meningoensefalitis tb
DESCRIPTION
IKATRANSCRIPT
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
RS PENDIDIKAN : RSUD KOTA BEKASI
STATUS PASIEN KASUS
Nama Mahasiswa : Debora Braviana Tairas Pembimbing : dr. Dina Siti, SpA
NIM : 1061050023 Tanda tangan:
BAB 1
ILUSTRASI KASUS
1. Keterangan Umum
Nama : An. S
Umur : 4 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Tambun
Agama : Islam
Masuk RS : 16 Mei 2015
Tanggal Pemeriksaan : 16 Mei 2015
2. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan ibu pasien pada tanggal 16 Mei
2015
2.1 Keluhan Utama
Demam ±2minggu SMRS
2.2 Keluhan Tambahan
Kejang
2.3 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Bekasi dengan keluhan demam sejak 2 minggu
SMRS. Demam dirasakan naik turun dan tidak tentu waktunya. Demam disertai
dengan kejang 1x. Kejang terjadi ±10menit. Ibu pasien mengatakan saat kejang mata
pasien mendelik dan kedua tangan kelojotan. Saat kejang berhenti pasien langsung
tidak sadarkan diri.
Awalnya ketika pasien sedang tidurantiba – tiba ibunya melihat mata pasien
melotot / mendelik kemudian diteruskan dengan kedua tangan kelojotan. Setelah
sekitar 10menit pasien langsung tidak sadarkan diri.
Untuk mengurangi demam pasien sempat diberi panadol tetapi keluhan tidak
membaik. Keluhan lain yang dialami pasien yaitu batuk (+), pilek (+). BAK dan BAB
normal.
2.4 Riwayat Penyakit Dahulu
Kejang
2.5 Riwayat Penyakit Keluarga (RPK)
Ayah dan Ibu disangkal, Nenek : TB Paru (+)
2.6 Riwayat Penyakit Sosial (RPS)
Pasien bersama orangtua dan neneknya tinggal di lingkungan padat dengan ventilasi
dan sanitasi rumah kurang baik.
2.7 Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Pasien dikandung cukup bulan, ibu ANC ke bidan sebulan sekali. Ibunya tidak ada
kelainan selama masa kehamilan
Pasien lahir spontan di bidan, cukup bulan, langsung menangis, tidak terdapat badan
biru & kuning setelah lahir.
BBL : 3300 gr, PB : 45cm
2.8 Riwayat Pertumbuhan
Menurut ibu pasien pertambahan berat badan dan tinggi badan pasien terus meningkat
sampai sekarang. Penimbangan berat dan panjang badan pada masa bayi dilakukan di
posyandu.
2.9 Riwayat Perkembangan
• Mengangkat Kepala : -
• Tengkurap : usia 4 bulan
• Duduk : usia 6 bulan
• Berdiri : usia 10 bulan
• Berjalan : usia 12 bulan
• Berbicara : usia 11 bulan
Pasien tumbuh aktif seperti anak seusianya termasuk aktif bermain
2.10 Riwayat imunisasi
Tabel 1. Riwayat Imunisasi Pasien
Vaksin DasarBCG 1 bulanDPT 2 bulan 4 bulan 6 bulanPOLIO Lahir 2 bulan 4 bulan 6 bulanCAMPAK 9 bulanHEPATITIS B Lahir 1 bulan 6 bulan
2.11 Riwayat makan
Pasien mendapat ASI sejak lahir sampai usia 1 tahun. Saat sebelum sakit pasien
makan 3 kali sehari. Pasien makan dengan berbagai lauk dan sayur setiap hari beserta susu.
3. Pemeriksaan Fisik
3.1 Status Generalisata
Keadaan umum : tampak sakit berat
Kesadaran : Apatis
Vital Sign :
Tekanan darah : 90/70 mmHg
Nadi : 100 x/menit lemah
RR : 25 x/menit
Suhu : 37,8°C
DATA ANTROPOMETRI
Berat badan : 15 kg
Tinggi badan : 100 cm
KEPALA LEHER
Bentuk dan ukuran : normocephali
Mata : lakrimasi +/+, pupil bulat isokor, RCL +/+
Telinga : tidak ada sekret
Hidung : bentuk normal, septum deviasi(-), sekret(-/-),
NCH (-/-)
Mulut : bibir kering (-), lidah kotor (-), tonsil T1-T1
Tenggorokan : faring hiperemis (-)
Leher : kel. Tiroid dan KGB tidak teraba membesar
THORAX
Inspeksi : gerak dada simetris, retraksi (-)
Palpasi : gerak napas simetris, vocal fremitus simetris
Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : BND vesikuler, Rh-/-, Wh-/-, BJ reguler M(-), G(-)
JANTUNG
Inspeksi : pulsasi iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis teraba
Perkusi : redup, batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : BJ I & II reguler, murmur (-), gallop (-)
ABDOMEN
Inspeksi : tampak datar
Palpasi : supel, NT (-), hepar lien tidak teraba membesar
Perkusi : shifting dullnes (-), NK (-)
Auskultasi : bising usus (+) 4x/menit
EKSTREMITAS : Akral hangat, edema (-), sianosis(-)
KULIT : Turgor baik, petechiae (-)
KGB : cervical, inguinal, axilla tidak teraba membesar
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah Lengkap (HB,HCT,Leukosit,Trombosit), Tes Widal, GDS, Elektrolit
Tabel 2. Hasil Laboratorium 16/5/2015
NAMA TEST HASIL UNIT NILAI RUJUKANDARAH LENGKAPLED 25 mm 0-10Lekosit 5,7 ribu/ul 5-10Hitung Jenis Basofil Eosinofil Batang Segment Limfosit Monosit
00267247
%%%%%%
<11-32-6
52-7020-402-8
Eritrosit 4,17 ribu/ul 4-5Hemoglobin 9,1 g/dL 11-14,5Hematokrit 30,1 % 37-47Index Eritrosit MCV MCH MCHC
72,121,930,3
fLpg%
75-8724-3031-37
Trombosit 341 ribu/uL 150-400IMUNOSEROLOGICRP Kualitatif Reaktif Non Reaktif
Tabel 3. Hasil Laboratorium 16/5
NAMA TEST HASIL UNIT NILAI RUJUKANSALMONELLAS. Thypi – O 1/80 Negatif – 1/80S. Parathypi AO 1/160 Negatif – 1/80S. Parathypi BO Negatif Negatif – 1/80S. Parathypi CO Negatif Negatif – 1/80S. Thypi – H Negatif Negatif – 1/80S. Parathypi AH Negatif Negatif – 1/80S. Parathypi BH Negatif Negatif – 1/80S. Parathypi CH Negatif Negatif – 1/80KIMIA KLINIKDiabetes GDS 101 mg/dL 60-110Elektrolit Na K Cl
1323,990
mmol/Lmmol/Lmmol/L
135-1453,5-5,094-111
5. RESUME
Pasien anak perempuan datang dengan keluhan demam ±2minggu SMRS.
Demam naik turun dan terdapat kejang. Kejang berlangsung 1x dalam 24 jam selama
10 menit. Sehabis kejang pasien langsung tidak sadarkan diri. Batuk (+), pilek (+).
RPD : Kejang
RPK : Nenek pasien TB Paru (+)
Tanda Vital :
Tekanan darah : 90/70 mmHg
Nadi : 100 x/menit lemah
RR : 25 x/menit
Suhu : 37,8°C
Riw. Sosial :
Pasien bersama orangtua dan neneknya tinggal di lingkungan padat
dengan ventilasi dan sanitasi rumah kurang baik.
Lab :
LED : 25mm CRP Kualitatif : ReaktifEos : 0 Na : 132 mmol/LHb : 9,1 g/dL Cl : 90 mmol/LHt : 30,1%MCV : 72,1 fLMCH : 21,9 pgMCHC : 30,3%
6. DIAGNOSA
Meningoensefalitis ec susp TB
Sepsis
7. DIAGNOSA BANDING
Kejang demam sederhana
8. PENATALAKSANAAN
O2 2 lpm
IVFD :
o Kaen 3B 15tpm
Cefoperazone 3x250mg
Dexamethasone 3x1/2a
Sanmol 3x11/4sdt
Diazepam 0,5ml/kgBB
9. MONITORING
Tanda-tanda vital
Hasil lab DL (HB,HCT,Leukosit,Trombosit)
Keluhan pasien
FOLLOW UP
TANGGAL S O A P16/5 Demam ↑↓
Kejang 1xKU : TSSKes : CMS : 37,8 CN : 100x/mntRR : 25x/mnt
Ensefalitis e.c susp TB
IVFD : Kaen 3B 15tpmCefoperazone 3x250mgDexa 3x1/2aSanmol 3x11/4 cthDiazepam 0,15mg/kgBB
17/5 Demam ↑↓Batuk (+)Kejang (-)
KU : TSSKes : CMS : 39 CN : 100x/mntRR : 24x/mnt
Ensefalitis e.c susp TB, anemia
IVFD : Tridex 27B 15tpmForriz syr 1x1cthLuminal 2x35mgVit Bc 1X1Diazepam 3x4,5mg Ceftriaxone 1x1g Dexa 3x2,5mgRanitidin 2x1/3a
18/5 Demam ↑↓ KU : TSSKes : CMS : 39,9 CN : 100x/mntRR : 25x/mnt
Ensefalitis e.c susp TB, anemia
IVFD : Kaen 3B 15tpmCeftriaxone 1x1g Dexa 1x1aSanmol 3x11/2 cthLuminal 2x15mgForriz 1x1cth
19/5 Demam ↑↓Gelisah ↓Penurunan kesadaran
KU : TSBKes : CMS : 39,3 CN : 100x/mntRR : 27x/mnt
Ensefalitis e.c susp TB, anemia
O2 3lpmIVFD : Kaen 3B 15tpmCeftriaxone 1x1g Dexa 2x1aSanmol 3x11/2 cth
à Pro PICU
20/5 - KU : TSBKes : SomnolenS : 37,2 CN : 140x/mntRR : 27x/mnt
Ensefalitis e.c susp TB, anemia
IVFD : - NaCl 3%
250cc + NaCl 0,9% 300cc à 25cc/jam
- D5% 500cc + KCl 5cc à 25cc/jam
- Benutrion 150cc/hari
Kloramfenikol 4x250mgSibital 2x40mg
Susu Peptisol 50cc/3jamTransfusi PRC 15
21/5 Leukoplakia (+)Sesak
KU : TSBKes : SomnolenS : 37,2 CN : 80x/mntRR : 24x/mntRonkhi +/+Anti HIV : Non Reaktif
Ensefalitis e.c susp TB, anemia
IVFD : - NaCl 3%
250cc + NaCl 0,9% 300cc à 35cc/jam
- D5% 500cc + KCl 5cc à 25cc/jam
- Benutrion 150cc/hari
Kloramfenikol 4x250mgSibital 2x40mgSusu Peptisol 50cc/3jamRantin 2x1/3aSanmol 150mgKetokonazole 2x150mgMeropenem 2x500mgManitol 75gr/8jamInhalasi /8jam : Ventolin + NaCl 2,5mlRontgen Thorax AP
22/5 Demam ↑↓ KU : TSBKes : SomnolenS : 38,3 CN : 98x/mntRR : 27x/mnt
Ensefalitis e.c susp TB, anemia
IVFD : - NaCl 3%
250cc + NaCl 0,9% 300cc à 40cc/jam
- D5% 500cc + KCl 5cc à 25cc/jam
- Benutrion 150cc/hari
Meropenem 2x500mgKloramfenikol 4x250mgSibital 2x40mgRantin 2x1/3aSanmol 150mgKetokonazole 2x150mgManitol 3X35cc jika N>130Inhalasi /8jamDiet Cair (NGT) 100cc/3jam
23/5 Demam ↑↓ KU : TSBKes : SomnolenS : 37,2 CN : 140x/mntRR : 27x/mnt
Ensefalitis e.c susp TB, anemia
IVFD : - NaCl 3%
250cc + NaCl 0,9% 300cc à 40cc/jam
- D5% 500cc + KCl 5cc à 25cc/jam
- Benutrion 150cc/hari
Meropenem 2x500mgKloramfenikol 4x250mgSibital 2x40mgRantin 2x1/3aSanmol 150mg k/pKetokonazole 2x150mgManitol 3X35cc jika N>130Inhalasi /8jam
24/5 Demam ↑↓ KU : TSBKes : SomnolenS : 38,3 CN : 98x/mntRR : 27x/mnt
Ensefalitis e.c susp TB, anemia
IVFD : - NaCl 3%
250cc + NaCl 0,9% 300cc à 40cc/jam
- RL + KCl 5cc à 25cc/jam
- Benutrion 150cc/hari
Meropenem 2x500mgKloramfenikol 4x250mgSibital 2x40mgRantin 2x1/3aSanmol 150mgKetokonazole 2x150mgManitol 3X35cc jika N>130Transfusi Albumin 20% 50cc
Inhalasi /8jam
25/5 Demam ↑↓ KU : TSBKes : SomnolenS : 37 CN : 84x/mntRR : 25x/mnt
Ensefalitis e.c TB, anemia
IVFD : - Kaen 3A
30cc/jam- D5 15cc/jam- Benutrion
10cc/jamMeropenem 2x500mgKloramfenikol 4x250mgSibital 2x40mgRantin 2x1/3aSanmol 150mg k/pKetokonazole 2x150mgManitol 3X35cc jika N>130Transfusi Albumin 25% 100ccR/H/Z/E : 225/150/2x150/2x150Piracetam 3x500mgInhalasi /8jam
26/5 Demam ↑↓ KU : TSBKes : SomnolenS : 38,9 CN : 164x/mntRR : 27x/mnt
Ensefalitis e.c TB, anemia
IVFD : - Kaen 3A
30cc/jam- D5 15cc/jam- Benutrion
10cc/jamMeropenem 2x500mgKloramfenikol 4x250mgSibital 2x40mgRantin 2x1/3aSanmol 150mg k/pKetokonazole 2x150mgManitol 3X35cc jika N>130Transfusi Albumin 25% 100ccR/H/Z/E : 250/150/2x150/2x15
0Piracetam 3x500mgInhalasi /8jam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Meningitis adalah radang umum pada arakhnoid dan piamater yang dapat terjadi
secara akut dan kronis. Sedangkan ensefalitis adalah radang jaringan otak. Meningoensefalitis
tuberkulosis adalah peradangan pada meningen dan otak yang disebabkan oleh
Mikobakterium tuberkulosis (TB). Penderita dengan meningoensefalitis dapat menunjukkan
kombinasi gejala meningitis dan ensefalitis.
2.2 EPIDEMIOLOGI
Sebelum era antibiotik, penyakit susunan saraf pusat (SSP) karena TB sering
ditemukan terutama pada anak-anak. Ditemukan 1000 anak dengan TB aktif di kota New
York diantara tahun 1930 sampai tahun 1940. Hampir 15% diantaranya menderita meningitis
TB dan meninggal. Setelah perang dunia kedua, terutama pada negara berkembang, terdapat
prevalensi yang luas infeksi TB. Pada awal tahun 2003, WHO memperkirakan terdapat
sekitar 1/3 penduduk dunia menderita TB aktif dan 70.000 diantaranya meningitis TB.
2.3 ETIOPATOGENESIS
Infeksi TB pada SSP disebabkan oleh Mikobakterium tuberkulosis, bakteri obligat
aerob yang secara alamiah reservoirnya manusia. Organisme ini tumbuh perlahan,
membutuhkan waktu sekitar 15 sampai 20 jam untuk berkembang biak dan menyebar. Seperti
semua jenis infeksi TB, infeksi SSP dimulai dari inhalasi partikel infektif. Tiap droplet
mengandung beberapa organisme yang dapat mencapai alveoli dan bereplikasi dalam
makrofag yang ada dalam ruang alveolar dan makrofag dari sirkulasi. Pada 2 – 4 minggu
pertama tak ada respons imun untuk menghambat replikasi mikobakteri, maka basil akan
menyebar ke seluruh tubuh menembus paru, hepar, lien, sumsum tulang. Sekitar 2 sampai 4
minggu kemudian akan dibentuk respons imun diperantarai sel yang akan menghancurkan
makrofag yang mengandung basil TB dengan bantuan limfokin. Kumpulan organisme yang
telah dibunuh, limfosit, dan sel sel yang mengelilingnya membentuk suatu fokus perkejuan.
Fokus ini akan diresorpsi oleh makrofag disekitarnya dan meninggalkan bekas infeksi. Bila
fokus terlalu besar maka akan dibentuk kapsul fibrosa yang akan mengelilingi fokus tersebut,
namun mikorobakteria yang masih hidup didalamnya dapat mengalami reaktivasi kembali.
Jika pertahanan tubuh rendah maka fokus tersebut akan semakin membesar dan encer karena
terjadi proliferasi mikrobakterium. Pada penderita dengan daya tahan tubuh lemah, fokus
infeksi primer tersebut akan mudah ruptur dan menyebabkan TB ekstra paru yang dapat
menjadi TB milier dan dapat menyerang meningen.
2.4 MANIFESTASI KLINIS
Stadium meningitis TB telah diperkenalkan sejak tahun 1947 dan sejak itu banyak
kalangan yang menerapkannya untuk penanganan awal sekaligus menentukan prognosis.
Penderita dengan stadium pertama hanya memiliki manifestasi klinis yang tidak khas karena
tanpa disertai dengan gejala dan tanda neurologis. Sedangkan penderita dengan stadium
kedua (intermediet) telah menunjukkan gejala iritasi meningeal disertai dengan kelumpuhan
Gambar 1. PatogenesisMeningoensefalitis TB
Gambar 2. Perjalanan Kuman MTB Menemmbus Meningen
saraf kranial namun tak ada defek kerusakan lain serta tidak ada penurunan kesadaran. Pada
stadium tiga, penderita mengalami kerusakan neurologis yang besar, stupor, dan koma.
Penyakit ini lebih samar pada penderita dewasa, anamnesis tentang riwayat pernah
mengalami penyakit TB biasanya jarang. Lamanya gejala biasanya tidak berhubungan
dengan derajat klinis. Sakit kepala biasanya menonjol pada penderita dewasa, perubahan
tingkah laku seperti apatis, bingung sering ditemukan. Kejang biasanya tak terjadi pada tahap
awal penyakit, hanya pada 10% sampai 15% pasien.
Tabel 1. Stadium Klinis Penderita Meningitis TB
2.5 DIAGNOSIS
Dari gejala klinis biasanya penderita mengalami panas tinggi dan sakit kepala yang
hebat yang diikuti dengan mual dan muntah. Gejala ensefalitis adalah demam, sakit kepala,
muntah, penglihatan sensitif terhadap cahaya, kaku kuduk dan punggung, pusing, cara
berjalan tak stabil, iritabilitas kehilangan kesadaran, kurang berespons, kejang, kelemahan
otot, demensia berat mendadak dan kehilangan memori juga dapat ditemukan. Jika gejala dan
tanda (kaku kuduk, tanda kernig dan tanda laseque) ditemukan maka dianjurkan untuk
pemeriksaan Computer Tomography beserta pungsi lumbal (bila tidak ada tanda edema otak).
Kemungkinan ensefalitis harus dipikirkan pada penderita dengan panas dan disertai dengan
perubahan status mental, gejala neurologis fokal dan pola kebiasaan yang tiba tiba menjadi
abnormal. Dilihat dari patologinya, inflamasi akut pada pia arahnoid menyebabkan pelebaran
ruangan subarakhnoid karena eksudat yang dihasilkan dari inflamasi tersebut. Selanjutnya
saat korteks subpia dan jaringan ependim yang menyelimuti ventrikel juga ikut meradang
maka akan menyebabkan terjadinya serebritis dan atau ventrikulitis. Pembuluh darah yang
terpapar dengan dengan eksudat inflamasi subarakhnoid mengalami spasme dan atau
trombosis yang selanjutnya akan menyebabkan iskemia dan akhirnya infark. Pada CT scan
kepala penderita dengan meningitis kronik yang berat akan ditemukan gambaran
hiperdensitas ruangan subarakhnoid yang lebih terlihat pada fisura hemisfer serebri.
Selanjutnya gambaran CT tanpa kontras akan menunjukkan peningkatan densitas pada
sisterna basalis dan fisura hemisfer serebri, serta menghilangnya kecembungan sulkus. Pada
pemeriksaan foto roentgen dada, jarang ditemukan pembesaran hilus, adenopati dan
bayangan inflitrat. Gambaran radiologi dapat berkisar dari bayangan samar pada apeks
sampai adanya kalsifikasi. Tes tuberkulin tidak bermanfaat pada penderita dewasa karena
jarang menunjukkan hasil yang positif, sekitar 35% sampai 60% penderita meningitis TB
tidak bereaksi pada tes tuberkulin, faktor yang dapat menjelaskan hal tersebut adalah karena
adanya malnutrisi, imunosupresi, debilitasi, dan imunosupresi umum karena penyakit
sistemik.
Telah diketahui bahwa pemeriksaan CSS memiliki peran yang sangat penting dalam
menegakkan diagnosis meningoensefalitis. Pungsi lumbal tidak perlu dilakukan bila penderita
dengan meningitis bakterialis berespons baik terhadap pengobatan. Pungsi lumbal dilakukan
dengan cara menusukkan jarum ke dalam kanalis spinalis. Dinamakan pungsi lumbal karena
jarum memasuki daerah lumbal (tulang punggung bagian bawah). Dalam pemeriksaan
serebrospinal. Dalam pemeriksaan biokimia dan sitologi maka CSS pada penderita dengan
meningoensefalitis akan ditemukan cairan yang jernih dan agak pekat, jaringan protein akan
terlihat setelah proses pengendapan. CSS hemoragik dapat ditemukan pada meningitis TB
yang mengalami vaskulitis. Adanya gambaran yang khas yang disebut dengan “pelikel” ,
yakni hasil dari tingginya konsentrasi fibrinogen dalam cairan disertai dengan sel sel
proinflamatori. Tekanan pembuka pada waktu memasukkan jarum spinal meningkat sampai
50%, pada meningitis TB kadar glukosa dalam CSS rendah namun mengandung protein yang
tinggi nilai glukosa mendekati 40 mg/dl., protein dapat berkisar antara 150-200 mg/dl.
Tabel 2. Perbandingan Hasil Laboratorium Patologi Klinik pada Lumbal Pungsi Pasien Meningitis
2.6 PENATALAKSANAAN
Prinsip penanganan meningitis TB mirip dengan penanganan TB lain dengan syarat
obat harus dapat mencapai sawar darah otak dengan konsentrasi yang cukup untuk
mengeliminasi basil intraselular maupun ekstraselular. Untuk dapat menembus cairan
serebrospinal maka tergantung pada tingkat kelarutannya dalam lemak, ukuran molekul,
kemampuan berikatan dengan protein, dan keadaan meningitisnya. Keterlambatan dalam
pemberian terapi pada penderita dengan meningitis bakterial dapat menyebabkan morbiditas
dan mortalitas. Selain itu perlu dilakukan pengawasan terhadap toksisitas obat selama terapi
(pengawasan terhadap hitung jenis darah dan fungsi hati dan ginjal). Penderita yang dicurigai
meningitis pada gambaran CT scan kepala sebelum dilakukan pungsi lumbal sebaiknya
dilakukan pemeriksan kultur CSS dan pemberian terapi antibiotik dan kortikosteroid.
Panduan obat antituberkulosis dapat diberikan selama 9 – 12 bulan, panduan tersebut adalah
2RHZE / 7-10 RH. Pemberian kortikosteroid dengan dosis 0,5 mg/kgBB/hari selama 3 – 6
minggu untuk menurunkan gejala sisa neurologis.
Tabel 3. Penetrasi Obat Mycobacterium dalam CSS
2.7 KOMPLIKASI
Komplikasi meningoensefalitis terdiri dari komplikasi akut, intermediet dan kronis.
Komplikasi akut meliputi edema otak, hipertensi intrakranial, SIADH (syndrome of
Inappropriate Antidiuretic Hormone Release), Kejang, ventrikulitis. meningkatnya tekanan
intrakrania (TIK). Patofisiologi dari TIK rumit dan melibatkan banyak peran molekul
proinflamatorik. Edema intersisial merupakan akibat sekunder dari obstruksi aliran
serebrospinal seperti pada hidrosefalus, edema sitotoksik (pembengkakan elemen selular
otak) disebabkan oleh pelepasan toksin bakteri dan neutrofil, dan edema vasogenik
(peningkatan permeabilitas sawar darah otak). 4 Komplikasi intermediet terdiri atas efusi
subdural, demam, abses otak, hidrosefalus. Sedangkan komplikasi kronik adalah
memburuknya fungsi kognitif, ketulian, kecacatan motorik.
BAB III
ANALISA KASUS
Pasien An. S berusia 4 tahun didiagnosis dengan Meningoensefalitis Tuberkulosa.
Keluhan awal yang dirasakan adalah demam yang tak kunjung hilang sejak 2 minggu SMRS
dan adanya kejang.
Dari anamnesis awal belum dapat ditegakkan bahwa pasien ini mengalami
Meningoensefalitis Tuberkulosa. Pasien memiliki riwayat kejang sebelumnya. Oleh sebab itu
pasien ini dapat didiagnosa juga dengan kejang demam kompleks. Pada riwayat penyakit
keluarga tidak ditemukan riwayat kejang. Tetapi salah satu anggota keluarga yaitu nenek
yang tinggal bersama satu rumah dengan pasien mempunyai penyakit TB Paru Aktif. Kuat
dugaan bahwa hal yang menyebabkan pasien mengalami demam adalah paparan droplet
Mycobacterium Tuberkulosa, ditambah lagi lingkungan rumah dengan ventilasi dan sanitasi
yang tidak cukup baik.
Gambar 1. Penularan Mycobacterium TB Melalui Droplet