menakar kehalalan industri pangan domestik untuk penguatan ekonomi indonesia: peluang dan tantangan
DESCRIPTION
Makalah ini disampaikan dalam Seminar Nasional “Kehalalan Pangan Menuju Indonesia Sejahtera” yang diselenggarakan oleh Unit Kegiatan Mahasiswa Kerohanian Islam (UKMKI) Kosinus Teta Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember (FTP UJ), tanggal 6 Oktober 2013, sebagai rangkaian kegiatan dari Musyawarah Besar Nasional Ikatan Mahasiswa Muslim Peduli Pangan & Gizi (IMMPPG).TRANSCRIPT
Menakar Kehalalan Industri Pangan Domestik
untuk Penguatan Ekonomi Indonesia:
Peluang dan Tantangan1
Oleh: Khairunnisa Musari2
1. LATAR BELAKANG
1.1. Industri Halal Dunia
Ketika krisis keuangan global melanda dunia, salah satu pemikiran yang mengemuka
di kalangan para ekonom adalah apakah penerapan sistem ekonomi Islam merupakan
solusi bagi masalah ini dan apakah ekonomi Islam akan menjadi paradigma baru yang
menggantikan sistem ekonomi kapitalis. Bagi sejumlah ekonom, krisis global yang tengah
terjadi saat ini merupakan pembuktian lemahnya sistem ekonomi kapitalis sekaligus
menjadi momentum kebangkitan ekonomi Islam. Fenomena ini jika dikaji dengan
pendekatan konsep new institutional economics (NIE), maka pandangan tersebut mendekati
kebenaran.3
Seperti halnya industri keuangan dan perbankan Islam, perkembangan industri
pangan halal di dunia juga kian menggeliat. Mengacu pada konsep NIE, maka keberadaan
industri pangan halal semakin menguatkan keberadaan sistem ekonomi Islam sebagai
paradigma baru. Kesadaran umat muslim, yang diikuti pula dengan masyarakat nonmuslim
yang cenderung memilih produk pangan halal, maka secara budaya, institusi, organisasi,
dan pasar sebagai kriteria atau syarat NIE semakin mengukuhkan keberadaan ekonomi
Islam. Budaya adalah cara berpikir, perasaan, kecenderungan, dan perilaku individu atau
kelompok masyarakat. Budaya antara lain dipengaruhi oleh pengetahuan, kondisi sosial
politik, dan komunikasi. Institusi adalah keberadaan peraturan atau regulasi, dukungan
pemerintah, dan sistem peradilan. Elemen ini mencakup ada tidaknya institusi publik di
tingkat eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Organisasi adalah suatu alat yang diciptakan
individu/sekelompok masyarakat untuk mencapai tujuan tertentu. Pasar adalah keberadaan
tempat/media untuk melakukan transaksi, termasuk unsur-unsur penunjangnya seperti
teknologi, infrastruktur, dan instrumen pasar. Dalam konteks ini, industri pangan halal
sebagai subsistem dari ekonomi Islam semakin berkembang dan melengkapi keholistikan
dari sistem ekonomi Islam.
1 Makalah ini disampaikan dalam Seminar Nasional ‚Kehalalan Pangan Menuju Indonesia
Sejahtera‛ yang diselenggarakan oleh Unit Kegiatan Mahasiswa Kerohanian Islam (UKMKI) Kosinus
Teta Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember (FTP UJ), tanggal 6 Oktober 2013, sebagai
rangkaian kegiatan dari Musyawarah Besar Nasional Ikatan Mahasiswa Muslim Peduli Pangan & Gizi
(IMMPPG).
2 Peneliti Tamkin Institute; Peneliti Divisi Syari’ah Risk Management International (RMI).
3 Dikutip dari artikel New Institutional Economics? yang ditulis bersama Rifki Ismal, Mahasiswa
S3 Islamic Banking and Finance, Durham University, UK, (saat ini menjadi Peneliti Senior Direktorat
Perbankan Syariah Bank Indonesia) dan sudah dimuat di Harian Republika, 24 Januari 2009.
2
2
Lebih jauh, dunia Islam sesungguhnya memiliki potensi menjadi kekuatan
penyeimbang dalam percaturan ekonomi internasional. Negara-negara Islam yang
populasinya 1/5 jumlah penduduk dunia memiliki peran strategis dalam kancah
perekonomian dunia. Sayang, potensi ini belum dapat dioptimalkan karena kebanyakan
negara Islam belum berdaya. Kebanyakan negara-negara Islam4 saat ini belum mampu
menyamai kemajuan negara-negara nonmuslim, baik dalam hal politik, sosial, teknologi,
termasuk ekonomi.
Al-Maghluts (2008) memaparkan bahwa jumlah total luas area negara Islam di dunia
sekitar 21.688.509 km2. Adapun jumlah penduduk dari seluruh negara Islam di dunia sekitar
1.195,641 juta jiwa.5 Gambar 1 menunjukkan persentase luas wilayah negara-negara Islam di
setiap benua di dunia. Negara Islam banyak menyebar di benua Asia dan Afrika. Hanya
sedikit yang berada di benua Eropa. Sedangkan di benua lainnya tidak terdapat negara
Islam.
Sekitar 90 persen lebih perdagangan dunia saat ini dikuasai oleh negara-negara
nonmuslim. Artinya, negeri-negeri muslim hanya menguasai tidak sampai 10 persen
perdagangan dunia. Padahal dengan jumlah penduduk muslim dunia yang lebih dari 20
persen dari penduduk dunia atau sekitar 1,57 miliar orang, paling tidak negara-negara
Islam bisa menguasai 20 persen perdagangan dunia. Bahkan, mungkin lebih dari itu
mengingat hampir 70 persen sumber-sumber alam terdapat di negara-negara Islam. Di
Indonesia, peran dan kiprah umat Islam dalam perdagangan juga masih sangat kecil.
Diperkirakan umat Islam Indonesia yang berjumlah 89 persen hanya menguasai sektor
perdagangan sekitar 20-30 persen.
4 Adapun yang dimaksud negara Islam dalam konteks di sini adalah negara-negara yang
mayoritas penduduknya beragama Islam. Berdasarkan pengertian tersebut, maka sampai saat ini ada
sekitar 57 negara muslim di dunia. Dari negara-negara muslim tersebut, hanya ada 5 negara yang
secara formal menyatakan sebagai negara Islam. Yaitu, Republik Islam Afghanistan, Republik Islam
Iran, Republik Islam Mauritania, Republik Islam Pakistan, Republik Islam Federal Comoros
(Jusmaliani (Ed.) (2008).
5 Jumlah penduduk muslim di seluruh dunia tahun 2013 ini diperkirakan sudah mencapai 1,57
miliar jiwa.
GAMBAR 1
PERSENTASE LUAS WILAYAH NEGARA ISLAM Sumber: Al-Maghluts (2008)
3
3
Lebih jauh, keberadaan masyarakat muslim yang bepergian dan menyebar ke
berbagai belahan dunia turut berkontribusi dalam penyebaran sistem ekonomi Islam,
termasuk salah satunya penyebaran pada subsistem industri pangan halal. Sebuah
perusahaan Amerika Serikat (AS), Crescentrating, melaporkan hasil risetnya bahwa
keberadaan wisatawan muslim turut membantu perkembangan industri halal dunia.
Permintaan wisatawan muslim akan produk halal, seperti: restoran, farmasi, kosmetik,
busana, dan lainnya, demikian tinggi. Riset yang melibatkan 47 negara ini mencatat selama
musim liburan 2011, wisatawan muslim membelanjakan uangnya sebesar USD 162 miliar.
Tahun 2020, diperkirakan jumlah uang yang dibelanjakan mencapai USD 192 miliar.
Laporan Economist Intelligence Unit 2012 menyebutkan wisatawan asal Teluk seperti Bahrain,
Kuwait, Oman, Qatar, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA) menyumbang 37 persen dari
wisatawan muslim pada tahun 2011. Padahal, negara-negara tersebut hanya mewakili
sekitar tiga persen dari populasi muslim global.
Tak hanya negara Islam, wisatawan muslim juga banyak mengunjungi negara-
negara nonmuslim sehingga negara-negara tersebut berupaya untuk dapat mengakomodir
kebutuhan wisatawan muslim. Tidak bisa dipungkiri, industri halal kini menjadi industri
yang semakin mendapat perhatian dan mempunyai potensi pasar yang tinggi, tidak hanya
pada negara muslim, tetapi juga pada negara-negara nonmuslim.
Secara keseluruhan, dapat disarikan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan industri halal dunia adalah: (1) Jumlah penduduk muslim dunia yang terus
meningkat; (2) Jumlah belanja masyarakat muslim terhadap produk halal, terutama yang
berasal dari negara petrodollar; (3) Kesadaran yang semakin tinggi bagi masyarakat muslim
untuk menggunakan produk yang dijamin kehalalannya; (4) Meningkatkan pendapatan
masyarakat/negara; (5) Semakin menggeliatnya industri keuangan dan perbankan Islam
dunia.
1.2. Industri Pangan Halal
Industri pangan halal internasional memang kini berada pada perkembangan yang
kian menggembirakan. Kesadaran konsumen untuk menyeleksi makanan semakin tinggi.
Saat ini, pangsa pasar produk halal global diperkirakan hampir mencapai USD 800 miliar
per tahun dan menjadi potensi yang besar bagi para produsen produk halal di seluruh
dunia untuk memenuhi 1,5 miliar penduduk muslim dunia. Negara muslim menjadi target
segmen pasar yang efektif untuk dibidik, terutama yang berada di wilayah Asia yang saat
ini memiliki penduduk muslim terbesar. Namun, tahun 2050, diperkirakan benua Eropa
yang akan memiliki penduduk muslim terbesar di dunia.
Di Indonesia, pada 24 Juni 2011 lalu, telah dideklarasikan Indonesia sebagai Pusat
Halal Dunia. Deklarasi ini sejalan dengan berbagai langkah yang telah dilakukan Lembaga
Pengkajian Pangan Obat-Obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI),
antara lain dengan mendesain dan menyusun Sistem Sertifikasi Halal (SH) dan Sistem
Jaminan Halal (SJH) yang telah diadopsi lembaga-lembaga sertifikasi halal luar negeri.
LPPOM MUI adalah pelopor dalam SH dan SJH secara internasional.
4
4
Inggris
Di Inggris, ketersediaan produk daging halal mencapai 15 persen dari seluruh daging
yang dijual dan dipasok untuk penduduk muslim yang hanya sebanyak 4 persen dari total
populasi penduduk. Menariknya, sisanya, ternyata juga ikut dikonsumsi oleh penduduk
nonmuslim. Ketertarikan masyarakat nonmuslim mengkonsumsi daging berlabel halal
didorong oleh faktor kualitas daging yang dinilai kaya rasa, lebih lembut, dan diyakini lebih
aman dan lebih higienis.
Inggris juga tengah membangun Super Halal Industrial Park (SHIP) di wilayah South
Wales yang akan menjadi pusat produk halal di kawasan Eropa. Pusat industri ini
diharapkan dapat memenuhi kekurangan kebutuhan pasar Eropa akan produk-produk
halal sebesar USD 6,27 miliar dolar AS setiap tahun. Setiap tahun, perputaran sektor produk
halal di Inggris mencapai 2 hingga 4 miliar poundsterling. Selama ini, seluruh produk
tersebut berasal dari impor. Kompleks perindustrian ini akan dilengkapi dengan berbagai
fasilitas, seperti gudang penyimpanan, fasilitas pengemasan produk, pemilihan dan
pengolahan daging, serta fasilitas riset dan pengembangan. Pembangunan ini tidak lepas
dari bisnis produk halal yang makin berkembang dan menguntungkan, mengingat di
kawasan Eropa saat ini belum berdiri pusat industri halal semacam SHIP. Padahalm benua
ini menjadi tempat tinggal bagi jutaan muslim dan 2050 diprediksi akan menjadi benua
dengan penduduk muslim terbesar di dunia.
Salah satu lembaga yang akan diajak kerja sama adalah Penang International Halal
Hub (PIHH), sebuah lembaga yang dibentuk Malaysia untuk mempromosikan produk-
produk halal. Keberadaan SHIP akan menjadikan Inggris sebagai pusat produk halal di
kawasan Eropa dengan peluang pasar sebanyak 2,5 miliar penduduk dunia yang
mengonsumsi produk halal. Di Eropa, transaksi produk halal di Eropa diperkirakan
mencapai USD 66 miliar yang meliputi produk makanan segar, produk dalam kemasan, dan
produk daging. Sedangkan total nilai transaksi produk halal di seluruh dunia diperkirakan
mencapai USD 634 miliar.
Tidak bisa dipungkiri, perkembangan industri pangan halal di Inggris tidak lepas dari
geliat industri keuangan dan perbankan Islam di sana. Inggris telah menyatakan
keinginannya untuk menjadi pusat keuangan dan perbankan Islam di Eropa dan dunia.
Terdapat empat bank Islam dan 21 bank konvensional yang menawarkan produk bank
berbasis syari’ah di sana.
Amerika Serikat6
6 Seorang kenalan yang bekerja sebagai Dosen di Universitas Bengkulu yang saat ini
melanjutkan studi di Michigan Technological University bertutur: ‚Ketersediaan pangan halal di United
States (US) cukup baik, terutama di kota-kota besar. Banyak restoran dan groceries yang menyediakan
produk halal, istilah di sini zabihah. Tapi khusus untuk di kota Houghton di Michigan tempat saya
tinggal, mengingat moslem residents-nya tidak banyak, kurang lebih 100 orang, jadi sulit mencari
produk halal, kecuali ada satu grocery (Econofood) yang menyediakan halal meat (chicken dan beef).
Untuk event tertentu, seperti hari raya, biasanya members of the Muslim Students Association (MSA)
patungan membeli kambing sehingga bisa mendapatkan halal meat. Setahu saya, teman-teman muslim
di US sangat concern dengan halal products dan mereka memang mengutamakannya. Bila tidak ada
produk halal di satu kota, sekarang bisa order by online. Jadi di sini sangat mudah utk
mendapatkannya. Respon non muslim di sini terhadap produk halal sangat baik. So far, yang saya
5
5
Menurut Islamic Food and Nutrition Council of America (IFANCA), konsumen di
Amerika Serikat menghabiskan lebih dari USD 15 miliar pada tahun 2011 untuk membeli
produk halal. Industri halal diperkirakan akan terus tumbuh dan bernilai lebih dari USD 20
miliar pada tahun 2015 mendatang. Peningkatan ini tidak lepas dari semakin banyaknya
jumlah penduduk muslim dan permintaan akan daging halal oleh penduduk non-muslim.
Di Chicago, 14 September 2013 lalu adalah yang pertama kalinya digelar Halal Food
Festivals. Melalui anak perusahaan LiveCheaper Inc., festival ini dimaksudkan untuk
memperluas bisnis makanan halal, termasuk mempertemukan konsumen dan produsen
secara langsung. Pengunjung memperoleh tiket gratis secara online di halaman situs
www.halalfestivals.com atau membeli di tempat acara dengan biaya USD 5.
Di California, Agustus lalu, warga muslim di kawasan Bay Area menggelar festival
halal pertama di kawasan tersebut. Fastival ini tidak hanya menjadi destinasi wisata kuliner
halal, namun juga menjadi ajang silaturahim para muslim di Bay Area. Di kawasan ini
diperkirakan terdapat 300.000 warga muslim. Karenanya, pemilihan Bay Area sebagai lokasi
diselenggarakannya festival halal ini dianggap tepat. Festival serupa juga pernah
diselenggarakan sebelumnya di New Jersey, Los Angeles, dan Toronto.
Jepang
Di Kansai International Airport, sebuah restoran bernama Za Udon baru saja
memperoleh sertifikasi halal yang dikeluarkan oleh Malaysian Halal Consultation & Training
atas menu-menu udon7 yang disajikan. Sertifikasi ini diproses oleh Kansai In-flight Catering
Co. yang juga merupakan bagian dari jaringan restoran bernama Royal Holdings Co. Adanya
restoran Jepang yang halal menjadi jawaban atas permintaan para wisatawan di Jepang.
Kebanyakan pelancong dari negara-negara Islam ke Osaka mengeluhkan jika belum ada
restoran halal di Kansai International Airport. Apalagi menu udon jadi salah satu hidangan
khas Jepang yang banyak diburu wisatawan.
Selain Kansai International Airport yang telah menyediakan menu makanan halal,
meningkatnya jumlah mahasiswa muslim dari luar negeri yang belajar ke Jepang juga
mendorong sejumlah kantin di beberapa universitas mulai mengakomodir kebutuhan
pangan halal. Salah satunya adalah kantin di Tokyo Institute of Technology (TITECH), kampus
Ookayama, Tokyo. Di kantin TITECH ini tersedia menu halal, meski pilihannya masih
terbatas, yaitu kari sapi (beef curry), kari ayam (chicken curry) dan ayam tandori (tandori
chicken). Pilihan ini kian menambah menu halal lainnya, seperti udon, soba, dan seafood. Pihak
kantin men-display label Halal Food pada menu makanan halal sehingga mahasiswa muslim
tahu, teman-teman non muslim saya tidak mempermasalahkan. Mereka juga banyak yang paham
bahwa muslim tidak boleh makan pork, sehingga kalau ada acara-acara kampus ataupun party di
rumah-rumah teman, mereka menyediakan veggie menu utk muslim dan non-muslim yang tidak
makan daging (pork). Di sini banyak juga Americans dan Jewish (non-muslim) yang tidak makan pork.
Roommate saya orang India, dia tidak makan beef dan pork, hanya chicken. Katanya, kebanyakan orang
India seperti itu‛. – Igus Anwar
7 Udon sendiri merupakan mie yang disiram kuah kaldu hangat yang terdiri dari dashi dan
kecap asin atau kakejiru. Di bagian atasnya diberikan cacahan daun bawang dengan topping tempura
atau aburaage atau tofu yang digoreng renyah. Diberikan juga kamaboko atau olahan ikan berbentuk
setengah lingkaran.
6
6
lebih yakin bahwa makanan tersebut dimasak dari bahan baku yang hahal dan dimasak
dengan cara yang halal, yaitu dengan tidak mencampur alat masak yang digunakan dengan
alat masak yang digunakan untuk memasak makanan yang mengandung babi dan alkohol
serta produk turunannya, disamping juga keterangan bahwa daging yang digunakan
adalah hasil sembelihan hewan dengan cara yang sesuai hukum Islam.
Rusia
Semakin tingginya kesadaran halal di seluruh dunia membuat industri produk-
produk halal semakin bertambah pesat, tak kecuali di Rusia. Rusia resmi membuka Halal
Industrial Park ‘Baltacha’ di Baltasinski, sebuah kawasan distrik di Tatarstan. Kawasan
industri halal tersebut merupakan yang pertama dibangun di Rusia yang bertujuan untuk
memproduksi produk-produk halal.
Halal Industrial Park tersebut menempati kawasan seluas 4 hektar dan
memperkerjakan sekitar 200 karyawan. Pemiliknya adalah seorang pengusaha Rusia, Linar
Yakupov, yang terinspirasi saat melihat industri makanan halal yang ada di Malaysia. Total
investasi dari proyek Halal Industrial Park ini menghabiskan dana sekitar 150 juta rubel.
Terdapat 30 produk halal di Baltacha, seperti daging, tepung, bumbu-bumbu, dan kue yang
diproduksi sesuai standar halal Islam di tempat tersebut. Baltacha tengah menfokuskan diri
pada produksi daging halal. Di masa mendatang, mereka juga berencana untuk
memperluas lini produksi halal dengan melibatkan para petani dengan beragam produk-
produk pertanian. Semua produk industri dari Baltacha akan diperiksa oleh pusat halal
Kazan untuk pemberian sertifikasi kehalalannya. Baltacha membidik 20 juta penduduk
muslim yang bermukim di Rusia dan 1,5 miliar konsumen produk halal yang tersebar di
seluruh dunia.
Sementara itu, di Tajikistan, standar halal telah dikembangkan dalam dua tahun
belakangan di sana. Mulai 20 Juli 2013 ini, lembaga Tajikstandart mulai mendistribusikan
produk halal. Produk lokal dapat mendaftarkan diri untuk mendapatkan sertifikasi halal
dari pemerintah Tajikistan. Dalam merancang standar kehalalan tersebut, pihak pemerintah
Tajikistan dibantu oleh Tajik Council of Ulema, Kementerian Agama, Kementerian Kesehatan,
dan Kementerian Pertanian setempat. Selain itu, pemerintah Tajikistan juga turut mengkaji
standar halal yang sudah lebih dulu diterapkan di negara lain.
Standar baru di Tajikistan ini meliputi produk makanan, termasuk daging, roti, kue,
produk susu, juga minuman non alkohol. Izin menggunakan label halal yang diberikan
Tajikstandart berlaku satu tahun. Adapun yang mendorong Tajikistan untuk memberi
perhatian terhadap sertifikasi pangan halal ini tidak lepas dari permintaan pasar yang tinggi
dan ketersediaan makanan di negara tersebut yang mengandung unsur tidak halal. Produk
halal sebenarnya telah lama diproduksi dan juga diimpor ke Tajikistan. Namun, produk
tersebut memiliki standar halal yang baku sehingga menimbulkan keraguan masyarakat
muslim di sana. Mengingat jumlah produsen pangan halal di Tajikistan terus meningkat
dan harga makanan impor halal relatif mahal, maka didirikanlah Tajikstandart.
Polandia
Polandia saat ini sudah memiliki produk pangan halal. Polandia bahkan telah
mengekspor ke pasar muslim Malaysia berkat hubungan bilateral yang baik dan menjadi
7
7
mitra dagang Malaysia terbesar ke-12 dari seluruh negara di kawasan Eropa. Polandia
merupakan salah satu dari sedikit negara di Eropa yang memperoleh sertifikat halal dari
Malaysia sejak 2011 lalu. Polandia tidak saja memproduksi pangan halal, tetapi juga
beragam produk kosmetik halal. Permintaan Malaysia atas produk halal Polandia terus
meningkat. Ulama di Polandia juga banyak menjalin komunikasi dengan Jabatan Kemajuan
Islam Malaysia (JAKIM) untuk membahas industri dan sertifikasi halal.
Afrika Selatan
Jumlah umat Islam di Afrika Selatan relatif kecil. Namun, Afrika Selatan kini dapat
dikatakan telah menjadi pemimpin dalam industri makanan halal. Program sertifikasi
halalnya cukup maju dan negara ini masuk menjadi lima produsen terbesar produk halal di
seluruh dunia.
Sertifikasi Halal di Afrika Selatan telah diperkenalkan sejak tahun 1960, di bawah
pengawasan Ulama, meski baru terbatas pada pemotongan daging hewan dan penjagalan.
Pada 1970-an, pengawasan diperluas untuk unggas dan pada 1980-an telah meluas pada
bahan pangan lainnya. Pada tahun 1996, Otoritas Halal Nasional Afrika Selatan (SANHA)
mengukuhkan diri menjadi lembaga sertifikasi halal unggulan.
Perhatian pemerintah Afrika Selatan terhadap produk pangan halal tidak lepas dari
sejarah bangsa ini meski pada kenyataan komunitas Muslim Afrika Selatan tidaklah besar
atau hanya sekitar dua persen dari total populasi penduduk. Selama beberapa dekade, di
bawah apartheid, Muslim dibatasi secara rasial hanya di daerah-daerah khusus. Hal ini
membuat lingkungan Muslim terkonsentrasi, karakteristik budaya menjadi kuat, dan
identitas agama sangat dipertahankan. Identitas Islam menjadi berkembang dan turut
berpartisipasi dalam kemajuan sosial, ekonomi, dan politik. Kini, Afrika Selatan memiliki
700 masjid dan 600 lembaga pendidikan Islam. Beberapa sekolah Muslim swasta juga
berdiri di sana. Meskipun penduduk Muslim hanya sekitar dua persen dari populasi,
namun
Dalam satu setengah dekade, otoritas halal Afrika Selatan telah membantu negara-
negara seperti Zambia, Namibia, Botswana dan Mozambik dalam mendirikan lembaga
sertifikasi halal. Total nilai industri halal global lebih dari USD 2 triliun per tahun bila
menghitung perputaran di industri keuangan Islam, farmasi, kosmetik, logistik dan garmen.
Industri pangan halal diperkirakan sekitar USD 160 miliar per tahun di seluruh dunia.
Pembangunan di rantai pasokan ini membawa perubahan di seluruh dunia. Halal kini
menjadi sebuah konsep holistik.
China
Umat Islam di China telah eksis dengan industri pangan halalnya. Akhir 2011,
diperkirakan telah lebih dari 10.000 pabrik serta restoran makanan dan minuman yang
menerima sertifikat halal. Di Ningxia8, terdapat dua kawasan industri halal di wilayah
Wuchong, salah satu kota di provinsi itu. Nilai produk halal di Ningxia mencapai 50 juta
8 Ningxia adalah provinsi di China yang mendapatkan otonomi sejak tahun 1958 karena etnis
Hui identik dengan Muslim dan merupakan mayoritas dari 35 etnis China lainnya yang hidup di
Ningxia. Dari 6,3 juta warga yang tinggal di Ningxia, 2,25 juta atau 38 persen merupakan etnis Hui
yang Muslim, sisanya adalah etnis Han dan lainnya.
8
8
yuan atau sekitar Rp 70 miliar. Industri halal Ningxia terus melebarkan sayapnya ke pasar
domestik, bahkan penerbangan dari Beijing ke Urumqi atau Beijing ke Yinchuan9 telah
menggunakan makanan berlabel halal di pesawat. Sejak 2008, industri pangan halal di
Ningxia telah bekerja sama dengan industri halal Arab Saudi, Qatar, Mesir, bahkan dengan
Malaysia telah dimulai sejak tahun 2006, untuk membuat notakesepahaman pengakuan
sertifikat produk dari masing-masing negara. Biaya pengurusan sertifikat halal di Ningxia
relatif murah, sekitar 3.700 yuan atau Rp 5,1 juta. Inspeksi kehalalan terus dilakukan
petugas sewaktu-waktu pada perusahaan yang telah memiliki label halal guna meninjau
proses produksi untuk menjamin konsistensinya dalam menjaga kehalalan.
2. PEMBAHASAN
2.1. Islam dan Pangan Halal
Mengacu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012, makanan atau
pangan adalah ‘segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian,
perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun
tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia,
termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan
dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman’.
UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan merupakan amandemen dari UU Nomor 7
Tahun 1996 tentang Pangan yang mendefinisikan pangan dengan ‘segala sesuatu yang
berasal dari sumber daya hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah yang
diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan
tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses
persiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan dan minuman’. Redefinisi pada UU
baru diilakukan mengingat pangan sudah tidak sesuai lagi dengan dinamika perkembangan
kondisi eksternal dan internal, demokratisasi, desentralisasi, globalisasi, penegakan hukum,
dan beberapa peraturan perundang-undangan lain yang dihasilkan kemudian sehingga
perlu diganti.
Dalam bahasa Al-Qur’an, makanan atau tha'am adalah segala sesuatu yang dimakan
atau dicicipi. Karena itu, minuman pun dapat dimasukkan dalam konteks tha'am. Dalam
Islam, Al-Qur’an merintahkan agar umat Islam memakan makanan yang halal dan thayyib.
Umat Islam diwajibkan mengkonsumsi makanan yang halal karena setiap makanan yang
dikonsumsi akan mendarah daging dalam tubuh. Rasulullah s.a.w bersabda: “Tidaklah
tumbuh daging dari makanan haram, kecuali neraka lebih utama untuknya.” (HR At Tirmidzi).
Dengan demikian, mengkonsumsi makanan-minuman yang halal dalam Islam bukan hanya
berfungsi untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan berbagai manfaatnya yang
melindungi kesehatan, tetapi juga dalam rangka beribada taat pada Allah SWT yang
menjanjikan ganjaran pahala.
Oleh karena itu, kehalalan merupakan parameter utama dalam proses pemilihan
makanan. Setiap muslim bertanggungjawab untuk memastikan makanan yang dikonsumsi
adalah halal. Untuk mempermudah mengetahui makanan yang di konsumsi halal,
khususnya makanan dalam kemasan, maka dapat dilihat dari label halal yang tercantum
9 Ibukota Ningxia.
9
9
pada kemasan makanan tersebut. Label merupakan simbol dari sertifikasi kehalalan atas
produk yang dapat dikonsumsi umat Islam. Menurut Stanton et al (2004), label adalah
bagian sebuah produk yang membawa informasi verbal tentang produk atau tentang
penjualnya. Sebuah label bisa merupakan bagian dari kemasan atau pula tanda pengenal
yang dicantumkan pada produk.
Di dalam Al-Qur’an telah ditegaskan bahwa makanan dan minuman yang
diharamkan adalah: bangkai, darah, babi, binatang yang disembelih dengan menyebut
nama selain Allah SWT, khamr atau minuman yang memabukkan. Apa yang diharamkan
Allah SWT untuk dimakan jumlahnya sangat sedikit. Selebihnya, apa yang ada di muka
bumi ini pada dasarnya adalah halal, kecuali yang dilarang secara tegas dalam Al Qur’an
dan Hadits. Namun, perkembangan teknologi telah menciptakan aneka produk olahan yang
kehalalannya diragukan. Sejumlah bahan baku haram kerap dimanfaatkan sebagai bahan
baku, bahan tambahan atau bahan penolong pada berbagai produk olahankarena dianggap
lebih ekonomis. Akibatnya, kehalalan dan keharaman sebuah produk seringkali tidak jelas
karena bercampur aduk dengan bahan yang diragukan kehalalannya. Hal ini menyebabkan
berbagai macam produk olahan menjadi syubhat dalam arti meragukan dan tidak jelas status
kehalalannya.10 Berdasarkan hal tersebut, maka Komisi Fatwa MUI menyimpulkan bahwa
semua produk olahan pada dasarnya adalah syubhat. Oleh karena itu, diperlukan kajian dan
pengujian sebelum menetapkan status kehalalan suatu produk.
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah
kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang
nyata bagimu.”(QS. Al-Baqarah [2]: 168).
“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang
(ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah[108]. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa
(memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada
dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqarah [2]:
173).
10 Bahan-bahan seperti yoghurt, margarin, kadang-kadang di luar negeri memanfaatkan bagian
dari babi sebagai pengembang.
10
10
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas
nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang
buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk
berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah (mengundi nasib dengan anak
panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan)
agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah
Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-
ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja
berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. A-Ma’idah *5+:
3).
2.2. Prospek Industri Pangan Halal
Dengan jumlah penduduk muslim sekitar 89 persen, sudah selayaknya Indonesia
menjamin ketersediaan pangan yang halal dan thayib. Kesadaran akan pangan yang halal
dan thayyib merupakan salah satu dampak ikutan dari booming industri perbankan dan
keuangan berlabel syari’ah. Ketersediaan pangan halal dan thayib menjadi potensi, peluang,
sekaligus tantangan bagi kalangan dunia usaha untuk meningkatkan kualitas produknya
dengan berbasis syari’ah pula. Dalam perkembangannya, halal dan thayyib kini bukan saja
menjadi simbol agama dan acuan normatif semata, tetapi juga menjadi simbol bagi kualitas,
higienitas, dan keamanan bagi konsumen.
Upaya pemerintah untuk melakukan ekspansi ekspor pangan halal ke sejumlah
negara yang memiliki penduduk muslim mayoritas, tentu patut diapresiasi. Indonesia
memiliki potensi produk makanan dan minuman yang halal untuk mengisi pasar negara
muslim lainnya. Indonesia pun memiliki potensi menjadi pusat halal dunia. Standar halal
Indonesia sudah diterima, diakui, dan diimplementasikan oleh lebih 43 lembaga dunia dari
22 negara. Namun demikian, nyatanya ketersediaan bahan pangan halal di dalam negeri
sendiri nyatanya tidak begitu mudah untuk ditemukan. Membanjirnya produk pangan
impor, termasuk rumah makan dengan label impor, tidak semuanya patuh terhadap
pentingnya kehalalan.
Melihat besarnya pendapatan industri pangan nasional dan global, maka
sesungguhnya terdapat pula peluang pendapatan bagi industri halal mengingat jumlah
penduduk muslim dunia saat ini diperkirakan sudah lebih dari 1,57 milyar penduduk di
dunia yang merepresentasikan 23 persen dari total keseluruhan penduduk bumi. Dalam
sebuah laporan berjudul Mapping the Global Muslim Population yang dirilis oleh lembaga Pew
Forum on Religion & Public Life, 1 dari 4 orang di dunia adalah muslim. Dengan demikian,
11
11
bagi Indonesia, peluang untuk mengakses pasar pangan halal global terhampar di depan
mata. Tapi jangan bermimpi untuk menjadi pusat pangan halal dunia jika urusan domestik
masih belum tertangani dan terjamin ketersediaannya.
Di Indonesia, mengacu data Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh
Indonesia (GAPMMI), terdapat 1.159.983 industri pangan di Indonesia dengan total tenaga
kerja mencapai 3,4 juta orang pada tahun 2010. Berdasarkan jumlah total industri tersebut,
tercata jumlah industri rumah tangga mencapai 1.087.489, industri kecil sebesar 66.178, dan
industri besar menengah sebesar 6.316. Pertumbuhan industri pangan olahan skala besar
pada tahun tersebut mencapai 10 hingga 15 persen. Sedangkan untuk usaha kecil menengah
sekitar tiga hingga lima persen. Pertumbuhan industri makanan dan minuman lebih banyak
menyebar di luar Pulau Jawa. Bentuk konsumsi masyarakat mengalami perubahan dari
yang sebelumnya lebih banyak produk primer bergeser ke produk olahan.
Sejak tahun 2005 hingga Desember 2011, LPPOM MUI telah mengeluarkan sedikitnya
5896 sertifikat halal dengan jumlah produk mencapai 97.794 item dari 3561 perusahaan.
Angka ini belum menghitung jumlah sertifikat halal yang telah dikeluarkan oleh LPPPOM
MUI daerah yang kini tersebar di 33 provinsi di Indonesia. Gambar 2 menunjukkan
pertumbuhan jumlah sertfikat halal yang dikeluarkan LPPOM MUI pusat selama 2008
hingga 2010, Data produk bersertifikat halal ini masih sangat rendah dibandingkan dengan
jumlah produk yang tersebar di pasar dan belum teregistrasi. .
Pemerintah Indonesia telah menegaskan akan menjadikan Indonesia sebagai basis
bagi produk halal yang beredar di dunia. Pusat negara halal ini, akan terbentuk baik dalam
barang maupun jasa dengan target pasar negara Timur Tengah. Halal tidak saja meliputi
kosmetik, makanan, dan bahan baku, tetapi juga meliputi nutrisi sebuah produk. Dengan
menjadikan Indonesia sebagai basis halal, sektor jasa diyakini juga akan meningkat 20-24
persen karena tenaga kerja Indonesia terlatih dalam sertifikasi, pengawasan, dan pelatihan
untuk negara-negara yang menerapkan produk halal di pasar dalam negerinya. Sedikitnya
terdapat 14 jasa yang mengalami pengaruh langsung dari industri halal, yaitu diantaranya:
jasa sertifikasi, jasa pengawasan, jasa pelatihan, jasa distribusi, dan lainnya. Diadopsinya
GAMBAR 2
PERTUMBUHAN JUMLAH PRODUK BERSERTIFIKAT HALAL Sumber: LPPOM MUI (2010)
12
12
standar halal Indonesia oleh lembaga luar negeri tentu sangat menguntungkan Indonesia,
baik bagi konsumen maupun produsen. Sebab, konsumen terlindungi dari produk-produk
yang tidak dijamin kehalalannya. Selain itu, dengan standar yang telah diakui bersama,
kalangan pelaku bisnis juga memperoleh kepastian tentang persyaratan halal yang harus
mereka penuhi sebelum memasarkan produk mereka.
Indonesia sesungguhnya memiliki peluang untuk menggarap potensi produk halal
dunia, khususnya terhadap negara-negara berpenduduk muslim. Seiring dengan
meningkatnya jumlah konsumen muslim dunia dan makin berkembangnya berbagai bisnis
Islam, membuka peluang bagi perusahaan berskala global dan regional, termasuk
perusahaan dari Indonesia, untuk masuk ke pasar muslim. Indonesia memiliki sejumlah
ekunggulan yang tidak dimiliki oleh negara Islam atau negara yang berpenduduk
mayoritas muslim lainnya, terutama dalam kualitas lembaga sertifikasi kehalalan. Dengan
kekayaan sumber daya alam yang dapat dieksplor untuk memenuhi kebutuhan, Indonesia
memiliki peluang untuk memasok produk halal kepada pasar global.
2.3. Tantangan Industri Pangan Halal
Akhir Agustus 2013 lalu, pemberitaan tentang sebuah rumah makan terkenal yang
dikabarkan menggunakan minyak babi dan angciu (red wine) menyeruak. Berawal dari
seorang Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis di sebuah Perguruan Tinggi Negeri (PTN)
terkemuka di Surabaya mengirimkan email kepada sebuah situs Islam dengan menceritakan
pengalamannya ketika hendak mengajukan franchise pada rumah makan tersebut. Persoalan
menguak ketika kontrak perjanjian hendak dibuat, sang pemilik franchise mensyaratkan
penggunakan minyak babi dan angciu dalam sejumlah masakan.
Bagi negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia ini, kehalalan pangan
nyatanya masih memiliki banyak ruang dan peluang untuk diabaikan. Dengan mayoritas
penduduk beragama Islam di Indonesia nyatanya tidak serta merta membuat pengusaha
rumah makan menghormatinya dengan menyediakan makanan halal sebagaimana yang
harus dipatuhi oleh seorang muslim. Kasus-kasus terkait produk tidak halal sudah terkuak
sejak tahun 1990-an, kasus Ayam Duren, kasus Lemak Babi, isu Bahan Pakan Ayam Asal
Daging Tikus, kasus Permanfaatan Limbah Darah sebagai Bahan Pangan, dan lain
sebagainya. Hal ini secara keseluruhan dalam kurun waktu 20 tahun, produsen
menggunakan bahan baku yang tidak sesuai dengan persyaratan kesehatan dan keyakinan
agama masih terus berlangsung.
Tidak bisa dipungkiri, Indonesia merupakan the largest market untuk industri pangan
halal. Sayang, industri pangan di negara ini masih banyak yang belum bersertifikasi halal.
Jika jumlah perusahaan kosmetika dan toiletries di Indonesia yang bersertifikat halal
berkisar 3 persen, maka industri pangan yang bersertifikasi halal ternyata tidak sampai 1
persen. Sedihnya lagi, Indonesia saat ini baru sebatas menjadi target pangsa pasar potensial
bagi impor produk pangan halal. Kesadaran Indonesia untuk mentransformasi diri menjadi
produsen pangan halal masih minim. Hal ini salah satunya ditandai oleh ketidakmampuan
menyediakan sumber pangan berbasis domestik. Tingginya impor bahan pangan
mengindikasikan bahwa Indonesia tak mustahil akan tertinggal dibanding negara
nonmuslim yang memiliki kemampuan lebih untuk mengekspor bahan pangannya ke
Indonesia dan mengantongi sertifikasi halal dari MUI.
13
13
Adapun tantangan terbesar bagi Indonesia dalam menghadapi industri pangan halal
adalah kemampuannya untuk menjadikan Indonesia bukan sebagai the largets market
semata, tetapi juga dapat berperan sebagai the largest producer. Pasar domestik merupakan
pangsa pasar potensial yang tidak dimiliki oleh negara lain mengingat Indonesia adalah
negara keempat dengan penduduk terbanyak di dunia dan menjadi negara dengan
penduduk muslim terbesar di dunia saat ini.
Sertifikasi halal merupakan jaminan kualitas suatu produk. Persoalan yang
mengemuka ketika sektor usaha, utamanya usaha mikro dan kecil, tidak mengupayakan
untuk mensertfikasi kehalalan produknya, hal ini dipicu oleh beberapa hal. Pertama,
pemahaman yang kurang. Kedua, sifatnya masih sukarela karena belum ada peraturan
pemerintah yang mengharuskan produk pangan bersertifikasi halal. Ketiga, keterbatasan
biaya. Keempat, tahapan yang terkesan relatif panjang. Kelima, ketidakpedulian konsumen
atas produk halal itu sendiri.
Sosialisasi konsumsi makanan halal lebih efektif dilakukan kepada konsumen
daripada produsen. Sebab, produsen belum serius melakukan sertifikasi karena tak
berpengaruh pada bisnisnya. Masyarakat kerap memberi toleransi sangat besar dalam hal
ini. LPPOM MUI memiliki kepentingan sekaligus kewajiban untuk memberikan sosialisasi
dan edukasi pada masyarakat guna membangun kesadaran mengonsumsi makanan halal.
Masyarakat yang sudah memiliki literasi tentang produk halal akan memaksa produsen
untuk mengurus sertifikasi.
Ke depan, Rancangan UU Jaminan Produk Halal (JPH) harus segera ditetapkan untuk
memberi perlindungan bagi masyarakat muslim dalam mengakses produk halal, termasuk
pangan halal. Regulasi ini secara filosofi juga merupakan upaya untuk melindungi ekonomi
rakyat, utamanya sektor usaha mikro kecil yang mendominasi industri makanan minuman
di tanah air.
Yang tidak kalah penting, industri pangan halal domestik harus mempersiapkan diri
dalam berhadapan dengan negara-negara nonmuslim yang notabene memiliki modal besar
untuk memproduksi pangan halal yang akan memasok pasar negara muslim, termasuk
Indonesia. Jika Indonesia tidak mampu menghadapi sejumlah tantangan yang ada, maka
industri pangan halal yang sesungguhnya berpeluang menjadi pengungkit penguatan
ekonomi rakyat hanya akan menjadikan Indonesia sebagai pasar konsumsi semata dari
negara-negara kapitalis. Perlu strategi untuk mengupayakan percepatan industri pangan
halal yang dapat menjadi tuan di negeri sendiri dengan merangkul stakeholders di tanah air.
Persoalan ekonomi di negara muslim, termasuk Indonesia, terlihat salah satunya adalah
lemahnya bargaining power dalam mengendalikan produk nonmuslim. Hal ini terindikasi
dari rendahnya nilai ekspor negara-negara muslim terhadap negara muslim ataupun
nonmuslim. Tingginya ketergantungan negara muslim terhadap negara nonmuslim juga
ditunjukkan dengan besarnya utang.
Selanjutnya, untuk mewaspadai serbuan produk pangan asing maupun domestik
yang diragukan kehalalannya, terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan masyarakat.
Pertama, lihat komposisi produk pada kemasan. Kedua, luangkan waktu untuk melihat
daftar produk yang bersertifikasi halal MUI yang dimuat di Jurnal Halal atau
14
14
www.halalmui.org.11 Ketiga, lihat apakah produk memiliki tanda Sertifikasi Halal MUI atau
logo halal MUI. Jika tidak ada, kadang produk mencantumkan pula logo halal lembaga
sertifikasi halal negara lainnya yang diakui MUI. Upaya LPPOM MUI untuk meluncurkan
program aplikasi yang memudahkan masyarakat mendaparkan informasi soal produk
bersertifikasi halal MUI patut diapresiasi. Termasuk pula dalam upaya LPPOM MUI untuk
memperoleh Sertifikat ISO 9000.
3. STUDI KASUS
Fenomena Bakso Babi dan Kerang: Potret Anomali Ekonomi Rakyat12
Salah satu pemberitaan media nasional dalam sepekan ini yang menarik perhatian
adalah kasus bakso babi oplosan di Jakarta. Bermula dari langka dan mahalnya daging sapi
di ibukota selama beberapa bulan menyebabkan pedagang bakso kelimpungan. Mereka
harus mencari akal agar bahan bakunya tetap tersedia dengan murah dan tidak perlu
menjual dengan harga lebih mahal.
Setelah tiga pedagang bakso dan satu lokasi penggilingan bakso ditemukan memakai
oplosan daging babi, hampir seluruh pedagang bakso di wilayah Jakarta menjadi resah.
Sampel bakso mengandung babi ditemukan di semua wilayah Jakarta, baik Selatan, Timur,
Utara, dan Barat. Pedagang yang tetap mempertahankan keaslian daging sapi sebagai
bahan baku baksonya ikut terimbas. Jualannya menurun. Dalam satu waktu mereka
umumnya dapat menjual ratusan mangkok, pasca terkuaknya oplosan daging babi
membuat mereka hanya mampu menjual 10 mangkok.
Tak berbeda jauh dengan Jakarta, di Surabaya pun pedagang bakso mengakui harga
daging sapi cukup mahal meski tidak sampai selangka di Jakarta. Untuk menyiasati, mereka
mengurangi ukuran bakso atau menambahkan jualan siomay.
Di Jember, awal Desember lalu, harga daging sapi yang sempat mencapai Rp 85.000
per kilo mulai berangsur normal di kisaran Rp 75.000 per kilo untuk daging sapi biasa dan
Rp 78.000 per kilo untuk daging sapi super. Penurunan ini didorong oleh menurunnya
permintaan dan berkurang jumlah sapi yang dipotong di Rumah Pemotongan Hewan
(RPH) akibat mahalnya harga sapi.
Anomali ekonomi rakyat yang tercermin dari perilaku pedagang bakso di Jakarta
disebabkan oleh motif ekonomi pedagang sebagai dampak kebijakan pemerintah. Terdesak
oleh kebutuhan, mereka mencari jalan untuk dapat bertahan hidup. Sejumlah himbauan
telah dilakukan pemerintah maupun asosiasi terkait agar masyarakat tidak resah dan tetap
mau mengkonsumsi bakso asal berhati-hati. Bagaimanapun, bakso sebagai makanan
keseharian masyarakat Indonesia merupakan tulang punggung banyak keluarga yang
menggantungkan hidupnya dari perdagangan ini.
11 MUI juga menyediakan layanan konsultasi dan informasi melalui email dengan alamat
[email protected]. Bagi konsumen yang menemukan istilah atau nama bahan yang meragukan
bisa menanyakannya ke MUI.
12 Artikel asli berjudul Fenomena Bakso Babi & Kerang: Potret Anomali Ekonomi Rakyat yang
telah dimuat Jawa Pos Radar Jember, 18 Desember 2012.
15
15
Anomali ekonomi rakyat lain yang dapat kita simak adalah kegiatan perdagangan
kerang sebagai hasil laut dan perikanan. Kerang hijau (Mytilus viridis atau Perna viridis),
kerang darah (Anadara granosa L.), dan kerang bakau (Polymesoda bengalensis L.) adalah salah
satu jenis kerang yang paling sering dikonsumsi masyarakat. Kerang selama ini dipahami
sebagai sumber nutrisi yang baik karena kandungan mineral, protein, asam lemak omega 3,
dan lemak jenuh yang rendah.
Namun, mungkin tak banyak yang mengetahui, layaknya penyedot debu, kerang
mampu menghisap apapun yang ada di dekatnya, termasuk menjaring racun, logam berat,
dan sedimen lumpur. Sebagai kelompok mollusca, kerang yang diapit cangkang ini tidak
memiliki organ hati untuk menghancurkan benda asing. Akibatnya, semua benda asing
ditampung di dalam dagingnya. Hal inilah yang menyebabkan mengapa kerang-kerangan
memiliki potensi bahaya. Kerang hidup berkelompok di dasar laut dangkal dekat pantai, di
mana sampah manusia dan buangan industri berhimpun. Konsentrasi bakteri dan zat racun
di dasar laut menyebabkan kerang mudah tercemar.
Sepuluh tahun lalu, kerang-kerangan Indonesia ditolak oleh negara-negara Uni Eropa.
Ekspor kerang terganjal oleh adanya indikasi banyaknya racun di kerang perairan
Indonesia. Sejumlah psikiater, psikolog, dokter anak, dan orangtua yang memiliki anak
autis dalam sejumlah forum juga memberi himbauan agar kerang dihindari, terutama bagi
ibu hamil dan anak autis. Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyatakan,
kerang di Indonesia timur yang tercemar mencapai 10 hingga 20 kali lipat dibandingkan
dengan pulau Jawa.
Informasi tentang potensi bahaya mengonsumsi kerang sudah mulai berani
dinyatakan terbuka oleh Dinas Kelautan dan Pertanian DKI Jakarta yang menghimbau agar
masyarakat Jakarta tidak mengonsumsi kerang hijau. Sebelumnya, hal ini tidak pernah
diumumkan lantaran argumen penyelamatan pariwisata. Ya, perkembangan ilmu
pengetahuan yang menguak potensi bahaya kerang sesungguhnya sudah lama diketahui
oleh institusi pemerintah terkait. Namun, tak banyak yang berani menyampaikannya
kepada publik. Di Surabaya dan Sidoarjo, justru aktivis lingkungan hiduplah yang
memberikan edukasi bagi masyarakat tentang potensi bahaya ini. Meski hal tersebut
diamini oleh dinas setempat yang menyatakan bahwa bentos menyerap polutan di tempat
ia hidup sehingga tubuhnya mengandung racun, namun mereka belum berani
menyampaikan secara terbuka.
Ekonomi Tanpa Negara
Fenomena bakso babi oplosan dan perdagangan kerang adalah salah satu bentuk
konfirmasi tentang adanya anomali sosial ekonomi di negeri ini. Anomali mengindikasikan
adanya gangguan konstruksi stabilitas ekonomi dalam mencapai peningkatan kesejahteraan
sosial-ekonomi masyarakat. Motif utama dibaliknya adalah dorongan kebutuhan ekonomi.
Dorongan inilah yang membuat seseorang atau sekelompok orang memenuhi kebutuhan
hidupnya dengan melakukan tindakan penyimpangan untuk memenuhi kebutuhan
tersebut.
Dalam hal ini, negara tanpa sadar turut ambil bagian dalam mendistorsi daya tahan
ekonomi masyarakat. Keterlibatan negara melalui perangkat birokrasinya tidak jarang juga
menjadi pemicu high cost economy yang menghambat akselerasi pertumbuhan ekonomi dan
keadilan sosial. Banyak bukti empirik, pada level kebijakan di pemerintahan daerah, negara
16
16
justru melumpuhkan kekuatan ekonomi lokal, yang kemudian diganti dengan paradigma
pragmatis eksploitatif dengan dalih peningkatan investasi atau pertumbuhan ekonomi.
Jika bakso babi oplosan dapat dinilai sebagai ‘gangguan’ karena terkait dengan
kehalalannya bagi mayoritas penduduk muslim Indonesia, maka perdagangan kerang
menjadi ‘gangguan’ karena terkait dengan masa depan anak bangsa. Meski kerang tidak
bisa dituding sebagai penyebab utama lahirnya anak-anak autis, namun potensinya yang
dapat mengganggu kesehatan seharusnya menjadi catatan bagi pemerintah.
Jelas, dalam hal ini dibutuhkan edukasi dan sosialisasi untuk menyampaikan
informasi bagi publik. Untuk bersiasat atas mahalnya harga daging sapi, pakar kuliner dan
gizi tentu dapat menawarkan sejumlah opsi ketimbang daging celeng sebagai campuran
bakso. Jika pemerintah tidak dapat menjamin tidak adanya kontaminasi bagi hasil laut dan
perikanan, maka pemerintah seyogyanya mencarikan jalan keluar bagi pembudidaya untuk
beralih profesi. Kalaupun ada upaya lain untuk mereduksinya, misalnya dengan melakukan
purifikasi, maka opsi ini pun dapat dipilih meski menuntut kerja berat dan biaya besar
untuk pembelajaran masyarakat.
Apapun itu, tidak mungkin dibiarkan ekonomi rakyat berjalan tanpa negara meski
pada prakteknya justru hal itu banyak terjadi. Tidak jarang, kebijakan pemerintah yang
tidak berpihak mendesak rakyat kecil berada pada posisi sebagai oknum atau korban.
Perdagangan bakso babi oplosan dan kerang hanyalah studi kasus dari potret anomali
ekonomi rakyat di mana tidak terjadi sinergi komunikasi, koordinasi, dan kerjasama antara
pemerintah dan elemen masyarakat. Tapi bagi mereka yang berpegang pada ilmu
pengetahuan dan meyakini bahwa ilmu ekonomi sebagai ilmu moral, maka yakinlah bahwa
ilmu itu netral. Ilmu menjadi tidak netral ketika dimasuki oleh kepentingan. Namun,
ilmuwan tidak boleh netral. Ilmuwan harus punya nurani dan berpihak pada kebenaran
ilmiah yang diyakini kebaikannya bagi ummat. Wallahua’lam bish showab.
=====================================
DAFTAR PUSTAKA
Adinegoro, Himawan & Martini Rahayu, 1997. Prospek Pengembangan Produk Halal pada
Industri di Indonesia dalam Rangka Memasuki Abad 21. Proceeding Seminar Teknologi Pangan
‚Pengembangan Produk Halal‛. Hlm. 227-244.
Aizat J., Mohammad & C.W.J J.W. Mohamed Radzi, 2009. Teori Istihalah Menurut
Perspektif Islam dan Sains: Aplikasi Terhadap Beberapa Penghasilan Produk Makanan. Shariah
Journal, Vol. 17, No. 1. Hlm. 169-194.
Al-Maghluts, Sami bin Abdullah, 2008. Atlas Sejarah Para Nabi dan Rasul. Terjemahan
dari Athlas Târîkh al-Anbiyâ’ wa ar-Rusul. Cetakan 1. Jakarta: Almahira. Desember.
Jusmaliani (Ed.), 2008. Investasi Syariah. Yogyakarta: Kreasi Wacana. Februari.
Musa, Rosidah, 2012. Kajian Potensi Produk Makanan Halal Malaysia di Pasaran Domestik
dan Global. MAHA 2012. 25 November.
Musari, Khairunnisa, 2010. Lalu Lintas Ekonomi Negara-Negara Islam: Dulu & Kini.
Mata Kuliah Penunjang Disertasi (MKPD) Lalu Lintas Modal & Pendapatan Antar Negara
Islam (OKI). Program Doktoral Ilmu Ekonomi Islam Universitas Airlangga.
17
17
Rambe, Yuli Mutiah & Syaad Afifuddin, 2012. Pengaruh Pencantuman Label Halal Pada
Kemasan Mie Instan Terhadap Minat Pembelian Masyarakat Muslim (Studi Kasus Pada Mahasiswa
Universitas Al-Washliyah, Medan). Jurnal Ekonomi dan Keuangan, Vol. 1, No. 1. Desember.
Hlm. 36-45.
Salma Binti Mat Yasim, 2011. Makanan Halal:Kepentingannya Menurut Perspektif Islam.
Tesis. Universiti Teknologi Malaysia (UTM).
Stanton, J. William, et al, 2004. Marketing. Edisi kesebelas. Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
UU RI Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan.
UU RI Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan.
http://al-utsmaniyah-tours.com/berita-125-segera-berdiri-pusat-industri-produk-halal-
di-inggris-.html
http://www.arrahmah.com/news/2013/03/17/afrika-selatan-muncul-sebagai-pemimpin
-industri-halal.html
http://food.detik.com/read/2013/07/30/133125/2318877/901/tajikistan-kini-memiliki-stan
dar-halal-sendiri
http://food.detik.com/read/2013/07/29/102012/2316995/901/restoran-udon-di-bandara-
osaka-kini-miliki-sertifikat-halal
http://food.detik.com/read/2013/04/30/152415/2234211/901/2/baru-106-pedagang-bakso
-bersertifikat-halal-inilah-alasannya
http://food.detik.com/read/2013/07/31/120402/2319917/901/polandia-optimis-bisa-masu
ki-pasar-halal-malaysia
http://food.detik.com/read/2013/08/01/144322/2321424/901/awal-2014-info-produk-
halal-indonesia-bisa-diakses-lewat-smartphone
http://id.berita.yahoo.com/wisatawan-muslim-dongkrak-industri-halal-dunia-
084716849.html
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/51185/F11cfa_BAB%20III%20Ti
njauan%20Pustaka.pdf
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/26542/Seminar_Nasional_Tekn
ologi_Pangan-32.pdf
http://sdvi.fama.net.my/maha/seminar/upload_module/paper_MAHA2012/KertasKerj
a05.pdf
http://www.eramuslim.com/dakwah-mancanegara/muslim-telah-menjadi-1-orang-da
ri-4-orang-di-dunia.htm
http://www.halalmui.org/newMUI/index.php/main/detil_page/8/1637/30/
http://www.halalmui.org/newMUI/index.php/main/detil_page/8/1639/30/
http://www.halalmui.org/newMUI/index.php/main/go_to_section/14/39/page/1
http://www.jurnas.com/halaman/7/2011-09-16/182196
http://www.jurnas.com/halaman/2/2013-02-27/235536
18
18
http://www.republika.co.id/berita/pendidikan/universitas-muhammadiyah-
jakarta/12/03/23/m1apy7-potensi-industri-makanan-halal-di-indonesia
http://www.solopos.com/2012/09/18/makanan-halal-pasar-rusia-potensial-pengusaha-
indonesia-belum-melirik-330031
http://wisata.kompasiana.com/kuliner/2013/07/01/menu-halal-pun-sudah-tersedia-di-
kantin-kampus-jepang-570004.html
http://www.dakwatuna.com/2011/11/09/16358/muslim-cina-bangun-industri-halal /#ax
zz2gU6zn7Um
http://www.dakwatuna.com/2011/06/25/12894/jadi-basis-produk-halal-ri-bidik-pasar-ti
mur-tengah/#ixzz2gU8V6XPv
http://www.wartanews.com/internasional/c420f2ed-3528-4f7a-8f59-674f9db7fbdf/rusia
-bangun-kawasan-industri-halal
http://wisata.kompasiana.com/kuliner/2013/07/01/menu-halal-pun-sudah-tersedia-di-
kantin-kampus-jepang-570004.html