membangkitkan visi maritim sebagai jati diri bangsa oleh dr. ir. supartono, m.m
DESCRIPTION
Naskah Orasi Ilmiah Dr. Ir. Supartono, M.M yang disampaikan pada Dies Natalis dan WIsuda Sarjana ke 3 UMRAH tahun 2012TRANSCRIPT
1
Amanat Presiden Republik Indonesia Ir. Sukarno pada peresmian
Institut Angkatan Laut tahun 1953 (saat ini Akademi TNI Angkatan
Laut):
“… usahakanlah penyempurnaan keadaan-keadaan kita ini dengan
mempergunakan kesempatan yang diberikan oleh kemerdekaan.
Usahakanlah agar kita menjadi bangsa pelaut kembali. Ya....,
bangsa pelaut dalam arti yang seluas-luasnya. Bukan sekadar
menjadi jongos-jongos di kapal, ... bukan! tetapi bangsa pelaut
dalam arti kata cakrawati samudera. Bangsa pelaut yang
mempunyai armada niaga, bangsa pelaut yang mempunyai armada
militer, bangsa pelaut yang kesibukannya di laut menandingi irama
gelombang lautan itu sendiri …“.
Pendahuluan
Negeri Indonesia yang disebut dengan negeri nusantara, yang lahir
pada tahun 1945 yang silam, dengan kekayaan alam yang begitu melimpah,
wilayahnya terbentang dari Sabang sampai Merauke, yang diapit oleh dua
benua dan dua samudera, menjadikan wilayah ini menempati posisi strategis
di mata dunia. Bangsa Indonesia dengan modal dasar alam dan manusia
dalam jumlah sedemikian besar mestinya mampu menjadi negara maju
dalam segala bidang.
Namun apa daya, kenyataan berkata lain. Kemrosotan ekonomi yang
berorientasi pada kontinental menghantui sebagian masyarakat, pengelolaan
MEMBANGKITKAN (KEMBALI) VISI MARITIM
SEBAGAI
JATI DIRI BANGSA INDONESIA
Oleh Laksamana Pertama TNI Dr. Ir. Supartono, MM.
2
alam daratan telah melampaui batas kewajaran, sementara sektor maritim
belum terjamah dan justru orang-orang asing mengeksploitasinya. Kondisi ini
akan terus menerus menimpa negeri ini. Oleh karena itu tidak heran apabila
bangsa Indonesia akan tertinggal jauh oleh negara-negara maju lainnya
seperti Jepang, Inggris, Cina, India dan bahkan sebentar lagi akan tampil
Malaysia dan Singapura.
Negara Jepang yang sudah bangkit menjadi negara maju, kemudian
China mulai berkuasa di bidang ekonomi dunia, serta Korea Selatan mampu
merangkak menjadi negara yang memiliki posisi tawar di Asia. Negeri-negeri
ini bisa mencapai posisi tersebut karena memanfaatkan sektor maritim sebagai
andalannya. Jepang memanfaatkan sektor maritim sekitar 54%, China 49%,
Korea Selatan 37%, sedangkan Indonesia yang mempunyai area maritim
terbesar justru hanya memanfaatkan sekitar 18% (Sampono, 2009).
Perkembangan negara-negara ini sangat menarik untuk dikaji. Dengan
kekayaan alam baik darat dan lautnya yang begitu subur dan berlimpah ruah,
dengan sumber daya manusia yang sangat besar, ternyata masyarakatnya
belum mampu memanfaatkan seluruh potensi itu untuk mengangkat
kebudayaan dan peradabannya. Apakah permasalahan sebenarnya yang
terjadi di negeri jamrut katulistiwa ini? Apa dan bagaimana visi maritim dan
sistem kebijakan maritim yang acceptable dan relevan bagi bangsa Indonesia?
Tinjauan Geografis Indonesia Sebagai Negara Maritim
Negara Indonesia ditinjau dari aspek geografis telah diciptakan sebagai
negara maritim (archipelagic state) atau negara kepulauan, yang memiliki luas
wilayah terbentang dari Sabang sampai Merauke, terletak mulai dari 95’ sampai
dengan 141’ BT (Bujur Timur) dan diantara 60’ LU (Lintang Utara) dan 110’ LS
(Lintang Selatan). Adapun luas wilayah perairan laut Indonesia tercatat
mencapai kurang lebih 7,9 juta km2(hal ini sudah termasuk Zona Ekonomi
Eksklusif Indonesia). Wilayah Indonesia memiliki panjang garis pantai yang
3
mengelilingi Nusantara kurang lebih 80.791 km, dan merupakan yang
terpanjang kedua di dunia setelah Amerika (Pramono, 2005).
Sebagai negara archipelagic state, hampir dua pertiga wilayah Indonesia
terdiri dari lautan yang luas dengan 17.499 pulau. Letak geografisnya pun
sangat strategis karena diapit oleh dua benua dan dua samudera, sehingga
posisi Indonesia berada di persimpangan jalur lalulintas perdagangan dunia.
Kondisi ini menjadikan Indonesia memiliki posisi tawar yang tinggi di mata
dunia.
Oleh karena itu, sangatlah penting bagi bangsa Indonesia memahami
dan mengenali profil Nusantara sebagai wilayah kepulauan dan kelautan,
bahwa kurang lebih 70,8% dari luas muka bumi yang luasnya 510 juta km2
merupakan laut. Total seluruh laut di bumi ini berarti sekitar 361 juta km2.
Misalnya penduduk Sangir Talaud di Sulawesi Utara mengenal istilah Tagaroa
yang sampai saat ini masih digunakan untuk menyebut istilah laut yang ‘maha
luas’ yang mencakup kedua Samudra yang kini kita kenal sebagai Samudra
Pasifik dan Samudra Hindia sebagai satu kesatuan (Tagaroa berarti:
taga=telaga, dan roa=luas). Samudra Pasifik dan Samudra Hindia baru dikenal
dan digunakan sebagai nama samudra setelah kedatangan pelaut Eropa
setelah abad 15-16. Nama Samudra Hindia berasal dari konsepsi Vasco Da
Gama, 1498; dan Samudra Pasifik dari konsepsi Magelhaens, 1521. Hubungan
antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia di daerah katulistiwa hanya bisa
terjadi lewat perairan Indonesia.
Secara alamiah atau melalui pendekatan Biologi dan Ilmu Pengetahuan
Alam, diketahui bahwa pertukaran masa air dari kedua samudra tersebut
memperkaya jenis biota laut di Nusantara. Akibat lainnya, dasar laut di
Nusantara ini juga menampilkan wujud yang sangat kompleks. Hal ini
menjadikan topografi dasar laut yang beragam seperti di Nusantara ini tidak
4
ada duanya, misalnya paparan yang dangkal, terumbu karang, lereng curam
dan landai, gunung api bawah laut, palung laut dalam, basin atau pasu (palung)
yang terkurung, atol yang luas dan lain sebagainya.
Kepulauan Indonesia yang terdiri atas 17.499 pulau, ternyata kondisinya
baru sekitar 6000 pulau yang diberi nama, sedangkan yang berpenghuni baru
sekitar 1000 pulau. Ini berarti terdapat sekitar 11.000 belum bernama dan
16.000 pulau lebih belum berpenghuni. Jumlah panjang garis pantainya sekitar
80.791 km yang merupakan garis pantai yang amat panjang yang dimiliki oleh
satu negara.
Di dalam laut yang luas ternyata menyimpan kekayaan alam yang
berlimpah. Wilayah Laut Indonesia merupakan sumber mineral dan energi
yang cukup potensial. Disamping minyak dan gas bumi, lautan Indonesia juga
mengandung mineral-mineral seperti mangan, timah, pasir besi dan mineral-
mineral radio aktif (Katili dan Hartono, 1987). Bahkan wilayah laut Indonesia
memiliki potensi untuk dikembangkan dalam kaitannya dengan energi
perbedaan temperatur (OTEC atau Ocean Thermal Energy Conversion),
maupun energi ombak dan pasang surut. Menurut Abidin (1996) mengingat
banyaknya sumber daya mineral dan energi yang terdapat di wilayah laut
Indonesia, tidaklah sulit untuk memperkirakan bahwa wilayah laut Indonesia
akan merupakan suatu medan kegiatan industri yang penting dan hidup di
masa mendatang.
Disamping kekayaan laut yang menempati dua per tiga dari luas wilayah
keseluruhan, Indonesia memiliki kekayaan di daratan dengan luas wilayah
sepertiganya. Kekayaan di daratan terdiri atas tanah pertanian yang subur,
sungai-sungai yang terbentang sepanjang daratan, gunung-gunung yang
menjulang tinggi dengan hutan yang lebat, dan lain-lain yang kesemuanya
telah tersedia dialam Nusantara. Itulah mengapa Indonesia dikenal sebagai
negara jamrut katulistiwa. Dikatakan sebagai jambrut adalah karena Indonesia
5
bagaikan permata yang indah dan bernilai tinggi, sedangkan katulistiwa karena
Indonesia terletak dititik katulistiwa.
Laut yang mengitari beribu-ribu pulau dengan corak beraneka ragam di
Indonesia dipandang sebagai wilayah teritorial, dan merupakan daerah yang
menjadi tanggung jawab sepenuhnya bangsa Indonesia untuk menerapkan
hukum di wilayahnya. Untuk menjaga keutuhan teritorial serta melindungi
kekayaan alam yang ada didalamnya, maka semua pulau-pulau merupakan
satu kesatuan yang utuh dan bulat, yang tidak terpisah-pisahkan satu sama
lainnya. Laut merupakan sarana pemersatu bangsa yang tidak ternilai
harganya, serta kekayaan alam yang ada didalamnya dapat dimanfaatkan
sebesar-besarnya untuk kemakmuran bangsa Indonesia.
Negara Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki beberapa
keunggulan sebagai berikut:
1. Bangsa Indonesia mendiami sebuah ruang hidup yang berbentuk
negara kepulauan (Archipelagic State) atau dikenal sebagai Nusantara.
2. Wilayah negara Indonesia terletak di katulistiwa sehingga memiliki
iklim tropis dengan dua musim yang dominan.
3. Wilayah negara Indonesia terletak diposisi silang dunia (antara
dua benua dan dua samudra).
4. Bangsa Indonesia mendiami wilayah negara dengan kekayaan
alam yang berlimpah baik yang ada di dasar laut, di darat dan di dalam
bumi.
5. Pemandangan alam Indonesia baik di pantai, di darat, maupun di
laut terkenal akan keindahannya.
Tinjauan Historis Indonesia Sebagai Negara Maritim
Indonesia adalah sebagai negara maritim, ternyata sampai saat ini
kondisi tersebut belum banyak disadari oleh bangsa Indonesia. Karakter
bangsa Indonesia sebagai bangsa maritim dimulai sejak keberadaan nenek
6
moyang bangsa Indonesia sebagai bangsa pelaut. Kehebatan bangsa
Indonesia sebagai bangsa pelaut ini dibuktikan dengan banyaknya relief di
dinding-dinding Candi Borobudur Jawa Tengah. Setidaknya terdapat 10 relief
kapal layar tiang tinggi (tall ships). Tidak heran, apabila pada abad ke-8
dalam sejarah bangsa Indonesia para pelaut Nusantara telah mencapai
Madagaskar di Benua Afrika, Daratan Tiongkok, Birma, Srilangka dan Australia.
Era keemasan itu terus berlanjut pada abad ke-8 hingga ke 17. Tiga kerajaan
besar muncul pada saat itu, yakni kerajaan Sriwijaya di Sumatra tahun 683
sampai dengan tahun 1030, kerajaaan Singosari dan kerajaan Mojopahit tahun
1293 hingga 1478.
Namun sayang, kejayaan bangsa Indonesia sebagai bangsa maritim
mulai dibelokkan seiring dengan lenyapnya kerajaan Mojopahit, disusul
masuknya Spanyol dan Portugis pada awal abad ke-16 yang merupakan
bangsa Eropa pertama yang datang ke Indonesia (Jumhur & Dana
Suparta,1976). Para bangsa asing tersebut selain untuk berdagang
kedatangannya, juga pada akhirnya menjadi penjajah bagi bangsa Indonesia.
Kekuasaan Spanyol dan Portugis kemudian lambat laut digantikan oleh
kekuasaan Belanda melalui VOC yang berhasil merebut wilayah perdagangan
di Indonesia yang kemudian berkembang menjajah bangsa Indonesia selama
hampir 350 tahun.
Akibatnya terjadilah proses degradasi semangat dan jiwa maritim bangsa
serta nilai-nilai budayanya. Sejak itu idealisme kemaritiman berubah menjadi
idealisme daratan. Bangsa Indonesia terpecah belah dalam berbagai macam
kerajaan yang saling bermusuhan satu-sama lainnya yang mengakibatkan
semakin mengokohkan cengkraman penjajahan Belanda.
Upaya perjuangan menyatukan bangsa yang telah terpecah belah
muncul kembali sejak didirikannya Budi Utomo pada tahun 1908 (Pidarta,
1997). Para pejuang bangsa mulai menyadari bahwa perjuangan yang bersifat
7
kedaerahan tidak memberikan manfaat bagi bangsa secara keseluruhan.
Karena itulah Budi Utomo mulai menggalang persatuan Bangsa. Puncak
persatuan bangsa Indonesia diwujudkan dalam ikrar Sumpah Pemuda pada
tahun 1928. Dari isi sumpah pemuda ini memperlihatkan bahwa persatuan
bangsa Indonesia semakin kuat, karena merasa diikat oleh hubungan
emosional negara, bangsa, dan bahasa yakni satu nusa, satu bangsa dan satu
bahasa, yaitu Indonesia.
Demikianlah bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai macam etnik,
budaya, daerah terus berjuang dan bersatu untuk lepas dari penjajahan
Belanda meskipun banyak menghadapi berbagai macam tantangan dan
rintangan. Kesadaran untuk merdeka terus menggelora didada mereka. Pada
tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia memproklamasikan
kemerdekaannya. Sebagai tokoh sentral pada saat itu adalah Soekarno dan
Mohammad Hatta (Presiden dan Wakil Presiden pertama), yang dengan atas
nama bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaan bangsa Indonesia.
Kembali ke Visi Bangsa Sebagai Bangsa Maritim
Banyak permasalahan yang perlu direnungkan agar bangsa Indonesia
kembali bangkit sebagaimana kejayaan bangsa Indonesia pada masa Kerajaan
Sriwijaya dan Mojopahit. Reformasi diberbagai bidang perlu dipikirkan
perwujudannya, dan yang terpenting adalah bahwa mindset paradigma
kehidupan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang bervisi maritim harus
dikembalikan sehingga kejayaan bangsa Indonesia akan dapat tercapai. Untuk
itu perlu landasan visional pembangunan nasional yang berupa wawasan
nusantara, yang menempatkan pentingnya persatuan dan kesatuan tata
kehidupan berbangsa dan bernegara secara bulat dan utuh (Purdijatno, 2009).
Adanya pergeseran orientasi ke daratan yang cukup lama,
menyebabkan bangsa Indonesia kini seakan-akan hilang jati dirinya sebagai
8
bangsa maritim. Dilihat dari sisi lingkungan alam, akibatnya sangat fatal.
Ketika laut alamnya diperkosa dan ekosistemnya dirusak oleh segelintir orang,
ikannya ditangkap secara ilegal, perompakan sering terjadi dipersimpangan alur
perdagangan dunia, penjualan pasir dan abrasi pantai yang mulai mengganas
yang menyebabkan pulau-pulau kecil tenggelam bahkan terdapat pulau yang
menghilang, penggundulan hutan mangrove, perusakan terumbu karang, dll,
kesemuanya itu terjadi karena semua orang sudah tidak peduli lagi dengan laut.
Dari sisi ekonomi, pembangunan ekonomi nasional yang diarahkan pada
pengembangan industri yang mengeksploitasi hasil alam yang berasal dari
daratan, mengakibatkan potensi alam di daratan semakin berkurang, yang
dapat membawa dampak pada terpuruknya perekonomian nasional. Dengan
terpuruknya perekonomian nasional maka perlu disiapkan sektor ekonomi baru
yang mampu menjadi penopang fondasi perekonomian bangsa, yaitu sektor
ekonomi maritim. Ekonomi maritim yang ruang bidang garapannya meliputi
kegiatan ekonomi dalam tata ruang udara, laut dan darat merupakan salah
satu solusi strategis yang tidak bisa ditawar-tawar lagi.
Keberhasilan perekonomian yang berbasis maritim, tentu saja tidak bisa
berjalan tanpa ditopang oleh sektor lainnya yaitu keamanan berbasis
kemaritiman. Keamanan berbasis kemaritiman disini diartikan bahwa kekuatan
darat, laut dan udara didisain berada dalam satu koridor kekuatan maritim yang
mampu mengamankan seluruh wilayah nusantara yang memiliki karakteristik
banyak pulau dengan lautan yang luas dan kaya akan budaya yang
beranekaragam.
Meskipun demikian, apabila sumber daya alam lautnya telah
mendapatkan perhatian yang proporsional dan sektor ekonomi maritim serta
keamanan berbasis maritim telah dikembangkan, semua itu akan berakhir
tragis apabila sektor pendidikan dan pembudayaan maritim tidak mendapatkan
sentuhan yang sebagaimana semestinya, mengingat sektor ini merupakan roda
9
yang terus berputar tidak ada hentinya didalam menanamkan, menumbuhkan,
memelihara dan melestarikan nilai-nilai kemaritiman sebagai nilai inti bangsa
Indonesia.
Upaya Penataan Lembaga Pendidikan Berbasis Maritim
Lembaga pendidikan memiliki posisi yang sangat strategis sebagai
sebuah wahana dalam proses mengembalikan jati diri bangsa Indonesia
sebagai negara maritim yang hampir punah. Banyaknya lembaga pendidikan
yang oleh Dimyati (2006) dibagi dalam 5 jenis yakni: (1) lembaga keluarga, (2)
lembaga agama, (3) lembaga sekolah (jenjang TK, SD, SMP, SMA, Perguruan
Tinggi), (4) Pramuka dan (5) media massa, ternyata belum mampu membawa
perbaikan kebudayaan, kemasyarakatan, keumatan dan kenegara-bangsaan.
Kondisi ini cukup membahayakan bagi keutuhan NKRI yang telah dibangun
dengan cucuran keringat dan darah para pejuang bangsa sejak 67 tahun yang
silam.
Dari kelima jenis lembaga pendidikan tersebut, rekonstruksi lembaga
pendidikan sekolah perlu dilakukan mulai dari jenjang terendah (Pendidikan
Dasar), menengah (Pendidikan Menengah) sampai dengan jenjang tertinggi
(Perguruan Tinggi), dengan tujuan adanya perubahan yang mendasar dalam
sistem kebudayaan, kemasyarakatan, keumatan, kenegara-bangsaan bangsa
Indonesia yang berbasis kemaritiman. Mengapa demikian? Alasan yang
mendasar adalah karena pada jenjang tersebut merupakan landasan dan
peletakan dasar-dasar karakter nilai-nilai kematiriman. Pengembangan
pengetahuan, ketrampilan dan sikap serta daya cipta berbasis kemaritiman
pada usia-usia tersebut sangat efektif dalam merubah paradigma dan pola pikir
generasi bangsa Indonesia dari negara kontinental menuju negara kepulauan
dari budaya agraris menuju budaya maritim.
10
Optimalisasi lembaga pendidikan sekolah sebagai basis pembudayaan
budaya maritim, perlu dipayungi dengan kebijakan dan aturan perundang-
undangan dibidang pendidikan nasional sehingga arah pencapaian visi maritim
dapat secara jelas terukur. Lebih lanjut diperlukan komitmen bersama seluruh
stakeholder pendidikan untuk berkolaborasi dengan komponen bangsa yang
lain guna merealisasikan visi maritim dalam pendidikan.
Kembali ke Jati Diri Bangsa Indonesia Melalui ”Indonesian Maritime Policy”
Upaya kembali menjadi negara yang bervisi maritim diperlukan kebijakan
yang berskala nasional berupa Indonesian Maritime Policy. Rasanya tidak
berlebihan, bila Indonesia memiliki Maritime Policy, karena secara jelas
menyatakan kepentingan nasional di dan lewat penataan potensi maritim akan
mampu mengembalikan kejayaan bangsa Indonesia dalam berbagai bidang.
Poin-poin penting dalam Indonesian Maritime Policy dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1. Rasa persatuan dan kesatuan yang kokoh.
2. Wawasan maritim, karakter dan jiwa bahari yang kokoh serta
diwariskan dari genarasi ke generasi secara konsisten.
3. Kepemimpinan nasional dan pemerintahan yang fokus pada
pembangunan sektor maritim.
4. Pola pendidikan yang menempatkan sektor maritim sebagai
aspek fundamental dan vital bagi kehidupan bangsanya sehingga
mampu mengembangkan dan mengaplikasikan berbagai Iptek
kemaritiman untuk kemaslahatan bangsa.
5. Kesadaran untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup aspek
maritim.
6. Sistem pertahanan keamanan yang sesuai dengan geografi
negara kepulauan.
11
7. Armada kapal niaga, kapal nelayan, kapal angkut penumpang dan
kapal perang yang selalu ramai mengarungi lautan setiap hari.
8. Industri jasa maritim (Injasmar) yang modern dan mampu
mendukung kebutuhan nasional dan internasional.
9. Bisnis maritim yang kompetitif dan luasnya domain maritim
mengakibatkan luas pula domain bisnis maritim.
Dari uraian di atas membangkitkan kembali visi maritim sebagai jati diri
bangsa Indonesia sudah menjadi kebutuhan mutlak bagi bangsa Indonesia
dalam rangka mendukung pembangunan nasional guna mewujudkan cita-cita
nasional sebagaimana yang diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945. Oleh
karena itu membangun kembali visi maritim bangsa tidak dapat dilaksanakan
secara parsial namun perlu dipandang secara komprehensi, integral yang
mencakup seluruh aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan
pertahanan keamanan serta kondisi geografi dan demografi sebagai sebuah
sistem yang berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya.
Penutup
Guna menghadapi kompleksitas permasalahan yang ada dalam
membangun visi maritim, diperlukan adanya kinerja kolaborasi antara segenap
komponen bangsa untuk mewujudkannya. Terdapat tiga instansi besar yang
hendaknya mempelopori terwujudnya proyek tersebut, yaitui: TNI AL,
Kemdikbud (dalam hal ini Dikdasmen, Dikti) dan KKP (Kementrian Kelautan
dan Perikanan). Tidak menutup kemungkinan kementriann lainnya juga
dilibatkan termasuk lembaga-lembaga dan instansi kemaritiman lainnya yang
ada di Indonesia. Ketiga lembaga ini hendaknya menjadi pilar penggerak,
sesuai dengan peran dan fungsi masing-masing.
UMRAH sebagai satu-satunya perguruan tinggi negeri yang bervisi maritim
dapat berpartisi aktif dengan menunjukkan kiprahnya melalui pembentukan
12
Pusat Studi Maritim (PSM), yang diharapkan dapat menjadi agen dan pelopor
secara nasional yang mendorong untuk :
1. Terwujudnya kebijakan berbasis maritim,
2. Inovasi iptek tepat guna berbasis maritim,
3. Bangkitnya industri jasa maritim dan berkolaborasi antar stakeholder.
4. Mensosialisasikan pendidikan dan kebudayaan maritim.
Akhirnya, dapat disimpulkan bahwa sebuah visi maritim bangsa yang
ditanamkan pada proses pendidikan dasar, menengah dan tinggi, diharapkan
akan melahirkan kesatuan komitmen dalam membangun suatu cita-cita bangsa
sebagai negara kepulauan yang memiliki jatidiri sebagai bangsa yang bervisi
maritim.
Jakarta, September 2012
Penyaji
Laksma TNI Dr.Ir. Supartono, M.M
------ooo--------
13
Kepustakaan: Abidin, Z. H., 1996. Pemanfaatan Teknologi GPS dalam Pembangunan BMI,
Makalah disampaikan dalam seminar Konvensi Nasional Pembangunan Benua Maritim Indonesia Dalam Rangka Mengaktualisasikan Wawasan Nusantara, Makasar, 18-19 Desember 1996.
Djumhur & Dana Suparta. 1974. Buku Pelajaran Sejarah Pendidikan (Cetakan 10). Penerbit CV Ilmu , Bandung.
Degeng, I N.S. 2001. Disain Pembelajaran, Menuju Pribadi Unggul Lewat Perbaikan Kualitas Pembelajaran di Perguruan Tinggi, Lembaga Pengembangan Pendidikan dan Pembelajaran (LP3) Universitas Negeri Malang.
Dimyati, 2006, Sekolah Laboratorium: Institusionalisasi dan Operasionalisasi
Kegiatan Pendidikan Serta Penelitian Keilmuan Pendidikan, Jurusan Keilmuan Sekolah Dasar & Prasekolah, FIP, PSSJ Teknologi Pembelajaran PPs Universitas Negeri Malang.
Katili, J.A. & Hartono,. 1987. Mineral dari Laut Dalam Debur Lautan Kita,
Kantor Kementerian Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup, Jakarta, hal. 21-27.
Pramono, D. 2005. Budaya Bahari, PT Gramedia, Jakarta. Pidarta, Made. 1997. Landasan Kependidikan, Stimulus Ilmu Pendidikan
Bercorak Indonesia, Jakarta, PT Rineka Cipta. Purdijatno, T.E. 2009. Membangun Visi Maritim dan Sistem Keamanan Laut
Dalam Bingkai Wawasan Nusantara (disampaikan dalam Rembuk Nasional Kelautan 2009 di IPB, Bogor).
Sucipto A,dkk. 2012. ”Pembangunan Maritim Indonesia Menjawab Tantangan
Masa Depan (Tinjauan),Jakarta,PPAL
14
Curiculum Vitae N a m a : Dr. Ir. Supartono, M.M
Pangkat : Laksamana Pertama TNI
Jabatan/Satker : Kadisssenlekal
Alamat Rumah : Perum TWP TNI AL Ciangsana
Tmpt/Tgl Lahir : Sidoarjo, 17 Januari 1961
Status Keluarga : K/3
Riwayat Pendidikan Militer :
- AAL Angkatan XXIX/1984
- Suspaja 1984
- Trainning Communication 1987
- OJT Sewaco 1988
- NBCD Netherland 1988
- Sus Harpoon Mac Donnel Douglas 1989
- STTAL XIII/T.Elektro 1995
- Dikreg Seskoal 35 1998
- Dik Sesko TNI 34 2007
- Sus Lemhanas RI 2011
Pendidikan Umum :
- Dik S2 Program Magister 2002
- Dik S3 Program Doktoral T. Kelautan IPB 2007
Tanda Jasa :
- Bintang Jalasena Nararya
- SL VIII. XVI, XXIV
- SL Dwidya Sistha
Riwayat Penugasan
Di kapal : KRI MAR-342,KRI OWA-354,KRI RCG-622, KRI AHP-355
Di darat : Satkor Armatim,Diskomlekal,Diskomlek Armabar, Sahli Pangarmabar,
Dislitbangal,STTAL/Kobangdikal, Dissenlekal