medulloblastoma
DESCRIPTION
MedulloblastomaTRANSCRIPT
Laki-laki dengan Kejang dan Nyeri Kepala
Kelompok 7
030.09.192 Ratika Yos Widya 030.11.079 Dimas Firman Hidayat
030.10.162 Lukas Pria Salman 030.11.094 Fara Julizta Ahadiani
030.11.006 Aditya Yogarama 030.11.108 Fransiska Kartika
030.11.021 Amydhea Garnetta 030.11.121 Hanindia Ayu Kinasih
030.11.034 Anindya Latona S. 030.11.138 Iline Michaela
030.11.048 Atika Asrianti Taslim 030.11.152 Kalyla Permata Yahya
030.11.064 David Sethia Perdana 030.11.302 Vita Rahma Fitria
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
Juli 2013
BAB I
PENDAHULUAN
Medulloblastoma merupakan tumor otak paling ganas pada anak1. 20% dari seluruh
tumor otak pada anak adalah medullobalstoma. Tumor ini pertama kali dijelaskan oleh Bailey
dan Cushing pada tahun 1925. Sekitar 250 sampai 500 anak-anak didiagnosis medulloblastoma
per tahunnya di Amerika Serikat. Medulloblastoma merupakan infratentorial PNET (Primitive
Neuro-Ectodermal Tumour) atau terletak pada fossa posterior. Pada anak, biasanya
medullobalstoma berkembang di daerah midline cerebellum (Vermis).
Tumor ini umumnya terjadi pada usia 4-6 tahun :
- 20% pada pasien usia lebih dari 2 tahun
-80% pada pasien usia kurang dari 15 tahun
- sangat jarang terjadi pada dewasa
Insidens lebih banyak terjadi pada laki-laki dengan perbandingan 3:2. Tidak ada faktor
predisposisi ras pada tumor ini2.
1
BAB II
LAPORAN KASUS
Seorang anak laki-laki 12 tahun dibawa ibunya ke UGD karena baru saja kejang di
rumah, tetapi saat sampai di UGD kejang sudah berhenti.
Anamnesa pada ibunya ternyata pasien sejak kemarin kejang 4 kali. Kejang berlangsunh
1 menit. Kejang terjadi di seluruh tubuh, sifatnya kaku dan kelojotan. Saat kejang pasien tak
sadar, mata melirik ke atas, tetapi tidak mengeluarkan busa dan darah dari mulut. Sebelum ini
pasien tak pernah kejang.
Pasien lahir normal dan cukup bulan. Perkembangan mental dan fisik normal. Pasien tak
pernah menderita sakit berat dan trauma kepala. Pasien tak pernah di rawat di RS. Sejak 1 bulan,
pasien sering mengeluh nyeri kepala dengan rasa berputar yang hilang timbul disertai mual dan
muntah. Tidak panas.
Pada pemeriksaan pasien sering menutup mata dan membuka bila ditanya. Bila ditanya
pasien bisa menjawab dengan baik. Pasien bisa melakukan instruksi bila diminta. Pada
pemeriksaan neurologis tak terdapat rangsangan selaput otak. Pemeriksaan n. cranialis tak jelas
ada kelainan. Tak jelas terdapat kelainan sistem motoris maupun sensoris.
Hasil foto thorax normal
CT Scan kepala terlampir
Pemeriksaan lab dalam batas normal
Pemeriksaan EEG sesuai dengan penyakit convulsi umum
2
3
BAB III
PEMBAHASAN
A. IDENTITAS
Nama : -
Umur : 12 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : -
Alamat : -
Agama : -
Keluhan Utama
Keluhan utama pasien ini adalah kejang pada saat di rumah, tetapi ketika sudah
sampai di UGD kejang sudah berhenti.
Keluhan Tambahan
Sejak kemarin siang, pasien sudah kejang sebanyak 4 kali dan berlangsung
selama 1 menit
Kejang terjadi di seluruh tubuh, sifatnya kaku dan kelojotan. Saat kejang
pasien tidak sadar
Mata melirik ke atas, tetapi tidak mengeluarkan busa dan darah dari mulut
Sejak 1 bulan pasien sering mengeluh nyeri kepala dan rasa berputar yang
hilang timbul disertai mual dan muntah
Tidak ada panas
Riwayat Penyakit Dahulu : -
Riwayat Penyakit Keluarga : -
Riwayat Pengobatan : -
4
B. HIPOTESIS DAN IDENTIFIKASI MASALAH
Dasar hipotesis awal kami adalah kejang pada anak laki-laki berusia 12 tahun, maka kami
berhipotesis penyebab kejang tersebut sebagai berikut :
1. Sistemik Metabolik
a. Hipernatremia :
Pada kondisi hipernatremia, air keluar dari intrasel ke ekstrasel yang
mengakibatkan volume otak mengecil sehingga menimbulkan robekan pada vena.
Robekan vena tersebut dapat menyebabkan perdarahan lokal dan subarakhnoid, sehingga
memicu terjadinya kejang. Keadaan hipernatremia terdapat pada pasien usia lanjut dan
penderita diabetes melitus.
b. Hiponatremia :
Kondisi hiponatremia menyebabkan berpindahnya air dari ekstrasel ke intrasel
otak sehingga menimbulkan edema otak. Seperti halnya pada perdarahan otak akibat
hipernatremia, edema sel otak juga dapat menimbulkan gejala kejang.
2.Tumor
Pada dasarnya ruang kranium tidak mentolerir adanya tambahan massa atau tumor
sebab ruang kranium yang sempit dan terbatas. Sehingga dengan adanya tumor maka
tekanan intrakranial dapat meningkat. Selain itu, tumor intrakranial juga dapat
menimbulkan perdarahan setempat. Penimbunan katabolit di sekitar jaringan tumor
menyebabkan jaringan otak bereaksi dengan menimbulkan edema yang juga bisa
diakibatkan penekanan pada vena sehingga terjadi stasis. Sumbatan oleh tumor terhadap
likuor sehinggaterjadi penimbunan juga meningkatkan tekanan intrakranial. Peningkatan
tekanan intrakranial sendiri dapat memicu gejala kejang.
3.Epilepsi
Epilepsi ialah manifestasi gangguan otak dengan berbagai etiologi namun dengan
gejala tunggal yang khas, yaitu serangan kejang berkala yang disebabkan oleh lepas
5
muatan listrik neuron kortikal secara berlebihan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-
gejala yang datang dalam serangan-serangan berulang-ulang yang disebabkan lepas
muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat reversibel.
4. Trauma
Pada trauma kepala, sering kali didapatkan perdarahan yang menyebabkan
hipoksia otak dan peningkatan tekanan intrakranial otak, sehingga dapat menimbulkan
kejang.
5. Intoksikasi dan Efek obat
Beberapa obat dapat menimbulkan serangan seperti penggunaan obat-obat
depresan trisiklik, obat tidur (sedatif) atau fenotiasin. Menghentikan obat-obatan
penenang/sedatif secara mendadak seperti barbiturat dan valium juga dapat mencetuskan
kejang.
6. Infeksi
Infeksi pada susunan saraf dapat berupa meningitis atau abses dalam bentuk
empiema epidural, subdural, atau abses otak. Infeksi biasanya disertai dengan demam. 3
C. ANAMNESIS TAMBAHAN
Apakah ada keluhan lain (misal: diare)? Kecurigaan ada gangguan metabolisme seperti
hiponatremia, hipo/hiperglikemi
Apakah ada penurunan berat badan dan nafsu makan? Kecurigaan terhadap neoplasma
Apakah ada anggota keluarga yang pernah mengalami kejang?
Apakah ada anggota keluarga yang pernah menderita keganasan/neoplasma?
Apakah sebelumnya pasien sudah pernah diobati? Bila sudah, obat-obatan apa yang
diberikan? Ada beberapa obat yang dapat memicu terjadinya kejang seperti teofilin,
antiemetic golongan antihistamin. Sedangkan obat yang dapat menyebabkan nyeri kepala
adalah selain antiemetic golongan antihistamin juga ada golongan antagonis
serotonin (Ondansteron / Zofran).
6
D. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai Normal Keterangan
Glassgow Coma
Scale
Eye Response : 3 4 Skor GCS pada
pasien adalah 14,
yang artinya
kesadaran baik
Motor Response : 6 6
Verbal Response : 5 5
Tensi 120/80 mmHg 120/80 mmHg Normal
Nadi 80x/menit 60-100 x/menit Normal
RR 24x/menit 18-30x/menit4 Normal
Suhu 37 C⁰ 36,5-37,2 C⁰ Normal
Berat Badan 40 kg 38.56 -45.36 kg5 Normal
Pemeriksaan
Neurologis
- - Tidak terdapat
rangsang selaput otak
Pemeriksaan N
Cranialis
- - Tidak jelas ada
kelainan
Kelainan sistem
motois/sensoris
- - Tidak jelas terdapat
kelainan sistem
motorik/sensoris
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium dalam batas normal
Hasil foto thorax normal
Pemeriksaan EEG sesuai dengan penyakit convulsi umum
CT Scan kepala : pada midline cerebellum (area vermis) terdapat massa tunggal,
hiperdens, batas tegas
7
Pemeriksaan penunjang tambahan diperlukan untuk memastikan jenis tumor yaitu Biopsi
otak. Pemeriksaan biopsi patologi anatomi menjadi baku emas karena mampu
membedakan secara signifikan antara tumor jinak dan ganas, serta dapat mengetahui asal
sel tumor dan jenisnya.
- Pada medulloblastoma gambaran mikroskopis sangat seluler, dengan pulau sel
pleomorfik, hiperkromatis dan sedikit sitoplasma, kadang anaplastik.
- Pada astrositoma pilositik terdapat astrosit pilositik, yaitu sel bipolar dengan prosesus
tipis dan panjang seperti rambut.
8
F. DIAGNOSIS
Diagnosis Klinis : Kejang, nausea, vomitus, vertigo, cephalgia
Diagnosis Topis : Vermis cerebellum
Diagnosis Etiologis : Dari sel primitif yang terdapat di lapisan granular luar cerebellum
Diagnosis patologis : Medulloblastoma
G. DIAGNOSIS BANDING
Ependimoma
Astrositoma pilositik
H. PATOFISIOLOGI
9
10
Etiologi pertumbuhan
sel tumor
Otak abnormal
Tumor otak pada fossa posterior
Operasi, radiasi,
kemoterapiAnsietas
Massa dalam otak bertambah
Perfusi cerebral
Kompresi pada akar saraf/saraf
spinal
Kelemahan pada
ekstremitas bawah
Kesulitan berjalan
Gangguan mobilitas
fisik
Penekanan jaringan
otak terhadap
ventrikel IV
Kompresi batang otak+medulla
oblongata
Gangguan pola nafas
Obstruksi aliran CSS
Penimbunan CSS dalam ventrikel
Volume CSS >>>
TIK meningkat
Nyeri kepala
Obstruksi system serebral
Obstruksi drainage
vena retina
Papil edema
Kompresi saraf
optikus
Gangguan penglihatan
Muntah, Nausea, Kejang
I. PENATALAKSANAAN
1. Rawat inap
2. Terapi simptomatik
- Kejang : Diazepam 0,5 mg / kgBB / hari
- Nyeri kepala : Asam mefenamat
- Untuk mencegah dehidrasi dari mual muntah: infus NaCl 0,9 %
3. Rujuk ke Bedah saraf, untuk dilakukan:
- Kortikosteroid (sebelum pembedahan)
- Pembedahan
- Radioterapi
- V-P shunt: untuk pelebaran ventrikelnya.
J. KOMPLIKASI
Herniasi tonsilar
Metastasis ke Medulla spinalis
Gangguan koordinasi motorik
K. PROGNOSIS
Ad Vitam : Ad Malam
Ad functionam : Ad Malam
Ad sanationam : Ad Malam
Prognosis pada pasien ini ad malam, dikarenakan tumor medulloblastoma merupakan tumor yang
malignant, agresif, dan kemungkinan rekurensi nya tinggi.
11
MEDULLOBLASTOMA
Medulloblastoma adalah suatu tumor yang ditemukan di daerah serebellum (fossa
posterior), termasuk salah satu dari PNET (primitive neuroectodermal tumour). Merupakan 7-
8% tumor intracranial dari keseluruhan 30% tumor otak pada anak.
Berkembang dari sel neuroepitel yang berasal dari atap ventrikel IV. Sel ini kemudian
bermigrasi ke lapisan granular serebellum. Tumor kemudian sering ditemukan di daerah vermis
serebelli dan atap ventrikel IV untuk anak-anak berusia lebih muda. Sedangkan anak yang
lebih tua sering terdapat di hemisfer serebelli.
A. Histopatologi
Medulloblastoma merupakan tumor padat dengan sel yang kecil, inti basofilik, berbagai
macam ukuran dan bentuk, sering dengan multiple miosis. Sebenarnya secara histologik
tidak terlalu penting, sebab beberapa tumor embrional lainnya (neuroblastoma dan
pineblastoma) dapat menunjukkan tampilan yang sama.
Tampak tampilan Homer-Wrigt rosettes.
Subtipe secara histopatologis :
a. Medullomyoblastoma; berupa sel sel otot polos dan lurik. Terdiri atas sel-selk dengan
differensiasi neuronal maupun glial.
b. Melanotic Medulloblastoma; Sel kecil, tidak berdiferensiasi dan mengandung melanin.
Tipe yang paling jarang.
c. Large-Cell Medulloblastoma; Medulloblastoma dengan nucleus dan nucleoli yang
besar. Sangat reaktif secara imunulogis terhadap synaptophysin. Ini adalah tipe yang
terburuk.
B. Hubungan dengan Genetik, Familial, dan Lingkungan
Secara genetika tampak adanya delesi dari lengan pendek kromosom 17 (17p) yakni
segmen kromosom yang mengandung tumor suppressor gen.
Secara familial berkaitan dengan Carcinoma Sel Basal Nevoid yang diwariskan
secara Autosomal-dominant (Gorlin Syndrome)
Lingkungan seperti, latar belakang pekerjaan orang tua, keterpaparan dengan
karsinogen, kebiasaaan nutrisi ibu, dll, tidak cukup bukti sebagai precursor prevalensi
tumor ini.
C. Klinis
70-90% mengalami keluhan sakit kepala, emesis, letargi dalam 3 bulan sebelum
diagnosis berhasil ditegakkan.
12
Peningkatan tekanan intracranial dengan gejala = morning headaches, vomit, letargi.
Sakit kepala biasanya hilang bila pasien muntah. Anak sering menjadi irritable,
anorexia, pertumbuhannya terlambat, lingkar kepala yang bertambah dan dengan
sutura kranial yang terbuka.
Disfungsi Serebellar = Ataxia ekstremitas bawah dan atas, yang bertambah berat
bila tumor makin bertambah besar dan menginvasi jaringan sekitar
Ganguan batang otak dan infiltrasi tumor ke batang otak ataupun oleh peningkatan
tekanan intra cranial menyebabkan diplopia, facial weakness, tinnitus,
pendengaran hilang, tilt head dan kaku kuduk.
Pada metastases akan menyebabkan gejala lokal. Seperti metatase ke tulang akan
menyebabkan nyeri pinggang; metastase ke Korda Spinalis menyebabkan kelemahan
otot tungkai, dll.
D. Staging
Penderajatan kelompok resiko tumor ini ditentukan oleh 3 faktor yakni umur, metastase dan
perluasan penyakit pasca operasi. Untuk metastasenya sendiri dibagi lagi dalam beberapa
klasifikasi menurut Chang:
M0 : tidak ada metastase
M1 : tumor mikroskopik ditemukan di cairan serebrospinal
M2 : sel tumor nodular di serebellum, subarachnoid serebral, ventrikel III dan IV
M3 : sel tumor nodular di subarachnoid medulla spinalis
M4 : metastase ekstraneural.
E. Kelompok Resiko
Average Risk : Berusia lebih dari 3 tahun, M0, tumor residu pasca operasi < 1,5 cm2.
Survival rate untuk 5 tahun = 78%.
Poor Risk : Berusia lebih dari 3 tahun, M1–M4, tumor residu pasca operasi > 1,5 cm2.
Survival rate untuk 5 tahun = 30-55 %
Infants : Berusia kurang dari 3 tahun, M1-M4, tumor tetap berkestensi pasca operasi.
Survival rate untuk 5 tahun = 30 % (prognosisnya terburuk).
F. Pemeriksaan
Biokimiawi
Tidak spesifik. Tapi beberapa studi molekuler dapat menentukan prognosis
Medulloblastoma. Adanya ekspresi protein ErbB2 memiliki prognosis yang lebih baik
13
dibandingkan dengan bila ada ekspresi protein TrkC (suatu reseptor neutropin-3) yang
memiliki prognosis lebih jelek.
Radiologi
CT Scan
- Pada CT Scan non kontras, tumor nampak di garis tengah (midline) dari
serebelli dan meluas mengisi ventrikel IV.
- Dengan kontras, tumor nampak hiperdens dibandingkan jaringan otak normal
oleh karena padat akan sel. Tampakan hiperdens ini amat membantu dalam
membedakannya dengan Astrocytoma Serebellar yang lebih hipodense. Bila area
Hiperdense ini tampak dikelilingi oleh area yang hipodense, berarti telah ada
vasogenic oedem.
Akibat adanya kompresi pada ventrikel IV dan saluran dari CSS (cairan
serebrospinal), akan tampak tanda-tanda hydrocephalus.
- Medulloblastoma juga dapat dibedakan dari Ependymoma yang juga hiperdens,
berdasarkan foto CT. Di mana pada ependymoma akan tampak adanya
kalsifikasi. Demikian juga dengan Plexus Coroideus Papilloma yang juga
hiperdens, akan terlihat adanya kalsifikasi pada pencitraan dengan CT. Tumor
jenis ini terdapat di ventrikel lateral.
MRI
- MRI dengan Gadolinium DTPA adalah pilihan utama untuk diagnostik MB.
- Harus berhati-hati dilakukan pada anak-anak yang mendapatkan sedative. Sebab,
dengan peninggian tekanan intracranial dan tnpa monitoring yang baik, sering kali
level CO2 akan sangat meningkat dan makin memperburuk hipertensi.
- Pada T1 weight sebelum pemberian Gadolonium, tumor akan tampak hipo
intensity. Bentuk berbatas mulai dari ventrikel IV hingga primernya di vermis
serebelli. Batang otak tertekan dan terdorong ke depan.
- Dengan Gadolinium, akan tampak penguatan bayangan yang lebih homogen bila
pada anak-anak. Sedangkan pada pasien dewasa, penguatan bayangannya
tampak lebih heterogen.
- Pada T2 weight dan densitas proton, gambar tampak hiperintensity dan dikelilingi
oleh area oedem yang lebih hipointernsity.
- Bila tumor meluas ke rostral, akan terjadi hidrosefali pada ventrikel.
14
- MRI juga dapat memebedakan MB dengan ependimoma. Pada Glioma batang
otak exophytic, akan tampak memiliki area perlekatan yang lebih luas pada lantaiu
ventrikel IV dibandingkan MB.
Mielography
- Dahulu pemeriksaan ini adalah tes diagnostik standar untuk MB. Sekarang, pada
pasien dengan kontraindikasi MRI, mielographi bersama CT scan adalah pilihan
utama.
Bone Scan
- Karena MB dapat bermetastase di luar CSS di mana sebagian besar ke tulang,
maka bone scan penting untuk mendeteksinya.
Scientigraphy (Nuclear Medicine)
- Tidak spesifik. SPECT (single proton emission CT) dan PET (proton emission
tomography) dapat melengkapi MRI dan CT. 80 % tumor MB pada anak akan meng-
up take thalium-201 chloride (201TI) di mana sifat ini sangat berguna dalam
membedakan tumor yang high grade dengan low grade dan untuk mendeteksi tumor
residual pasca operasi. Mekanisme uptake belum jelas.
Lainnya
Sebelum melakukan pemeriksaan sitologik sumsum tulang untuk mendeteksi
penyebaran tumor leptomeningeal, perlu dilakukan funduskopi ( selain CT atau MRI )
untuk menyingkirkan hidrosefalus.
G. Terapi
Terapi standar meliputi pembdehan yang agresif diikuti oleh radiasi ke seluruh sumbu
kraniospinal dengan penguatan radiasi pada tempat tumor primer maupun focal
metastasenya. Pemberian kemoterapi juga sangat bermanfaat.
Radioterapi
Average risk group :
Berdasar pada CCG, dosis radio terapi sebesar 23,4 Gy pada sumbu kranio spinal
dengan boost pada tumor primer sebesar 32,4 Gy,hingga total radiasi maksimum
adalah 55,8 Gy. Hal ini juga berlaku untuk Poor risk group.
Poor Risk Group
Direkomendasikan 36 Gy pada sumbu kranio spinal dengan boost sebesar 19,8 Gy
pada tumor primer dan fokal metastasenya. Metastase spinal yang berada di rostral
15
corda spinalis terminal, di boost hingga total 45 Gy. Sedangkan bila berda di kaudal
dari corda spinalis terminal, boleh di boost hingga 50,4 Gy.
Infants
Pada kelompok ini, radioterapi masih controversial sebab efek samping radioterapi
terhadap perkembangan intelektual, lebih berat pada kelompok ini. Strategi yang
dilakukan adalah menunda pemberian (dengan sementara memberi kemoterapi saja)
atau sama menghilangkannya.
Survival rate untuk 3 tahun dengan hanya kemoterapi saja adalah 29 % (tanpa
metastase) dan 11 % (dengan metastase). Sementara, bila dengan kemoterapi +
radioterapi yang ditunda, survival rate untuk 2 tahunnya meningkat hingga 34 %.
Kemoterapi
- Average risk group
Diberikan Vincristine + Lomustin + Cisplastin. 1 tahun setelah radioterapi Kombinasi
radioterapid an kemoterapi meningkatkan SR hingga 80% untuk kelompok resiko ini.
- Poor risk group
Setalah terapi induksi seperti pada Average risk group, diikuti pemberian kemoterapi
dosis tinggi (biasanya menggunakan Carboplastin dan Thiolepa) ditambah cangkok
sumsum tulang secara autologue
- Infants
Setelah induksi seperti pada Average risk group, diikuti kemoterapi dosis tinggi seperti
pada Poor risk group.
Pembedahan
Meliputi Craniotomi suboccipital dan dilakukan ventrikuloperitoneal shunt untuk
mengatasi hydrocephalus. 40 % pasien pasca operasi mengalami disfungsi neurologik
seperti disfungsi serebellar, mutism, hemiparese dalam 12-48 jam pasca operasi, dll.
16
ASTROSITOMA
Astrositoma merupakan jenis tumor otak yang mempunyai batasan yang jelas, berwarna
abu-abu putih,tumbuh infiltrat meluas dan merusak jaringan otak dibawahnya. WHO membagi
diagnosis derajat astrositoma menjadi 4 bagian, yaitu : (7)
1. Derajat I : Juvenila Pilocytic Astrocytoma (JPA)
2. Derajat II : Low-grade Astrocytoma
3. Derajat III : Analplastic Astrocytoma
4. Derajat IV : Glioblastoma Multiforme (GBM)
EPIDEMIOLOGI
Astrositoma derajat I dan II disebut sebagai astrositoma derajat rendah (ADR), dan
astrositoma derajat III dan IV disebut sebagai astrositoma derajat tinggi (ADT). Di Indonesia,
astrositoma merupakan keganasan otak tersering kedua setelah meningioma, selama periode
2003-2010, Departemen RSCM mendapatkan 60 kasus astrositoma dengan 30 kasus
merupakan astrositoma derajat rendah (ADR) dan 19 kasus merupakan astrositoma derajat
tinggi (ADT), sedangkan sisanya merupakan tipe campuran. Untuk Astrositoma derajat rendah
(ADR), dilaporkan pria lebih sedikit mendominasi yaitu rasio pria dan wanita adalah 1,18 : 1.
Pria juga mendominasi perkembangan astrositoma anaplastik dengan rasio pria dan wanita
1,87.
Kebanyakan kasus astrositoma pilositik timbul pada 2 dekade awal kehidupan. Tetapi
pada astrositoma derajat rendah, 25% kasus berlaku pada orang dewasa pada usia 30-40
tahun, 10% astrositoma derajat rendah terjadi pada orang berumur kurang dari 20 tahun, 60%
astrositoma derajat rendah terjadi pada usia 20-45 tahun dan 30% pada astrositoma derajat
rendah terjadi pada usia > 45 tahun. Lokasi yang paling sering pada fronto-temporo-parietal
terletak pada cerebrum, dengan predominan pada lobus rontalis (64%) yang diikuti lobus
temporalis (29%).
ETIOLOGI
Sejumlah penelitian epidemiologi belum berhasil menentukan faktor penyebab
terjadinya tumor otak, terkecuali pemaparan terhadap sinar- X. Anak-anak dengan leukemia
limfositik akut yang menerima radioterapi profilaksis pada susunan saraf pusat akan
17
meningkatkan resiko untuk menderita astrositoma, bahkan glioblastoma. Tumor ini juga
dihubungkan dengan makanan yang banyak mengandung senyawa nitroso (seperti nitosurea,
nitrosamine, dan lain-lain). Saat ini penelitian yang menghubungkan tumor jenis ini dengan
kerentanan genetik tertentu terus dikembangkan. Tumor ini sering dihubungkan dengan
berbagai sindroma seperti Li-Fraumeni Syndrome, mutasi Germline p53, Turcot Syndrome, dan
neurofibromatosis tipe 1 (NF-1). (8)
PATOFISIOLOGI
Astrositoma adalah kelompok tumor SSP primer yang tersering. Astrositoma adalah
sekelompok neoplasma heterogen yang berkisar dari lesi berbatas tegas tumbuh lambat seperti
astrositoma pilositik hingga neoplasma infiltratif, yang sangat ganas seperti glioblastoma
multiform. Astrositoma fibriler (difus) mempunyai pertumbuhan yang infiltratif. Meskipun paling
sering ditemukan pada orang dewasa, tumor ini dapat timbul pada semua usia. Tumor tipe ini
paling sering ditemukan pada hemisferium serebri meskipun dapat ditemukan dimana saja pada
SSP. Astrositoma pilositik lebih sering terjadi pada anak meskipun dapat timbul pada semua
usia. Tempat yang paling sering terkena adalah serebelum, ventrikel ketiga, dan saraf optikus,
tetapi seperti pada kasus astrositoma fibrilar (difus), semua bagian SSP dapat terkena.(8)
Astrositoma menginfiltrasi otak dan sering berkaitan dengan kista dalam berbagai
ukuran. Walaupun menginfiltrasi jaringan otak, efeknya pada fungsi otak hanya sedikit sekali
pada permulaan penyakit. Pada umumnya, astrositoma tidak bersifat ganas walaupun dapat
mengalami perubahan keganasan menjadi glioblastoma, suatu astrositoma yang sangat ganas.
Tumor-tumor ini pada umumnya tumbuh lambat. Oleh karena itu, penderita sering tidak datang
berobat walaupun tumor sudah berjalan bertahun-tahun sampai timbul gejala.
Astrositoma merupakan tumor yang berpotensi tumbuh menjadi invasif, progresif, dan
menimbulkan berbagai gejala klinik. Tumor ini akan menyebabkan penekanan pada jaringan
otak sekitarnya, invasi dan destruksi pada parenkim otak. Fungsi parenkim akan terganggu
karena hipoksia arterial dan vena, terjadi kompetisi pengambilan nutrisi, pelepasan produk
metabolisme, serta adanya pengaruh pelepasan mediator radang sebagai akibat lanjut dari hal
diatas. Efek massa yang ditimbulkan, dapat menimbulkan gejala defisit neurologis fokal berupa
kelemahan suatu sisi tubuh, gangguan sensorik, parese/kelemahan nervus kranialis atau
bahkan kejang.
18
Astrositoma derajat rendah yang merupakan grade II klasifikasi WHO, akan tumbuh
lebih lambat dibandingkan dengan bentuk yang maligna. Tumor doubling time untuk
astrositoma tingkat rendah kira-kira lebih lambat dari astrositoma anaplastik (grade III
astrocytoma). Sering dibutuhkan beberapa tahun sejak munculnya gejala hingga diagnosa
astrositoma derajat rendah ditegakkan kira-kira sekitar 3,5 tahun.
GEJALA KLINIK
Astrositoma, secara umum dan yang paling banyak dipakai, menurut World Health
Organization dibagi didalam beberapa tipe dan grade: (9)
1. Astrositoma Pilositik (Grade I)
Tumbuh lambat dan jarang menyebar ke jaringan disekitarnya. Tumor ini biasa terjadi
pada anak-anak dan dewasa muda. Mereka dapat disembuhkan secara tuntas dan
memuaskan. Namun demikian, apabila mereka menyerang pada tempat yang sukar dijangkau,
masih dapat mengancam hidup.(9)
2. Astrositoma Difusa (Grade II)
Tumbuh lambat, namun menyebar ke jaringan sekitarnya. Beberapa dapat berlanjut ke
tahap berikutnya. Kebanyakan terjadi pada dewasa muda.
3. Astrositoma Anaplastik (Grade III)
Sering disebut sebagai astrositoma maligna. Tumbuh dengan cepat dan menyebar ke
jaringan sekitarnya. Sel-sel tumornya terlihat berbeda dibanding dengan sel-sel yang normal.
Rata-rata pasien yang menderita tumor jenis ini berumur 41 tahun.
4. Gliobastoma multiforme (Grade IV)
Tumbuh dan menyebar secara agresif. Sel-selnya sangat berbeda dari yang normal.
Menyerang pada orang dewasa berumur antara 45 sampai 70 tahun. Tumor ini merupakan
salah satu tumor otak primer dengan prognosis yang sangat buruk.
Kejang umum merupakan manifestasi utama yang seringkali dijumpai, walaupun secara
retrospektif dapat dijumpai gangguan-gangguan lain terlebih dahulu seperti kesulitan berbicara,
19
perubahan sensibilitas, dan gangguan penglihatan. Pada tumor low grade astrositoma kejang-
kejangdijumpai pada 80% kasus dibandingkan high grade sebesar 30%. Jika dibandingkan
dengan astrocytoma anaplastic, gejala awal berupa kejang lebih jarang dijumpai. Gejala lainnya
adalah meningginya tekanan intracranial sebagai akibat dari pertumbuhan tumor yang dapat
menimbulkan edema vasogenik. Pasien mengalami keluhan-keluhan sakit kepala yang
progresif, mual, muntah-muntah, mengantuk, dan gangguan penglihatan. Akibat peninggian
tekanan intrakranial menimbulkan hidrosefalus. Semakin bertumbuhnya tumor gejala-gejala
yang ditemukan sangat bergantung dari lokasi tumor. Tumor supratentorial dapat menyebabkan
gangguan motorik dan sensitivitas, hemianopsia, afasia, atau kombinasi gejala-gejala.
Sedangkan tumor fossa posterior dapat menimbulkan kombinasi dari gejala-gejala kelumpuhan
saraf kranial, disfungsi serebeler dan gangguan kognitif.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Computed Tomography Scan (CT- Scan)
Astrositoma Tingkat Rendah
Dapat memperlihatkan gambaran hipodens dengan bentuk yang ireguler dan tepinya
bergerigi. Astrositoma yang lain berbentuk bulat atau oval dengan tepi yang tegas yang dapat
disertai dengan kista. Adanya tumor kistik akan lebih nyata bila ditemukan fluid level di dalam
lesi atau adanya kebocoran kontras media ke dalam tumornya. Kalsifikasi tampak pada 81%
dan efek masa tampak pada 50%. Enhancement terlihat pada 50%, biasanya merata dan tidak
tajam.(9)
Astrositoma Anaplastik
CT polos, tampak sebagai gambaran hipodens atau densitas campuran yang heterogen.
Enhancement media kontras tampak pada 78%, dapat berupa gambaran lesi yang homogen,
noduler atau pola cincin yang kompleks.(9)
Glioblastoma multiforme
20
Tampak gambaran yang tidak homogen, sebagian massa hipodens, sebagian hiperdens
dan terdapat gambaran nekrosis sentral. Tampak penyangatan pada tepi lesi sehingga
memberikan gambaran seperti cincin dengan dinding yang tidak teratur.
2. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Pada MRI penampakan tumor pada potongan axial dan sagital ialah metode pilihan
pada kasus-kasus curiga astrositoma. MRI memberikan garis batas tumor lebih akurat
dibandingkan dengan CT Scan, dan MRI Scan yang teratur dapat dilakukan sebagai kontrol
pasca penatalaksanaan. Dengan CT Scan, Astrositoma biasanya terlihat sebagai daerah
dengan peningkatan densitas dan menunjukkan peningkatan setelah penginfusan dari bahan
kontras. Pergeseran struktur-struktur garis tengah dan penipisan daripada dinding ventrikel
lateralis di sisi tumor dapat terlihat.(9)
3. Gambaran Histopatologi
Terdapat empat variasi gambaran histopatologi low grade astrocytoma antara lain,
astrositoma protoplasmik,umumnya terdapat pada bagian korteks dengan sel-sel yang banyak
mengandung sitoplasma. Bentuk ini mencakup 28% dari jenis astrositoma yang menginfiltrasi
ke parenkim sekitarnya, astrositoma gemistositik, sering ditemukan pada hemisfer serebral
orang dewasa terdiri dari sel bundar yang besar dengan sitoplasma eosinofilik dan eksentrik.
Bentuk ini mencakup 5-10% dari glioma hemisfer, astrositoma fibrilar, merupakan bentuk yang
paling sering ditemukan dan berasal dari massa putih serebral dengan sel yang berdiferensiasi
baik berbentuk oval dan kecil. Tumor ini ditandai dengan jumlah sel yang meningkat dengan
gambaran latar belakang yang fibriler. Untuk melihat gambaran fibriller ini dapat digunakan glial
fibrillary acidic protein (GFAP) dan campuran.(9)
PENATALAKSANAAN
1. Konservatif
Biasanya, astrositoma anaplastik ditangani dengan operasi, radioterapi, dan
temozolomide adjuvan. Beberapa praktisi menambahkan temozolomide secara bersamaan,
21
meskipun tidak ada data dari percobaan terkontrol yang ada untuk mendukung temozolomide
bersamaan.(10,11)
Astrositoma anaplastik biasanya lebih responsif terhadap kemoterapi dibandingkan
glioblastoma. Untuk astrositoma anaplastik berulang yang sebelumnya diobati dengan
nitrosoureas, temozolomide menunjukkan tingkat respons 35% dan dibandingkan dengan terapi
dengan tingkat respon yang lebih rendah, temozolomide memberikan peningkatan harapan
hidup 6-bulan ( 31% – 46%).(10)
Pasien dengan astrositoma dan riwayat kejang harus menerima terapi antikonvulsan
dengan monitoring konsentrasi obat dalam aliran darah. Penggunaan antikonvulsan profilaksis
pada pasien astrositoma tanpa riwayat kejang telah dilaporkan tetapi masih kontroversial. (10)
Penggunaan kortikosteroid, seperti deksametason, dapat mempercepat pengurangan
efek massa tumor pada kebanyakan pasien sekunder. Profilaksis untuk ulkus gastrointestinal
pemberian resep harus bersamaan dengan kortikosteroid. (10)
Antikonvulsan
Agen ini mencegah terulangnya kejang dan mengakhiri aktivitas kejang klinis.(10)
Levetiracetam (Keppra)
Digunakan sebagai terapi tambahan untuk kejang parsial dan kejang mioklonik. Juga
diindikasikan untuk primer umum tonik-klonik. Mekanisme tindakan tidak diketahui.
Phenytoin (Dilantoin)
Efektif dalam parsial dan umum tonik-klonik. Blok saluran natrium dan mencegah
penghambatan aksi potensial repetitif.
Carbamazepine (Tegretol)
Mirip dengan fenitoin. Efektif dalam parsial dan umum tonik-klonik. Blok saluran natrium dan
mencegah penghambatan aksi potensial repetitif.
22
Kortikosteroid
Obat ini mengurangi edema sekitar tumor, sering mengarah pada perbaikan gejala dan obyektif.
Deksametason (Decadron, AK-Dex, Alba-Dex, Dexone, Baldex)
Tindakan mekanisme postulasi pada tumor otak termasuk penurunan permeabilitas pembuluh
darah, efek sitotoksik pada tumor, penghambatan pembentukan tumor, dan penurunan produksi
CSF.
Antineoplastik Agen, Agen alkilasi
Agen ini menghambat pertumbuhan sel dan proliferasi.
Temozolomide (Temodar)
Alkilasi agen oral dikonversi ke MTIC pada pH fisiologis; 100% tersedia secara herbal, sekitar
35% melintasi sawar darah otak.
2. Operatif
Peran dari operasi pada pasien dengan astrositoma adalah untuk mengangkat tumor
dan untuk menyediakan jaringan untuk diagnosis histologis, memungkinkan menyesuaikan
terapi adjuvan dan prognosis.(10)
Teknik biopsi adalah cara aman dan metode sederhana untuk menetapkan diagnosis
jaringan. Penggunaan biopsi dapat dibatasi oleh sampel gagal dan risiko biopsi oleh
perdarahan intraserebral. Pengalihan CSF dengan drainase ventrikel eksternal (EVD) atau
shunt ventriculoperitoneal (VPS) mungkin diperlukan untuk mengurangi tekanan intrakranial
sebagai bagian dari manajemen non-operative atau sebelum terapi bedah definitif jika desertai
dengan hidrosefalus.
Reseksi total astrositoma sering tidak mungkin karena tumor sering menyerang ke
wilayah fasih otak dan menunjukkan infiltrasi tumor yang hanya terdeteksi pada skala
mikroskopis. Oleh karena itu, reseksi bedah hanya menyediakan manfaat kelangsungan hidup
yang lebih baik dan diagnosis histologis tumor daripada menawarkan penyembuhan. Namun,
kraniotomi untuk reseksi tumor dapat dilakukan dengan aman dan umumnya dilakukan dengan
23
maksud untuk menyebabkan cedera neurologis paling mungkin untuk pasien. Reseksi total ( >
98% berdasarkan volumetrik MRI ) ditujukan untuk meningkatkan harapan hidup rata-rata
dibandingkan dengan reseksi subtotal ( 8,8 – 13 bulan).
KOMPLIKASI
Meskipun cedera neurologis (berpotensi merugikan) dan kemungkinan kematian tetap
ada, tindakan bedah untuk astrositoma tetap harus dipertimbangkan untuk mengurangi massa
tumor dan untuk menghindari cedera saraf permanen. Defisit neurologis sementara karena
peradanganan lokal atau luka mungkin terjadi, tetapi sering membaik setelah fisioterapi dan
rehabilitasi. (10)
PROGNOSIS
Harapan hidup setelah tindakan operatif dan radioterapi dapat menguntungkan bagi
astrositoma grade rendah. Bagi pasien yang menjalani operasi, prognosis tergantung pada
perkembangan neoplasma, apakah berkembang menjadi lesi yang lebih ganas atau tidak.
Untuk lesi grade rendah, waktu harapan hidup setelah tindakan bedah dirata-ratakan mncapai
6-8 tahun. (10)
Dalam kasus astrositoma anaplastik, perbaikan keadaan umum atau stabilisasi dapat
ditentukan setelah reseksi bedah dan radioerapi, dan rata-rata 60 – 80% pasien dapat
melanjutkan hidupnya dengan optimal. Faktor-faktor seperti semangat hidup, status fungsional,
tingkat pembedahan, dan radioterapi yang memadai juga mempengaruhi harapan hidup pasca
operasi. (10)
Laporan terakhir menunjukkan bahwa radioterapi tumor yang direseksi tidak sempurna
meningkatkan 5 tahun harapan hidup pasca operasi 0-25% untuk tingkat rendah astrocytomas
dan 2-16% untuk astrositomas anaplastik. Selanjutnya tingkat harapan hidup rata-rata pasien
dengan astrositoma anaplastik yang menjalani reseksi dan radioterapi telah dilaporkan dua kali
lipat lebih baik dari pasien yang hanya menerima terapi operatif tanpa radioterapi (2,2 – 5
tahun). (10)
24
BAB V
KESIMPULAN
Dari hasil pemeriksaan fisik dan laboratorium CT Scan kelompok kami
mendiagnosis bahwa pasien anak laki-laki berumur 12 tahun ini mengidap tumor ganas pada
otak yakni medulloblastoma. Medulloblastoma adalah tumor yang tumbuh cepat di bagian
cerebellum, daerah ini merupakan bagian yang mengontrol keseimbangan, postur, dan fungsi
motor kompleks seperti berbicara dan keseimbangan.
Pasien dengan Medulloblastoma, memiliki peningkatan kesempatan untuk bertahan hidup
dengan pengobatan dan intervensi seperti radioterapi, karena tumor ini sangat radiosensitif.
Diagnosis harus cepat dan tepat ditegakkan untuk terapi sedini mungkin. Harus pula dijelaskan
pada keluarga pasien komplikasi dari terapi.
25
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
1. Pediatric Medullolastoma available at : http://reference.medscape.com/article/987886-
overview. Access on 12 July 2013.
2. Medulloblastoma available at : http://www.
pedsoncologyeducation.com-/medulloblastoma.asp Access on 12 july 2013.
3. Harsono. Buku Ajar Neurologi Klinis. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press;
2011.p.135.
4. Pediatric Respiratory Rate. Available at :
http://www.health.ny.gov/professionals/ems-/pdf/assmttools.pdf . Accessed on 13th July
2013.
5. Strature for age 2-20. Available at :
http://www.cdc.gov/growthcharts/data/set1clinical-/cj41c021.pdf . Accessed on 13th July
2013.
6. Patofisiologi Tumor. [online]:
http://www.scribd.com/doc/92622997/7/PatofisiologiTumor. Accessed on 13th July 2013
7. Capodano AM. Nervous system : Astrocytic tumors. Atlas Genet Cytogenet Oncol
Haematol. November 2000. Availaible from
http://atlasgeneticsoncology.org/Tumors-/AstrocytID5007.html . Accessed on 13th July
2013
8. Japardi Iskandar. Astrositoma : insidens dan pengobataan. Jurnal Kedokteran Trisakti.
No.3/Vol.22/September-desember 2003 : 110-5.
9. Taufik Maulana. Kumpulan Makalah Kedokteran. Astrositoma. [online]. Available from
URL:http://kumpulanmakalahkedokteran.blogspot.com/2010/04/astrositoma_16.html.
10. Kennedy Benjamin. Astrocytoma. [online] 2011. Available from URL:
http://emedicine.medscape.com/article/283453-overview. Accessed on 13th July 2013
11. Fauci A BE, Kesper D, Hauser S, Longo D, Jameson J, Loscalzo J. Harrison’s Manual of
Medicine. New York.2009. Mc Graw Hill. p 1031-5.
26