperawatanTRANSCRIPT
IMUNISASI
Definisi
Imunisasi adalah usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak terhadap
penyakit-penyakit tertentu ( Soekidjo Notoatmojo, 1997 ).
Imunisasi adalah pemberian vaksin untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu.
Vaksin adalah suatu obat yang diberikan untuk membantu mencegah suatu penyakit.
Vaksin membantu tubuh untuk menghasilkan antibodi. Antibodi ini berfungsi melindungi
terhadap penyakit. Vaksin tidak hanya menjaga agar anak tetap sehat, tetapi juga
membantu membasmi penyakit yang serius yang timbul pada masa kanak-kanak.
Vaksin secara umum cukup aman. Keuntungan perlindungan yang diberikan vaksin jauh
lebih besar daripada efek samping yang mungkin timbul.
Dengan adanya vaksin maka banyak penyakit masa kanak-kanak yang serius, yang
sekarang ini sudah jarang ditemukan.
Imunisasi, Investasi Kesehatan Masa Depan Imunisasi merupakan investasi kesehatan masa depan karena pencegahan penyakit melalui imunisasi merupakan cara perlindungan terhadap infeksi yang paling efektif dan jauh lebih murah dibanding mengobati seseorang apabila telah jatuh sakit dan harus dirawat di rumah sakit. Dengan imunisasi, anak akan terhindar dari penyakit infeksi berbahaya, maka mereka memiliki kesempatan beraktifitas, bermain, belajar tanpa terganggu masalah kesehatan. Namun demikian, sampai saat ini masih terdapat masalah-masalah dalam pemberian imunisasi, antara lain pemahaman orang tua yang masih kurang pada sebagian masyarakat, mitos salah tentang imunisasi, sampai jadwal imunisasi yang terlambat. Untuk mengatasi masalah tersebut, diperlukan kerja sama lebih erat lagi antara masyarakat, orang tua, petugas kesehatan, pemerintah, LSM, maupun akademisi. “Keberhasilan upaya imunisasi telah terbukti dapat menyelamatkan jiwa manusia dari penyakit infeksi berat seperti polio, difteri, pertusis, tetanus, campak, hepatitis, dll,” dikatakan dr Badriul Hegar, Sp.A(K), Ketua Umum PP-IDAI.
dr Toto Wisnu Hendrarto, Sp.A, Ketua Panitia Simposium, mengatakan, ”Data terakhir WHO, terdapat kematian balita sebesar 1,4 juta jiwa per tahun akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, misalnya: batuk rejan 294.000 (20%), tetanus 198.000 (14%), campak 540.000 (38%). Di Indonesia sendiri, UNICEF mencatat sekitar 30.000-40.000 anak di Indonesia setiap tahun meninggal karena serangan campak, ini berarti setiap dua puluh menit seorang anak Indonesia meninggal karena campak." Dr Theresia Sandra Dyah Ratih, Kasubdit Imunisasi Ditjen P2ML Kemenkes RI mengemukakan, ”Saat ini pemberian imunisasi untuk masyarakat dilakukan di tempat-tempat pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, klinik bersalin, puskesmas, posyandu, dan praktek dokter swasta. Setiap tahun dilayani imunisasi rutin kepada sekitar 4,5 juta (4.485.000) anak usia 0-1 tahun (diberikan vaksin BCG satu kali, polio empat kali, DPT/HB tiga kali dan campak pada usia 9 bulan satu kali), imunisasi BIAS (Bulan Imunisasi Anak Sekolah) campak dan Td (tetanus difteri) pada anak kelas satu, imunisasi Td (tetanus difteri) pada anak kelas dua dan tiga, dengan sasaran sekitar 12.521.944 anak sekolah (kelas satu sampai tiga), dan 4,9 juta (4.933.500) ibu hamil dari sekitar 74 juta (74.983.674) WUS (Wanita Usia Subur) untuk sasaran vaksin TT (Tetanus Toxoid).” “Sasaran tadi belum termasuk pemberian imunisasi tambahan (SIA/Supplement Immunization Activity), misalnya pelaksanaan PIN (Pekan Imunisasi Nasional) pada saat terjadi Kejadian Luar Biasa polio, crash program campak pada daerah risiko terjadi campak, imunisasi Td pada anak sekolah kelas empat, lima dan enam SD di daerah-daerah risiko terjadinya kejadian luar biasa penyakit difteri di Jawa Timur,” lanjutnya. Lebih lanjut dikemukakan dr Theresia, “Untuk mencapai cakupan tinggi dan merata di setiap daerah, tentunya tidak bisa bekerja sendiri, sangat dibutuhkan kemitraaan dengan pihak profesional seperti dengan para petugas medis lainnya. Perawat, bidan, dokter umum maupun para dokter anak untuk turut membantu memberikan pelayanan dan penjelasan pentingnya imunisasi kepada masyarakat.” “Hambatan program imunisasi antara lain karena geografis negara Indonesia terdiri dari pulau-pulau, ada yang sangat sulit dijangkau, sehingga pelayanan imunisasi tidak dapat dilakukan setiap bulan, perlu upaya-upaya khusus di daerah dan pendekatan luar biasa pada kawasan strategis, perkotaan, pedesaan dan khususnya kawasan terisolir untuk mencapai sasaran, kemitraan dengan program kesehatan lainnya seperti pelayanan KIA (Kesehatan Ibu dan Anak), gizi, UKS (Usaha Kesehatan Sekolah). Khususnya hambatan yang berupa rumor dan isu-isu negatif tentang imunisasi, maka kepada para profesional inilah kami mohon
bantuannya untuk memberikan informasi bahwa vaksin yang disediakan pemerintah aman, telah melalui tahapan-tahapan uji klinik dan izin edar dari BPOM. Vaksin yang dipakai program imunisasi juga sudah mendapat pengakuan dari Badan International WHO dan lolos PQ (praqualifikasi).”
Imunisasi BCG
Vaksinasi BCG memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit tuberkulosis
(TBC).
BCG diberikan 1 kali sebelum anak berumur 2 bulan. BCG ulangan tidak dianjurkan
karena keberhasilannya diragukan. Vaksin disuntikkan secara intrakutan pada lengan
atas, untuk bayi berumur kurang dari 1 tahun diberikan sebanyak 0,05 mL dan untuk anak
berumur lebih dari 1 tahun diberikan sebanyak 0,1 mL.
Vaksin ini mengandung bakteri Bacillus Calmette-Guerrin hidup yang
dilemahkan, sebanyak 50.000-1.000.000 partikel/dosis. Kontraindikasi untuk vaksinasi
BCG adalah penderita gangguan sistem kekebalan (misalnya penderita leukemia,
penderita yang menjalani pengobatan steroid jangka panjang, penderita infeksi HIV).
Reaksi yang mungkin terjadi:
1. Reaksi lokal : 1-2 minggu setelah penyuntikan, pada tempat penyuntikan timbul
kemerahan dan benjolan kecil yang teraba keras. Kemudian benjolan ini berubah
menjadi pustula (gelembung berisi nanah), lalu pecah dan membentuk luka
terbuka (ulkus). Luka ini akhirnya sembuh secara spontan dalam waktu 8-12
minggu dengan meninggalkan jaringan parut.
2. Reaksi regional : pembesaran kelenjar getah bening ketiak atau leher, tanpa
disertai nyeri tekan maupun demam, yang akan menghilang dalam waktu 3-6
bulan.
Hal-hal yang harus diperhatikan setelah Imunisasi
a. Bila terjadi gelembung pada tempat sumtikan, berarti pemberian tepat
b. Apabila 1-2 minggu kemudian timbul indurasi, kemerahan ditempat suntikan
berubah menjadi fistula dan pecah menjadi ulkus, akhirnya sembuh spontan
dalam waktu 8 sampai 12 minggu dan meninggalkan tanda parut. Parut tersebut
lama kelamaan akan mengecil, pucat dan cekung yang akan berlangsung
bertahun-tahun
c. Kadang terjadi pembesaran kelenjar limfe diketiak dan leher yang bila diraba
akan terasa padat dan tidak sakit serta tidak menimbulkan demam, reaksi ini
normal dan tidak memerlukan pengobatan dan akan hilang dalan waktu 3
sampai 6 bulan
Perawatan :
Jangan menekan dan mengompres daerah yang baru diimunisasi.
Beritahukan ke petugas imunisasi bila anak anda dalam kondisi seperti dibawah
ini :
A.Mereka yang menderita atau pernah menderita TBC
B.Anak dengan gizi buruk
C.Bekas suntikan BCG besarnya lebih dari 0,5 cm
Komplikasi yang mungkin timbul adalah:
- Pembentukan abses (penimbunan nanah) di tempat penyuntikan karena
penyuntikan yang terlalu dalam. Abses ini akan menghilang secara spontan.
Untuk mempercepat penyembuhan, bila abses telah matang, sebaiknya dilakukan
aspirasi (pengisapan abses dengan menggunakan jarum) dan bukan disayat.
- Limfadenitis supurativa, terjadi jika penyuntikan dilakukan terlalu dalam atau
dosisnya terlalu tinggi. Keadaan ini akan membaik dalam waktu 2-6 bulan.
Imunisasi DPT
Imunisasi DPT adalah suatu vaksin 3-in-1 yang melindungi terhadap difteri,
pertusis dan tetanus. Difteri adalah suatu infeksi bakteri yang menyerang tenggorokan
dan dapat menyebabkan komplikasi yang serius atau fatal.
Pertusis (batuk rejan) adalah inteksi bakteri pada saluran udara yang ditandai dengan
batuk hebat yang menetap serta bunyi pernafasan yang melengking. Pertusis berlangsung
selama beberapa minggu dan dapat menyebabkan serangan batuk hebat sehingga anak
tidak dapat bernafas, makan atau minum. Pertusis juga dapat menimbulkan komplikasi
serius, seperti pneumonia, kejang dan kerusakan otak. Tetanus adalah infeksi bakteri
yang bisa menyebabkan kekakuan pada rahang serta kejang
Vaksin DPT adalah vaksin 3-in-1 yang bisa diberikan kepada anak yang berumur
kurang dari 7 tahun. Biasanya vaksin DPT terdapat dalam bentuk suntikan, yang
disuntikkan pada otot lengan atau paha.
Imunisasi DPT diberikan sebanyak 3 kali, yaitu pada saat anak berumur 2 bulan (DPT I),
3 bulan (DPT II) dan 4 bulan (DPT III); selang waktu tidak kurang dari 4 minggu.
Imunisasi DPT ulang diberikan 1 tahun setelah DPT III dan pada usia prasekolah (5-6
tahun). Jika anak mengalami reaksi alergi terhadap vaksin pertusis, maka sebaiknya
diberikan DT, bukan DPT.
Setelah mendapatkan serangkaian imunisasi awal, sebaiknya diberikan booster
vaksin Td pada usia 14-16 tahun kemudian setiap 10 tahun (karena vaksin hanya
memberikan perlindungan selama 10 tahun, setelah 10 tahun perlu diberikan booster).
Hampir 85% anak yang mendapatkan minimal 3 kali suntikan yang mengandung vaksin
difteri, akan memperoleh perlindungan terhadap difteri selama 10 tahun.
DPT sering menyebakan efek samping yang ringan, seperti demam ringan atau nyeri di
tempat penyuntikan selama beberapa hari. Efek samping tersebut terjadi karena adanya
komponen pertusis di dalam vaksin. Pada kurang dari 1% penyuntikan, DTP
menyebabkan komplikasi berikut:
- demam tinggi (lebih dari 40,5° Celsius)
- kejang
- kejang demam (resiko lebih tinggi pada anak yang sebelumnya pernah mengalami
kejang atau terdapat riwayat kejang dalam keluarganya)
- syok (kebiruan, pucat, lemah, tidak memberikan respon).
Jika anak sedang menderita sakit yang lebih serius dari pada flu ringan, imunisasi
DPT bisa ditunda sampai anak sehat. Jika anak pernah mengalami kejang, penyakit otak
atau perkembangannya abnormal, penyuntikan DPT sering ditunda sampai kondisinya
membaik atau kejangnya bisa dikendalikan.
1-2 hari setelah mendapatkan suntikan DPT, mungkin akan terjadi demam ringan, nyeri,
kemerahan atau pembengkakan di tempat penyuntikan.
Untuk mengatasi nyeri dan menurunkan demam, bisa diberikan asetaminofen (atau
ibuprofen). Untuk mengurangi nyeri di tempat penyuntikan juga bisa dilakukan kompres
hangat atau lebih sering menggerak-gerakkan lengan maupun tungkai yang bersangkutan.
Hal-hal yang harus diperhatikan setelah imunisasi :
Demam
Pembengkakan didaerah bekas suntikan
Perawatan :
a. Bila bengkak didaerah suntikan dikompres dengan air hangat.
b. Bila anak demam dikompres dengan air biasa didaerah dahi , dua lipat paha
dan dua ketiak
c. Anak dianjurkan untuk tetap menyusu dan minum air putih.
d. Beri obat penurun panas sesuai dosis yang diberikan petugas imunisasi
e. Bila panas tidak turun segera bawa ke pelayanan kesehatan
Beritahu petugas imunisasi bila anak anda dalam kondisi seperti dibawah ini:
a. Bila anak sedang demam
b. Mudah mendapat kejang
c. Adanya kelainan syaraf baik yang bersifat keturunan atau bukan
d. Mempunyai sifat alergi seperti asma
e. Anak dengan gizi buruk
Imunisasi DT
Imunisasi DT memberikan kekebalan aktif terhadap toksin yang dihasilkan oleh
kuman penyebab difteri dan tetanus. Vaksin DT dibuat untuk keperluan khusus, misalnya
pada anak yang tidak boleh atau tidak perlu menerima imunisasi pertusis, tetapi masih
perlu menerima imunisasi difteri dan tetanus.
Cara pemberian imunisasi dasar dan ulangan sama dengan imunisasi DPT.
Vaksin disuntikkan pada otot lengan atau paha sebanyak 0,5 mL.
Vaksin ini tidak boleh diberikan kepada anak yang sedang sakit berat atau menderita
demam tinggi. Efek samping yang mungkin terjadi adalah demam ringan dan
pembengkakan lokal di tempat penyuntikan, yang biasanya berlangsung selama 1-2 hari.
Imunisasi TT
Imunisasi tetanus (TT, tetanus toksoid) memberikan kekebalan aktif terhadap
penyakit tetanus. ATS (Anti Tetanus Serum) juga dapat digunakan untuk pencegahan
(imunisasi pasif) maupun pengobatan penyakit tetanus.
Kepada ibu hamil, imunisasi TT diberikan sebanyak 2 kali, yaitu pada saat kehamilan
berumur 7 bulan dan 8 bulan
Vaksin ini disuntikkan pada otot paha atau lengan sebanyak 0,5 mL.
Efek samping dari tetanus toksoid adalah reaksi lokal pada tempat penyuntikan, yaitu
berupa kemerahan, pembengkakan dan rasa nyeri.
Imunisasi Polio
Imunisasi polio memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit poliomielitis.
Polio bisa menyebabkan nyeri otot dan kelumpuhan pada salah satu maupun kedua
lengan/tungkai. Polio juga bisa menyebabkan kelumpuhan pada otot-otot pernafasan dan
otot untuk menelan. Polio bisa menyebabkan kematian.
Terdapat 2 macam vaksin polio:
- IPV (Inactivated Polio Vaccine, Vaksin Salk), mengandung virus polio yang telah
dimatikan dan diberikan melalui suntikan
- OPV (Oral Polio Vaccine, Vaksin Sabin), mengandung vaksin hidup yang telah
dilemahkan dan diberikan dalam bentuk pil atau cairan.
Bentuk trivalen (TOPV) efektif melawan semua bentuk polio, bentuk monovalen
(MOPV) efektif melawan 1 jenis polio.
Imunisasi dasar polio diberikan 4 kali (polio I,II, III, dan IV) dengan interval tidak
kurang dari 4 minggu. Imunisasi polio ulangan diberikan 1 tahun setelah imunisasi polio
IV, kemudian pada saat masuk SD (5-6 tahun) dan pada saat meninggalkan SD (12
tahun).
Di Indonesia umumnya diberikan vaksin Sabin. Vaksin ini diberikan sebanyak 2 tetes
(0,1 mL) langsung ke mulut anak atau dengan menggunakan sendok yang berisi air gula.
Kontra indikasi pemberian vaksin polio:
- Diare berat
- Gangguan kekebalan (karena obat imunosupresan, kemoterapi, kortikosteroid)
- Kehamilan.
Efek samping yang mungkin terjadi berupa kelumpuhan dan kejang-kejang.
Dosis pertama dan kedua diperlukan untuk menimbulkan respon kekebalan primer,
sedangkan dosis ketiga dan keempat diperlukan untuk meningkatkan kekuatan antibobi
sampai pada tingkat yang tertingi.
Setelah mendapatkan serangkaian imunisasi dasar, kepada orang dewasa tidak
perlu dilakukan pemberian booster secara rutin, kecuali jika dia hendak bepergian ke
daerah dimana polio masih banyak ditemukan.
Kepada orang dewasa yang belum pernah mendapatkan imunisasi polio dan perlu
menjalani imunisasi, sebaiknya hanya diberikan IPV.
Kepada orang yang pernah mengalami reaksi alergi hebat (anafilaktik) setelah
pemberian IPV, streptomisin, polimiksin B atau neomisin, tidak boleh diberikan IPV.
Sebaiknya diberikan OPV. Kepada penderita gangguan sistem kekebalan (misalnya
penderita AIDS, infeksi HIV, leukemia, kanker, limfoma), dianjurkan untuk diberikan
IPV. IPV juga diberikan kepada orang yang sedang menjalani terapi penyinaran, terapi
kanker, kortikosteroid atau obat imunosupresan lainnya. IPV bisa diberikan kepada anak
yang menderita diare. Jika anak sedang menderita penyakit ringan atau berat, sebaiknya
pelaksanaan imunisasi ditunda sampai mereka benar-benar pulih. IPV bisa menyebabkan
nyeri dan kemerahan pada tempat penyuntikan, yang biasanya berlangsung hanya selama
beberapa hari.
Tanda-tanda yang muncul setelah diimunisasi:
Umumnya tidak ada
Beritahukan petugas Imunisasi bila anak anda dalam kondisi seperti dibawah ini
a. Menderita penyakit leukemia
b. Penyakit akut atau demam ( suhu > 38,5 Celcius), Imunisai harus ditunda
c. Muntah atau diare, imunisasi ditunda
d. Sedang dalam pengobatan kortiko steroid
Imunisasi Campak
Imunisasi campak memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit campak
(tampek).
Imunisasi campak diberikan sebanyak 1 dosis pada saat anak berumur 9 bulan atau lebih.
Pada kejadian luar biasa dapat diberikan pada umur 6 bulan dan diulangi 6 bulan
kemudian. Vaksin disuntikkan secara subkutan dalam sebanyak 0,5 mL. Kontra indikasi
pemberian vaksin campak:
- infeksi akut yang disertai demam lebih dari 38°Celsius
- gangguan sistem kekebalan
- pemakaian obat imunosupresan
- alergi terhadap protein telur
- hipersensitivitas terhadap kanamisin dan eritromisin
- wanita hamil.
Efek samping yang mungkin terjadi berupa demam, ruam kulit, diare, konjungtivitis
dan gejala kataral serta ensefalitis (jarang).
Hal-hal yang harus diperhatikan :
Demam ringan dan kemerahan pada kulit tempat penyuntikan
Perawatan :
- Bila demam berikan obat penurun panas yang diberikan petugas imunisasi
- Dan jika panas tidak turun segera bawa kepelayanan kesehatan
Beritahu petuga imunisasi bila anak anda dalam kondisi seperti dibawah ini ;
1. Anak dengan infeksi akut yang disertai demam
2. Anak dengan defisiensi imunologik
3. Anak yang mempunyai kerentanan tinggi terhadap protien telur,
kanamicyn, nitromicyn
Imunisasi MMR
Imunisasi MMR memberi perlindungan terhadap campak, gondongan dan
campak Jerman dan disuntikkan sebanyak 2 kali. Campak menyebabkan demam, ruam
kulit, batuk, hidung meler dan mata berair. Campak juga menyebabkan infeksi telinga
dan pneumonia. Campak juga bisa menyebabkan masalah yang lebih serius, seperti
pembengkakan otak dan bahkan kematian.
Gondongan menyebabkan demam, sakit kepala dan pembengkakan pada salah satu
maupun kedua kelenjar liur utama yang disertai nyeri. Gondongan bisa menyebabkan
meningitis (infeksi pada selaput otak dan korda spinalis) dan pembengkakan otak.
Kadang gondongan juga menyebabkan pembengkakan pada buah zakar sehingga terjadi
kemandulan.
Campak Jerman (rubella) menyebabkan demam ringan, ruam kulit dan
pembengkakan kelenjar getah bening leher. Rubella juga bisa menyebakban
pembengkakan otak atau gangguan perdarahan.
Jika seorang wanita hamil menderita rubella, bisa terjadi keguguran atau kelainan
bawaan pada bayi yang dilahirkannya (buta atau tuli).
Terdapat dugaan bahwa vaksin MMR bisa menyebabkan autisme, tetapi penelitian
membuktikan bahwa tidak ada hubungan antara autisme dengan pemberian vaksin MMR.
Vaksin MMR adalah vaksin 3-in-1 yang melindungi anak terhadap campak,
gondongan dan campak Jerman. Vaksin tunggal untuk setiap komponen MMR hanya
digunakan pada keadaan tertentu, misalnya jika dianggap perlu memberikan imunisasi
kepada bayi yang berumur 9-12 bulan.
Suntikan pertama diberikan pada saat anak berumur 12-15 bulan. Suntikan pertama
mungkin tidak memberikan kekebalan seumur hidup yang adekuat, karena itu diberikan
suntikan kedua pada saat anak berumur 4-6 tahun (sebelum masuk SD) atau pada saat
anak berumur 11-13 tahun (sebelum masuk SMP). Imunisasi MMR juga diberikan
kepada orang dewasa yang berumur 18 tahun atau lebih atau lahir sesudah tahun 1956
dan tidak yakin akan status imunisasinya atau baru menerima 1 kali suntikan MMR
sebelum masuk SD.
Dewasa yang lahir pada tahun 1956 atau sebelum tahun 1956, diduga telah memiliki
kekebalan karena banyak dari mereka yang telah menderita penyakit tersebut pada masa
kanak-kanak.
Pada 90-98% orang yang menerimanya, suntikan MMR akan memberikan
perlindungan seumur hidup terhadap campak, campak Jerman dan gondongan.
Suntikan kedua diberikan untuk memberikan perlindungan adekuat yang tidak dapat
dipenuhi oleh suntikan pertama.
Efek samping yang mungkin ditimbulkan oleh masing-masing komponen vaksin:
- Komponen campak 1-2 minggu setelah menjalani imunisasi, mungkin akan
timbul ruam kulit. Hal ini terjadi pada sekitar 5% anak-anak yang menerima
suntikan MMR.
- Demam 39,5° Celsius atau lebih tanpa gejala lainnya bisa terjadi pada 5-15%
anak yang menerima suntikan MMR. Demam ini biasanya muncul dalam waktu
1-2 minggu setelah disuntik dan berlangsung hanya selama 1-2 hari. Efek
samping tersebut jarang terjadi pada suntikan MMR kedua.
- Komponen gondongan Pembengkakan ringan pada kelenjar di pipi dan dan
dibawah rahang, berlangsung selama beberapa hari dan terjadi dalam waktu 1-2
minggu setelah menerima suntikan MMR.
- Komponen campak Jerman. Pembengkakan kelenjar getah bening dan atau ruam
kulit yang berlangsung selama 1-3 hari, timbul dalam waktu 1-2 mingu setelah
menerima suntikan MMR. Hal ini terjadi pada 14-15% anak yang mendapat
suntikan MMR.
- Nyeri atau kekakuan sendi yang ringan selama beberapa hari, timbul dalam waktu
1-3 minggu setelah menerima suntikan MMR. Hal ini hanya ditemukan pada 1%
anak-anak yang menerima suntikan MMR, tetapi terjadi pada 25% orang dewasa
yang menerima suntikan MMR. Kadang nyeri/kekakuan sendi ini terus
berlangsung selama beberapa bulan (hilang-timbul).
Artritis (pembengkakan sendi disertai nyeri) berlangsung selama 1 minggu dan
terjadi pada kurang dari 1% anak-anak tetapi ditemukan pada 10% orang dewasa
yang menerima suntikan MMR. Jarang terjadi kerusakan sendi akibat artritis ini.
Nyeri atau mati rasa pada tangan atau kaki selama beberapa hari lebih sering
ditemukan pada orang dewasa.
Meskipun jarang, setelah menerima suntikan MMR, anak-anak yang berumur
dibawah 6 tahun bisa mengalami aktivitas kejang (misalnya kedutan). Hal ini
biasanya terjadi dalam waktu 1-2 minggu setelah suntikan diberikan dan biasanya
berhubungan dengan demam tinggi.
Keuntungan dari vaksin MMR lebih besar jika dibandingkan dengan efek
samping yang ditimbulkannya. Campak, gondongan dan campak Jerman merupakan
penyakit yang bisa menimbulkan komplikasi yang sangat serius.
Jika anak sakit, imunisasi sebaiknya ditunda sampai anak pulih.
Imunisasi MMR sebaiknya tidak diberikan kepada:
- anak yang alergi terhadap telur, gelatin atau antibiotik neomisin
- anak yang 3 bulan yang lalu menerima gamma globulin
- anak yang mengalami gangguan kekebalan tubuh akibat kanker, leukemia,
limfoma maupun akibat obat prednison, steroid, kemoterapi, terapi penyinaran
atau obati imunosupresan.
- wanita hamil atau wanita yang 3 bulan kemudian hamil.
Imunisasi Hib
Imunisasi Hib membantu mencegah infeksi oleh Haemophilus influenza tipe b.
Organisme ini bisa menyebabkan meningitis, pneumonia dan infeksi tenggorokan berat
yang bisa menyebabkan anak tersedak.
Vaksin Hib diberikan sebanyak 3 kali suntikan, biasanya pada saat anak berumur 2, 4 dan
6 bulan.
Imunisasi Varisella
Imunisasi varisella memberikan perlindungan terhadap cacar air.
Cacar air ditandai dengan ruam kulit yang membentuk lepuhan, kemudian secara
perlahan mengering dan membentuk keropeng yang akan mengelupas.
Setiap anak yang berumur 12-18 bulan dan belum pernah menderita cacar air dianjurkan
untuk menjalani imunisasi varisella.
Anak-anak yang mendapatkan suntikan varisella sebelum berumur 13 tahun
hanya memerlukan 1 dosis vaksin. Kepada anak-anak yang berumur 13 tahun atau lebih,
yang belum pernah mendapatkan vaksinasi varisella dan belum pernah menderita cacar
air, sebaiknya diberikan 2 dosis vaksin dengan selang waktu 4-8 minggu. Cacar air
disebabkan oleh virus varicella-zoster dan sangat menular.
Biasanya infeksi bersifat ringan dan tidak berakibat fatal; tetapi pada sejumlah
kasus terjadi penyakit yang sangat serius sehingga penderitanya harus dirawat di rumah
sakit dan beberapa diantaranya meninggal.
Cacar air pada orang dewasa cenderung menimbulkan komplikasi yang lebih serius.
Vaksin ini 90-100% efektif mencegah terjadinya cacar air. Terdapat sejumlah
kecil orang yang menderita cacar air meskipun telah mendapatkan suntikan varisella;
tetapi kasusnya biasanya ringan, hanya menimbulkan beberapa lepuhan (kasus yang
komplit biasanya menimbulkan 250-500 lepuhan yang terasa gatal) dan masa
pemulihannya biasanya lebih cepat.
Vaksin varisella memberikan kekebalan jangka panjang, diperkirakan selama 10-20
tahun, mungkin juga seumur hidup.
- Efek samping dari vaksin varisella biasanya ringan, yaitu berupa:
demam
- Nyeri dan pembengkakan di tempat penyuntikan
- ruam cacar air yang terlokalisir di tempat penyuntikan.
Efek samping yang lebih berat adalah:
o kejang demam, yang bisa terjadi dalam waktu 1-6 minggu setelah
penyuntikan
o pneumonia
o reaksi alergi sejati (anafilaksis), yang bisa menyebabkan gangguan
pernafasan, kaligata, bersin, denyut jantung yang cepat, pusing dan
perubahan perilaku. Hal ini bisa terjadi dalam waktu beberapa
menit sampai beberapa jam setelah suntikan dilakukan dan sangat
jarang terjadi.
o ensefalitis
o penurunan koordinasi otot.
Imunisasi varisella sebaiknya tidak diberikan kepada:
Wanita hamil atau wanita menyusui
Anak-anak atau orang dewasa yang memiliki sistem kekebalan yang lemah atau
yang memiliki riwayat keluarga dengan kelainan imunosupresif bawaan
Anak-anak atau orang dewasa yang alergi terhadap antibiotik neomisin atau
gelatin karena vaksin mengandung sejumlah kecil kedua bahan tersebut
Anak-anak atau orang dewasa yang menderita penyakit serius, kanker atau
gangguan sistem kekebalan tubuh (misalnya AIDS)
Anak-anak atau orang dewasa yang sedang mengkonsumsi kortikosteroid
Setiap orang yang baru saja menjalani transfusi darah atau komponen darah
lainnya
Anak-anak atau orang dewasa yang 3-6 bulan yang lalu menerima suntikan
immunoglobulin.
Imunisasi HBV
Imunisasi HBV memberikan kekebalan terhadap hepatitis B.
Hepatitis B adalah suatu infeksi hati yang bisa menyebabkan kanker hati dan kematian.
Dosis pertama diberikan segera setelah bayi lahir atau jika ibunya memiliki HBsAg
negatif, bisa diberikan pada saat bayi berumur 2 bulan.
Imunisasi dasar diberikan sebanyak 3 kali dengan selang waktu 1 bulan antara suntikan
HBV I dengan HBV II, serta selang waktu 5 bulan antara suntikan HBV II dengan HBV
III. Imunisasi ulangan diberikan 5 tahun setelah suntikan HBV III. Sebelum memberikan
imunisasi ulangan dianjurkan untuk memeriksa kadar HBsAg.
Vaksin disuntikkan pada otot lengan atau paha.
Kepada bayi yang lahir dari ibu dengan HBsAg positif, diberikan vaksin HBV pada
lengan kiri dan 0,5 mL HBIG (hepatitis B immune globulin) pada lengan kanan, dalam
waktu 12 jam setelah lahir. Dosis kedua diberikan pada saat anak berumur 1-2 bulan,
dosis ketiga diberikan pada saat anak berumur 6 bulan.
Kepada bayi yang lahir dari ibu yang status HBsAgnya tidak diketahui, diberikan HBV I
dalam waktu 12 jam setelah lahir. Pada saat persalinan, contoh darah ibu diambil untuk
menentukan status HBsAgnya; jika positif, maka segera diberikan HBIG (sebelum bayi
berumur lebih dari 1 minggu).
Pemberian imunisasi kepada anak yang sakit berat sebaiknya ditunda sampai anak
benar-benar pulih. Vaksin HBV dapat diberikan kepada ibu hamil.
Efek samping dari vaksin HBV adalah efek lokal (nyeri di tempat suntikan) dan sistemis
(demam ringan, lesu, perasaan tidak enak pada saluran pencernaan), yang akan hilang
dalam beberapa hari.
Hal-hal yang harus diperhatikan setelah Imunisasi
Dapat terjadi reaksi lokal seperti kemerahan, pembengkakan, panas atau keluhan
sistemis, seperti demam, letih, sakit kepala, pusing, nyeri otot, mual, tapi akan
hilang dalam beberapa hari
Perawatan :
- Bila demam berikan obat penurun panas yang diberikan petugas imunisasi
- Dan jika panas tidak turun segera bawa kepelayanan kesehatan
Beritahukan ke petugas kesehatan Imunisasi bila anak anda dalam kondisi
seperti dibawah ini :
Reaksi alergi terhadap salah satu komponen vaksin
Imunisasi Pneumokokus Konjugata
Imunisasi pneumokokus konjugata melindungi anak terhadap sejenis bakteri yang
sering menyebabkan infeksi telinga. Bakteri ini juga dapat menyebabkan penyakit yang
lebih serius, seperti meningitis dan bakteremia (infeksi darah).
Kepada bayi dan balita diberikan 4 dosis vaksin. Vaksin ini juga dapat digunakan
pada anak-anak yang lebih besar yang memiliki resiko terhadap terjadinya infeksi
pneumokokus
Berikut ini adalah jadwal imunisasi anak rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Periode 2004 (revisi September 2003):
Vaksin
Umur pemberian imunisasi
Bulan Tahun
Lahir 1 2 3 4 5 6 9 12 15 18 2 3 5
Program Pengembangan Imunisasi (PPI, diwajibkan)
BCG
Hepatitis B 1 2 3
Polio 0 1 2 3 4 5
DTP 1 2 3 4 5
Campak 1
REFERENSI
FKUI ( 1985 ) ILMU KESEHATAN ANAK FKUI, Jakarta
Puhaidi ( 1992 ) BAYIKU SAYANG, FKUI: Jakarta
Satgas Imunisasi (2001) IMUNISASI DI INDONESIA, Satgas imunisasi ; Jakarta
Widjaja (2002) Kesehatan Anak,. Kawan Pustaka; Jakarta.