megalitik

8
PENGERTIAN KEBUDAYAAN MEGALITIK Pengertian bangunan megalitik secara leksikal berasal dari bahasa Breton, yaitu kata mega yang berarti besar dan lithos yang berarti batu. Dengan demikian megalitik mempunyai kaitan dengan kebudayaan yang menghasilkan bangunan-bangunan atau obyek-obyek yang pada umumnya dibuat dari batu-batu besar . Akan tetapi dalam kenyataannya tidak selalu diterapkan sesuai dengan arti yang sebenarnya. Secara etimologi peristilahan megalitik berasal dari kata mega dan lithos, mega berarti basar dan lithos berarti batu. Jadi pengertian megalitik adalah batu yang bentuknya besar. Ini menandakan bahwa terdapat suatu budaya yang menghasilkan bangunan dari batu besar yang dijadikan sarana pemujaan dan juga benda-benda lain dari batu yang berhubungan dengan bangunan-bangunan makam. Untuk masa sekarang pengertian megalitik lebih luas lagi dari yang di kemukakan di atas, begitupun jangkauannya tidak hanya dihubungkan dengan batu besar. Monumen yang disusun dari batu kecil pun dapat digolongkan ke dalam kebudayaan megalitikum sepanjang monumen itu ada hubungannya dengan pemujaan terhadap arwah leluhur. Disamping itu beberapa ritus- ritus pemujaan nenek moyang walaupun tidak diabadikan dengan bangunan-bangunan megalitik namun tindakannyapun dapat digolongkan atau dapat dipandang sebagai manifestasi dari kebudayaan megalitik. Manifestasi semacam ini telah merasuk ke dalam sikap dan perilaku masyarakat pendukungnya sepanjang masa, sehingga tampak bangunan yang lengkappun suatu masyarakat dianggap melakukan upacara megalitik seperti di Toraja dalam hal ini pengorbanan kerbau yang berkaitan dengan pemujaan leluhur. Pola penghidupan pada masyarakat megalitik yang menonjol adalah upacara penguburan, terutama sekali seseorang yang mempunyai kedudukan yang tinggi dalam masyarakat. Penguburan sering dilakukan di daerah yang sering dihubungkan dengan sejarah nenek moyangnya, atau tempat-tempat tiggi yang di sakralkan. Hal ini disebabkan karena adanya kepercayaan bahwa

Upload: janky-nuruddin

Post on 08-Feb-2016

201 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

megalitikummm

TRANSCRIPT

Page 1: Megalitik

PENGERTIAN KEBUDAYAAN MEGALITIKPengertian bangunan megalitik secara leksikal berasal dari bahasa Breton, yaitu kata

mega yang berarti besar dan lithos yang berarti batu. Dengan demikian megalitik mempunyai kaitan dengan kebudayaan yang menghasilkan bangunan-bangunan atau obyek-obyek yang pada umumnya dibuat dari batu-batu besar . Akan tetapi dalam kenyataannya tidak selalu diterapkan sesuai dengan arti yang sebenarnya.

Secara etimologi peristilahan megalitik berasal dari kata mega dan lithos, mega berarti basar dan lithos berarti batu. Jadi pengertian megalitik adalah batu yang bentuknya besar. Ini menandakan bahwa terdapat suatu budaya yang menghasilkan bangunan dari batu besar yang dijadikan sarana pemujaan dan juga benda-benda lain dari batu yang berhubungan dengan bangunan-bangunan makam.

Untuk masa sekarang pengertian megalitik lebih luas lagi dari yang di kemukakan di atas, begitupun jangkauannya tidak hanya dihubungkan dengan batu besar. Monumen yang disusun dari batu kecil pun dapat digolongkan ke dalam kebudayaan megalitikum sepanjang monumen itu ada hubungannya dengan pemujaan terhadap arwah leluhur. Disamping itu beberapa ritus-ritus pemujaan nenek moyang walaupun tidak diabadikan dengan bangunan-bangunan megalitik namun tindakannyapun dapat digolongkan atau dapat dipandang sebagai manifestasi dari kebudayaan megalitik. Manifestasi semacam ini telah merasuk ke dalam sikap dan perilaku masyarakat pendukungnya sepanjang masa, sehingga tampak bangunan yang lengkappun suatu masyarakat dianggap melakukan upacara megalitik seperti di Toraja dalam hal ini pengorbanan kerbau yang berkaitan dengan pemujaan leluhur.

Pola penghidupan pada masyarakat megalitik yang menonjol adalah upacara penguburan, terutama sekali seseorang yang mempunyai kedudukan yang tinggi dalam masyarakat. Penguburan sering dilakukan di daerah yang sering dihubungkan dengan sejarah nenek moyangnya, atau tempat-tempat tiggi yang di sakralkan. Hal ini disebabkan karena adanya kepercayaan bahwa roh seseorang yang meniggal tidak lenyap tetapi hidup di dunia arwah. Agar arwah mempunyai kedudukan yang tinggi di dunia arwah maka saat dikuburkan diikut sertakan bekal kubur burial gifts, baik pada pase penguburan yang pertama primary burial maupun penguburan yang kedua secondary burial.

Sebagai puncak acara pada waktu penguburan dilakukan pemotongan hewan yang disertai pendirian bangunan dari batu besar. Melalui upacara dan pendirian bangunan tersebut diharapkan agar arwah si mati mendapat tempat yang khusus di dunia arwah, dan bagi yang ditinggalkan dapat memohon perlindungan untuk kesejahteraan hidupnya maupun untuk kesuburan tanaman. Pendirian monumen yang letaknya berdiri sendiri maupun yang berkelompok semuanya tidak luput dari latar belakang pemujaan kultus nenek moyang. Pada pola perkembangan tradisi megalitik juga ditandai dengan adanya kerjasama dalam hal gotong royong di dalam mendirikan monumen, yang mana tidak dapat dilakukan seorang diri karena volumenya besar dan berat. Pemujaan arwah nenek moyang yang telah mati pada zaman megalitik merupakan ciri khas yang tidak pernah ditemukan pada tradisi lain. Pemujaan arwah nenek moyang itu sudah menyatu di kalangan

Page 2: Megalitik

pendukungnya yang mana tidak dapat dipisahkan dari kehidupan mereka. Bahkan pemujaan itu berkembang terus sampai sekarang.

Page 3: Megalitik

TRADISI MEGALITIKTradisi megalitik yang muncul setelah tradisi bercocok tanam mulai meluas, tidak

ketinggalan terus-menerus ikut menghayati setiap corak budaya yang masuk di Indonesia. Bentuk-bentuk menhir, batu, lumpang, batu dakon, serta susunan batu berundak masih banyak diperlihatkan di kuburan-kuburan islam maupun kristen, seperti yang terdapat di Sulawesi Selatan, Flores, dan Timor. Sebuah nisan dari kuburan islam yang menyerupai bentuk menhir setinggi 1/2 atau lebih separti terdapat di Pulau Barang Lompo dan Soppeng ( Sulawesi Selatan). DI Flores Tengah terdapat kuburan bislam bersama-sama dengan batu yang mirip dolmen yang mungkin berfungsi sebagai pelinggih. Di Pulau Timor, di Kabupaten Atambua terdapat sebuah tempat upacara megalitik yang terdiri dari tumpukan batu bersusun temugelang. Salah satu kehidupan sangat sederhana yang erat hubungannya dengan tradisi megalitik dan telah mengalami penelitian arkeologi maupun antropologis yang mendalam adalah daerah Nias. Tradisi megalitik masih kuat di Pulau ini karena oleh sarjana Pulau Nias dianggap sebagai tempat dengan tradisi megalitik yang tergolong maju.

Masyarakat pendukung tradisi megalitik di Pulau Sulawesi ditandai dengan kehidupan yang bersifat sakral dan profan yang tidak dapa bahwa sarana-sarana yang berkembang dengan kebutuhan sakral selalu berkaitan dengan kebutuhan profan, misalnya tempat tinggal selalu ditemukan bersama-sama dengan tempat pemujaan. Begitupun tradisi pendirian monumen megalitik selalu berdasarkan kepercayaan akan adanya hubungan antara yang hidup dan yang mati, terutama akan adanya pengaruh yang kuat terhadap kesejahteraan hidup dan kesuburan tanaman. Olehnya itu jasa dari seseorang yang telah meninggal diabadikan dengan mendirikan bangunan yang berupa batu besar yang kemudian menjadi medium pemujaan, penghormatan, tempat persinggahan sekaligus merupakan lambang si mati. Pola pemikiran semacam ini dapat ditemukan dalam pembuatan bangunan-bangunan megalitik di Pangesoreng Kabupaten Maros Sulawesi Selatan.

Peninggalan megalitik yang tersebar di hampir seluruh Pulau Sulawesi bila ditinjau dari fungsinya secara umum dapat dibedakan atas dua bagian yaitu :(1) Living Monument Tradition, yaitu setiap peninggalan prasejarah yang pada saat ditemukan masih dipergunakan oleh masyarakat pendukungnya sesuai dengan fungsinya dan maksud-maksud tertentu yang ingin dicapai.(2) Dead Monument, yaitu peniggalan prasejarah bangunan teras berundak-undak yang pada saat ditemukan sudah tidak digunakan lagi sesuai dengan fungsinya pada masa lampau.

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa peninggalan dari masa tradisi megalitik hampir tersebar di seluruh pelosok Kepulauan Indonesia. Peninggalan kebudayaan megalitik tersebut vpada umumnya memperlihatkan corak dan bentuk-bentuk yang mendasar. Meskipun pada penampilannya memperlihatkan ciri-ciri yang bervariasi dan ukuran yang berneda-beda. Diantara semua temuan ada pula yang memiliki ciri khas tersendiri dan terbatas wilayah perkembangannya seperti kalamba (Sulawesi Tengah), waruga (Minahasa), dan t dipisahkan dalam arti sarkofagus (Bali). Ciri-ciri khas tersebut

Page 4: Megalitik

menampakkan perbedaan kondisi lingkungan alam sekitar sebagai pembentuk kebudayaan dan tingkah laku manusia.

Dari patung-patung dan alat-alat batu yang ditinggalkannya dapatlah diketahui bahwa sistem kepercayaan manusia prasejarah di Sulawesi Tengah adalah pemujaan arwah nenek moyang. Di antara peninggalan-peninggalan megalitikum di Sulawesi Tengah dijumpai bangunan menhir. Seperti kita ketahui bahwa menhir adalah bangunan yang melambangkan arwah nenek moyang dan menjadi benda pujaan pada masa tersebut. Dari lukisan yang ada pada bangunan-bangunan dapat pula diketahui bahwa mereka juga percaya pada adanya kekuatan pada setiap benda yang disebut dinamisme. Dapat dikatakan manusia-manusia prasejarah di Sulawesi Tengah dahulu menganut kepercayaan serba arwah atau animisme. Hal ini diperkuat pula antara lain dari hiasan-hiasan yang dijumpai pada peninggalan-peninggalan di Lore Utara. Di sana ada lukisan kepala orang, buaya dan lain-lain yang menunjukkan bahwa mereka percaya pada adanya kekuatan gaib atau pada benda-benda dan makhluk hidup. Kekuatan itu terdapat di bagian tubuh tertentu, misalnya di kepala pada manusia. Demikian pula patung-patung orang yang ada, sepertinya itu merupakan patung-patung nenek moyang yang sengaja dibangun untuk kepercayaan pemujaan.

Adanya perbedaan bentuk serta tipe menhir di berbagai situs megalitik, karena mempunyai latar belakang konsep yang berbeda. Seperti halnya menhir yang ada di Poso, Sulawesi Tengah mempunyai dua jenis bentuk. Bentuk yang pertama adalah persegi empat panjang dan menyerupai papan, sedangkan yang kedua berbentuk menyerupai batang pohon. Adapun bentuk pola biasanya berupa pahatan garis lurus horizontal yang mempunyai tujuan profan.

Mengenai menhir yang berbentuk pohon dapat dijelaskan bahwa bagi masyarakat Poso, apabila suatu komplek ladang akan dikerj menentukan satu tempat yang berfungsi sebagai pusat yang artinya titik permulaan dan titik akhir dari segala kesibukan yang terdapat pada ladang itu dan temp;at itu disebut “pongkaresi”. Di tempat ini ditanam pula sebuah pohon yang sangat subur tumbuhnya dan banyak buahnya dan dinamakan “pokae” (sejenis ficus) adanya hubungan pohon pokae yang bisa mendatangkan kesuburan dan kesejahteraan dengan menhir yang berbentuk pohon.

Salah satu temuan baru dari masa megalitik di Kabupaten Luwu Sulawesi Selatan dan juga dianggap cukup unik adalah bangun teras berundak situs Ne’ku Mombomg. Menurut deskripsi yang diberikan penemunya bahwa pada mulanya bangunan itu hanya beberapa bagian saja yang nampak. Hal ini disebabkan karena bentuk bangunan tersebut telah tertimbun vegetasi daun, beberapa pohon dan tanah.

Kelanjutan tradisi megalik masih banyak terdapat di tempat-tempat lain di Indonesia.Tradisi ini masih dilanjutkan dengan nyata dan dengan mudah dapat dibedakan dari tradisi-tradisi sebagai inti kehidupan masyarakat seperti tanah Toraja dan tanah Batak tempat tradisi ini berkembang dalam corak-corak lokal dalam kondisi masa sekarang. Di Jawa yang telah banyak menerima pengaruh budaya dari luar agak sukar untuk menentukan kebiasaan-kebiasaan yang berasal dari zaman megalitik yang lain. Akan tetapi kadang-

Page 5: Megalitik

kadang tampak nyata sekali sifat megalitik ini di tempat-tempat yang menunjukkan betapa kuat tradisi ini berperan dalam beberapa aspek kehidupan. Masih banyak yang memerlukan penelitian dalam bidang ini untuk melihat persebaran kebudayaan megalitik serta pengaruh-pengaruh lain yang telah memberinya corak baru dalam kehidupan masyarakat. Suatu hal yang sudah jelas ialah bahwa pemujaan arwah nenek moyang untuk mencapai kesejahteraan individu dan masyarakat dapat ditemukan kembali hampir di seluruh Indonesia, baik dalam bentuknya yang kompleks di tempat-tempat yang melanjutkan tradisi megalitik maupun dalam bentuk sederhana dimana tradisi tersebut hampir lenyap oleh adanya pengaruh budaya lain dalam kehidupan masyarakat.

Page 6: Megalitik

SEJARAH PENELITIAN OBYEK MEGALITIK DI BONDOWOSO Penelitian tentang obyek megalitik atau bangunan megalitik di Bondowoso, pertama

kali dilakukan oleh Steinmetz pada tahun 1898, mencakup daerah seperti Sumberpandan, Tanam, Tanggulangin, Kretek, serta Kemuningan ( Steinmetz, 1989, 1-60 ). Pada tahun 1929 sampai dengan tahun 1932 H.R van Heekeren melanjutkan penelitian yang pernah diteliti oleh Steinmetz, antara lain meliputi daerah Kretek, Kemuningan, Tanggulangin, Pakisan, Tlogosari, Sokosari, serta lahan perladangan desa Pakauman. Adapun obyek-obyek megalitik yang berhasil di dokumentasikan yaitu obyek dolmen, sarkofagus, arca megalitik atau patung nenek moyang, batu lumpang, pandhusa atau sering disebut dengan kuburan Cina, serta monolit yang berbentuk silinder yang oleh penduduk setempat disebut dengan obyek batu kenong ( H.R van Heekeren, 1931, 1-18 ).

Pada tahun 1938, Willems mengadakan penelitian dan penggalian terhadap kelompok-kelompok batu kenong dab pandhusa di situs Pakauman. Berdasarkan penggalian terhadap pandhusa dolmen sebagai kuburan membuktikan bahwa pandhusa benar-benar digunakan sebagai kuburan. Di dalam kubur tersebut ditemukan tulang-tulang manusia, disamping sisa-sisa bekal kubur berupa pecahan periuk, gigi binatang ternak dan pecahan keramik Cina abad ke-5 Masehi. Penggalian terhadap kelompok-kelompok batu kenong menghasilkan gerabah berhias, manik-manik, fragmen logam besi, dan pemukul kulit kayu dari batuan andesit ( W.J.A Willems, 1939, 5-41 ). Dijelaskan pula bahwa tudak jauh dari kelompok batu kenong dan pandhusa ditemukan patung nenek moyang bergaya statis. Arca megalitik mungkin erat sekali hubungannya dengan pemujaan nenek moyang.