memahami vinaya - ajahn chah.pdf

18
Kata pengantar, Ini adalah artikel mengenai Vinaya. Dalam artikel ini, Ajahn Chah, salah satu guru meditasi terkenal dari Thailand, menjelaskan bagaimana pengetahuan teori harus diimbangi dengan praktik. Tanpa mempraktikkan teori yang telah dipelajari, seseorang tidak akan dapat benar-benar memahami Dhamma-Vinaya dengan baik, apalagi untuk meralisasinya. Beliau juga memberikan beberapa contoh aplikasinya. Isi artikel ini sangatlah baik untuk diketahui guna menambah pengetahuan para pemeluk Ajaran Buddha, khususnya para bhikkhu. Semoga isi dari artikel ini dapat memberikan hal yang bermanfaat bagi perkembangan Dhamma para pembaca dan memberikan motivasi untuk berjuang lebih giat lagi guna mencapai tujuan utama dari hidup ini, Nibbāna. Catatan akhir no. 11, 12, & 14, serta isi [..] adalah tambahan dari penerjemah. Salam dalam mettā, U Sikkhānanda Benteng Satipaṭṭhana Tangerang, 23 Oktober, 2013

Upload: u-sikkhananda-andi-kusnadi

Post on 29-Nov-2015

58 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Memahami Vinaya - Ajahn Chah.pdf

Kata pengantar,

Ini adalah artikel mengenai Vinaya. Dalam artikel ini, Ajahn Chah, salah satu guru meditasi terkenal dari Thailand, menjelaskan bagaimana pengetahuan teori harus diimbangi dengan praktik. Tanpa mempraktikkan teori yang telah dipelajari, seseorang tidak akan dapat benar-benar memahami Dhamma-Vinaya dengan baik, apalagi untuk meralisasinya. Beliau juga memberikan beberapa contoh aplikasinya. Isi artikel ini sangatlah baik untuk diketahui guna menambah pengetahuan para pemeluk Ajaran Buddha, khususnya para bhikkhu. Semoga isi dari artikel ini dapat memberikan hal yang bermanfaat bagi perkembangan Dhamma para pembaca dan memberikan motivasi untuk berjuang lebih giat lagi guna mencapai tujuan utama dari hidup ini, Nibbāna.

Catatan akhir no. 11, 12, & 14, serta isi [..] adalah tambahan dari penerjemah.

Salam dalam mettā,

U SikkhānandaBenteng SatipaṭṭhanaTangerang, 23 Oktober, 2013

Page 2: Memahami Vinaya - Ajahn Chah.pdf

Memahami Vinayaoleh

Ajahn Chah

“Terjemahan Bebas”

Latihan kita ini tidaklah mudah. Kita mungkin mengetahui sesuatu, tetapi masih banyak yang tidak kita ketahui. Contohnya, ketika kita mendengar Dhamma seperti “sadari jasmani, kemudian, sadari pikiran yang berada dalam jasmani” atau “sadari pikiran, kemudian, sadari pikiran yang berada dalam pikiran.” Jika kita belum pernah berlatih hal-hal tersebut, kemudian kita mendengarnya, maka kita mungkin akan bingung. Vinaya1 juga seperti demikian. Di masa lalu, saya adalah seorang guru,2 tetapi saya hanyalah seorang “guru kecil”, bukan yang besar. Mengapa saya katakan seorang “guru kecil”? Karena saya tidak berlatih. Saya mengajar Vinaya tetapi tidak mempraktikkannya. Ini saya sebut seorang guru kecil, guru rendahan. Saya katakan seorang “guru rendahan” karena pada pelaksanaannya saya tidak mencukupi (kurang). Sebagian besar praktik saya sangatlah jauh dengan teori, bagaikan saya belum pernah belajar Vinaya sama sekali.

Walaupun demikian, saya ingin mengatakan bahwa dalam pelaksanaannya, tidaklah mungkin untuk mengetahui Vinaya dengan sempurna, karena ada beberapa hal - terlepas apakah kita mengetahui atau tidak - yang masih merupakan pelanggaran. Ini sangat halus/rumit. Dinyatakan bahwa jika kita belum mengerti aturan latihan atau ajaran tertentu, kita harus mempelajari aturan tersebut dengan penuh antusias dan hormat. Jika kita tidak tahu, maka kita harus berusaha untuk mempelajarinya. Jika kita tidak berusaha, hal itu sendiri adalah suatu pelanggaran.

Sebagai contoh, jika anda merasa ragu... seandainya ada seorang wanita dan - anda tidak tahu apakah dia seorang wanita atau seorang pria - anda menyentuhnya.3 Anda tidak yakin, tetapi tetap menyentuhnya... itu juga merupakan suatu kesalahan. Dahulu saya sering berpikir mengapa hal itu salah, tetapi ketika saya mempertimbangkannya dari segi pelaksanaan, saya menyadari bahwa seorang yogi (meditator) harus memiliki sati, dia harus sangat hati-hati. Apakah sedang berbicara, menyentuh, atau memegang sesuatu, dia harus mempertimbangkannya sepenuhnya. Dalam hal ini, kesalahannya adalah tidak adanya sati atau sati-nya tidak cukup atau kurangnya perhatian pada saat itu.

Ambil contoh lain, saat itu baru jam 11:00 tetapi langitnya sangat berawan, kita tidak dapat melihat matahari dan kita tidak mempunyai jam. Seandainya kita memperkirakan bahwa saat itu kemungkinan adalah tengah hari... kita benar-benar berpikir bahwa saat itu adalah tengah hari... tetapi kita tetap memutuskan untuk memakan sesuatu. Kita mulai makan dan kemudian awannya bergerak dan kita lihat posisi matahari barulah jam 11:00 lewat. Ini juga merupakan pelanggaran. 4 Saya sering berpikir, “Ah? Ini belum lewat tengah hari, mengapa ini merupakan pelanggaran?”

Di sini, pelanggaran terjadi karena kelalaian, kecerobohan, kita tidak mempertimbangkan-nya dengan baik. Kurang pengendalian. Jika ada keraguan dan kita bertindak dalam keraguan, itu adalah sebuah Dukkaṭa 5 karena bertindak dalam keraguan. Kegiatan makannya itu sendiri tidaklah salah, tetapi, di sini, pelanggaran terjadi karena kita ceroboh dan lalai. Jika saat itu adalah memang

Page 3: Memahami Vinaya - Ajahn Chah.pdf

tengah hari tetapi kita pikir bukan, maka itu merupakan pelanggaran yang lebih berat, Pācittiya. Jika kita bertindak dalam keraguan, terlepas apakah tindakan tersebut salah atau tidak, kita tetap melakukan pelanggaran. Jika tindakannya bukanlah merupakan suatu kesalahan, maka itu merupakan pelanggaran yang lebih ringan; tetapi jika tindakannya salah, maka terjadi pelanggaran yang lebih berat. Maka, Vinaya dapat sangat membingungkan.

Suatu ketika saya pergi menemui Yang Mulia Ajahn Mun,6 saat itu saya baru saja memulai latihan saya. Saya telah membaca Pubbasikkhā 7 dan dapat memahaminya dengan cukup baik. Kemudian saya membaca Visuddhimagga, di mana penulisnya menuliskan Sīlaniddesa (penjelasan analitis mengenai moralitas), Samādhiniddesa (penjelasan analitis mengenai konsentrasi), dan Paññāniddesa (penjelasan analitis mengenai kebijaksanaan)... saya merasa bahwa kepala saya akan meledak! Setelah membacanya, saya merasa, latihan tersebut melebihi kemampuan seorang manusia. Tetapi kemudian, saya merenungkan bahwa Sang Buddha tidak akan mengajarkan sesuatu yang tidak dapat dipraktikkan. Beliau tidak akan mengajarkannya dan tidak akan menyatakannya, karena hal tersebut tidak berguna, baik bagi diriNya maupun bagi orang lain. Sīlaniddesa sangatlah dalam (teliti), Samādhiniddesa lebih dalam lagi, dan Paññāniddesa bahkan jauh lebih luar biasa! Saya duduk dan berpikir, “Baiklah, saya tidak dapat lanjut lebih jauh. Tidak ada jalan lagi.” Saat itu sepertinya saya telah mencapai jalan buntu.

Pada tahapan tersebut, saya mengalami kesulitan dengan latihan saya... saya terhenti di sana. Secara kebetulan saya dapat kesempatan untuk pergi dan menemui Yang Mulia Ajahn Mun, maka saya bertanya kepadanya, “Yang Mulia Ajahn, apa yang harus saya lakukan? Saya baru saja mulai berlatih dan masih belum tahu jalan yang benar. Saya mempunyai banyak sekali keraguan, saya tidak dapat menemukan landasan sama sekali dalam latihan.

Dia bertanya, “Apa masalahnya?”

“Di suatu tahap dari latihan saya, saya mengambil dan membaca Visuddhimagga, tetapi tampaknya hal tersebut tidak mungkin diimplementasikan dalam latihan. Isi dari Sīlaniddesa, Samādhiniddesa, dan Paññāniddesa tampaknya tidak dapat dijalankan sama sekali. Saya berpikir, tidak ada seorang pun di dunia yang dapat melaksanakannya, hal tersebut sungguh detail dan teliti. Untuk mengingat setiap peraturan adalah hal yang tidak mungkin, hal itu diluar kemampuan saya.

Dia berkata kepada saya, “Yang Mulia... ada banyak, itu memang benar, tetapi sebenarnya itu hanya sedikit. Jika kita memperhitungkan setiap peraturan latihan di Sīlaniddesa, hal itu akan sulit... benar. Tetapi sebenarnya, apa yang kita sebut dengan Sīlaniddesa muncul dari pikiran manusia. Jika kita latih pikiran ini untuk mempunyai rasa malu dan takut akan perbuatan buruk, kita akan terkendali, kita akan berhati-hati.

“Hal ini akan mengondisikan kita untuk puas dengan hal yang kecil (sedikit), puas dengan sedikit keinginan, karena kita tidak mungkin mencari sesuatu yang banyak. Ketika hal ini terjadi, sati kita akan menjadi lebih kuat. Kita akan dapat menjaga sati kita setiap saat. Di mana pun kita berada, kita akan berusaha untuk menjaga sati kita dengan seksama. Kehati-hatian akan tumbuh. Apapun yang kau ragukan, jangan katakan, jangan lakukan. Jika ada hal yang tidak kau mengerti,

Page 4: Memahami Vinaya - Ajahn Chah.pdf

bertanyalah ke guru. Berusaha untuk melatih setiap peraturan latihan, hal itu memang beban, tetapi kita harus lihat, apakah kita siap untuk mengakui kesalahan-kesalahan kita atau tidak. Apakah kita menerima mereka?”

Ajaran [apa yang dikatakan oleh Ajahn Mun] ini sangatlah penting. Kita sebenarnya tidaklah harus mengetahui setiap peraturan latihan, jika kita mengetahui bagaimana melatih pikiran kita.

“Semua hal yang kau telah baca berasal dari pikiran. Jika kau belum melatih pikiranmu untuk mempunyai kepekaan dan kejelasan, kau akan terus ragu setiap saat. Kau harus mencoba membawa Ajaran Sang Buddha ke pikiranmu. Pikiran harus tenang. Apapun yang muncul, bila kau meragukannya, jangan lakukan. Jika kau tidak benar-benar mengetahuinya dengan pasti, maka, jangan katakan atau jangan lakukan. Sebagai contoh, jika kau berpikir, “Ini benar atau salah?” – itu artinya, kamu tidak yakin – maka, jangan katakan, jangan lakukan, jangan tinggalkan pengendalian dirimu.”

Ketika saya duduk dan mendengarkannya, saya menyadari bahwa ajaran ini sesuai dengan delapan cara untuk mengetahui kebenaran Ajaran Buddha. Ajaran apapun yang mengatakan tentang: pengikisan kekotoran mental, cara keluar dari penderitaan, peninggalan kehidupan duniawi (kesenangan objek indra), puas dengan keadaan yang sedikit, kerendahan hati dan ketidaktertarikan pada kedudukan dan status, penyendirian dan penyepian, usaha yang giat, dan kemudahan disokong... delapan kualitas ini adalah sifat dari Dhamma-Vinaya yang sesungguhnya, Ajaran Sang Buddha. Apapun yang bertentangan dengannya, bukan Ajaran Buddha.

“Jika kita benar-benar tulus, kita akan mempunyai rasa malu dan takut terhadap tindakan salah (perbuatan buruk). Kita akan mengetahui bahwa bila ada keraguan di pikiran, kita tidak akan melakukannya atau mengatakannya. Sīlaniddesa hanyalah kata-kata. Sebagai contoh, hiri-ottappa8 di buku, itu adalah satu hal; tetapi di pikiran kita, itu adalah hal yang lain.”

Belajar Vinaya dengan Yang Mulia Ajahn Mun, saya belajar banyak hal. Begitu saya duduk dan mendengarkannya, pengertian muncul.

Maka, bila menyangkut Vinaya, saya telah banyak mempelajarinya. Kadang kala, saat vassa, saya belajar dari jam enam sore sampai subuh (matahari terbit). Saya mengerti dengan baik. Semua faktor dari āpatti 9 yang dibahas dalam pubbasikkhā saya tulis di sebuah buku catatan dan simpan di tas saya. Saya benar-benar berjuang untuk hal itu, tetapi di kemudian hari, secara bertahap saya melepaskannya. Hal itu berlebihan. Saya tidak mengetahui yang mana inti dan yang mana aksesori, saya mengambil semuanya. Ketika saya telah memahaminya dengan lebih baik, saya meletakkannya, karena hal itu terlalu berat. Saya hanya mengarahkan perhatian saya pada pikiran saya dan secara bertahap menjauh dari buku panduan (teks).

Namun demikian, ketika saya mengajar para bhikkhu di sini, saya masih menggunakan Pubbasikkhā sebagai standar. Selama bertahun-tahun, di sini, di Wat Ba Pong, saya sendirilah yang membacakannya ke kumpulan para bhikkhu. Saat itu saya duduk di kursi dhamma dan membacakannya setidaknya sampai jam 11 malam atau tengah malam; pada hari-hari tertentu, bahkan sampai jam 1 atau 2 pagi. Kami tertarik, dan kami berlatih. Setelah mendengarkan pembacaan naskah Vinaya, kami melanjutkannya dengan merenungkan apa yang kami telah

Page 5: Memahami Vinaya - Ajahn Chah.pdf

dengar. Kalian tidak akan benar-benar mengerti Vinaya hanya dengan mendengarkannya. Setelah mendengarkannya, kalian harus menelitinya dan menyelidikinya lebih jauh.

Walaupun saya telah mempelajari hal ini selama bertahun-tahun, pengetahuanku masih belumlah sempurna, karena begitu banyak ketidakjelasan dalam teks. Sekarang, sudah begitu lama sejak terakhir kali saya membaca buku-buku tersebut, ingatan saya pada berbagai peraturan latihan telah agak memudar, tetapi dalam pikiran saya tidak berkurang. Ada standar di sana. Tidak ada keraguan, tetapi ada kebijaksanaan. Saya tinggalkan buku-buku tersebut dan konsentrasi pada pengembangan pikiran. Saya tidak mempunyai keraguan apapun mengenai peraturan latihan. Pikiran mempunyai penghargaan terhadap moralitas, pikiran tidak akan berani melakukan hal yang salah, baik di tempat umum ataupun pribadi. Saya tidak membunuh binatang, bahkan yang kecil sekalipun. Jika seseorang meminta saya untuk secara sengaja membunuh seekor semut atau rayap, misalnya - menindasnya dengan tangan saya; saya tidak dapat melakukannya, walaupun mereka menawarkan ribuan baht (mata uang Thailand) untuk melakukannya. Bahkan satu ekor semut atau rayap! Kehidupan semut tersebut mempunyai nilai yang lebih besar bagi saya.

Namun demikian, saya mungkin saja menyebabkan seekor semut mati, seperti pada saat ada sesuatu yang merayap naik ke kaki saya dan saya mengusapnya. Mungkin ia mati, tetapi ketika saya menelaah pikiran saya, tidak ada perasaan bersalah. Tidak ada keraguan. Mengapa? Karena tidak ada kehendak (cetanā). Sīlaṁ vadāmi bhikkhave cetanāhaṁ: “Kehendak adalah intisari dari latihan moralitas.” Menelaahnya dari sisi tersebut, saya melihat tidak ada kehendak untuk membunuh. Kadang kala, ketika sedang berjalan saya mungkin menginjak serangga dan membunuhnya. Di masa lalu, sebelum saya benar-benar memahaminya, saya akan sangat menderita akan hal seperti ini. Saya berpikir bahwa saya telah melakukan pelanggaran.

“Apa? Tidak ada kehendak.” “Tidak ada kehendak, tetapi saya tidak cukup hati-hati!” Saya akan terus berpikir seperti ini, rewel dan gelisah.

Maka, Vinaya bisa menjadi sesuatu yang mengganggu mereka yang berlatih Dhamma, tetapi berusaha sesuai dengan yang para guru katakan juga mempunyai nilai tersendiri – “Apapun peraturan latihan yang belum kau ketahui, kau harus mempelajarinya. Jika kau tidak tahu, kau harus bertanya pada mereka yang mengerti.” Mereka sangat menekankan hal ini.

Sekarang, jika kita tidak tahu peraturan latihan, kita tidak akan menyadari pelanggaran terhadapnya. Ambil sebagai contoh, seorang Thera Yang Mulia dari masa lalu, Ajahn Pow dari Wat Kow Wong Got, di propinsi Lopburi. Suatu hari seorang Maha,10 muridnya, sedang duduk di dekatnya ketika beberapa orang wanita datang dan bertanya,“Luang Por! Kami ingin mengundang anda untuk pergi jalan-jalan dengan kami, apakah anda akan ikut?”Luang Por Pow tidak menjawab. Sang Maha yang sedang duduk di dekatnya berpikir bahwa Yang Mulia Ajahn Pow tidak mendengarnya, maka dia berkata,“Luang Por, Luang Por! Apakah anda mendengarnya? Wanita-wanita ini mengundang anda untuk pergi jalan-jalan.”Beliau menjawab, “Saya mendengarnya.”Para wanita tersebut bertanya kembali, “Luang Por, anda mau ikut atau tidak?”

Page 6: Memahami Vinaya - Ajahn Chah.pdf

Dia hanya duduk di sana tanpa menjawabnya, jadi tidak ada yang terjadi dari undangan tersebut. Ketika mereka telah pergi, sang Maha berkata,“Luang Por, mengapa anda tidak menjawab pertanyaan mereka?”Dia berkata, “Oh, Maha, tidakkah kamu mengetahui peraturan ini? Mereka yang baru saja berada di sini semuanya adalah wanita. Jika para wanita mengundang anda untuk melakukan perjalanan bersama mereka, kau tidak boleh menyetujuinya. Jika mereka yang melakukan perencanaan (pengaturan) untuk mereka sendiri, hal itu tidak apa-apa. Jika saya ingin pergi, saya dapat melakukannya, karena saya tidak ikut serta dalam membuat perencanaan.” 11

“Sang Maha duduk dan berpikir, “Oh, saya telah membuat diri saya sebagai orang bodoh.”

Vinaya menyatakan bahwa melakukan perencanaan dan pergi bersama wanita (atau para wanita) walaupun bukan sebagai pasangan, adalah sebuah pelanggaran Pācittiya [Pc 67].

Ambil contoh lain. Para umat membawa uang dengan sebuah baki (nampan) untuk didanakan kepada Yang Mulia Ajahn Pow. Beliau akan mengulurkan kain-penerima12 dan memegang ujung kain yang satunya. Tetapi, ketika mereka membawa nampan tersebut dan menaruhnya di atas kain penerima, beliau akan menarik tangannya dari kain tersebut. Kemudian dia hanya membiarkan uang tersebut di tempatnya. Beliau mengetahui uang tersebut ada di sana, tetapi beliau tidak menaruh perhatian padanya, hanya bangun dan pergi, karena di Vinaya dikatakan bahwa jika seorang bhikkhu tidak menyetujui uang tersebut, tidaklah perlu melarang umat untuk mempersembahkannya.13 Jika dia mempunyai keinginan pada uang tersebut, dia harus berkata, “Perumah tangga, hal ini tidak diperbolehkan bagi seorang bhikkhu.” Dia harus memberitahu mereka. Jika kau punya keinginan pada uang tersebut, kau harus melarang mereka untuk mempersembahkan hal yang tidak diperbolehkan. Namun demikian, jika kau benar-benar tidak punya keinginan pada uang tersebut, hal itu tidaklah perlu. Kau hanya biarkan di sana dan pergi.

Walaupun Sang Ajahn dan para muridnya tinggal bersama untuk waktu yang lama, tetap saja sebagian dari muridnya tidak mengerti praktik Ajahn Pow. Ini adalah keadaan yang sangat buruk. Sedangkan, bagi saya sendiri, saya melihatnya dengan teliti dan merenungkan banyak hal dari praktik Vinaya Ajahn Pow yang halus. 14

Vinaya bahkan dapat membuat sebagian bhikkhu lepas jubah. Ketika mereka mempelajarinya, banyak keraguan bermunculan. Hal ini akan membawanya bahkan ke masa lalu... “penahbisanku, apakah dilaksanakan sesuai prosedur?15 Apakah penahbisku murni? Tidak satupun dari para bhikkhu yang bergabung dalam penahbisanku mengetahui Vinaya, apakah mereka duduk di jarak yang sesuai?” Keragu-raguan terus mengalir... “Tempat saya ditahbiskan, apakah layak? Tempatnya terlalu kecil... “ Mereka meragukan semuanya dan jatuh ke neraka.

Jadi, sampai kalian mengetahui bagaimana kalian memantapkan pikiran kalian, hal ini akan sangat sulit. Kalian harus sangat tenang, kalian tidak bisa langsung loncat ke dalamnya. Tetapi, menjadi sangat tenang sehingga kalian tidak peduli untuk menelaahnya, hal itu juga merupakan suatu kesalahan. Saya sangat bingung dan saya hampir lepas jubah, karena saya melihat begitu banyak kesalahan dengan praktik saya dan beberapa dari guru saya. Saya berada dalam kesulitan besar dan tidak dapat tidur akibat keragu-raguan tersebut.

Page 7: Memahami Vinaya - Ajahn Chah.pdf

Semakin saya ragu, semakin sering saya bermeditasi, semakin sering saya praktikkan. Kapan pun keraguan muncul, saya langsung praktikkan pada titik permasalahannya. Kebijaksanaan muncul. Kemudian, segalanya mulai berubah. Sangatlah sulit mendeskripsikan perubahan yang terjadi. Pikiran berubah sampai tidak ada lagi keraguan. Saya tidak mengerti bagaimana hal itu berubah, jika saya mengatakannya pada seseorang, dia juga mungkin tidak akan mengerti.

Maka saya renungkan perkataan Sang Buddha “paccattaṃ veditabbo viññūhī – para bijaksana harus mengetahuinya sendiri” Ini merupakan pengetahuan yang muncul melalui pengalaman langsung. Mempelajari Dhamma-Vinaya adalah hal yang benar, tetapi bila hanya belajar, hal itu masih kurang. Jika kalian benar-benar mempraktikkannya, kalian akan mulai meragukannya segalanya. Sebelum saya berlatih, saya tidak tertarik pada pelanggaran-pelanggaran kecil (minor); tetapi setelah saya mulai berlatih, bahkan pelanggaran Dukkaṭa menjadi sepenting pelanggaran Pārājika. Sebelumnya, pelanggaran Dukkaṭa seperti tidak ada artinya, hanyalah hal sepele. Begitulah saya melihatnya. Di malam hari kalian dapat mengakuinya dan semuanya selesai. Kemudian, kalian dapat melanggarnya kembali. Pengakuan seperti ini tidaklah murni, karena kalian tidak berhenti, kalian tidak memutuskan untuk berubah. Tidak ada pengendalian, kalian hanya melakukan berulang-ulang. Tidak ada persepsi kebenaran, tidak ada pelepasan.

Sebenarnya, dari sisi kebenaran yang sesungguhnya, tidaklah perlu untuk melakukan kegiatan rutinitas dari pengakuan kesalahan. Jika kita melihat bahwa pikiran kita telah murni dan tidak ada lagi sisa keraguan, maka kesalahan tersebut selesai di sana. Yang membuat kita belumlah murni adalah karena kita masih ragu, masih bergejolak. [Bila] Kita tidak murni sepenuhnya maka kita tidak bisa melepaskannya. Kita tidak dapat melihat diri kita sendiri, itu masalah utamanya. Vinaya kita ini, bagaikan sebuah pagar untuk menjaga kita agar tidak melakukan kesalahan, jadi ini adalah sesuatu di mana kita harus berhati-hati dengannya.

Jika kalian tidak bisa melihat nilai sesungguhnya dari Vinaya untuk diri kalian sendiri, ini adalah hal yang sulit. Lama sebelum saya datang ke Wat Ba Pong, saya memutuskan untuk meninggalkan uang. Pada sebagian besar dari masa vassa, saya telah memikirkan hal ini. Pada akhirnya, saya ambil dompet saya dan datang kepada seorang Maha yang tinggal bersama saya pada saat itu, dan menaruh dompet tersebut di hadapannya.

“Ini, Maha, ambil uang ini. Mulai hari ini, selama saya menjadi seorang bhikkhu, saya tidak akan menerima atau memegang uang. Anda dapat menjadi saksi saya.”

“Kamu simpanlah, Yang Mulia, kau mungkin membutuhkannya untuk melanjutkan sekolahmu.” Yang Mulia Maha tidak langsung mengambil uangnya, dia malu...

“Mengapa anda ingin membuang semua uang ini?”

“Kamu tidak perlu mengkhawatirkanku. Saya telah membuat keputusan. Saya memutuskannya tadi malam.”

Sejak hari itu, saat dia mengambil uang tersebut, seperti ada jarak di antara kami. Kami tidak lagi bisa saling mengerti satu sama lain. Dia masih menjadi saksi saya sampai hari ini. Sejak

Page 8: Memahami Vinaya - Ajahn Chah.pdf

hari itu, saya belum pernah menggunakan uang atau terlibat dalam jual-beli. Saya telah mengekang diri saya dalam semua hal sehubungan dengan uang. Saya selalu cemas akan melakukan tindakan salah, walaupun saya tidak melakukan sesuatu yang salah. Dalam hati, saya terus menjaga latihan meditasi saya. Saya tidak lagi membutuhkan kekayaan, saya melihatnya sebagai racun. Apakah anda memberikan racun kepada seorang manusia, seekor anjing, atau yang lainnya, itu pasti akan menyebabkan kematian atau penderitaan. Jika kita bisa melihatnya dengan jelas seperti ini, kita akan bisa selalu terjaga untuk tidak mengambil “racun-uang” tersebut. Ketika kita bisa melihatnya dengan jelas bahayanya, tidaklah sulit meninggalkannya.

Mengenai makanan yang dibawa sebagai persembahan, jika saya meragukannya, saya tidak akan menerimanya. Tidak peduli seberapa nikmat dan lezat makanan tersebut, saya tidak akan memakannya. Ambil sebagai contoh, seperti acar (asinan) ikan mentah. Seandainya anda tinggal di hutan dan pergi mengumpulkan dana makanan, kemudian hanya mendapatkan nasi dan acar ikan mentah yang dibungkus dengan daun. Ketika anda kembali ke tempat tinggal anda dan membuka bungkusannya, anda melihat bahwa isinya adalah acar ikan mentah ... buang saja! 16 Makan nasi putih saja lebih baik daripada melanggar Vinaya. Hal itu harus demikian sebelum kalian dapat mengatakan bahwa kalian benar-benar mengerti, setelah itu Vinaya akan menjadi lebih mudah.

Jika bhikkhu lain ingin memberikan perlengkapan kepada saya, misalnya, pisau cukur atau apapun itu, saya tidak akan menerimanya, kecuali saya mengetahui mereka sebagai teman berlatih dengan standar yang sama dalam hal Vinaya. Mengapa tidak? Bagaimana kalian dapat mempercayai dia yang tidak terkendali/terkekang? Mereka dapat melakukan berbagai macam hal. Mereka tidak melihat nilai dari Vinaya, sehingga adalah hal yang mungkin bila mereka mendapatkan perlengkapan tersebut melalui cara yang salah. Saya berusaha seteliti mungkin (berhati-hati) sampai sedemikian rupa.

Sebagai akibatnya, beberapa teman bhikkhu saya melihat saya dengan heran dan tidak menyetujuinya... “Dia tidak bergaul, dia tidak berbaur... “Saya tidak bergeming, “Pasti, kita akan berbaur ketika kita mati. Ketika sampai pada kematian, kita semua berada dalam posisi yang sama,“ pikir saya. Saya hidup dengan perjuangan. Saya adalah seseorang yang sedikit bicara. Jika orang lain mengkritik latihan saya, saya tidak bergeming. Mengapa? Karena, bahkan jika saya jelaskan kepadanya, mereka tidak akan mengerti. Mereka tidak tahu apa-apa mengenai latihan. Seperti ketika saya diundang pada sebuah upacara kematian dan seseorang berkata, “ ... Jangan dengarkan dia! Taruh saja uangnya di tasnya dan jangan berkata apapun tentang hal itu... jangan biarkan dia mengetahuinya.”17 Saya akan berkata, “Hey, apakah kalian pikir saya mati atau apa memang demikian? Hanya karena seseorang menyebut alkohol sebagai minyak wangi, hal itu tidaklah membuat alkohol menjadi minyak wangi, tahukan kalian? Tetapi kalian, ketika kalian ingin meminum alkohol, kalian menyebutnya sebagai minyak wangi dan kemudian meminumnya. Kalian pastilah orang-orang gila!”

Bila demikian, Vinaya dapat menjadi sulit. Kalian harus puas dengan sesuatu yang sedikit, menjauh. Kalian harus melihat dan melihatnya dengan benar. Suatu ketika, saya sedang melakukan perjalanan melalui daerah Saraburi, kelompok saya berdiam di vihara sebuah desa untuk beberapa saat. Kepala viharanya mempunyai vassa yang hampir sama dengan saya. Di pagi

Page 9: Memahami Vinaya - Ajahn Chah.pdf

hari, kami pergi mengumpulkan dana makanan bersama, kemudian kembali ke vihara dan menaruh mangkuk kami. Dengan segera, para umat akan datang membawa makanan ke ruang makan dan meletakkannya di sana. Kemudian para bhikkhu akan pergi ke sana dan mengambilnya, membukanya dan menaruhnya dalam barisan untuk diserahkan secara formal. Seorang bhikkhu akan menyentuhnya di sisi yang lain. Dan demikianlah, selesai! Dengan cara demikian, para bhikkhu akan membawa dan mendistribusikan makanan tersebut untuk dimakan.

Saat itu, kurang lebih ada lima orang bhikkhu yang melakukan perjalanan bersama saya, tetapi tidak seorang pun yang menyentuh makanan tersebut. Saat piṇḍapāta, yang kami terima hanyalah nasi putih, jadi kami duduk dengan mereka dan hanya makan nasi putih, tidak satupun dari kami yang berani memakan makanan dari piring-piring tersebut.

Hal ini berlangsung sampai beberapa hari, sampai saya mulai merasakan bahwa kepala viharanya agak terganggu dengan tingkah laku kami. Salah satu bhikkhunya mungkin menghadap kepadanya dan berkata, “Para bhikkhu tamu tidak memakan makanan apapun. Saya tidak tahu apa yang mereka lakukan.”

Saya harus berdiam untuk beberapa hari lagi di sana, maka saya pergi menemui sang kepala vihara untuk menjelaskannya.

Saya berkata, “Bhante, bisakah saya meminta waktu anda sebentar? Saat ini saya mempunyai urusan yang mengharuskan saya untuk meminta keramah-tamahan anda untuk beberapa hari, tetapi sehubungan dengan itu, saya takut ada satu atau dua hal yang membuat anda atau teman-teman bhikkhu anda merasa janggal. Contohnya, mengapa kami tidak memakan makanan yang dipersembahkan oleh para umat. Saya ingin meluruskan hal ini kepada bhante. Sebenarnya, hal ini bukanlah apa-apa, ini hanya karena saya belajar berlatih seperti demikian... yaitu, melakukan penerimaan persembahan, bhante. Ketika para umat menaruh makanan dan para bhikkhu datang dan membukanya, memilihnya dan memintanya untuk dipersembahkan dengan formal... ini adalah hal yang salah. Itu merupakan pelanggaran Dukkaṭa. Khususnya, menangani atau menyentuh makanan yang belum dipersembahkan secara resmi kepada bhikkhu, hal ini “merusak” makanan tersebut. Berdasarkan Vinaya, siapapun bhikkhu yang memakan makanan tersebut melakukan pelanggaran.

Ini semua hanya karena satu hal ini saja, bhante. Bukannya saya mengkritik para bhikkhu di sini, atau saya berusaha untuk memaksa anda untuk berhenti melakukan praktik seperti ini... tidak sama sekali. Saya hanya ingin anda mengetahui niat baik saya, karena saya harus berdiam di sini untuk beberapa hari lagi.

Dia mengangkat tangannya dalam posisi Añjali,18 dan berkata “Sādhu! Bagus! Saya belum pernah melihat seorang bhikkhu di daerah Saraburi yang melaksanakan peraturan kecil. Saat ini, tidak ada siapapun yang masih melaksanakannya. Jika masih ada para bhikkhu yang demikian, mereka pasti tidak berdiam di Saraburi. Saya menghargai anda. Saya tidak keberatan sama sekali, hal itu sangatlah baik.”

Besok paginya, ketika kami kembali dari piṇḍapāta, tidak ada satu orang bhikkhu pun yang berani mendekat makanan yang dibawa oleh para umat. Para umat sendirilah yang memilih dan

Page 10: Memahami Vinaya - Ajahn Chah.pdf

mempersembahkannya, karena mereka takut para bhikkhu tidak akan memakannya. Sejak hari itu para bhikkhu dan sāmaṇera di sana sepertinya sangat malu, maka saya berusaha menjelaskannya kepada mereka, agar pikirannya tenang. Saya kira, mereka takut pada kami, mereka hanya pergi ke ruangannya masing-masing dan mengurung diri tanpa berbicara.

Selama dua atau tiga hari saya berusaha mencoba membuat mereka merasa lega, karena mereka merasa sangat malu, saya sungguh-sungguh tidak ada maksud menentang mereka. Saya tidak berkata seperti “Tidak cukup makanan,” atau “bawa makanan ini atau itu.” Mengapa tidak? Karena saya pernah berpuasa sebelumnya, kadang kala selama tujuh atau delapan hari. Di sini, saya mendapatkan nasi putih, saya sadar bahwa saya tidak akan mati. Dari mana saya mendapatkan kekuatan itu? Dari latihan, dari belajar dan berlatih dengan benar.

Saya mengambil Sang Buddha sebagai panutan. Ke mana pun saya pergi, apapun yang saya lakukan, saya tidak akan melibatkan diri saya. Saya hanya mengabdikan diri saya pada latihan, karena saya peduli pada diri saya, dan saya peduli pada latihan.

Mereka yang tidak melaksanakan Vinaya atau berlatih meditasi dan mereka yang benar-benar berlatih tidak dapat hidup bersama, mereka harus jalan terpisah . Saya juga tidak memahami hal ini sebelumnya. Sebagai seorang guru, saya mengajar orang lain tetapi tidak mempraktikkannya. Hal itu sangatlah buruk. Ketika saya renungkan dengan sungguh-sungguh, latihan saya dan pengetahuan teori saya sangatlah jauh berbeda, bagaikan bumi dan langit.

Oleh karena itu, mereka yang ingin membuat pusat meditasi dan berdiam di hutan... jangan lakukan. Jika kalian belum benar-benar mengetahui, jangan berusaha mencobanya, kalian hanya akan membuat semuanya berantakan. Sebagian bhikkhu berpikir bahwa dengan tinggal di hutan, mereka akan menemukan kedamaian, tetapi mereka masih belum mengerti inti dari latihan. Mereka memotong rumput sendiri,19 melakukan segala sesuatunya sendiri... Mereka yang benar-benar mengetahui latihan, tidak akan tertarik pada tempat seperti itu, mereka tidak akan berkembang. Melakukannya seperti demikian tidak akan membawa kemajuan. Tak peduli seberapa tenangnya hutan tersebut, kalian tidak akan maju jika kalian melakukannya dengan salah.

Mereka melihat para bhikkhu hutan tinggal di hutan dan pergi ke hutan untuk tinggal seperti mereka, tetapi hal itu tidaklah sama. Bajunya tidak sama, kebiasaan makannya tidak sama, semuanya berbeda. Yaitu, mereka tidak melatih diri mereka, mereka tidak berlatih. Tempatnya akan terbengkalai, ini benar-benar tidak akan berhasil. Jika berhasil, itu hanyalah sebagai tempat untuk pamer atau publikasi, hanya seperti pertunjukan tukang obat. Tidak akan berlanjut lebih jauh dari itu. Mereka yang baru berlatih sedikit dan kemudian mengajar orang lain, belumlah matang, mereka belum benar-benar mengerti. Dalam waktu singkat, mereka akan menyerah dan hancur berantakan. Hal itu hanya akan membawa masalah.

Maka kita harus belajar sampai cukup baik, lihat Navakovada,20 apa yang dikatakannya? Pelajari, ingat-ingat, sampai kalian mengerti. Dari waktu ke waktu, bertanyalah kepada guru mengenai hal yang dalam/sulit, dia akan menjelaskannya. Belajarlah seperti ini sampai kalian benar-benar memahami Vinaya.

Page 11: Memahami Vinaya - Ajahn Chah.pdf

Ajahn Chah(From “Food for the Heart”)

dari: http://www.budsas.org (English Articles)

Catatan Akhir:

Page 12: Memahami Vinaya - Ajahn Chah.pdf

1 Vinaya adalah sebutan umum yang diberikan pada aturan disiplin kebhikkhuan, peraturan kebhikkhuan. “Vinaya” arti harafiahnya adalah “menuntun keluar,” karena dengan menjalankan peraturan-peraturan tersebut “menuntun keluar” dari tindakan buruk, dan perluasannya, dari pikiran buruk; sebagai tambahan, dapat juga dikatakan untuk “menuntun keluar” dari kehidupan perumah tangga, dan perluasannya, dari kemelekatan pada dunia. 2 Ini mengacu pada saat permulaan kehidupan kebhikkhuan Ajahn Chah, sebelum beliau berlatih sungguh-sungguh. 3 Pelanggaran Saṅghādisesa no. 2, mengenai menyentuh seorang wanita dengan pikiran yang diliputi nafsu. 4 Mengacu pada pelanggaran Pācittiya no. 36, makan di luar waktu yang diijinkan – setelah matahari terbit s/d tengah hari. 5 Dukkaṭa – pelanggaran “tindakan salah,” pelanggaran kelas teringan dalam vinaya, jumlahnya banyak. Pārājika – pelanggaran “gugur,” jumlahnya ada 4, paling serius, melibatkan pengusiran (dikeluarkan) dari Bhikkhu-Saṅgha.6 Yang Mulia Ajahn Mun Bhuridatto mungkin merupakan guru meditasi paling terkenal dan dihormati dari tradisi bhikkhu hutan di Thailand. Beliau mempunyai banyak murid yang juga berkedudukan sebagai guru, salah satu di antaranya adalah Ajahn Chah. Yang Mulia Ajahn Mun meninggal dunia tahun 1949. 7 Pubbasikkhā Vaṇṇanā – “[Penjelasan] Latihan Dasar” – kitab komentar berbahasa Thailand mengenai penjelasan Dhamma-Vinaya yang mengacu pada kitab komentar Pali. Visuddhimagga –“Jalan Pemurnian” – kitab komentar mengenai Dhamma-Vinaya yang sangat dalam, karya Acariya Buddhagosa. 8 Hiri – rasa malu dan ottappa – takut akan akibat perbuatan buruk. Adalah faktor mental yang positif yang meletakkan landasan bagi suara hati yang jernih dan moralitas yang kokoh. Kemunculannya berdasarkan rasa hormat pada diri sendiri dan pada orang lain. Pengendalian diri akan bersifat alamiah karena persepsi yang jernih dari hubungan sebab dan akibat. 9 Āpatti: pelanggaran vinaya . 10 Maha: gelar yang diberikan kepada bhikkhu yang telah belajar Pali dan menyelesaikan sampai tahun keempat atau lebih tinggi. 11 Ini adalah catatan tambahan dari penerjemah: walaupun tidak ikut dalam perencanaan, bila perginya hanya dengan wanita, tanpa ada prianya, maka hal tersebut tetap tidak boleh. 12 Sebuah “kain penerima” adalah kain yang digunakan para bhikkhu Thailand untuk menerima sesuatu dari wanita, dari siapa mereka tidak menerima secara langsung. Yang Mulia Ajahn Pow menarik tangannya dari kain penerima mengindikasikan bahwa dia sebenarnya tidak menerima uang.13 Ini adalah catatan tambahan dari penerjemah: Hal itu hanyalah berdasarkan kitab komentar, bahkan dikatakan bahwa sang bhikkhu bisa hanya melakukan penolakan dengan cara mengucapkannya dalam hati. Walaupun seandainya hal tersebut adalah benar dan tidak apa-apa; tetapi, ini akan memberikan contoh yang tidak baik kepada para bhikkhu baru yang belum mengerti peraturan. Mereka mungkin akan mengiranya bahwa penerimaan uang adalah hal yang legal, tidak melanggar. Yang lebih menakutkan adalah hal ini akan mengondisikan berkembangnya para bhikkhu korup yang sengaja menjadi bhikkhu untuk mencari uang/kekayaan.

Page 13: Memahami Vinaya - Ajahn Chah.pdf

Selain itu, bila hal ini dibiarkan, umat juga akan percaya bahwa mempersembahkan uang adalah hal yang diperbolehkan; tetapi sebenarnya, umat akan mengalami kerugian yang besar karena memberikan hal yang tidak diperbolehkan. Dalam Jīvaka Sutta–MN 55, Sang Buddha mengatakan:

“Yampi so Tathāgataṃ vā tathāgatasāvakaṃ vā akappiyena āsādeti, iminā pañcamena thānena bahuṃ apuññaṃ pasavati.” “Ketika dia mempersembahkan yang tidak diperbolehkan kepada Sang Tathāgata atau siswaNya, ini adalah kasus kelima di mana dia mendapatkan banyak keburukan.”

Kata “āsādeti” di sini berasal dari kata āsā = harapan/keinginan + deti = memberi, maka kurang lebih arti lengkapnya adalah harapan/keinginan untuk memberi. Sehingga, bila penerjemah tidak salah mengartikan ini, jangankan sedang atau telah memberikan, bahkan baru berharap untuk memberikan sesuatu yang tidak diperbolehkan saja, pendana akan mendapatkan banyak keburukan (karma buruk).

Maka, bila kasus di atas terjadi, seorang bhikkhu tidak cukup diam saja dan pergi, tetapi harus melarangnya dan mengajarkan umat cara yang benar. Karena hal itu adalah tugas seorang bhikkhu (guru spiritual) untuk memberitahu dan mengajarkan umatnya apa yang baik dan mencegahnya untuk melakukan yang buruk – Sīgāla (Sīgālovāda) sutta – DN 31.14 Tambahan dari penerjemah: Hal ini memperkuat pernyataan catatan tambahan no. 13 dari penerjemah. Ajahn Chah dapat mengerti karena beliau belajar Vinaya dengan baik dan serius, serta mempraktikkannya. Jangankan para bhikkhu yang tidak belajar, para bhikkhu yang belajar pun, bila mereka tidak sungguh-sungguh, sebagai contoh mereka yang hanya belajar agar lulus ujian, yang hanya bisa menghafal (seperti burung beo atau tape recorder), pasti tidak akan mengerti.15 Ada peraturan yang sangat detail dan tepat yang mengatur tentang prosedur penahbisan, yang jika tidak diikuti, akan menyebabkan penahbisan menjadi tidak sah.16 Vinaya melarang seorang bhikkhu untuk makan daging atau ikan mentah. 17 Walaupun menerima uang adalah suatu pelanggaran bagi bhikkhu, tetapi banyak yang menerimanya. Beberapa bhikkhu akan menerimanya ketika berlagak (terlihat seperti) tidak menerimanya; mungkin inilah bagaimana umat awam, dalam kasus ini, melihat penolakan Yang Mulia Ajahn untuk menerima uang, berpikir bahwa dia sebenarnya akan menerima uang jika mereka tidak benar-benar memberikan kepadanya secara terbuka (terang-terangan), tetapi hanya menyelipkannya ke dalam tasnya. 18 Añjali: cara tradisional dalam memberikan sambutan atau penghormatan, seperti yang dilakukan oleh orang India “Namaste” atau Thailand “Wai.” Sādhu “Bagus” cara menunjukkan apresiasi atau persetujuan. 19 Pelanggaran Vinaya jenis lain, Pācittiya [Pc 11].20 Navakovada – ringkasan sederhana dari Dhamma-Vinaya tingkat dasar.