memuji dan merespon pujian dalam bahasa...
TRANSCRIPT
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan sehari-hari, setiap anggota masyarakat senantiasa
berusaha menjaga keharmonisan hubungan antarsesama anggota masyarakat
lainnya dalam suatu sistem sosial. Terwujudnya keharmonisan sebuah hubungan
dapat dipengaruhi oleh cara seseorang berkomunikasi dengan orang lainnya. Salah
satu hal yang biasa dilakukan untuk menjaga keharmonisan tersebut adalah
dengan memuji. Memberikan pujian kepada mitra tutur dapat menghadirkan
perasaan yang menyenangkan sehingga dapat memperlihatkan perasaan
bersahabat dan membina solidaritas. Masyarakat modern yang sangat rawan
dengan stress memerlukan kata-kata yang menghangatkan hati untuk saling
mendukung dan memberikan bantuan secara rohani untuk keseimbangan
kehidupan.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2008:1112) mendefinisikan
memuji adalah melahirkan kekaguman dan penghargaan kepada sesuatu (yang
dianggap baik, indah, gagah berani dsb). Memuji berasal dari kata puji yaitu
pengakuan rasa kekaguman dan penghargaan yang tulus akan kebaikan
(keunggulan) sesuatu. Kata-kata pujian adalah kata-kata yang dituturkan sebagai
tanda senang, rasa hormat, rasa takjub, dengan istilah-istilah atau penamaan
tertentu yang sangat menyenangkan dan membanggakan. Arimi (1998:227)
menggolongkan memuji sebagai basa-basi polar. Basa-basi polar merupakan
MEMUJI DAN MERESPON PUJIAN DALAM BAHASA INDONESIA (STUDI KASUS DI LINGKUNGANMAHASISWA DANACARA HIBURAN TELEVISI)KINGKIN PUPUT K.Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
2
wujud basa-basi yang tuturannya berlawanan dengan realitas. Pujian yang sesuai
dengan persepsi mitra tutur merupakan sesuatu yang menyenangkan dan dapat
membangkitkan solidaritas. Sebagai contoh, pujian “baju Anda bagus” yang
dikatakan oleh penutur kepada seseorang yang baru ditemui di sebuah pesta dapat
ditafsirkan sebagai bentuk pujian yang memang murni sebagai sebuah pengakuan
dan rasa kagum akan baju yang dikenakan. Namun, tuturan ini juga dapat
ditafsirkan sebagai bentuk basa-basi yang bertujuan untuk membina dan
mempertahankan hubungan sosial.
Setiap masyarakat memiliki cara tertentu dalam memuji bergantung
kepada budaya dan adat istiadatnya. Setiap anggota masyarakat tutur terikat oleh
nilai-nilai sosial dan nilai-nilai budaya masyarakatnya, termasuk nilai-nilai ketika
menggunakan bahasa. Nilai selalu terkait dengan apa yang baik (boleh) dan yang
tidak baik (tidak diizinkan), dan ini diwujudkan dalam kaidah yang dipatuhi oleh
anggota masyarakat (Sumarsono, 2012:5). Masyarakat Indonesia merupakan
masyarakat berbudaya Timur yang memiliki kebiasaan dan adat yang berbeda
dengan masyarakat Barat. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat kolektif ‘the
collectivist’ sedangkan masyarakat Barat termasuk dalam kelompok masyarakat
individualis ‘the individualist’ (Hofstede, 2010:97). Masyarakat kolektif lebih
mementingkan hubungan harmonis, rasa malu, dan citra diri sedangkan
masyarakat individualis lebih mementingkan kepentingan pribadi serta aktualisasi
diri (Hofstede, 2010:99-100). Perbedaan kebudayaan dapat memberikan implikasi
terhadap norma-norma kesopanan berbahasa memuji dan merespon pujian.
MEMUJI DAN MERESPON PUJIAN DALAM BAHASA INDONESIA (STUDI KASUS DI LINGKUNGANMAHASISWA DANACARA HIBURAN TELEVISI)KINGKIN PUPUT K.Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
3
Teori tentang kesopanan berbahasa diutarakan oleh Brown&Levinson
(1987) dan Leech (1983). Kedua teori ini mempunyai pangkal tolak yang sama:
kedua-duanya menjawab pertanyaan mengapa “Prinsip Kerjasama” Grice di
dalam komunikasi yang nyata atau sebenarnya sering dilanggar orang. Jawaban
ringkas pertanyaan itu ialah karena di dalam berkomunikasi kebutuhan penutur
bukanlah untuk menyampaikan informasi saja melainkan menjaga atau
memelihara hubungan sosial penutur-mitra tutur (Gunarwan, 1992:84). Teori
Brown dan Levinson (1987) berkaitan dengan konsep ‘muka’ sedangkan teori
Leech (1983) terkait dengan prinsip kesopanan yang meliputi maksim
kebijaksanaan (tact maxim), maksim kemurahan (generosity maxim), maksim
penerimaan (approbation maxim), maksim kerendahan hati (modesty maxim),
maksim kecocokan (agreement maxim), dan maksim kesimpatian (sympathy
maxim).
Memuji merupakan tindak bahasa yang menerapkan prinsip kesopanan
berbahasa. Memuji merupakan salah satu contoh tuturan yang sejalan dengan
maksim penerimaan. Dalam budaya masyarakat Indonesia, merespon pujian biasa
dilakukan dengan cara merendahkan hati. Dalam kebiasaan hidup sehari-hari
penutur-penutur bahasa Indonesia seringkali merendah-rendahkan hatinya dalam
berbicara (Arimi, 1998:72). Dalam penelitian ini, memuji dan merespon pujian,
sebagai salah satu tindak bahasa atau perilaku berinteraksi merupakan kajian yang
dibahas dengan pendekatan sosiolinguistik dan pragmatik (sosiopragmatik).
Kajian ini diterapkan pada tuturan memuji dan merespon pujian di lingkungan
kampus yaitu yang dituturkan oleh mahasiswa dan pada tuturan di acara hiburan
MEMUJI DAN MERESPON PUJIAN DALAM BAHASA INDONESIA (STUDI KASUS DI LINGKUNGANMAHASISWA DANACARA HIBURAN TELEVISI)KINGKIN PUPUT K.Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
4
(lomba menyanyi dan talkshow) di televisi. Penelitian ini akan membahas
bagaimana hubungan pujian dan respon pujian dengan variasi sosial (variabel
sosiopragmatik) sebagai salah satu bentuk dari realisasi kesopanan berbahasa.
Variabel sosial akan menyebabkan perbedaan pada realisasi tindak memuji
dan merespon pujian berbeda, misalnya dalam sebuah konteks tertentu berikut ini.
(1) A : Ternyata kamu, P. Dari tadi aku perhatiin dari belakang.
Gamismu bagus banget! Beli di mana?
P : Ah, nggak Mbak! Biasa aja. (tersenyum). Beli di Malioboro.
Ayo kita kapan-kapan belanja bareng sama mbak W juga!
Konteks:
Di mushola FIB UGM. P sedang wudlu. Di belakangnya ada A yang
memperhatikan baju gamis yang dikenakan P. A kaget ternyata yang
ia perhatikan adalah P, teman dari W yang belum begitu akrab
dengannya. Ia lalu memuji gamis yang dikenakan P. P merespon
dengan mengatakan bahwa bajunya biasa-biasa saja dan menawarkan
untuk berbelanja bersama.
Contoh (1), tuturan disampaikan oleh penutur dan mitra tutur yang sama
usianya, dalam situasi informal, dan belum begitu akrab. Pujian yang diberikan
kepada mitra tutur adalah pujian yang dituturkan secara langsung. Penutur
memberikan pujian untuk memulai sebuah percakapan dengan orang yang belum
begitu akrab dengannya, yaitu teman dari temannya. Sebaliknya, respon pujian
yang diberikan oleh mitra tutur adalah dengan menolak pujian tersebut serta
melakukan pengalihan dengan cara menceritakan kisah dari baju tersebut yaitu ia
membelinya di Malioboro.
Realisasi yang berbeda terlihat pada kondisi dan latar belakang antara
penutur dan mitra tutur yang berbeda.
(2) R : Wah, ternyata pijatanmu sangat enak!
D : Iya lah!
Konteks:
MEMUJI DAN MERESPON PUJIAN DALAM BAHASA INDONESIA (STUDI KASUS DI LINGKUNGANMAHASISWA DANACARA HIBURAN TELEVISI)KINGKIN PUPUT K.Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
5
Di kampus FIB UGM, di bangku taman, dua orang sahabat karib
sedang duduk santai. D memijat R yang sedang tidak enak badan. R
lebih tua dari D. R memuji pijatan D. D merespon pujian dengan
menerima pujian tersebut.
Contoh (2) menjelaskan bahwa usia yang berbeda, hubungan penutur dan
mitra tutur yang akrab dan situasi yang informal akan menghasilkan tuturan
pujian yang berbeda dengan dengan data sebelumnya. Penutur memuji dengan
menggunakan tipe yang sama dengan contoh (1) yaitu memuji secara langsung
menggunakan interjeksi. Penutur memuji karena mendapatkan keuntungan dari
apa yang dilakukan oleh mitra tutur, yaitu mendapatkan pijatan. Respon pujian
pada data tersebut adalah dengan menerima pujian atau menyetujui pujian.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah penelitian ini sebagai berikut.
a. Bagaimana realisasi strategi kesopanan berbahasa memuji dalam bahasa
Indonesia di lingkungan mahasiswa dan acara hiburan di televisi?
b. Bagaimana realisasi strategi kesopanan berbahasa merespon pujian dalam
bahasa Indonesia di lingkungan mahasiswa dan acara hiburan di televisi?
c. Apa saja dan bagaimana variabel sosial memengaruhi realisasi strategi
memuji dan merespon pujian dalam bahasa Indonesia di lingkungan
mahasiswa dan acara hiburan di televisi?
MEMUJI DAN MERESPON PUJIAN DALAM BAHASA INDONESIA (STUDI KASUS DI LINGKUNGANMAHASISWA DANACARA HIBURAN TELEVISI)KINGKIN PUPUT K.Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
6
1.3 Tujuan Penelitian
Berkaitan dengan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan
sebagai berikut.
a. Mendeskripsikan realisasi strategi kesopanan berbahasa memuji dalam
bahasa Indonesia di lingkungan mahasiswa dan acara hiburan di televisi.
b. Mendeskripsikan realisasi strategi kesopanan berbahasa merespon pujian
dalam bahasa Indonesia di lingkungan mahasiswa dan acara hiburan di
televisi.
c. Menjelaskan dan mendeskripsikan variabel sosial yang memengaruhi
realisasi strategi memuji dan merespon pujian dalam bahasa Indonesia di
lingkungan mahasiswa dan acara hiburan di televisi.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Penelitian ini bermanfaat secara teoritis untuk memberikan khasanah baru
dalam kajian ilmu sosiopragmatik, khususnya tentang memuji dan merespon
pujian sebagai tindak tutur berbahasa. Penelitian ini juga dapat bermanfaat bagi
peneliti yang berencana membahas topik yang sama.
1.4.2 Manfaat Praktis
Penelitian ini berisi tentang realisasi strategi kesopanan berbahasa dalam
memuji dan merespon pujian yang dihubungkan dengan variasi sosial. Penelitian
ini dapat memberikan gambaran mengenai bentuk komunikasi masyarakat bahasa
Indonesia, khususnya dalam bentuk tuturan memuji dan merespon pujian yang
MEMUJI DAN MERESPON PUJIAN DALAM BAHASA INDONESIA (STUDI KASUS DI LINGKUNGANMAHASISWA DANACARA HIBURAN TELEVISI)KINGKIN PUPUT K.Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
7
dituturkan oleh penutur yang berada di lingkungan mahasiswa dan acara hiburan
televisi dihubungkan dengan konteks sosial budaya. Pemilihan bentuk tuturan
yang dihubungkan dengan budaya masyarakat Indonesia dapat memberikan
manfaat kepada masyarakat dalam mengungkapkan tuturan memuji dan merespon
pujian. Di samping itu, diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat secara praktis
sebagai masukan bagi pengajar bahasa Indonesia sehingga dapat melakukan
pengajaran bahasa dengan pendekatan yang lebih komunikatif.
1.5 Tinjauan Pustaka
Penelitian mengenai pujian (compliment) pernah dilakukan oleh beberapa
peneliti di luar negeri yaitu, Valdes dan Pino (1981), Holmes (1986), Rose
(2001), Dus (2001), Golato (2002), Cheng (2011), Guo, Zhou dan Chow (2012),
dan di Indonesia yaitu Arimi (1998), Mukminatien dan Patriana (2005), dan
Muhammad Ridha D.S (2009).
Valdes dan Pino (1981), Dus (2001), Golato (2002), dan Cheng (2011)
meneliti mengenai respon pujian dengan membandingkan dua bahasa. Valdes dan
Pino (1981) melakukan penelitian mengenai respon pujian yang terdapat dalam
komunikasi antara penutur bilingual Meksiko dan Amerika. Golato (2002)
meneliti pujian dengan judul “German Compliment Responses”. Penelitian ini
membandingkan respon pujian yang dilakukan oleh penutur bahasa Jerman dan
penutur bahasa Inggris-Amerika. Dus (2001) meneliti pujian mahasiswa Inggris
dan Spanyol sedangkan Cheng (2011) meneliti tentang respon pujian yang
MEMUJI DAN MERESPON PUJIAN DALAM BAHASA INDONESIA (STUDI KASUS DI LINGKUNGANMAHASISWA DANACARA HIBURAN TELEVISI)KINGKIN PUPUT K.Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
8
diproduksi oleh penutur bahasa Inggris dan penutur asli bahasa Cina yang
berbahasa Inggris.
Rose (2001) melakukan penelitian dengan objek kajian film. Penelitian
berjudul “Compliment and Compliment Responses in film: Implication for
Pragmatics Researsh and Language Teaching” ingin mengetahui bagaimana film
merepresentasikan komunikasi manusia dalam kenyataan. Penelitian ini
mengambil data dari pujian dan respon pujian yang berasal dari 40 film Amerika.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahasa di film merepresentasikan tuturan
yang terdapat dalam kehidupan nyata. Kajian difokuskan dengan menggunakan
pisau bedah teori sosiopragmatik.
Holmes (1986) meneliti tentang pujian dan respon pujian di New Zealand.
Penelitian ini melihat fungsi, tindak tutur, prinsip kesopanan berbahasa, dan
perbedaan budaya (cross-cultural) dalam kebiasaan memuji. Penelitian tersebut
menggunakan data sebanyak 500 tuturan pujian yang dianalisis dengan
menggunakan teori sintaksis dan karakteristik bentuk leksikal pujian serta fungsi
dari kategori pujian dan respon pujian di masyarakat New Zealand. Penelitian ini
juga melibatkan adanya hubungan status sosial antara penutur dan mitra tutur
dalam memuji dan merespon pujian. Data penelitian dikumpulkan dari siswa di
New Zealand. Pemuji pada umumnya adalah orang pakeha dewasa di New
Zealand dan yang menjadi fokus penelitian adalah aturan dalam memuji pada
kelompok ini. Holmes menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif.
Pembahasan mengenai pujian diidentifikasi dengan menggunakan struktur
kalimat. Konstruksi kalimat diidentifikasi berdasarkan kelas kata yang
MEMUJI DAN MERESPON PUJIAN DALAM BAHASA INDONESIA (STUDI KASUS DI LINGKUNGANMAHASISWA DANACARA HIBURAN TELEVISI)KINGKIN PUPUT K.Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
9
membentuknya. Penelitian ini menemukan frekuensi kemunculan kategori adjektif
pujian yang dianalisis secara kuantitatif. Kemunculan adjektif pujian yang paling
banyak berturut-turut adalah nice, good, lovely, beautifull, great, neat, wonderfull,
delicious, pretty, new, smart, gorgeous, not bad, clever, bright, brilliant, excellent,
fantastic, fine, cute, classy, cool, and impressive. Penelitian membandingkan
kemunculan kata sifat like dan love yang terdapat 90% dari data New Zealand dan
86% dari data Amerika. Selanjutnya, pembahasan mengenai respon pujian
menghasilkan tiga kategori atau tipe respon pujian, yaitu accept (menerima),
reject (menolak), dan deflect/evade (mengalihkan).
Guo, Zhou dan Chow (2012) melakukan penelitian dengan judul “A
Variationist Study of Compliment Responses in Chinese”. Penelitian ini
menerapkan kajian sosiolinguistik dan pragmatik dengan korpus data sebanyak
1190 data tuturan natural pada komunitas tutur di Shanghai. Terdapat beberapa
strategi merespon pujian yang dilakukan oleh komunitas tutur di Shanghai dengan
adanya perubahan konsep kesopanan berbahasa. Respon pujian dihubungkan
dengan variasi sosial mulai dari gender, usia, status sosial, pendidikan, kelas
sosial, jarak sosial, dan adanya penggunaan bahasa Inggris.
Penelitian berkaitan dengan pujian di Indonesia pernah dilakukan oleh
Muhammad Ridha D.S (2009) dalam tesisnya yang berjudul “Makian dan Pujian
dalam Ragam ‘Amiyyah Mesir”. Penelitian ini memanfaatkan teori sintaksis dan
morfologi untuk menguraikan bentuk-bentuk makian dan pujian. Adapun untuk
meneliti referensi makian dan pujian menggunakan teori metafora, sementara
fungsi makian dan pujian memanfaatkan teori sosiolinguistik. Hasil penelitian
MEMUJI DAN MERESPON PUJIAN DALAM BAHASA INDONESIA (STUDI KASUS DI LINGKUNGANMAHASISWA DANACARA HIBURAN TELEVISI)KINGKIN PUPUT K.Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
10
menunjukkan bahwa bentuk pujian meliputi bentuk kata, frasa, klausa, dan
kalimat. Referensi pujian berupa kategori binatang, gelar dan panggilan, benda-
benda, keadaan orang, profesi, kekerabatan, aktivitas, etnik dan bangsa serta
bagian tubuh sedangkan fungsi pujian adalah untuk mengungkapkan rasa senang,
rasa kagum, rasa intim dan keakraban, rasa sayang, rasa suka dan ungkapan rasa
hormat.
Penelitian selanjutnya yang menyentuh kajian pujian dalam penelitiannya
adalah tesis yang berjudul “Basa-Basi dalam Masyarakat Bahasa Indonesia” yang
ditulis oleh Sailal Arimi (1998). Penelitian Arimi berbeda dengan penelitian
sebelumnya yang lebih memfokuskan pada kajian morfologi, sintaksis dan
sosiolinguistik. Penelitian Arimi mengangkat sebuah kajian linguistik yang
berorientasi sosial budaya masyarakat Indonesia yaitu tindak basa-basi. Penelitian
ini hanya menjelaskan secara singkat mengenai pujian yang termasuk pada
kategori basa-basi.
Penelitian mengenai respon pujian dilakukan oleh Mukminatien dan
Patriana (2005) dengan judul “Respon Pujian dalam Bahasa Indonesia oleh
Dwibahasawan Indonesia-Inggris” yang dimuat dalam jurnal Bahasa dan Seni
pada tahun 2005. Penelitian ini merupakan penelitian sosiopragmatik yang
membahas bagaimana respon pujian oleh dwibahasawan Inggris-Indonesia. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa dwibahasawan Indonesia-Inggris telah
menunjukkan gejala menuju bikultural. Respon pujian yang diucapkan telah
bervariasi, tidak hanya yang bertipe menolak pujian (disagreement type), tetapi
juga yang menerima pujian dengan jenis komentar lanjutan yang berbeda-beda.
MEMUJI DAN MERESPON PUJIAN DALAM BAHASA INDONESIA (STUDI KASUS DI LINGKUNGANMAHASISWA DANACARA HIBURAN TELEVISI)KINGKIN PUPUT K.Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
11
Dengan kata lain dwibahasawan tersebut dapat dikatakan tidak lagi monokultural
tetapi bikultural.
Dari berbagai penelitian di atas, dapat dirangkum bahwa penelitian
mengenai pujian dan respon pujian memiliki tujuan dan metode penelitian yang
beragam. Beberapa penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif.
Pendekatan kuantitatif dilakukan untuk mengetahui respon pujian pada penelitian
Valdes dan Pino (1981), Rose (2001), Dus (2001), Golato (2002), Cheng (2011),
dan Guo, Zhou dan Chow (2012). Penelitian dengan pendekatan kualitatif
dilakukan oleh Holmes (1986), Arimi (1998), Mukminatien dan Patriana (2005),
dan Muhammad Ridha D.S (2009).
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam beberapa penelitian di
atas juga beragam. Metode pengumpulan data dengan menggunakan tuturan
natural digunakan dalam penelitian Holmes (1998), Guo, Zhou dan Chow (2012),
Ridha (2009), dan Mukminatien dan Patriana (2005). Pengumpulan data dengan
mengambil data film dilakukan oleh Rose (2001) dan Arimi (1998) sedangkan
Dus (2001) dan Golato (2002) menggunakan metode pengumpulan data dengan
DCT (Discourse Completion Task) serta Cheng (2011) mengumpulkan data
menggunakan role-play task.
Beberapa penelitian di atas, khususnya penelitian Holmes (1986), Rose
(2001), dan Mukminatien dan Patriana (2005) relevan dan berguna untuk
penelitian mengenai pujian dalam bahasa Indonesia yang akan dilakukan.
Beberapa metode dari penelitian di atas dapat digunakan pada penelitian ini
dengan mengambil beberapa kelebihan dari masing-masing penelitian. Dengan
MEMUJI DAN MERESPON PUJIAN DALAM BAHASA INDONESIA (STUDI KASUS DI LINGKUNGANMAHASISWA DANACARA HIBURAN TELEVISI)KINGKIN PUPUT K.Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
12
demikian, penelitian mengenai pujian dalam bahasa Indonesia berbeda dengan
penelitian-penelitian sebelumnya.
1.6 Landasan Teori
1.6.1 Teori Tindak Tutur
Tindak tutur dapat dikelompokkan dalam berbagai jenis tindak tutur.
Beberapa ahli yang mengklasifikasikan tindak tutur antara lain Austin (1962) dan
Searle (1969) merumuskan tindak-tindak bahasa dari sudut pembicara dapat
diklasifikasikan menjadi tiga tindakan, yaitu: (1) tindak bahasa lokusi, yakni
mengatakan sesuatu dalam arti berkata. Tindak tutur lokusi adalah tindak tutur
untuk menyatakan sesuatu. Dalam tindak tutur ini dihasilkan serangkaian bunyi
bahasa yang berarti sesuatu. Lokusi semata-mata tindak mengucapkan sesuatu
dengan kata-kata, (2) tindak bahasa ilokusi, yakni tindak bahasa yang
diidentifikasikan dengan kalimat pelaku yang eksplisit. Tindak tutur ilokusi
merupakan tindak tutur yang mengandung maksud dan daya tuturan. Tindak
ilokusi tidak mudah diidentifikasi, karena tindak ilokusi berkaitan dengan siapa
bertutur kepada siapa, kapan dan di mana tindak tutur itu dilakukan dan
sebagainya. Tindak ilokusi ini merupakan bagian yang penting dalam memahami
tindak tutur, (3) tindak tutur perlokusi, tindak bahasa yang dilakukan sebagai
akibat atau efek dari sesuatu ucapan orang lain.
Terdapat lima jenis tindak tindak tutur yaitu a) tindak representatif yang
terdiri dari tindak menyatakan, menuntut, mengakui, melaporkan, menunjukkan,
menyebutkan, memberikan, kesaksian, berspekulasi, dan sebagainya, b) direktif
MEMUJI DAN MERESPON PUJIAN DALAM BAHASA INDONESIA (STUDI KASUS DI LINGKUNGANMAHASISWA DANACARA HIBURAN TELEVISI)KINGKIN PUPUT K.Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
13
yaitu tindak tutur yang dilakukan oleh penuturnya dengan maksud agar lawan
tutur melakukan tindakan yang disebutkan oleh ujaran itu seperti tuturan
memaksa, mengajak, meminta, menyuruh, menagih, mendesak, memohon,
menyarankan, memerintah, memberikan aba-aba atau menantang, c) ekspresif
yang dimaksudkan penuturnya agar ujarannya diartikan sebagai evaluasi tentang
hal yang disebutkan di dalam tuturan itu seperti memuji, mengucapkan terima
kasih, mengkritik, mengeluh, menyalahkan, mengucapkan selamat, dan
menyanjung, d) komisif adalah tindak tutur yang mengikat penuturnya untuk
melaksanakan apa yang disebutkan di dalam tuturannya seperti berjanji,
bersumpah, mengancam, menyatakan kesanggupan, e) deklaratif merupakan
tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya untuk menciptakan hal yang baru
seperti tuturan dengan maksud mengesahkan, memutuskan, membatalkan,
melarang, mengizinkan, mengabulkan, mengangkat, menggolongkan,
mengampuni, dan memaafkan.
Menurut Leech (1993:19) tindak tutur terikat oleh situasi tutur yang
mencakupi (1) penutur dan mitra tutur, (2) konteks tuturan, (3) tujuan tuturan, (4)
tindak tutur sebagai tindakan atau aktivitas dan (5) tuturan sebagai hasil tindakan
bertutur.
a. Penutur dan Mitra tutur
Penutur adalah orang yang bertutur, sedangkan mitra tutur adalah orang
yang menjadi sasaran atau kawan tutur. Peran penutur dan mitra tutur
dilakukan secara silih berganti, penutur pada tahap tutur berikutnya dapat
menjadi mitra tutur, begitu pula sebaliknya sehingga terwujud interaksi
MEMUJI DAN MERESPON PUJIAN DALAM BAHASA INDONESIA (STUDI KASUS DI LINGKUNGANMAHASISWA DANACARA HIBURAN TELEVISI)KINGKIN PUPUT K.Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
14
dalam komunikasi. Konsep tersebut juga mencakup penulis dan pembaca
apabila tuturan tersebut dikomunikasikan dalam bentuk tulisan. Aspek-
aspek yang terkait dengan penutur dan mitra tutur tersebut antara lain
aspek usia, latar belakang sosial, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan
tingkat keakraban. Aspek-aspek tersebut memengaruhi daya tangkap mitra
tutur, produksi tuturan serta pengungkapan maksud. Penutur dan mitra
tutur dapat saling memahami maksud tuturan apabila keduanya
mengetahui aspek-aspek tersebut.
b. Konteks tuturan
Konteks tuturan mencakupi aspek fisik atau sosial yang relevan dengan
tuturan yang bersangkutan. Konteks yang berupa bagian ekspresi yang
dapat mendukung kejelasan maksud disebut ko-teks. Sementara itu,
konteks yang berupa situasi yang berhubungan dengan suatu kejadian
disebut konteks. Pada hakikatnya konteks dalam pragmatik merupakan
semua latar belakang pengetahuan (background knowledge) yang
dipahami bersama antara penutur dengan mitra tutur.
c. Tujuan tuturan
Tujuan tuturan adalah apa yang ingin dicapai penutur dengan melakukan
tindakan bertutur. Semua tuturan memiliki tujuan, hal tersebut memiliki
arti bahwa tidak ada yang tidak mengungkapkan suatu tujuan. Bentuk-
bentuk tuturan yang diutarakan oleh penutur selalu dilatarbelakangi oleh
maksud dan tujuan tertentu. Dalam hubungan tersebut, bantuk tuturan
MEMUJI DAN MERESPON PUJIAN DALAM BAHASA INDONESIA (STUDI KASUS DI LINGKUNGANMAHASISWA DANACARA HIBURAN TELEVISI)KINGKIN PUPUT K.Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
15
yang bermacam-macam dapat digunakan untuk menyatakan satu maksud
dan sebaliknya satu tuturan dapat menyatakan berbagai macam maksud.
d. Tindak tutur sebagai tindakan atau aktivitas
Tuturan sebagai tindakan atau aktivitas memiliki maksud bahwa tindak
tutur merupakan sebuah tindakan. Menuturkan sebuah tuturan dapat dilihat
sebagai melakukan tindakan. Tuturan dapat dikatakan sebagai sebuah
tindakan atau aktivitas karena dalam peristiwa tutur, tuturan dapat
menimbulkan efek sebagaimana tindakan yang dilakukan oleh tangan atau
bagian tubuh yang dapat menyakiti orang lain atau mengekspresikan
tindakan.
e. Tuturan sebagai hasil tindakan bertutur
Tuturan merupakan hasil dari suatu tindakan. Tindakan manusia ada dua,
yaitu tindakan verbal dan tindakan nonverbal. Karena tercipta melalui
tindakan verbal, tuturan tersebut merupakan produk tindak verbal yang
merupakan tindakan mengekspresikan kata-kata atau bahasa.
Berbagai jenis tindak tutur tersebut memiliki fungsi-fungsi tertentu jika
dikaitkan dengan kesopanan berbahasa. Leech (1993:162) menjelaskan bahwa
adanya berbagai ragam fungsi pragmatik akibat adanya perbedaan situasi tuturan.
Pada tingkatan umum, fungsi-fungsi ilokusi dapat diklasifikasikan menjadi empat
jenis, sesuai dengan hubungan fungsi-fungsi tersebut dengan tujuan-tujuan sosial
berupa pemeliharaan perilaku yang sopan dan terhormat. Fungsi tersebut adalah a)
kompetitif (competitive) yaitu tujuan ilokusi bersaing dengan tujuan sosial;
misalnya memerintah, meminta, menuntut, dan mengemis, b) menyenangkan
MEMUJI DAN MERESPON PUJIAN DALAM BAHASA INDONESIA (STUDI KASUS DI LINGKUNGANMAHASISWA DANACARA HIBURAN TELEVISI)KINGKIN PUPUT K.Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
16
(convivial) yaitu tujuan ilokusi sejalan dengan tujuan sosial, misalnya
menawarkan, mengajak/mengundang, menyapa, mengucapkan terima kasih,
mengucapkan selamat, c) bekerjasama (collaborative) yaitu tujuan ilokusi tidak
menghiraukan tujuan sosial; misalnya menyatakan, melapor, mengumumkan,
mengajarkan, d) bertentangan (conflictive) yaitu tujuan ilokusi bertentangan
dengan tujuan sosial, misalnya mengancam, menuduh, menyumpahi, dan
memarahi.
1.6.2 Prinsip Kesopanan
Prinsip kesopanan memiliki peranan untuk menjaga keseimbangan sosial
dan keramahan hubungan dalam suatu pertuturan. Menurut Leech (1993:206)
prinsip kesopanan terbagi atas berbagai maksim, yaitu maksim kebijaksanaan
(tact maxim), maksim kemurahan (generosity maxim), maksim penerimaan
(approbation maxim), maksim kerendahan hati (modesty maxim), maksim
kecocokan (agreement maxim), dan maksim kesimpatian (sympathy maxim).
Prinsip kesopanan berhubungan dengan dua peserta percakapan, yakni diri sendiri
(self) dan orang lain (other) Leech (1993:206). Diri sendiri secara konvensional
adalah penutur, dan orang lain adalah lawan tutur. Maksim kesopanan terdiri dari
beberapa macam, yaitu:
I. Maksim kebijaksanaan
a. Minimalkan kerugian terhadap orang lain, atau
b. Maksimalkan keuntungan bagi orang lain
I. Maksim kemurahan
a. Minimalkan keuntungan diri sendiri, atau
MEMUJI DAN MERESPON PUJIAN DALAM BAHASA INDONESIA (STUDI KASUS DI LINGKUNGANMAHASISWA DANACARA HIBURAN TELEVISI)KINGKIN PUPUT K.Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
17
b. Maksimalkan kerugian diri sendiri
II. Maksim penerimaan
a. Minimalkan ketidakhormatan terhadap orang lain, atau
b. Maksimalkan rasa hormat terhadap orang lain
III. Maksim kerendahan hati
a. Maksimalkan ketidakhormatan terhadap diri sendiri, atau
b. Minimalkan rasa hormat terhadap diri sendiri
IV. Maksim kecocokan
a. Maksimalkan kesetujuan antara diri sendiri dengan orang lain, atau
b. Minimalkan ketidaksetujuan antara diri sendiri dengan orang lain
V. Maksim kesimpatian
a. Maksimalkan rasa simpati antara diri sendiri dengan orang lain,
atau
b. Minimalkan rasa antipati antara diri sendiri dengan orang lain.
1.6.3 Teori Strategi Kesopanan Berbahasa
Teori strategi kesopanan berbahasa merupakan konsep yang ditawarkan
oleh Brown dan Levinson (dalam Yule 1996:60). Teori ini menjelaskan tentang
konsep face ‘muka’ dalam penggunaan bahasa untuk komunikasi. Sebagai sebuah
istilah, muka merupakan wujud pribadi seseorang dalam masyarakat. Muka
mengacu pada makna sosial dan emosional itu sendiri yang setiap orang memiliki
dan mengharapkan orang lain untuk mengetahui. Kesopanan dalam suatu interaksi
MEMUJI DAN MERESPON PUJIAN DALAM BAHASA INDONESIA (STUDI KASUS DI LINGKUNGANMAHASISWA DANACARA HIBURAN TELEVISI)KINGKIN PUPUT K.Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
18
dapat didefinisikan sebagai alat yang digunakan untuk menunjukkan kesadaran
tentang muka orang lain.
Terdapat dua muka dalam proses komunikasi, yaitu ‘muka negatif’ dan
‘muka positif’. ‘Muka negatif’ adalah keinginan individu agar setiap keinginannya
tidak dihalangi oleh pihak lain, sedangkan ‘muka positif’ adalah keinginan setiap
penutur agar dia dapat diterima atau disenangi oleh pihak lain.
Dalam prinsip ini juga dijelaskan bahwa pada beberapa tuturan yang ‘tidak
menyenangkan’ yang disebut Face Theatening Acts “Tindakan yang mengancam
muka” dan disingkat menjadi FTA, yaitu tindakan yang mengancam muka positif
lawan tutur, dan tindakan yang mengancam negatif lawan tutur. Selain terdapat
tindakan mengancam muka, penutur juga dapat mengatakan sesuatu untuk
mengurangi kemungkinan ancaman itu. Tindakan tersebut disebut sebagai
tindakan ‘penyelamatan muka’. Tindakan penyelamatan muka yang diwujudkan
pada wajah negatif seseorang akan cenderung menunjukkan rasa hormat,
menekankan kepentingan minat dan waktu orang lain, dan bahkan termasuk
permintaan maaf atas pemaksaan atau penyelaan. Tindakan semacam ini juga
disebut ‘kesopanan negatif’. Tindakan penyelamatan muka yang berkenaan
dengan ‘muka positif’ seseorang akan cenderung memperlihatkan rasa kesetia-
kawanan, menegaskan bahwa kedua penutur menginginkan sesuatu yang sama,
dan mereka memiliki suatu tujuan yang sama. Tindakan semacam ini disebut juga
‘kesopanan positif’ (Yule, 1996:107).
Penutur yang menyadari bahwa tuturannya akan kurang menyenangkan
mitra tutur, mempunyai pilihan tertentu sebelum membuat tuturan tersebut.
MEMUJI DAN MERESPON PUJIAN DALAM BAHASA INDONESIA (STUDI KASUS DI LINGKUNGANMAHASISWA DANACARA HIBURAN TELEVISI)KINGKIN PUPUT K.Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
19
Pertama, penutur mau tidak mau melakukan tindakan yang mengancam muka
mitra tutur tersebut. Kalau tidak mau, berarti penutur akan memenuhi keinginan
lawan tutur sepenuhnya, sehingga tidak ada pelanggaran muka mitra tutur.
Seandainya penutur memutuskan untuk melakukan tindakan yang mengancam
muka mitra tutur, misalnya menolak keinginannya, maka penutur dihadapkan
pada pilihan melakukan tindakan itu dengan tuturan off record atau dengan
tuturan secara on record (Yule, 1996:65-66).
1.6.4 Teori Kalimat
Kalimat ialah satuan gramatikal yang dibatasi oleh adanya jeda panjang
yang disertai nada akhir turun atau naik (Ramlan, 1987:27), sedangkan menurut
Chaer (2009:44) kalimat didefinisikan sebagai satuan sintaksis yang disusun dari
konstituen dasar, yang biasa berupa klausa, dilengkapi dengan konjungsi bila
diperlukan disertai dengan intonasi final.
Ahli linguistik membedakan kalimat berdasarkan beberapa sudut pandang.
Ramlan (1987), Parera (1993) dan Chaer (2009) menjelaskan bahwa tata bahasa
tradisional telah membedakan 4 macam tipe kalimat berdasarkan fungsinya
seperti pernyataan atau berita, tanya, seru, dan perintah. Selain itu, mereka
membedakan kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk bertingkat.
Sedangkan dalam kajian linguistik modern kalimat dikelompokkan berdasarkan
distribusi dan komposisi. (Parera, 1993:7). Terdapat berbagai jenis berdasarkan
fungsinya, yaitu:
a. Kalimat berita (deklaratif), yakni kalimat yang berisi penyataan belaka.
MEMUJI DAN MERESPON PUJIAN DALAM BAHASA INDONESIA (STUDI KASUS DI LINGKUNGANMAHASISWA DANACARA HIBURAN TELEVISI)KINGKIN PUPUT K.Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
20
b. Kalimat tanya (interogatif), yakni kalimat yang berisi pertanyaan, yang
perlu diberi jawaban atau jawaban ya atau tidak.
c. Kalimat perintah (imperatif), yakni kalimat yang berisi perintah dan
perlu diberi reaksi berupa tindakan.
d. Kalimat seruan (eksklamatif), yakni kalimat yang menyatakan
ungkapan perasaan.
Berdasarkan bentuknya, kalimat dapat dibedakan menjadi kalimat tunggal
dan kalimat majemuk. Kalimat tunggal dapat dipahami sebagai kalimat yang
terdiri atas satu klausa bebas, sedangkan kalimat majemuk adalah kalimat yang
terdiri atas beberapa klausa bebas (Moeliono, 1988:267). Ramlan (1987:30)
membagi kalimat menjadi kalimat berklausa dan kalimat tak berklausa. Kalimat
berklausa adalah kalimat yang terdiri dari satuan yang berupa klausa. Klausa
adalah satuan gramatik yang terdiri dari subyek dan predikat, disertai objek,
pelengkap, dan keterangan atau tidak. Kalimat tak berklausa ialah kalimat yang
tidak terdiri dari klausa.
1.6.5 Memuji dan Merespon Pujian
Pujian berarti pernyataan memuji (KBBI). Pujian berbeda dengan penilaian.
Penilaian tidak berarti pujian, tetapi pujian termasuk penilaian. Penilaian
berkaitan dengan pernyataan evaluasi kualitatif terhadap sesuatu. Penilaian bisa
menunjukkan hasil yang positif atau negatif, sedangkan pujian bertalian dengan
penyataan positif terhadap sesuatu atau seseorang. Dalam norma bahasa
masyarakat pujian merupakan kata-kata yang dipandang baik bagi penutur dan
MEMUJI DAN MERESPON PUJIAN DALAM BAHASA INDONESIA (STUDI KASUS DI LINGKUNGANMAHASISWA DANACARA HIBURAN TELEVISI)KINGKIN PUPUT K.Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
21
mitra tutur dan bertujuan untuk menciptakan solidaritas dan harmonisasi. Pujian
dalam tindak tutur menduduki fungsi sebagai tindak tutur ekspresif, yaitu tindak
tutur yang dimaksudkan penuturnya agar ujarannya diartikan sebagai evaluasi
tentang hal yang disebutkan di dalam tuturan itu.
Dalam komunikasi sehari-hari, manusia tidak hanya melakukan tindak
memuji, tetapi ada kalanya mereka diminta untuk merespon sebuah pujian.
Merespon pujian tidak semudah memberikan pujian kepada orang lain. Beberapa
penelitian telah menemukan formula dalam merespon pujian. Guo, Zhou, dan
Chow (2012) menjelaskan bahwa terdapat beberapa respon pujian, yaitu:
Agreement Praise upgrade
Agreement Acceptance category
Return
Explanation
Reassignment
Invitation Indirection category
Questioning
Smilling
Non Response
Request
Downgrade Non-Acceptance category
Non- Agreement Disagreement
Guo, Zhou, dan Chow (2012) menjelaskan bahwa merespon pujian dapat
dilakukan dengan berbagai strategi, yaitu dengan menyetujui dan tidak menyetujui
pujian. Menyetujui dan tidak menyetujui pujian dibagi menjadi tiga kategori, yaitu
kategori menerima pujian, kategori tidak langsung, dan kategori menolak pujian.
Menerima pujian dibagi menjadi tiga kategori yaitu mengucapkan terima kasih,
menyetujui, dan mengembalikan pujian kepada pemuji. Kategori tidak langsung
MEMUJI DAN MERESPON PUJIAN DALAM BAHASA INDONESIA (STUDI KASUS DI LINGKUNGANMAHASISWA DANACARA HIBURAN TELEVISI)KINGKIN PUPUT K.Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
22
dibagi menjadi beberapa strategi yaitu menjelaskan, menegaskan kembali,
menawarkan, bertanya, tersenyum, dan tidak memberikan respon. Kategori
menolak pujian dilakukan dengan beberapa strategi, yaitu meminta, menolak,
merendahkan diri, dan tidak setuju.
1.6.6 Teori SPEAKING Hymes
Variasi bahasa merupakan pembahasan dalam kajian sosiolinguistik.
Variasi bahasa dalam dilihat dari dua pandangan. Pertama, variasi bahasa dapat
dilihat sebagai akibat adanya keragaman sosial penutur bahasa itu dan keragaman
fungsi bahasa itu. Kedua, variasi bahasa itu sudah ada untuk memenuhi fungsinya
sebagai alat interaksi dalam kegiatan masyarakat yang beraneka ragam (Chaer dan
Agustina, 2010:62). Variasi bahasa dapat dilihat dari berbagai jenis, yaitu variasi
bahasa dari segi penutur, variasi bahasa dari segi pemakaian, variasi bahasa dari
segi keformalan, dan variasi bahasa dari segi sarana.
Dalam komunikasi, sebuah peristiwa tutur memenuhi delapan komponen.
Hymes (1974:52-62) membuat akronim SPEAKING, yaitu setting/scene,
participants, ends, acts of sequences, key, instrumentalies, norms, dan genres.
1. Setting and scene. Setting berkenaan dengan waktu dan tempat tutur
berlangsung, sedangkan scene mengacu pada situasi tempat dan waktu, atau
situasi psikologis pembicaraan. Waktu, tempat, dan situasi tutur yang berbeda
menyebabkan penggunaan variasi bahasa yang berbeda.
2. Participant adalah pihak-pihak yang terlibat dalam pertuturan, yaitu
pembicara dan pendengar, penyapa dan pesapa, atau pengirim dan penerima.
Status sosial partisipan sangat menentukan ragam bahasa yang digunakan.
MEMUJI DAN MERESPON PUJIAN DALAM BAHASA INDONESIA (STUDI KASUS DI LINGKUNGANMAHASISWA DANACARA HIBURAN TELEVISI)KINGKIN PUPUT K.Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
23
3. Ends, merujuk pada maksud dan tujuan pertuturan.
4. Act sequence, mengacu pada bentuk ujaran dan isi ujaran. Bentuk ujaran
berkaitan dengan kata-kata yang digunakan, bagaimana penggunaannya, dan
hubungan antara apa yang dikatakan dengan topik pembicaraan.
5. Key, mengacu pada nada, cara, dan semangat ujaran tersebut disampaikan;
dengan senang hati, dengan serius, dengan singkat, atau dengan mengejek.
6. Instrumentalies, mengacu pada jalur/saluran bahasa yang digunakan, seperti
saluran lisan, tulis, telegram, atau telepon.
7. Norms, mengacu pada norma atau aturan dalam berinteraksi. Dalam hal ini
norma dikaitkan dengan norma kebahasaan yang dianut masyarakat bahasa.
8. Genre, mengacu pada jenis bentuk penyampaiannya, seperti narasi, puisi,
pepatah, dialog dan sebagainya.
1.7 Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian sosiopragmatik. Penelitian
sosiopragmatik memandang bagaimana bahasa digunakan dalam konteks sosial
budaya masyarakat tertentu. Jenis penelitian berupa penelitian deskriptif kualitatif.
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang memusatkan penelitian pada
pemecahan suatu masalah. Penelitian deskriptif dipilih karena data yang diperoleh
akan dideskripsikan dengan kata-kata. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
tuturan memuji dan respon terhadap pujian yang dihubungkan dengan konteks
budaya masyarakat tutur yaitu masyarakat tutur bahasa di lingkungan mahasiswa
MEMUJI DAN MERESPON PUJIAN DALAM BAHASA INDONESIA (STUDI KASUS DI LINGKUNGANMAHASISWA DANACARA HIBURAN TELEVISI)KINGKIN PUPUT K.Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
24
dan acara hiburan di televisi. Metode penelitian dibagi menjadi tiga, yaitu metode
pengumpulan data, metode analisis data, dan metode penyajian analisis data.
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah teknik simak,
teknik rekam, dan teknik catat. Data yang diperoleh berupa data tuturan. Data
tuturan dibagi menjadi dua, yaitu data tuturan natural yaitu data tuturan yang
diambil dari kehidupan sehari-hari di lingkungan mahasiwa dan data rekaman
yaitu data tuturan yang diambil pada rekaman film dan Reality Show. Peneliti
mengambil data tuturan natural dengan teknik simak, rekam dan catat. Peneliti
mengambil tuturan natural dari lingkungan mahasiswa yang biasa peneliti
berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari, yaitu di kampus, kos, masjid, dan
tempat makan (kantin atau warung), dan gedung pertunjukan. Pada langkah
selanjutnya, tuturan yang diperkirakan mengandung tuturan memuji dan merespon
pujian dicatat kemudian ditranskipsikan.
Pengambilan data rekaman diperoleh dari sumber data film dan video
Reality Show. Peneliti mengumpulkan film dan video Reality Show yang
berpotensi mengandung banyak tuturan memuji dan respon pujian. Film dan video
Reality Show disimak kemudian dilakukan teknik catat dan transkipsi. Film yang
peneliti analisis yaitu film Indonesia berjudul 3 Cinta 2 Dunia 1 Cinta, Habibie
Ainun, Love, Sang Pemimpi, dan Perahu Kertas sedangkan reality show yang
menjadi sumber penelitian adalah Hitam Putih, Showimah, X-Factor, Little Miss
Selebritis, Indonesian Idol. Pertimbangan pemilihan sumber data rekaman dari
film dan reality show karena data pada film akan menggambarkan kehidupan
sehari-hari yang mengandung tuturan memuji dan merespon pujian yang mungkin
MEMUJI DAN MERESPON PUJIAN DALAM BAHASA INDONESIA (STUDI KASUS DI LINGKUNGANMAHASISWA DANACARA HIBURAN TELEVISI)KINGKIN PUPUT K.Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
25
tidak ditemukan pada data natural sedangkan untuk rekaman reality show dibagi
menjadi dua jenis yaitu berupa acara talkshow dan ajang perlombaan yang
diperoleh dengan cara mengunduh di Youtube. Untuk acara talkshow dipilih
Hitam Putih dan Showimah karena kedua acara ini biasa mendatangkan bintang
tamu sehingga berpotensi memunculkan tuturan memuji dan merespon pujian,
sedangkan ajang perlombaan seperti X-Factor, Little Miss Selebritis, dan
Indonesian Idol karena acara-acara tersebut terdapat sesi komentar dari juri
sehingga berpotensi besar memunculkan tuturan memuji pada saat mengomentari
penampilan para peserta. Data yang berasal dari rekaman acara reality show
diambil secara random dari beberapa episode penayangan yang diunggah di
Youtube, yaitu episode 12 dan 14 November 2013 pada talkshow Hitam Putih,
episode Audisi Fatin X Factor, episode 9-12 Gala Show X-Factor, episode Titi
Rajo Bintang talkshow Showimah, 1 episode Idola Cilik, episode Final Little Miss
Indonesia, dan 1 episode Husen Indonesian Idol.
Analisis data pujian dan respon pujian dalam bahasa Indonesia
dikumpulkan dan dikelompokan dalam korpus data. Korpus data yang telah
dikelompokkan kemudian dianalisis secara kontekstual. Korpus data dibagi
menjadi dua, yaitu korpus data tuturan memuji dan korpus data tuturan merespon
pujian. Selanjutnya, dilakukan klasifikasi berdasarkan masing-masing korpus
data. Korpus data berupa pujian dikasifikasikan berdasarkan tipe-tipe penutur
dalam memuji. Demikian pula dengan respon pujian diklasifikasikan berdasarkan
tipe tuturannya, misalnya merespon pujian dengan menerima pujian atau menolak
pujian dan sebagainya. Setelah dilakukan mengklasifikasian terhadap data,
MEMUJI DAN MERESPON PUJIAN DALAM BAHASA INDONESIA (STUDI KASUS DI LINGKUNGANMAHASISWA DANACARA HIBURAN TELEVISI)KINGKIN PUPUT K.Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
26
selanjutnya dilakukan analisis secara kontekstual. Tahap analisis selanjutnya
adalah menemukan variabel sosial yang memengaruhi pemilihan tuturan memuji
dan respon pujian. Variabel sosial yang berpengaruh akan dideskripsikan secara
sosiopragmatik dengan teori yang SPEAKING Hymes.
Penyajian analisis data dilakukan dengan bentuk narasi. Penyajian ke
dalam bentuk narasi dibagi dua jenis, yaitu formal dan informal (Sudaryanto,
1993:145). Penyajian hasil analisis ini dilakukan secara informal karena penyajian
analisis data dengan memakai kata-kata biasa yang mudah dimengerti dan
dipahami. Pada penyajian data, penamaan penutur dan mitra tutur untuk data yang
diambil pada tuturan natural menggunakan inisial. Hal tersebut dilakukan untuk
menjaga privasi dari penutur dan mitra tutur sebagai objek penelitian ini
sedangkan data yang diambil dari film dan reality show menggunakan nama yang
sebenarnya, tidak menggunakan inisial.
1.7 Sistematika Penyajian
Sistematika penyajian tesis ini dilakukan dengan membagi pembahasan
menjadi lima bab yaitu:
Bab 1 Pendahuluan
Bab ini merupakan dasar dari adanya penelitian ini. Pendahuluan meliputi
latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penyajian.
MEMUJI DAN MERESPON PUJIAN DALAM BAHASA INDONESIA (STUDI KASUS DI LINGKUNGANMAHASISWA DANACARA HIBURAN TELEVISI)KINGKIN PUPUT K.Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
27
Bab 2 Realisasi Strategi Kesopanan Berbahasa Memuji dalam Bahasa Indonesia
di Lingkungan Mahasiswa dan Acara Hiburan Televisi
Bab ini akan membahas secara lengkap mengenai strategi kesopanan
berbahasa memuji dalam bahasa Indonesia di lingkungan kampus dan acara
hiburan di televisi. Bab ini dibagi menjadi tiga subbab, yaitu jenis kalimat, strategi
memuji, dan interpretasi kesopanan berbahasa memuji.
Bab 3 Realisasi Strategi Kesopanan Berbahasa Merespon Pujian dalam Bahasa
Indonesia di Lingkungan Mahasiswa dan Acara Hiburan Televisi
Bab ini akan membahas secara lengkap mengenai realisasi strategi
kesopanan berbahasa dalam merespon pujian dibagi menjadi tiga subbab, yaitu
jenis kalimat, strategi merespon pujian, dan intepretasi strategi kesopanan
berbahasa merespon pujian.
Bab 4 Variabel-variabel Sosial yang Memengaruhi Pemilihan Tuturan Memuji
dan Merespon Pujian
Bab ini akan membahas secara lengkap mengenai variabel sosial yang
memengaruhi pemilihan strategi memuji dan merespon pujian yang ditinjau dari
teori SPEAKING Hymes.
Bab 5 Kesimpulan dan Saran
Bab ini akan berisi mengenai kesimpulan dan hasil penelitian dan saran
yang dapat disampaikan kepada peneliti lanjutan berkaitan dengan hasil penelitian
yang telah dilakukan.
MEMUJI DAN MERESPON PUJIAN DALAM BAHASA INDONESIA (STUDI KASUS DI LINGKUNGANMAHASISWA DANACARA HIBURAN TELEVISI)KINGKIN PUPUT K.Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/