materi ukg pejas
TRANSCRIPT
MATERI UKG PEJAS
PENGERTIAN / DEFINISI PENDIDIKAN JASMANI (PENJAS), OLAHRAGA
Pengertian / definisi Pendidikan Jasmani (penjas), Olahraga, dan Bermain
menurut teori para ahli Pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari sistem
pendidikan secara keseluruhan. Oleh karena itu, pelaksanaan pendidikan jasmani harus
diarahkan pada pencapaian tujuan pendidikan tersebut. Tujuan pendidikan jasmani
bukan aktivitas jasmani itu sendiri, tetapi untuk mengembangkan potensi siswa melalui
aktivitas jasmani.
Persepsi yang sempit dan keliru terhadap pendidikan jasmani akan
mengakibatkan nilai-nilai luhur dan tujuan pendidikan yang terkandung di dalamnya
tidak akan pernah tercapai. Orientasi pembelajaran harus disesuaikan, dengan
perkembangan anak, isi dan urusan materi serta cara penyampaian harus disesuaikan
sehingga menarik dan menyenangkan, sasaran pembelajaran ditujukan bukan hanya
mengembangkan keterampilan olahraga, tetapi perkembangan pribadi anak seutuhnya.
Konsep dasar pendidikan jasmani dan model pengajaran pendidikan jasmani yang
efektif perlu dipahami bagi orang yang hendak mengajar pendidikan jasmani.
Pengertian pendidikan jasmani sering dikaburkan dengan konsep lain, dimana
pendididkan jasmani disamakan dengan setiap usaha atau kegiatan yang mengarah pada
pengembangan organ-organ tubuh manusia (body building), kesegaran jasmani
(physical fitness), kegiatan fisik (pysical activities), dan pengembangan keterampilan
(skill development). Pengertian itu memberikan pandangan yang sempit dan
menyesatkan arti pendidikan jasmani yang sebenarnya. walaupun memang benar
aktivitas fisik itu mempunyai tujuan tertentu, namun karena tidak dikaitkan dengan
tujuan pendidikan, maka kegiatan itu tidak mengandung unsur-unsur pedagogi.
Pendidikan jasmani bukan hanya merupakan aktivitas pengembangan fisik
secara terisolasi, akan tetapi harus berada dalam konteks pendidikan secara umum
(general education). Tentunya proses tersebut dilakukan dengan sadar dan melibatkan
interaksi sistematik antarpelakunya untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.
1. Pengertian Pendidikan Jasmani
Kata fisik atau jasmani (physical) menunjukkan pada tubuh atau badan (body). Kata
fisik seringkali digunakan sebagai referensi dalam berbagai karakteristik jasmaniah,
seperti kekuatan fisik (physical strenght), perkembangan fisik (physical development),
kecakapan fisik (physical prowess), kesehatan fisik (physical health). dan penampilan
fisik (physical appearance). Kata fisik dibedakan dengan jiwa atau fikiran (mind). Oleh
karena itu, jika kata pendidikan (education) ditambahkan dalam kata fisik, maka
membentuk frase atau susunan kata pendidikan fisik atau pendidikan jasmani (physical
education), yakni menunjukkan proses pendidikan tentang aktivitas-aktivitas yang
mengembangkan dan memelihara tubuh manusia.
Nixon and Cozens (1963: 51) mengemukakan bahwa pendidikan jasmani didefinisikan
sebagai fase dari seluruh proses pendidikan yang berhubungan dengan aktivitas dan
respons otot yang giat dan berkaitan dengan perubahan yang dihasilkan individu dari
respons tersebut.
Dauer dan Pangrazi (1989: 1) mengemukakan bahwa pendidikan jasmani adalah fase
dari program pendidikan keseluruhan yang memberikan kontribusi, terutama melalui
pengalaman gerak, untuk pertumbuhan dan perkembangan secara utuh untuk tiap anak.
Pendidikan jasmani didefinisikan sebagai pendidikan dan melalui gerak dan harus
dilaksanakan dengan cara-cara yang tepat agar memiliki makna bagi anak. Pendidikan
jasmani merupakan program pembelajaran yang memberikan perhatian yang
proporsional dan memadai pada domain-domain pembelajaran, yaitu psikomotor,
kognitif, dan afektif.
Bucher, (1979). Mengemukakan pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari
suatu proses pendidikan secara keseluruhan, adalah proses pendidikan melalui kegiatan
fisik yang dipilih untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan organik,
neuromuskuler, interperatif, sosial, dan emosional
Ateng (1993) mengemukakan; pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari
pendidikan secara keseluruhan melalui berbagai kegiatan jasmani yang bertujuan
mengembangkan secara organik, neuromuskuler, intelektual dan emosional.
Definisi Pendidikan jasmani adalah suatu proses pendidikan melalui aktivitas jasmani
yang didesain untuk meningkatkan kebugaran jasmani, mengembangkan keterampilan
motorik, pengetahuan dan perilaku hidup sehat dan aktif, sikap sportif, dan kecerdasan
emosi. Lingkungan belajar diatur secara seksama untuk meningkatkan pertumbuhan dan
perkembangan seluruh ranah, jasmani, psikomotorik, kognitif, dan afektif setiap siswa.
2. PENGERTIAN OLAHRAGA
Makna olahraga menurut ensiklopedia Indonesia adalah gerak badan yang
dilakukan oleh satu orang atau lebih yang merupakan regu atau rombongan. Sedangkan
dalam Webster’s New Collegiate Dictonary (1980) yaitu ikut serta dalam aktivitas fisik
untuk mendapatkan kesenangan, dan aktivitas khusus seperti berburu atau dalam
olahraga pertandingan (athletic games di Amerika Serikat) UNESCO mendefinisikan
olahraga sebagai “setiap aktivitas fisik berupa permainan yang berisikan perjuangan
melawan unsur-unsur alam, orang lain, ataupun diri sendiri”. Sedangkan Dewan Eropa
merumuskan olahraga sebagai “aktivitas spontan, bebas dan dilaksanakan dalam waktu
luang”. Definisi terakhir ini merupakan cikal bakal panji olahraga di dunia “Sport for
All” dan di Indonesia tahun 1983, “memasyarakatkan olahraga dan mengolahragaka
masyarakat” (Rusli dan Sumardianto,2000: 6).
Menurut Cholik Mutohir olahraga adalah proses sistematik yang berupa segala
kegiatan atau usaha yang dapat mendorong mengembangkan, dan membina potensi-
potensi jasmaniah dan rohaniah seseorang sebagai perorangan atau anggota masyarakat
dalam bentuk permainan, perlombaan/pertandingan, dan prestasi puncak dalam
pembentukan manusia Indonesia seutuhnya yang berkualitas berdasarkan Pancasila.
Untuk penjelasan pengertian olahraga menurut Edward (1973) olahraga harus
bergerak dari konsep bermain, games, dan sport. Ruang lingkup bermain mempunyai
karakteristik antara lain; a. Terpisah dari rutinitas, b. Bebas, c. Tidak produktif, d.
Menggunakan peraturan yang tidak baku. Ruang lingkup pada games mempunyai
karakteristik; a. ada kompetisi, b. hasil ditentukan oleh keterampilan fisik, strategi,
kesempatan. Sedangkan ruang lingkup sport; permainan yang dilembagakan.
3. HUBUNGAN PENDIDIKAN JASMANI DENGAN BERMAIN DAN OLAHRAGA
Dalam memahami arti pendidikan jasmani, kita harus juga mempertimbangkan
hubungan antara bermain (play) dan olahraga (sport), sebagai istilah yang lebih dahulu
populer dan lebih sering digunakan dalam konteks kegiatan sehari-hari. Pemahaman
tersebut akan membantu para guru atau masyarakat dalam memahami peranan dan
fungsi pendidikan jasmani secara lebih konseptual.
Bermain pada intinya adalah aktivitas yang digunakan sebagai hiburan. Kita
mengartikan bermain sebagai hiburan yang bersifat fisikal yang tidak kompetitif,
meskipun bermain tidak harus selalu bersifat fisik. Bermain bukanlah berarti olahraga
dan pendidikan jasmani, meskipun elemen dari bermain dapat ditemukan di dalam
keduanya.
Olahraga di pihak lain adalah suatu bentuk bermain yang terorganisir dan
bersifat kompetitif. Beberapa ahli memandang bahwa olahraga semata-mata suatu
bentuk permainan yang terorganisasi, yang menempatkannya lebih dekat kepada istilah
pendidikan jasmani. Akan tetapi, pengujian yang lebih cermat menunjukkan bahwa
secara tradisional, olahraga melibatkan aktivitas kompetitif.
Ketika kita menunjuk pada olahraga sebagai aktivitas kompetitif yang
terorganisir, kita mengartikannya bahwa aktivitas itu sudah disempurnakan dan
diformalkan hingga kadar tertentu, sehingga memiliki beberapa bentuk dan proses tetap
yang terlibat. Peraturan, misalnya, baik tertulis maupun tak tertulis, digunakan atau
dipakai dalam aktivitas tersebut, dan aturan atau prosedur tersebut tidak dapat diubah
selama kegiatan berlangsung, kecuali atas kesepakatan semua pihak yang terlibat.
Di atas semua pengertian itu, olahraga adalah aktivitas kompetitif. Kita tidak
dapat mengartikan olahraga tanpa memikirkan kompetisi, sehingga tanpa kompetisi itu,
olahraga berubah menjadi semata-mata bermain atau rekreasi. Bermain, karenanya pada
satu saat menjadi olahraga, tetapi sebaliknya, olahraga tidak pernah hanya semata-mata
bermain; karena aspek kompetitif teramat penting dalam hakikatnya.
Di pihak lain, pendidikan jasmani mengandung elemen baik dari bermain
maupun dari olahraga, tetapi tidak berarti hanya salah satu saja, atau tidak juga harus
selalu seimbang di antara keduanya. Sebagaimana dimengerti dari kata-katanya,
pendidikan jasmani adalah aktivitas jasmani yang memiliki tujuan kependidikan
tertentu. Pendidikan Jasmani bersifat fisik dalam aktivitasnya dan penjas dilaksanakan
untuk mendidik. Hal itu tidak bisa berlaku bagi bermain dan olahraga, meskipun
keduanya selalu digunakan dalam proses kependidikan.
Bermain, olahraga dan pendidikan jasmani melibatkan bentuk-bentuk gerakan, dan
ketiganya dapat melumat secara pas dalam konteks pendidikan jika digunakan untuk
tujuan-tujuan kependidikan. Bermain dapat membuat rileks dan menghibur tanpa
adanya tujuan pendidikan, seperti juga olahraga tetap eksis tanpa ada tujuan
kependidikan. Misalnya, olahraga profesional (di Amerika umumnya disebut athletics)
dianggap tidak punya misi kependidikan apa-apa, tetapi tetap disebut sebagai olahraga.
Olahraga dan bermain dapat eksis meskipun secara murni untuk kepentingan
kesenangan, untuk kepentingan pendidikan, atau untuk kombinasi keduanya.
Kesenangan dan pendidikan tidak harus dipisahkan secara eksklusif; keduanya dapat
dan harus beriringan bersama.
Pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari pendidikan nasional secara umum.
Bahwa mencerdaskan kehidupan bangsa melalui instrumen pembangunan nasional di
bidang keolahragaan merupakan upaya meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia
secara jasmaniah, rohaniah, dan sosial dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil,
makmur, sejahtera, dan demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik
Indonesia Tahun 1945; Menurut UU No 3 tahun 2005 tentang SKN dijelaskan bahwa
ruang lingkup olahraga dibagi dalam tiga bagian yaitu:
1. Olahraga pendidikan adalah pendidikan jasmani dan olahraga yang dilaksanakan
sebagai bagian proses pendidikan yang teratur dan berkelanjutan untuk memperoleh
pengetahuan, kepribadian, keterampilan, kesehatan, dan kebugaran jasmani.
2. Olahraga rekreasi adalah olahraga yang dilakukan oleh masyarakat dengan
kegemaran dan kemampuan yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan kondisi dan
nilai budaya masyarakat setempat untuk kesehatan, kebugaran, dan kegembiraan.
3. Olahraga prestasi adalah olahraga yang membina dan mengembangkan olahragawan
secara terencana, berjenjang, dan berkelanjutan melalui kompetisi untuk mencapai
prestasi dengan
dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi keolahragaan. selain itu dalam
pengembangan olahraga perlu dilakukan sebuah pendekatan keilmuan yang menyeluruh
dengan jalan
pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi keolahragaan adalah peningkatan
kualitas dan kuantitas pengetahuan dan teknologi yang bertujuan memanfaatkan kaedah
dan teori ilmu pengetahuan yang telah terbukti kebenarannya untuk peningkatan fungsi,
manfaat, dan
aplikasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada atau menghasilkan teknologi
baru bagi kegiatan
Tujuan dan Fungsi Pendidikan Jasmani
1. Tujuan Pendidikan Jasmani:
a. Meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam
pendidikan jasmani
b. Membangun landasan kepribadian yang kuat, sikap cinta damai, sikap
sosial dan toleransi dalam konteks kemajemukan budaya, etnis dan
agama
c. Menumbuhkan kemampuan berfikir kritis melalui tugas-tugas
pembelajaran Pendidikan Jasmani
d. Mengembangkan sikap sportif, jujur, disiplin, bertanggung jawab,
kerjasama, percaya diri, dan demokratis melalui aktivitas jasmani
e. Mengembangkan keterampilan gerak dan keterampilan teknik serta
strategi berbagai permainan dan olahraga, aktivitas pengembangan,
senam, aktivitas ritmik, akuatik (aktivitas air) dan pendidikan luar kelas
(Outdoor education)
f. Mengembangkan keterampilan pengelolaan diri dalam upaya
pengembangan dan pemeliharaan kebugaran jasmani serta pola hidup
sehat melalui berbagai aktivitas jasmani
g. Mengembangkan keterampilan untuk menjaga keselamatan diri sendiri
dan orang lain
h. Mengetahui dan memahami konsep aktivitas jasmani sebagai informasi
untuk mencapai kesehatan, kebugaran dan pola hidup sehat
i. Mampu mengisi waktu luang dengan aktivitas jasmani yang bersifat
rekreatif.
2. Fungsi Pendidikan Jasmani adalah:
a. Aspek organik
menjadikan fungsi sistem tubuh menjadi lebih baik sehingga individu dapat
memenuhi tuntutan lingkungannya secara memadai serta memiliki landasan untuk
pengembangan keterampilan meningkatkan kekuatan yaitu jumlah tenaga maksimum
yang dikeluarkan oleh otot atau kelompok otot meningkatkan daya tahan yaitu
kemampuan otot atau kelompok otot untuk menahan kerja dalam waktu yang lama
meningkatkan daya tahan kardiovaskuler, kapasitas individu untuk melakukan aktivitas
yang berat secara terus menerus dalam waktu relatif lama meningkatkan fleksibelitas,
yaitu; rentang gerak dalam persendian yang diperlukan untuk menghasilkan gerakan
yang efisien dan mengurangi cidera.
b. Aspek neuromuskuler
meningkatkan keharmonisan antara fungsi saraf dan otot mengembangkan
keterampilan lokomotor, seperti; berjalan, berlari, melompat, meloncat, meluncur,
melangkah, mendorong, menderap/mencongklang, bergulir, dan menarik
mengembangkan keterampilan non-lokomotor, seperti; mengayun, melengok, meliuk,
bergoyang, meregang, menekuk, menggantung, membongkok mengembangkan
keterampilan dasar manipulatif, seperti; memukul, menendang, menangkap, berhenti,
melempar, mengubah arah, memantulkan, bergulir, memvoli mengembangkan faktor-
faktor gerak, seperti; ketepatan, irama, rasa gerak, power, waktu reaksi, kelincahan
mengembangkan keterampilan olahraga, seperti; sepak bola, soft ball, bola voli, bola
basket, baseball, atletik, tennis, beladiri dan lain sebagainya mengembangkan
keterampilan rekreasi, seperti, menjelajah, mendaki, berkemah, berenang dan lainnya.
c. Aspek perseptual
mengembangkan kemampuan menerima dan membedakan isyarat
mengembangkan hubungan-hubungan yang berkaitan dengan tempat atau ruang, yaitu
kemampuan mengenali objek yang berada di: depan, belakang, bawah, sebelah kanan
atau sebelah kiri dari dirinya
mengembangkan koordinasi gerak visual, yaitu; kemampuan mengkoordinasikan
pandangan dengan keterampilan gerak yang melibatkan tangan, tubuh, dan atau kaki
mengembangkan keseimbangan tubuh (statis, dinamis), yaitu; kemampuan
mempertahankan keseimbangan statis dan dinamis mengembangkan dominansi
(dominancy), yaitu; konsistensi dalam menggunakan tangan atau kaki kanan/kiri dalam
melempar atau menendang mengembangkan lateralitas (laterality), yaitu; kemampuan
membedakan antara sisi kanan atau sisi kiri tubuh dan diantara bagian dalam kanan atau
kiri tubuhnya sendiri mengembangkan image tubuh (body image), yaitu kesadaran
bagian tubuh atau seluruh tubuh dan hubungannya dengan tempat atau ruang.
d. Aspek kognitif
mengembangkan kemampuan menggali, menemukan sesuatu, memahami,
memperoleh pengetahuan dan membuat keputusan meningkatkan pengetahuan
peraturan permainan, keselamatan, dan etika mengembangkan kemampuan penggunaan
strategi dan teknik yang terlibat dalam aktivitas yang terorganisasi meningkatkan
pengetahuan bagaimana fungsi tubuh dan hubungannya dengan aktivitas jasmani
menghargai kinerja tubuh; penggunaan pertimbangan yang berhubungan dengan jarak,
waktu, tempat, bentuk, kecepatan, dan arah yang digunakan dalam
mengimplementasikan aktivitas dan dirinya meningkatkan pemahaman tentang
memecahkan problem-problem perkembangan melalui gerakan.
e. Aspek sosial
menyesuaikan diri dengan orang lain dan lingkungan dimana berada
mengembangkan kemampuan membuat pertimbangan dan keputusan dalam situasi
kelompok belajar berkomunikasi dengan orang lain mengembangkan kemampuan
bertukar pikiran dan mengevaluasi ide dalam kelompok mengembangkan kepribadian,
sikap, dan nilai agar dapat berfungsi sebagai anggota masyarakat mengembangkan rasa
memiliki dan rasa diterima di masyarakat mengembangkan sifat-sifat kepribadian yang
positif belajar menggunakan waktu luang yang konstruktif mengembangkan sikap yang
mencerminkan karakter moral yang baik.
f. Aspek emosional
mengembangkan respon yang sehat terhadap aktivitas jasmani mengembangkan
reaksi yang positif sebagai penonton melepas ketegangan melalui aktivitas fisik yang
tepat
memberikan saluran untuk mengekspresikan diri dan kreativitas menghargai
pengalaman estetika dari berbagai aktivitas yang relevan.
KONSEP PERKEMBANGAN GERAK
1. Konsep dasar perkembangan peserta didik Perkembangan
Menurut E.B. Hurlock (istiwidayanti dan soedjarwo, 1991) perkembangan
merupakan serangkaian perubahan progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses
kematangan dan pengalaman. perkembangan terdiri atas serangkaian perubahan yang
bersifat progresif (maju), baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Perubahan kualitatif
atau pertumbuhan merupakan buah dari perubahan aspek fisik seperti penambahan
tinggi, berat dan proporsi badan. Sedangkan perubahan kuantitatif meliputi perubahan
aspek psikofisik, seperti peningkatan kemampuan berpikir, berbahasa, perubahan emosi
dan sikap. Selain perubahan ke arah penambahan atau peningkatan, ada juga yang
mengalami pengurangan seperti gejala lupa dan pikun. Kematangan kematangan
merupakan faktor internal (dari dalam) yang dibawa setiap individu sejak lahir, seperti
ciri khas, sifat, potensi dan bakat. Pengalaman merupakan intervensi faktor eksternal
(dari luar) terutama lingkungan sosial budaya di sekitar individu. Kedua faktor
(kematangan dan pengalaman) ini secara simultan mempengaruhi perkembangan
seseorang. Seorang anak yang memiliki bakat musik dan didukung oleh pengalaman
dalam lingkungan keluarga yang mendukung pengembanganbakatnya seperti
menyediakan dan memberi les musik, akan berkembang menjadi seorang pemusik yang
handal. Perubahan progresif yang berlangsung terus menerus sepanjang hayat
memungkinkan manusia menyesuaikan diri dengan lingkungan di mana manusia hidup.
Sikap manusia terhadap perubahan berbeda-beda tergantung beberapa faktor,
diantaranya pengalaman pribadi, streotipe dan nilai-nilai budaya, perubahan peran, serta
penampilan dan perilaku seseorang.
2. Konsep Belajar
Slameto (1995) merumuskan belajar sebagai suatu proses usaha yang dilakukan
individu untuk memperoleh perubahan tingkah laku secara keseluruhan sebagai hasil
dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya. Winkel (1989)
mendefinisikan belajar sebagai suatu proses kegiatan mental pada diri seseorang yang
berlangsung dalam interaksi aktif individu dengan lingkungannya, sehingga menghasil-
kan perubahan yang relatif menetap/bertahan dalam kemampuan ranah kognitif, afektif,
dan psikomotorik. Jadi, belajar pada hakikatnya merupakan salah satu proses usaha
yang dilakukan individu untuk memperoleh perubahan perilaku yang relatif dalam
aspek kognitif, afektif, maupun psikomotorik, yang diperoleh melalui interaksi individu
dengan lingkungannya. Perubahan perilaku sebagai hasilbelajar terjadi secara sadar,
bersifat terus-menerus, relatif menetap, dan mempunyai tujuan terarah pada kemajuan
yang progresif. Belajar pada abad 21, seperti yang dikemukakan Delors (Unesco, 1996),
didasar-kan pada konsep belajar sepanjang hayat (life long learning) dan belajar
bagaimana belajar (learning how to learn). Konsep ini bertumpu pada empat pilar
pembelajaran yaitu:
1. learning to know (belajar mengetahui)
Dengan memadukan pengetahuan umum yang cukup luas dengan kesempatan untuk
bekerja melalui kemampuan belajar bagaimana caranya belajar sehingga diperoleh
keuntungan dari peluang-peluang pendidikan sepanjang hayat yang tersedia.
2. learning to do (belajar berbuat)
Bukan hanya untuk memperoleh suatu keterampilan kerja tetapi juga untuk
mendapatkan kompetensi berkenaan dengan bekerja dalam kelompok dan berbagai
kondisi sosial yang informal
3. learning to be (belajar menjadi dirinya)
Dengan lebih menyadari kekuatan dan keterbatasan dirinya, dan terus menerus
mengembangkan kepribadiannya menjadi lebih baik dan mampu bertindak mandiri, dan
membuat pertimbangan berdasarkan tanggung jawab pribadi
4. learning to live together (belajar hidup bersama)
Dengan cara mengembangkan pengertian dan kemampuan untuk dapat hidup bersama
dan bekerjasama dengan orang lain dalam masyarakat global yang semakin pluralistik
atau majemuk secara damai.
3. Peserta Didik
Peserta didik dalam arti luas adalah setiap orang yang terkait dengan proses
pendidikan sepanjang hayat, sedangkan dalam arti sempit adalah setiap siswa yang
belajar di sekolah (Sinolungan, 1997). Departemen Pendidikan Nasional (2003)
menegaskan bahwa, peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha
mengembangkan dirinya melalui jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Peserta didik usia
SD/MI adalah semua anak yang berada pada rentang usia 6-12/13 tahun. Peserta didik
merupakan subjek yang menjadi fokus utama dalam penyelenggaraan pendidikan dan
pembelajaran. Yg perlu Anda pahami sebagai guru kelas SD adalah pemahaman dan
perlakuan terhadap peserta didik sebagai suatu totalitas atau kesatuan. Menurut
Semiawan (1999), konsep peserta didik sebagai suatu totalitas sekurangnya
mengandung tiga pengertian. Pertama, peserta didik adalah mahluk hidup (organisme)
yang merupakan suatu kesatuan dari keseluruhan aspek yang terdapat dalam dirinya.
Aspek fisik dan psikis tersebut terdapat dalam diri peserta didik sebagai individu yang
berarti tidak dapat dipisahkan antara suatu bagian dengan bagian lainnya. Kedua,
keseluruhan aspek fisik dan psikis tersebut memiliki hubungan yang saling terjalin satu
sama lain, jika salah satu aspek mengalami gangguan misalnya sakit gigi (aspek fisik),
maka emosinya juga terganggu (rewel, cepat marah, dll). Ketiga, peserta didik usia
SD/MI berbeda dari orang dewasa bukan sekedar secara fisik, tetapi juga secara
keseluruhan. Anak bukanlah miniatur orang dewasa, tetapi anak adalah manusia yang
dalam keseluruhan aspek dirinya berbeda dengan manusia dewasa. Sinolungan (1997)
mengemukakan bahwa manusia termasuk mahluk totalitas " homo trieka " Ini berarti
manusia termasuk peserta didik yg merupakan :
1. Makhluk religius yang menerima dan mengakui kekuasaan Tuhan atas dirinya
dan alam lingkungan sekitarnya
2. Makhluk sosial yang membutuhkan orang lain dalam berinteraksi dan saling
mempengaruhi agar berkembang sebagai manusia
3. Makhluk individual yang memiliki keunikan (ciri khas, kelebihan, kekurangan,
sifat dan kepribadian, dll), yang membedakannya dari individu lain. Jadi, dalam
mempelajari dan memperlakukan peserta didik, termasuk peserta didik usia
SD/MI hendaknya dilakukan secara utuh, tidak terpisah-pisah. Kita harus
melihat mereka sebagai suatu kesatuan yang unik, yang terkait satu dengan
lainnya
FASE, TAHAPAN DAN PERIODE PERKEMBANGAN GERAK
Belajar keterampilan dan kemampuan gerak merupakan sesuatu yang
berkembang secara terus menerus sesuai dengan tingkat perkembangan. Untuk itu,
keterampilan gerak dasar harus dimiliki oleh seorang sejak usia dini. Dengan
penguasaan keterampilan gerak dasar memudahkan seseorang untuk menguasai gerak
selanjutnya. Dapat dilihat bahwa proses keterampilan gerak dasar tersebut dimulai
dengan penguasaan kontrol tubuh dan kemampuan untuk meraih benda di sekelilingnya
dengan tangan. Kemudian, keterampilan tersebut dilanjutkan dengan penguasaan
keterampilan gerak dasar lebih lanjut dan keterampilan gerak manipulatif.
1. Perubahan – perubahan dalam keterampilan gerak yang sesuai dengan umur
dan muncul melalui rentang kehidupan.
Cara berpikir tradisional menyatakan perkembangan gerak atau motorik sebagai
proses dari penguasaan keterampilan pada masa anak-anak. Perkembangan dari tidak
terampil (keterampilan yang rendah) pada awal masa kanak-kanak, ke tingkat menengah
dan penguasaan keterampilan yang relatif diperlihatkan selama awal masa kanak-kanak,
ke tingkat menengah dan penguasaan keterampilan yang relatif diperlihatkan selama
awal dewasa. Para ahli perkembangan gerak mempelajari perilaku gerak dengan
menguji anak-anak dari berbagai usia dan memantau proses perkembangan
keterampilan mereka. Asumsi dasar yang dikemukakan disini bahwa perkembangan
gerak atau motorik tergantung pada aktivitas belajar anak-anak dan remaja. Hal utama
yang ditekankan dalam perkembangan motorik pada masa awal dari rentang kehidupan,
yaitu: untuk selalu belajar keterampilan.
Meskipun demikian, banyak peneliti mengatakan bahwa perkembangan secara
umum dan geraknya khusus mencakup keseluruhan rentang kehidupan. Perkembangan
gerak dalam konteks ini dilihat dari perspektif yang unik meliputi proses dan perubahan
tabiat. Oleh karena itu, para ahli perkembangan gerak tidak hanya menjelaskan
perubahan-perubahan tetapi juga mencari aspek yang meliputi perkembangan. Hal
inilah yang perlu dikuasai oleh seseorang untuk mempelajari perkembangan gerak
melalui perspektif rentang kehidupan.
Pandangan tentang kehidupan
Porsi yang lebih besar dari populasi kita terdiri dari orang tua. Dalam
perkembangannya, orang tua mencari sesuatu untuk meningkatkan kualitas
kehidupannya melalui aktivitas fisik yang menyenangkan dan menyehatkan. Di sisi lain,
ada yang berpandangan bahwa masa tua merupakan periode kehidupan yang mapan dan
menyakitkan. Melalui teori ini diketahui bahwa perkembangan tidak berhenti pada usia
21 tahun dan tidak pula menonjol pada masa dewasa.
Perubahan gerak secara substantif dan kualitas, keduanya terjadi pada masa tua.
Hal ini sesuai dengan pengetahuan alamiah yang spesifik dari keterampilan gerak.
Pengetahuan dan pemahaman kebiasaan gerak masa tua merupakan tantangan yang
sangat penting bagi para ahli gerak. Penjelasan yang lebih dalam dari perkembangan
gerak dapat diperoleh dari pandangan rentang kehidupan.
Sebagai contoh: anak-anak dan orang tua selalu sama dalam kebiasaan motorik
mereka. Kedua kelompok tersebut secara relatif lebih lambat reaksinya untuk menjawab
setiap rangsangan. Anak-anak dan masa tengah dewasa secara kognitif memproses
informasi tentang rangsangan yang terlihat dalam berbagai cara.
Kebiasaan adalah produk dari bermacam-macam pengaruh lingkungan.
Pengertian tentang kebiasaan hidup didasarkan pada integrasi pengaruh antara lain:
psikologi, sosiologi, fisiologi, kognitif, mekanik, dan sebagainya. Dengan cara yang
sama, pengertian yang dalam tentang perkembangan gerak didasarkan pada integrasi
perubahan kebiasaan yang beragam dalam fase perkembangan. Tidak mungkin
mempelajari seluruh pengaruh kebiasaan pada saat bersamaan. Bahkan pembicaraan
dalam konteks ini terfokus untuk saat tertentu pada satu aspek yang umum dari
perubahan kelakuan.
Pandangan tentang perkembangan gerak yang didiskusikan dalam konteks ini
menekankan pada perspektif perilaku motorik yang berkaitan dengan proses yang
mendasari perubahan sepanjang rentang kehidupan. Studi perkembangan gerak meliputi
deskripsi dan informasi tentang perubahan dalam perilaku motorik. Para pakar
perkembangan gerak menggabungkan pengetahuan dari bermacam-macam ilmu antara
lain: ilmu biologi, psikologi, sosiologi. Metode ini sangat berbeda dengan perubahan
yang dipelajari sebagai fungsi seperti: meneliti tentang perilaku motorik tertentu dalam
beberapa kelompok umur. Untuk mengetahui karakteristik dan beberapa kelompok
umur. Untuk mengetahui karakteristik dan komponen perilaku motorik yang terjadi
sejak bayi sampai orang dewasa serta usia lanjut dapat dilihat dari perspektif lamanya
kehidupan.
Perkembangan merupakan proses yang berkesinambungan, dan diketahui
melalui istilah khusus Studi tentang proses perkembangan menuntut persyaratan
pengetahuan yang harus dipunyai dalam bidang ini. Oleh sebab itu, kawasan studi ini
mengembangkan terminologinya sendiri-sendiri. Kadang-kadang istilah yang digunakan
dalam bidang ini menyulitkan mahasiswa untuk membaca dan memahami literatur ini
secara komprehensif. Sebagai contoh: sangat membingungkan dan menyulitkan untuk
memahami kata-kata yang digunakan dalam percakapan sehari-hari yang mempunyai
arti khusus atau mungkin berbeda-beda, jika digunakan dalam studi ilmiah. Walaupun,
arti khusus untuk persyaratan tertentu diperlukan untuk mendapatkan informasi yang
tepat tentang topik yang dibahas dalam studi ini.
Terminologi dalam perkembangan gerak.
Dua konsep yang mendasar didiskusikan pada bagian ini yang memusatkan
perhatian pada istilah pertumbuhan dan perkembangan. Walaupun kedua kata tersebut
kadang-kadang digunakan saling bergantian. Pertumbuhan berarti kenaikan kuantitatif
dalam ukuran fisik. Lebih lanjut dikatakan pertumbuhan fisik termasuk juga kenaikan,
bertambahnya ukuran atau seluruh tubuh yang diakibatkan kenaikan dalam bagian-
bagian biologi yang sempurna (Timiras, 1972). Sebagai contoh: bertambahnya tinggi
yang disebabkan oleh semakin panjangnya tungkai.
Dalam konteks ini, pertumbuhan lebih ditekankan pada bertambahnya ukuran
fisik dan bukan pertumbuhan sosial atau kesadaran. Periode pertumbuhan fisik
(perubahan dalam ukuran yang mutlak) bagi manusia biasanya dalam rentangan waktu
saat konsepsi, sampai kira-kira umur 19 – 22 tahun. Lebih lanjut dikatakan
pertumbuhan dan perkembangan menjelaskan tentang perubahan berkesinambungan
yang mengacu ke arah kemampuan fungsional dan khusus. Dalam artian, keadaan
dalam suatu fungsi / peran yang dimaksudkan dapat dilaksanakan sepenuhnya (Timiras,
1972).
Perkembangan dapat terjadi dalam bentuk perubahan kuantitatif/kualitatif atau
kedua-keduanya secara serempak. Perkembangan gerak merupakan suatu proses yang
berkesinambungan dan berurutan dimana kemajuan individu dari gerakan yang belum
terampil menuju prestasi yang teroganisir secara baik dalam keterampilan yang
kompleks. Proses ini tidak terbatas pada periode pertumbuhan fisik saja, tetapi juga
melingkupi perkembangan.
Istilah lain yang seringkali digunakan dalam hubungannya dengan pertumbuhan,
yaitu: kematangan fisiologi (kedewasaan). Kedewasaan merupakan perkembangan
kualitatif pada susunan biologi dan termasuk perkembangan susunan sel, organ atau
sistem dalam komposisi biokimia (Teeple, 1978). Secara khusus kedewasaan
merupakan perkembangan kearah dewasa yang mana keadaannya mencapai integrasi
fungsional optimal dari sistem tubuh dan kemampuan untuk bereproduksi.
Pakar perkembangan menggunakan istilah untuk menggambarkan periode umur
tertentu dengan menggambarkan karakter pertumbuhan dan perkembangan yang
tersususun dalam periode umur yang sedikit berbeda-beda secara tajam. Misalnya:
mengenyampingkan kejadian-kejadian, misalnya : mengenyampingkan kejadian –
kejadian, misalnya: kelahiran dan menarche (siklus menstruasi yang pertama kali pada
waktu gadis), periode umur membaur dengan lainnya yang menggambarkan sifat – sifat
pertumbuhan, perkembangan dan kedewasaan secara tetap.
GEJALA PSIKIS PESERTA DIDIK
Psikologi pendidikan adalah studi yang sistematis terhadap proses dan faktor-faktor
yang berhubungan dengan pendidikan. Sedangkan pendidikan adalah proses
pertumbuhan yang berlangsung melalui tindakan-tindakan belajar (Whiterington,
1982:10). Dari batasan di atas terlihat adanya kaitan yang sangat kuat antara psikologi
pendidikan dengan tindakan belajar. Karena itu, tidak mengherankan apabila beberapa
ahli psikologi pendidikan menyebutkan bahwa lapangan utama studi psikologi
pendidikan adalah soal belajar. Dengan kata lain, psikologi pendidikan memusatkan
perhatian pada persoalan-persoalan yang berkenaan dengan proses dan faktor-faktor
yang berhubungan dengan tindakan belajar.
Karena konsentrasinya pada persoalan belajar, yakni persoalan-persoalan yang
senantiasa melekat pada subjek didik, maka konsumen utama psikologi pendidikan ini
pada umumnya adalah pada pendidik. Mereka memang dituntut untuk menguasai
bidang ilmu ini agar mereka, dalam menjalankan fungsinya, dapat menciptakan kondisi-
kondisi yang memiliki daya dorong yang besar terhadap berlangsungnya tindakan-
tindakan belajar secara efektif.
B. Mendorong Tindakan Belajar
Pada umumnya orang beranggapan bahwa pendidik adalah sosok yang memiliki
sejumlah besar pengetahuan tertentu, dan berkewajiban menyebarluaskannya kepada
orang lain. Demikian juga, subjek didik sering dipersepsikan sebagai sosok yang
bertugas mengkonsumsi informasi-informasi dan pengetahuan yang disampaikan
pendidik. Semakin banyak informasi pengetahuan yang mereka serap atau simpan
semakin baik nilai yang mereka peroleh, dan akan semakin besar pula pengakuan yag
mereka dapatkan sebagai individu terdidik.
Anggapan-anggapan seperti ini, meskipun sudah berusia cukup tua, tidak dapat
dipertahankan lagi. Fungsi pendidik menjejalkan informasi pengetahuan sebanyak-
banyakya kepada subjek didik dan fungsi subjek didik menyerap dan mengingat-ingat
keseluruhan informasi itu, semakin tidak relevan lagi mengingat bahwa pengetahuan itu
sendiri adalah sesuatu yang dinamis dan tidak terbatas. Dengan kata lain, pengetahuan-
pengetahuan (yang dalam perasaan dan pikiran manusia dapat dihimpun) hanya bersifat
sementara dan berubah-ubah, tidak mutlak (Goble, 1987 : 46). Gugus pengetahuan yang
dikuasai dan disebarluaskan saat ini, secara relatif, mungkin hanya berfungsi untuk saat
ini, dan tidak untuk masa lima hingga sepuluh tahun ke depan. Karena itu, tidak banyak
artinya menjejalkan informasi pengetahuan kepada subjek didik, apalagi bila hal itu
terlepas dari konteks pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.
Namun demikian bukan berarti fungsi traidisional pendidik untuk menyebarkan
informasi pengetahuan harus dipupuskan sama sekali. Fungsi ini, dalam batas-batas
tertentu, perlu dipertahankan, tetapi harus dikombinasikan dengan fungsi-fungsi sosial
yang lebih luas, yakni membantu subjek didik untuk memadukan informasi-informasi
yang terpecah-pecah dan tersebar ke dalam satu falsafah yang utuh. Dengan kata lain
dapat diungkapkan bahwa menjadi seorang pendidik dewasa ini berarti juga menjadi
“penengah” di dalam perjumpaan antara subjek didik dengan himpunan informasi
faktual yang setiap hari mengepung kehidupan mereka.
Sebagai penengah, pendidik harus mengetahui dimana letak sumber-sumber informasi
pengetahuan tertentu dan mengatur mekanisme perolehannya apabila sewaktu-waktu
diperlukan oleh subjek didik.Dengan perolehan informasi pengetahuan tersebut,
pendidik membantu subjek didik untuk mengembangkan kemampuannya mereaksi
dunia sekitarnya. Pada momentum inilah tindakan belajar dalam pengertian yang
sesungguhya terjadi, yakni ketika subjek didik belajar mengkaji kemampuannya secara
realistis dan menerapkannya untuk mencapai kebutuhan-kebutuhannya.
Dari deskripsi di atas terlihat bahwa indikator dari satu tindakan belajar yang berhasil
adalah : bila subjek didik telah mengembangkan kemampuannya sendiri. Lebih jauh
lagi, bila subjek didik berhasil menemukan dirinya sendiri ; menjadi dirinya sendiri.
Faure (1972) menyebutnya sebagai “learning to be”.
Adalah tugas pendidik untuk menciptakan kondisi yang kondusif bagi berlangsungnya
tindakan belajar secara efektif. Kondisi yang kondusif itu tentu lebih dari sekedar
memberikan penjelasan tentang hal-hal yang termuat di dalam buku teks, melainkan
mendorong, memberikan inspirasi, memberikan motif-motif dan membantu subjek
didik dalam upaya mereka mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan (Whiteherington,
1982:77). Inilah fungsi motivator, inspirator dan fasilitator dari seorang pendidik.
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses dan Hasil Belajar
Agar fungsi pendidik sebagai motivator, inspirator dan fasilitator dapat dilakonkan
dengan baik, maka pendidik perlu memahami faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
proses dan hasil belajar subjek didik. Faktor-faktor itu lazim dikelompokkan atas dua
bahagian, masing-masing faktor fisiologis dan faktor psikologis (Depdikbud, 1985 :11).
1. Faktor Fisiologis
Faktor-faktor fisiologis ini mencakup faktor material pembelajaran, faktor lingkungan,
faktor instrumental dan faktor kondisi individual subjek didik.Material pembelajaran
turut menentukan bagaimana proses dan hasil belajar yang akan dicapai subjek didik.
Karena itu, penting bagi pendidik untuk mempertimbangkan kesesuaian material
pembelajaran dengan tingkat kemampuan subjek didik ; juga melakukan gradasi
material pembelajaran dari tingkat yang paling sederhana ke tingkat lebih kompeks.
Faktor lingkungan, yang meliputi lingkungan alam dan lingkungan sosial, juga perlu
mendapat perhatian. Belajar dalam kondisi alam yang segar selalu lebih efektif dari
pada sebaliknya. Demikian pula, belajar padapagi hari selalu memberikan hasil yang
lebih baik dari pada sore hari. Sementara itu, lingkungan sosial yang hiruk pikuk, terlalu
ramai, juga kurang kondisif bagi proses dan pencapaian hasil belajar yang optimal.
Yang tak kalah pentingnya untuk dipahami adalah faktor-faktor instrumental, baik yang
tergolong perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak (software). Perangkat
keras seperti perlangkapan belajar, alat praktikum, buku teks dan sebagainya sangat
berperan sebagai sarana pencapaian tujuan belajar. Karenanya, pendidik harus
memahami dan mampu mendayagunakan faktor-faktor instrumental ini seoptimal
mungkin demi efektifitas pencapaian tujuan-tujuan belajar.
Faktor fisiologis lainnya yang berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar adalah
kondisi individual subjek didik sendiri. Termasuk ke dalam faktor ini adalah kesegaran
jasmani dan kesehatan indra. Subjek didik yang berada dalam kondisi jasmani yang
kurang segar tidak akan memiliki kesiapan yang memadai untuk memulai tindakan
belajar.
2. Faktor Psikologis
Faktor-faktor psikologis yang berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar
jumlahnya banyak sekali, dan masing-masingnya tidak dapat dibahas secara
terpisah.
Perilaku individu, termasuk perilaku belajar, merupakan totalitas penghayatan dan
aktivitas yang lahir sebagai hasil akhir saling pengaruh antara berbagai gejala, seperti
perhatian, pengamatan, ingatan, pikiran dan motif.
2.1. Perhatian
Tentulah dapat diterima bahwa subjek didik yang memberikan perhatian intensif dalam
belajar akan memetik hasil yang lebih baik. Perhatian intensif ditandai oleh besarnya
kesadaran yang menyertai aktivitas belajar. Perhatian intensif subjek didik ini dapat
dieksloatasi sedemikian rupa melalui strategi pembelajaran tertentu, seperti
menyediakan material pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan subjek didik,
menyajikan material pembelajaran dengan teknik-teknik yang bervariasi dan kreatif,
seperti bermain peran (role playing), debat dan sebagainya.
Strategi pemebelajaran seperti ini juga dapat memancing perhatian yang spontan dari
subjek didik. Perhatian yang spontan dimaksudkan adalah perhatian yang tidak
disengaja, alamiah, yang muncul dari dorongan-dorongan instingtif untuk mengetahui
sesuatu, seperti kecendrungan untuk mengetahui apa yang terjadi di sebalik keributan di
samping rumah, dan lain-lain. Beberapa hasil penelitian psikologi menunjukkan bahwa
perhatian spontan cendrung menghasilkan ingatan yang lebih lama dan intensif dari
pada perhatian yang disengaja.
2.2. Pengamatan
Pengamatan adalah cara pengenalan dunia oleh subjek didik melalui penglihatan,
pendengaran, perabaan, pembauan dan pengecapan. Pengamatan merupakan gerbang
bai masuknya pengaruh dari luar ke dalam individu subjek didik, dan karena itu
pengamatan penting artinya bagi pembelajaran.
Untuk kepentingan pengaturan proses pembelajaran, para pendidik perlu memahami
keseluruhan modalitas pengamatan tersebut, dan menetapkan secara analitis manakah di
antara unsur-unsur modalitas pengamatan itu yang paling dominan peranannya dalam
proses belajar. Kalangan psikologi tampaknya menyepakati bahwa unsur lainnya dalam
proses belajar. Dengan kata lain, perolehan informasi pengetahuan oleh subjek didik
lebih banyak dilakukan melalui penglihatan dan pendengaran.
Jika demikian, para pendidik perlu mempertimbangkan penampilan alat-alat peraga di
dalam penyajian material pembelajaran yang dapat merangsang optimalisasi daya
penglihatan dan pendengaran subjek didik. Alat peraga yang dapat digunakan,
umpamanya ; bagan, chart, rekaman, slide dan sebagainya.
2.3. Ingatan
Secara teoritis, ada 3 aspek yang berkaitan dengan berfungsinya ingatan, yakni (1)
menerima kesan, (2) menyimpan kesan, dan (3) memproduksi kesan. Mungkin karena
fungsi-fungsi inilah, istilah “ingatan” selalu didefinisikan sebagai kecakapan untuk
menerima, menyimpan dan mereproduksi kesan.
Kecakapan merima kesan sangat sentral peranannya dalam belajar. Melalui kecakapan
inilah, subjek didik mampu mengingat hal-hal yang dipelajarinya.
Dalam konteks pembelajaran, kecakapan ini dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, di
antaranya teknik pembelajaran yang digunakan pendidik. Teknik pembelajaran yang
disertai dengan penampilan bagan, ikhtisar dan sebagainya kesannya akan lebih dalam
pada subjek didik. Di samping itu, pengembangan teknik pembelajaran yang
mendayagunakan “titian ingatan” juga lebih mengesankan bagi subjek didik, terutama
untuk material pembelajaran berupa rumus-rumus atau urutan-urutan lambang tertentu.
Contoh kasus yang menarik adalah mengingat nama-nama kunci nada g (gudeg), d
(dan), a (ayam), b (bebek) dan sebagainya.
Hal lain dari ingatan adalah kemampuan menyimpan kesan atau mengingat.
Kemampuan ini tidak sama kualitasnya pada setiap subjek didik. Namun demikian, ada
hal yang umum terjadi pada siapapun juga : bahwa segera setelah seseorang selesai
melakukan tindakan belajar, proses melupakan akan terjadi. Hal-hal yang dilupakan
pada awalnya berakumulasi dengan cepat, lalu kemudian berlangsung semakin lamban,
dan akhirnya sebagian hal akan tersisa dan tersimpan dalam ingatan untuk waktu yang
relatif lama.
Untuk mencapai proporsi yang memadai untuk diingat, menurut kalangan psikolog
pendidikan, subjek didik harus mengulang-ulang hal yang dipelajari dalam jangka
waktu yang tidak terlalu lama. Implikasi pandangan ini dalam proses pembelajaran
sedemikian rupa sehingga memungkinkan bagi subjek didik untuk mengulang atau
mengingat kembali material pembelajaran yang telah dipelajarinya. Hal ini, misalnya,
dapat dilakukan melalui pemberian tes setelah satu submaterial pembelajaran selesai.
Kemampuan resroduksi, yakni pengaktifan atau prosesproduksi ulang hal-hal yang telah
dipelajari, tidak kalah menariknya untuk diperhatikan. Bagaimanapun, hal-hal yang
telah dipelajari, suatu saat, harus diproduksi untuk memenuhi kebutuhan tertentu subjek
didik, misalnya kebutuhan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam ujian ; atau
untuk merespons tantangan-tangan dunia sekitar.
Pendidik dapat mempertajam kemampuan subjek didik dalam hal ini melalui pemberian
tugas-tugas mengikhtisarkan material pembelajaran yang telah diberikan.
2.4. Berfikir
Definisi yang paling umum dari berfikir adalah berkembangnya ide dan konsep
(Bochenski, dalam Suriasumantri (ed), 1983:52) di dalam diri seseorang. Perkembangan
ide dan konsep ini berlangsung melalui proses penjalinan hubungan antara bagian-
bagian informasi yang tersimpan di dalam didi seseorang yang berupa pengertian-
perngertian. Dari gambaran ini dapat dilihat bahwa berfikir pada dasarnya adalah proses
psikologis dengan tahapan-tahapan berikut : (1) pembentukan pengertian, (2) penjalinan
pengertian-pengertian, dan (3) penarikan kesimpulan.
Kemampuan berfikir pada manusia alamiah sifatnya. Manusia yang lahir dalam keadaan
normal akan dengan sendirinya memiliki kemampuan ini dengan tingkat yang reletif
berbeda. Jika demikian, yang perlu diupayakan dalam proses pembelajaran adalah
mengembangkan kemampuan ini, dan bukannya melemahkannya. Para pendidik yang
memiliki kecendrungan untuk memberikan penjelasan yang “selengkapnya” tentang
satu material pembelajaran akan cendrung melemahkan kemampuan subjek didik untuk
berfikir. Sebaliknya, para pendidik yang lebih memusatkan pembelajarannya pada
pemberian pengertian-pengertian atau konsep-konsep kunci yang fungsional akan
mendorong subjek didiknya mengembangkan kemampuan berfikir mereka.
Pembelajaran seperti ni akan menghadirkan tentangan psikologi bagi subjek didik untuk
merumuskan kesimpulan-kesimpulannya secara mandiri.
2.5. Motif
Motif adalah keadaan dalam diri subjek didik yang mendorongnya untuk melakukan
aktivitas-aktivitas tertentu. Motif boleh jadi timbul dari rangsangan luar, seperti
pemberian hadiah bila seseorang dapat menyelesaikan satu tugas dengan baik. Motif
semacam ini sering disebut motif ekstrensik. Tetapi tidak jarang pula motif tumbuh di
dalam diri subjek didik sendiri yang disebut motif intrinsik. Misalnya, seorang subjek
didik gemar membaca karena dia memang ingin mengetahui lebih dalam tentang
sesuatu.
Dalam konteks belajar, motif intrinsik tentu selalu lebih baik, dan biasanya berjangka
panjang. Tetapi dalam keadaan motif intrinsik tidak cukup potensial pada subjek didik,
pendidik perlu menyiasati hadirnya motif-motif ekstrinsik. Motif ini, umpamanya, bisa
dihadirkan melalui penciptaan suasana kompetitif di antara individu maupun kelompok
subjek didik. Suasana ini akan mendorong subjek didik untuk berjuang atau berlomba
melebihi yang lain.Namun demikian, pendidik harus memonitor suasana ini secara ketat
agar tidak mengarah kepada hal-hal yang negatif.
Motif ekstrinsik bisa juga dihadirkan melalui siasat “self competition”, yakni
menghadirkan grafik prestasi individual subjek didik.Melalui grafik ini, setiap subjek
didik dapat melihat kemajuan-kemajuannya sendiri. Dan sekaligus membandingkannya
dengan kemajuan yang dicapai teman-temannya.Dengan melihat grafik ini, subjek didik
akan terdorong untuk meningkatkan prestasinya supaya tidak berada di bawah prestasi
orang lain.
PERKEMBANGAN EMOSI DAN PROSES PEMBELAJARAN
Manusia dalam hidup dan kehidupannya selalu melaksanakan suatu aktifitas
atau kegiatan . dalam melaksakan aktifitas itu, manusia bekerja dengan seperangkat
alat-alat kejiwaan dalam dirinya. Alat-alat kejiwaan itu saling mengisi antara satu
dengan yang lainnya, baik yang bersifat fisik (jasmani) maupun yang bersifat psikis
(ruhani). Ada beberapa istilah yang digunakan oleh para ahlil psikologi dalam menyebut
alat-alat kejiwaan itu, antara lain Pigot, Kohstam , dan Palland menyebutnya dengan
peristiwa-peristiwa kesadaran (Biwuzt Zynder-Shyselen). Kupyer mengistilahkan
dengan fungsi-fungsi jiwa (Psychishe-function), sedangkan Lonschoten memakai istilah
ajaran fungsi umum.[1] Bigot dkk., dalam bukunya berjudul Leerboek der psychology
memperluas ketiga fungsi jiwa tersebut sebagai berikut: kognasi, konasi dan emosi.
Dalam makalah ini, kami akan membahas ketiga gejala psykologi yang berpengaruh
dalam keberhasilan pendidikan.
A. Kognisi
Manusia dalam hidup dan kehidupannya selalu melaksanakan aktifitas dalam
melaksakan aktifitas tersebut seperangkat alat-alat kejiwaan dalam diri manusia bekrja.
Alat alat kejiwaan itu saling mengisi, kait mengait antara satu dengan yasng lainnya,
bersifat fisik maupun psikis. Kedua jenis aktivitas tersebut hanya dapat dibedakan,
tetapi tidak bisa dipisahkan, KarenA manusia itu merupakan satu kesatuan yang
mempunyai sifat fisiologi sikologis. Misalnya, sesorang yang sedang merngetik
(aktifitas jasmaniyah), harus sudah menghafal kata-kata atau kalimat yang akan diketik
sekaligus hafal dimana letak huruf-hurufnya, angka-angka dan tanda-tanda lainnya
(aktivitas ruhaniyah).
Fungsi-fungsi jiwa dalam kenyataannya sangat sulit dan rumit. Untuk itu, para
ahli menggolongkannya menurut alat-alat yang berfungsi. Terkait dengan hal ini,
Aristoteles membagi aktifitas atau kegiatan jiwa individu menjadi dua golongan (Bimo
Walgito,1983: 49), yaitu [2] Kemampuan manusia menerima stimulus dari luar.
Kemampuan ini berhubungan dengan pengenalan (kognisi). Kognisi adalah
pengamatan; pemikiran; pencapaian pengetahuan tentang sesuatu . Dan atau
kepercayaan seseorang tentang sesuatu yang didapatkan dari proses berpikir tentang
seseorang atau sesuatu. Proses yang dilakukan adalah memperoleh pengetahuan dan
memanipulasi pengetahuan melalui aktivitas mengingat, menganalisis, memahami,
menilai, menalar, membayangkan dan berbahasa. Kapasitas atau kemampuan kognisi
biasa diartikan sebagai kecerdasan atau inteligensi. Pengetahuan seseorang tentang
sesuatu dipercaya dapat mempengaruhi sikap mereka dan pada akhirnya mempengaruhi
perilaku atau tindakan mereka terhadap sesuatu. Merubah pengetahuan seseorang akan
sesuatu dipercaya dapat merubah perilaku mereka. Adapun gejala pengenalan (kognisi)
secara umum dapat di bagi dua yaitu: melalui indera dan melalui akal. Dari kedua
pengenalan itu pada akhirnya akan saling menentukan bagi kapasitas kognisi
(intelegensi).
1. Pengamatan
Pengamatan sebagai fungsi jiwa dapat di artikan sebagai unit organisasi dan
interprestasi kesan-kesan timbul yang merupakan hasil pekerjaan indera sehingga
individu dapat meberikan kenyataan yang ada di sekitarnya. Setiap kekuatan yang
merangsang seseorang yang berasal dari dalam atau dari luar menarik perhatianya.
Apabila ia menyatakan bahwa ia memberikan perhatian kepada sesuatu itu, berarti
bahwa ia memutuskan kegiatan jiwanya kepad objek tersebut tidak kepada objek-objek
lainnya. Perbuatan juga dapat diarahkan kepada pikiran atau keadaan emosi seseorang,
Perhatian perlu sebagai persiapan bagi bentuk-bentuk kegiatan jiwa lainnya.
2. Tanggapan
Tanggapan sebagai salah satu fungsi jiwa yang pokok dapat diartikan sebagai kesan-
kesan imajinatif bagi individu sebagi akibat pengamatan, objek-objek yang diamati
tidak lagi berada dalam ruang dan waktu-waktu pengamatan. Tanggapan merupakan
gambaran ingatan dari seseuatu pengamatan, maka tanggapan dapat dibedakan menjadi:
Menurut alat indra: yang berperan dalam waktu mengamati ada tanggapan fisual
(penglihatan), auditif (pendengaran), penciuman dan sebagainya.
- Menurut terjadinya: ada tanggapan ingatan, ada tanggapan fantasi.
- Menurut terikatnya: ada tanggapan benda dan ada tanggapan kata.
3. Fantasi
Fantasi dapat diartikan sebagai kemampuan daya jiwa untuk membentuk tanggapan-
tanggapan baru dengan bantuan tanggapan-tanggapan yang sudah ada tidak perlu sesuai
dengan benda-benda yang ada. Kemampuan jiwa manusia membentuk tanggapan baru
yaitu berupa imajinasi.
4. Ingatan
Ingatan dapat diartikan sebagai kesanggupan jiwa untuk mencamkan, menyiapkan, dan
memproduksi suatu tanggapan. Rumusan definisi yang dikatakan bahwa ingatan adalah
suatu aktifitas tempat pengetahuan manusia berasal (berdasarkan kesan-kesan dari masa
lampau).
Aktifitas atau perbuatan mengingat kemungkinan individu tetap memiliki kesan-kesan
yang dimilikinya. Oleh karena itu, aktivitas mengingat harus memenuhi unsure-unsur
berikut:
Mencamkan (learning)
Menyimpan (retaining)
Memproduksi (recalling)
5. Berpikir
Berpikir merupakan fungsi jiwa yang mengandung maksud dan tujuan
memecahkan masalah, menemukan hubungan, dan menentuka sangkut paut antara
masalah satu dengan yang lainnya.
6. Inteligensi
Inteligensi adalah kemampuan menunjukkan bagaimana cara ndividu bertingkah laku
dalam memecahkan masalah yang dihadapinya.
B. Konasi
kehendak merupakan fungsi kejiwaan yang bersufat pasif, tetpi lebih merupakan
perbuatan atau fungsi kejiwaan yang bersifat aktif. Dengan pertanyaan ini, maka
kehendak berrti sebagai usaha yang aktif menuju pelaksanaan suatu tujuan
(linschoten,t.t.: 198). Kehendak sebagai salah satu fungsi kejiwaan yang sangat penting,
dapat menjadi penentu berhasil tidaknya individu dalam mencapai suatu tujuan, baik
tujuan yanga wajar maupun tujuan yang ditetapkan secara eksplisit (ditetapkan sendiri).
Kedua aspek kehendak tersebut dapat dipersatukan dalam pengertian umum yang
disebut usaha.
Teori Kehendak
Teori-teori kehendak terdiri dari dua aspek, yaitu tujuan yang wajar (usaha yang
wajar) dan tujuan yang di tetapkan secara eksplisit (usaha yang ditetapkan
sendiri).Terkait dengan itu, bila kita menitik beratkan pada aspek wajar, berarti kita
bersandar pada teori kehendak biologis. Apabila kita meletakkan titik berat pada usaha
yang ditetapkan pada oleh individu sendiri, berarti kita bersandar atau memakai teori
kehendak psikologis kesadaran. Teori kehendak biologis ini menitikberatkan pada
fungsi organism, insting, dan nafsu.Diantara pemuka teori ini adalah Mac.Dougall dan
Mannich.
Mac. Dougall
Dougall memandang kehendak sebagai suatu kerja sama yang rapi dan halus dari
dorongan-dorongan sejenis yang menentukan tingakah laku manusia dan hewan-hewan.
Dorongan-dorongan (implus) yang di maksud Dougall adalah tidak lain dari fungsi
organisme (biologis) yang diorganisasikan oleh insting-insting.
Mannich
Mannich memandang bahwa kemauan ditimbulkan oleh adanya nafsu atau dorongan
pada organism yang berorientasi pada mempertahankan hidup, baik hidup sendiri
maupun hidup sejenis.
Dorongan nafsu yang bekerja dalam diri manusia dapat di bedakan menjdi tiga
macam nafsu dasar atau pokok.Ketiga macam dorongan nafsu tersebut terdiri dari
dorongan nafsu mempertahankan diri, dorongan nafsu mempertahankan jenis, dan
dorongan nafsu mengembangakn diri. Menurut Minnich, dorongan pada organism itu
baru merupakan kekuatan yanga ada dalam nafsu. Cara organism memenuhi nafsunya
dengan kekuatan (dorongan) itu disebut insting. Insting menunjukkan apa, bagaiman,
dan dimana di peroleh pemahaman nafsu itu. Sementara teori kehendak psikologis ,
menitikberatkan pada fungsi kesadaran dan tujuan (teleologis) individu. Teori ini di
kemukakan oleh William Stern, Johannes lindworski, dan james E. Reyce.
William Stern
William stern meninjau kehendak itu dari sudut proses timbulnya, yaitu dari kebutuhan
kepribadian individu, adanya kesadaran akan tujuan dan adanya pelaksanaan tujuan
yang disertai tingkah laku. Kecenderungan psikologis pendapat Stern ini di tunjukkan
dengan adanya antisipasi dan sadar tujuan (teleologis) yang memimpin kebutuhan
individu.
A.H. Maslow, mengemukakan kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi agar
perkembangan individu dapat berlangsung dengan baik, yaitu:
a. kebutuhan fisiologis; kebutuhan akan udara, makanan,seks dan lain-lain.
b. kebutuhan akan rasa aman.
c. kebutuhan akan cinta kasih dan kebutuhan untuk memiliki atau di miliki.
d. kebutuhan untuk mengetahui dan mengartikan sesuatu.
e. kebutuhan akan penghargaan.
kebutuhan akan kebebasan tingkah laku tanpa hambatan-hambatan dari luar untuk
menjadikan diri sendiri sesuai dengan citra dirinya sendiri. Pada manusia memang
terdapat bermacam-macam kebutuhan yang muncul setiap saat. Kebutuhan yang
pertama kali harus di penuhi adalah kebutuhan akan makan dan oksigen, yaitu
kebutuhan yang apabila tidak dipenuhi akan menyebabkan manusia tidak dapat
mempertahankan hidupnya. Kebutuhan ini di sebut dengan kebutuhan primer atau dasar.
Namun,manusia tidak mungkin hidup secara wajar, sejahtera, sehat dan bahagia jika
kebutuhan primer saja yang dipenuhi. Manusia membutuhkan yang lain yang dapat
memberinya perasaan aman, kasih sayang, pujian, kebebasan dalam bertidak tanpa
hambatan dan sebagainya. Kebutuhan-kebutuhan yang terahir ini bersifat psikis dan
para ahli menamakannya dengan kebutuhan psikologis (kebutuhan sekunder).
Kebutuhan psikologis sangat penting untuk dipenuhi agar individu bisa hidup sejahtera
tanpa hambatan-hambatan dalam perkembangan intelek, emosi maupun cara-cara
penyesuaian dirinya.
Johannes lindworski
Menurut lindworski, sumber kehendak adalah kekuatan yang berada dalam pribadi dan
kekuatan untuk bercorak menentukan. Jika kehendak berpusat dalam pribadi individu,
maka kehendak memiliki kekuatan yang besar. Kekuatan kehendak juga ditimbulkan
oleh kesadaran akan kebenaran pendorong yang menjadi penggeraknya.
Faktor pendorong itulah harus disadari demi melahirkan sesuatu keputusan perbuatan
yang tegas dan bersemangat. Kesadaran akan pendorong itu, menurutnya, lebih brnilai
tinggi untuk memperkuat kehendak di bandingkan melatih kehendak.
James E. Reyce
Menurut James E. Reyce, kehendak itu merupkan kekuatan psikis yang mewujudkan
diri dalam perbuatan memilih. Dengan demikian suatu tindakan yang memiliki nilai
keputusan haruslah berdasarkan pada perbuatan memilih (dengan sadar. niat) sebagai
perwujudan kehendak atau kemauan.
c. pembagian kehendak
Secara garis besar kehendak dapat di bagi menjadi dua macam, yakni kehendak yang
berpusat pada kehidupan jasmaniah dan kehendak yang berhubungan dengan kehidupan
ruhaniah (perbuatan kemauan).
1. kehendak yang berpusat pada kehidupan jasmaniah (biologis)
Gejala-gejal yang berpusat pada kehidupan jasmaniah nampak dalam kehidupan
tumbuh-tumbuhan, hewan, dan manusia. Beberapa fungsi kehendak tersebut dapat di
bagi menjadi 9 macam, yaitu tropisme, reflex, insting, otomatisme, kebiasaan,
kecenderungan, dorongan, keinginan, dan hawa nafsu.
a. tropisme
merupakan reaksi atau peristiwa yang menyebabkan gerakan pada suatu arah
tertentu. Reaksi ini hanya nampak pada kehidupan tumbuh-tumbuhan dan
hewan.Contoh : tumbuhan yang batang dan daunnya condong menghadap sinar
matahari untuk memperoleh sinar yang cukup.
b. Reflex
Suatu gerakan (reaksi) yang tidak disadari terhadap perangsang yang datang,
baik dari luar maupun dari dalam.
c. Insting
Suatu kesanggupan untuk melakukan sesuatu perbuatan yang tertuju pada
pemuasan dorongan nafsu dan dorongan-dorongan lain yang di bawa sejak lahir.
Perbuatan insting atau yang bisa disebut naluri ini mempunyai sifat tidak
berubah sejak lahir sampai mati. Misalnya, setiap bayi yang lahir selalu
menangis , cara menyusu bayi juga sama antara bayi yang satu dengan yang lain.
d. Otomatisme
suatu gerak spontan (berlangsung denga sendirinya), bukan karena pengaruh
akal atau pikiran dan luar kekuatan kehendak. Misalnya: gerakan jantung
(supaya darah dapat mengalir kesemua bagian tubuh), paru-paru bergerak
mengembang dan mengempis (supaya tubuh mendapat zat asam yang di
perlukan dan mengeluarkan zat arang yang tidak berguna).
e. Kebiasaan
Rangkaian perbuatan yang sudah di stabilkan sehingga berlaku dengan
sendirinya, namun kadang-kadang masih di pengaruhi oleh pikiran. Contoh
kebiasaan merokok setelah selesai makan, meletakkan benda pada tempatnya,
membaca koran setiap pagi dan sore, begitu juga kebiasaan membaca Al-Qur’an
setiap selesai sholat maghrib, dan sebagainya.
f. Kecenderungan
Keinginan atau hasrat yang sering timbul secara berulang-ulang yang tertuju
pada sesuatu yang konkret.
Menurut Paulhan, psikolog Prancis sebagimana di kutip oleh Kartini Kartono,
kecenderungan di bedakan menjadi empat macam:
1. kecenderungan vital (hayat), seperti lahap, gemar makan (rakus), gemar minum-
minuman keras, dan sebagainya.
2. kecenderungan perseorangan (egoistis), seperti sift-sifat loba, tamak, kikir, cinta diri,
brutal, merasa paling benar, dan sebaginya.
3. kecenderungan social, seperti persahabatan, kerukunan, gotong royong, hajat untuk
beramal, dan sebagainya.
4. kecenderungan abstrak.
Kecenderungan abstrak di bagi menjadi 2 macam, yaitu:
1. kecenderungan abstrak positif, misalnya : gemar mengabdi keda Tuhan, berbuat jujur,
patuh, bertanggung jawab, dan sebaginya.
2. kecenderungan abstrak negative, misalnya: bohong, munafiq, menipu, dan
sebagainya.
g. dorongan, yaitu suatu kekuatan kehendak yang terdapat dalam individu untuk
memenuhi kebutuhan tertentu.
h. keinginan, yaitu suatu dorongan yang di dasari, yang tertuju pada sesuatu kebutuhan
tertentu dan pemenuhan terhadap segala sesuatu yang ingin di capai. Misalnya :
dorongan makan dan minum dan lain-lain.
i. hawa nafsu, adalah hasrat yang sangat kuat dan hebat sehingga dapat mengganggu
keseimbangan fisik. Hawa nafsu dapat menguasai segala fungsi hidup kejiwaan, segala
keinginan yang lain di kesampingkan.[5]
2.kehendak yang berpusat pada kehidupan ruhanian (perbuatan kemauan)
Penggunaan istilah kehendak lebih luas dari pada istilah kemauan yang hanya dimilki
dan digunakan untuk manusia. Oleh karena itu kemauan dapat di artikan sebagai
dorongan kehendak yang terarah pada tujuan hidup tertentu dan dikendalikan oleh
pertimbangan akal budi. Dengan begitu tentunya kemauan lebih tinggi tingkatannnya
(sifat ruhaniah) dari pada kehendak atau (sifat jasmaniah) seperti insting, refleks,
otomatis, dorongan, hawa nafu dan sebagainya. Sebagaimana di dinyatakan oleh Kartini
Kartono. Untuk membedakan kemauan dan kehendak penulis jelaskan beberapa
karakteristik kemauan.
Kemauan merupakan dorongan dari dalam yang khusus di miliki manusia. Maka,
kemauan merupakan dorongan yang disadari dan dipertimbangkan.
Kemauan berhubungan erat dengan suatu tujuan. Kemauan mendorong timbulnya
perhatian dan minat, selain itu, ia juga mendorong gerak aktivitas ke arah tercapainya
suatu tujuan.
Kemauan sebagai pendorong timbulnya perbuatan kemauan yang didasarkan atas
sebagai pertimbangan, baik pertimbangan akal yang menentukan benar salahnya suatu
perbuatan kemmauan maupun pertimbangan perasaan yang menentukan baik buruknya
perbuatan kemauan.
Pda kemauan tidak hanya terdapat pertimbangan akal pikiran dan perasaan saja, tetapi
juga seluruh pribadi memberikan corak pada perbuatan kemauan.
Perbuatan kemauan bukanlah tindakan yang bersifat kebetulan melainkan tindakan yang
di sengaja dan terarah pada tercapainya tujuan.
Kemauan dapat menjadi pemersatu (unifikator) dari semua tingkah laku manusia dan
mengkoordinasikan semua fungsi kejiwaan menjadi bentuk kerja sama yang
superharmonis. Maka, menauan yang sehat akan menjadikan manusia satu kesatuan
yang benar-benar menyadari tujuan hidupnya dalam setiap langkah dan tingkah
lakunya.
Sehubungan dengan pelaksanaan keputusan kemauan, ada dua aspek yang perlu
diperhatikan, yaitu aspek motif dan aspek usaha. Dalam aspek motif, keputusan itu
harus berharga, artinya berharga secara khusus bagi yang melaksanakan kemauan itu.
Dan dalam aspek usaha, ada beberapa kemungkinan, yaitu menerima, ragu-ragu, dan
menunda. Hal ini di sebabkan oleh beberapa hal diantaranya :
Keadaan fisik, adalah pengaruh yang berhubungan dengan kondisi jasmani, yakni
sanggup tidaknya, kuat tidaknya, mampu tidaknya untuk melaksanakan keputusab
kemauan.
Keadaan materi, seperti bahan-bahan, syarat-syarat dan alat-alat yang dipergunakan
untuk melaksanakan keputusan kemauan.
Keadaan lingkungan, maksudnya adalah keputusan kemauan dapat dilaksanakan dalam
lingkungan tertentu, yang sesuai dengan lingkungan, apakah lingkungan dapat
membantu, atau sebaliknya.
Kata hati, memegang peran penting dalam melaksanaan keputusan kemauan. Karena
keputusan kata hati dapat mengalahkan pertimbangan-pertimbangan yang lain.
3. Emosi
Perasaan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia, baik dalam kehidupan
sehari-hari maupun dalam dunia pendidikan dan pengajaran. Perasaan dapat
menyebabkan manusia berbuat baik ataupun berbuat buruk, misalnya: melihat seorang
nenek-nenek yang takut menyeberang jalan yang ramai, seorang pemuda merasa belas
kasihan, lalu segeralah dia mendekatinya dan menolongnya menyeberang jalan yang
ramai itu; karena merasa iri hati melihat temannya dapat membeli arloji baru, si Polan
berkasak-kusuk menjelek-jelekkan nama baik temannya itu. Kecuali itu perasaan suka
dapat menambah gairah dan kebahagiaan hidup, misalnya dengan mendengarkan lagu
yang menjadi kesukaannya seseorang dapat lebih menikmati hidup ini; karena dapat
mengatasi persoalan, seseorang merasa bangga. Sebaliknya perasaan tidak suka
membuat orang kurang bersemangat acuh-takacuh, dan mungkin mengalami ketidak
seimbangan batin, misalnya karena dikatakan bodoh seseorang lalu menjadi kendur
semangat, menderita perasaan, rendah diri.
Dalam proses belajar mengajar, gejala emosi mempunyai arti praktis sebagai berikut:
Perasaan suka atau gembira bersifat menggiatkan, sedangkan perasaan tidak suka atau
sedih bersifat melemahkan, karena itu alangkah baiknya apabila pelajaran yang
diberikan oleh guru dapat diterima oleh siswa dalam suasana suka dan gembira.
Seringkali siswa mengalami perasaan takut dan cemas; keadaan begini sudah barang
tentu tidak menguntungkan baginya, karena itu guru berkewajiban membantu
melenyapkan perasaan seperti itu; cara yang dapat ditempuh ialah kecuali pendekatan
yang simpatik, dalam berbicara hendaknya guru mempergunakan kata yang logis, yang
dapat diterima oleh akal.
Perasaan itu bersifat menular, berjangkit; karena itu guru perlu waspada terhadap
pelahiran perasaan (sedih, gembira dan sebaginya) di depan siswa-siswa.
Perasaan-perasaan ruhaniah harus dikembangkan sebaik-baiknya, sebab perasaan ini
akan melatar belakangi dan mendasari budi pakerti dan perilaku yang luhur.
Perasaan-perasaan tertentu sangat jelas perkembangannya selama masa remaja, yaitu
perasaan kebangsaan, perasaan social dan perasaan agama; maka peka ini hendaknya
dipergunakan sebaik-baik mungkin oleh para guru.
Perlu diingat pula bahwa perasaan-perasaan itu hendaknya dikembangkan secara
seimbang dan selaras.
A. Definisi Emosi
Banyak definisi mengenai emosi yang dikemukakan oleh para ahli karena
memang istilah emosi ini menurut Daniel Goleman (1995) yang merupakan pakar
“kecerdasan emosional” makna yang tepat masih membingungkan, baik dikalangan ahli
psikologi atau ahli filsafat dalam kurun waktu selama lebih dari satu abad. Karena
sedemikian membingungkannya makna emosi, maka Daniel Goleman (1995) dalam
mendefinisikan emosi merujuk kepada makna yang paling harfiah yang diambil dari
“Oxford English Dictionary” yang memaknai emosi sebagai setiap kegiatan atau
pergolakan pikiran, perasaan, nafsu; setiap keadaan mental yang hebat dan meluap-luap.
Lebih lanjut Daniel Glomen (1995) mengatakan bahwa emosi merujuk kepada suatu
perasaan dan pikiran-pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan
serangkaian kecenderungan untuk bertindak.
Sementara itu, Chaplin (1989) dalam “Dictionary of Psikology” mendefinisikan
emosi sebagai suatu keadaan yang terangsang dari organisme mencakup perubahan-
perubahan yang disadari, yang mendalam sifatnya dari perubahan perilaku. Chaplin
(1989) membedakan emosi dengan perasaan, dan dia mendefinisikan perasaan/(feeling)
adalah pengalaman disadari yang diaktifkan baik oleh perangsang eksternal oleh
bermacam-macam keadaan jasmaniah. Dengan demikian, emosi adalah suatu respon
terhadap suatu perangsang yang menyebabkan perubahan fisiologi disertai perasaan
yang kuat biasanya mengandung kemungkinan untuk meletus.
B. Bentuk-bentuk Emosi
Meskipun emosi sedemikian rupa kompleksnya, namun Daniel Glomen (1995) sempat
mengidentifikasi sejumlah kelompok emosi, yaitu:
- Amarah; di dalamnya meliputi beringas, mengamuk, benci, marah besar,
jengkel, kesal hati, terganggu, rasa pahit, berang, tersinggung, bermusuhan,
tindak kekerasan, dan kebencian patologis.
- Kesedihan, di dalamnya meliputi, pedih, sedih, muram, suram, melankolis,
mengasihani diri, kesepian, ditolak, putus asa dan depresi.
- Rasa takut, di dalamnya meliputi cemas, takut, gugup, khawatir, was-was,
perasaan takut sekali, sedih, waspada, tidak tenang, ngeri, kecut, panik dan
pobia.
- Kenikmatan, di dalamnya meliputi bahagia, gembira, ringan puas, riang, senang,
terhibur, bangga, kenikmatan inderawi, takjub, terpesona, puas, rasa terpenuhi,
girang, senang sekali, dan mania.
- Cinta, di dalamnya meliputi penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan
hati, rasa dekat, bakti, hormat, kasmaran, dan kasih saying.
- Terkejut, di dalamnya meliputi terkesiap, takjub, dan terpena.
- Jengkel, di dalamnya meliputi hina, jijik, muak, mual, benci, tidak suka dan mau
muntah.
- Malu, di dalamnya meliputi rasa bersalah, malu hati, kesal hati, menyesal, hina,
aib, dan hati hancur lebur.
C. Hubungan antara Emosi dengan Tingkah Laku
Pertanyaan mendasar berkaitan dengan hubungan antara emosi dengan tingkah
laku adalah: apakah emosi yang menimbulkan tingkah laku ataukah tingkah laku yang
menimbulkan emosi? Jawaban terhadap pertanyaan ini ada beberapa pendapat yang
kemudian menghasilkan apa yang dikenal dengan “teori emosi”. Melalui teori
“kecerdasan emosional” yang dikembangkannya, Daniel Glomen (1995)
mengemukakan sejumlah ciri utama pikiran emosional sebagai bukti bahwa emosi
memainkan peranan penting dalam pola berpikir emosional tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Respons yang Cepat Tetapi Ceroboh
Dikatakannya bahwa pikiran yang emosional itu ternyata lebih cepat daripada
pikiran yang rasional karena pikiran emosional sesungguhnya langsung melompat
bertindak tanpa mempertimbangkan apapun yang akan dilakukannya. Karena
kecepatannya itu sehinggga sikap hati-hati dan proses analitis dalam berpikir
dikesampingkan begitu saja sehingga tidak jarang menjadi ceroboh. Namun demikan, di
sisi lain, pikiran emosional ini juga mempunyai kelebihan, yakni membawa rasa
kepastian yang sangat kuat dan di luar jangkauan normal, sebagaimana yang dilakukan
oleh pikiran rasional.
2. Mendahulukan Perasaan Baru Kemudian Pikiran
Pada dasarnya, pikiran rasional sesungguhnya membutuhkan waktu sedikit lama
dibandingkan dengan pikiran emosional sehingga dorongan yang lebih dahulu muncul
adalah dorongan hati atau emosional, baru kemudian doronga pikiran. Dalam urutan
respons yang cepat, perasan mendahului atau minimal berjalan serempak dengan
pikiran. Reaksi emosional gerak cepat ini lebih tampak menonjol dalam situasi-situasi
yang mendesak dan membutuhkan tindakan penyelamatan diri.
3. Memperlakukan Realitas Sebagai Realitas Simbolik
Logika pikiran emosional, yang disebut juga sebagai logika hati, itu bersifat
asosiatif. Artinya memandang unsur-unsur yang melambangkan suatu realitas itu sama
dengan realitas itu sendiri. Oleh sebab itu, seringkali berbagai perumpamaan, pantun,
kiasan, gambaran, karya seni, novel, film, puisi, nyanyian, opera, dan teater secara
langsung ditujukan pada pikiran emosional. Para ulama penyiar agama dan guru
spiritual termasyhur pada umumnya dalam menyampaikan ajaran-ajarannya senantiasa
berusaha menyentuh hati para pengikutnya dengan cara berbicara dalam bahasa emosi,
dengan mengajar melalui perumpamaan, fabel, ibarat, dan kisah-kisah yang sangat
menyentuh perasaan.
4. Masa Lampau Diposisikan Sebagai Masa Sekarang
Dari sudut pandang ini, apabila sejumlah ciri suatu peristiwa tampak serupa
dengan kenangan masa lampau yang mengandung muatan emosi, maka pikiran
emosional akan menanggapinya dengan memicu perasaan-perasaan yang berkaitan
dengan peristiwa yang diingat itu. Pikiran emosional bereaksi terhadap keadaan
sekarang seolah-olah keadaan itu adalah lampau. Kesulitannya adalah, terutama apabila
penilaian terhadap masa lampau itu cepat dan otomatis, barangkali kita tidak menyadari
bahwa yang dahulu memang begitu, ternyata sekarang sudah tidak lagi seperti itu.
5. Realitas yang Ditentukan oleh keadaan
Pikiran emosional pada diri individu itu dalam bekerjanya sebenarnya banyak
ditentukan oleh keadaan dan didiktekan oleh perasaan tertentu yang sedang menonjol
pada saat itu. Cara seorang berpikir dan bertindak pada saat merasa senang dan romantis
akan sangat berbeda dengan perilakunya ketika sedang dalam keadaan sedih, marah,
atau cemas. Dalam mekanisme emosi itu ada repertoar pikiran, reaksi, bahkan
ingatannya sendiri-sendiri. Repertoar itu menjadi sangat menonjol pada saat-saat yang
disertai dengan intensitas emosi yang tinggi.
Selain teori kecerdasan emosional yang dapat digunakan untuk menjelaskan
hubungan atau pengaruh emosi terhadap tingkah laku, ada juga sejumlah teori-teori
emosi yang lain juga menjelaskannya. Adapun teori-teori tersebut adalah:
a. Teori Sentral
Teori sentral ini dikemukakan oleh Walter B. Canon. Menurut teori ini, gejala
kejasmanian termasuk tingkah laku merupakan akibat dari emosi yang dialami oleh
individu. Jadi individu mengalami emosi lebih dahulu, baru kemudian mengalami
perubahan-perubahan dalam jasmaninya. Dengan demikian, menurut teori ini dapat
dikatakan bahwa emosilah yang menimbulkan tingkah laku, dan bukan sebaliknya.
Karena seseorang merasa sedih, maka dia menangis dank arena seseorang merasa takut,
maka dia melarikan diri.[12]
b. Teori Peripheral
Teori ini dikemukakan oleh James dan lange. Menurut teori ini dikatakan bahwa
gejala-gejala kejasmanian atau tingkah laku seseorang bukanlah merupakan akibat dari
emosi, melainkan emosi yang dialami oleh individu itu sebagai akibat dari gejala-gejala
kejasmanian. Menurut teori ini seseorang bukannya karena takut kemudian lari,
melainkan karena lari menyebabkan seseorang takut. Demikian juga seseorang
bukannya karena sedih sehingga menangis,melainkan menangis itulah maka menjadi
sedih.seandainya seseorang itu tidak menangis,maka kemungkinan tidak akan menjadi
teramat sedih. Dengan demikian,menurut teori ini dapat dikatakan bahwa tingkah laku
yang menimbulkan emosi,dan bukan sebaliknya.
c. Teori Kepribadian
Menururt teori ini,bahwa emosi merupakan suatu aktivitas pribadi yang tidak
dapat dipisah-pisahkan.maka emosi meliputi pula perubahan-perubahan jasmani. Jadi
antara emosi dengan tingkah laku hanya dapat dibedakan, tetapi tidak bisa dipisah-
pisahkan.
d. Teori Kedaruratan Emosi
Teori ini dikemukakan oleh Cannon. Teori ini mengemukakan bahwa reaksi
yang mendalam dari kecepatn jantung yang semakin bertambah akan menambah
cepatnya aliran darah menuju ke urat-urat, hambatan-hambatanpada pencernaan,
pengembagan atau pemuaian kantung-kantung di dalam paru-paru dan proses lainnya
yang mencirikan secara khas keadaan emosional seseorang, kemudian menyiapkan
organism untuk melarikan diri atau untuk berkelahi, sesuai dengan penilaian terhadap
situasi yang ada oleh kulit otak.
Seperti yang telah dijelaskan di atas, antara kognisi-emosi-konasi tidak dapat
dipisahkan, hal terjadi karena semua gejala kejiwaan merupakan satu kesatuan.
Pengenalan tanpa didasari pada perasaan dan kehendak tidak membekas pada jiwa yang
pada akhirnya pengenalan itu tidak akan membuahkan pengertian yang lebih dalam
tentang objek yang di indera itu.
Kognisi
Kognisi adalah kepercayaan seseorang tentang sesuatu yang didapatkan dari
proses berpikir tentang seseorang atau sesuatu. Proses yang dilakukan adalah
memperoleh pengetahuan dan memanipulasi pengetahuan melalui aktivitas mengingat,
menganalisis, memahami, menilai, menalar, membayangkan dan berbahasa. Kapasitas
atau kemampuan kognisi biasa diartikan sebagai kecerdasan atau inteligensi. Bidang
ilmu yang mempelajari kognisi beragam, di antaranya adalah psikologi, filsafat, dan
lain-lain.
2. Konasi (Kehendak)
Kemauan merupakan salah satu fungsi hidup kejiwaan manusia, dapat diartikan sebagai
aktifitas psikis yang mengandung usaha aktif dan berhubungan dengan pelaksanaan
suatu tujuan. Tujuan adalah titik akhir dari gerakan yang menuju pada sesuatu arah.
Adapun tujuan kemampuan adalah pelaksanaan suatu tujuan-tujuan yang harus diartikan
dalam suatu hubungan. Misalnya, seseorang yang memiliki suatu benda, maka
tujuannya bukan pada bendanya, akan tetapi pada mempunyai benda itu”, yaitu berada
dalam relasi (hubungan), milik atas benda itu. Seseorang yang mempunyai tujuan untuk
menjadi sarjana, dengan dasar kemauan, ia belajar dengan tekun, walaupun mungkin
juga sambil bekerja. Dalam istilah sehari-hari, kemauan dapat disamakan dengan
kehendak dan hasrat. Kehendak ialah suatu fungsi jiwa untuk dapat mencapai sesuatu
yang merupakan kekuatan dari dalam dan tampak dari luar sebagai gerak-gerik.
3. Emosi (Perasaan)
Perasaan termasuk gejala jiwa yang dimiliki oleh semua orang, hanya corak dan
tingkatannya tidak sama. perasaan tidak termasuk gejala mengenal, walaupun demikian
sering juga perasaan berhubungan dengan gejala mengenal.
Apakah perasaan itu?
Perasaan adalah suatu keadaan kerohanian atau peristiwa kejiwaan yang kita alami
dengan senang atau tidak senang dalam hubungan dengan peristiwa mengenal dan
bersifat subyektif. Jadi unsur-unsur perasaan ialah :
- Bersifat subyektif daripada dengan gejala mengenal
- Bersangkut paut dengan gejala mengenal
- Perasaan dialami sebagai rasa senang atau tidak senang, yang tingkatannya tidak
sama.
Perasaan lebih erat hubungannya dengan pribadi seseorang dan berhubungan pula
dengan gejala-gejala jiwa yang lain. Oleh sebab itu tanggapan perasaan seseorang
terhadap sesuatu tidak sama dengan tanggapan perasaan orang lain, terhadap hal yang
sama. Karena adanya sifat subyektif pada perasaan maka gejala perasaan tidak dapat
disamakan dengan pengamatan, fikiran dan sebagainya.
Pengenalan hanya berstandar pada hal-hal yang ada berdasarkan pada kenyataan,
sedangkan perasaan sangat dipengaruhi oleh tafsiran sendiri dari orang yang
mengalaminya. Perasaan tidak merupakan suatu gejala kejiwaan yang berdiri sendiri,
tetapi bersangkut paut atau berhubungan erat dengan gejala-gejala jiwa yang lain, antara
lain dengan gejala mengenal. Kadang-kadang gejala perasaan diiringi oleh peristiwa
mengenal dan sebaliknya pada suatu ketika ada gejala perasaan yang menyertai
peristiwa mengenal.
PENJAS ADAPTIF
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) adalah anak yang mengalami kelainan
sedemikian rupa baik fisik, mental, sosial maupun kombinasi dari ketiga aspek tersebut,
sehingga untuk mencapai potensi yang optimal ia memerlukan Pendidikan luar
biasa(PLB). PLB merupakan pendidikan yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan
pendidikan ABK. Adapun yang dirancang dalam PLB adalah kelas, program dan
layanannya. Sehingga PLB dapat diartikan juga sebagai Spesial kelas, program atau
layanan yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan pendidikan Anak luar biasa.
ABK bisa memiliki masalah dalam sensorisnya, motoriknya, belajarnya, dan
tingkahlakunya. Semua ini mengakibatkan terganggunya perkembangan fisik anak. Hal
ini karena sebagian besar ABK mengalami hambatan dalam merespon rangsangan yang
diberikan lingkungan untuk melakukan gerak, meniru gerak dan bahkan ada yang
memang fisiknya terganggu sehingga ia tidak dapat melakukan gerakan yang terarah
dengan benar.
Di satu sisi, Anak luar Biasa harus dapat mandiri, beradaptasi, dan bersaing dengan
orang normal, di sisi lain ia tidak secara otomatis dapat melakukan aktivitas gerak.
Secara tidak disadari akan berdampak kepada pengembangan dan peningkatan
kemampuan fisik dan keterampilan geraknya. Pendidikan jasmani bagi ABK disamping
untuk kesehatan juga harus mengandung pembetulan kelainan fisik.
Dengan uraian di atas maka jelas bahwa Pendidikan jasmani yang diadaptasi dan
dimodifikas sesuai dengan kebutuhan, jenis kelainan dan tingkat kemampuan ABK
merupakan salah satu factor yang sangat menentukan dalam keberhasilan Pendidikan
bagi ABK. Keberhasilan ini akan terwujud baik pada PLB dalam bentuk kelas khusus,
program khusus, maupun dalam bentuk layanan khusus di SD biasa maupun di tiap
jenjang sekolah biasa lainnya.
Apa dan bagaimana pendidikan jasmani bagi ABK atau Pendidikan Jasmani
adaptif secara sederhana akan diuraikan dibawah ini:
1. Pengertian pendidikan jasmani adaptif
Secara mendasar pendidikan jasmani adaptif adalah sama dengan pendidikan jasmani
biasa. Pendidikan jasmani merupakan salah satu aspek dari seluruh proses pendidikan
secara keseluruhan. Pendidikan jasmani adaptif merupakan suatu sistem penyampaian
layanan yang bersifat menyeluruh (comprehensif) dan dirancang untuk mengetahui,
menemukan dan memecahkan masalah dalam ranah psikomotor. Hampir semua jenis
ketunaan ABK memiliki problim dalam ranah psikomotor. Masalah psikomotor sebagai
akibat dari keterbatasan kemampuan sensomotorik, keterbatasan dalam kemampuan
belajar. Sebagian ABK bermasalah dalam interaksi sosial dan tingkah laku. Dengan
demikian dapat dipastikan bahwa peranan pendidikan jasmani bagi anak berkebutuhan
khusus (ABK) sangat besar dan akan mampu mengembangkan dan mengkoreksi
kelainan dan keterbatasan tersebut.
2. Ciri dari program pengajaran penjas Adaptif
Sifat program pengajaran pendidikan jasmani adaptif memiliki ciri khusus yang
menyebabkan nama pendidikan jasmani ditambah dengan kata adaptif. Adapun ciri
tersebut adalah:
Program Pengajaran Penjas adaptif disesuiakan dengan jenis dan karakteristik kelainan
siswa. Hal ini dimaksutkan untuk memberikan kesempatan kepada siswa yang
berkelainan berpartisipasi dengan aman, sukses, dan memperoleh kepuasan. Misalnya
bagi siswa yang memakai korsi roda satu tim dengan yang normal dalam bermain
basket, ia akan dapat berpartisipasi dengan sukses dalam kegiatan tersebut bila aturan
yang dikenakan kepada siswa yang berkorsi roda dimodifikasi. Demikian dengan
kegiatan yang lainnya. Oleh karena itu pendidikan Jasmani adaptif akan dapat
membantu dan menolong siswa memahami keterbatasan kemampuan jasmani dan
mentalnya.
Program Pengajaran Penjas adaptif harus dapat membantu dan mengkoreksi
kelainan yang disandang oleh siswa. Kelainan pada Anak luar Biasa bisa terjadi pada
kelainan fungsi postur, sikap tubuh dan pada mekanika tubuh. Untuk itu, program
pengajaran pendidikan Jasmani adaptif harus dapat membantu siswa melindungi diri
sendiri dari kondisi yang memperburuk keadaanya. Program Pengajaran Penjas adaptif
harus dapat mengembangkan dan meningkatkan kemampuan jasmani individu ABK.
Untuk itu pendidikan Jasmani adaptif mengacu pada suatu program kesegaran jasmani
yang progressif, selalu berkembang dan atau latihan otot-otot besar. Dengan demikian
tingkat perkembangan ABK akan dapat mendekati tingkat kemampuan teman
sebayanya. Apabila program pendidikan jasmani adaptif dapat mewujudkan hal tersebut
di atas. maka pendidikan jasmani adaptif dapat membantu siswa melakukan
penyesuaian sosial dan mengembangkan perasaan siswa memiliki harga diri. Perasaan
ini akan dapat membawa siswa berprilaku dan bersikap sebagai subjek bukan sebagai
objek di lingkungannya.
3. Tujuan pendidikan jasmani adaptif.
Sebagaimana dijelaskan di atas betapa besar dan strategisnya peran pendidikan
jasmani adaptif dalam mewujudkan tujuan pendidikan bagi ABK, maka Prof. Arma
Abdoellah, M.Sc. dalam bukunya yang berjudul “Pendidikan Jasmani Adaptif”
memerinci tujuan pendidikan Jasmani adaptif bagi ABK sebagai berikut:
Untuk menolong siswa mengkoreksi kondisi yang dapat diperbaiki.
Untuk membantu siswa melindungi diri sendiri dari kondisi apapun yang
memperburuk keadaannya melalui Penjas tertentu.
Untuk memberikan kesempatan pada siswa mempelajari dan berpartisipasi
dalam sejumlah macam olah raga dan aktivitas jasmani, waktu luang yang
bersifat rekreasi.
Untuk menolong siswa memahami keterbatasan kemampuan jasmani dan
mentalnya.
Untuk membantu siswa melakukan penyesuaian social dan mengembangkan
perasaan memiliki harga diri.
Untuk membantu siswa dalam mengembangkan pengetahuan dan appresiasi
terhadap mekanika tubuh yang baik.
Untuk menolong siswa memahami dan menghargai macam olah raga yang dapat
diminatinya sebagai penonton.
4. Modifikasi dalam pendidikan jasmani adaptif
Bila kita lihat masalah dari kelainannya, jenis Anak Berkebutuhan Khusus
dikelompokkan menjadi:
a. ABK yang memiliki masalah dalam sensoris
b. ABK yang memiliki masalah dalam gerak dan motoriknya
c. ABK yang memiliki masalah dalam belajar
d. ABK yang memiliki masalah dalam tingkah lakunya
Dari masalah yang disandang dan karakteristik setiap jenis ABK maka menuntut
adanya penyesuaian dan modifikasi dalam pengajaran Pendidikan Jasmani bagi ABK.
Penyesuaian dan modifikasi dari pengajaran penjas bagi ABK dapat terjadi pada:
a. Modifikasi aturan main dari aktifitas pendidikan jasmani.
b. Modifikasi keterampilan dan tehniknya .
c. Modifikasi tehnik mengajarnya.
d. Modifikasi lingkungannya termasuk ruang, fasilitas dan peralatannya
Seorang ABK yang satu dengan yang lain, kebutuhan aspek yang dimodifikasi
tidak sama. ABK yang satu mungkin membutuhkan modifikasi tempat dan arena
bermainnya. ABK yang lain mungkin membutuhkan modifikasi alat yang dipakai dalam
kegiatan tersebut. Tetapi mungkin yang lain lagi disamping membutuhkan modifikasi
area bermainnya juga butuh modifikasi alat dan aturan mainnya. Demikian pula
seterusnya, tergatung dari jenis masalah, tingkat kemampuan dan karakteristik dan
kebutuhan pengajaran dari setiap jenis ABK.
SOSIOLOGI OLAHRAGA
Kajian olahraga terhadap ilmu olahraga diawali dengan keterlibatan sosiologi sebagai
salah satu ilmu yang digunakan untuk mengkaji fenomena keolahragaan. Konsep
sosiologi dipaparkan sebagai dasar untuk memahami konsep-konsep sosiologi olahraga,
khususnya berkaitan dengan proses sosial yang menyebabkan terjadinya dinamika dan
perubahan nilai keolahragaan dari waktu ke waktu. Fenomena olahraga mengalami
perkembangan begitu pesat sampai kedalam seluruh aspek olahraga. Olahraga tidak
hanya dilakukan untuk tujuan kebugaran badan dan kesehatan, tetapi juga menjangkau
aspek politik, ekonomi, sosial,dan budaya. Oleh karenanya pemecahan masalah dalam
olahraga dilakukan dengan pendekatan inter-disiplin, dan salah satu disiplin ilmu yang
dimanfaatkan adalah sosiologi.
Dari sisi pelaku dan proses sosial yang terbentuk, semakin memantapkan keyakinan
bahwa olahraga merupakan kegiatan yang kecil dan dilakukan dalam perikehidupan
masyarakat, artinya fenomena-fenomena sosial yang terjadi dalam masyarakat telah
tercermin dalam aktivitas olahraga dengan terdapatnya nilai, norma, pranata, kelompok,
lembaga, peranan, status, dan komunitas.
Sosiologi berupaya mempelajari masyarakat dipandang dari aspek hubungan antar
individu atau kelompok secara dinamis, sehingga terjadi perubahan-perubahan sebagai
wujud terbentuknya dan terwarisinya tata nilai dan budaya bagi kesejahteraan pelakunya
untuk peningkatan harkat dan martabat kemanusiaan secara utuh menyeluruh. Manusia
memiliki hasrat bermain dan bergerak sebagai wujud nyata aktualisasi dirinya untuk
mengembangkan dan membina potensi yang dimilikinya yang berguna bagi keperluan
hidup sehari-hari. Olahraga yang kita lihat pada era sekarang pada hakekatnya
merupakan aktivitas gerak fisik yang sudah mengalami pelembagaan formal. Disana
terdapat nilai dan norma baku yang bersifat mengikat para pelaku, penyelenggara, dan
penikmatnya agar olahraga bisa berlangsung dengan adil, tertib, dan aman.
A.PENGERTIAN SOSIOLOGI
Secara umum, sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari masyarakat dan proses-
proses social yang terjadi di dalamnya antar hubungan manusia dengan manusia, secara
individu maupun kelompok, baik dalam suasana formal maupun material, baik statis
maupun dinamis.
Menurut Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, sosiologi diartikan sebagai ilmu
masyarakat yang mempelajari struktur sosial dan proses sosial,termasuk perubahan
sosial. Struktur sosial adalah keseluruhan jalinan antara unsur-unsur sosial yang pokok
yaitu kaidah sosial (norma), lembaga sosial, kelompok serta lapisan sosial. Proses social
adalah pengaruh timbale balik antara berbagai segi kehidupan bersama, misalnya
pengaruh timbale balik antara kemampuan ekonomi yang tinggi dengan stabilitas politik
dan hukum, stabilitas politik dengan budaya, dan sebagainya.
Telaah yang lebih dalam tentang sifat hakiki sosiologi akan menampakkan beberapa
karakteristiknya yaitu :
1.Sosiologi adalah ilmu sosial berbeda jika dibandingkan dengan ilmu alam /
kerohanian.
2.Sosiologi merupakan disiplin ilmu kategori bukan normatif, artinya bersifat non etis
yakni kajian dibatasi pada apa yang terjadi, sehingga tidak ada penilaian dalam proses
pemerolehan dan penyusunan teori.
3.Sosiologi merupakan disiplin ilmu pengetahuan murni, bukan ilmu pengetahuan
terapan, artinya kajian sosiologi ditujukan untuk membentuk dan mengembangkan ilmu
pengetahuan secara abstrak.
4.Sosiologi meupakan ilmu pengetahuan empiris dan rasional artinya didasarkan pada
observasi obyektif terhadap kenyataan dengan menggunakan penalaran.
5.Sosiologi bersifat teoritis yaitu berusaha menyusun secara abstrak dari hasil observasi.
Abstrak merupakan kerangka unsur yang tersusun secara logis, bertujuan untuk
menjelaskan hubungan sebab akibat berbagai fenomena.
6.Sosiologi bersifat komulatif, artinya teori yang tersusun didasarkan pada teori yang
mendahuluinya.
Obyek suatu disiplin ilmu dibedakan menjadi obyek material dan obyek formal. Obyek
material adalah sesuatu yang menjadi bidang/kawasan kajian ilmu, sedang obyek formal
adalah sudut pandang / paradigma yang digunakan dalam mengkaji obyek material.
Sebagai ilmu sosial,obyek material sosiologi adalah masyarakat, sedang obyek
formalnya adalah hubungan antar manusia, dan proses yang timbul dari hubungan
manusia dalam masyarakat. Konsepsi masyarakat (society) dibatasi oleh unsur – unsur :
- Manusia yang hidup bersama.
- Hidup bersama dalam waktu yang relatif lama.
- Mereka sadar sebagai satu kesatuan.
- Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama yang mampu melahirkan
kebudayaan.
Secara khusus, sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari masyarakat dipandang dari
aspek hubungan antara individu atau kelompok. Hubungan yang terjadi karena adanya
proses sosial dilakukan oleh pelaku dengan berbagai karakter, dilakukan melalui
lembaga sosial dengan berbagai fungsi dan struktur sosial. Keadaan seperti ini ternyata
juga terdapat dalam dunia olahraga sehingga sosiologi dilibatkan untuk mengkaji
masalah olahraga.
B.PENGERTIAN SOSIOLOGI OLAHRAGA
Sosiologi olahraga merupakan ilmu terapan, yaitu kajian sosiologis pada masalah
keolahragaan. Proses sosial dalam olahraga menghasilkan karakteristik perilaku dalam
bersaing dan kerjasama membangun suatu permainan yang dinaungi oleh nilai, norma,
dan pranata yang sudah melembaga. Kelompok sosial dalam olahraga mempelajari
adanya tipe-tipe perilaku anggotannya dalam mencapai tujuan bersama, kelompok sosial
biasanya terwadahi dalam lembaga sosial, yaitu organisasi sosial dan pranata. Beragam
pranata yang ada ternyata terkait dengan fenomena olahraga.
C.BIDANG KAJIAN SOSIOLOGI OLAHRAGA
Bidang kajian sosiologi olahraga sangat luas, mengingat hal itu para ahli berupaya
mencari batasan bidang kajian yang relevan misalnya:
a. Heizemann menyatakan bagian dari teori sosiologi yang dimasukkan dalam
ilmu olahraga meliputi:
Sistem sosial yang bersangkutan dengan garis sosial dalam kehidupan
bersama, seperti kelompok olahraga, tim, dan klub olahraga lainnya.
Masalah figure sosial, seperti figure olahragawan, Pembina, yang berkaitan
dengan usia, pendidikan, dan pengalaman.
b. b.Plessner dalam studi sosiologi olahraga menekankan pentingnya perhatian
yang harus diarahkan pada pengembangan olahraga dan kehidupan dalam
industri modern dengan mengkaji teori kompensasi.
c. G Magname menguraikan tentang kedudukan olahraga dalam kehidupan
sehari-hari, masalah olahraga rekreasi, masalah juara, dan hubungan antara
olahraga dengan kebudayaan.
d. John C.Phillips mengkaji tema yang berhubungan dengan olahraga dan
kebudayaan, pertumbuhan, dan rasional dalam olahraga.
e. Abdul Kadir Ateng menawarkan pokok kajian sosiologi olahraga yang
meliputi pranata sosial, seperti sekolah, dan proses sosial seperti
perkembangan status sosial atau prestise dalam kelompok dan masyarakat.
Berikut ini contoh-contoh sosiologi olahraga yang dinyatakan oleh Abdul Kadir Ateng:
- Pelepasan emosi (dengan cara yang dapat diterima masyarakat).
- Pembentukan pribadi (mengembangkan identitas diri)
- Kontrol sosial (penyerasian dan kemampuan prediksi)
- Sosialisasi (membangun perilaku dan nilai-nilai bersama yang sesuai)
- Perubahan sosial (interaksi sosial, asimilasi dan mobilitas)
- Kesadaran (pola tingkah laku yang benar)
- Keberhasilan (cara pencapaian dengan turut aktif atau sebagai penikmat)
CIDERA OLAHRAGA
Cedera sering dialami oleh seorang atlit, seperti cedera goresan, robek pada
ligamen, atau patah tulang karena terjatuh. Cedera tersebut biasanya memerlukan
pertolongan yang profesional dengan segera. Banyak sekali permasalahan yang dialami
oleh atlit olahraga, tidak terkecuali dengan sindrom ini. Sindrom ini bermula dari
adanya suatu kekuatan abnormal dalam level yang rendah atau ringan, namun
berlangsung secara berulang-ulang dalam jangka waktu lama. Jenis cedera ini terkadang
memberikan respon yang baik bagi pengobatan sendiri.
Tak ada yang menyangkal jika olahraga baik untuk kebugaran tubuh dan
melindungi kita dari berbagai penyakit. Namun, berolahraga secara berlebihan dan
mengabaikan aturan berolahraga yang benar, malah mendatangkan cedera yang
membahayakan dirinya sendiri.
Ada beberapa hal yang menyebabkan cedera akibat aktivitas olahraga yang salah.
Menurut Wijanarko Adi Mulya, pengurus PBSI (persatuan bulutangkis seluruh
Indonesia) Jawa Timur, aktivitas yang salah ini karena pemanasan tidak memenuhi
syarat, kelelahan berlebihan terutama pada otot, dan salah dalam melakukan gerakan
olahraga. Kasus cedera yang paling banyak terjadi, biasanya dilakukan para pemula
yang biasanya terlalu berambisi menyelesaikan target latihan atau ingin meningkatkan
tahap latihan. Cedera akibat berolahraga paling kerap terjadi pada atlet, tak terkecuali
atlet senior. Biasanya itu terjadi akibat kelelahan berlebihan karena panjangnya waktu
permainan (misalnya ada babak tambahan) atau terlalu banyaknya partai pertandingan
yang harus diikuti. Cara yang lebih efektif dalam mengatasi cedera adalah dengan
memahami beberapa jenis cedera dan mengenali bagaimana tubuh kita memberikan
respon terhadap cedera tersebut. Juga, akan dapat untuk memahami tubuh kita, sehingga
dapat mengetahui apa yang harus dilakukan untuk mencegah terjadinya cedera,
bagaimana mendeteksi suatu cedera agar tidak terjadi parah, bagaimana mengobatinya
dan kapan meminta pengobatan secara profesional (memeriksakan diri ke dokter).
Perawatan dan pencegahan cedera di perguruan tinggi. Khususnya para mahasiswa
pendidikan jasmani. Makalah ini mencakup agar mahasiswa mampu melaksanakan dan
faham tentang prinsip-prinsip, faktor-faktor perawatan cedera dalam olahraga serta
dapat mempraktekkanya pada saat menempuh perkuliahan maupun setelah lulus dan
menjadi guru pendidikan jasmani di sekolah.
Di dalam makalah ini kita dapat mengetahui manfaat dan kerugian dari Cedera Olahraga
tersebut. Baik cedera olahraga yang ringan maupun cedera olahraga yang berat. Sebagai
calon guru pendidikan jasmani kita harus tahu bagaimana mengkondisikan siswa-siswa
supaya meringankan terjadinya cedera olahraga.
Olahraga bertujuan untuk menyehatkan badan, memberikan kebugaran jasmani selama
cara-cara melakukannya sudah dalam kondisi yang benar. Apakah semua macam
olahraga bisa menimbulkan cedera?
Cedera yang dialami tergantung dari macamnya olahraga, misalnya olahrag sepak bola,
tenis meja, balapan tentu memberikan resiko cedera yang berbeda-beda.
Kegiatan olahraga sekarang ini telah benar-benar menjadikan bagian masyarakat kita,
baik pada masyarakat atau golongan dengan sosial ekonomi yang rendah sampai yang
paling baik. Telah menyadari kegunaan akan pentingnya latihan-latihan yang teratur
untuk kesegaran dan kesehatan jasmani dan rohani.
Seseorang melakukan olahraga dengan tujuan untuk mendapatkan kebugaran jasmani,
kesehatan maupun kesenangan bahkan ada yang sekedar hobi, sedangkan atlit baik
amatir dan profesional selalu berusaha mencapai prestasi sekurang-kurangnya untuk
menjadi juara. Namun beberapa faktor yang mempunyai peran perlu diperhatikan antara
lain :
a. Usia Kesehatan Kebugaran
Menurut pengetahuan yang ada pada saat ini, apa yang disebut proses digenerasi mulai
berlangsung pada usia 30 tahun, dan fungsi tubuh akan berkurang 1% pertahun (Rule of
one), ini berarti bahwa kekuatan dan kelentukan jaringan akan mulai berkurang akibat
proses degenerasi, selain itu jaringan menjadi rentan terhadap trauma. Untuk
mempertahankan kondisi agar tidak terjadi pengurangan fungsi tubuh akibat degenerasi,
maka latihan sangat diperlukan guna mencegah timbulnya Atrofi, dengan demikian
bahwa usia memegang peranan.
b. Jenis Kelamin
Sistem hormon pada tubuh manusia berbeda dengan wanita, demikian pula dengan
bentuk tubuh, mengingat perbedaan dan perubahan fisik, maka tidak semua jenis
olahraga cocok untuk semua golonganusia atau jenis kelamin. Hal ini apabila
dipaksakan, maka akan timbul cedera yang sifatnya pun juga tertentu untuk jenis
olahraga tertentu
c. Jenis Olahraga
Kita tahu bahwa setiap macam olahraga, apapun jenisnya, mempunyai peraturan
permainan tertentu dengan tujuan agar tidak menimbulkan cedera, peraturan tersebut
merupakan salah satu mencegahnya.
d. Pengalaman Teknik Olahraga
Untuk melaksanakan olahraga yang baik agar tujuan tercapai perlu persiapan dan
latihan antara lain :
Metode atau cara berlatihnya.
o Tekniknya agar tidak terjadi “over use”.
e. Sarana atau Fasilitas
Walaupun telah diusahakan dengan baik kemungkinan cedera masih timbul akibat
sarana yang kurang memadai
f. Gizi
Olahraga memerlukan tenaga untuk itu perlu gizi yzng baik, selain itu gizi menentukan
kesehatan dan kebugaran.
Dalam ilmu kedokteran sangat jelas bahwa dengan olahraga yang teratur memegang
peranan untuk memperoleh badan yang sehat, menghindari penyakit-penyakit seperti
penyakit jantung, serta menunda proses-proses degeneratif yang tidak bisa dihindari
oleh proses penuaan. Keadaan akan pentingnya serta keuntungan yang diakibatkan oleh
olahraga adalah sesuai dengan perubahan-perubahan kondisi sosial dan ekonomibila
kita menilai beragam olahraga, ada permainan-permainan tertentu yang bersifat
kompetitif untuk dipertandingkan dimana masing-masing individu harus bisa mencapai
prestasi maksimal untuk mencapai kemenangan, ini yang sering mengundang terjadinya
cedera olahraga, namun dapat dihindari bila faktor-faktor penyebab serta peralatan
olahraga tersebut diperhatikan.
Dalam cedera macam-macan pula derajat cederanya mulai dari yang ringan sampai
yang sangat berat, karena faktornya: jenis kelamin, derajat cedera, ukuran tubuh,
anatomi, kesegaran aerobik, kekuatan otot, kekuatan, kelemahan ligamen, kontrol
motorik pusat, kejiwaan, kemampuan mental merupakan faktor-faktor dalam
kecenderungan cedera.
B. Kerangka Berfikir
Tujuan utama dalam mempelajari tentang cedera olahraga adalah supaya mahasiswa
atau buru pendidikan jasmani mengetahui bagaimana menangani cedera olahraga dan
bagaiman mencegahnya. Untuk tidak menjadi kabur tentang perbedaan banyak ragam
jenis cedera maka perlu diberikan penjelasan tentang pengertian cedera, yaitu :
1. Cedera
Cedera adalah suatu akibat daripada gaya-gaya yang bekerja pada tubuh atau sebagian
daripada tubuh dimana melampaui kemampuan tubuh untuk mengatasinya, gaya-gaya
ini bisa berlangsung dengan cepat atau jangka lama.
Dapat dipertegas bahwa hasil suatu tenaga atau kekuatan yang berlebihan dilimpahkan
pada tubuh atau sebagian tubuh sehingga tubuh atau bagian tubuh tersebut tidak dapat
menahan dan tidak dapat menyesuaikan diri.
Harus diingat bahwa setiap orang dapat terkena celaka yang bukan karena kegiatan
olahraga, biarpun kita telah berhati-hati tetapi masih juga celaka, tetapibila kita berhati-
hati kita akan bisa mengurangi resiko celaka tersebut.
2. Cedera Olahraga
Kegiatan olahraga yang sekarang terus dipacu untuk dikembangkan dan ditingkatkan
bukan hanya olahraga prestasi atau kompetisi, tetapi olahraga juga untuk kebugaran
jasmani secara umum. Kebugaran jasmani tidak hanya punya keuntungan secara
pribadi, tetapi juga memberikan keuntungan bagi masyarakat dan negara. Oleh karena
itu kegiatan olahraga sekarang ini semakin mendapat perhatian yang luas.
Bersamaan dengan meningkatnya aktivitas keolahragaan tersebut, korban cedera
olahraga juga ikut bertambah. Sangat disayangkan jika hanya karena cedera olahraga
tersebut para pelaku olahraga sulit meningkatkan atau mempertahankan prestasi.
“Cedera Olahraga” adalah rasa sakit yang ditimbulkan karena olahraga, sehingga dapat
menimbulkan cacat, luka dan rusak pada otot atau sendi serta bagian lain dari tubuh.
Cedera olahraga jika tidak ditangani dengan cepat dan benar dapat mengakibatkan
gangguan atau keterbatasan fisik, baik dalam melakukan aktivitas hidup sehari-hari
maupun melakukan aktivitas olahraga yang bersangkutan. Bahkan bagi atlit cedera ini
bisa berarti istirahat yang cukup lama dan mungkin harus meninggalkan sama sekali
hobi dan profesinya. Oleh sebab itu dalam penaganan cedera olahraga harus dilakukan
secara tim yang multidisipliner.
Cedera olahraga dapat digolongkan 2 kelompok besar :
a. Kelompok kerusakan traumatik (traumatic disruption) seperti : lecet, lepuh, memar,
leban otot, luka, “stram” otot, “sprain” sendi, dislokasi sendi, patah tulang, trauma
kepala-leher-tulang belakang, trauma tulang pinggul, trauma pada dada, trauma pada
perut, cedera anggota gerak atas dan bawah.
b. Kelompok “sindroma penggunaan berlebihan” (over use syndromes), yang lebih
spesifik yang berhubungan dengan jenis olahraganya, seperti : tenis elbow, golfer’s
elbow swimer’s shoulder, jumper’s knee, stress fracture pada tungkai dan kaki.
C. Macam Cedera Olahraga
Didalam menangani cedera olahraga (sport injury) agar terjadi pemulihan seorang atlit
untuk kembali melaksanakan kegiatan dan kalau perlu ke prestasi puncak sebelum
cedera.
Kita ketahui penyembuhan penyakit atau cedera memerlukan waktu penyembuhan yang
secara alamiah tidak akan sama untuk semua alat (organ) atau sistem jaringan ditubuh,
selain itu penyembuhan juga tergantung dari derajat kerusakan yang diderita, cepat
lambat serta ketepatan penanggulangan secara dini.
Dengan demikian peran seseorang yang berkecimpung dalam kedokteran olahraga perlu
bekal pengetahuan mengenai penyembuhan luka serta cara memberikan terapi agar
tidak menimbulkan kerusakan yang lebih parah, sehingga penyembuhan serta
pemulihan fungsi, alat dan sistem anggota yang cedera dapat dicapai dalam waktu
singkat untuk mencapai prestasi kembali, maka latihan untuk pemulihan dan
peningkatan prestasi sangat diperlukan untuk mempertahankan kondisi jaringan yang
cedera agar tidak terjadi penecilan otot (atropi).
Agar selalu tepat dalam menangani kasus cedera maka sangat diperlukan adanya
pengetahuan tentang macam-macam cedera.
D. Klasifikasi Cedera Olahraga
Secara umum cedera olahraga diklasifikasikan menjadi 3 macam, yaitu :
a. Cedera tingkat 1 (cedera ringan)
Pada cedera ini penderita tidak mengalami keluhan yang serius, namun dapat
mengganggu penampilan atlit. Misalnya: lecet, memar, sprain yang ringan.
b. Cedera tingkat 2 (cedera sedang)
Pada cedera tingkat kerusakan jaringan lebih nyata berpengaruh pada performance atlit.
Keluhan bias berupa nyeri, bengkak, gangguan fungsi (tanda-tanda inplamasi) misalnya:
lebar otot, straing otot, tendon-tendon, robeknya ligament (sprain grade II).
c. Cedera tingkat 3 (cedera berat)
Pada cedera tingkat ini atlit perlu penanganan yang intensif, istirahat total dan mungkin
perlu tindakan bedah jika terdapat robekan lengkap atau hamper lengkap ligament
(sprain grade III) dan IV atau sprain fracture) atau fracture tulang.
d. Strain dan Sprain
Strain dan sprain adalah kondisi yang sering ditemukan pada cedera olahraga.
1. Strain
Straing adalah menyangkut cedera otot atau tendon. Straing dapat dibagi atas 3
tingkat, yaitu :
a) Tinkat 1 (ringan)
Straing tingkat ini tidak ada robekan hanya terdapat kondisi inflamasi ringan, meskipun
tidak ada penurunan kekuatan otot, tetapi pada kondisi tertentu cukup mengganggu atlit.
Misalnya straing dari otot hamstring (otot paha belakang) akan mempengaruhi atlit
pelari jarak pendek (sprinter), atau pada baseball pitcher yang cukup terganggu dengan
strain otot-otot lengan atas meskipun hanya ringan, tetapi dapat menurunkan endurance
(daya tahannya).
b) Tingkat 2 (sedang)
Strain pada tingkat 2 ini sudah terdapat kerusakan pada otot atau tendon, sehingga dapat
mengurangi kekuatan atlit.
c) Tingkat 3 (berat)
Straing pada tingkat 3 ini sudah terjadi rupture yang lebih hebat sampai komplit, pada
tingkat 3 diperlukan tindakan bedah (repair) sampai fisioterapi dan rehabilitasi.
2. Sprain
Sprain adalah cedera yang menyangkut cedera ligament. Sprain dapat dibagi 4 tingkat,
yaitu :
a) Tingkat 1 (ringan)
Cedera tingkat 1 ini hanya terjadi robekan pada serat ligament yang terdapat hematom
kecil di dalam ligamen dan tidak ada gangguan fungsi.
b) Tingkat 2 (sedang)
Cedera sprain tingkat 2 ini terjadi robekan yang lebih luas, tetapi 50% masih baik. Hal
ini sudah terjadi gangguan fungsi, tindakan proteksi harus dilakukan untuk
memungkinkan terjadinya kesembuhan. Imobilisasi diperlukan 6-10 minggu untuk
benar-benar aman dan mungkin diperlukan waktu 4 bulan. Seringkali terjadi pada atlit
memaksakan diri sebelum selesainya waktu pemulihan belum berakhir dan akibatnya
akan timbul cedera baru lagi.
c) Tingkat 3 (berat)
Cedera sprain tingkat 3 ini terjadinya robekan total atau lepasnya ligament dari tempat
lekatnya dan fungsinya terganggu secara total. Maka sangat penting untuk segera
menempatkan kedua ujung robekan secara berdekatan.
d) Tingkat 4 (Sprain fraktur)
Cedera sprain tingkat 4 ini terjadi akibat ligamennya robek dimana tempat lekatnya
pada tulang dengan diikuti lepasnya sebagian tulang tersebut.
E. Penyebab dan Pencegahan pada cedera olahraga
Cedera olahraga perlu diperhatikan terutama bagi para pelatih, guru pendidikan jasmani,
maupun pemerhati olahraga khususnya yang mempunyai atlit cedera olahraga.
Sekarang hendakna kita satukan bahasa dahulu bahwa yang paling sental dalam
pengelolaan cedera bukanlah tenaga medis tetapi pelatih olahraga, yaitu orang yang
paling dekat dengan atlit. Sebaik apapun tim medis disiapkan akan kalah dibandingkan
dengan kita menyiapkan para pelatih olahraga yang tahu tentang olahraga.
Pulih tidaknya cedera sebagian besar tergantung tindakan pertama pada saat cedera.
Cedera ringan tidak kalah berbahayanya dari cedera berat terhadap masa depan atlit.
Dalam rangka persiapan menghadapi suatu event. Mengistirahatkan atlit boleh
dikatakan mustahil karena waktu yang tersedia selalu terbatas. Disinilah muncul seni
yang tinggi tentang pengelolaan atlit yang cedera.
Pelatih harus menyadari bahwa tiap olahraga mempunyai kecenderungan cedera yang
berbeda. Sebagai pelatih, guru pendidikan jasmani haruslah mengetahui cara
pencegahan ataupun pertolongan pertama secara benar.
Banyak sekali penyebab-penyebab cedera olahraga yang perlu diperhatikan, sehingga
para atlit dapat menepis atau menghindari kecenderungan untuk cedera olahraga.
F. Penyebab Cedera Olahraga
Beberapa faktor penting yang ada perlu diperhatikan sebagai penyebab cedara olahraga.
1. Faktor olahragawan/olagragawati
a. Umur
Faktor umur sangat menentukan karena mempengaruhi kekuatan serta kekenyalan
jaringan. Misalnya pada umur 30-40 tahun raluman kekuatan otot akan relative
menurun. Elastisitas tendon dan ligament menurun pada usia 30 tahun. Kegiatan-
kegiatan fisik mencapai puncaknya pada usia 20-40 tahun.
b. Faktor pribadi
Kematangan (motoritas) seorang olahraga akan lebih mudah dan lebih sering
mengalami cedera dibandingkan dengan olahragawan yang sudah berpengalaman.
c. Pengalaman
Bagi atlit yang baru terjun akan lebih mudah terkena cedera dibandingkan dengan
olahragawan atau atlit yang sudah berpengalaman.
d. Tingkat latihan
Betapa penting peran latihan yaitu pemberian awal dasar latihan fisik untuk
menghindari terjadinya cedera, namun sebaliknya latihan yang terlalu berlebihan bias
mengakibatkan cedera karena “over use”.
e. Teknik
Perlu diciptakan teknik yang benar untuk menghindari cedera. Dalam melakukan teknik
yang salah maka akan menyebabkan cedera.
f. Kemampuan awal (warming up)
Kecenderungan tinggi apabila tidak dilakukan dengan pemanasan, sehingga terhindar
dari cedera yang tidak di inginkan. Misalnya : terjadi sprain, strain ataupun rupture
tendon dan lain-lain.
g. Recovery period
Memberi waktu istirahat pada organ-organ tubuh termasuk sistem musculoskeletal
setelah dipergunakan untuk bermain perlu untuk recovery (pulih awal) dimana kondisi
organ-organ itu menjadi prima lagi, dengan demikaian kemungkinan terjadinya cedera
bisa dihindari.
h. Kondisi tubuh yang “fit”
Kondisi yang kurang sehat sebaiknya jangan dipaksakan untuk berolahrag, karena
kondisi semua jaringan dipengaruhi sehingga mempercepat atau mempermudah
terjadinya cedera.
i. Keseimbangan Nutrisi
Keseimbangan nutrisi baik berupa kalori, cairan, vitamin yang cukup untuk kebutuhan
tubuh yang sehat.
j. Hal-hal yang umum
Tidur untuk istirahat yang cukup, hindari minuman beralkohol, rokok dan yang lain.
2. Peralatan dan Fasilitas
Peralatan : bila kurang atau tidak memadai, design yang jelek dan kurang baik akan
mudah terjadinya cedera.
Fasilitas : kemungkinan alat-alat proteksi badan, jenis olahraga yang bersifat body
contack, serta jenis olahraga yang khusus.
3. Faktor karakter dari pada olahraga tersebut
Masing-masing cabang olahrag mempunyai tujuan tertentu. Missal olahraga yang
kompetitif biasanya mengundang cedera olahraga dan sebagainya, ini semua harus
diketahui sebelumnya.
G. Pencegahan Cedera
Mencegah lebih baik daripada mengobati, hal ini tetap merupakan kaidah yang harus
dipegang teguh. Banyak cara pencegahan tampaknya biasa-biasa saja, tetapi masing-
masing tetaplah memiliki kekhususan yang perlu diperhatikan.
1. Pencegahan lewat keterampilan
Pencegahan lewat keterampilan mempunyai andil yang besar dalam pencegahan cedera
itu telah terbukti, karena penyiapan atlit dan resikonya harus dipikirkan lebih awal.
Untuk itu para atlit sangat perlu ditumbuhkan kemampuan untuk bersikap wjar atau
relaks. Dalam meningkatkan atlit tidak cukup keterampilan tentang kemampuan fisik
saja namun termasuk daya pikir, membaca situasi, mengetahui bahaya yang bisa terjadi
dan mengurangi resiko. Pelatih juga harus mampu mengenali tanda-tanda kelelahan
pada atlitnya, serta harus dapt mengurangi dosis latihan sebelum resiko cedar timbul.
a) Mengurangnya antusiasme atau kurang tanggap
b) Kulit dan otot terasa mengembang
c) Kehilangan selera makan
d) Gangguan tidur, sampai bangun masih terasa lelah
e) Meningkatnya frekuensi jantung saat istirahat
f) Penurunan berat badan
g) Melambatnya pemulihan
h) Cenderung menghindari latihan atau pertandingan
2. Pencegahan lewat Fitness
Fitness secara terus menerus mampu mencegah cedera pada atlit baik cedera otot, sendi
dan tendo, serta mampu bertahan untuk pertandingan lebih lama tanpa kelelahan.
a. Strength
Otot lebih kuat jika dilatih, beban waktu latihan yang cukup sesuai nomor yang
diinginkan untuk. Untuk latihan sifatnya individual, otot yang dilatih benar-benar tidak
mudah cedera.
b. Daya tahan
Daya tahan meliputi endurance otot, paru dan jantung. Daya tahan yang baik berarti
tidak cepat lelah, karena kelelahan mengundang cedera.
c. Pencegahan lewat makanan
Nutrisi yang baik akan mempunyai andil mencegah cedera karena memperbaiki proses
pemulihan kesegaran diantara latihan-latihan.
Makan harus memenuhi tuntutan gizi yang dibutuhkan atlit sehubungan dengan
latihannya.
Atlit harus makan-makanan yang mudah dicerna dan yang berenergi tinggi kira-kira 2,5
jam sebelum latihan atau pertandingan.
Pencegahan lewat Warming up ada 3 alasan kenapa warm up harus dilakukan :
· Untuk melenturkan (stretching) otot, tendon dan ligament utama yang akan dipakai.
· Untuk menaikkan suhu terutama bagian dalam seperti otot dan sendi.
· Untuk menyiapkan atlit secara fisik dan mental menghadapi tugasnya.
d. Pencegahan lewat lingkungan
Banyak terjadi bahwa cedera karena lingkungan. Seorang atlit jatuh karena tersandung
sesuatu (tas, peralatan yang tidak ditaruh secara baik) dan cedera. Harusnya
memperhatikan peralatan dan barang ditaruh secara benar agar tidak membahayakan.
e. Peralatan
Peralatan yang standart punya peranan penting dalam mencegah cedera. Kerusakan alat
sering menjadi penyebab cedera pula, contoh yang sederhan seperti sepatu. Sepatu
adalah salah satu bagian peralatan dalam berolahraga yang mendapat banyak perhatian
para ahli. Masing-masing cabang olahraga umumnya mempunyai model sepatu dengan
cirinya sendiri. Yang paling banyak dibicarakan adalah sepatu olahraga lari. Hal ini di
hubungkan dengan dominanya olahraga lari, baik yang berdiri sendiri maupun sebagai
bagian dari orang lain.
Sepatu yang baiksangat membantu kenyamanan berolahraga dan dapat memperkecil
resiko cedera olahraga.
Kontruksi sepatu
Sepatu lari yang baik mempunyai cirri-ciri kontruksi sebagai berikut :
1) Sol relative tebal dan kuat, tetapi cukup elastic sehingga mampu meredam benturan.
Biasanya mempunyai permukaan yang tidak rata (bergelombang atau berkembang-
kembang).
2) Tumit harus sedikit lebih tinggi dari bagian depan ½ inci (1,3 cm).
3) Bagian belakang “counter” ditinggikan sedikit sebagai “Achilles pad” dengan tujuan
mencegah cedera tendon Achilles.
4) Terdapat “arch support” yang baik.
5) Harus cukup fleksibel, bisa dibengkokkan dengan mudah.
6) “Heel counter” harus kuat dan kaku.
7) Berat sepatu sekitar 238-340 gram.
Sepatu dikatakan pas jika jarak antara ujung jari kaki dengan bagian depan sepatu
selebar satu jari tangan (1,5 cm), bagian yang lebar dari kaki pas dengan bagian lebar
dari sepatu, serta tumit “terpegang” dengan pas pada “counter” (bagian belakang
sepatu). Pengepasan sepatu harus dengan memakai kaos kaki (harus cukup empuk dan
tebal) yang bisa digunakan.
f. Medan
Medan dalam menggunakan latihan atau pertandingan mungkin dari alam, buatan atau
sintetik, keduanya menimbulkan masalah. Alam dapat selalu berubah-ubah karena
iklim, sedang sintetik yang telah banyak dipakai juga dapat rusak. Yang terpenting atlit
mampu menghalau dan mengantisipasi hal-hal penyebab cedera.
g. Pencegahan lewat pakaian
Pakaian sangat tergantung selera tetapi haruslah dipilih dengan benar, seperti kaos,
celana, kaos kaki, perlu mendapat perhatian. Misalnya celana jika terlalu ketat dan tidak
elastis maka dalam melakukan gerakan juga tidak bebas. Khususnya atletik, sehingga
menyebabkan lecet-lecet pada daerah selakangan dan bahkan akan mempengaruhi
penampilan atlit.
h. Pencegahan lewat pertolongan
Setiap cedera memberi tiap kemungkinan untuk cedera lagi yang sama atau yang lebih
berat lagi. Masalahnya ada kelemahan otot yang berakibat kurang stabil atau kelainan
anatomi, ketidakstabilan tersebut penyebab cedera berikutnya. Dengan demikian dalam
menangani atau pemberian pertolongan harus kondisi benar dan rehabilitasi yang tepat
pula.
i. Implikasi terhadap pelatih
Sikap tanggung jawab dan sportifitas dari pelatih, official, tenaga kesehatan dan atlitnya
sendiri secara bersama-sama. Yakinkan bahwa atlitnya memang siap untuk tampil, bila
tidak janganlah mencoba-coba untuk ditampilkan dari pada mengundang permasalahan.
Sebagai pelatih juga perlu memikirkan masa depan atlit merupakan faktor yang lebih
penting.
H. Perawatan dan Pengobatan cedera olahraga
Dalam melakukan perawatan dan pengobatan cedera olahraga terlebih dahulu
mengetahui dan apa yang harus dikerjakan. Terdapat pendarahan tidak, fruktur tulang
(patah tulang) dan sebagainya, atau mungkin terjadi kerusakan pembuluh darah kecil
atau besar (pendarahan dibawah kulit) di daerah itu. Bila ini terjadi akan ada warna
ungu, nyeri dan bengkak.
A. Penanganan pendarahan
Penanganan cedera dinilai lewat tingkatan cedera berdasarkan adanya pendarahan lokal.
1. Akut (0-24 jam)
Terjadi cedera antara saat kejadian sampai proses pendarahan berhenti, biasanya
samapai 24 jam. Dalam pertolongan yang benar dapat mempersingkat periode ini.
2. Sub-Akut (24-48 jam)
Pada saat masa akut telah berakhir, pendarahan telah berhenti, tetapi bisa berdarah
kembali. Bila pertolongan tidak benar dapat kembali ke tingkat akut dan berdarah
kembali.
3. Tingkat lanjut (48 jam sampai lebih)
Pendarahan telah berhenti, dan kecil kemungkinan kembali ke tingkat akut, pada saat ini
penyembuhan telah mulai. Dengan pertolongan yang baikmasa ini dapat
mempersingkat. Pelatih harus sangat mahir dalam hal ini agar tahu kapan harus
meminta pertolongan dokter.
B. Penanganan pertama
Pulihnya atlit dan mampu aktif kembali sangat tergantung dari keputusan yang dibuat
saat terjadi cedera, serta pertolongan yang diberikan. Bila dokter tidak ada, maka
terpaksa pelatih harus memutuskan sendiri, keadaan ini paling banyak berlaku.
Pelatih harus mampu memutuskan apakah atlit terus atau berhenti, untuk cedera yang
berat keputusannya sangat mudah diambil, tetapi untuk cedera yang ringan
keputusannya menjadi sangat sulit. Bila ragu istirahatkan atlit anda, pelatih sebaiknya
mampu melakukan pemeriksaan praktis fungsional dilapangan.
C. Penanganan rehabilitasi medik
Pada terjadinya cedera olahraga upaya rehabilitasi medik yang sering digunakan
adalah :
1. Pelayanan spesialistik rehabilitasi medik
2. Pelayanan fisioterapi
3. Pelayanan alat bantu (ortesa)
4. Pelayananpengganti tubuh (protesa)
Penangana rehabilitasi medik harus sesuai dengan kondisi cedera.
a. Penanganan rehabilitasi medik pada cedera olahraga akut.
Cedera akut ini terjadi dalam waktu 0-24 jam. Yang paling penting adalah
penangananya. Pertama adalah evaluasi awal tentang keadaan umum penderita, untuk
menentukan apakah ada keadaan yang mengancam kelangsungan hidupnya. Bila ada
tindakan pertama harus berupa penyelamatan jiwa. Setelah diketahui tidak ada hal yang
membahayakan jiwa atau hal tersebut telah teratasi maka dilanjutkan upaya yang
terkenal yaitu RICE :
R – Rest : diistirahatkan adalah tindakan pertolongan pertama yang esensial
penting untuk mencegah kerusakan jaringan lebih lanjut.
I – Ice : terapi dingin, gunanya mengurangi pendarahan dan meredakan rasa nyeri.
C – Compression : penekanan atau balut tekan gunanya membantu mengurangi
pembengkakan jaringan dan pendarahan lebih lanjut.
E – Elevatin : peninggian daerah cedera gunanya mencegah statis, mengurangi edema
(pembengkakan) dan rasa nyeri.
b. Penanganan rehabilitasi pada cedera olahraga lanjut
Pada masa ini rehabilitasi tergantung pada problem yang ada antara lain berupa :
· Pemberian modalitas terapi fisik
Terapi dingin :
Cara pemberian terapi dingin sebagai berikut :
1. Kompress dingin
Teknik : potongan es dimasukkan dalam kantong yang tidak tembus air lalu
kompreskan pada bagian yang cedera.
Lamanya : 20-30 menit dengan interval kira-kira 10 menit.
2. Masase es
Tekniknya dengan menggosok-gosokkan es yang telah dibungkus dengan lama 5-7
menit, dapat diulang dengan tenggang waktu 10 menit.
3. Pencelupan atau peredaman
Tekniknya yaitu memasukkan tubuh atau bagian tubuh kedalam bak air dingin yang
dicampur dengan es. Lamanya 10-20 menit.
4. Semprot dingin
Tekniknya dengan menyemprotkan kloretil atau fluorimethane kebagian tubuh yang
cedera.
Terapi panas :
Pada umumnya toleransi yang baik pada terapi panas adalah bila diberikan pada fase
subakut dan kronis dari suatu cedera, tetapi panas juga dapat diberikan pada keadaan
akut. Panas yang kita berikan ketubuh akan masuk atau berpenetrasi kedalamnya.
Kedalam penetrasi ini tergantung pada jenis terapi panas yang diberikan seperti yang
terlihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 1 : Pembagian terapi panas menurut kedalaman penetrasinya.
Penetrasi
Macam
Contoh
Dangkal (superfisial)
Dalam(Deep)
Lembab/Basah
Kering
Diatermi
Kompres kain air panas
“Hydrocollator pack”
Mandi uap panas
“Paraffin wax bath”
Hydrotherapy
Kompres botol air panas
Kompres bantal pemanas tenaga listrik
Lampu merah infra
Diatermi gelombang pendek
Diatermi gelombang mikro
Diatermi suara ultra
Secara ringkas efek pemberian panas secara lokal dapat dilihat pada tabel no 2.
Table 2 : Respon fisiologis terhadap panas
1. Panas meningkatkan efek vaskulatik jaringan kolagen.
2. Panas mengurangi dan menghilangkan rasa sakit
3. Panas mengurangi kekakuan sendi
4. Panas mengurangi dan menghilangkan spasme otot
5. Panas meningkatkan sirkulasi darah
6. Panas membantu resolusi infiltrate radang, edema dan eksudasi
7. Panas digunakan sebagai bagian dari terapi kanker
Terapi air (Hydroterapy)
Pada sebagian kasus pemberian terapi air akan banyak menolong. Terapi air dipilih
karena adanya efek daya apung dan efek pembersihan. Jenis terapi ini dapat kita berikan
dengan memakai bak atau kolam air. Teknik lain terapi air adalah “contrast bath” yaitu
dengan menggunakan dua buah bejana. Satu buah diisi air hangat suhu 40,5-43,3 C dan
satunya lagi diisi air dingin dengan suhu 10-15 C. anggota gerak yang cedera bergantian
masuk ke bejana secara bergantian dengan jarak waktu.
Perangsangan listrik
Perangsangan listrik mempunyai efek pada otot yang normal maupun otot yang
denervasi. Efek rangsangan listrik pada otot normal antara lain relaksasi otot spasme, re-
edukasi otot, mengurangi spastisitas dan mencegah terjadinya trombloflebitis. Sedang
pada otot denervasi efeknya meliputi menunda progrese atropi otot, memperbaiki
sirkulasi darah dan nutrisi.
Masase
Dengan menggunakan masase yang lembut dan ringan, kurang lebih satu minggu
setelah trauma mungkin akan dapat mengatasi rasa nyeri tersebut. Dengan syarat
diberikan dengan betul dan dengan dasar ilmiah akan efektif untuk mengurangi bengkak
dan kekakuan otot.
· Pemberian terapi latihan
Waktu untuk memulai terapi latihan tergantung pada macam dan derajat cederanya.
Pada cedera otot misalnya terjadi kerusakan atau robekan serabut otot bagian central
memerlukan waktu pemulihan 3 kali lebih lama dibandingkan dengan robeknya otot
bagian perifer. Sedangkan cedera tulang, persendian (ligament) memerlukan waktu
yang lebih lama.
Terapi latihan yang dapat diberikan, berupa :
1. Latihan luas gerak sendi
2. Latihan peregangan
3. Latihan daya tahan
4. Latihan yang spesifik (untuk masing-masing bagian tubuh)
· Pemberian ortesa (alat Bantu tubuh)
Pada terjadinya cedera olahraga yang akut ortesa terutama berfungsi untuk
mengistirahatkan bagian tubuh yang cedera, sehingga membantu mempercepat proses
penyembuhan dan melindungi dari cedera ulangan. Pada fase berikutnya ortesa dapat
berfungsi lebih banyak, antara lain : ortesa leher, dan support pada anggota gerak
bawah. Mencegah terjadinya deformitas dan meningkatkan fungsi anggota gerak yang
terganggu.
· Pemberian protesa (pengganti tubuh)
Protesa adalah suatu alat Bantu yang diberikan pada atlit yang mengalami cedera dan
mengalami kehilangan sebagian anggota geraknya. Fungsi dari alat ini adalah untuk
menggantikan bagian tubuh yang hilang akibat dari cedera tersebut.
MODIFIKASI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI
Modifikasi pembelajaran pendidikan jasmani penulis anggap penting untuk diketahui
oleh para guru pendidikan jasmani. Diharapkan dengan mereka dapat menjelaskan
pengertian dan konsep modifikasi, menyebutkan apa yang dimodifikasi dan bagaimana
cara memodifikasinya, menyebutkan dan menerangkan beberapa aspek analisis
modifikasi.
Dalam penyelenggaraan program pendidikan jasmani hendaknya mencerminkan
karakteristik program pendidikan jasmani itu sendiri, yaitu “ Developentally
Appropriate Practice” (DAP). Artinya bahwa tugas ajar yang disampaikan harus
memerhatikan perubahan kemampuan atau kondisi anak, dan dapat membantu
mendorong kea rah perubahan tersebut. Dengan demikian tugas ajar tersebut harus
sesuai dengan tingkat perkembangan dan tingkat kematangan anak didik yang diajarnya.
Perkembangan atau kematangan yang dimaksud mencakup fisik, psikis maupun
keterampilannya.
Tugas ajar itu juga harus mampu mengakomodasi setiap perubahan dan perbedaan
karakteristik individu dan mendorongnya kea rah perubahan yang lebih baik.
a. Pernahkah anda membayangkan apakah kita mampu mengakomodasi setiap
perubahan
dan perbedaan karakteristik siswa melalui tugas ajar yang kita berikan ?
b. Apakah keadaan media pembelajaran yang dimiliki sekolah anda bias memfasilitasi
aktivitas pembelajaran pendidikan jasmani secara optimal ?
c. Perlukah kita mengadakan perubahan, penataan atau mengembangkan kemampuan
daya
dukung pendidikan jasmani di sekolah kita ?
d. Upaya apa yang bias kita lakukan agar proses pembelajaran pendidikan jasmani
tersebut bisa memberikan hasil yang lebih baik ?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut mungkin sering muncul manakala kita merenungi tugas
kita sebagai seorang guru pendidikan jasmani yang cukup berat.
2. KONSEP MODIFIKASI
Modifikasi merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh para guru agar
proses pembelajaran dapat mencerminkan DAP. Esensi modifikasi adalah menganalisis
sekaligus mengembangkan materi pelajaran dengan cara meruntunkannya dalam bentuk
aktivitas belajar yang potensial sehingga dapat memperlancar siswa dalam belajarnya.
Cara ini dimaksudkan untuk menuntun, mengarahkan, dan membelajarkan siswa yang
tadinya tidak bisa menjadi bisa, yang tadinya kurang terampil menjadi lebih terampil.
Cara-cara guru memodifikasi pembelajaran akan tercermin dari aktivitas
pembelajarannya yang diberikan guru mulai awal hingga akhir pelajaran. Selanjutnya
guru-guru pendidikan jasmani juga harus mengetahui apa saja yang bisa dan harus
dimodifikasi serta tahu bagaimana cara memodifikasinya. Oleh karena itu, pertanyaan-
pertanyaan berikut harus dipahami dengan sebaik-baiknya.
a. Apa yang dimodifikasi ?
Beberapa aspek analisis modifikasi ini tidak terlepas dari pengetahuan guru tentang
tujuan,karakteristik materi, kondisi lingkungan, dan evaluasinya.
Disamping pengetahuan dan pemahaman yang baik tentang tujuan, karakteristik, materi,
kondisi lingkungan, dan evaluasi, keadaan sarana, prasarana dan media pengajaran
pendidikan jasmani yang dimiliki oleh sekolah akan mewarnai kegiatan pembelajaran
itu sendiri. Dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari yang paling dirasakan oleh para
guru pendidikan jasmani adalah hal-hal yang berkaitan dengan sarana serta prasarana
pendidikan jasmani yang merupakan media pembelajaran pendidikan jasmani sangat
diperlukan.
Minimnya sarana dan prasarana pendidikan jasmani yang dimiliki sekolah-sekolah,
menuntut seorang guru pendidikan jasmani untuk lebih kreatif dalam memberdayakan
dan mengoptimalkan penggunaan sarana dan prasarana yang ada. Seorang guru
pendidikan jasmani yang kreatif akan mampu menciptakan sesuatu yang baru, atau
memodifikasi yang sudah ada tetapi disajikan dengan cara yang semenarik mungkin,
sehingga anak didik akan merasa senang mengikuti pelajaran penjas yang diberikan.
Banyak hal-hal sederhana yang dapat dilakukan oleh guru pendidikan jasmani untuk
kelancaran jalannya pendidikan jasmani.
Guru pendidikan jasmani di lapangan tahu dan sadar akan kemampuannya. Namun
apakah mereka memiliki keberanian untuk melakukan perubahan atau pengembangan –
pengembangan kea rah itu dengan melakukan modifikasi ?
Seperti halnya halaman sekolah, taman, ruangan kosong, parit, selokan dan sebagainya
yang ada dilingkungan sekolah, sebenarnya dapat direkayasa dan dimanfaatkan untuk
kegiatan pembelajaran pendidikan jasmani.
Dengan melakukan modifikasi sarana maupun prasarana, tidak akan mengurangi
aktivitas siswa dalam melaksanakan pelajaran pendidikan jasmani. Bahkan sebaliknya,
karena siswa bisa difasilitasi untuk lebih banyak bergerak, melalui pendekatan bermain
dalam suasana riang gembira. Jangan lupa bahwa kata kunci pendidikan jasmani adalah
“Bermain – bergerak – ceria”.
b. Mengapa Dimodifikasi ?
Lutan (1988) menyatakan : modifikasi dalam mata pelajaran pendidikan jasmani
diperlukan, dengan tujuan agar :
a) Siswa memperoleh kepuasan dalam mengikuti pelajaran
b) Meningkatkan kemungkinan keberhasilan dalam berpartisipasi
c) Siswa dapat melakukan pola gerak secara benar.
Pendekatan modifikasi ini dimaksudkan agar materi yang ada dalam kurikulum dapat
disajikan sesuai dengan tahap-tahap perkembangan kognitif, afektif dan psikomotorik
anak.
Menurut Aussie (1996), pengembangan modifikasi di Australia dilakukan dengan
pertimbangan :
a) Anak-anak belum memiliki kematangan fisik dan emosional seperti orang dewasa;
b) Berolahraga dengan peralatan dan peraturan yang dimodifikasi akan mengurangi
cedera pada anak;
c) Olahraga yang dimodifikasi akan mampu mengembangkan keterampilan anak lebih
cepat
dibanding dengan peralatan standar untuk orang dewasa, dan
d) Olahraga yang dimodifikasi menumbuhkan kegembiraan dan kesenangan pada anak-
anak
dalam situasi kompetitif.
Dari pendapat tersebut dapat diartikan bahwa pendekatan modifikasi dapat digunakan
sebagai suatu alternatif dalam pembelajaran pendidikan jasmani, oleh karenanya
pendekatan ini mempertimbangkan tahap-tahap perkembangan dan karakteristik anak,
sehingga anak akan mengikuti pelajaran pendidikan jasmani dengan senang dan
gembira.
Modifikasi Dalam Pendidikan Jasmani
Hakikat pendidikan jasmani adalah anak dapat melakukan kegiatan menuju olahraga
baik itu dalam bentuk permainan asli atau permaian yang di bentuk dalam model yang
telah dimodifikasi. Kreatifitas guru sangat dibutuhkan olrh guru Penjasorkes dalam
memodifkasi.
Yang menjadi tujuan atau sasaran dalam modikasi pembelajaran penjas adalah :
Konsep dasar pikiran anak adalah bermain. Dari seluruh kegiatan yang mereka lakukan
apabila mereka merasa senang maka mereka akan menganggap hal itu adalah
permainan. Itulah salah satu kehebatan dalam Pendidikan Jasmani. Dalam pembelajaran
Penjas yang di modifikasi banyak sekali anak yang tidak tahu bahwa melalui modifikasi
mereka telah dapat melakukan Sepak Bola, Basket, Volly, Bowling, Base Ball, dan jenis
olahraga lainnya.
Modifikasi pembelajaran Penjas juga menjadi solusi dalam menangani sarana dan
prasarana yang kurang memadai. Hal ini menjadi sangat penting terutama bagi sekolah
yang berada di pedesaan. Akhirnya kreatifitas lagi yang harus diolah agar mereka dapat
menciptakan model modifikasi yang menyenangkan.
Jadi, mengapa kita memodifikasi?
- Kurangnya sarana dan prasarana yang dimiliki oleh sekolah.
- Anak belum memiliki kematangan fisik dan emosonal.
- Olahraga yang dimodifikasi akan mampu menambah ketrampilan gerak anak.
- Menumbuhkan kesenangan dan kegembiraan dalam kondisi pembelajaran yang
kompetitif.
Anak mudah sekali jenuh dengan kegiatan yang ada di sekitar lingkungannya.
Terkadang Guru Penjas melakukan masih meneruskan dengan model pembelajaran
yang sama dan anak mudah sekali bosan dengan hal yang itu-itu saja, namun kembali
lagi kepada kreatifitas Guru Penjas dalam melakukan modifikasi pembelajaran.
Modifikasi dalam pendidikan tidak hanya mencakup dalam jenis permainan dan
peraturan, tetapi juga di dalamnya jenis alat atau sarana dan prasarana.
Lalu apa yang dimodifikasi?
- Ukuran berat dan bentuk peralatan.
- Lapangan permainan.
- Waktu bermain atau lamanya permainan.
- Peraturan permainan atau jumlah pemain.
Sebagai Guru Penjasorkes kita tidak boleh memaksakan anak kedalam model
pembelajaran kita. Terkadang sebagai guru Penjas harus mengoreksi diri mengapa anak
jenuh dan tidak tertarik kepada jenis modifikasi yang kita lakukan. Dari beberapa
jumlah siswa tidak semua siswa cocok dengan model pembelajaran yang kita lakukan.
Jadi terkadang kita juga harus melakukan beberapa tambahan, seperti :
Puzzle.
Matematika.
Bahasa Indonesia.
dan Mata pelajaran yang lain.
karena perlu di ingat, konsep penjas memiliki sasaran kepada Kognitif, Afektif, dan
Psikomotor. Jadi berkreasilah dalam modifikasi dalam Pembelajaran Penjas