menjaga eksistensi keberadaan pasar tradisional sebagai penyeimbang hukum ekonomi dan pengerak...
TRANSCRIPT
MENJAGA EKSISTENSI KEBERADAAN PASAR TRADISIONAL SEBAGAI
PENYEIMBANG HUKUM EKONOMI DAN
PENGERAK PEREKONOMIAN KERAYAKTAN
MAWARTA SITOMPUL, ERIKSON SIMANJUNTAK
LATAR BELAKANG
Perekonomian Indonesia dapat dikatakan melemah dalam kurun 2 tahun terakhir
dimana pada tahun 2013 pertumbuhan perekonomian Indonesia sebesar 5,9% dan
pada tahun 2014 turun sebesar 5,1%. Melemahnya perekonomian Indonesia
disebabkan oleh beberpa faktor, salah satunya adalah tidak meratanya pembangunan
infrastruktur di daerah dan tidak berkembangnya SDM serta hasil produk daerah.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada sektor utama penyumbang PDB (Produk
Domestik Bruto terbesar adalah industri pengolahan dan diikuti dari sektor pertanian,
perkebunan, kehutanan, dan perikanan. Sedangkan untuk perdagangan, hotel dan
restoran menempati posisi ketiga. Perlu sekali kebijakan yang mendorong sektor –
sektor lainya untuk dapat menjaga stabilitas pertembuhan ekonomi Indonesia agar
tetap stabil dan maju. Salah satunya adalah mengerakkan kembali perekonomian
kerakyatan yang sudah popular sebelum adanya globalisai.
Ekonomi kerakyatan adalah sistem ekonomi yang berbasis pada kekuatan ekonomi
rakyat. Gagasan ekonomi kerakyatan dikembangkan sebagai upaya alternatif untuk
menjawab kegagalan yang dialami oleh negara negara berkembang termasuk Indonesia
dalam menerapkan teori pertumbuhan. Salah satu harapan agar hasil dari pertumbuhan
tersebut bisa dinikmati sampai pada lapisan masyarakat paling bawah, ternyata banyak
rakyat di lapisan bawah tidak selalu dapat menikmati cucuran hasil pembangunan yang
diharapkan itu. Bahkan di kebanyakan negara negara yang sedang berkembang,
kesenjangan sosial ekonomi semakin melebar. Oleh karena ini perlu sekali
meningkatakan nilai-nilai perekonomian kerakyatan, yang salah satunya adalah
menunjang keberadaan pasar tradisionalm diamana masyarakat kecil merasakan
kegiatan tersebut. Menurut Bapak Presiden RI ke 5 Bapak Joko Widodo, pasar
tradisional di seluruh Indonesia seharusnya tidak kalah saing dengan pasar modern.
Caranya, kata dia, pasar tradisional didorong untuk memasarkan produksi domestik.
"Karena itu (pasar tradisional) merupakan showroom ekonomi kerakyatan."i. Dengan
melihat kebijakan dari Bapak Presiden Joko Widodo, maka dapat dikatakan penting
sekali mejaga eksistensi keberadaan pasar tradisional.
Keberadaan pasar tradisional sendiri pada saat ini dapat dikatakan kurang atau mulai
tergerus dengan penbangunan-pembangunan yang lebih modern seperti
Kondonomium, Apartemen, Mall, Hypermarket, Supermarket. Hal ini dikarenakan
kemajuan IPTEK dan kesadaran masyarakat masih rendah terhadap keberadaan pasar
tradisional, selain itu perkembangan pembangunan tidak berkembang dengan sistem
suistanable. Dimana kebijakan pembangunan di Indonesia saat ini adalah kebijakan
pembangunan modern dan tidak melihat aspek social, dan perekonomian lokal dan ada
dan cenderung selalu mengarah pada globlasasi, Untuk mencapai pembangunan
berkelanjutan perlu adanya aspek penataan ruang yang baik.
Penataan ruang dapat digunakan sebagai payung hukum kebijakan pembangunan dan
pengendalian dalam implementasinya. Sistem perencanaan pembangunan nasional dan
perencanaan tata ruang sama-sama menekankan suatu proses untuk menentukan
tindakan masa depan yang tepat melalui urutan pilihan (prioritas) secara berhirarki
dengan memperhitungkan sumberdaya yang tersedia. Namun, perencanaan tata ruang
memiliki fokus kepada aspek fisik spasial yang mencakup perencanaan struktur ruang
dan pola pemanfaatan ruang. Dengan demikian Rencana Tata Ruang merupakan bentuk
intervensi agar terwujud alokasi ruang yang nyaman, produktif dan berkelanjutan
dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menciptakan keseimbangan
tingkat perkembangan wilayah. Maka dengan berbasis penataan ruang, kebijakan
pembangunan akan mewujudkan tercapainya pembangunan berkelanjutan yang
memadukan pilar ekonomi, sosial budaya dan lingkungan.
Dari permasalahan di atas, maka penulis coba mengkaji bagaimana sebuah
penataan ruang dapat mengendalikan arah pengembangan kebijakan
pembangunan di Indonesia agar sesuai dengan kebijakan perekonomian
kerakyatan dan sesuai dengan hukum ekonomi yang ada dengan menegakkan
hukum tata ruang dengan menjaga eksistensi keberadaan pasar tradisional.
MAKSUD DAN TUJUAN
Penyusunan makalah ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran tentang
bagaimana peran hukum tata ruang yang lemah dalam pembangunan perekonomian
kerakyatan yang berkelanjutan. Selain daripada itu makalah ini bertujuan untuk
memberikan masukan dan ide terhadap implementasi hukum penataan ruang yang ada
saat ini.
PEMBAHASAN
A. Kedudukan Posisi Hukum Tata Ruang di dalam peraturan perundangan
Indonesia
Sistem hukum dari penataan ruang memiliki hirarki yang sendiri di Indonesia dimulai
dari payung hukum yang berlaku yaitu UU No. 26 Tahun 2007 sampai ke produk hukum
penataan ruang kabupaten/ kota. Berikut ini adalah hirarki yang dimaksudkan :
Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa penataan ruang untuk masing-masing
tingkatan administrasi memiliki payung hukumnya sendiri. Kita tau bahwa sistem
pemerintahan di Indonesia adalah desentralisasi, dimana Walikota/Bupati memiliki
kewenangan dalam mengatur penataan ruang yang ada diwilayahnya yang berupa
Peraturan Daerah. Berarti dengan kata lain Peraturan Daerah mengenai Rencana Tata
Rung itulah yang menjadikan dasar dalam penataan sebuah kawasan.
Peraturan Daerah menurut UU no12 Tahun 2011 adalah “peraturan perundang-
undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota
dengan persetujuan bersama” dan menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004
“peraturan perundang-undangan yang dibentuk bersama antara Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah dengan Kepala Daerah baik di Provinsi maupun Kabupaten/Kota”.
Dengan demikian peraturan daerah penataan ruang merupakan tanggung jawab
bersama pemerintahan daerah.
Sebelum masuk dalam peran produk hukum peraturan daerah yang berupa penataan
ruang maka sebaiknya mengetahui 10 asas muatan peraturan daerah tentang penataan
ruang :
Pengayoman, bahwa setiap materi muatan Perda harus berfungsi memberikan
perlindungan dalam rangka menciptakan ketentraman masyarakat.
Kemanusiaan, bahwa setiap materi muatan Perda harus mencerminkan
perlindungan dan penghormatan hak-hak asasi manusia serta harkat dan martabat
setiap warga negara.
Kebangsaan, bahwa setiap muatan Perda harus mencerminkan sifat dan watak
yang pluralistik (kebhinnekaan) dengan tetap menjaga prinsip negara kesatuan.
Kekeluargaan, bahwa setiap materi muatan Perda harus mencerminkan
musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan.
Kenusantaraan, bahwa setiap materi muatan Perda senantiasa memperhatikan
kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan merupakan bagian dari sistem hukum
nasional yang berdasarkan Pancasila.
Bhinneka Tunggal Ika, bahwa setiap materi muatan Perda harus memperhatikan
keragaman penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi daerah dan budaya
khususnya yang menyangkut masalah-masalah sensitif dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Keadilan, bahwa setiap materi muatan Perda harus mencerminkan keadilan secara
proporsional bagi setiap warga negara tanpa kecuali.
Kesamaan dalam hukum dan pemerintahan, bahwa setiap materi muatan Perda
tidak boleh berisi hal-hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang,
antara lain agama, suku, ras, golongan, gender atau status sosial
Ketertiban dan kepastian hukum, bahwa setiap materi muatan Perda harus
dapat menimbulkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan adanya kepastian
hukum.
Keseimbangan, keserasian dan keselarasan, bahwa setiap materi muatan Perda
harus mencerminkan keseimbangan, keserasian dan keselarasan antara
kepentingan individu dan masyarakat dengan kepentingan bangsa dan negara.
Dengan demikian dapat dikatakan. Bahwa Peraturan Daerah tentang penataan ruang
memiliki nilai hukum yang kuat di sistem perundangan Indonesia dan sudah
seharusnya dilaksanakan dan ditaati sebagai mana yang diatur.
B. Pengertian dan Fungsi Hukum Tata Ruang dalam arah kebijakan
pembangunan perekonomian
Yang dimaksud dengan Hukum Tata Ruang ialah bentuk peraturan yang terdiri dari dua
elemen, yang mana elemen-elemen tersebut mempunyai peranan masing-masing yaitu:
Hukum
Secara umum hukum diartikan sebagai suatu keseluruhan kumpulan peraturan
perundang-undangan atau kaedah-kaedah dalam suatu kehidupan bersama, yang
pelaksanaanya dapat dipaksakan dengan suatu sanksi, seperti yang dijelaskan
sebelumnya
Tata Ruang
Sebelum membahas apa yang dimaksud dengan tata ruang, terlebih dahulu harus
memahami yang dimaksud dengan ruang, Menurut uu no. 24 tahun 1992, bahwa
ruang itu adalah wadah yang meliputi ruang daratan, lautan dan ruang udara
sebagai satu kesatuan wilayah, tempat masing-masing dan makhluk lainya hidup
dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya. Sedangkan
Menurut uu no. 26 tahun 2007, bahwa ruang itu adalah wadah yang meliputi ruang
darat, ruang laut, dan ruang udara. Termasuk ruang didalam bumi sebagai satu
kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan,
dan memelihara kelangsungan hidupnya. Arti ruang daratan dalam hal ini adalah
ruang yang terletak diatas dan dibawah permukaan daratan termasuk permukaan
perairan darat dan sisi darat dari garis laut terendah. Arti ruang lautan dalam hal
ini adalah ruang yang terletak diatas dan dibawah permukaan laut dimulai dari sisi
laut garis laut terendah termasuk dasar laut dan bagian bumi dibawahnya, dimana
Republik Indonesia mempunyai hak yurisdiksinya. Arti ruang udara dalam hal ini
adalah ruang yang terletak diatas ruang daratan dan atau ruang lautan sekitar
wilayah negara dan yang melekat pada bumi, dimana Republik Indonesia
mempunyai hak yurisdiksinya.
Jadi, Hukum Tata Ruang itu menurut uu no. 26 tahun 2007 yaitu hukum yang
berwujud struktur ruang (ialah susunan pusat-pusat pemukiman dan sistem jaringan
prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan ekonomi masyarakat
yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional) dan pola ruang ( ialah distribusi
peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi
lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya).
Yang menjadi fungsi hukum dalam setiap proses penataan (perencanaan, pemanfaatan
dan pengendalian) ruang yaitu :
Perencanaan
Fungsi hukum dalam perencanaan ruang ini ialah sebagai Social Injenering yang
termuat dalam Perda untuk wilayah tertentu dan UU untuk keseluruhan wilayah
suatu negara. Artinya, proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang
yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang supaya dapat
direalisasikan dengan baik.
Pemanfaatan
Fungsi hukum dalam pemanfaatan ruang ialah sebagai social Control untuk
mengawasi didalam penggunaan ruang. Artinya, upaya untuk mewujudkan struktur
ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan
pelaksaan program beserta pembiayaanya.
Pengendalian
Fungsi hukum dalam pengendalian ruang ialah untuk mewujudkan tertib tata ruang.
Yang artinya ialah untuk mengendalikan subyek hukum yang sedang dan yang akan
menggunakan ruang itu, sehingga subyek hukum itu dapat terkontrol atau
terkendali dalam penggunaan ruang.
Dengan penjelasan diatas maka dapat dikatakan tujuan adanya Hukum Tata Ruang
adalah untuk menjamin kepastian hukum, sebagai pedoman penerbitan izin
kepemilikan ruang, sebagai instrumen pengendalian dari pemanfaatan ruang, dengan
metode perencanaan, pemanfaatan, pengendalian diharapkan munculnya hasil positif
berupa keteraturan.
Berikut ini adalah Instrumen pengendalian ruang yang terdapat di dalam UU 26 Tahun
2007 beserta produk hukum penataan ruang daerah :
Peraturan zonasi
Perizinan
Pengawasan pasal
Insentif dan disinsentif
Pengenaan sanksi dan penertiban
Dalam Penjelasan Pasal 36 Ayat (1) uu. No. 26 2007 UUTR, peraturan zonasi
merupakan ketentuan yang mengatur pemanfaatan ruang dan unsur-unsur
pengendalian yang disusun untuk setiap zona peruntukan sesuai dengan rencana rinci
tata ruang. Peraturan zonasi berisi ketentuan yang harus, boleh, dan tidak boleh
dilaksanakan pada zona pemanfaatan ruang yang dapat terdiri atas ketentuan
tentang amplop ruang (koefisien dasar ruang hijau, koefisien dasar bangunan,
koefisien lantai bangunan, dan garis sempadan bangunan), penyediaan sarana
dan prasarana, serta ketentuan lain yang dibutuhkan untuk mewujudkanruang
yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Ketentuan lain yang dibutuhkan,
antara lain, adalah ketentuan pemanfaatan ruang yang terkait dengan keselamatan
penerbangan, pembangunan pemancar alat komunikasi, dan pembangunan jaringan
listrik tegangan tinggi
Dengan demikian hubungan dengan eksistensi keberadaan pasar tradisional adalah
bentuk Perizinan. Keputusan tata usaha negara yang diberikan pada perorangan
tertentu/badan hukum untk melakukan perbuatan yang pada dasarnya perbuatan
tersebut dilarang. Hukum administrasi sehingga pemegang izin memiliki keabsahan
dalam perbuatannya tersebut. (atau dapat dibilang izin merupakan instrumen
mendapatkan pengecualian dalam larangan dalam aturan) Apabila izin dikeluarkan
tanpa pengawasan maka cenderung akan ada penyimpangan dalam implementasinya
dilapangan. Pengawasan dilakukan melalui : pemantauan, pelaporan dan evaluasi,
dengan demikian perlu sekali peninjauan kembali terhadap lokasi-lokasi pasar modern
yang dapat mematikan pasar tradisional, apakah lokasi tersebut sudah sesuai dengan
pola dan struktur ruang yang dicanangkan di dalam peraturan daerah. Jika tidak bisa
diberikan punishment (disinsentif). Dan pemerintah daerah seharusnya dapat
memberikan reward kepada swasta ataupun stakeholder yang ingin membangun
kegiatan ekonomi kerakyatan seperti pembangunan pasar tradisional. Dengan kata lain,
seluruh aturan tersebut harus ada di dalam peraturan daerah mengenai penataan
ruang.
C. Peran Serta Masyarakat dalam pembentukan Hukum Tata Ruang
Hukum tata ruang memberikan payung hukum kepada masyarakat untuk terlibat pada
pembangunan perekonomian, hak-hak tersebut dapat berupa:
1. Hak masyarakat dari aspek demokrasi/politik, termasuk didalamnya hak :
Hak atas informasi, masyarakat berhak mendapat informasi tata ruang baik
diminta atau tidak.
Hak untuk melakukan penelitian dan pengkajian, hak untuk meneliti dan
mengkaji mengenai apa yang harus dilakukan pada ruang.
Hak untuk menyatakan pendapat, hak untuk menyatakan setuju atau tidak
mengenai pembangunan ruang.
Hak untuk memengaruhi proses pengambilan keputusan, hak untuk
menjamin bahwa pengkajian kemasyarakat benar-benar diperhitungkan dalam
pembangunan ruang.
Hak untuk melakukan pengawasan
2. Hak masyarakat dari segi ekonomi, termasuk didalamnya adalah:
hak atas kesejahteraan (pasal 33-34 UUD 45), artinya apabila pemerintah
membutuhkan lahan yang dimiliki masyarakat untuk kepentingan publik maka
pemerintah harus memberikan kompensasi yang layak pada masyarakat yang
lahannya digusur tersebut. Hak atas keadilan, apabila ada pelanggaran terhadap
hak-hak masyarakat, masyarakat dapat mengajukan keberatan.
3. Hak masyarakat dari segi hukum, apabila pemerintah mengetahui ada
pelanggaran ruang/ lingkungan tetapi pemerintah lalai/ abai terhadap pelanggaran
tersebut maka pemerintah dapat dianggap turut serta dalam kejahatan tersebut.
Artinya masyarakat dapat mengakan keadilannya sendiri.
Tetapi kenyataannya peran serta masyarakat masih kecil terhadap penataan ruang, dan
berikut ini adalah faktor penghambat peran serta masyarakat dalam penataan ruang :
1. Masyarakat tidak menyadari hak-haknya dilanggar
2. Masyarakat tidak tahu tentang adanya upaya-upaya hukum tuk melindungi
kepentingannya
3. Tidak berdaya tuk memanfaatkan upaya-upaya hukum karena faktor keuangan,
psikis, sosial dan politik
4. Tidak punya pengalaman menjadi anggota organisasi yang memperjuangkan
kepentingannya
5. Memiliki trauma dalam proses interaksi dan penegakan hukum
Hal inilah yang menyebabkan tidak sinkronnya pembangunan yang ada saat ini dengan
kesejahteraan masyarakat khususnya masyarakat kecil, dimana masyarakat kecil
dipaksa untuk menikmati pembangunan yang mereka sendiri masih jauh penghasilan
dan taraf hidupnya. Dan imbasnya seringkali masyarakat kecil tersingkir dari kemajuan
pembangunan yang terus mengerus lahan dan ruang untuk mereka melakaukan
aktivitas ekonomi yang berbasis kerakyatan, salah satunya adalah kegiatan
perdagangan pasar tradisional.
D. Peningkatan Mutu Kualitas Peraturan Daerah guna Mendorong Perekonomian
Kerakyatan
Kebijakan publik menitikberatkan pada apa yang oleh Dewey (1927) katakan sebagai
“publik dan problem-problemnya”. Kebijakan publik membahas soal bagaimana isu-isu
dan persoalan-persoalan tersebut disusun dan didefinisikan, dan bagaimana
kesemuanya itu diletakkan dalam agenda kebijakan dan agenda politik. Selain itu,
kebijakan publik juga merupakan studi tentang “bagaimana, mengapa, dan apa efek dari
tindakan aktif dan pasif pemerintah”. Studi “sifat, sebab, dan akibat dari kebijakan
publik” Nagel, ini mensyaratkan agar kita menghindari fokus yang sempit dan
menggunakan pendekatan dan disiplin yang bervariasi (Parsons:2008). Dengan melihat
kebijakan publik maka dapat menjaga perekonomian.
Dari seluruh penjelasan di atas, maka dapat dikatakan bahwa perlu sekali peningkatan
mutu kualitas dan memperkuat posisi sebuah peraturan daerah khususnya tentang
penataan ruang. Pada saat ini sering terjadi penyimpangan atau kejahatan terhadap tata
ruang, hal ini diakibatkan karena tidak tegas pemerintah daerah baik provinsi dan
kabupaten untuk mengatur ruang yang ada, dan selalu tergiur terhadap keuntungan
sepihak yang ditawarkan investor-investor asing maupun lokal yang ingin mengurangi
atau mengerus perekonomian kerakyatan. Contohn nyata yang ada di Indonesia adalah
di Kota di Jakarta, dimana keberadaan gerai pasar modern seperti mini market sudah
menjamur. Menurut Mara Oloan Siregar, Asisten Perekonomian DKI Jakarta, jumlah
mini market sebanyak 1.006 geraiii.
Perkembangan pasar modern di Kota DKI Jakarta merupakan acaman yang nyata
terhadap perekonomian kerakyatan, dimana produk lokal akan kalah bersaing dengan
produk luar negeri. Hal ini diakibatkan karena tidak tertibnya si pemberi ijin dan tidak
sesuai dengan peraturan daerah tentang RTRW Provinsi DKI Jakarta seperti yang
diamanatkan oleh UU no 26 tahun 2007 tentang penataan ruang. Akibat dari
pelanggaran tata ruang tersebut masyarakat kecil yang memili warung yang sifatnya
UMKM dan pedagan tradisional akan kalah bersaing dengan produk luar negeri yang
banyak masuk di pasaran sekarang ini. Seperti yang dikatakan Ketua Dewan Pimpinan
Wilayah Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) "Perlahan dan pasti, pasar
tradisional akan tutup sedangkan mini market terus bebas berkembang dan pasar
modern terus bertambah banyak,”iii.
Langkah penyetopan dari penyimpangan penataan ruang tersebut sebenarnya saat ini
sudah dilakukan oleh pemerintah daerah Provinsi DKI Jakarta dengan menertibkan dan
meninjau ulang perijinan minimarket yang ada. Dengan demikian pasar modern yang
tidak memiliki ijin lengkap dan tidak sesuai dengan pemanfaatan ruang yang ada di
dalam Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Jakarta ijinnya akan
dicabut. Langkah lainnya untuk tetap menjaga eksistensi pasar tradisional yang
dilakukan Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta saat ini adalah memberikan usulan
terhadap gerai mini market untuk menyediakan 10% space dari bangunan untuk men-
display barang produk lokal, hal ini disebabkan tidak mungkin mengubah tata ruang
Provinsi DKI Jakarta untuk mini market yang sudah sesuai ijin dan sesuai dengan
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) DKI Jakarta. Karena sebuah produk hukum
peraturan daerah mengenai RTRW Provinsi DKI Jakarta baru bisa ditinjau kembali
secepat-cepatnya 5 tahun dan proses penyusunan RTRW Provinsi DKI Jakarta akan
menelan waktu 1 tahun lebih dan perlu pengesahan kembali oleh DPRD Provinsi DKI
Jakarta.
Dengan melihat polemik yang terjadi di wilayah Provinsi DKI Jakarta, maka sudah
seharusnya wilayah-wilayah lain yang pembangunannya belum cepat berkembang dari
Provinsi DKI Jakarta harus membatasi pembangunan dan perkembangan minimarket
tersebut. Perlu sekali meninjau kembali struktur dan pola ruang yang ada, bagaimana
mengatur jarak lokasi pasar modern dengan pasar tradisional sesuai dengan peraturan
yang berlaku yaitu Perpres No. 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar
Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern (“Perpres 112/2007”). Dimana di
dalam peraturan tersebut diamanatkan pada Pasal 5 ayat (4) Perpres
112/2007 disebutkan bahwa minimarket boleh berlokasi pada setiap sistem jaringan
jalan, termasuk sistem jaringan jalan lingkungan pada kawasan pelayanan lingkungan
(perumahan) di dalam kota/perkotaan. Dan pada Pasal 3 ayat (9) Permendag 53/2008
tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan
Toko Modern menyebutkan kewajiban bagi minimarket yaitu Pendirian Minimarket
baik yang berdiri sendiri maupun yang terintegrasi dengan Pusat Perbelanjaan atau
bangunan lain wajib memperhatikan:
a. Kepadatan penduduk;
b. Perkembangan pemukiman baru;
c. Aksesibilitas wilayah (arus lalu lintas);
d. Dukungan/ketersediaan infrastruktur; dan
e. Keberadaan Pasar Tradisional dan warung/toko di wilayah sekitar yang lebih kecil
daripada Minimarket tersebut.
Dengan demikian dalam penataan ruangnya tidak sembarangan pembangunan mini
market disahkan oleh badan perijinan setempat, karena sebuah produk hukum
penataan ruang harus melihat asas Keadilan, bahwa setiap masyarakat perlu adanya
perlindungan hukum untuk mensejahterahkan dirinya, khusunya masyarakat kecil yang
berprofesi sebagai pedagang pasar tradisional.
KESIMPULAN
Dari kajian dan penjelasan di atas, maka penulis dapat menyimpulkan beberapa poin
penting tentang Hukum Tata Ruang guna menjaga eksibilitas pasar tradisional, yaitu :
Penting adanya sosialiasi dan peran serta masyarakat kecil khususnya dalam
membentuk sebuah produk hukum penataan ruang pada suatu kawasan
Perlu adanya sosialisasi kepada pemangku kebijkan dan pakar hukum yang ada baik
itu pengacara maupun jaksa dan hakim tentang adanya hukum tata ruang.
Perlu adanya sosialisasi kepada masyarakat tentang adanya hukum tata ruang.
Perlu adanya badan khusus yang tuganya menerima laporan dan penindakan keras
dan adil berupa sanksi pidana bagi pelanggar pelanggaran tata ruang. Karena pada
dasarnya hal tersebut sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 26 tahun 2007
tentang Penataan Ruang.
Sebelum sebuah produk hukum di ketuk khusunya penataan ruang ditinjau kembali
keabsahan dan tujuan dari produk hukum tersebut agar tidak merugikan semua
pihak
Sebuah produk hukum tata ruang akan berdampak besar pada perkembangan dan
pembangunan perekonomian suatu wilayah
Peningkatan kesadaran akan perekonomian kerakyaran penting adanya terhadap
pemerintah daerah untuk mensejahterahkan masyarakat golongan kecil
E. DAFTAR PUSTAKA
i http://pemilu.tempo.co/read/news/2014/06/02/269581845/Jokowi-Pasar-Adalah-Showroom-
Ekonomi-Kerakyatan) ii http://www.tempo.co/read/news/2009/06/24/083183586/Pedagang-Minta-DKI-Tertibkan-Izin-Mini-Market iii http://www.tempo.co/read/news/2009/06/24/083183586/Pedagang-Minta-DKI-Tertibkan-Izin-Mini-Market http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4fceff7b57828/ketentuan-tentang-jarak-minimarket-dari-
pasar-tradisional http://dali-telaumbanua.blogspot.com/2012/07/dt-44-pengertian-manfaat-fungsi hukum.html#.VLT56iuUdNs http://golit-catatankuliahku.blogspot.com/
http://fhukum.unpatti.ac.id/artikel/hukum-tata-negara/172-strategi-penataan-ruang-guna-pembangunan-ekonomi-dalam-rangka-ketahanan-nasional
Utami Dewi, dkk. 2013.“PENGEMBANGAN PASAR TRADISIONAL MENGHADAPI GEMPURAN PASAR MODERN DI KOTA YOGYAKARTA”. Publikasi : Proceeding Simposium
Nasional ASIAN III Eis Al Masitoh.2013.” UPAYA MENJAGA EKSISTENSI PASAR TRADISIONAL”. Publikasi : Jurnal PMI Vol. X. No. 2, Maret 2013 Dwi, Wahyu.2012.” STRATEGI RASIONAL PEDAGANG PASAR TRADISIONAL”. Publikasi :BioKultur, Vol.I/No.2/Juli- Desember 2112, hal. 127
BPS. PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN III-2014. No. 83/11/Th.XVII, 5 November 2014
Suryadarma, Daniel, DKK.2007. “Dampak Supermarket terhadap Pasar dan Pedagang Ritel Tradisional di Daerah Perkotaan di Indonesia”. Laporan Penilitian. Publikasi : web: www.smeru.or.id
Direktur Jenderal Penataan Ruang Departemen Permukiman Dan Prasarana Wilayah.2002.”MENATA ULANG KEBIJAKAN PENATAAN RUANG KAWASAN PERKOTAAN DALAM RANGKA MEWUJUDKAN ‘GOOD URBAN GOVERNANCE”. Publikasi : Seminar Kebijakan Pengelolaan Pembangunan Perkotaan dalam rangka Perwujudan ‘Good Urban Governance’ yang diselenggarakan oleh Pusat Pengkajian Kebijakan Teknologi Pembangunan Wilayah BPPT di Jakarta, 16 Oktober 2002