menguak tradisi masyarakat desa bali aga di …
TRANSCRIPT
1
Bidang Unggulan: Budaya dan Pariwisata
Kode/Nama Bidang Ilmu: 426/Teknik Arsitektur
LAPORAN AKHIR
HIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI
JUDUL PENELITIAN:
MENGUAK TRADISI MASYARAKAT DESA BALI AGA DI KABUPATEN BANGLI:
Desa Sekardadi dalam Jelajah Arsitektur
Tahun ke 1 dari Rencana 1 Tahun
PENELITI:
NI KETUT AGUSINTADEWI
NIDN 0023087104
I WAYAN YUDA MANIK
NIDN 0019048203
JURUSAN ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS UDAYANA
OKTOBER 2016
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Penelitian : Menguak Tradisi Masyarakat Desa Bali Aga di Kabupaten Bangli: Desa Sekardadi dalam Jelajah Arsitektur
Ketua Peneliti/Pelaksana
Nama Lengkap : Ni Ketut Agusintadewi, ST., MT., Ph.D
NIDN : 0023087104
Jabatan Fungsional : Lektor Kepala
Program Studi : Arsitektur
Nomor Hp : 0812 3602 8860
Alamat surel (e-mail) : [email protected]; [email protected]
Anggota Peneliti (1)
Nama Lengkap : I Wayan Yuda Manik
NIDN : 0019048203
Perguruan Tinggi : Universitas Udayana
Penanggung Jawab : Ni Ketut Agusintadewi, ST., MT., Ph.D
Tahun Pelaksanaan : Tahun ke 1 dari rencana 1 tahun
Biaya Tahun Berjalan : Rp. 25.000.000,00
Biaya Keseluruhan : Rp. 25.000.000,00
Bukit Jimbaran, 25 Oktober 2016
Mengetahui,
Dekan Fakultas Teknik, Ketua Peneliti,
Prof. Ir. Ngakan Putu Gede Suardana, MT., Ph.D Ni Ketut Agusintadewi, ST., MT., Ph.D
NIP. 196409171989031002 NIP. 197108231997022001
Mengetahui,
Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat
Universitas Udayana
Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, MEng.
NIP. 196408071992031002
iii
R I N G K A S A N
Skim penelitian Hibah Unggulan Program Studi (HUPS) merupakan skim terbaru yang dirancang
berdasarkan program terkini Rektor Universitas Udayana. Kebudayaan telah menjadi “warna
keilmuan” dalam Pola Ilmiah Pokok (PIP) Universitas Udayana (Unud) sejak tahun 2009.
Berdasarkan Road Map PIP Unud yang dirilis oleh Badan Penjaminan Mutu Universitas (BPMU)
Udayana ini, setiap sub institusi dibawah institusi induk Unud diarahkan untuk mengacu ke tema
kebudayaan dalam melakukan kegiatan Tri Dharma Perguruan Tinggi.
Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Unud telah menentukan prioritas unggulan dalam
mengumpulkan database menyangkut kekhasan desa-desa Bali Aga. Keunikan produk budaya
yang selama ini disandang Pulau Bali melalui bidang arsitektur tradisional Bali (ATB) merupakan
salah satu isu utama yang sangat penting untuk diangkat menjadi penelitian. Jurusan akan
menyusun database desa-desa tersebut, sehingga bermanfaat bagi pihak internal Unud maupun
eksternal. Penelitian ini akan berkontribusi bagi keberlanjutan program penyusunan database
tersebut.
Upaya melestarikan arsitektur tradisional hingga saat ini masih mengalami tantangan yang cukup
berat. Secara kasat mata, cara pandang penduduk Bali terhadap huniannya sudah tidak seperti
beberapa dekade sebelumnya. Hal ini semakin dipicu oleh masuknya pengaruh luar, baik
nasionalisasi hingga globalisasi, sehingga berakibat pada penghuni yang melakukan perubahan
terhadap unit hunian di desa tradisional di Pulau Bali.
Desa Sekardadi di Kabupaten Bangli merupakan Desa Bali Aga yang terletak di dataran tinggi dan
yang memiliki banyak keunikan. Berdasarkan data sejarah, desa ini merupakan turunan dari Desa
Bayung Gede yang memiliki kekhasan pada pola permukiman dan tata huniannya. Namun
sayangnya, desa ini tidak cukup banyak memiliki rekaman fisik situasi desa. Penelitian ini
memiliki fokus pada menemukenali produk arsitektur pada rumah tradisional di Desa Sekardadi.
Pendokumentasian meliputi aspek historis desa hingga aspek fisik bangunan yang ada, secara
menyeluruh. Dengan demikian, hasil penelitian ini dapat menjadi dokumentasi yang inklusif
secara lengkap dan menyeluruh dalam penyusunan database Desa-desa Bali Aga oleh Jurusan
Arsitektur, Fakultas Teknik, Unud.
Sesuai dengan road map pelaksanaan Hibah Penelitian Unggulan Program Studi yang
diselenggarakan oleh LPPM di kalangan komunitas akademik Unud, maka kami melakukan
penelitian dengan judul: “Menguak Tradisi Masyarakat Desa Bali Aga di Kabupaten Bangli: Desa
Sekardadi dalam Jelajah Arsitektur”.
iv
P R A K A T A
Laporan Akhir ini merupakan laporan kegiatan penelitian yang dilakukan pada Tahun Anggaran
2016, yang dibiayai oleh Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat, Universitas Udayana (LPPM
Unud) dengan Nomor Kontrak: Surat Perjanjian Penugasan dalam Rangka Pelaksanaan Penelitian
Dana PNBP Tahun Anggaran 2016 Nomor 2447/UN 14.1.31/LT/2016.
Pada kesempatan ini, Tim Peneliti mengucapkan terima kasih kepada Universitas Udayana yang
telah memotivasi civitas akademika untuk mengalokasikan waktu untuk pelaksanaan salah satu
bagian dari Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu dibidang penelitian. Dunia perguruan tinggi
hendaklah dapat berperan aktif dalam upaya mengembangkan keilmuan dalam bentuk kegiatan-
kegiatan ilmiah: penelitian, diseminasi gagasan, dan pertemuan-pertemuan ilmiah.
Pelaksanaan kegiatan ini telah membuka peluang bagi kami untuk melaksanakan penelitian pada
desa-desa tradisional Bali Aga, terutama yang belum terdokumentasi secara baik. Sesuai dengan
road map pelaksanaan Hibah Penelitian Unggulan Program Studi yang diselenggarakan oleh
LPPM di kalangan komunitas akademik Unud, maka kami melakukan penelitian dengan judul:
“Menguak Tradisi Masyarakat Desa Bali Aga di Kabupaten Bangli: Desa Sekardadi dalam Jelajah
Arsitektur”. Penelitian ini memiliki fokus pada menemukenali produk arsitektur, meliputi aspek
historis desa hingga aspek fisik bangunan yang ada, secara menyeluruh. Dengan demikian, hasil
penelitian ini dapat menjadi dokumentasi yang inklusif secara lengkap dan menyeluruh dalam
penyusunan database Desa-desa Bali Aga oleh Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Unud.
Akhir kata, kami berharap peluang untuk selalu mengembangkan keilmuan dapat terus diwadahi.
Kegiatan semacam ini secara berkelanjutan bisa diselenggarakan dimasa-masa yang akan datang
pada kelompok permukiman tradisional yang berbeda dengan sudut pandang dan kegiatan yang
lebih bervariasi.
Terima kasih.
Tim Peneliti
v
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ............................................................................................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................................................................. ii
RINGKASAN ............................................................................................................................................................ iii
PRAKATA ............................................................................................................................................................... iv
DAFTAR ISI.............................................................................................................................................................. v
BAB I. PENDAHULUAN .................................................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah ...................................................................................................................................... 2
1.3. Urgensi ............................................................................................................................................................ 3
1.4. Potensi Hasil/Luaran ................................................................................................................................. 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................................................ 4
2.1. Permukiman sebagai Produk Kebudayaan ...................................................................................... 4
2.2. Penelusuran Jejak Fisik pada Permukiman ..................................................................................... 4
2.3. Hunian: Produk Budaya yang Fenomenal ........................................................................................ 5
2.4. Implikasi Teori Pembentukan Pola Permukiman terhadap Desain Penelitian ................. 6
BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN . ................................................................................... 7
3.1 Tujuan Penelitian ....................................................................................................................................... 7
3.2 Manfaat Penelitian ...................................................................................................................................... 8
BAB IV. METODE PENELITIAN .................................................................................................................... 9
4.1 Lokasi Penelitan ......................................................................................................................................... 9
4.2 Jenis Penelitian .......................................................................................................................................... 9
4.3 Prosedur Penelitian ................................................................................................................................. 9
4.4 Metode Pengumpulan Data .................................................................................................................... 9
4.5 Bagan Alir Penelitian ................................................................................................................................. 10
4.6 Pelaksanaan Kegiatan Penelitian ......................................................................................................... 10
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................................................. 15
5.1 Sejarah Desa .................................................................................................................................................. 15
5.2 Letak Geografis dan Demografis Desa ................................................................................................ 15
5.3 Kehidupan Sosial dan Budaya ............................................................................................................... 16
5.4 Sistem Pemerintahan ............................................................................................................................... 16
5.5 Sistem Kemasyarakatan ........................................................................................................................... 17
5.6 Pola Spasial Permukiman ........................................................................................................................ 17
5.7 Fasilitas Penunjang Hunian ..................................................................................................................... 21
5.8 Pola Tata Letak Hunian ............................................................................................................................ 24
BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN ................................................................................................................. 30
6.1. Simpulan .................................................................................................................................................... 30
6.2. Saran ............................................................................................................................................................ 30
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................................................. 31
1
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Jurusan Arsitektur di Fakultas Teknik Universitas Udayana telah menetapkan bahwa prioritas
penelitian unggulan untuk tahun 2015 adalah melakukan upaya identifikasi secara menyeluruh
kondisi fisik maupun non fisik desa-desa Bali Aga. Penetapan prioritas ini dilakukan karena desa-
desa tersebut telah lama menyimpan rahasia berkenaan dengan lahirnya pakem Arsitektur
Tradisional Bali (ATB) beberapa dekade terakhir yang terkenal hingga ke mancanegara. Road
map penelitian Jurusan Arsitektur ditentukan sebagai upaya untuk merekam jejak sejarah
arsitektur desa maupun hunian tradisional dalam suatu sistem database yang dapat
dimutakhirkan secara kontinu sebagai landasan dalam berpijak menuju ATB yang berkelanjutan
dimasa mendatang. Tentunya, database ini akan dapat diakses oleh para stakeholder yang ingin
bekerja sama dengan Unud untuk menentukan arah keberlanjutan ATB di masa mendatang.
Beragam pihak di Bali memiliki kekhawatiran bahwa ATB akan punah sehingga harus
direncanakan suatu langkah pencegahan dimana penelitian ini akan turut berkontribusi untuk
mempertahankan ATB.
Bali memiliki tatanan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam hal permukiman. Tidak
hanya bentuk bangunannnya saja yang khas, tetapi demikian pula halnya dengan pola desanya.
Desa Sekardadi adalah salah satu Desa Bali Aga (pegunungan) yang ada di Bali. Desa ini memiliki
pola ruang makro yang khas seperti desa-desa yang ada di Bali. Peruntukan lahan di Desa
Sekardadi sebagian besar digunakan sebagai lahan perkebunan, yang merupakan perkebunan
rakyat dengan hasil utama cengkeh dan kopi. Pola permukiman makro Desa Sekardadi dilandasi
oleh konsep Tri Hita Karana dan Tri Mandala, tata ruang makro dibagi menjadi tiga zona. Zona
Mandala Utama terletak pada sisi Selatan Desa yang dibatasi oleh batas Banjar Dauh Pura, Zona
Madya Mandala berada di tengah-tengah Desa dengan batas sisi utara dan selatan merupakan
batas Banjar Dauh Pura. Sedangkan yang terakhir adalah Zona Nista Mandala yang berada pada
sisi utara Desa Sekardadi.
Berdasarkan data sejarah, bersama-sama beberapa desa lainnya, Desa Sekardadi merupakan
salah satu turunan dari Desa Bayung Gede yang memiliki kekhasan pada pola permukiman dan
tata huniannya. Desa Bayung Gede merupakan desa bersejarah yang telah berkembang menjadi
banyak desa lain dengan tetap mempertahankan sebagian besar budaya bermukimnya. Namun,
dalam kurun waktu delapan dekade (sejak 1930an, dimana untuk pertama kalinya desa ini
berhasil diidentifikasi oleh Margaret Mead, dkk), terakhir mengalami perubahan bentuk fisik
utamanya yang berkenaan dengan unit hunian. Fenomena perubahan yang dilakukan oleh
penghuni hingga tahun 2007 telah terbukti secara ilmiah didorong oleh adanya perubahan gaya
hidup dan cara pandang penghuni terhadap huniannya serta perubahan demografi (Manik,
2007:V).
Kekhasan yang dimiliki Desa Bayung Gede pada masa identifikasi Margaret Mead (tahun 1936)
adalah terdapat tiga massa bangunan di dalam satu unit hunian (kavling). Ketiga massa bangunan
tersebut secara serentak berulang kembali di setiap unit hunian. Massa bangunan tersebut adalah
(secara berurutan dari pintu masuk utama pekarangan): (1) Jineng/lumbung, tempat menyimpan
hasil pertanian/perkebunan; (2) Bale Pegaman, tempat tidur anak-anak dan menyimpan
perlengkapan upacara; (3) Paon/Dapur, yang berfungsi untuk menyiapkan logistik keluarga
sekaligus ruang tidur orang tua. Beberapa aspek fisik unit lingkungan juga memiliki kekhasan
dan keseragaman yang menunjukkan dimasa lalu, pihak otoritas desa telah menyiapkan
2
semacam regulasi tradisional yang mengatur keteraturan di dalam desa ini. Di masa kini, banyak
dari sekian kesepakatan untuk teratur itu dapat kita temui bentukannya di lingkungan desa.
Penelitian ini merupakan penelitian awal yang dilakukan oleh Penulis dalam menjelajahi
arsitektur tradisional Bali Aga di wilayah Kabupaten Bangli. Kabupaten ini memiliki beberapa
desa tua yang belum terdokumentasi dengan baik. Tidak seperti Desa Bayung Gede yang telah
sering diteliti oleh banyak ahli dari berbagai disiplin ilmu, penelitian tentang Desa Sekardadi
masih sangat terbatas. Sejumlah penelitian pendahulu telah dilakukan, namun masih dalam
perspektif antropologi, arkeologi, dan planologi. Sangat sedikit sekali ditemukan penelitian dari
perspektif arsitektur. Kalaupun ada, belum menyeluruh dan mendetail ke seluruh kawasan desa
tradisional.
Adanya pengaruh globalisasi pada dua dekade terakhir ini telah menyebabkan informasi begitu
cepat menyebar ke seluruh penjuru dunia, bahkan ke desa-desa yang terpelosok sekalipun. Hal
ini tak terelakkan. Pengaruhnya pun begitu cepat terasakan, terutama pada life style.
Perkembangan teknologi pun secara tanpa disadari telah banyak mempengaruhi perikehidupan
masyarakat pada berbagai lapisan, baik masyarakat tradisional maupun modern.
Penelitian ini memiliki fokus pada menemukenali produk arsitektur pada rumah tradisional di
Desa Sekardadi. Pendokumentasian meliputi aspek historis desa hingga aspek fisik bangunan
yang ada, secara menyeluruh. Dengan adanya kegiatan ini, generasi mendatang diharapkan tetap
dapat memiliki kesempatan untuk mengetahui arsitektur rumah tradisional dan permukiman
Bali Aga di Desa Sekardadi. Selain itu, hasil penelitian ini dapat menjadi dokumentasi yang
inklusif secara lengkap dan menyeluruh, sehingga memudahkan bagi peneliti-peneliti selanjutnya
untuk mengungkap lebih banyak lagi ‘rahasia-rahasia’ yang tersimpan dari kekhasan desa ini.
1.2 Rumusan Masalah
Dokumentasi secara komprehensif mengenai Desa Sekardadi belum dapat ditemukan dalam
literatur. Mengenai sejarah desa sudah tentu kita harus berupaya menggali fakta-fakta sejarah
tentang desa yang dimaksud. Fakta-fakta tersebut dapat berupa peninggalan tertulis/lontar,
prasasti maupun ceritera dan saksi sejarah. Dalam memaparkan sejarah Desa Sekardadi, Peneliti
lebih berpijak pada ceritera tetua sebagai saksi sejarah dan selain peninggalan yang disesuaikan
serta dikeramatkan. Berdasarkan fakta-fakta sejarah tersebut barulah dapat dipaparkan sejarah
desanya.
Berdasarkan paparan pada latar belakang, rumusan masalah yang perlu diselesaikan melalui
kegiatan penelitian ini adalah:
1. Kegiatan menemukenali desa tua ini secara komprehensif dalam bentuk dokumentasi
produk-produk arsitektural ini merupakan kegiatan yang baru pertama kali dilaksanakan di
desa ini. Maka, bagaimanakah upaya yang dapat dilakukan oleh kalangan akademisi
Universitas Udayana untuk mensukseskan kegiatan ini? Mengingat bahwa kegiatan ini
merupakan kegiatan rintisan dan langkah awal terhadap upaya-upaya pengungkapan tradisi
dan nilai-nilai kearifan lokal masyarakat tradisional Bali Aga di Desa Sekardadi pada masa
yang akan datang dalam rangka menjaga kelestarian budayanya.
2. Bagaimanakah data fisik dan nirfisik Desa Sekardadi yang perlu didata? Meliputi apa saja?
Variabel-variabel pendukung apa sajakah dalam proses pembentukan pola permukiman
3
(housing pattern) yang memperlihatkan pola kegiatan serta proses mewujudkan wadah
aktifitas, baik secara fisik maupun nirfisik?
1.3 Urgensi
Asal-usul Desa Sekardadi belum dapat diketahui, masih dalam penyelidikan, tetapi yang nyata
Desa Sekardadi adalah masuk Desa Kuno (Bali Aga) karena nilai kesejarahannya. Desa ini
merupakan salah satu turunan dari Desa Bayung Gede yang hingga kini masih dijaga
kelestariannya sebagai warisan budaya nenek moyang. Desa ini berada di ketinggian sekitar 900
meter di atas permukaan laut (dpl) dan berhawa sejuk. Warga desa yang ada disini kebanyakan
menggantungkan hidupnya kepada alam, dalam arti menjadi petani yang mengelola lahan
pertanian kering disesuaikan dengan iklim yang ada. Mengenai asal-usul nama Buyung Gede,
belum ada sumber pasti yang bisa menjelaskan alasan penamaan itu secara pasti. Namun
demikian, menurut Reuter (2005), Bayung Gede merupakan desa kuno yang menjadi induk dari
sejumlah desa-desa kuno lainnya di Kabupaten Bangli, seperti Penglipuran, Sekardadi, Bonyoh
dan beberapa desa lainnya. Dari penjelasan tersebut, dapatlah diperkirakan bahwa Desa
Sekardadi memiliki sistem kepercayaan, tradisi, sistem sosial kemasyarakatan, dan pola
permukiman yang tidak jauh berbeda dengan yang ada di Desa Bayung Gede.
Jadi, data-data yang tersedia mengenai Desa Sekardadi belum cukup lengkap dan menyeluruh
karena belum ada data yang terkini dan mutakhir. Di sisi lain, pihak Jurusan Arsitektur, Fakultas
Teknik Unud, meng-arus-utama-kan penelitian di tahun 2015 untuk bidang permukiman Bali
Aga, dimana desa ini merupakan salah satu di antara desa-desa yang perlu didokumentasikan
secara lengkap. Oleh karena itu, kegiatan tahun 2016 ini merupakan kegiatan lanjutan dari road
map penelitian yang telah ditetapkan oleh pihak Jurusan Arsitektur pada tahun 2015. Jurusan
akan menyiapkan database mengenai desa-desa Bali Aga dan untuk ke depannya, akan menjadi
pusat data yang dapat menyediakan sumber-sumber pengetahuan/informasi berkenaan dengan
arsitektur permukiman Bali Aga bagi pihak-pihak yang memiliki ketertarikan/kepentingan.
Untuk itu, penelitian ini akan dapat berkontribusi dengan baik dalam penyusunan database
Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Unud demi perkembangan arah ATB yang tepat di masa
mendatang.
1.4 Potensi Hasil/Luaran
Hasil/luaran penelitian ini akan menjadi input bagi penyusunan database desa-desa Bali Aga
milik Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Unud. Pihak internal Unud dapat mengakses data ini
dengan relatif lebih mudah. Tidak menutup kemungkinan bahwa data ini akan dibutuhkan juga
oleh pihak eksternal Unud dalam merumuskan kebijakan terkait dengan Desa Bali Aga
khususnya, dan ATB pada umumnya. Database ini diharapkan akan dapat memperkuat
pariwisata budaya dan budaya pariwisata di Pulau Bali.
Luaran penelitian akan berpeluang menjadi makalah dalam jurnal nasional terakreditasi
mengingat kontribusinya yang bersifat cukup fundamental bagi perkembangan pariwisata
budaya di Bali. Selain itu, luaran penelitian akan berkontribusi dalam diseminasi seminar
nasional yang akan diadakan oleh pihak Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Unud.
4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Permukiman sebagai Produk Kebudayaan
Rapoport (1969:72) berpendapat bahwa vernacular architecture adalah hunian atau permukiman
sebagai wujud hasil karya antar beragam generasi masyarakat dalam suatu konteks wilayah dan
batas teritori tertentu. Lingkungan permukiman tradisional merupakan suatu aturan kehidupan
tertentu yang memiliki bagian berupa susunan ruang dan tatanan kelompok hunian yang
dibentuk secara konvensional serta dilandasi oleh tata cara masyarakat yang menjadi suatu
tradisi. Adapula faktor lain, seperti: (1) Kondisi fisik lingkungan; (2) Pemanfaatan teknologi; (3)
Penerapan bahan bangunan; serta (4) Adat istiadat yang bernafaskan kegiatan religius. Keempat
hal tersebut turut mempengaruhi terbentuknya suatu lingkungan permukiman tradisional.
Permukiman sebagai bentuk fisik dari kebudayaan dapat diterjemahkan sebagai lingkungan yang
merupakan wadah dari aktifitas manusia. Unsur utama pembentuk lingkungan disebut sebagai
setting. Setting ini memperlihatkan pola kegiatan serta proses mewujudkan wadah aktifitas, baik
secara fisik maupun nirfisik (Rapoport, 1977:3).
Habraken (1978:37) secara detail menguraikan bahwa tatanan fisik permukiman merupakan
suatu kesatuan sistem yang terdiri atas: (1) Sistem spasial; (2) Sistem fisik; (3) Sistem style.
Sistem spasial berkaitan dengan organisasi ruang yang termasuk hubungan antar ruang,
orientasi, pola hubungan antar ruang, dsb. Sistem fisik berkenaan dengan penggunaan sistem
konstruksi serta bahan bangunan. Sistem style menyangkut bentuk., fasade, bentuk pintu, bentuk
jendela, serta unsur-unsur ragam hias di dalam (interior) atau di luar bangunan (eksterior).
Sedikit berbeda dengan Habraken serta mencoba menjabarkan secara lebih luas, Turgut
(2001:19) menyatakan bahwa komponen dari budaya permukiman menyangkut empat hal, yaitu:
(1) Setting budaya; (2) Settingperilaku; (3) Setting spasial; (4) Settingsosial ekonomi. Turgut
menyatakan bahwa keempat setting ini membentuk suatu housing pattern alias pola perumahan.
Keempat setting menurut Turgut dan jabaran yang spesifik oleh Habraken akan menjadi “pisau
bedah” yang tepat untuk menentukan variabel-variabel di Desa Sekardadi, kemudian dapat
mengidentifikasi eksisting kawasan yang ada pada saat ini.
2.2. Penelusuran Jejak Fisik pada Permukiman
Rapoport (1983:261-262) kembali menegaskan bahwa perubahan yang terjadi pada lingkungan
permukiman tidak berlangsung secara spontan dan menyeluruh. Karakteristik perubahan
lingkungan sangat dipengaruhi oleh perubahan dalam sistem sosial budaya dalam
masyarakatnya. Dalam lingkungan permukiman, ada yang merupakan bagian inti yang cenderung
dapat bertahan dalam proses perubahan. Unsur yang bersifat fisik, cenderung akan lebih mudah
berubah dalam periode waktu yang singkat apabila dibandingkan dengan unsur nirfisik, seperti
kebiasaan atau keyakinan yang cenderung lebih bertahan.
Alexander (1987:14) lebih jauh menyampaikan bahwa proses perubahan fisik dapat berlangsung
tanpa atau dengan perencanaan yang tidak tertutup kemungkinan memiliki penyimpangan di
dalam pelaksanaannya. Secara umum kemudian Alexander menjabarkan beberapa tingkatan
perubahan lingkungan permukiman sebagai berikut: (1) Terjadi perubahan sedikit demi sedikit
5
dalam kurun waktu yang lama dan berkelanjutan (evolusi); (2) Tidak terduga kapan dimulai dan
berakhirnya proses tersebut tergantung pada latar belakang; (3) Perubahan secara komprehensif
dan berkelanjutan; (4) Perubahan sistem nilai dalam masyarakat.
Zeizel (1981:89-105) menguraikan bahwa kajian fenomena perubahan bentuk dan tata ruang
permukiman merupakan penelusuran hubungan antara manusia dan lingkungan, dalam hal ini
adalah posisi dimana lingkungan dimanfaatkan oleh manusia. Untuk dapat mengetahui bahwa
suatu lingkungan permukiman telah mengalami perubahan, Zeizel menggunakan pendekatan
penelusuran jejak fisik. Unsur-unsur yang diamati antara lain: (1) Penggunaan suatu produk; (2)
Adaptasi terhadap fungsi; (3) Pengungkapan pesan-pesan pribadi atau secara kolektif.
Penggunaan suatu produk akan menghasilkan produk sampingan dari suatu aktifitas sehingga
dapat teramati bagaimana interaksi manusia dengan lingkungannya di masa lalu. Adaptasi
terhadap fungsi dapat berarti penambahan atau pengurangan bentuk dan ruang. Pesan-pesan
pribadi atau kelompok diungkapkan menggunakan elemen fisik.
2.3. Hunian: Produk Budaya yang Fenomenal
Menurut Rapoport (1969:46), salah satu produk dari budaya yang merupakan fenomena adalah
hunian. Bentukan fisik dan tata organisasinya sangat dipengaruhi oleh lingkungan budaya yang
dimilikinya. Rapoport meyakini bahwa bentukan hunian sangat dipengaruhi oleh salah satunya
karena faktor-faktor sosial budaya yang dijalankan oleh masyarakat penghuninya. Faktor lainnya
seperti faktor lingkungan dan teknologi merupakan kondisi ketersediaan (given) atau
diupayakan dengan kemampuan masyarakat dalam periode awal proses berhuni. Berikut
merupakan faktor-faktor yang menyebabkan bentukan hunian (Rapoport, 1969:18): (1) Faktor
lingkungan alam; (2) Faktor teknologi; (3) Faktor sosial budaya.
Unit hunian tradisional merupakan suatu respon atas kebutuhan yang bersifat praktis oleh
penghuni setempat akan tempat berhuni untuk mengantisipasi kendala lingkungan dan iklim.
Faktor lingkungan alam, meliputi: iklim, temperatur, bentang alam, potensi fisik kawasan, dll.
Keberadaan keempat elemen tersebut akan mempengaruhi bentukan dan pola
hunian.Ketersediaan sumber daya alam dan kemampuan teknologi yang dikuasai penghuni pada
suatu masa akan berkaitan erat dengan cara atau proses dalam mewujudkan bangunan. Keadaan
ini secara serentak akan merefleksikan wujud budaya fisik hunian.
Faktor sosial budaya terdiri atas: aspek religi, struktur keluarga, dan sistem kekerabatan serta
struktur sosial masyarakat. Religi memiliki aspek simbolik dan kosmologi serta dapat
mempengaruhi, bentuk, geometri denah, pengaturan ruang, orientasi hunian, dan barangkali
dapat juga mempengaruhi keadaan di sekitar hunian.
Secara horizontal, hunian berkenaan dengan pemisahan wilayah yang berkaitan erat dengan
simbolisasi keyakinan. Secara vertikal, hal tersebut berkenaan dengan hierarki atas-bawah, serta
hunian sebagai pusat dunia. Struktur keluarga dan sistem kekerabatan bersinggungan dengan
kekeluargaan yang merupakan suatu kesatuan sosial yang paling inti. Struktur keluarga
berkenaan dengan hubungan anak-orang tua/keluarga inti (nuclear family) yang tercermin dalam
pola tata ruang yang dapat membentuk hierarki hubungan anggota keluarga serta pemisahan
teritori untuk memenuhi kebutuhan akan privasi. Sistem kekerabatan menjelaskan hubungan
peran individu dalam keluarga yang lebih besar (extended family). Pola dan cara berhubungan
akan membentuk suatu interaksi tertentu yang dapat dikenali pada bentukan pola-pola hunian.
6
Struktur sosial berkenaan dengan cara mengatur antara anggota masyarakat. Struktur ini dapat
bergeser dengan adanya perubahan pendidikan dan ekonomi.
2.4. Implikasi Teori Pembentukan Pola Permukiman terhadap Desain Penelitian
Desa Sekardadi di Kabupaten Bangli merupakan salah satu desa tradisional Bali yang secara
geografis berada di daerah pegunungan. Aspek yang menarik dari desa ini adalah pada kualitas
lingkungan fisiknya serta keunikan budaya yang pada beberapa konteks masih bertahan hingga
sekarang, tetapi masih juga tercermin dalam kehidupan keseharian. Aturan-aturan adat yang
mengatur kehidupan masyarakat ditaati dan dilaksanakan sebagai kewajiban turun temurun.
Pola desa mengikuti panjang jalan, sehingga rumah penduduk berjajar secara linier mengikuti
jalan desa sebagai sumbu utama desa.
Teori-teori yang telah dikemukakan sebelumnya menjadi acuan dalam penelitian ini. Teori yang
diacu berakibat pada kelompok-kelompok data yang akan ditelusuri di Desa Sekardadi. Dari
semua teori terkait tersebut, maka gabungan teori dari Habraken(1978) dan Turqut (2001)
menjadi panduan dalam survei data. Kedua teori ini merupakan penjelasan lebih lanjut dari teori
Rapoport (1977) mengenai setting sebagai unsur utama pembentuk lingkungan. Setting ini
memperlihatkan pola kegiatan serta proses mewujudkan wadah aktifitas, baik secara fisik
maupun nirfisik (Rapoport, 1977). Tabel berikut merupakan modifikasi dari kedua teori tersebut
sebagai variabel pendukung pembentukan pola permukiman (housing pattern).
Tabel 2.1 Variabel penelitian
Faktor Pembentukan Pola Permukiman (housing pattern)
Variabel Penelitian
Habraken (1978)
2. Setting spasial (organisasi ruang yang termasuk hubungan antar ruang, orientasi, pola hubungan antar ruang, bentuk, fasade, bentuk pintu, bentuk jendela, serta unsur-unsur ragam hias di dalam (interior) atau di luar bangunan (eksterior), pola permukiman dan lay out unit hunian)
3. Setting perilaku (tradisi/kebiasaan, hubungan sosial dan kekerabatan dalam keluarga, dll.)
4. Setting budaya (sistem kepercayaan, sistem sosial kemasyarakatan, dll.)
Sistem Spasial (organisasi ruang yang termasuk hubungan antar ruang, orientasi, pola hubungan antar ruang, dll.)
Sistem Fisik (penggunaan sistem konstruksi serta bahan bangunan)
Sistem Style (bentuk., fasade, bentuk pintu, bentuk jendela, serta unsur-unsur ragam hias di dalam (interior) atau di luar bangunan (eksterior)
Turgut (2001)
Setting Spasial (organisasi ruang yang termasuk hubungan antar ruang, orientasi, pola hubungan antar ruang, bentuk, fasade, bentuk pintu, bentuk jendela, serta unsur-unsur ragam hias di dalam (interior) atau di luar bangunan (eksterior), penggunaan sistem konstruksi serta bahan bangunan, dll.)
Setting Perilaku(tradisi/kebiasaan, hubungan sosial dan kekerabatan dalam keluarga, dll.)
Setting Budaya(sistem kepercayaan, sistem sosial kemasyarakatan, dll.)
Setting Sosial Ekonomi (mata pencaharian,sumber pendapatan desa, tingkat penghasilan, dll.)
Sumber: dikembangkan dari Habraken (1978) dan Turgut (2001)
7
BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
3.1 Tujuan Penelitian
Sebagai salah satu turunan Desa Bayung Gede, Desa Sekardadi memiliki kekhasan pada pola
permukiman dan tata huniannya. Seperti Desa Bayung Gede juga, desa ini menjadi desa
bersejarah yang tetap mempertahankan sebagian besar budaya bermukimnya. Namun, dalam
kurun waktu beberapa dekade terakhir, desa ini mengalami perubahan bentuk fisik utamanya
yang berkenaan dengan unit hunian. Namun demikian, rekaman fisik dan nirfisik desa tetap
dilakukan karena desa ini tersebut telah lama menyimpan rahasia berkenaan dengan lahirnya
pakem Arsitektur Tradisional Bali (ATB) beberapa dekade terakhir yang terkenal hingga ke
mancanegara. Upaya untuk merekam jejak sejarah arsitektur desa maupun hunian tradisional
dalam suatu sistem database yang dapat dimutakhirkan secara kontinu dapat digunakan sebagai
landasan dalam berpijak menuju ATB yang berkelanjutan dimasa mendatang. Adanya
kekhawatiran bahwa ATB akan punah, sehingga harus direncanakan suatu langkah pencegahan
dimana penelitian ini akan turut berkontribusi untuk mempertahankan ATB.
Maka tujuan khusus dari kegiatan penelitian ini adalah agar peneliti memperoleh gambaran fisik
dan non fisik desa yang terkini. Komponen aspek fisik dan non fisik yang akan diidentifikasi
sebagai berikut.
1. Aspek historis permukiman.
2. Posisi geografis permukiman (beserta koordinat dan ketinggiannya diatas permukaan air
laut).
3. Kondisi fisik permukiman.
4. Kondisi demografi permukiman.
5. Kondisi sosial budaya serta tatanan kemasyarakatan.
6. Posisiunit hunian dalam tatanan keruangan permukiman secara keseluruhan.
7. Lay out (tata letak) unit hunian(berikut ukurannya) dan elemen-elemen fisik rumah tinggal.
8. Fungsi-fungsi ruang yang ada dalam unit huniandi permukiman (isu ini dapat berkembang
dan berkaitan dengan aspek hubungan sosial, kekerabatan, tatanan keluarga, tata nilai ritual,
kepercayaan, kosmologi, dll)
9. Aspek fisik bangunan: (a) Bentuk; (b) Tata ukuran; (c) Bahan; (d)Warna; (e) Tekstur; (f)
Struktur/konstruksi; (g) Ragam hias; (h) Dll, yang secara spesifik dipandang perlu untuk
diteliti pada unit hunian permukiman.
Sedangkan tujuan umum dari kegiatan pengabdian ini adalah:
1. Sebagai bentuk tanggapan dari pihak akademisi terhadap adanya kekhawatiran bahwa ATB
akan punah, sehingga pihak perguruan tinggi perlu merencanakan suatu langkah
pencegahan dimana penelitian ini akan turut berkontribusi untuk mempertahankan ATB.
2. Melaksanakan tanggung jawab penelitian sebagai salah satu bagian dari Tri Dharma
Perguruan Tinggi. Dunia pendidikan tinggi haruslah mengambil peran secara aktif dalam
pengembangan ilmu pengetahuan dan ikut melestarikan budaya setempat sebagai aset
bangsa yang kaya akan nilai-nilai luhur.
3. Secara jangka panjang, kegiatan penelitian ini diharapkan juga dapat memberi sumbangan
pemikiran secara konstruktif tentang upaya pelestarian desa-desa tua Bali Aga dengan
memperhatikan potensi, kondisi, dan aspek kultur masyarakat Desa Sekardadi.
8
3.2 Manfaat Kegiatan
Manfaat dari pelaksanaan kegiatan penelitian di Desa Sekardadi ini adalah:
1. Manfaat bagi kegiatan penelitian dalam upaya merekam jejak arsitektur dan hunian
tradisional di Desa Sekardadi adalah:
Penelitian ini memiliki fokus pada menemukenali produk arsitektur pada rumah
tradisional di Desa Sekardadi. Pendokumentasian meliputi aspek historis desa hingga
aspek fisik bangunan yang ada, secara menyeluruh. Hasil penelitian ini dapat menjadi
dokumentasi yang inklusif secara lengkap dan menyeluruh, sehingga memudahkan bagi
peneliti-peneliti selanjutnya untuk mengungkap lebih banyak lagi ‘rahasia-rahasia’ yang
tersimpan dari kekhasan desa ini.
Dengan adanya kegiatan ini, generasi mendatang diharapkan tetap dapat memiliki
kesempatan untuk mengetahui arsitektur rumah tradisional dan permukiman Bali Aga
di Desa Sekardadi.
2. Manfaat bagi Tim Peneliti JTA Unud adalah:
Mendapatkan kesempatan untuk melaksanakan salah satu bagian dari Tri Dharma
Perguruan Tinggi. Bahwasanya seorang akademisi tidak hanya melulu melakukan
kegiatan pendidikan dan pengajaran dan pengabdian kepada masyarakat, tetapi juga
diarahkan untuk melibatkan diri secara aktif pada kegiatan-kegiatan pengembangan
keilmuan dan pelestarian budaya.
Dapat menyebarluaskan ilmu yang dipelajari di perguruan tinggi, sehingga ilmu
tersebut menjadi lebih berdaya guna bagi masyarakat, terutama dalam menjaga
kelestarian arsitektur tradisional sebagai aset budaya bangsa.
Memberi peluang terhadap penciptaan sejumlah dialog yang komunikatif antara
kalangan akademis dengan pihak masyarakat mengenai penemukenali produk
arsitektur pada rumah tradisional di desa-desa Bali Aga.
Dapat memperpendek kesenjangan antara dunia pendidikan di perguruan tinggi
dengan masyarakat umum. Selama ini disinyalir perguruan tinggi hanyalah sebagai
menara gading keilmuan yang kurang tanggap terhadap isu-isu yang berkembang dalam
masyarakat. Pengumpulan database menyangkut kekhasan desa-desa Bali Aga dan
keunikan produk budaya yang selama ini disandang Pulau Bali melalui bidang
arsitektur tradisional Bali (ATB) merupakan salah satu isu utama yang sangat penting
untuk diangkat menjadi penelitian. Database desa-desa tersebut sangat bermanfaat bagi
pihak internal Unud maupun eksternal dalam upaya melestarikan arsitektur tradisional.
9
BAB IV. METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi Penelitian
Desa Sekardadi terletak di wilayah Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli. Gambaran lokasi
penelitian seperti pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1 Lokasi Desa Sekardadi
10
4.2 Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif eksploratif secara kualitatif yang memaparkan data lapangan
secara menyeluruh atas kelompok data yang bersesuaian. Penelusuran pustaka akan
memperkuat hasil wawancara maupun observasi lapangan. Penelitian bertujuan untuk
mengidentifikasi kondisi terkini lingkungan desa (berikut unit huniannya), serta sistem
kepercayaan dan sosial kemasyarakatannya.
Pengumpulan data dilakukan dengan menggabungkan pendapat Habraken (1978) dan Turgut
(2001) mengenai budaya permukiman, sehingga dapat ditentukan variabel-variabel penelitian
yang menjadi panduan dalam penelusuran data selama di lapangan. Variabel-variabel yang akan
digunakan untuk melakukan identifikasi adalah: (1) Setting spasial; (2) Setting perilaku; (3)
Setting budaya; yang kesemuanya membentuk housing pattern atau pola perumahan suatu
permukiman. Variabel (1) merupakan aspek fisik permukiman, sedangkan Variabel (2) dan (3)
merupakan aspek nirfisik desa.
4.3 Prosedur Penelitian
Secara umum, penelitian ini akan dilaksanakan dalam empat tahapan kerja, yaitu:
1. Kajian pustaka, yang terdiri atas review literatur, baik literatur mengenai kehidupan sosial
budaya masyarakat Desa Bali Aga, maupun dari penelitian-penelitian serupa yang terdahulu
mengenai unit hunian dan unit lingkungan di Desa Sekardadi.
2. Pengumpulan data primer yang berhubungan langsung dengan fokus penelitian, mencakup
aspek fisik dan nirfisik
3. Pengolahan dan analisis data yang bertujuan untuk mendokumentasikan
4. Penarikan kesimpulan penelitian.
Pendokumentasian diketahui dengan metoda pengumpulan data primer melalui teknik
wawancara, observasi, dan dokumentasi di lapangan (dilakukan pendataan, baik berupa tabel,
pemetaan, perekaman video, sketsa-sketsa, dan pemotretan). Wawancara dilakukan kepada
pihak-pihak yang relevan dengan penelitian ini, di antaranya tetua adat, kepala desa, dan
masyarakat tradisional Desa Sekardadi.
4.4 Metoda Pengumpulan Data
Perolehan data dan informasi yang diperlukan dengan menggunakan teknik pengumpulan data
melalui studi lapangan dan studi kepustakaan. Studi lapangan dengan cara:
1. Observasi, yaitu memperoleh data fisik dengan pengamatan langsung ke kawasan Desa
Sekardadi dan kantor pemerintahan setempat untuk mendapatkan data primer maupun data
sekunder. Data fisik yang akan diidentifikasi antara lain:
Posisi geografis permukiman (beserta koordinat dan ketinggiannya diatas permukaan
air laut).
Kondisi fisik permukiman.
Kondisi demografi permukiman.
Kondisi sosial budaya serta tatanan kemasyarakatan.
Posisi unit hunian dalam tatanan keruangan permukiman secara keseluruhan.
11
Lay out (tata letak) unit hunian (berikut ukurannya) dan elemen-elemen fisik rumah
tinggal.
Fungsi-fungsi ruang yang ada dalam unit hunian di permukiman (isu ini dapat
berkembang dan berkaitan dengan aspek hubungan sosial, kekerabatan, tatanan
keluarga, tata nilai ritual, kepercayaan, kosmologi, dll).
Aspek fisik bangunan: (a) Bentuk; (b) Tata ukuran; (c) Bahan; (d) Warna; (e) Tekstur;
(f) Struktur/konstruksi; (g) Ragam hias; (h) Dll, yang secara spesifik dipandang perlu
untuk diteliti pada unit hunian permukiman.
2. Survei untuk memperoleh data nirfisik tentang sejarah dan permukiman Desa Sekardadi:
Melakukan wawancara tidak terstruktur dengan beberapa masyarakat serta tokoh-
tokoh masyarakat. Tahapan ini bersifat eksploratif dan konfirmatif untuk dapat
menentukan materi wawancara (kuisioner) yang lebih terstruktur dan mendetail
terutama yang terkait dengan tata ruang di desa.
Melakukan pemetaan menyeluruh terhadap objek penelitian untuk mengetahui pola
permukiman desa secara menyeluruh.
Data-data nirfisik yang diidentifikasikan antara lain:
Aspek historis permukiman.
Kondisi sosial budaya serta tatanan kemasyarakatan.
Fungsi-fungsi ruang yang ada dalam unit hunian di permukiman (isu ini dapat
berkembang dan berkaitan dengan aspek hubungan sosial, kekerabatan, tatanan
keluarga, tata nilai ritual, kepercayaan, kosmologi, dll).
3. Studi kepustakaan dilakukan dengan cara meninjau data-data pustaka yang terkait dengan
sejarah desa, penelitian sebelumnya yang relevan, dan perkembangan desa terkini, misalnya
data monografi desa.
4.5 Bagan Alir Penelitian
Penelitian ini mengikuti bagan alir seperti pada Gambar 4.2.
4.6 Pelaksanaan Kegiatan
Penelitian ini mulai dilaksanakan sejak bulan April 2016 dan akan berakhir pada bulan Oktober
2016. Tahap awal penelitian membutuhkan sejumlah literatur dan penelitian sebelumnya yang
relevan dengan aspek historis permukiman desa. Tahap kedua merupakan studi lapangan
melalui pengamatan langsung dan survei data. Pada tahap terakhir merupakan tahap analisis,
dari kompilasi dan tabulasi data hingga pengelompokannya berdasarkan kebutuhan data. Dengan
demikian, teknik ini akan memudahkan dalam membuat deskripsi dalam laporan akhir.
Langkah-langkah penelitian sebagai berikut:
1. Penelusuran data pustaka terkait sebagai gambaran awal sebelum memulai survei
pendahuluan. Kegiatan ini juga meliputi penelusuran data terkait di internet untuk
memperkaya informasi.
12
Gambar 4.1 Bagan alir penelitian
TUJUAN
Pendokumentasian Desa Sekardadi sebagai Desa Bali Kuno (Bali Aga) di Kabupaten Bangli
SURVEI
LAPANGAN
ANALISIS DATA
LUARAN PENELITIAN
Dokumentasi permukiman Desa Sekardadi mengenai:
Aspek historis desa;
Aspek geografis dan demografis permukiman;
Sistem kepercayaan dan kekerabatan
Kondisi sosial budaya dan tatanan kemasyarakatannya
Aspek hunian (lay out dan fisik bangunan)
Pemetaan pola permukiman dan tata letak hunian (housing pattern)
PENELUSURAN
KEPUSTAKAAN
Review literatur mengenai:
Kehidupan sosial budaya masyarakat Desa Bali Aga;
Permukiman dan unit hunian desa;
Unit lingkungan desa;
Monografi desa.
Data Nirfisik Desa
Setting budaya Sosial budaya serta tatanan
kemasyarakatan Sistem kepercayaan
Setting perilaku
Hubungan sosial, kekerabatan, tatanan keluarga, tata nilai ritual
Data Fisik Desa
Setting spasial
Lay out hunian dan fungsi ruang
Aspek fisik bangunan: bentuk, tata ukuran, bahan, warna, tekstur, struktur dan konstruksi, ragam hias, dll.
Pola permukiman
Wawancara
Pengamatan langsung
dan physical mapping
13
2. Melakukan survei pendahuluan untuk mengetahui kondisi eksisting keseluruhan secara
garis besar. Sebelum memulai survei pendahuluan, permohonan ijin memasuki kawasan
diajukan kepada tetua adat atau kepala pemerintahan desa setempat.
3. Menentukan pengelompokan data berdasarkan kebutuhan, baik data fisik maupun data
nirfisik. 1) Data fisik meliputi kondisi fisik permukiman, posisi unit hunian dalam tatanan
keruangan permukiman secara keseluruhan, lay out (tata letak) unit hunian (berikut
ukurannya) dan elemen-elemen fisik rumah tinggal, fungsi-fungsi ruang yang ada dalam unit
hunian di permukiman (isu ini dapat berkembang dan berkaitan dengan aspek hubungan
sosial, kekerabatan, tatanan keluarga, tata nilai ritual, kepercayaan, kosmologi, dll), dan
aspek fisik bangunan: (a) Bentuk; (b) Tata ukuran; (c) Bahan; (d) Warna; (e) Tekstur; (f)
Struktur/konstruksi; (g) Ragam hias, dll, yang secara spesifik dipandang perlu untuk diteliti
pada unit hunian permukiman. 2) Data nirfisik meliputi aspek historis permukiman, kondisi
demografi permukiman, posisi geografis, sistem kepercayaan, dan sistem sosial
kemasyarakatan, dan aspek lain yang kemungkinan berkembang dan diperlukan dalam
pengumpulan data.
4. Survei lapangan dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara kepada pemerintahan
desa setempat untuk mencari data yang relevan dengan posisi geografis, kondisi demografi,
aspek historis permukiman, dan sejumlah data lain yang relevan dengan penelitian.
Wawancara juga dilakukan kepada tetua adat untuk menelusuri aspek kesejarahan, sistem
sosial kemasyarakatan, dan aspek lain yang terkait.
5. Pengamatan langsung di lapangan terhadap kondisi fisik permukiman dan tata letak unit
hunian. Physical mapping dan pemetaan kawasan mulai dilakukan untuk mendapatkan
informasi mengenai pola permukiman Desa Sekardadi. Data juga diperoleh dengan
mendokumentasikan kondisi eksisting dengan kamera digital dan kamera video.
6. Penelusuran fungsi-fungsi ruang yang ada dalam unit hunian, baik dilakukan dengan
pengamatan langsung, wawancara terhadap pemilik rumah, maupun pendokumentasian
secara digital. Physical mapping juga dibutuhkan dengan membuat sketsa-sketsa lapangan,
sehingga memudahkan untuk penggambaran ulang dengan komputer. Pengamatan fisik
bangunan juga dilakukan dengan pendokumentasian secara digital dan sketsa-sketsa tangan.
7. Data lapangan yang diperoleh dikompilasi dan dikelompokkan berdasarkan kebutuhan, baik
data fisik dan nirfisik kawasan. Pengelompokan data juga dilakukan berdasarkan tingkat
kebutuhannya, apakah termasuk data utama atau data penunjang.
8. Analisis dilakukan dengan membuat deskripsi secara kualitatif setiap data yang telah
dikelompokkan tersebut. Sintesa dilakukan pada data-data yang memiliki keterkaitan.
9. Melakukan penyimpulan atas penelitian yang telah dilakukan.
Jadual Kegiatan Penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.1.
14
Tabel 4.1 Jadual kegiatan penelitian
No. Tahap Kegiatan Tahun 1 Thn
2 Thn
3 Bulan Mei Jun Jul Agst Sept Okt
I. Tahap Persiapan
1. Survei pendahuluan
2. Penyusunan proposal
3. Pendekatan pada tokoh masyarakat dan kepala desa setempat
4. Penelusuran literatur dan data yang relevan dari internet
5. Pengajuan proposal untuk pendanaan kepada institusi
II. Tahap Survei Lapangan
1. Penyusunan program survei
2. Wawancara tak terstruktur (key person)
3. Pemetaan dan pengukuran
4. Penelusuran data fisik dan nirfisik desa
III. Tahap Analisis Data
1. Kompilasi dan tabulasi data
2. Analisis data dengan deskriptif kualitatif
3. Penggambaran peta kawasan dengan komputer dan sketsa tangan
IV. Tahap Penarikan Kesimpulan
1. Simpulan dan saran
2. Peluang penelitian di masa depan
V. Penyusunan Laporan
1. Proposal Penelitian
2. Laporan Kemajuan
3. LaporanAkhir
VI. Publikasi Ilmiah
1. Penulisan paper
2. Publikasi dalam seminar nasional
Keterangan: Rencana
Realisasi
15
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Sejarah Desa
Studi-studi antropologi terdahulu (Bateson, 1970; Geertz, 1959; Mead dkk, 1942) menunjukkan
bahwa Bali dan budayanya telah menjadi bahan permenungan bagi penelitian etnografi dunia.
Sebagaimana diungkap secara lugas oleh Reuter (2005:9-10) wilayah-wilayah ritual di daratan
tinggi Bali itu dipersatukan oleh orientasi bersama dari asal-usul yang sama. Pengistilahan secara
topografis penduduk Pegunungan Bali mengacu pada jarak fisik yang memisahkan penduduk
dataran tinggi dengan penduduk di sekitar pusat-pusat politik dan perkotaan yang terletak di
wilayah Bali Selatan. Istilah Bali Aga didefinisikan secara harfiah sebagai bangsa yang jauh dan
terpinggirkan. Sebagian para ahli menyebutknya sebagai Bali Muna atau Bali Kuna yang
bermakna orang Bali asli atau kuno. Dengan demikian pemaknaan istilah Bali Aga kemudian
direpresentasikan sebagai penduduk asli yang masih mempertahankan suatu tradisi budaya yang
berasal dari sebelum munculnya kebudayaan Bali sebagaimana didefinisikan oleh orang Bali
Selatan (Reuter, 2005). Kemudian Reuter juga menegaskan bahwa terminologi Bali Aga
dipertahankan karena pegunungan merupakan tempat tinggal para dewa-dewi yang suci dalam
kosmologi orang Bali, selain juga sebagai sumber air.
Sejarah Desa Sekardadi tidak dapat dipisahkan dengan sejarah Desa Bayung Gede sebagai desa
induk dan 28 desa turunan lainnya di Kabupaten Bangli. Dari 28 desa turunan tersebut, tiga di
antaranya memiliki pertalian darah penghuni yang cukup erat, antara lain Desa Sekardadi,
Penglipuran, dan Tiga Kawan. Sejarah perkembangan 28 desa tersebut, khususnya yang terletak
di Kecamatan Kintamani, memiliki kegiatan-kegiatan adat yang hampir serupa dengan yang
dimiliki Desa Bayung Gede. Dalam beberapa kegiatan adatnya, Desa Bayung Gede mengundang
perwakilan dari ke-28 desa tersebut, demikian pula sebaliknya. Biasanya dalam kegiatan-
kegiatan tersebut mereka menampilkan atraksi kesenian/tari-tarian khas desanya. Tabel
dibawah menunjukkan 28 desa yang memiliki kemiripan fisik dan non fisik dengan desa Bayung
Gede.
5.2. Letak Geografis dan Potensi Desa
Desa Sekardadi terletak di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, pada ketinggian berkisar
800-1700 meter dengan tingkat kemiringan tanah 20 derajat. Letak Desa Sekardadi di dataran
tinggi memiliki zona iklim yang tidak memungkin melakukan persawahan intensif. Karenanya,
secara historis, kepadatan penduduk desa ini tidak tinggi. Dari data Monografi Desa Tahun 2014,
tidak terdapat sama sekali lahan untuk persawahan irigasi sebagai ciri-ciri ekonomi agraris.
Kondisi iklim seperti ini lebih memungkinkan untuk bercocok tanam varietas padi kering yang
kematangannya lambat, jeruk, jagung, ubi jalar, pisang, dan sayur-sayuran. Jenis ternak yang
cocok dikembangkan adalah sapi, ayam, dan babi. Tahun-tahun terakhir, selain ekspor ternak,
juga mulai dikembangkan ekspor hasil-hasil pertanian, seperti kopi, sitrus, dan cengkeh telah
dapat diandalkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakatnya.
Kemiskinan merupakan masalah yang sangat umum di desa-desa pegunungan. Terutama
disebabkan oleh kurangnya lahan pertanian produktif dengan pendapatan yang cukup
menjanjikan. Para generasi muda tidak cukup banyak memperoleh lahan pertanian, sehingga
mencari sumber-sumber pendapatan lain di tempat lain. Kesempatan ekonomi yang terbatas ini
tidak hanya karena faktor alam, tetapi juga karena keterbatasan akses menuju peluang-peluang
16
sektor perekonomian modern. Pada industri pariwisata budaya, kaum Bali Aga diposisikan
secara kurang menguntungkan sebagai masyarakat kurang berbudaya dibandingkan dengan
masyarakat Bali Selatan (Picard, 1990). Desa Sekardadi juga tidak memiliki objek wisata yang
potensial dan bervariasi, seperti danau, gunung, hutan, air terjun, ataupun cagar budaya. Namun
tahun-tahun terakhir ini, mulai dikembangkan agrowisata sebagai upaya untuk meningkatkan
potensi ekonomi desa.
Jumlah kepala keluarga (KK) yang terdata di Desa Sekardadi pada tahun 2015 sebanyak 287 KK,
dimana jumlah antara laki-laki dan perempuan hampir berimbang, yaitu 488 orang laki-laki dan
463 perempuan, atau memiliki sex ratio 1:1. Sementara itu, dari data tingkat pendidikan, hampir
50% penduduk desa ini menamatkan sekolah hanya sampai tingkat pendidikan menengah
pertama (SMP). Dari data ini dapat diketahui bahwa masyarakat Desa Sekardadi sebagian besar
sudah melek huruf dan angka, walaupun ada juga penduduk yang buta huruf, terutama para
lanjut usia yang tidak pernah mengenyam pendidikan formal.
5.3. Kehidupan Sosial dan Budaya
Sebagai salah satu desa tua di Kabupaten Bangli, keberadaan Desa Sekardadi dapat terjaga hingga
kini dikarenakan dalam setiap kehidupan masyarakat selalu berpegang pada awig–awig desa.
Begitu juga halnya dengan pemanfaatan wilayah desa yang telah diatur dalam ketentuan desa
adat. Jika ada masyarakat yang melanggar maka akan mendapatkan sanksi, mulai dari
pamindanda (denda) hingga dikeluarkan dari keanggotaan krama desa adat. Hukum adat (awig–
awig) adalah aturan yang dibuat oleh warga (krama) desa adatyang dipakai pedoman dalam
pelaksanaan kegiatan sehari-hari masyarakat Desa Sekardadi, baik dalam pelaksaan tara ruang
desa maupun dalam pekarangan.
Terdapat empat bentuk persekutuan dasar yang terkait dengan secara fungsional struktural yang
terdapat dalam kehidupan personal masyarakat Desa Sekardadi, yaitu keluarga inti, dadia, banjar
dan pakraman desa atau warga. Keempat persekutuan tersebut sangat erat kaitanya dengan hak
dan kewajiban sebagai warga desa. Semakin terbukanya desa terhadap lingkungan luar
menyebabkan semakin tingginya minat terhadap pendidikan, terutama generasi mudanya. Arus
globalisasi juga telah masuk ke dalam desa ini, namun demikian Desa Sekardadi masih memiliki
banyak keunikan dan kearifan tradisional. Di antara keunikan unikan tersebut teletak pada
bahasa keseharian antar penduduk desa, sistem kepercayaan, ritual keagamaan, sistem
kemasyarakatan, dan pandangan hidup.
5.4. Sistem Pemerintahan
Secara umum, sistem pemerintahan desa yang dikenal oleh masyarakat Bali adalah sistem
pemerintahan desa dinas dan sistem pemerintahan desa adat. Keduanya memiliki perbedaan
secara substansial, struktur dan fungsi. Keterikatan masyarakat maupun respon yang diberikan
pada dua lembaga pemerintahan tersebut berbeda pula. Sistem pemerintahan adat di pimpin
oleh ulu apad yaitu sesepuh desa yang terdiri dari delapan orang yaitu, 1 pasang kebaan, 1 pasang
pasek, 1 pasang takin dan 1 pasang pamurakan.
Secara turun–temurun kehidupan masyarakat Desa Sekardadi tidak pernah terlepas dari adat.
Begitu juga sistem organisasi sosial yang ada selalu mengacu pada sistem adat dan awig–awig.
Hal ini lah yang mendasari sistem organisasi sosial yang kuat dan bertahan hingga kini. Jenis-
17
jenis lembaga tradisional dalam masyarakat Bali adalah desa, banjar, subak, dan sekehe. Konsep
desa memiliki dua pengertian, yaitu desa adat dan desa dinas.
5.5. Sistem Kemasyarakatan
Sebagai desa yang masih tradisional dan selalu menjunjung tinggi awig–awig desa, kehidupan
masyarakat Desa Sekardadi selalu mengedepankan prinsip persatuan, kesatuan dan
kebersamaan. Hal ini dikarenakan setiap warga memiliki tanggung jawab untuk menjaga
kelestarian dan kesucian desa. Sebagai salah satu dari desa Bali Aga, desa ini memiliki budaya,
dialek bahasa, dan ritual yang berbeda dari desa-desa lain di Bali. Dalam sistem sosialnya, desa
ini menganut sistem ulunan atau prajuru. Sistem ulunan berarti mengedepankan kedudukan
dalam keluarga berdasarkan perkawinan. Begitu seseorang menikah, maka namanya dimasukkan
dalam karma adat. Selain krama desa adat tersebut terdapat pula warda desa yang disebut
dengan istilah pancer (panca datu), yaitu: 1) Warga pasek bertugas untuk tetap melestarikan
adat; 2) Juru gemblung yang bertugas untuk memegang gamelan sakral ketika ada upacara di
pura; 3) Juru gambuh bertugas sebagai penari tari-tarian sakral; 4) Juru lawan bertugas sebagai
penari saat upacara Galungan dan Kuningan; dan 5) Juru Sudamala bertugas untuk melaksanakan
upacara pembersihan pada saat terjadi kematian atau upacara ngaben.
5.6. Pola Spasial Permukiman
Konsep Hulu-Teben di Desa Bali Aga
Konsep Hulu-Teben merupakan arsitektur tradisional Bali karena memiliki latar belakang atau
dilatari oleh konsep keluhuran, artinya menghormati para leluhur dalam bentuk proses
penanaman mayat, kemudian pengabenan (ritual pembakaran jenazah) dan memukur atau
nyekah (ritual peningkatan status sang rohmenjadi roh suci/sang pitara) dan terakhir dengan
upacara ngelinggihang Dewa Hyang atau dewapitara atau meningkatkan sang pitara menjadi
leluhur dan ditempatkan di sanggah kemulan/tempat suci di karang umah/rumah tinggal
(Ardana, 1982:15).
Kepercayaan pada konsep Hulu-Teben (atas-bawah) yang ditampilkan dalam wujud meletakkan
arah kepala mayat ke arah bukit atau gunung, kepercayaan ini merupakan keyakinan masyarakat
Bali pada masa itu bahwa roh leluhur mereka berada di tempat ketinggian atau gunung. Konsep
ini (hulu-teben) sampai sekarang masih berlaku dalam setiap perencanaan lingkungan
perumahan/perkampungan/desa di Bali. Penataan desa-desa adat di Bali masih menerapkan
konsep Hulu-Teben ini. Parwata (2015:216) menegaskan bahwa apresiasi pada para leluhur saat
ini banyak ditemukan dalam bentuk Sanggah/Pemerajan atau tempat suci keluarga untuk setiap
rumah tinggal, kemudian berkembang ke Pura Genealogi seperti Pura Dadia, Pura Paibon serta
Merajan Alit, dan pada akhirnya menyebar ke Pura Kahyangan Tiga (tiga buah tempat suci
sebagai indikator religius keberadaan sebuah desa adat di Bali).
Pada tataran pola desa adat, Gelebet (1982:12) menyatakan bahwa desa adat di daerah Bali
pegunungan, menempatkan zona sakral dengan tata nilai utama pada arah gunung sebagai kaja
dan Hulu desa serta arah laut atau lawan dari gunung sebagai kelod/Teben bernilai rendah.
Dengan konsep ini, desa-desa pegunungan cenderung berpola linear dengan core desa sebagai
penghubung zona Hulu dan Teben Desa. Sementara itu, di desa dataran di samping berpedoman
pada konsep Hulu-Teben atau berdasarkan arah gunung-laut (kaja-kelod), juga menempatkan
zona Hulu pada arah matahari terbit sebagai kangin bernilai utama dan matahari tenggelam
18
sebagai zona Tebe sebagai Kauh yang bernilai nista/rendah. Dengan kedua kiblat ini, Gelebet
(1982:13) menambahkan bahwa pola desa dataran umumnya berpola perempatan agung atau
nyatur desa berupa dua jalan desa utama menyilang desa Timur-Barat (kangin-kauh) dan Utara-
Selatan (kaja-kauh) membentuk persilangan. Titik persilangan merupakan pusat desa.
Prinsip-prinsip dalam penghormatan terhadap para leluhur di atas yang menjadi pedoman disain
dalam arsitektur tradisional Bali yang diwarisi hingga kini, dimulai dari arsitektur tradisional Bali
pegunungan yang lebih tua berupa Hulu/kaja (arah gunung/ketinggian bernilai utama)-
Teben/kelod (arah laut bernilai nista. Ini termasuk arsitektur Bali dataran dengan ditambahkan-
nya arah Hulu/kangin (arah matahari terbit bernilai utama)-Teben/kauh (arah matahari
tengelam bernilai nista).
Pura Kahyangan Tiga merupakan indikator religius atas keberadaan sebuah desa adat di Bali,
terdiri dari : (i) Pura Desa, terletak di Hulu desa, didedikasikan untuk Dewa Brahma manifestasi
Tuhan sebagai Pencipta Dunia. Sementara itu, Pardiman (1986:18) menambahkan bahwa Pura
Desa lebih dikenal dengan sebutan Pura Bale Agung: “Pura Bale Agung is the sacred meeting place,
the place where villager meet their ancestors during the village festival days”, sebuah tempat suci
dimana para warga desa melakukan pertemuan dengan para leluhurnya saat-saat upacara, (ii)
Pura Puseh ditempatkan di Hulu desa/kaja, didedikasikan untuk Sri Wisnu, Tuhan sendiri sebagai
Sang Pemelihara Dunia. Kom (1936:85) menambahkan bahwa Pura ini sebagai “temple of arigin,
temple for the lord of the ground and finnaly the villager will later also worship the deified
forefather or clan and villager founder”. Unsur Pura Kahyangan Tiga terakhir adalah Pura Dalem
(Pura ini didedikasikan untuk Dewa Siwa, manifestasi Tuhan sebagai Pelebut Dunia). Keberadaan
Pura Dalem selalu dilengkapi dengan satu setra desa adat. Semua upacara kematian berhubungan
dengan Setra/Sema dan Pura Dalem, seperti : (i) upacara Metanem adalah menguburkan jenazah,
(ii) upacara ngaben/pelebon adalah pembakaran jenazah, (iii) upacara ngeroras/ngasti/meligia
adalah upacara peningkatan status sang roh menjadi pitara/roh yang disucikan dan (iv) upacara
ngelinggihan dewahyang adalah menempatkan pitara di sanggah/ pemerajan menjadi leluhur.
Alasan Pura Dalem sebagai Srana/kedudukan sang pelebur dunia dan kematian adalah sebuah
peleburan kematian, maka Pura Dalem dan Setra ditempatkan pada satu lokasi di Teben
desa/kelod.
Perwujudan Konsep Hulu-Teben pada Pola Spasial Permukiman
Sebagai konsep tata nilai dalam pembentukan pola permukiman Bali Aga di pegunungan yang
sampai saat ini masih diaplikasikan secara turun-menurun dari generasi ke generasi, maka arah
gunung merupakan hulu atau kaja sebagai zona sakral dengan hierarki tertinggi (utama).
Sementara itu, arah laut merupakan teben atau kelod dengan nilai paling profan dan lebih rendah
(Rahayu, 2012; Pardiman, 1986; Gelebet, 1982). Dengan demikian, pada zona hulu dipergunakan
untuk menempatkan Pura Desa dan Pura Puseh, dua bagian dari Pura Kahyangan Tiga yang
merupakan penanda religiusitas dari keberadaan sebuah desa adat (Ngoerah Gde, 1981). Pada
sisi yang berlawanan, Kertiyasa (1984) menyatakan bahwa zona teben dimanfaatkan oleh desa
adat sebagai tempat untuk Pura Dalem atau satu bagian dari Pura Kahyangan Tiga, dan kuburan
desa adat (setra). Berdasarkan paparan tersebut, maka konsep hulu-teben merupakan
pengetahuan dasar di dalam dialog pembentukan pola Desa Sekardadi.
Sebagaimana umumnya desa-desa Bali Aga, Desa Sekardadi merupakan bagian dari jaman
kehidupan Bali Kuno. Pusat-pusat permukiman desa-desa tersebut terletak pada daerah
pedalaman atau pegunungan. Sebagian besar mata pencaharian penduduk sebagai petani dan
19
peternak yang memanfaatkan kesuburan pegunungan Gunung Batur. Dengan demikian, maka
Gunung Batur yang terletak di kaja (utara) menjadi orientasi desa. Konsep hulu-teben
membedakan ruang desa menjadi tiga zona: 1) zona hulu sebagai lokasi pura; 2) zona tengah
untuk kawasan perumahan; dan 3) teben merupakan zona kuburan desa adat.
Konsep pola desa hulu-teben memungkinkan pola linier (linear pattern) menjadi pola Desa
Sekardadi. Jalan utama desa yang membentang dari utara ke selatan merupakan pusat yang tidak
hanya berfungsi sebagai sirkulasi umum, tetapi juga berfungsi sebagai ruang terbuka yang
menghubungkan pintu masuk pekarangan setiap rumah. Posisi jalan lebih rendah dari unit
hunian yang mengapit jalan desa. Selain itu, pusat juga memiliki makna sebagai orientasi ruang
publik saat melaksanakan upacara adat (Manik, 2007). Pintu-pintu pekarangan dari setiap unit
hunian mengarah atau beriorientasi ke jalan utama desa. Pekarangan hanya berfungsi sebagai
tempat tinggal untuk mengadakan upacara dan berhubungan dengan keluarga. Untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya, penduduk mengusahakan kebun/ladang (pategalan) di luar desa atau di
luar kawasan perumahan. Keterbatasan lahan dan keinginan untuk berinteraksi dengan jalan
utama menyebabkan terjadi pengembangan perumahan ke arah luanan/hulu, tetapi tetap
mempertahankan untuk tidak membangun di luanan Pura.
Dialog antara karateristik religius desa secara umum di Bali (ditandai oleh keberadaan Pura
Kahyangan Tiga + Setra/kuburan desa adat) dengan sistem spasial Desa Sekardadi, menunjukkan
bahwa desa ini telah mengadaptasi unsur-unsur Pura Kahyangan Tiga sebagai bentuk
implementasi sebuah desa adat. Pola spasial Desa Sekardadi dapat dilihat pada Gambar 1.
Pola spasial yang mengikuti jalan utama desa sebagai sumbu orientasi menyebabkan perumahan
penduduk berada di sepanjang jalan utama desa. Jalan utama desa merupakan sumbu utama desa
yang menjadi sumbu orientasi sesuai konsep hulu-teben. Permukiman tersebut dikelilingi oleh
kawasan perkebunan dan tegalan dan perkembangannya yang menyebar pada lokasi pertanian
yang berada pada luar desa. Kawasan perkebunan dan tegalan tersebut disebut dengan istilah
kubu. Kubu merupakan rumah tinggal di luar pusat permukiman di ladang, di perkebunan atau
tempat tempat kehidupan lainya. Lokasi kubu tersebar tanpa dipolakan sebagai suatu lingkungan
permukiman, menempati unit-unit perkebunan atau ladang-ladang yang berjauhan tanpa
penyediaan sarana utilitas. Pola ruang kubu sebagai rumah tempat tinggal serupa pola dengan
rumah/umah (Gelebet, et al. 1985:39).
20
Gambar 5.1 Pola linier desa merupakan perwujudan dari konsep hulu-teben
(Sumber: Hasil survei, Agustus 2016, hak cipta ada pada Penulis)
TEBEN (Palemahan)
HULU (Parahyangan)
Permukiman Penduduk
(Pawongan)
Pura Dalem
Pura Puseh
Pura Bale Agung
21
Gambar 5.2 Situasi Desa Adat Sekardadi, Kecamatan Kintamani, Bangli (searah jarum jam)
(1) dan (2) Jalan utama desa sebagai sumbu utama dari pola spasial pemukiman desa (3) Gerbang desa sebagai penanda kawasan (4) Deretan rumah di sepanjang jalan utama membentuk pola linier.
(Sumber: Hasil observasi, Agustus 2016, hak cipta pada penulis)
5.7. Fasilitas Penunjang Hunian
Fasilitas penunjang pelayanan lingkungan yang ada di Desa Sekardadi digunakan untuk
menunjang aktivitas desa yang memungkinkan terjadinya interaksi sosial antar warga.
Kebutuhan akan peningkatan kualitas maupun kuantitas fasilitas ini terjadi akibat pertambahan
penduduk, perubahan pola hidup, peningkatan ekonomi dan perubahan status sosial.
a. Tempat Ibadah/Pura
Pura adalah bangunan suci yang berfungsi sebagi tempat pemujaan Tuhan Yang Maha Esa/Ida
Sang Hyang Widi Wasa dalam manifestasinya sebagi Brahma, Wisnu, Siwa. Dalam tingkatan yang
lebih kecil, yaitu pura dadia juga berfungsi sebagai tempat pemujaan roh leluhur yang telah
disucikan. Segala bentuk upacara, pemeliharaan dan perbaikan pura yang bersifat umum
dikerjakan oleh masyarakat dalam krama arep, sedangkan untuk pura dadia dikerjakan oleh
masyarakat yang termasuk dalam pemilik/pengemong dadia masing-masing. Pelaksanaan
piodalan di masing-masing Pura jatuh pada hari yang tidak bersamaan sehingga sehingga ruang-
ruang publik yang tersedia cukup untuk menampung kegiatan tersebut. Untuk hari-hari tertentu
seperti: Purnama (bulan penuh), Tilem (bulan mati), Anggara Kasih di masing-masing pura ini
juga dilaksanakan pemujaan, seperti umumnya di daerah lainnya.
Pura Puseh terletak di sebelah utara desa hanya para daha-truna (pemudi-pemuda) dan laki-laki
yang diijinkan sembahyang disini, sementara bagi perempuan yang sudah mendapat upacara
khusus dan menyelesaikan upacara dalam rangkaian Hulu Apad baru diperbolehkan untuk
22
mengadakan pemujaan disini. Selain Pura Puseh, juga terdapat Pura Bale Agung yang terletak di
seberang Pura Puseh dan masih dalam kawasan hulu/utara sebagai kawasan yang memiliki
hierarki paling sakral (parahyangan). Pada sisi teben/selatan desa, terdapat Pura Dalem sebagai
kawasan yang memiliki nilai paling rendah (nista) dan ditandai dengan keberadaan setra
(kuburan desa).
Gambar 5.3 Pura Puseh yang terletak pada hulu desa dengan hierarki tertinggi sebagai kawasan paling sakral (parahyangan)
(Sumber: Hasil observasi, Agustus 2016, hak cipta pada penulis)
b. Balai Pertemuan (Balai Banjar)
Balai pertemuan atau bale banjar merupakan sarana untuk mempertemukan warga dalam suatu
musyawarah/paruman untuk membicarakan permasalahan maupun kesepakatan yang terkait
dengan kepentingan desa baik masalah adat maupun non adat. Selain itu juga difungsikan sebagai
tempat menyelenggarakan hiburan, seperti pementasan drama tradisional Bali, pertunjukan tari-
tarian, dll.
Gambar 5.4 Balai pertemuan (balai banjar)
(Sumber: Hasil observasi, Agustus 2016, hak cipta pada penulis)
c. Kantor Kepala Desa
Desa Sekardadi terdiri atas satu pemerintahan administratif desa, yang melayani kebutuhan
administratif masyarakat dan bukan merupakan kepentingan adat. Kepala desa/perbekel yang
secara administratif membawahi pengurus desa/prajuru desa. Sebagai bentuk pengembangan
fungsi akhirnya juga dipakai sebagai tempat untuk menyelesaikan administrasi adat. Sebelum
23
ada kantor kepala desa, penyelesaian kepentingan yang terkait dengan adat dilakukan di rumah
Jro Bayan selaku pimpinan tertinggi di tingkat adat.
Gambar 5.5 Kantor Kepala Desa Sekardadi
(Sumber: Hasil observasi, Agustus 2016, hak cipta pada penulis)
d. Sekolah
Desa Sekardadi hanya memiliki satu sekolah dasar (SD) dan satu taman kanak-kanak (TK) yang
terletak bersebelahan dengan kantor desa. Keberadaan SD dan TK ini sangat membantu para
anak-anak untuk memperoleh pendidikan pada tingkat awal. Kedua sekolah ini terletak di dalam
lingkungan permukiman dengan jalur pencapaian yang mudah, sehingga memudahkan anak-
anak di desa ini untuk memperoleh pendidikan. Untuk pendidikan tingkat menengah (SMP) dan
atas (SMA) belum tersedia, sehingga setelah tamat SD, mereka melanjutkan sekolah ke selatan
desa, di sekitar Kintamani dengan jarak yang cukup jauh dari desanya.
e. Lembaga Perkreditan Desa (LPD)
Desa Sekardadi memiliki sebuah LPD yang berfungsi sebagai tempat bagi penduduk untuk
menyimpan atau menyimpan dana yang terletak di tengah-tengah pemukiman, Arus dana yang
terjadi di LPD cukup lancar, terutama dari hasil perkebunan jeruk.
f. Warung/Kios
Beberapa orang masyarakat (terutama yang berdekatan dengan jalan utama) memanfaatkan
areal pekarangannya untuk mendirikan warung/kios sebagai usaha untuk berjualan kebutuhan
masyarakat sehari-hari. Karena areal pekarangan lebih tinggi dari jalan raya, maka
pembangunan warung/kios berada pada area telajakan, sehingga tidak banyak mengurangi areal
pekarangan pemiliknya. Pada saat-saat tertentu, seperti pada saat odalan (upacara) di Pura Bale
Agung, terdapat pedagang tumbuh yang menggelar dagangannya di areal pura/jaba pura.
Warung-warung ini hanya didirikan selama upacara berlangsung (bersifat temporer). Setelah
upacara selesai, warung-warung tersebut dibongkara karena ditempat tersebut tidak diizinkan
untuk mendirikan warung atau bangunan baru yang permanen.
24
Gambar 5.5 Warung yang dibangun di areal telajakan
(Sumber: Hasil observasi, Agustus 2016, hak cipta pada penulis)
g. Kuburan (Setra)
Kuburan ini diperuntukan bagi mereka yang meninggal secara wajar, tidak cacat fisik maupun
mental dan meninggalnya tidak bersamaan dengan pelaksanaan upacara/wali di pura yang ada di
desa. Kuburan ini terletak di sebelah selatan desa. Pengusungan mayat menggunakan bale
kecil/asagan yang diusung oleh empat orang. Mayat diletakkan di atas bale setelah mendapat
upacara mebersih, kemudian ditutup kain kafan/kasa dan di atasnya ditutupi kembali dengan
tikar. Posisi kepala mayat menghadap ke selatan (teben) berbeda dengan posisi tidur yang
menghadap ke utara/timur (hulu).
5.8. Pola Tata Letak Hunian
Pola rumah tinggal orang Bali dapat dibedakan berdasarkan letak atau posisi suatu daerah
dimana berada. Secara geografis, rumah tradisional Bali terletak di daerah pegunungan dan
daratan. Khususnya rumah-rumah tradisional Bali Aga lebih banyak terdapat di daerah
pegunungan atau berada di bagian Bali Utara dan Timur, Sementara itu, rumah-rumah tradisional
Bali Selatan cenderung berada di daerah dataran, dan hal ini juga terkait dengan pengaruh dinasti
Majapahit. Pola rumah tinggal desa-desa tradisional lebih dominan cenderung mengarah pada
pola linear meski ada beberapa desa yang memiliki pola menyebar seperti yang terdapat di
daerah dataran. Rumah seperti di Desa Tenganan, Kabupaten Karangasem, dan Desa Penglipuran,
Kabupaten Bangli, memiliki pola rumah yang memusat ke tengah atau compound dengan pola
natah, namun pola natah ini tidak terdapat pada rumah-rumah di desa-desa Bali Aga yang
terletak di pegunungan. Hal ini juga diungkap oleh Runa (2004) dalam penelitiannya tentang
spatial pattern dari desa-desa tradisional. Demikian juga Dwijendra (2009) menegaskan bahwa
pola rumah tinggal di desa-desa tradisional adalah pola linear dengan kekhususan pada tiang
yang berjumlah 12 yang disebut sakaroras atau tampul roras. Sementara orientasi rumah tidak
hanya berorientasi pada arah gunung-laut, namun juga tinggi rendah tanah, dan juga berorientasi
pada jalan utama.
Tipologi hunian menunjukkan bahwa pola asli dari hunian Desa Sekardadi mengikuti filosofi yang
hulu-teben. Daerah hulu menunjukkan daerah paling bersih/disucikan dan daerah teben adalah
daerah nista dan merupakan daerah publik. Hunian dibangun dengan menggunakan sikut atau
ukuran yang menyesuaikan dengan ukuran badan dari pemilik hunian. Atap pelana dengan
kemiringan yang tinggi bahannya dari bambu setempat, dinding dari anyaman bambu (gedeg),
tiang dari balok kayu atau bambu, dengan alat untuk menyambung konstruksi memakai tali yang
25
dibuat dari bambu. Saat ini, hampir semua hunian di Desa Sekardadi telah mengalami perubahan,
baik perubahan penggunaan material, tampilan, dan juga penambahan jumlah massa bangunan
dalam satu pekarangan. Secara umum, perubahan pada bangunan lebih banyak terjadi pada
bentuk, mencakup transformasi pada sosok/proporsi, struktur dan bahan serta ornamen. Namun
secara umum, perubahan-perubahan tersebut tdak banyak mengubah atmosfer desa karena tidak
banyak penduduk desa ini yang merantau ke luar, sehingga para perantau tersebut tidak banyak
membawa budaya baru dari perantauannya.
Pola tata letak hunian di Desa Sekardadi lebih mengikuti pola desa induknya, yaitu Desa Bayung
Gede. Pola ini sangat berbeda dengan pola hunian di desa Bali dataran yang sangat kompleks
dengan ruang-ruangnya. Pola pekarangannya sangat sederhana dengan memakai konsep hulu-
teben pekarangan dibagi atas 3 bagian, yaitu :
Zone Hulu : untuk Sanggah/Tempat Suci
Zone Tengah : untuk bangunan Paon/Dapur dan Bale Pengaman
Zone Teben : untuk Lumbung/Gelebeg/Jineng dan Angkul-angkul
Fungsi dari masing-masing bangunan adalah sebagaai berikut:
1. Tempat Suci/Sanggah sebagai tempat memuja leluhur dan Ida Sang Hyang Widhi, dalam
sanggah terdapat dua bangunan/pelinggih pokok yang harus dimiliki masing-masing KK,
yaitu: Kemulan dan Bhatara Guru. Pelinggih ini memakai tiang penyangga (saka) berupa
carang dadap (sejenis tanaman tertentu) dan bagian atasnya terbuat dari bambu yang
dianyam, sering disebut sangggah turus lumbung.
2. Dapur/Paon, berfungsi sebagai tempat memasak, menyiapkan makanan, mempersiapkan
alat-alat upacara, tempat upacara pernikahan, tempat tidur orang tua. Selain itu, dapur juga
berfungsi sebagai bale kematian, segala bentuk prosesi upacara untuk mayat sebelum
dibawa ke kuburan dilakukan di dapur. Ruang tidur diletakkan dalam satu ruangan pada
bangunan ini dengan maksud supaya pada malam hari yang dingin, penghuni bisa
menyalakan api dari tungku untuk mengurangi rasa kedinginan. Anak yang telah mencapai
usia 3 tahun tidur terpisah dengan orang tua.
3. Bale Pegaman, berfungsi sebagai tempat tidur. Dan pada waktu tertentu difungsi sebagi
tempat upacara Ngarorasin, urutan upacara setelah upacara Mianin.
4. Jineng/Gelebeg/Lumbung, berfungsi sebagai tempat menyimpan hasil bumi seperti padi.
5. Angkul-angkul berfungsi sebagai pintu masuk dan merupakan ruang peralihan dari jalan
menuju hunian.
Keberadaan Sanggah Kemulan dan Bhatara Guru menunjukkan adanya kedekatan dengan
leluhur. Ketika kedua orang tua sudah meninggal, maka kedua pelinggih ini dibongkar bersamaan
dengan upacara penguburan mayat dan selanjutnya digantikan dengan sanggah baru sampai
akhirnya para orang tua yang membuat ini meninggal, kemudian diganti dengan yang baru oleh
keturunannya. Demikian terus berlangsung sebagai sebuah siklus yang pasti. Pola sirkulasi dan
pencapaian ke setiap bangunan dalam pekarangan sangat sederhana, yaitu mulai dari pintu
masuk melewati lumbung menuju ke halaman hunian dan dari area ini mulai masuk ke
dapur/Paon kemudian Bale Pegaman, dan Sanggah/Merajan berakhir sebagai tempat pemujaan.
Pembagian lahan diatur sedemikian rupa sehingga ada yang berbentuk memanjang dan persegi.
Sementara itu, hunian yang ada di Desa Sekardadi merupakan hunian dengan masa dan bentuk
umumnya persegi sederhana dengan pekarangan yang memanjang ke belakang (panjang ± 20 m).
26
27
28
29
30
30
BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan
Pembentukan pola spasial permukiman Desa Sekardadi mengikuti Konsepsi Tri Kita Karana
(parahyangan, palemahan, dan pawongan), Tri Mandala (Utama, Madya, dan Nista), konsepsi
hulu-teben (atas-bawah) sebagai bentuk penghormatan terhadap leluhur. Gunung Batur yang
terletak di sebelah utara/kaja merupakan pusat orientasi desa. Kemudian konsepsi tata nilai
tersebut diterjemahkan secara fisik ke dalam pola spasial permukiman dengan jalan utama desa
sebagai ruang terbuka yang memanjang (linier) dari arah utara menuju selatan (kaja-kelod), yang
membagi desa menjadi tiga zona: 1) Zona hulu/kaja sebagai lokasi pura (zona parahyangan).
Zona ini memiliki kondisi topografi lebih tinggi, sehingga memiliki hierarki tertinggi dan paling
sakral (Zona Utama Mandala) yang ditandai dengan penempatan Pura Puseh (tempat pemujaan
untuk Dewa Brahma, yaitu Dewa Penciptaan; 2) Zona tengah untuk kawasan permukiman dan
fasilitas huniannya (zona pawongan) dengan kondisi topografi lebih landai sebagai Zona Madya
Mandala untuk meletakkan Pura Bale Agung (tempat pemujaan untuk Dewa Wisnu sebagai Dewa
Pemelihara); dan 3) Zona Teben pada ujung selatan (kelod) yang memiliki kondisi topografi lebih
rendah untuk menempatkan Pura Dalem (tempat pemujaan untuk Dewa Siwa sebagai Dewa
Pelebur) dan setra atau kuburan desa adat (zona palemahan). Zona ini memiliki nilai hierarki
paling rendah dibandingkan dua zona lainnya (Zona Nista Mandala).
6.2 Saran
Terkait dengan hasil studi perlu ada studi lebih lanjut mengenai bagaimana melestarikan
permukiman tradisonal Bali Aga di Desa Sekardadi, mengingat permukiman tersebut mempunyai
makna sejarah dan merupakan warisan budaya yang harus dijaga kelestariannya
31
DAFTAR PUSTAKA
ADIPUTRA, I G.N.T. dkk. 2016. Konsep Hulu-Teben pada Permukiman Tradisional Bali Pegunungan/Bali Aga di Desa Adat Bayung Gede Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli, Bali, dalam Forum Teknik Vol. 37, No. 1, Januari 2016, hal. 14-31.
ALEXANDER, C. 1987. A New Theory of Urban Design. New York.
ARDANA, I G.N.G., dkk. 1982. Sejarah Perkembangan Hinduisme di Bali. Denpasar: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Bali, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Dati I Bali.
DEPDAGRI. 2016. Profil Desa Sekardadi Tahun 2015. Denpasar: Dirjen Pemberdayaan Masyarakat dan Desa.
BATESON, G. 1970. ‘An Old Temple and a New Myth’ dalam J. Belo (Ed.) Traditional Balinese Culture. New York: Columbia University Press.
GANESHA, W; ANTARIKSA, WARDHANI, D.K. 2012. Pola Ruang Permukiman dan Rumah Tradisional Bali Aga Banjar Dauh Pura Tigawasa dalam arsitektur e-Journal, Volume 5 Nomor 2, November 2012, hal. 60-73.
GEERTZ, C. 1959. ‘Form and Variation in Balinese Village Structure’ dalam American Anthropologist Vol. 61 No. 6, hal. 991-1012
GELEBET, I.N. dkk. 1985. Arsitektur Tradisional Daerah Bali. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah.
HABRAKEN, N. J. 1978. Variations: The Systematic Design of Supports. MIT Cambridge; Massachusetts.
KERTIYASA, I M. 1984. Rumusan Arsitektur Bali: Hasil Sabha Arsitektur Tradisional Bali. Denpasar: Pemda Tingkat I Bali.
MANIK, I W. Y. 2007. Pengaruh Demografi, Gaya Hidup, dan Aktifitas terhadap Transformasi Tipo-Morfologi Hunian Tradisional di Desa Bayung Gede, Bali. Tesis. Bandung: Program Pascasarjana Magister Arsitektur, ITBBandung.
MEAD, M. Dkk. 1942. Balinese Character: A Photographic Analysis. New York: Academy of Sciences.
NGOERAH, I G.N.G. 1981. Laporan Penelitian Inventarisasi Pola-Pola Dasar Arsitektur Traditional Bali. Ujung Pandang: Dirjen Pembinaan dan P3M Dirjen Dikti, Depdikbud, Lembaga Penerbitan Universitas Hasanuddin.
PARDIMAN, A. 1986, Fundamental Study on Spatial Formation of Island Village: Environmental Study Hierarchy of Sacred-Profane Concept in Bali, PhD Thesis. Kyoto: Kyoto University.
PARWATA, I. W. 2004. Dinamika Permukiman Perdesaan Pada Masyarakat Bali. Denpasar: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
RAHAYU, N.M.S. 2012. Konsep Hirarkhi Ruang pada Rumah Tinggal Tradisional di Desa Adat Sembiran, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng, Bali, Tesis. Denpasar: Program Studi Magister Arsitektur Universitas Udayana.
RAPOPORT, A. 1969. House Form and Culture. University of Winconsin, Milwaukee.
RAPOPORT, A. 1977. Human Aspects of Urban Form: Towards a Man-Environment Approach to Urban Form and Design. University of Winconsin, Milwaukee.
RAPOPORT, A. 1983. Development, Culture Change, and Supportive Design. University of Winconsin, Milwaukee.
32
REUTER, T. A. 2005. Custodians of the Sacred Mountains: Budaya dan Masyarakat di Pegunungan Bali. I Nyoman Dharma Putra (Penyunting). A. Rahman Zainuddin (Alih Bahasa). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
TURGUT, H. 2001. ‘Culture, Continuity and Change: Structural Analysis of Housing Pattern in Squatter Settlement’ dalam GBER Vol. No. 1.
ZEIZEL, J. 1981. Inquiry by Design. California.
33
L A M P I R A N
34
Lampiran 1. DUKUNGAN SARANA DAN PRASARANA PENELITIAN
Ruang Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Unud, baik di Kampus Bukit Jimbaran dan Kampus
Denpasar memiliki sarana dan prasarana yang memadai untuk pelaksanaan kegiatan penelitian
pada tahap persiapan, pengumpulan data off site, pengolahan data, modeling 3D, serta tahap
penyusunan laporan.
Prasarana laboratorium perumahan dan permukiman dilengkapi dengan koleksi literatur yang
berkaitan dengan kegiatan penelitian ini. Selain itu, ketersediaan sarana meja kerja berikut kursi
akan memudahkan dalam melakukan proses data input, data processing, serta diskusi dengan tim
peneliti serta merencanakan proses penelitian. Proses pengumpulan data secaraoff site yang
meliputi kegiatan transfer data dapat dilakukan secara bersama dengan Tim Peneliti.
35
Lampiran 2. SUSUNAN ORGANISASI TIM PENELITI DAN PEMBAGIAN TUGAS
No. Nama/NIDN Instansi
Asal Bidang
Ilmu Alokasi Waktu Uraian Tugas
1. Ni Ketut Agusintadewi, ST., MT., Ph.D NIDN 0023087104
Jurusan Arsitektur FT Unud
Arsitektur 6 bulan Perancang desain penelitian, pengumpulan dan pengolahan data, penyusunan laporan
2. I Wayan Yuda Manik, ST., MT. NIDN 0019048203
Jurusan Arsitektur FT Unud
Arsitektur 5 bulan Pengumpulan dan pengolahan data, penyusunan laporan
3. Bramana Ajas Putra NIM 1404205002
Jurusan Arsitektur FT Unud
Arsitektur 17 jam Pengumpul data hasil observasi dan pemetaan, modelling 3D objek penelitian
4. Deni Yusrizal NIM 1404205012
Jurusan Arsitektur FT Unud
Arsitektur 17 jam Pengumpul data hasilsurvei wawancara.
36
Lampiran 3. BIODATA TIM PENELITI
1. Ketua Peneliti
A. Identitas Diri
1. Nama Lengkap (dengan gelar) Ni Ketut Agusintadewi, ST., MT., Ph.D L /P
2. Jabatan Fungsional Lektor Kepala
3. Jabatan Struktural Pembina IVa
4. NIP/NIK/No. Identitaslainnya 19710823 199702 2 001
5. NIDN 0023087104
6. Tempat dan Tanggal Lahir Raba Bima, 23 Agustus 1971
7. Alamat Rumah Perumahan Puri Dawas Asri nomor 35, Banjar Dawas, Desa Tibubeneng, Kuta Utara, Badung 80361, Bali
8. Nomor Telepon/Faks/HP 081236028860
9. Alamat Kantor Jurusan Arsitektur, FT Unud, Kampus Bukit Jimbaran, Kuta Selatan, Badung 80361, Bali
10. Nomor Telepon/Faks 0361-703384
11. Alamat e-mail [email protected]; [email protected]
12. Lulusan yang Telah Dihasilkan S-1 = 80 orang; S-2 = - orang; S-3 = - orang
13. Mata Kuliah yg Diampu 1. Arsitektur Dunia 2 (S-1) 2. Real Estate (S-1) 3. Manajemen Proyek (S-1) 2. Teori dan Metode Perancangan Arsitektur 1 (S-1) 3. Teori dan Metode Perancangan Arsitektur 2 (S-1) 4. Studio Perancangan Arsitektur 1 (S-1) 5. Studio Perancangan Arsitektur 2 (S-1) 7. Infrastruktur Perkotaan dan Perdesaan (S-2) 8. Publikasi Ilmiah Jurnal Artikel 2-2 (S-2) 9. Ruang dalam Arsitektur Etnik (S-2) 10. Seminar Proposal (S-2) 11. Resort and Hospitality (Tropical Living Study
Abroad)
B. Riwayat Pendidikan
Program S-1 S-2 S-3 Non Degree
Nama Perguruan Tinggi
Universitas Udayana, Bali
Institut Teknologi Bandung, Jawa Barat
University of Newcastle upon Tyne, United Kingdom
Unesco-IHE, Delft, the Netherlands
Bidang Ilmu Arsitektur Arsitektur Arsitektur Urban Planning
Tahun Masuk
1990 1998 2010 2007
Tahun Lulus 1996 2000 2015 2007
Judul Skripsi/ Tesis/ Disertasi
Rumah Sakit Ortopedi di Denpasar
Kajian Ambang Tingkat Kebisingan Lingkungan pada Kompleks Pura di Perkotaan
Transforming Domes-tic Architecture: a Spatio-temporal Analysis of Urban Dwellings in Bali
-----
Nama Pem-bimbing/ Promotor
1. Ir. I GLB Utawa
2. Ir. I Ketut Latra
1. Ir. Aswito Asmaningprodjo, MSA.
2. Dr. IB Ardana
1. Dr. Peter Kellett
2. Dr. Graham Tipple
-----
37
C. Pengalaman Penelitian Dalam 5 Tahun Terakhir
(Bukan Skripsi, Tesis, maupun Disertasi)
No. Tahun Judul Penelitian Pendanaan
Sumber* Jml (Juta Rp)
1. 2016 Menguak Tradisi Masyarakat Tradisional Bali Aga di Kabupaten Bangli: Desa Sekardadi dalam Jelajah Arsitektur
PNBP Unud 2016
25.000.000,00
2. 2016 Adaptasi Hunian di Desa Tradisional Tiga Kawan, Bangli
PNBP Unud 2016
25.000.000,00
*) Tuliskan sumber pendanaan: PDM, SKW, Pemula, Fundamental, Hibah Bersaing, Hibah Pekerti, Hibah Pascasarjana, Hikom, Stranas, Kerjasama Luar Negeri dan Publikasi Internasional, RAPID, Unggulan Stranas atau sumber lainnya.
D. Pengalaman Pengabdian kepada Masyarakat dalam 5 Tahun Terakhir
No. Tahun Judul Pengabdian kepada Masyarakat Pendanaan
Sumber* Jml (Juta Rp)
1. 2016 Penataan Jaba Sisi dan Pelataran Parkir pada Pura Dalem Banglingkang, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Juni-Oktober 2016
Jurusan Arsitektur FT Unud
10.000.000,00
2. 2016 Pembinaan Kawasan Permukiman Terisolasi-Dusun Gulinten-Bunutan-Karangasem-Bali
Program Studi Magister Arsi-tektur Unud
5.000.000,00
3. 2016 Akslerasi Mendukung Terwujudnya Upaya Pelestarian Lingkungan Hidup dan Kemitraan dalam Pembangunan Daerah
Program Pascasarjana Unud
---
4. 2016 Cinta Lingkungan Penanaman Pohon Bakau di Pantai Merta Sari, Sanur Kauh, Denpasar, 21 Januari 2016
Jurusan Arsitektur FT Unud
---
5. 2016 Peningkatan Image Kawasan-Penghilangan Produk Buangan di Kawasan Pesisir, Pantai Merta Sari, Sanur Kauh, Denpasar, 21 Januari 2016
Program Studi Magister Arsitektur Unud
---
6. 2015 Penyerahan Master Plan dan Penghijauan di Pura Uluwatu serta Pelepasan Tukik, BKFT 28 September 2015
FT Unud ---
*) Tuliskan sumber pendanaan: Penerapan Ipteks-Sosbud, Vucer, Vucer Multitahun, UJI, Sibermas, atau sumber
dana lainnya.
E. Pengalaman Penulisan Artikel Ilmiah dalam Jurnal dalam 5 Tahun Terakhir
No. Tahun Judul Artikel Ilmiah Volume/ Nomor
Nama Jurnal
1. 2016 Peran dan Makna Kosmologi pada Pembentukan Pola Perkampungan Tradisional Sasak
Vol. 3 No. 2
(p. 17-26)
Jurnal Lingkungan Binaan: Ruang-Space
38
F. Pengalaman Penyampaian Makalah Secara Oral pada Pertemuan/Seminar Ilmiah
dalam 5 Tahun Terakhir
No. Nama Pertemuan Ilmiah/Seminar
Judul Artikel Ilmiah Waktu dan Tempat
1. Seminar Nasional Sains dan Teknologi (Senastek III) Universitas Udayana Tahun 2016
Perwujudan Konsep Hulu-Teben pada Pola Ruang Desa Sekardadi, Kintamani
Patra Jasa Resort and Villa's Tuban, Bali, 15-16 Desember 2016 (on progress)
2. Seminar Nasional Semesta Arsitektur Nusantara 4 Kebanggaan Arsitektur Nusantara
Pola Spasial Permukiman Tradisional Bali Aga di Desa Sekardadi, Kintamani
Universitas Brawijaya, Malang, 17-18 Nopember 2016 (on progress)
3. Seminar Nasional Tradisi dalam Perubahan: Arsitektur Lokal dan Rancangan Lingkungan Terbangun
Memaknai Kembali Kearifan Lokal dalam Konteks Kekinian
Aula Pascasarjana Universitas Udayana, 3 Nopember 2016
4. International Conference and Architecture Exhibition: Architecture and Urbanism
Changing the House Lives: an Ethnographic Approach of Urban Dwellings in Denpasar
Auditorium Wiswakarma, FT Unud, 18 Mei 2016
5. Seminar Perencanaan dan Pelestarian Lingkungan Binaan, Program Studi Magister Arsitektur, Universitas Udayana
Tradisi Meruang Masyarakat Tradisional Sasak Sade di Lombok Tengah
Aula Pascasarjana Universitas Udayana, 22 Desember 2015
6. The International Conference of the Euroseas Panel 60 Southeast Asian Cities: Expressions of modernity in their relation to local heritages
Continuity and change in expressive space of the traditional Balinese house in
Denpasar
The School of Social and Political Sciences, the Technical University of Lisboa, Lisbon, Portugal, 2-5 Juli 2013.
7. The International Conference of the Southeast Asian Cities: How do architectural and urban expressions of modernity relate to heritage
Housing transformation: a reflection of cultural investment. Lessons from Bali, Indonesia
The Architecture School of Paris-Belleville, Paris, France, 12-14 Juni 2013
8. The Postgraduate Poster Conference: Knowledge Crossroads
Tracing the changes over time: a Spatio-temporal Order of Low-cost Housing in Bali
The Great North Museum: Hancock, Newcastle upon Tyne, United Kingdom, 16 May 2013,
9. The Culture, Community, and Architecture Workshop (CCAW): Architecture and Community
Housing adjustment: change domestic spaces in low-cost housing in Denpasar, Bali
The School of Law, University of Southampton, United Kingdom, 6 September 2012.
10. The Mini-Conference of Postgraduate Research
Housing transformation phenomenon: a spatio-temporal perspective in Bali
School of Archicteture, Planning, and Landscape, University of Newcastle upon Tyne, 16 June 2011
11. The Annual Postgraduate Conference: the Rabbit Holes of Your Knowledges
Compromise the limited spaces: change domestic spaces in low-cost housing in Denpasar, Bali
Faculty of Humanities and Social Sciences, University of Newcastle upon Tyne, 19 Mei 2011
39
G. Pengalaman Penulisan Buku dalam 5 Tahun Terakhir
No. Judul Buku Tahun Jumlah
Halaman Penerbit
1. Home-Making: the Process of Inhabiting Some Observations in Urban Balinese Houses (reviewed book chapter, on progress)
2016
---
Udayana
University
Press
H. Pengalaman Perolehan HKI dalam 5-10 Tahun Terakhir
No. Judul/Tema HKI Tahun Jenis Nomor P/ID
1. --- --- --- ---
I. Pengalaman Merumuskan Kebijakan Publik/Rekayasa Sosial Lainnya dalam 5 Tahun Terakhir
No. Judul/Tema/Jenis Rekayasa Sosial Lainnya
yang telah Diterapkan Tahun
Tempat Penerapan
Respon Masyarakat
1. --- --- --- ---
J. Penghargaan yang Pernah Diraih dalam 10 Tahun Terakhir (dari Pemerintah, Asosiasi, atau Institusi Lainnya)
No. Jenis Penghargaan Institusi Pemberi
Penghargaan Tahun
1. --- --- ---
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima risikonya.
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam pengajuan penelitian Hibah Unggulan Program Studi Tahun 2016.
Bukit Jimbaran, 9 Nopember 2016
Ketua Peneliti,
Ni Ketut Agusintadewi, ST., MT., Ph.D
40
2. Anggota Peneliti
A. Identitas Diri
1. Nama Lengkap (dengangelar) I Wayan Yuda Manik, ST., MT. L /P
2. Jabatan Fungsional Asisten Ahli
3. Jabatan Struktural Penata Muda Tingkat I
4. NIP/NIK/No. Identitas lainnya 19820419 200812 1 002
5. NIDN 0019048203
6. Tempat danTanggal Lahir Denpasar, 19 April 1982
7. Alamat Rumah Jl. Hang Tuah III No. 5A, Denpasar
8. Nomor Telepon/Faks/HP 081236441907
9. Alamat Kantor Jurusan Arsitektur, FT Unud, Kampus Bukit Jimbaran
10. Nomor Telepon/Faks 0361-703384
11. Alamat e-mail [email protected]; [email protected]
12. Lulusan yang Telah Dihasilkan S-1 = 75 orang; S-2 = - orang; S-3 = - orang
13. Mata Kuliah yg Diampu 1. Komputer Arsitektur
2. Teknologi Bahan
3. Sains dan Utilitas Bangunan 1
4. Sains dan Utilitas Bangunan 2
5. Studio Estetika Bentuk
6. Studio Perancangan Arsitektur 5
B. Riwayat Pendidikan
Program S-1 S-2 S-3
Nama Perguruan Tinggi
Universitas Udayana InstitutTeknologi Bandung ---
Bidang Ilmu Arsitektur Arsitektur ---
Tahun Masuk 2000 2005 ---
Tahun Lulus 2004 2007 ---
Judul Skripsi/Tesis/ Disertasi
Perumahan Graha Pesona Panahan di Sanggulan-Tabanan
Pengaruh Demografi dan Gaya Hidup berdasarkan Aktifitas Penghuni terhadap Transformasi Hunian Tradisional di Desa Bayung Gede-Bali
---
Nama Pembimbing/ Promotor
3. Ir. I Made Adhika, MSP.
4. Ir. Ida Bagus Gede Wirawibawa Mantra, M.T.
3. Ir. Wiwik Dwi Pratiwi, MES, PhD.
4. Ir. Budi Rijanto, DEA., PhD.
---
C. Pengalaman Penelitian Dalam 5 Tahun Terakhir
(Bukan Skripsi, Tesis, maupun Disertasi)
No. Tahun Judul Penelitian Pendanaan
Sumber* Jml (Juta Rp)
1. 2010 Transformasi Unit Hunian di Desa Penglipuran
Hibah Dosen Muda
7.500.000,00
41
No. Tahun Judul Penelitian Pendanaan
Sumber* Jml (Juta Rp)
2. 2011 Transformasi Unit Hunian di Desa
Sekardadi
Hibah Dosen
Muda
7.500.000,00
3. 2011 Merancang Guidelines Tata Ruang dan Bangunan Beridentitas Lokal yang Berwawasan Global: Rasionalisasi Aturan Tradisional “Asta Kosala Kosali”
Hibah Bersaing
50.000.000,00
*) Tuliskan sumber pendanaan: PDM, SKW, Pemula, Fundamental, Hibah Bersaing, Hibah Pekerti, Hibah Pascasarjana, Hikom, Stranas, Kerjasama Luar Negeri dan Publikasi Internasional, RAPID, Unggulan Stranas atau sumber lainnya.
D. Pengalaman Pengabdian kepada Masyarakat dalam 5 Tahun Terakhir
No. Tahun Judul Pengabdian kepada Masyarakat Pendanaan
Sumber* Jml (Juta Rp)
1 2013 Pengukuran Pura Agung Wira Loka Natha di Cimahi-Bandung
Jurusan Arsitektur FT Unud
---
2 2013 Rencana Pembangunan Gedung Kantor Jurusan Arsitektur FT-UNUD di Kampus Bukit Jimbaran
Jurusan Arsitektur FT Unud
---
3 2013 Rencana Pembangunan Selasar di Kampus Bukit Jimbaran
Jurusan Arsitektur FT Unud
---
4 2013 Bimbingan Teknis Pengembangan Rumah Sehat untuk Kegiatan Pariwisata di Desa Jatiluwih, Tabanan
Jurusan Arsitektur FT Unud
---
5 2013 Bantuan Teknis Perencanaan dan Pengawasan Renovasi Gedung Perpustakaan dan Lab. Komputer SD 6 Bunutan, Abang, Karangasem
Jurusan Arsitektur FT Unud ---
*) Tuliskan sumber pendanaan: Penerapan Ipteks-Sosbud, Vucer, VucerMultitahun, UJI, Sibermas, atau sumber
dana lainnya.
E. Pengalaman Penulisan Artikel Ilmiah dalam Jurnal dalam 5 Tahun Terakhir
No. Tahun Judul Artikel Ilmiah Volume/
Nomor Nama Jurnal
1. --- --- --- ---
42
F. Pengalaman Penyampaian Makalah Secara Oral pada Pertemuan/Seminar Ilmiah
dalam 5 Tahun Terakhir
No. Nama Pertemuan Ilmiah/Seminar
Judul Artikel Ilmiah Waktu dan Tempat
1. Seminar Nasional Green City Contribution
Isu Pembangunan Berkelanjutan di Kawasan Kota PT. Freeport Indonesia Papua
Denpasar, 11 September 2009
2. Seminar International yang diselenggarakan oleh of Civil Engineering and Planning, Islamic University of Indonesia
The Local Wisdom Evocation as an Effort of Disaster Mitigation through Structural Reliability of Jineng Traditional Building in Bali
Jogjakarta, 27 Mei 2010
3. Seminar Nasional Pariwisata dan Pembangunan Keruangan di Kabupaten Badung
Antisipasi Pembangunan Keruangan dan Pariwisata di Kawasan Badung Utara
Denpasar, 6 Oktober 2009
4. Seminar Nasional Metode Riset dalam Arsitektur
Analisis Tipo-Morfologi melalui Peta Digital, Kasus Studi: Transformasi Kawasan Koridor Jalan Cisitu-Bandung
Denpasar, 3 Juni 2010
5. Seminar Nasional Metode Riset dalam Arsitektur
Evaluasi dalam Skenario Penelitian untuk Peningkatan Mutu Pendidikan Arsitektur
Denpasar, 3 Juni 2010
6. International Conference of Sustainability Development
Is Balinese Architecture Vernacular Enough?
Denpasar, 7 Oktober 2010
7. Seminar Nasional Reinterpretasi Identitas Arsitektur Nusantara
Penelusuran Identitas Arsitektur Nusantara melalui Sebuah Proses Berkarya
Denpasar, 10 Oktober 2013
G. Pengalaman Penulisan Buku dalam 5 Tahun Terakhir
No. Judul Buku Tahun Jumlah
Halaman Penerbit
1. --- --- --- ---
H. PengalamanPerolehan HKI dalam 5-10 TahunTerakhir
No. Judul/Tema HKI Tahun Jenis Nomor P/ID
1. --- --- --- ---
II. Pengalaman Merumuskan Kebijakan Publik/Rekayasa Sosial Lainnya dalam 5 Tahun Terakhir
No. Judul/Tema/Jenis Rekayasa Sosial Lainnya
yang telah Diterapkan Tahun
Tempat Penerapan
Respon Masyarakat
1. --- --- --- ---
43
J. Penghargaanyang PernahDiraihdalam 10 TahunTerakhir (dariPemerintah, Asosiasi, atauInstitusiLainnya)
No. Jenis Penghargaan Institusi Pemberi
Penghargaan Tahun
1. --- --- ---
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima risikonya.
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam pengajuan penelitian HibahUnggulanProgram Studi Tahun 2016.
Bukit Jimbaran, 9 Nopember 2016
Anggota Peneliti,
I Wayan Yuda Manik, ST., MT.
44
Lampiran 5.
SURAT PERNYATAAN PERSONALIA PENELITIAN
Yang bertandatangan di bawahini kami:
1. Nama lengkap : Ni Ketut Agusintadewi, ST., MT., PhD.
NIP/NIDN : 197108231997022001/0023087104
Fakultas/Program Studi : Teknik/Arsitektur
Status dalam Penelitian/Pengabdian*) : Ketua/Anggota *)
2. Nama lengkap : I Wayan Yuda Manik, ST., MT.
NIP/NIDN : 198204192008121002/0019048203
Fakultas/Program Studi : Teknik/Arsitektur
Status dalam Penelitian/Pengabdian*) : Ketua/Anggota *)
Menyatakanbahwa kami telah menyusun proposal penelitian/pengabdianHibahUnggulan
Program Studi yang berjudul “Menguak Tradisi Masyarakat Desa Bali Aga di Kabupaten Bangli:
Desa Sekardadi dalam Jelajah Arsitektur” denganjumlahusulandanasebesarRp 25.000.000,00.
Apabila proposal inidisetujui, maka kami
akanbertanggungjawabterhadappelaksanaanpenelitianinisampaituntassesuaidenganpersyaratan
yang dituangkandalamSuratPerjanjianPelaksanaanPenelitian/Pengabdian.
DemikianSuratPernyataanini kami buatdanditandatanganibersama,
sehinggadapatdigunakansebagaimanamestinya.
Bukit Jimbaran, 14 Maret 2016
Ketua Peneliti Anggota Peneliti,
Ni Ketut Agusintadewi, ST., MT., PhD. I WayanYudaManik, S.T, M.T.
NB: *) Coret yang tidakperlu