mencermati heuristik transformasi organisasi ... · pdf file... 9; thoha, 1987: 1). tentu saja...
TRANSCRIPT
MENCERMATI HEURISTIK TRANSFORMASI ORGANISASI: Mereaktualisasi Perilaku Kreatif Manusia Melalui
Pendekatan Knowledge Management
Disampaikan pada Sidang Terbuka Luar Biasa Senat Universitas Negeri Makassar
Kamis, 30 Juni 2011
Prof. DR. Haedar Akib, M.Si.
Pidato Pengukuran Penerimaan Jabatan Guru Besar Tetap Dalam Bidang Ilmu Administrasi FIS Universitas Negeri Makassar
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-2
MENCERMATI HEURISTIK TRANSFORMASI ORGANISASI: Mereaktualisasi Perilaku Kreatif Manusia Melalui
Pendekatan Knowledge Management
Disampaikan pada Sidang Terbuka Luar Biasa Senat Universitas Negeri Makassar
Kamis, 30 Juni 2011
Prof. DR. Haedar Akib, M.Si.
Pidato Pengukuran Penerimaan Jabatan Guru Besar Tetap Dalam Bidang Ilmu Administrasi FIS Universitas Negeri Makassar
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-3
Dialog ayah dan anak:
Where are you working, Dad? I am working at University as a scientist.
What do you do, Dad? I am teaching and pushing the frontier of knowledge and science.
In which direction, Dad? (Prof. Dr. Martani Huseini, MBA, 1999)
Didiklah anak-anakmu dengan pengetahuan yang terbaik, karena mereka akan hidup di alam yang sama sekali berbeda dengan jaman yang engkau alami. (Hadits Riwayat Bukhari-Muslim)
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-4
Bismillahirrahmanirrahim Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Selamat pagi dan salam sejahtera untuk kita.
© Yth. Ketua dan Anggota Dewan Penyantun Universitas Negeri
Makassar (UNM)
© Yth. Ketua (Rektor) dan Sekretaris Senat UNM
© Yth. Ketua dan Sekretaris Majelis Guru Besar UNM
© Yth. Para Anggota Senat UNM
© Yth. Para Dekan, Direktur Pascasarjana, Ketua Lembaga, Kepala
UPT, Ketua Jurusan, dan Ketua Prodi dalam lingkungan UNM.
© Yth. Para Dosen, Pegawai, dan Civitas Akademika UNM © Yth. Para Undangan dan Hadirin yang Berbahagia.
Marilah kita memanjatkan puji-syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha
Kuasa atas Kerkah dan Karunia yang diberikan kepada kita sehingga
dapat berkumpul di Auditorium ini untuk melaksanakan upacara
Sidang Senat Terbuka Pengukuhan Guru Besar Universitas Negeri
Makassar. Pada kesempatan berbahagia ini saya menyampaikan
pidato pengukuhan dengan topik: MENCERMATI HEURISTIK
TRANSFORMASI ORGANISASI: Mereaktualisasi Perilaku
Kreatif Manusia Melalui Pendekatan Knowledge Management.
Hadirin yang terhormat Saya memulai pidato ini dengan ilustrasi sebuah percakapan
singkat seorang anak yang lugu dengan ayahnya, seorang ilmuwan,
seperti yang saya kutip pada bagian awal pidato ini. Tiga pertanyaan
sang anak itu sangat mendasar dan jawabannya boleh jadi sangat
berat, sehingga dialog itu perlu menjadi renungan bagi setiap
ilmuwan.
Dialog singkat itu mengingatkan kita sebagai ilmuwan untuk berefleksi dan terus memperbarui pengetahuan yang diajarkan dan
perilaku kreatif yang diperankan, dengan menerapkan pendekatan
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-5
Knowledge Management. Sebagai ilmuwan atau pemerhati
administrasi kita sama memahami bahwa inti administrasi adalah
organisasi, karena definisi administrasi sebagai bentuk kerjasama
sekelompok orang yang didasarkan atas pengetahuan (explicit, tacit,
and cultural) tertentu untuk mencapai suatu tujuan, dilakukan melalui
organisasi (Morten Egeberg yang dikutip oleh Peters dan Pierre, 2007: 77; Denhardt dan Denhardt, 2006: 164; dan Daft, 1992: 7;
Cutchin, 1981: 6). Dengan demikian, administrasi sebagai applied
science yang memiliki objek materi (manusia yang bekerjasama) dan
objek forma - keteraturan, pengaturan (Siagian, 2004: 2; Ali, 2000: 1,
Makmur, 2007: 6; Hughes, 1994: 5), dengan sifatnya yang eclectic dan
multidisipliner, serta reformasi administrasi sebagai pengembangan
focus dan locus kajiannya yang amat luas (pada tataran makro) dapat
dimulai dengan melakukan reformasi atau transformasi organisasi
sebagai intinya, pada tataran mikro (Caiden, 1969: 183; Leemans,
1976: 7; Harmon dan Mayer, 1986: 126). Asumsi ini dikuatkan
dengan pernyataan aksiomatis Amitai Etzioni bahwa: manusia
dilahirkan, hidup, didik, dan bakal mati dalam organisasi (Pugh,
1971: 9; Thoha, 1987: 1). Tentu saja organisasi yang dimaksud oleh Etzioni tidak sebatas organisasi publik atau negara dan organisasi
privat atau perusahaan, melainkan pula organisasi nirlaba (Appleby,
1987: 107; Denhardt dan Denhardt, 2006: 163-185; Morten Egeberg
dalam Peters dan Pierre, 2007: 77-80).
Rektor, Dewan Guru Besar dan Hadirin yang saya muliakan.
Perspektif dan Heuristik Transformasi Organisasi Berdasarkan pendekatan cybernetics (Espejo et al, 1996: 1), dapat
dipahami perspektif dan heuristik1 transformasi organisasi yang
1 Istilah heuristik pertama kali diciptakan oleh Pappos, ahli matematika Yunani yang
hidup sekitar tahun 300 sebelum Masehi. The origin of heuristics – the science of making
discoveries and invention (Creativity and Innovation Methodologies, 2003, h. 3). Heuristik
adalah proses analisis yang dimulai dengan perkiraan yang tepat dan mengecek kembali sebelum
memberikan kepastian. Heuristik, menuntun kepada penemuan sesuatu, untuk penyelidikan
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-6
berhasil sebagai alat diagnosis. Minimal terdapat empat perspektif
transformasi organisasi yang lazim diterapkan (Agrawal et al. 2002:
2), yakni:
Perspektif 1: Kerangka kerja organisasi berbasis komputer.
Dukungan komputer untuk pekerjaan dalam organisasi dibangun
dengan cara mensinergikan infrastruktur teknologi (IT) dengan
infrastruktur organisasi (IO) dan aktivitas yang memungkinkan
implementasinya. Kerangka kerja ini mengidentifikasi lima sasaran
infrastruktur yang lahir – mewujudkan efisiensi, kualitas, inovasi,
motivasi, dan kepuasan. Di samping itu, mencakup perkembangan
empat jenis kegiatan – melahirkan rencana, memilih opsi jawaban
yang tepat, menetralisir pandangan yang antagonis, dan melakukan
tugas kompetitif. Motivasi bagi kerangka kerja ini adalah IT mempengaruhi organisasi pada berbagai level dengan beragam
manfaat yang diperoleh (Hock-Hai et al, 1997), termasuk mengubah
arah sumbu kurva yang sebelumnya trade off antara keterjangkauan
(reach) dan kekayaan (richness) informasi yang dimiliki organisasi
(Evans dan Wurster, 2000: 31), serta antara prinsip demokratisasi
dan prinsip efisiensi sebagai orientasi nilai administrasi (Denhardt
dan Denhardt, 2006: 2).
Perspektif 2: Model 5-R Transformasi Organisasi (TO).
Transformasi organisasi merupakan tantangan utama manajemen
dan menjadi tugas setiap pemimpin yang terpenting (Scott, 2000: 10;
Gouillart dan Kelly, 1995: 8; Wart dan Dicke, 2008: 16). Mengacu
pada pandangan pakar tersebut, transformasi organisasi didefinisikan sebagai orkestrasi perancangan ulang arsitektur generik organisasi
yang – walaupun kecepatannya berbeda namun – secara simultan
dicapai melalui lima dimensi: Reframing, Restructuring, Revitalizing,
Renewal, dan Reinspiring. Lima dimensinya merupakan model
biologis yang disebut model 5-R Transformasi.
® Reframing yang oleh Normann (2001: 4) dipadukan dengan upaya
rekonfigurasi adalah perubahan model mental atau konsepsi
terhadap sesuatu; perumusan pikiran untuk kesimpulan baru (Chaplin, 2002: 226; Indrawan, tt:
215).
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-7
organisasi mengenai seperti apa organisasi itu, apa yang akan
dicapai, dan bagaimana cara mencapainya, atau mewujudkan
visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, dan solusi kreatif (baru) yang
ditawarkan. Menurut Scharmer (2009: 51), perubahan pola pikir
merupakan level tiga dari model Teori U pembelajaran dan
perubahan.
® Restructuring adalah mempersiakan dan menata ulang segala
sumber daya organisasi dan mengarahkannya untuk mencapai
tingkat kinerja daya saing yang tinggi dalam lingkungan yang
dinamis dan kompetitif. Hal ini identik dengan konsep disain
ulang menurut Scharmer (2009: 51) yang berarti perubahan
struktur dan proses yang mendasari kegiatan organisasi. Disain
ulang merupakan level dua model Teori U pembelajaran dan
perubahan.
® Revitalizing adalah menguatkan atau memerankan kembali fungsi
dan elemen yang ada dalam organisasi dan menghadapkan
organisasi pada berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi
melalui pembelajaran dan pertumbuhan secara berkelanjutan.
® Renewal adalah memperbarui pandangan orang (manusia) dan
spirit atau image organisasi. Jika mengikuti pendapat Morgan
(1986: 245), pembaruan image organisasi perlu dilakukan dengan
cara mengkreasi dan mewujudkan identitasnya dalam
membangun lingkungan. Pembaruan berkenaan dengan investasi
human capital dalam mengembangkan keahlian dan tujuan baru
yang akan dicapai, serta memberi peluang bagi organisasi
melakukan regenerasi.
® Reinspiring adalah menanamkan komitmen dan energi untuk
mewujudkan visi-misi bersama berdasarkan nilai-nilai etika
(moral), estetika, dan etos kerja yang dianut dalam organisasi.
Kerangka kerja reinspirasi memadukan tujuh2 aspek sebagai
jalurnya, yakni: menanamkan kerangka kerja kewibawaan moral,
mengarahkan organisasi pada output (luaran) bersama,
2 Tujuh aspek kualitas umum ini merupakan intisari gerakan tujuh agama besar dunia –
Islam, Kristen, Yahudi, Hindu, Konfusius, Tao, dan Budha – dalam menginspirasi penganutnya
(Scott, 2000: 20-22).
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-8
mempererat kesamaan bahasa (idiom, identitas), menanamkan
pusaka (jatidiri) organisasi, merilis alur pemikiran (ide),
mewujudkan pandangan aspriasi masa depan bersama, dan
mengabadikan mistik organisasi (Scott, 2000: 35).
Perspektif 3: Transformasi Organisasi berbasis Multi-level
Teknologi Informasi (TI). Organisasi mengarahkan proses
kegiatannya pada level transformasi yang lebih tinggi sesuai tuntutan
stakeholders. Terdapat lima level TI yang mendukung penerapan
konsep tersebut dalam organisasi, yakni dua level yang pertama
bersifat evolusioner, karena hanya mensyaratkan perubahan
inkremental dalam proses organisasi. Sedangkan, tiga level di
atasnya dikonsepsikan bersifat revolusioner karena mensyaratkan
perubahan esensial mengenai hakikat proses atau kegiatan dalam
organisasi.
Level 1: Lokalisasi pemanfaatan (otomatisasi) yang diarahkan
pada penerapan IT dalam fungsi organisasi; Level 2: Integrasi
Internal, perluasan tingkat pertama dalam arti bahwa kapabilitas IT
didayagunakan pada semua kegiatan organisasi. Dua tipe integrasi
yang dianggap penting adalah penyatuan teknikal dan organisasional
dengan menggunakan flatform teknologi yang sesuai untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas; Level 3: Disain ulang proses
kegiatan dalam organisasi yang mencakup rekonfigurasi semua
kegiatan menggunakan IT sebagai pengungkit utamanya; Level 4:
Desain Ulang Sistem dan Jaringan Organisasi, diarahkan pada
rekonfigurasi cakupan dan tugas sistemik organisasi guna
memudahkan penyediaan dan distribusi barang dan jasa yang
dihasilkan; dan Level 5: Redefinisi Ruang Lingkup organisasi,
diarahkan pada raison d’etre organisasi dan persinggungan faktor
organisasi dengan berbagai faktor lingkungan internal dan eksternal
yang berpengaruh (Agrawal et al, 2002: 3).
Perspektif 4: TI dan Aktivitas Respons Kritis (ARK) pengarah
Transformasi Organisasi. Pada kenyataannya, terdapat sejumlah
variabel ARK yakni: peningkatan mutu, penciptaan keunggulan
daya saing, pencapaian tujuan-tujuan strategis, pembuatan
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-9
keputusan yang baik dan efektif, peningkatan produktivitas
(pengurangan biaya), manajemen informasi dan pengetahuan,
manajemen perubahan, peningkatan kreativitas dan inovasi, respons
pada kebutuhan (masyarakat, pelanggan, warga negara), perubahan
lingkungan, Just-in-time (JIT), manajemen mutu terpadu (MMT),
reorganisasi dan rekayasa ulang, akuisisi, merger, dan aliansi
strategis, dan sebagainya.
Rektor, Dewan Guru Besar dan Hadirin yang saya hormati.
Heuristik transformasi organisasi yang diperkenalkan berikut
ini dapat digunakan untuk mengevaluasi model yang ada atau model
baru yang diajukan, serta untuk melahirkan gagasan perbaikan.
Meskipun metode yang tepat digunakan tampak beragam, namun spesifikasinya dapat dideteksi. Oleh karena itu, terdapat elemen
umum yang terlihat secara jelas sebagai ciri penggunaan model
transformasi yang berhasil. Model tranformasi yang umum ini
dikonsepsikan dan disaring sebagai suatu rangkaian heuristik dimana
semua metodologi perubahan harus dimiliki. Dengan mengikuti
deskripsi tersebut, “alat diagnosis” yang tersedia dapat diterapkan
dalam model transformasi yang berlangsung.
Heuristik 1: Energi transformasi. Semua transformasi
memerlukan stimulus awal untuk menciptakan rasa urgensi
perubahan. Stimulus ini muncul ketika pimpinan memahami kondisi nyata organisasinya. Untuk membangkitkan energi perubahan maka
pemimpin perlu melihat dan mensponsori perubahan. Pemimpin
harus siap membuktikan apa yang dikatakan (walk the talk) dan
memerankan model perilaku yang dapat diteladani. Para pemimpin
juga harus proaktif mengarahkan proses perubahan, memberi
apresiasi kepada orang (pengikut) yang menunjukkan perilaku baru
dan mendorong orang lain untuk melakukan perubahan ke arah
yang lebih baik. Keinginan pemimpin untuk berefleksi dan melakukan perubahan dalam dirinya merupakan motivator kuat dan
signal keamanan bagi orang lain (Miles, 1997: 27).
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-10
Heuristik 2: Fokus pada Stakeholders. Para praktisi dan
teoritisi organisasi sepakat bahwa kepuasan stakeholders perlu
dijadikan sebagai motivasi kunci bagi perubahan dan pengembangan
organisasi (Senge et al, 1999: 193; Tapscott, 1995; Trahant et al, 1997:
17; dan Dickinson, 1999: 12). Bentuk transformasi yang terfokus
pada pengendalian biaya atau peningkatan keuntungan tanpa
memperhatikan tanggung jawab sosial organisasi mungkin akan
mengalienasi publik yang dilayani dan pada akhirnya mengurangi
jumlah keungungan yang diperoleh.
Heuristik 3: Komitmen Pimpinan. Komitmen pimpinan pada
semua level dalam proses perubahan sangat penting, meskipun
inisiatif perubahan yang berasal dari bawah oleh anggota organisasi juga sangat penting. Dalam banyak kasus, perubahan signifikan
mensyaratkan sumber daya yang sesuai dan komitmen pimpinan
secara berkelanjutan. Di samping itu, pengaruh dan kekuatan yang
dimiliki pimpinan perlu ditunjukkan sebagai pengarah program
(Trahant et al, 1997: 18).
Heuristik 4: Rencana Transformasi yang Menyeluruh.
Langkah transformasi yang berhasil dapat mengubah sistem dan jaringan organisasi dari kondisi saat ini ke kondisi yang diharapkan.
Upaya ini menuntut orkestrasi dan penyelarasan visi, misi, dan
strategi, struktur, kultur, iklim kerja, praktik manajemen, kebijakan
dan prosedur, dan kepemimpinan sebagai elemen paripurna
organisasi (Gilley dan Maycunich, 2000: 33), plus pemberdayaan,
deteksi lingkungan, kreasi dan transfer pengetahuan, teknologi,
kualitas, serta kerja tim, dan jaringan kerjasama (Marquardt dan
Reinolds, 1994: 52) sebagai elemen bagi pembelajaran organisasi
global, dengan mendorong kritik dari anggota organisasi.
Implementasinya bukan hanya mensyaratkan keahlian manajemen proyek, melainkan pula keahlian memanajemeni kompleksitas dan
ketidakmenentuan, reaksi emosional, intrik politik (interest), dan
penanaman perilaku baru.
Tanpa perhatian serius pada dinamika perubahan maka
transformasi akan tersesat ke dalam berbagai jalan yang tidak jelas
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-11
(Miles, 1997: 7; Senge et al, 1999: 15; Wilbur, 1999: 12). Oleh karena
itu, untuk menjamin perhatian yang cukup besar terhadap dinamika
perubahan, maka rencana tranformasi yang menyeluruh perlu
ditujukan pada berbagai level dan konteks (Anderson et al, 1995: 3).
Pada konteks pembelajaran, perlu menerapkan keahlian manajemen
perubahan, termasuk perubahan model, keahlian, metodologi, dan
instrumen yang digunakan.
Heuristik 5: Infrastruktur Perubahan yang Handal. Formulasi
dan implementasi kebijakan organisasi (rencana transformasi)
memerlukan infrastruktur perubahan yang komprehensif. Biasanya, infrastruktur perubahan didukung oleh beberapa tim yang satu sama
lain memiliki tanggung jawab dan komposisi berbeda dalam
mengkoordinasikan transformasi organisasi melalui sarana yang
beragam dan terkait satu sama lain pada berbagai level.
Heuristik 6: Sumber Daya yang Cukup. Transformasi
memerlukan penyediaan sumber daya yang besar secara
berkelanjutan dalam jangka waktu tertentu. Menurut Senge et al
(1999: 43), perubahan yang dicanangkan memerlukan investasi –
waktu, energi, dan sumber daya. Suatu kesalahan umum jika yakin
bahwa sumber daya yang diperlukan menekan operasi yang
berlangsung.
Heurustik 7: Menilai Kesiapan Melakukan Perubahan.
Penilaian dan evaluasi dilakukan sebelum mengenalkan inisiatif
perubahan untuk menentukan keluasan dan hakikat persiapan, serta
tipe dan jumlah arahan yang diperlukan. Proses perubahan akan
kandas jika kapabilitas dalam sistem kurang siap (Jeffe dan Scott,
1999; Trahant et al, 1997: 17).
Heuristik 8: Formulasi Visi Yang Jelas. Visi merupakan
pernyataan (gambaran) keadaan sesuatu yang ideal atau terlihat di
masa kini dan di masa depan yang menginspirasi dan
memberdayakan stakeholder organisasi (von Krogh et al, 2000: 102).
Visi memberi kejelasan dan motivasi bagi para stakeholder ke arah
mana tujuan organisasi diarahkan dan menuntun proses pembuatan
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-12
keputusan. Visi juga membantu mengidentifikasi keinginan dan
energi anggota organisasi (David, 2009: 82; Trahant et al, 1997: 18).
Heuristik 9: Definisi Kondisi Masa Depan Sistem. Transformasi berskala besar mempengaruhi keseluruhan sistem
organisasi dan beranjak dari kondisi saat ini ke kondisi masa depan
dengan mengubah semua elemen dasar dari sistem (Miles, 1997: 7).
Tanpa perhatian pada semua elemen sistem, maka elemen sistem
yang statis akan menghalangi perubahan yang diinginkan. Kondisi
masa depan harus mencakup kesepadanan dan perubahan yang
diperlukan oleh semua elemen, karena pada akhirnya akan
mendukung sistem pada titik stabilitas baru.
Heuristik 10: Analisis Dampak Sistem. Sistem yang ada perlu dicermati sebelum mencoba mengubahnya. Begitu pula, intrik in-
efisiensi penampilan sistem yang rendah masih perlu dipahami agar
sistem tetap berjalan. Menurut Miles (1997: 34), perubahan besar
dalam satu atau beberapa elemen organisasi yang tidak dikaitkan
dengan perubahan elemen sistem lainnya cenderung menciptakan
kekacauan (khaos), karena elemen desain yang penting menekan
organisasi dari arah berbeda (misalnya kasus parpol oposisi di DPR).
Heuristik 11: Inisiatif Yang Dibuat Secara Baik. Sistem yang diubah perlu menggunakan inisiatif perubahan yang terpilih secara
baik. Inisiatif perubahan yang dibentuk secara baik mengarahkan
keseluruhan elemen sistem sebagai sebuah orkestra melalui
perubahan bagian-bagian organisasi yang mendukung dan
menguatkan perubahan. Inisiatif sejatinya memiliki fokus yang jelas
dan mampu mengubah banyak aspek organisasi secara bersamaan
(Bennis, 1969: 1-2).
Heuristik 12: Meletakkan Basis Organisasi Adaptif. Inisiatif perubahan yang berhasil sejatinya diarahkan pada realitas perubahan
yang berkelanjutan. Inisiatif yang dibuat bukan hanya memuaskan
organisasi dalam bentuk sederhana berupa pencapaian tujuan akhir
dan transisi ke kondisi saat ini, melainkan pula perlu dipahami
bahwa seketika terjadi transisi maka keadaan akan menjadi usang.
Oleh karena itu, organisasi yang ingin survive dalam lingkungan
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-13
global harus menjadi organisasi pembelajar, dengan terus-menerus
beradaptasi terhadap lingkungan. Optimisme ini menuntut
penerapan pendekatan manajemen pengetahuan yang mendorong
kreasi pengetahuan dan pembelajaran organisasi (Marqurdt, 1996: 2;
Senge et al, 1999: 4), serta terjadi dalam organisasi pembelajar,
seperti terlihat perbandingan karakteristiknya berikut ini.
Rektor, Dewan Guru Besar dan Hadirin yang saya muliakan.
Perbandingan Organisasi Pada kenyataannya, terjadi evolusi pengalaman setiap
organisasi (publik-negara, privat-perusahaan, nir-laba-NGO), yaitu
transformasi dari organisasi tradisional menjadi organisasi
pembelajar, dan organisasi pengembangan. Evolusi tersebut sifatnya
sukarela (Gilley dan Maycunich, 2000: 6). Apa yang membedakan
tipe yang satu dengan tipe yang lain adalah peran sumber daya
manusia, atau manusia bersumber daya yang dimiliki (Rachmany
dan Akib, 2002: 32) – untuk mencapai tujuan strategis yang
ditetapkan, mengembangkan kapasitas dan kapabilitas organisasi
(Akib, 2007), melakukan pembaruan atau reformasi, transformasi,
dan peningkatan keunggulan daya saing melalui berbagai
pendekatan, seperti Total Quality Management, disingkat TQM (Akib,
2008), Quality Function Deployment, disingkat QPD (Akib dan Syam,
2009; Knowledge Management (Akib, 2003), atau pendekatan lainnya.
Mengingat evolusi tersebut merupakan proses yang berkelanjutan
seringkali sulit mengetahui pada tahapan mana suatu organisasi
(termasuk organisasi kita!) berada. Oleh karena itu, apa yang
senyatanya terjadi adalah ketika suatu tahapan evolusi terlaksana,
ketika itu baru disadari bahwa tahapannya “ternyata” telah dilalui.
Bukti tentang organisasi tradisional nampaknya cukup banyak
terlihat di mana-mana. Gilley dan Maycunich (2000: 6) secara lugas
menyatakan bahwa lebih dari 80 persen organisasi yang ada dewasa
ini berada pada fase tradisional, yakni organisasi yang hanya mampu
menghasilkan output yang memuaskan atau cukup memuaskan.
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-14
Meski demikian, keefektifan kegiatan organisasi tradisional dapat
ditingkatkan dengan mengubahnya menjadi lebih tinggi dan lebih
efisien.
Evolusi level organisasi selanjutnya adalah organisasi
pembelajar. Banyak tulisan belakangan ini membahas sifat
organisasi pembelajar, khususnya arti penting pembelajaran dalam mengembangkan dan mengefektifkan kegiatan dalam organisasi
(Simatupang dan Akib, 2000) dan kegiatan orang-orang yang
tergabung di dalamnya. Organisasi pembelajar mempertahankan
kapasitasnya yang lebih tinggi daripada organisasi tradisional dalam
melakukan pembaruan dan bersaing, karena organisasi ini
menekankan pentingnya fungsi dan peran sumber daya manusia
(human capital) dalam mencapai hasil usaha yang diharapkan.
Dampak penekanan pada aspek ini akan terlihat ketika organisasi pembelajar melakukan pembelajaran, perubahan atau transformasi,
atau “metamorfosis.”
Fase terakhir gerakan evolusioner organisasi adalah organisasi
pengembangan. Organisasi pengembangan adalah organisasi yang
senantiasa melakukan ekspansi kapasitas dan kapabilitas di
sepanjang tahap evolusi atau “metamorphosis” yang dilakukan,
memacu kegiatan untuk memajukan dan memperbarui pertumbuhan
individu, kelompok (Community of Practice), organisasi, dan
masyarakat. Konsekuensinya, organisasi pengembangan
menunjukkan penguatan otonomi, kapasitas, kapabilitas, kualitas,
pembaruan atau reformasi, dan peningkatan kekuatan daya saing
secara berkelanjutan.
Salah satu cara untuk membedakan fase evolusioner antar
organisasi adalah melihat isu dan karakternya. Untuk merealisasikan
hal itu dapat dipahami dengan menjelaskan organisasi dan
perspektifnya yang meliputi aspek: kapasitas reformasi organisasi
(juga reformasi birokrasi dan reformasi administrasi); arti penting
sumber daya manusia; asumsi dan harapan akan pertumbuhan dan perkembangan; tipe-fokus-luaran kegiatan pengembangan; skala
prioritas organisasi; tipe, model, dan gaya kepemimpinan yang lazim
diperankan; struktur, budaya, iklim kerja; peran pemimpin, manajer,
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-15
SDM profesional, pekerja; kreativitas dan inovasi yang terlihat; dan
aksi atau perilaku yang diperlukan untuk mempertahankan fase
evolusioner terakhir untuk kemajuan organisasi di masa kini dan di
masa depan (Gilley dan Maycunich, 2000: 8).
Isu sentral yang mencirikan perkembangan organisasi pada
umumnya adalah perlunya pembelajaran organisasi dalam
organisasi pembelajar agar organisasi tidak mati atau bernasib seperti
dinosaurus yang punah karena tidak bisa beradaptasi dengan
lingkungan (de Geus, 1997: 14). Organisasi pembelajar dan
organisasi pengembangan akan berhasil mencapai tujuan
strategisnya manakala di dalamnya terjadi proses kreasi pengetahuan, sebagai inti manajemen pengetahuan (Choo dan
Bontis, 2002: 16).
Rektor, Dewan Guru Besar dan Hadirin yang saya hormati.
Manajemen Organisasi Berbasis Pengetahuan Gagasan manajemen organisasi berbasis pengetahuan ini
meneguhkan pemahaman pakar bahwa inti organisasi adalah
(Tinggi)
Dampaknya terhadap
Pembaruan Organisasi &
Kesiapan melakukan
Transformasi
(Rendah)
Menekankan pada Pertumbuhan dan
Perkembangan SDM
Organisasi Tradisional
Organisasi Pembelajar
Organisasi Pengembangan
(Rendah) (Tinggi)
Gambar 1. Evolusi Organisasi
Sumber: diadaptasi dari Gilley dan Maycunich, 2000: 7
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-16
manajemen. Inti manajemen adalah kepemimpinan (Siagian, 2004:
5). Oleh karena itu, pengetahuan sebagai “soft asset” atau modal
intelektual organisasi (Steward, 2001: x; McInerney dan LeVevre
dalam Prichard et al, 2000: 2; Boulding dalam Lamberton, 1971: 21)
perlu dimanajemeni.
Pada hakikatnya, konsep manajemen pengetahuan tidak baru
karena kebutuhan dan arti penting pengetahuan telah menjadi basis
bagi pengembangan beragam budaya, filosofi, dan agama. Apa yang
menjadikan pengetahuan itu dianggap baru dan bermanfaat bagi
orang dan organisasi dewasa ini adalah ketika merenungkan hasil dari kekuatan pengetahuan bagi manajemen yang lebih baik dan
evolusi dalam bidang teknologi yang dapat disaksikan selama
beberapa dekade terakhir (Natarajan dan Shekhar, 2001: 6). Oleh
karena itu, tidak salah jika ada respons dari sebagian besar pemimpin
dan atau manajer yang menganggap pendekatan manajemen
pengetahuan “hanya sebagai anggur lama dalam botol baru” (just old
wine in a new bottle). Menurut Gamble dan Blackwell (2001: 2-5), apa
saja yang dipahami sebagai ide manajemen pengetahuan yang biasa
disebut berbagi pengetahuan dan mengemas pengetahuan serta
penelitian dan hasilnya semua itu telah ada sejak dulu.
Pendekatan manajemen pengetahuan sebagai bagian dari
perspektif sejarah perkembangan konsep pembelajaran organisasi
mulai marak dibicarakan pada akhir tahun 1980-an (A Public Service
Learning Organization: From Coast to Coast to Coast, 2000: 4; Senge et al,
1999: 471; Von Krogh et al, 2000: 34; Natarajan dan Shekhar, 2001:
4). Pendekatan ini semakin penting diterapkan seiring dengan
berkembangnya organisasi berbasis pengetahuan. Menurut von
Krogh et al (2000: 7), organisasi berbasis pengetahuan merupakan
wadah (ba menurut istilah Jepang) dimana pengetahuan dijadikan
basis pekerjaan setiap orang yang tergabung di dalamnya. Dengan
demikian, manajemen pengetahuan dapat dipahami sebagai proses
akuisisi, kreasi, pengorganisasian, penyamaan (diseminasi), dan
aplikasi pengetahuan kolektif untuk meningkatkan kinerja organisasi (lihat Akib, 2003).
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-17
Pendekatan manajemen pengetahuan dalam konteks
pengembangan strategi untuk membangun keunggulan daya saing
organisasi terkait dengan dua pendekatan strategis – yakni
pendekatan yang terfokus pada pasar (market-based) dan pendekatan
yang terfokus pada sumber daya (resorces-based) yang masing-masing
diwakili oleh nama Michael E. Porter dan C.K. Prahalad bersama
Gary E. Hamel (Huseini, 1999: 11-12). Bagi penulis, pendekatan
manajemen pengetahuan merupakan “konvergensi” kedua
pendekatan tersebut dengan asumsi bahwa “sumber pengetahuan
yang dimanajemeni” bukan hanya berasal dari dalam sebagai
kompetensi inti atau elemen organisasi dan SDM-nya yang
menyediakan layanan (provider), melainkan pula berasal dari luar
atau lingkungan eksternal organisasi, seperti masyarakat atau warga
negara yang menerima layanan (recipient), pemasok bahan baku,
organisasi sejenis (pesaing), pemerintah, lembaga mitra dan donor,
dan sebagainya (Akib, 2003: 15). Dengan demikian, pengetahuan dari mana pun sumbernya merupakan aset spesifik atau modal
intelektual yang dapat mendukung pengembangan organisasi
berbasis pengetahuan.
Tipologi pengetahuan yang paling mendasar dilihat dari
wujudnya menurut Nonaka dan Takeuchi (1995: ix) adalah
“tersirat” (tacit) dan “tersurat” (explicit). Tipologi ini pada mulanya
dikembangkan oleh Michael Polanyi (Richard Hull dalam Prichard
et al, 2000: 59). Secara umum, pengetahuan tersirat bersifat
pengalaman dan tersimpan di kepala orang. Sedangkan pengetahuan
tersurat tersedia dalam berbagai bentuk yang didokumentasikan.
Dalam perspektif pembelajaran organisasi, pengetahuan
dipahami sebagai bauran tidak tetap dari pengalaman, nilai,
informasi kontekstual, pemahaman ahli dan intuisi yang terangkai
sebagai kerangka kerja penilaian, serta penyatuan pengalaman dan
informasi (Davenport dan Prusak, 1998: 5). Pengetahuan ada dalam
gagasan, pertimbangan, bakat, akar penyebab, hubungan timbal-balik, perspektif, dan konsep. Pengetahuan tersimpan dalam otak
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-18
individu atau disandikan dalam proses organisasi, dokumen, produk,
jasa, layanan, fasilitas, sistem dan prosedur.
Pengetahuan dalam organisasi dapat dipahami melalui tiga
perspektif. Pertama, pengetahuan merupakan akumulasi sumber
daya yang mendasari kapabilitas organisasi. Pengetahuan memberi
peluang bagi terbentuknya kompetensi, dan akumulasi pengetahuan memungkinkan terjadinya aksi berbasis kompetensi yang disebut
kinerja. Kedua, pengetahuan dipandang sebagai struktur yang
mendorong aktivitas. Ketiga, pengetahuan dianggap sebagai produk
(Tuomi, 1999: 3).
Perspektif apapun yang digunakan dalam melihat hasil kreasi
pengetahuan dalam organisasi melalui Model SEKI - sosialisasi,
eksternalisasi, kombinasi, internalisasi (Nonaka dan Takeuci, 1995:
72), semuanya berbasis perilaku kreatif dan inovatif pemimpin atau
orang yang terlibat di dalamnya. Dengan demikian, perlu ada
reaktualisasi perilaku kreatif manusia melalui pendekatan
manajemen pengetahuan agar bernilai bagi dirinya dan bagi orang lain dalam kelompok, organisasi, dan masyarakat.
Rektor, Dewan Guru Besar dan Hadirin yang saya muliakan.
Reaktualisasi Perilaku Kreatif Manusia Secara teoritis, perilaku kreatif manusia yang disajikan ini
merupakan salah satu dimensi dari model 4-P Kreativitas, yakni:
Produk, Proses, Person (perilaku individu, perilaku kelompok),
dan Pers (lingkungan) kreatif (Fellers dan Bostrom, 1993, dalam
Bostrom and Nagasundaram, 1998: 1; Creativity at work, diakses
2003: 3; Barlow, 2000: 101-117; Henry, 1991: 5-10). Oleh karena itu,
sebelum menyajikan berbagai dimensi perilaku kreatif, terlebih
dahulu dijelaskan apa, bagaimana, dan mengapa (diperlukan)
kreativitas dalam organisasi.
Menurut Kilby (2001: 1), kreativitas merupakan salah satu aset
organisasi yang terbesar di tempat kerja, misi setiap kegiatan, dan
pusat keberhasilan organisasi. Kreativitas merupakan esensi dan
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-19
orientasi pengembangan SDM (Choo dan Bontis, 2002: 658).
Kreativitas mencirikan keunggulan daya saing dan perkembangan
organisasi (Ford dan Gioia, 2000: 705; Ruggles dan Holtshouse,
1999: 1). Kreativitas merupakan ramuan dalam pelayanan publik,
pengembangan produk dan strategi, serta berbagai proses ke arah
perilaku yang lebih baik, unik, baru, asli, berbeda, atau bermanfaat
(Concept Generation, 2003: 1). Kreativitas mendasari semua praktik
organisasi tanpa memandang rutinitasnya (Creativity at Work, 2003:
1; DeGraff, 2003: 1). Kreativitas terlihat melalui gagasan, produk,
pelayanan, usaha, mode, atau model yang dihasilkan dan perilaku
yang diperankan oleh individu, kelompok, dan organisasi (Towards
Harnessing Creativity, 2010: 2; West, 2000: 15). Tujuan akhir
pengembangan kreativitas ialah menciptakan nilai (DeGraff, 2010:
1) bagi organisasi, termasuk pertumbuhan, efektivitas, efisiensi, dan
inovasi. Menurut sejumlah pakar, kreativitas merupakan dimensi
pengukuran kinerja organisasi selain efisiensi, efektivitas, dan kepuasan kerja (Kasim, 1998: 43; Scott dalam Eoh, 2001: 11; French
et al, 2000: 10, 17). Kreativitas bersifat alami, dapat dikembangkan,
dan berlangsung seumur hidup (Ivanyi dan Hoffer, 1999: 17-21).
Pada mulanya, kreativitas dipahami sebagai proses berpikir
dengan menggunakan teknik berpikir kreatif (Scott, 1995: 360;
Couger, 1996: 2; Oldham dan Cummmings, 1996: 608; Linberg,
1998: 2; Ivanyi dan Hoffer, 1999: 17-21). Saat ini, kreativitas juga
dipahami sebagai kemampuan melahirkan, mengembangkan, dan mengubah gagasan, proses, produk, model, pelayanan, dan perilaku
tertentu (Akib, 2005: 2-3). Dalam definisi kreativitas terkandung ciri
keaslian (baru, tidak lazim, tidak terduga) dan potensi utilitas
(berguna, baik, adaptif, sesuai) gagasan, proses, produk, mode atau
model baru yang dihasilkan, dan perilaku yang diperankan (contoh
Norman Kamaru dengan gaya Chaya Chaya-nya).
State of the science (Anderson et al, 2003: 3) kreativitas termasuk
dalam bidang studi MSDM (Timpe, 2000, Dharma dan Akib, 2004: 29-36) dan perilaku organisasi (Szilagyi Jr dan Wallace Jr, 1990: 757;
Robbins et al, 1994: 22, 50, 704) yang dibahas secara multi-level.
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-20
Perspektif itu diakui Boon (1997: 4) bahwa fenomena kreativitas dan
proses kreatif merupakan subyek penelitian yang sangat luas, namun
masih sedikit hasil penelitian ilmiah mengenai kreativitas dalam
perspektif perilaku organisasi, padahal kreativitas sangat krusial bagi
pengembangan individu, kelompok, organisasi, dan masyarakat.
Pentingnya mereaktualisasi perilaku kreatif individu didasarkan pada pandangan pakar dan hasil penelitian yang pada intinya
menyatakan bahwa setiap orang pada dasarnya kreatif, imajinatif,
berbakat, inovatif, berdayacipta, banyak akal, serta memiliki keaslian
dan keunikan (Segal, 2000: 2; Taggar, 2000; Barlow, 2000: 101-117;
Oldham dan Cummings, 1996: 5-17; Ford dan Gioia, 2000: 705-732;
Garfield et al, 2001: 322-333; Hyrsky dan Kangasharju 2003). Ciri-
ciri perilaku kreatif individu dinyatakan oleh Rubinstein dan
Firstenberg (1999: 24), Himes yang dikutip oleh Timpe (2000: 90), West (2000: 36-39), Brolin yang dikutip oleh Craft (2001: 6),
Amabile (2002), dll.
Pentingnya mereaktualisasi perilaku kreatif kelompok dan
organisasi didasarkan pandangan Keegan (1999 yang dikutip oleh
Amoroso dan Eriksson (2000: 3) dan hasil penelitian Lanry dan
Amara (2001) tentang organisasi kreatif dan inovatif dalam konteks
praktik manajemen pengetahuan. Kreativitas dideskripsikan dengan
istilah kreasi pengetahuan yang dikembangkan pada berbagai level
dan konteks (Hackett yang dikutip oleh Choo dan Bontis, 2002: 727-
728). Ciri-ciri perilaku kreatif kelompok dan organisasi dinyatakan oleh Nelson dan Quick yang dikutip oleh Boon (1997: 1), Barlow
(2000: 2, 4), Landry dan Amara (2001: 16), Ma’arif dan Tanjung
(2003: 395), Patterson (2003: 2), dan Sawyer (2003: 1).
Kreativitas merupakan konsep multi-dimensional yang diteliti
pada level individu, kelompok, organisasi dan bahkan masyarakat
(Craft, 2001: 5). Kreativitas dilihat dari berbagai dimensi dan
konteks, seperti siklus perilaku kreatif, strategi tunggal, multi-
strategi, sistem, interaksionis, komprehensif, dan Knowledge
Management. Kreativitas dapat diposisikan sebagai faktor determinan
inovasi, karena tidak ada inovasi tanpa kreativitas (Dundon, 2000:
1). Kreativitas dipengaruhi oleh faktor struktur (Isaksen dan Lauer,
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-21
2000: 173; Creativity at work, 2003: 1), kepemimpinan (King dan
Anderson, 1995: 43), karakteristik pekerjaan (Morgeson dan
Humphrey, 2003: 6-11), iklim (Kazamma et al, 2002: 5; Amabile et
al, 2002: Ensor et al, 1996: 5, 20; Burton et al, 1999), budaya (Quinn
dalam Brown dan Dodd, 1998: 377; Giley dan Maycunich, 2000: 33;
Cheng, 2001: 67; King and Anderson, 1995: 43; Boon, 1997: 3;
Creativity at Work, 2003: 3; Schein, 1992), dan lingkungan organisasi
(Coke, 1999; Morgeson dan Humphrey, 2003: 9-10).
Rektor, Dewan Guru Besar dan Hadirin yang saya hormati.
Perilaku Kreatif Individu
1. Kecekatan dalam mengerjakan pekerjaan Kata kecekatan dalam konteks perilaku manusia (orang,
individu) seringkali dipertukarkan dengan kecermatan yang terlihat
melalui ketelitian mengerjakan pekerjaan secara tepat dengan gaya
yang khas. Dalam bahasa Bugis dinyatakan dengan istilah makadidi
(cermat) dan mapiri (cekatan), sebagaimana yang dinyatakan oleh
Herutomo (1990: 104). Menurut Amabile yang dikutip oleh Linberg
(2003: 7), kemampuan mengerjakan pekerjaan “secara lebih baik”,
sebagai ciri perilaku kreatif-adaptif, dibedakan dengan kemampuan
mengerjakan pekerjaan “secara berbeda”, sebagai ciri perilaku
kreatif-inovatif. (Ingat industri perfilman di Amerilka yang sangat
kreatif adalah Hollywood, di India adalah Bollywood, dan di
Indonesia adalah – maaf – TIRUwood).
2. Inisiatif dalam memecahkan masalah Inisiatif merupakan perilaku kreatif individu yang mampu
mengarahkan dirinya, menyederhanakan pekerjaan, permasalahan,
dan membuat solusi yang tepat. Inisiatif merupakan salah satu aspek
pengukuran kinerja personal pegawai (PNS) untuk dipromosikan
menduduki jabatan yang lebih tinggi atau diberikan tanggung jawab
yang lebih besar. Inisiatif sebagai bentuk tindakan proaktif individu
sejalan dengan pandangan Brolin dalam Craft (1999: 6) tentang sifat
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-22
orang kreatif yang “ingin tahu” dan sensitif terhadap (permasalahan)
lingkungan tugasnya. Inisiatif individu juga searah dengan
pandangan Rubinstein dan Firstenberg (1999: 2) mengenai atribut
orang kreatif yang respek pada realitas dengan cara berusaha
memahami dan menafsirkan manfaat tugas dalam konteks yang
lebih luas. Dengan kata lain, inisiatif dalam pemecahan masalah bukan hanya berarti bertindak proaktif, melainkan pula ingin tahu
dan peka terhadap permasalahan lingkungan tugasnya sehingga
alternatif pemecahan masalah yang dipilih dipahami dan ditafsirkan,
serta diterapkan dalam konteks yang lebih luas.
3. Toleransi terhadap kolega atau orang lain Toleransi merupakan perilaku kreatif individu yang tenggang
rasa dan bersedia menerima ketidaksepahaman, serta percaya dan
respek terhadap kolega dan orang lain. Toleransi antar sesama
pegawai tanpa mengedepankan status atau ciri personal lebih nyata
terlihat dalam kebersamaannya mengerjakan tugas. Perilaku toleran
pegawai diperkaya dengan rasa percaya diri dan saling percaya serta
respek satu sama lain tanpa memandang suku, bahasa, atau daerah
asal. Sifat toleran pegawai menguatkan pandangan para pakar
kreativitas, seperti Himes (Timpe, 2000: 90) mengenai sifat khas
orang kreatif yang fleksibel, terbuka, dan toleran terhadap
kesamaran; pandangan West (2000: 36) mengenai ciri orang kreatif yang tertarik pada kompleksitas dan toleran terhadap kemenduaan;
pandangan Brolin (Craft, 2003: 6) tentang orang kreatif yang terbuka
dalam berimpresi; dan pandangan Rubinstein dan Firstenberg (1999:
2) mengenai atribut orang kreatif yang mampu mengasimilasi hal-hal
yang berlawanan, toleran pada konflik, kompleksitas, dan
ketidakmenentuan; serta pandangan dari para pakar tersebut
mengenai sifat toleran yang didasarkan pada rasa percaya diri sendiri
dan apa yang dikerjakan, apa pun hasilnya. Artinya, sifat toleran
seseorang didasarkan rasa percaya diri yang kuat sebagai bentuk
toleransi pada diri sendiri. Toleransi pada diri sendiri menjadi dasar bagi pengembangan toleransi terhadap orang atau pihak lain.
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-23
4. Keteguhan dalam bekerjasama dengan atasan Keteguhan merupakan perilaku kreatif individu yang
berketetapan hati dan bersemangat dalam bekerja dan atau
bekerjasama dengan atasan dan orang lain. Pegawai yang teguh –
dalam bekerja – menganut prinsip resotemangngingi naletei pammase
Dewata, atau bekerja tidak mengenal lelah karena mengharapkan
rizki dari Tuhan (Rahim, 1985: 162). Perilaku teguh pegawai seperti
ini sesuai dengan pendapat Brolin (Craft, 2001: 6) tentang ciri orang
kreatif yang memiliki ketahanan, kesabaran, komitmen, dan
keterlibatan yang tinggi pada pekerjaan yang ditugaskan. Keteguhan
sebagai ciri perilaku kreatif individu pada akhirnya membentuk
keberanian dan rasa percaya diri yang kuat dalam menghadapi
berbagai orang dan situasi, termasuk bekerjasama dengan atasan.
5. Atraktif terhadap kolega dan pelanggan Atraktif merupakan perilaku kreatif individu yang mau dan
mampu menunjukkan daya tarik diri ketika berhadapan atau
melayani orang lain dan mempromosikan kelebihan organisasi
tempatnya bekerja. Misalnya, civitas akademika Universitas Negeri
Makassar (UNM) yang berpromosi karena bangga dengan gedung
Pinisinya. Jadi, nantinya ketika menyebut UNM yang teringat
adalah pinisi (sebagai icon), bukan lagi demonstrasi mahasiswanya,
sebaliknya ketika menyebut pinisi yang teringat adalah UNM. Perilaku atraktif pegawai di mata kolega terlihat dalam bentuk
perilaku bekerja sehari-hari dengan penampilan fisik dan kinesik,
serta identitas (kartu, pakaian seragam) yang dikenakan. Penampilan
atraktif itu didasarkan pada sikap dan perilaku individu yang –
dalam bahasa Makassar – berprinsip tau si pakatau, atau manusia
yang saling menghargai sesama manusia (Mattulada, dalam
Masinambow, 1997: 230). Perilaku atraktif pegawai dalam bentuk
tanggung jawab personal untuk menyenangkan orang lain pada prinsipnya ingin mewujudkan sifat khas orang kreatif menurut
Himes (Timpe, 2000: 90) yang sensitif terhadap lingkungan, artinya
pegawai yang atraktif sensitif terhadap pemenuhan kebutuhan
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-24
lingkungan dan menyenangkan orang lain. Di samping itu, secara
implisit sejalan dengan pendapat Brolin (Craft, 2001: 6) tentang
orang kreatif yang terbuka dalam berimpresi dengan menunjukkan
sifat ekstravert dan keramahan kepada orang lain, khususnya kepada
penerima layanan (recipient) organisasi tempatnya bekerja.
Rektor, Dewan Guru Besar dan Hadirin yang saya muliakan.
Perilaku kreatif kelompok
1. Koopetitif dalam mengerjakan tugas kelompok Perilaku koopetitif (perpaduan kompetisi dan koperasi)
merupakan karakter kelompok orang yang bekerjasama atas dasar
“persaingan sehat” yang dibangun. Perilaku kreatif kelompok dalam
bentuk persaingan sehat dalam kelompok dan antar kelompok yang
menstimulasi kerjasama kelompok menguatkan pendapat Dagnino
(2002: 4) Shepler (2004: 3), dan Ma’arif dan Tanjung (2003: 5-7)
mengenai persaingan yang membuahkan kerjasama. Fenomena
kelompok ini menunjukkan bahwa persaingan bukan hanya
merupakan prakondisi bagi peningkatan kerjasama dan prestasi kerja
kelompok (tim) melainkan pula persaingan dalam kelompok dan
antar kelompok merupakan refleksi dari dinamika kelompok yang
adaptif terhadap situasi dan kondisi organisasi serta lingkungannya.
2. Partisipatif dalam memecahkan masalah Perilaku partisipatif merupakan karakter kelompok orang yang
menunjukkan pelibatan orang lain dalam proses pembuatan
keputusan dan menjalankan keputusan bersama. Konsep partisipasi
diwujudkan dalam perilaku kelompok yang mencakup berbagai kegiatan, seperti dalam menetapkan tujuan, memecahkan masalah,
terlibat dalam pelaksanaan putusan, tergabung dalam komite (gugus
tugas), perwakilan dalam pembuatan keputusan dan pemilihan
kolega baru. Perilaku partisipatif menstimulasi kelahiran gaya
manajemen partisipatif atau kepemimpinan partisipatif (Robbins et
al, 1994: 309, 492). Partisipasi juga merupakan salah satu teknik
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-25
dalam program manajemen berbasis tujuan yakni pembuatan
keputusan partisipatif. Kejelasan bentuk pelibatan orang lain ini
sesuai dengan pendapat Nelson dan Quick (Boon, 1997: 1) mengenai
karakter organisasi kreatif dalam bentuk pembuatan keputusan
partisipatif dan kepemimpinan partisipatif yang memberikan
dorongan bagi tindakan kreatif dan otonomi bagi orang lain.
3. Kolaboratif dalam (kerjasama) kelompok Kolaborasi merupakan karakter kelompok orang yang
bertindak atas dasar kerjasama tim. Keaktifan kelompok yang
memadukan kemampuan yang dimiliki dan sharing pemahaman
tugas kepada anggotanya atas dasar rasa saling percaya dan respek
merupakan wujud perilaku kolaboratif berbasis komitmen. Perilaku
kreatif-kolaboratif kelompok dibangun berdasarkan tiga orientasi
individu terhadap kelompok, yakni loyalitas, identifikasi, dan
keterlibatan. Kata kunci kerjasama ditonjolkan untuk memahami
perilaku kolaboratif, sehingga kolaboratif diartikan sebagai perilaku
kerjasama kelompok (Landau et al, 2001: 38-44). Dengan demikian,
searah dengan pemikiran Sawyer (2003: 2) mengenai peranan
kolaborasi dalam konteks sosial dan budaya kreatif. Di samping itu,
sejalan dengan temuan penelitian Landry dan Amara (2001: 16)
yang melaporkan peningkatan kreativitas organisasi dalam bentuk
“kreativitas internal” karena didukung dengan kerjasama dan
partisipasi yang dibangun oleh anggotanya. Pada konteks ini,
perilaku kolaboratif yang terjadi bukan hanya sebatas di dalam
kelompok, melainkan pula kolaborasi antar kelompok dalam
organisasi dan di masyarakat.
4. Kolegialitas atasan dan bawahan Kolegialitas merupakan bentuk persahabatan yang terbangun
antara atasan dengan bawahan selaku mitra atau teman seprofesi.
Perilaku kolegialitas yang mewarnai (pola) hubungan vertikal antara
atasan dengan bawahan atas dasar kepercayaan dan respek terlihat
ketika kelompok pegawai berbentuk tim. Kebersamaan kelompok langgeng karena dibina oleh atasan berdasarkan kejujuran,
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-26
kewibawaan, dan keteladanan yang membangkitkan kepengikutan
bawahan. Perilaku kolegialitas yang dibina oleh atasan identik
dengan esensi dan orientasi gaya superleadership yang melahirkan
bawahan yang mau dan mampu menjadi pemimpin bagi diri,
kelompok, dan organisasinya (Manz dan Sims, 2001: 12-13). Selain
itu, meneguhkan definisi populer manajemen sebagai seni dan ilmu
yang berusaha mencapai tujuan melalui kegiatan bersama dengan
orang lain (Mary Parker Follet, dalam Watson, 1994: 42), serta
sesuai dengan tujuan pendekatan manajemen pengetahuan yang
menata kondisi yang memungkinkan penciptaan pengetahuan
(Nonaka dan Takeuchi, 1995: 3). Kelompok pegawai dalam
organisasi mengembangkan perilaku kolegialitas dengan prinsip
hidup mabbulo sibatang (bagaikan serumpun bambu) dan sipatuo
sipatokkong atau saling menghidupkan dan menopang (Rahim, 1985:
166). Perilaku kolegialitas orang tersebut meneguhkan pendapat
Brolin (Craft, 2001: 6) bahwa kolegialitas dibangun dari rasa
kesetiakawanan untuk menganggap orang sebagai kolega atau
sahabat. Perilaku kolegialitas mudah dikembangkan dalam berbagai
wadah seperti makan dan minum bersama. Konsep makan atau minum bersama yang dipraktikkan dalam organisasi merupakan
tindakan logis dan alamiah karena manusia sama-sama merasakan
lapar dan dahaga, sehingga pemenuhannya dilakukan dengan
“makan-minum bersama.” Teknik membangun solidaritas melalui
makan-minum bersama ini merupakan salah satu best practice yang
mencirikan semangat kolektivisme pegawai. Kebiasaan makan-
minum bersama dianggap sebagai tacit knowledge yang mengikat
kebersamaan orang Bugis-Makassar.
5. Responsif terhadap pemenuhan kebutuhan stakeholders
Perilaku responsif merupakan karakter kelompok orang yang
memahami dan menyediakan kebutuhan bersama dan orang yang dilayani. Filosofi IBM – respek pada individu, pemberian layanan
terbaik, dan keyakinan akan kemampuan mengerjakan tugas dengan
gaya superior – terwujud melalui perilaku kreatif kelompok orang
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-27
yang menghargai individu dengan asumsi psikologis “setiap orang
bukan hanya sebagai bilangan melainkan harus diperhitungkan.”
(baca Rakhmat, 1997). Asumsi tersebut teraktualisasi dalam
pergaulan di masyarakat Sulawesi Selatan yang menghargai orang
lain sebagai “saudara” – suressureng (Bugis) atau saribbattang
(Makassar). Ucapan yang mengikat kebersamaannya sering
diungkapkan dengan kata “kita.” Setiap pegawai dalam kelompok
diakui dan dihargai, karena prinsip “memanusiakan manusia” di
tempat kerja sama pentingnya dengan kompensasi materi yang
diberikan. Respek terhadap individu lebih bermakna ketika pegawai
melayani tamu dengan ramah. Tamu yang berkunjung ke dalam
organisasi dianggap sebagai (calon) relasi. Sementara itu,
stakeholder organisasi menurut kelompok pegawai adalah raja, sama
seperti prinsip generik yang diperkenalkan oleh Kotler (1994: 8) dan dipahami oleh pemasar, serta menjadi prinsip pelayanan prima.
Rektor, Dewan Guru Besar dan Hadirin yang saya hormati.
Implikasi Teoritis Reaktualisasi Perilaku Kreatif Manusia Secara teoritis, perilaku kreatif – selanjutnya disebut kreativitas
– level individu merupakan basis pengembangan kreativitas
kelompok dalam organisasi. Kecekatan, inisiatif, toleransi, keteguhan, dan daya atraktif individu lebih terlihat dan mudah
ditumbuhkan dan dikembangkan ketika berada dalam atau diterima
oleh kelompoknya. Dengan kata lain, kreativitas kelompok
memfasilitasi perkembangan kreativitas individu, atau sebaliknya.
Kreativitas kelompok lebih dominan terlihat daripada
kreativitas individu, atau bisa sebaliknya. Perilaku koopetitif,
partisipatif, kolaboratif, kolegialitas, dan responsif lebih nyata
diperankan daripada kreativitas individu. Kreativitas individu dan
kreativitas kelompok merupakan bagian dari model kreativitas yang
bertingkat (multi-level) dalam organisasi. Kreativitas individu dan kelompok mewarnai praktik penyelenggaraan kegiatan pegawai
dalam organisasi.
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-28
Berdasarkan uraian di atas, lokus, fokus, dan subyek penelitian
kreativitas saat ini tidak hanya terbatas pada perilaku kreatif anak
didik dalam konteks pendidikan dan persekolahan, seperti yang
dipahami selama ini, melainkan pula mencakup kreativitas orang
(manusia) dalam organisasi publik, privat (bisnis) dan nir-laba. Pada
studi pengembangan organisasi, kreativitas manusia secara multi-
level merupakan inti (basis) pengembangan organisasi berbasis
pengetahuan sekaligus menjadi pemicu (trigger) heuristik
transformasi organisasi. Perilaku kreatif (kreativitas) dapat dianalogikan sebagai sila
pertama Pancasila – meminjam analogi Profesor HAMKA – dalam
pendekatan atau model 4-P kreativitas, karena perilaku kreatif
memayungi dan menyinari, serta menjadi basis bagi pengembangan
tiga P lainnya – produk, proses, dan pers atau lingkungan kreatif. Di
samping itu, perilaku kreatif individu dan kelompok dapat
dimodelkan berdasarkan bentuk dan tujuannya dalam organisasi,
yakni perilaku kreatif dalam: (i) tugas yang dikerjakan, (ii) dalam memecahkan masalah, (iii) kerjasama dengan kolega, (iv) hubungan
vertikal – atasan dan bawahan, dan (v) menghadapi stakeholders
organisasi. Peta dan bentuk kreativitas tersebut membentuk model
“Bintang Kreativitas.”
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-29
Bintang kreativitas sebagai sebuah “model deskriptif” (Ma’arif
dan Tanjung, 2000: 168) menggambarkan multi-level kreativitas,
karena kreativitas terjadi secara individu dan kelompok. Kreativitas
pegawai menjelaskan konfigurasi dan sinergi fungsi dari perilaku
kreatif individu dan perilaku kreatif kelompok dalam organisasi,
beserta karakteristik individu dan kelompok yang mempengaruhi.
Perilaku kreatif kelompok yang koopetitif diwarnai dengan kecekatan dan keuletan individu anggota kelompok dalam bekerja;
Perilaku kreatif kelompok yang partisipatif (dalam memecahkan
masalah) didukung dengan inisiatif individu yang tergabung di
dalamnya; Perilaku kreatif kelompok yang kolaboratif didasarkan
pada individu yang toleran (solider) pada kolega dan orang lain;
Perilaku kreatif kelompok yang kolegialitas ditopang oleh individu
pegawai yang memiliki keteguhan, kemandirian, dan keberanian;
Perilaku kreatif kelompok yang responsif terhadap kelompok
stakeholders didasarkan pada kemampuan atraktif individu yang
peka dan respek terhadap orang lain dan lingkungan organisasi. Kreativitas dalam organisasi dalam bentuk perilaku kreatif
pegawai secara bertingkat tidak vakum, melainkan diwadahi dan
Gambar 2. Model Multi-Level Perilaku
Kreatif
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-30
dipengaruhi oleh faktor-faktor organisasional, seperti struktur,
budaya, dan iklim organisasi, serta factor lainnya. Kreativitas
pegawai yang diwadahi oleh struktur organisasi yang berciri
mekanistik atau organik akan membentuk struktur kreatif.
Kreativitas yang didasarkan faktor budaya organisasi mampu
menjamin integrasi internal dan adaptasi eksternal (Schein, 1992: 11-12), atau sebaliknya adaptasi internal (bagi pegawai yang baru
diterima atau dimutasi) dan integrasi eksternal (dengan kelompok
dan organisasi lain) dapat melanggengkan budaya kreatif.
Selanjutnya, kreativitas yang distimulasi oleh iklim organisasi yang
bersifat fisik, psikis, sosial, kontekstual melahirkan iklim kreatif
(kondusif). Ciri struktur, budaya, dan iklim kreatif tersebut bagaikan
bandul jam yang bergerak dalam titik kontinum yang bersifat kreatif
adaptif di satu sisi dan kreatif inovatif di sisi lain.
Rektor, Dewan Guru Besar dan Hadirin yang saya muliakan.
Implikasi Praktis Reaktualisasi Perilaku Kreatif Manusia Implikasi praktis reaktualisasi perilaku kreatif manusia dalam
organisasi pembelajar adalah tumbuhnya kembali nilai-nilai etika,
estetika, dan etos kerja yang didasarkan pada nilai endogenitas
(kearifan lokal) yang dianut. Pertama, loyalitas dan komitmen orang
dalam konteks nilai budaya masyarakat Sulawesi Selatan akan
tumbuh berdasarkan prinsip sirik na pacce (Herutomo, 1990: 100-
101). Sirik adalah kehormatan, martabat, atau rasa tanggung jawab
positif yang sejatinya dilaksanakan. Pada konteks organisasi,
pegawai merasa memiliki kehormatan atau martabat untuk
bertanggung jawab atas pekerjaan yang diamanahkan dan bekerja
secara profesional untuk meraih “ilmu amaliah dan amal ilmiah.”
Sedangkan pacce adalah perasaan ikut empati atas apa yang
dirasakan oleh orang lain atau perasaan mental yang tenggang rasa kepada orang lain. Tenggang rasa yang mengikat kebersamaan orang
dalam organisasi bukan saja dalam konteks kultural di tempat kerja,
melainkan pula dalam konteks kemanusiaan dengan prinsip hidup
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-31
mabbulo sibatang (bagaikan rumpun bambu), mali siparape (saling
membantu agar tidak hanyut), dan mali sipakainge (saling
mengingatkan ke arah kebajikan).
Kedua, tata cara dan acara yang mengikat kebersamaan orang
dalam organisasi, selain teraktualisasi dalam aktivitas kerja sehari-
hari juga akan terwujud dalam kebersamaan pada acara yang
dilaksanakan bersama keluarga (seperti keluarga besar UNM). Hal
ini mendukung hasil penelitian tentang fungsi pengendalian sebagai
salah satu dari sepuluh ciri yang menggambarkan esensi budaya
organisasi (Robbins et al, 1994: 746). Sistem dan prosedur yang
mengikat kebersamaan orang dalam masyarakat Sulawesi Selatan
terlihat – minimal – dalam acara tudang sipulung (duduk bersama
untuk melakukan urung rembug dan memecahkan berbagai
persoalan yang dihadapi), bukan melalui wadah unjuk rasa atau
demonstrasi yang destruktif.
Ketiga, kriteria keberhasilan usaha mencermati heuristik transformasi organisasi secara multi-dimensional bukan saja
berdasarkan capaian target yang ditetapkan berupa profit, pelayanan,
kepuasan masyarakat (pelanggan, warga negara), kesejahteraan, dan
tanggung jawab sosial organisasi, sebagaimana yang diperkenalkan
McCarthy et al (2002: 19-21), melainkan pula tercermin di dalam
perilaku kreatif manusia melalui pendekatan manajemen
pengetahuan.
Berdasarkan implikasi tersebut, transformasi organisasi yang
diharapkan bukan seperti yang disinyalir “just old wine in a new
bottle”, hanya sebagai anggur lama dalam botol baru. Tetapi,
transformasi organisasi sejatinya terjadi sebagai heuristik, yaitu
proses ilmiah untuk mereaktualisasi perilaku kreatif manusia dalam
organisasi berbasis pengetahuan. Semoga.
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-32
Hadirin yang terhormat. Sebelum mengakhiri pidato ini, izinkan saya menyampaikan
penghargaan yang setinggi tingginya dan terima kasih yang tulus
untuk semua yang telah berjasa dalam perjalanan hidup dan karir
akademik saya hingga dapat meraih penghormatan Guru Besar
(Professor) dalam bidang Ilmu Administrasi. Penghargaan dan
terima kasih ini saya sampaikan terutama kepada yang terhormat:
® Pemerintah RI, Kementerian Pendidikan Nasional yang telah
memberikan kepercayaan kepada saya untuk memangku jabatan
Guru Besar di Universitas Negeri Makassar.
® Rektor UNM, Bapak Prof. Dr. H. Arismunandar, M.Pd., atas
motivasi, dukungan, dan kesempatan yang diberikan kepada saya sehingga bisa menjadi guru besar dan menyampaikan pidato
pengukuhan ini. Begitu pula kepada rektor sebelumnya, Bapak
Prof. Dr. H.M. Idris Arief, M.S., Bapak Prof. Dr. H. Syahruddin
Kaseng, dan Bapak Prof. Dr. H. Paturungi Parawansa.
® Ketua dan anggota Majelis Guru Besar UNM yang memberikan
kesempatan kepada saya untuk menyampaikan pidato ini.
® Para Dekan, Bapak Prof. Dr. H. Andi Makkulau (FPIPS), Bapak
Drs. Anwar Saleh, M.S. (alm.) (FEIS), dan Drs. Amiruddin,
M.Pd., (FEIS/FIS) atas dukungan, arahan, dan motivasi yang
diberikan kepada saya. Begitu pula kepada Bapak Prof. Dr. H.
Salamun Pasda, M.Si., Dekan FE yang mengarahkan saya bersama para mahasiswa (passing out) saya melalui program
studi Pendidikan Administrasi Perkantoran yang saya pimpin.
® Bapak Prof. Dr. H. Syamsul Ma’arif, M.Eng., Bapak Prof. Dr.
Ferdinand D. Saragih, MA, dan Bapak Dr. Surya Dharma, MPA,
tim Promotor saya pada pogram S-3 FISIP Universitas Indonesia;
Bapak Prof. Didik J. Rachbini, M.Sc., Ph.D., pembimbing saya
pada program S-2 Administrasi Niaga/Bisnis FISIP Universitas
Indonesia; dan Bapak Prof. Drs. H. Hanafie Mahtika, M.S.
bersama Drs. Maharuddin Pangewa, M.Si. pembimbing saya
pada program S-1 Jalur Tesis di IKIP Ujungpandang. ® Guru-guru saya di SMEA Negeri 13 Pangkep, di SMP Negeri 1
Pangkajene Pangkep, dan di SD Negeri 12 Biraeng Pangkep.
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-33
Begitu pula kepada guru mengaji saya yang dengan tulus ihlas
mengajar dan membimbing saya.
® Teman-kolega di FIS, FE dan di UNM, serta kolega di Program
Pascasarjana UNM, STIA-LAN Makassar, UNISMUH dan UIT.
Begitu pula kolega saya di Program Sarjana STIAMI Jakarta,
KPEL Bappenas, UT Makassar, dan STIE Nobel Makassar. ® Kolega saya di Program S-3 FISIP Universitas Indonesia, beserta
mahasiswa Program Pascasarjana dan Sarjana yang senantiasa
memberikan ide-ide segar untuk mematangkan keilmuan saya.
® Bapak/Ibu, sabahat, dan teman saya, serta hadirin dan undangan
yang tidak sempat saya sebut namanya satu persatu yang hadir
pada kesempatan ini.
® Hadirin yang saya muliakan. Perkenankan saya menyampaikan
Doa untuk bapak saya (almarhum) H. Muhammad Akib dan ibu
saya Hj. Marwah Yusuf yang selalu tulus-ihlas mengasuh,
mendidik, dan mendoakan saya. Begitu pula mertua saya H.
Ismail Saleh dan Hj. Sukiani (almarhumah) yang tulus-ihlas menerima dan mendoakan saya bersama anak-cucunya.
® Saudara-saudari kakak saya Hj. Nurani, Nurlaila, Hj. St. Mardiah
dan adik saya Anwar Akib, SE yang selalu memberi dukungan
kepada saya.
® Istri saya tercinta, Hj. Sukmawaty, S.S., yang penuh pengertian
dan selalu mendampingi saya. Begitu pula kedua buah hati saya,
Ahmad Wahidiyat Haedar (kelas II.IPA SMAN 4) dan Khairil
Asnan Haedar (kelas II SMPN 6) yang menginspirasi saya untuk
selalu belajar dan mengajarkan ilmu amaliah.
® Akhirnya, kepada Allah SWT kita semua berserah diri atas segala kemudahan dan rizki yang dicurahkan, semoga kita senantiasa
menjadi hamba yang bertaqwa dan berilmu amaliah.
® Billahi taufik walhidayah, fastabiqulkhairat, wassalamualaikum
warahmatullahi wabarakatuh.
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-34
Daftar Bacaan
Agrawal, Vijay K et al. 2002. The Contribution of Information
Technology to Critical Response Activities in Business Transformation,
http://www.nssa.us/nssajrnl/20_1/.pdf Akib, Haedar. “Merambah Belantara Manajemen Pengetahuan”,
Manajemen USAHAWAN, Nomor 04/TH. XXXII April 2003.
____________. 2005. Kreativitas Organisasi, Disertasi Ilmu
Administrasi FISIP Universitas Indonesia.
____________. “Mencermati Kapabilitas Organisasi Berbasis
Pengetahuan”, Jurnal VISI, FISIP Unhas, 2007.
____________. 2008. “Revitalisasi Mutu Penyelenggaraan dan
Layanan Pendidikan Tinggi,” UNM Menggagas Pendidikan di
Sulawesi Selatan, Ombak, Yogyakarta, h. 24-55.
____________ dan Husain Syam. “Quality Function Deployment
sebagai Alat Mutu,” Manajemen USAHAWAN Indonesia, Januari-
Pebruari 2009.
Ali, H.M. Faried. Filsafat Administrasi, PT RajaGrafindo Persada,
Jakarta.
Amabile, Teresa M et al. Creativity Under the Gun, Harvard Business
Review, Vol. 80 No. 8 August 2002, pp. 52-61.
Amoroso, Donald D and Inger V. Eriksson. Use of Content Analysis for Studying the Creative Construct in the Context of Technology-Rich
Applications, Proceeding of the 33rd Hawaii International
Conference on System Sciences 2000, IEEE.
Anderson, L S.A, Marquardt, M, and Anderson, D. 1995. Facilitating
Large System Change: Change Process Guide Book, Being First Inc.,
Durango, CO.
Anderson, Neil et al, The Reoutinizionation of Innovation Research,
Department of Work and Organizational Psychology University
of Amsterdam Nederland,
http://userts.fmg.uva.nl/nanderson/JOBSI.pdf, diakses 11
september 2003, h.3.
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-35
Appleby, Robert C. 1987. Modern Business Adminsitration, Pitman
Publishing, London.
A Public Service Learning Organization, A Policy Discussion Paper,
June 2000.
Barlow, Christopher M. “Deliberate Insight in Team Creativity,”
Journal of Creative Behaviour 2nd qtr 2000.
Bennis, Warren G. 1969. Organization Development, Addison Wesley
Publishing Company, Inc.
Boon, Rolf J. Cultural Creativity, May 1997,
http://www.lobstrick.com/BOON.HTM, diakses 25 Mei 2003, h.4.
Bostrom, Robert P and Murli Nagasundaram. Research in Creativity
and GSS, Proceedings of the Thirty-First Hawaii International
Conference on System Science, Januari 6-9, Vol. 6, h. 391-505,
http://www.idbsu.edu/business/murli/, diakses 2 Agustus 2003.
Brown, F. William and Nancy G. Dodd. “Utilizing Organizational
Culture Gap Analysis to Determine Human Resoruce
Development Needs,” Leadership and Organization Development
Journal, 1998 MCB University Press, pp. 374-385.
Burton, Richard M, et.al. Tension and Resistance to Change in
Organizational Climate, September 22 1999,
http://www.lok.cbs.dk/department.pdf, diakses 17 Oktober
2003.
Caiden, Gerald E. 1969. Administrative Reform, Allen Lane, the
Penguin Press, USA.
Chaplin, J.P. 2002. Kamus Lengkap Psikologi, Rajawali Pers Jakarta.
Cheng, Soh Kay. Tanpa tahun. Creativity Across Culture, Session 5
Paper, Nanyang Technological University Singapore.
Choo, Chun Wei and Nick Bontis (editor). 2002. The Strategic
Management of Intellectual Capital and Organizational Knowledge,
Oxford University Press, Inc., New York.
Coke, Brian. 1999. Customer-Centered Business Creativity, Iris Learning,
All rights reserved, http://www, diakses 12 Pebruari 2004.
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-36
Concept Generation, http//www.vectorresearch.com.html, diakses 12
Juli 2003.
Couger, J.D. 1996. Creativity and Innovation in Information System
Organization, Boyd and Fraser Publishers, Danvers MA.
Craft, Anna. An Analysis of Research and Literature on Creativity in
Education, March 2001,
http://www.ncaction.org.uk/creativity/report.pdf, diakses 29
Agustus 2003. Creativity at work: the ability to display productive originality,
http://www.odysseyzone.com/news/hot/creativity.htm, diakses, 19 Maret 2003.
Cutchin, D.A. 1981. Guide to Public Adminsitration, F.E. Peacock
Publishers, Inc., Georgia.
Daft, Richard L. 1992. Organization Theory and Design, West
Publishing Company, Singapore.
Dagnino, Giovanni Battista. Coopetition Strategy, paper presented at
EURAM, Innovation Research in Management, Stocholm, 9-11
May 2002, http://www.sses.com/public/events/euram.pdf,
diakses 24 Nopember 2004.
Dharma, Surya dan Haedar Akib1. Kreativitas sebagai Esensi dan
Orientasi Pengembangan SDM, Manajemen USAHAWAN
Indonesia, Akreditasi Dikti No. 134/DIKTI/KEP 2001, No.
06/TH. XXXIII Juni 2004, h. 29-36.
Davenport, Thomas H dan Laurence Prusak. 1998. Working
Knowledge, Harvard Business School Press, Boston
Massachussetts.
David, Fred R. 2009. Strategic Management, Pearson Education, Inc.,
New Jersey.
DeGeus, Ary. 1997. The Living Company, Harvard Business Review,
DeGraff, Jeff. 2003. Creating Value through Creativity, diakses 22 Mei
2010.
Denhardt, Robert B and Janet V Denhardt. 2006. Public
Administration: An Action Orientation, Thomson Wadsworth,
USA.
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-37
Dickinson, Brian. 1999. Creating Customer Focused Organizations, Jaico
Publishing House, California.
Dundon, Elaine. 2000. The Seeds of Innovation, AMACOM, New
York.
Ensor, John et al. 1996. Management and Innovation of Services, Napier
University Business School, South Craigh, Edinburg Scotland.
Eoh, Jeni. 2001. Pengaruh Budaya Perusahaan, Gaya Manajemen dan
Pengembangan Tim Terhadap Kinerja Karyawan, Disertasi FISIP
Universitas Indonesia Jakarta.
Espejo, Raul et al. 1996. Organizational Transformation and Learning: A
Cybernetic Approach to Mangement, Wiley & Sons Ltd, England.
Evans, Philip and Thomas S. Wuster. 2000. Blown to Bits, Harvard
Business School Press.
Ford, Cameron M and Dennis A. Gioia. “Factors Influencing
Creativity in the Domain of Managerial Decision
Making,”Journal of Management, Vol. 26 (4) 2000, p. 705-732.
French, Wendell L et al, (ed.) 2000. Organization Development and
Transformation: Managing Effective Change, Irwin McGrall-Hill
Singapore.
Gamble, Paul R and John Blackwell. 2001. Knowledge Management,
Biddles Ltd, Guildford and King’s Lynn UK
Garfield, Monica J et al. “Research Report: Modifing Paradigms,”
Information System Research, Vol. 12 No. 3, September 2001, pp.
322-333.
Giley, Jerry W and Ann Maycunich. 2000. Beyond the Learning
Organization, Perseus Books Cambridge, Massachusetts.Gilley
and Maycunich.
Gouillart, Francis J and James N. Kelly. 1995. Transforming the
Organization, McGraw-Hill, Inc., New York.
Hammer M and Champy, J. 1993. Reengineering the Corporation,
HarperCollins New York.
Harmon, Michael M and Richard T. Mayer. 1986. Organization
Theory for Public Administration, Scott, Foresman and Company,
Glenview Illinois.
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-38
Henry, Jane (ed.). 1991. Creative Mangement, Sage Publications
London.
Herutomo, Sri Saadah S. 1990. Tata Kelakuan di Lingkungan Keluarga
dan Masyarakat Makassar, Proyek Inventarisasi dan Pembinaan
Nilai-nilai Budaya, Depdikbud Jakarta.
Hock-Hai et al. “Organizational Transformation Using Electronic
Data Interchange,” Journal of Management Information Systems, 13
(4) Spring 1997, pp. 139-165.
Hughes, Owen E. 1994. Public Management and Administration, St
Martin,s Press, Inc., Great Britain.
Huseini, Martani. 1999. Mencermati Misteri Globalisasi, Pidato
Pengukuhan Guru Besar Tetap Dalam Bidang Marketing
Internasional FISIP Universitas Indonesia Jakarta.
Hyrsky, Kimmo and Aki Kangasharju. Adaptors and Innovators in
Non-Urban Environment,
http://www.babson.edu/entrep/fer/papers98.htm, diakses 27
Juli 2003.
Indrawan WS, tanpa tahun. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Lintas
Media Jombang.
Isaksen, Scott G and Kenneth J. Lauer, et.al. “Perception of the Best
and Worst Climates for Creativity,” Creativity Research Journal,
Vol. 13, No. 2 2000-2001, h. 171-184.
Ivanyi, Attila Szilard and Ilona Hoffer. 1999. The Role of Creativity
in Innovation, Society and Economy Vol. XXI No. 4,
http://www.lib.bke.hu/gt.html, diakses 7 Mei 2003, h. 17-21.
Jeffe, D.T., & Scott, C.D. 1999. Getting Your Organization to Change,
Crips Publications, Menlo Park, CA.
Kasim, Azhar. Reformasi Administrasi Negara, Bisnis & Ekonomi
Politik, Vol. 2 (4), Oktober 1998, h. 41-57.
Kazamma, Stephany et al. Impacting Climate for Innovation. Paper
presented at the 17th Annual Conference of the Society for
Industrial and Organizational Psychology, Toronto Canada, August 2002.
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-39
Kilby, Jan. Creativity is one of the greatest assets in the workplace
http://www.bizjournals.com/css, From the July 13 2001,
diakses 19 Maret 2003.
King, Nigel and Neil Anderson. 1995. Innovation and Change in
Organizations, Routledge London.
Kotler, Philip. 1994. Marketing Management, Prentice-Hall Inc.,
Englewood Cliffs, New Jersey.
Lamberton, D.M. 1971. Economics of Information and Knowledge,
Penguin Books Ltd, Harmondsworth, Middlesex England.
Landau, Sy et.al. 2001. From Conflict to Creativity, Jossey Bass A
Wiley Company San Francisco.
Landry, Rejean and Nabil Amara. Creativity, Innovation and Business
Practices in the Matter of Knowledge Management, paper prepared
for the Statistical Canada Workshop 2001, Ottawa, the Westin
Hotel, February 23, 2001.
Leemans, Arne F. 1976. The Management of Change in Government,
Martinus Nijhoff, the Hague Netherlands.
Linberg, Kurt R. Managing the Creative Organization,
http://ourworld.compuserve.com/pdf, diakses 5 Juni 2003.
Makmur. 2007. Filsafat Administrasi. Bumi Aksara, Jakarta.
Ma’arif, Syamsul Mohamad dan Hendri Tanjung. 2003. Manajemen
Operasi, PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.
Manz, Charles C and Henry P. Sims Jr. 2001. The New Super
Leadership: Leading Others to Lead Themselves, Berrett-Koehler
Publishers, Inc., San Francisco.
Marquardt, Michael J and Angus Reynolds. 1994. The Global
Learning Organization, Richard D. Irwin, Inc., USA.
Marquardt, Michael J. 1996. Building the Learning Organization,
McGraw-Hill Company, Inc.
Masinambow, E.K.M (editor). 1997. Koentjaraningrat dan Antropologi
Indonesia, Asosiasi Antropologi Indonesia bekerjasama dengan
Yayasan Obor Indonesia.
McCarthy, Daniel J et.al. 2002. Business Policy and Strategy, Richard
D. Irwin, Inc., Krishnan Nagar, Dehli.
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-40
Miles, R. 1997. Leading Corporate Transformation, Jossey Bass, San
Francisco.
Morgan, Gareth. 1986. Images of Organization, Sage Publications,
London.
Morgeson, Frederick P. and Stephen E. Humphrey. 2003. The Work
Design Questionnaire (WDQ), The Eli Broad Graduate School of
Management Michigan State University.
Natarajan, Ganesh and Sandhya Shekhar. 2001. Knowledge
Management, McGraw-Hill International Edition.
Nonaka, Ikujiro and Hirotaka Takeuchi. 1995. The Knowledge-
Creating Company, Oxford University Press.
Normann, Richard. 2001. Reframing Business, John Wiley and Sons
Ltd, England.
Oldham, Grey R and Anne Cummings. Employee Creativity:
Personal and Contextual Factors at Work, Academy of
Management Journal, Vol. 39 No. 3 June 1996.
Patterson, Cristina. Individual and Organizational Crativity, Halifax,
Nova Scotia Canada,
http://www.innovation.cc/news.patterson.pdf, diakses 31 Juli
2003.
Peters, B. Guy and John Pierre. 2007. The Handbook of Public
Administration. Sage Publications Ltd, London.
Prichard, Craig et al (ed.) 2000. Managing Knowledge, St. Martin’s
Press New York.
Pugh, DS. 1971. Organization Theory, Penguin Books Australian Ltd,
Victoria.
Rachmany, Hasan dan Haedar Akib. Rekonstruksi Manajemen
Pengetahuan, Manajemen No. 162 Pebruari 2002.
Rahim, Rahman. 1985. Nilai-nilai Utama Kebudayaan Bugis,
Hasanuddin University Press, Ujungpandang.
Rakhmat, Jalaluddin. 1997. Psikologi Komunikasi, Rosdakarya
Bandung.
Robbins, Stephen et al., 1994. Organizational Behaviour, Prentice-Hall
of Australia Pty Ltd, Sydney, h.22,50 dan 70.
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-41
Rubinstein, Moshe F and Iris R. Firstenberg. 1999. The Minding
Organization, John Wiley & Sons, Inc., Canada.
Ruggles, Rudi and Dan Holthouse. 1999. The Knowledge Advantage,
Ernst & Young LLP USA.
Ryhammer, L and Brolin C. Creativity Research, Scandinavian
Journal of Educational Research, Vol. 43, No. 3 1999, pp. 259-273,
diakses 25 Juli 2003.
Sawyer, John E. Social, Organizational and Environmental Influences on
Creativity and Innovation,
http://www.buec.edu/sawyerj/Creativity.htm, diakses 25
Agustus 2003.
Scharmer, C Otto. 2009. Theory U: Leading from the Future as It
Emerges, Berrett Koehler Publishers, Inc. San Francisco.
Schein, Edgar H. 1992. Organizational Culture and Leadership, Jossey-
Bass Publisher San Francisco.
Scott, Mark C. 2000. Reinspiring The Corporation, John Willey & Sons
Ltd, New York.
Segal, Marci.2000. Another Look At Creativity Styles, http://www.tri-
network.html, diakses 29 maret 2003.
Senge, Peter et al. (ed.). 1999. The Dance of Change, Doubleday a
Division of Random House, Inc. New York.
Senge, Peter et al. 1994. The Fifth Discipline Fieldbook, Dobleday new
York.
Shepler, John. Coopetition vs Competition,
http://www.johnshepler.com.html, diakses 24 Nopember 2004.
Siagian, Sondang P. 2004. Filsafat Administrasi, Bumi Aksara,
Jakarta.
Simatupang, Patar dan Haedar Akib. “Potret Efektivitas Organisasi
Publik,” Manajemen USAHAWAN Indonesia, Januari 2007.
Steward, Thomas A. 2001. The Wealth of Knowledge, Nicholas
Brealey Publishing London.
Szilagyi Jr., Andrew D, and Marc J. Wallace, Jr.1990. Organizational
Behavioral and Performance, Harpercollins Publishers, h. 757.
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-42
Taggar, Simor. 2000. Individual Creativity and Group Ability to Utilize
Individual Creative Resources: A Multi-Level Model, In Press–
Academy of Management Journal, h.2-5,17-27.
Tapscott, Don. 1995. Digital Economy, the McGraw-Hill Company,
Inc. USA.
Thoha, Miftah. 1978. Perspektif Perilaku Birokrasi, Rajawali Pers,
Jakarta.
Timpe, Dale A. 2000. Creativity, PT Elex Media Komputindo,
Jakarta. Toward Harnessing Creativity,
http//www.adtimes.nstp.com.my/2001/des22b.htm, diakses
2010.
Trahant, B. Burke W.W and Koonce R. Principles of Organizational
Transformation, Management Review, 86 (8) September 1997, p.
17-21.
Tuomi, Ilkka. 1999. Corporate Knowledge, Metaxis Arkandiankatu
Finland.
Von Krogh, George et al. 2000. Enabling Knowledge Creation, Oxford
University Press, Inc. USA.
Walton, Douglas C. 2000. Twelve Heuristics of Successful Organizational Transformation,
http://www.networkeddemocracy.com/pdf/12_heuristics.pdf
(download 16 Agustus 2003)
Wart, Montgomery Van and Lisa A. Dicke. 2008. Adminstrative
Leadership in the Public Sector, ME. Sharpe Armonk, New York.
Watson, Tony J. 1994. The Search of Management, Routledge, New
York.
West, Michael A. 2000. Developing Creativity in Organizations,
Kanisius Yogyakarta.
Wilbur, R.A. Making Change the Right Way, Workforce Mar 1999, p.
12-13.
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-43
CURRICULUM VITAE
A. Identitas Diri Nama : Prof. Dr. Haedar Akib,
M.Si.
Tempat tgl lahir : Pangkep, 22 Mei 1965
Pekerjaan : Dosen UNM
Pangkat/Jabatan : Pembina Tkt. I/IV.B
Agama : Islam Status : Menikah
Alamat rumah : Jalan Sunu, Kompleks
UNHAS Baraya Blok A. 12 Makassar
No HP/Tel./Fax : 08128023594/0411-456879
Istri : Hj. Sukmawaty Ismail, S.S.
Anak : 1. Ahmad Wahidiyat Haedar
2. Khairil Asnan Haedar
Orang Tua : Bapak: H. Muhammad Akib (almarhum)
Ibu: Hj. Marwah Yusuf
B. Riwayat Pendidikan 1. SD Negeri 12 Biraeng Minasa Te’ne, Pangkep (1971-76)
2. SMP Negeri 1 Pangkajene, Pangkep (1977-79/80)
3. SMEA Negeri 13 Pangkep, TERBAIK JURUSAN, (1980-83)
4. Diploma Satu/D1, TERBAIK, FPIPS IKIP Ujungpandang
(1983-84), Ikatan Dinas
5. Strata Satu/S1, JALUR TESIS, FPIPS IKIP Ujungpandang (1984-88), Beasiswa Supersemar.
6. Strata Dua/S2, FISIP Universitas Indonesia (1994-97),
Beasiswa TMPD Dikti Depdiknas.
7. Strata Tiga/S3, FISIP Universitas Indonesia (2000-05),
Beasiswa SASAKAWA, Jepang.
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-44
C. Riwayat Pekerjaan 1988-92 Guru Ekonomi dan Guru Sejarah (SMA Ahmad Yani
dan SMA Mandiri)
1990-sek. Dosen Pend. Ekonomi/Pendidikan Administrasi
Perkantoran FIS UNM
2002-05 Peneliti, CODES (Center for Organization Development
Studies)
2004-09 Dosen STIAMI Jakarta
2004-27 Tim Teknis KPEL (Kemitraan dan Pengembangan
Ekonomi Lokal) Bappenas Jakarta
2007-sek. Ketua Prodi Pendidikan Adm. Perkantoran UNM
2006-sek. Dosen PPs UNM
2007-sek. Dosen PPs STIA LAN Makassar, Program MM dan
Administrasi Publik PPs UNISMUH Makassar, PPs
UNHAS, PPs UIT, Dosen/Tutor UT.
2007-sek. Asesor Sertifikasi Guru Rayon 24 UNM
2009-sek. Asesor Sertifikasi Dosen UNM 2010 Konsultan World Bank untuk LPMP Sulawesi Selatan
2010-sek Team Leader, Konsultan Manajemen Program
BERMUTU Indonesia Timur
D. Pengalaman Diklat di Luar Negeri, antara lain: 1. Intensive Course in English Language, LaTrobe University,
Victoria Australia, 1998.
2. Reading Course, Univ. Malaya dan Univ. Islam Internasional,
Malaysia, 2002.
3. Research Methodology and Practice and New Developments
in Public and Management, Flinders University, Adelaide
Australia, 2002.
4. Orientasi Studi, Univ. Nangyang, Singapura, 2006.
E. Pengalaman Sebagai Trainer/Expert/Narasumber, antara lain: 1. Narasumber, “Strategi Pengembangan Daerah Berbasis
Kompetensi Lokal”, Program Need Assessment dalam Rangka
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-45
Pengembagan Kompetensi Lokal, Ditjen Otoda Bappenas
2006.
2. Narasumber, BIMTEK Kepala Sekolah, dengan materi 1)
Kewirausahaan Sekolah dan 2) Manajemen Perubahan dan
Pengembangan Sekolah Sebagai Organisasi Pembelajar, 3)
Instructional Leadership”, Direktorat Tenaga Kependidikan,
Depdiknas, 2007-sekarang.
3. Ekspert pada Penilaian Kinerja Instansi Pelayanan Publik di
Sulawesi Selatan, Pemda Sulawesi Selatan dan Kementerian
Kemenpan, 2010.
4. Expert pada Penilaian Kinerja Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan, Pemda
Sulawesi Selatan dan Kementerian Kemenpan dan Reformasi
Birokrasi, 2011. 5. Pemakalah di berbagai Pertemuan Ilmiah Nasional dan lokal,
2005 - sek.
6. Dll.
F. Pengalaman Penelitian, antara lain: © Pemetaan Kompetensi Lokal Dalam Rangka Optimalisasi
Kerjasama antar Daerah, UNDP dan Direktoral Otonomi
Daerah Bappenas Jakarta, 2005.
© Analisis Sistem Dinamis Partisipasi Masyarakat Dalam
Pembangunan, UNDP dan Direktoral Otonomi Daerah
Bappenas Jakarta, 2006
© Kerjasama dan Koodinasi Antar Daerah Dalam Penyediaan
Layanan Publik Dasar di Kawasan Ajatappareng Sulawesi
Selatan, DP2M Dikti Depdiknas, Jakarta, 2009
© Pengembangan Institusi Pelayanan Pendidikan Berbasis
Kinerja di Kawasan Ajatappareng Sulawesi Selatan, DP2M
Dikti Depdiknas, 2010. © Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi
Sulawesi Barat, Direktorat EKPD Bappenas, 2008 (tahun I),
2009 (tahun II), 2010 (tahun III), dan 2011 (tahun IV).
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-46
G. Publikasi Ilmiah, antara lain: © Potret Kebijakan Distribusi Pupuk di Indonesia, Harian
KOMPAS Jakarta.
© Memahami Kebijakan Distribusi Pupuk di Indonesia Harian
REPUBLIKA Jakarta.
© Perspektif Historis dan Arah Kebijakan Privatisasi di
Indonesia, Jurnal BISNIS DAN BIROKRASI, FISIP UI Jakarta.
© Potret Diri Selaku Developmental Leader, Majalah
MANAJEMEN, PPM Jakarta.
© Pemikiran Dini Mintzberg Tentang Struktur Organisasi, Jurnal
FORUM INOVASI, FISIP UI Jakarta.
© The Influence of Job Motivation on Work Performance,
Manajemen Usahawan Indonesia, Lembaga Manajemen FE-UI,
2005.
© Perspektif Historis dan Arah Pengembangan Kreativitas
Dalam Organisasi, Manajemen Usahawan Indonesia, Lembaga
Manajemen FE-UI, 2005.
© Konflik sebagai Fenomena Organisasi Sepanjang Masa, Jurnal
Bisnis & Usahawan, FISIP UNDANA Kupang, 2006.
© Mencermati Kapabilitas Organisasi Berbasis Pengetahuan,
Visi, Jurnal Ilmu Administrasi, FISIP UNHAS, 2006.
© Potret Efektivitas Organisasi Publik, Manajemen Usahawan
Indonesia, Lembaga Manajemen FE-UI Jakarta 2007.
© Kerjasama dan Koordinasi antar Daerah, Jurnal BISNIS dan
Usahawan, FISIP UNDANA Kupang, Januari 2007.
© Reaktualisasi Fungsi dan Peranan Kepala Sekolah, Jurnal
Tenaga Kependidikan, Direktorat Tendik Depdiknas, 2008.
© Melejitkan Kreativitas Pegawai Sebagai Aset Organisasi,
Jurnal Competitiveness, Program MM UNISMUH Makassar.
© Kewirausahaan Berbasis Kreativitas dan Inovasi, Jurnal
Pendidikan dan Kebudayaan, Depdiknas, Jakarta 2008.
© Strategi Pengembangan Inovasi Berbasis Kompetensi Lokal,
Jurnal Administrasi Negara, STIA LAN Makassar, 2008.
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-47
© Quality Function Deployment (QFD), Manajemen USAHAWAN
Indonesia, Lembaga Manajemen FE-UI, Jakarta, 2009.
© Snapshot Dampak Kebijakan Publik Dalam Program
Pengentasan Kemiskinan, Manajemen Usahawan Indonesia,
Lembaga Manajemen FE-UI, 2009.
© Implementasi Kebijakan, Jurnal Administrasi Publik, PPs UNM
2010.
© Mencermati Heuristik Transformasi Organisasi: Reaktualisasi
Perilaku Kreatif Mahasiswa Melalui Pendekatan Knowledge
Management, Jurnal Manajemen USAHAWAN Indonesia,
Lembaga Manajemen FE-UI, Jakarta, Mei-Juni 2011.
H. Penghargaan:
® Mahasiswa dan Dosen Teladan I (satu) FIS UNM
® Satya Lencana 10 Tahun, Pemerintah RI.
® Dll.
Foto dokumentasi Profesor Haedar Akib bersama istri (Hj. Sukmawaty, S.S.). serta kedua buah hati Ahmad Wahidiyat Haedar dan Khairil Asnan Haedar
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-48