membaca diskresi untuk ingkar pasal 100 pp 43/2014

5
Membaca DIKRESI dalam UU 30 tahun 2014 Untuk Tidak Patuh Pasal 100 PP 43/2014 Yang Tertulis dalam Uandang Undang Ada semangat menyelesaikan permasalahan dalam penyelenggaraan pemerintahan, pengaturan mengenai administrasi pemerintahan diharapkan dapat menjadi solusi dalam memberikan pelindungan hukum, baik bagi warga masyarakat maupun pejabat pemerintahan ( meningmbang huruf b. ) Diskresi adalah Keputusan dan/atau Tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan oleh Pejabat Pemerintahan untuk mengatasi persoalan konkret yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam hal peraturan perundang-undangan yang memberikan pilihan, tidak mengatur, tidak lengkap atau tidak jelas, dan/atau adanya stagnasi pemerintahan. ( pasal 1 angka 9 ) Pejabat Pemerintahan memiliki hak untuk menggunakan Kewenangan dalam mengambil Keputusan dan/atau Tindakan salah satunya adalah menggunakan Diskresi sesuai dengan tujuannya. (pasal 6) Ketiadaan atau ketidakjelasan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, tidak menghalangi Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang berwenang untuk menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan sepanjang memberikan kemanfaatan umum dan sesuai dengan AUPB. Dimana AUPB yang dimaksud dalam Undang-Undang ini meliputi asas: kepastian hukum; kemanfaatan; ketidakberpihakan; kecermatan; tidak menyalahgunakan kewenangan; keterbukaan; kepentingan umum; dan pelayanan yang baik. ( pasal 8 & 10 ) Diskresi hanya dapat dilakukan oleh Pejabat Pemerintahan yang berwenang. Setiap penggunaan Diskresi Pejabat Pemerintahan bertujuan

Upload: aliansi-masyarakat-tembakau-indonesia

Post on 25-Jul-2015

206 views

Category:

Law


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Membaca Diskresi untuk Ingkar pasal 100 PP 43/2014

Membaca DIKRESI dalam UU 30 tahun 2014

Untuk Tidak Patuh Pasal 100 PP 43/2014

Yang Tertulis dalam Uandang Undang

Ada semangat menyelesaikan permasalahan dalam penyelenggaraan pemerintahan, pengaturan mengenai administrasi pemerintahan diharapkan dapat menjadi solusi dalam memberikan pelindungan hukum, baik bagi warga masyarakat maupun pejabat pemerintahan ( meningmbang huruf b. )

Diskresi adalah Keputusan dan/atau Tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan oleh Pejabat Pemerintahan untuk mengatasi persoalan konkret yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam hal peraturan perundang-undangan yang memberikan pilihan, tidak mengatur, tidak lengkap atau tidak jelas, dan/atau adanya stagnasi pemerintahan. ( pasal 1 angka 9 )

Pejabat Pemerintahan memiliki hak untuk menggunakan Kewenangan dalam mengambil Keputusan dan/atau Tindakan salah satunya adalah menggunakan Diskresi sesuai dengan tujuannya. (pasal 6)

Ketiadaan atau ketidakjelasan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, tidak menghalangi Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang berwenang untuk menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan sepanjang memberikan kemanfaatan umum dan sesuai dengan AUPB. Dimana AUPB yang dimaksud dalam Undang-Undang ini meliputi asas: kepastian hukum; kemanfaatan; ketidakberpihakan; kecermatan; tidak menyalahgunakan kewenangan; keterbukaan; kepentingan umum; dan pelayanan yang baik. ( pasal 8 & 10 )

Diskresi hanya dapat dilakukan oleh Pejabat Pemerintahan yang berwenang. Setiap penggunaan Diskresi Pejabat Pemerintahan bertujuan untuk: melancarkan penyelenggaraan pemerintahan; mengisi kekosongan hukum; memberikan kepastian hukum; dan mengatasi stagnasi pemerintahan dalam keadaan tertentu guna kemanfaatan dan kepentingan umum. ( pasal 22 )

Diskresi Pejabat Pemerintahan meliputi antara lain : pengambilan Keputusan dan/atau Tindakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang memberikan suatu pilihan Keputusan dan/atau Tindakan; pengambilan Keputusan dan/atau Tindakan karena peraturan perundang-undangan tidak mengatur; pengambilan Keputusan dan/atau Tindakan karena peraturan perundang-undangan tidak lengkap atau tidak jelas; dan pengambilan Keputusan dan/atau Tindakan karena adanya stagnasi pemerintahan guna kepentingan yang lebih luas ( Pasal 23 )

Pejabat Pemerintahan yang menggunakan Diskresi harus memenuhi syarat:. sesuai dengan tujuan Diskresi; tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; sesuai dengan AUPB; berdasarkan alasan-alasan yang objektif; tidak menimbulkan Konflik Kepentingan; dan dilakukan dengan iktikad baik. (pasal 24 )

Page 2: Membaca Diskresi untuk Ingkar pasal 100 PP 43/2014

Penggunaan Diskresi yang berpotensi mengubah alokasi anggaran wajib memperoleh persetujuan dari Atasan Pejabat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. ( pasal 25 )

Pejabat yang menggunakan Diskresi wajib menguraikan maksud, tujuan, substansi, serta dampak administrasi dan keuangan. Pejabat yang menggunakan Diskresi wajib menyampaikan permohonan persetujuan secara tertulis kepada Atasan Pejabat. Dalam waktu 5 (lima) hari kerja setelah berkas permohonan diterima, Atasan Pejabat menetapkan persetujuan, petunjuk perbaikan, atau penolakan. Apabila Atasan Pejabat melakukan penolakan, Atasan Pejabat tersebut harus memberikan alasan penolakan secara tertulis. ( Pasal 26 )

Apa itu Diskresi ?

Untuk memudahkan memahami diskresi, maka mari kita melihat contoh yang sederhana penggunaan Diskresi oleh Pemilik kewenangan. Contoh sederhana diskresi itu adalah ketika di sebuah perempatan, kondisi jalanan macet, arus dari arah A terlalu padat sementara arah sebaliknya (arus B) lengang, maka Polisi memberi instruksi kepada pengendara dari arus A untuk terus berjalan walaupun lampu lalu lintas berwarna merah (melanggar aturan), ini adalah contoh diskresi.

Menurut Pakar hukum Administrasi Negara UI, Prof. Benyamin Hossein mendefinikan “Diskresi, adalah kebebasan Pejabat dalam mengambil keputusan menurut pertimbangannya sendiri”.

Menurut DR.T.Gayus Lumbuun,SH., MH., “Diskresi adalah, kebijakan dari pejabat negara dari pusat sampai daerah yang intinya membolehkan pejabat publik melakukan sebuah kebijakan yang melanggar dengan UU, dengan tiga syarat. Yakni, demi kepentingan umum, masih dalam batas wilayah kewenangannya, dan tidak melanggar Azas-Azas Umum Pemerintahan yang Baik”

Mencoba Mengurai “menunda pelaksanaan Pasal 100 PP 43 tahun 2014”

Belanja Desa yang ditetapkan dalam APB Desa digunakan dengan ketentuan: paling sedikit 70% (tujuh puluh perseratus) dari jumlah anggaran belanja Desa digunakan untuk mendanai penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa; dan paling banyak 30% (tiga puluh perseratus) dari jumlah anggaran belanja Desa digunakan untuk: (1.) penghasilan tetap dan tunjangan kepala Desa dan perangkat Desa; (2.) operasional Pemerintah Desa; (3.) tunjangan dan operasional Badan Permusyawaratan Desa; dan (4.) insentif rukun tetangga dan rukun warga.

Penghasilan Tetap

Mari kita lihat penghasilan tetap Kepala desa Perangkat Desa dalam UU no 6 tahun 2014 disebutkan dalam pasal Pasal 66 ayat (1) Kepala Desa dan perangkat Desa memperoleh penghasilan tetap setiap bulan, ayat (2) Penghasilan tetap Kepala Desa dan perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber dari dana perimbangan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diterima oleh Kabupaten/Kota dan ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Page 3: Membaca Diskresi untuk Ingkar pasal 100 PP 43/2014

Kabupaten/Kota, an ayat (3) Selain penghasilan tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Desa dan perangkat Desa menerima tunjangan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa. Ini mengandung maksud PENGHASILAN TETAP pemerintahd esa bersumber dari dana perimbangan dalam APBN yang diterima kabupaten. ( Dana perimbangan adalah DAU, DAK dan DBH, tang artinya bukan dari ADD : lihat uu 33 tahun 2004)

Yang terjadi dalam PP 43 tahun 2014 pasal 66 disebut Penghasilan tetap kepala Desa dan perangkat Desa dianggarkan dalam APB Desa yang bersumber dari ADD. ( jelas beda antara ADD dan dana Perimbangan Daerah ). Ini berarti adanya ketidakjelasan peraturan perundang-undangan

Disebutkan juga Bupati/walikota menetapkan besaran penghasilan tetap. Mari kita lihat makna kata Besaran, besaran adalah segala sesuatu yang dapat diukur atau dihitung, dinyatakan dengan angka dan mempunyai satuan. Dari pengertian ini dapat diartikan bahwa sesuatu itu dapat dikatakan sebagai besaran harus mempunyai 3 syarat yaitu (1) dapat diukur atau dihitung, (2) dapat dinyatakan dengan angka-angka atau mempunyai nilai dan (3) mempunyai satuan. (Mengandung arti Bupati harus menetapkan angka nominal karena BESARAN PENGHASILAN ).

30% Belanja Pegawai dan Insentif

Dalam penjelasan PP 43 disebutkan Dana Desa yang bersumber dari APBN diatur dalam peraturan pemerintah tersendiri, tetapi implementasi peraturan pemerintah tersebut merupakan satu kesatuan dengan Peraturan Pemerintah ini. ( mengadung arti adanya pemahaman Dana Desa APBN telah dipenuhi dengan diatur dalam PP tersendiri ( pp 60 / 2014 )dan menjadi satu kesatuan dalam pemahaman penyusunan PP 43)

Melihat kenyataan Dana Desa bersumber dari APBN belum terpenuhi seperti amanat UU Desa, dam melaihat pada kenyataan APBDes beberapa desa sangat kecil dan lebih banyak ditopang oleh ADD dan bantuan lain dan harapan DD APBN, maka pemenuhan komposisi maksimal 30% APBDes untuk belanja pegawai dan insentif sangat sulit dilaksanakan. Bahkan berakibat pada Penurunan Kesejahteraan Aparat Desa yang jelas ini berakibat pada potensi adanya stagnasi pemerintahan

Diskresi “Penundaan Pelaksanaan PP 100 PP 43 / 2014 )

Melihat pada beberapa hal tersebut diatas maka untuk melancarkan penyelenggaraan pemerintahan; memberikan kepastian hukum; dan mengatasi stagnasi pemerintahan dalam keadaan tertentu guna kemanfaatan dan kepentingan umum, maka layak pejabat ( Bupati ) dapat melakukan langkah tindakan mengatasi persoalan konkret yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemerintahan ( Diskresi ) dalam rangka memberi solusi pelindungan hukum bagi pejabat pemerintahan ( pemerintah Desa ).

Mungkin ini sekedar pemebenaran, silahkan diberikan koreksi...

@suryokoco, 14 Januari 2015