menuju kebijakan harga gabah dan beras terkelola seimbang1...

29
Bab V I. Analisis Kebijakan Pengembangan Komoditas dan Agribisnis 18 Menuju Kebijakan Harga Gabah dan Beras Terkelola Seimbang 1 Pendahuluan Lonjak harga beras yang terjadi selama tahun 2005 sampai sekarang belum mereda. Selama periode Januari sampai Desember 2005 harga beras kualitas medium (IR64-II) meningkat dari Rp 2850 menjadi Rp 3820 atau meningkat sebesar 2,27 persen per bulan, sangat berbeda dengan kondisi harga tahun 2004 yang mengalami penurunan sebesar 0.15 persen per bulan. Selama periode Desember 2005 sampai Januari 2006 terjadi lonjak harga beras dari Rp 3590 menjadi Rp 4145 atau meningkat 15,46 persen jauh lebih tinggi dibanding pada periode yang sama tahun 2004/2005 yang hanya meningkat sebesar 4,48 persen. Lonjak harga beras yang terjadi bulan Februari ini sudah mencapai 60 persen di atas harga dunia. Hal ini jelas sangat merugikan konsumen sehingga perlu dikendalikan. Operasi pasar BULOG belum juga mampu meredam lonjak harga beras tersebut, padahal BULOG sudah diberi izin untuk impor beras dalam rangka memperkuat stok nasional. Kondisi yang demikian memunculkan beberapa wacana : yaitu, (1) apakah perlu ditetapkan kebijakan ambang atas (ceiling price) untuk beras ?; (2) instrumen kebijakan apa yang paling efektif untuk mengendalikan harga beras pada tingkat harga ambang atap tersebut, apakah operasi pasar dan kebijakan impor BULOG efektif untuk mengendalikan lonjak harga beras yang terjadi saat ini?; dan (3) bagaimana dampak kebijakan harga ambang atas utamanya kepada konsumen dan petani?. Karakteristik Pasar Gabah-Beras Pasar gabah sangat dipengaruhi oleh sifat produksi (panen) usaha tani padi, sifat produk gabah dan karakteristik petani. Pertama, produksi padi bersifat musiman dan rentan terhadap resiko alam (anomali iklim dan serangan hama-penyakit) sehingga penawaran gabah sangat fluktuatif baik secara reguler (dapat diantisipasi) menurut musim maupun secara irreguler (tidak dapat diantisipasi) akibat gagal panen oleh bencana alam. Usaha tani secara intrinsik mengandung risiko produksi (production risk) yang tinggi. Resiko produksi padi yang tinggi merupakan ancaman bagi ketahanan ekonomi keluarga petani, perekonomian desa maupun ketahanan pangan nasional, serta akan menimbulkan inefisiensi ekonomi sehingga secara ekonomi layak untuk dikelola pemerintah diantaranya melalui intervensi pasar. Kedua, petani padi memiliki daya tawar-menawar yang lemah dalam perdagangan gabah karena volume surplus jualnya umumnya kecil, kemampuan menyimpan gabahnya rendah dan desakan akan kebutuhan likuiditas sangat 1 Naskah ini dipersiapkan oleh Prof Dr Pantjar Simatupang, Dr Nizwar Syafa’at, APU, Prayogo Utomo Hadi, MEc, Ir Saktyano K.D., MSi dan M. Maulana, SP.

Upload: phunganh

Post on 10-Mar-2019

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Menuju Kebijakan Harga Gabah dan Beras Terkelola Seimbang1 ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2006_VI_03.pdfBab V I. Analisis Kebijakan Pengembangan Komoditas dan Agribisnis

Bab V I. Analisis Kebijakan Pengembangan Komoditas dan Agribisnis

18

Menuju Kebijakan Harga Gabah dan Beras Terkelola Seimbang1

Pendahuluan

Lonjak harga beras yang terjadi selama tahun 2005 sampai sekarang belum mereda. Selama periode Januari sampai Desember 2005 harga beras kualitas medium (IR64-II) meningkat dari Rp 2850 menjadi Rp 3820 atau meningkat sebesar 2,27 persen per bulan, sangat berbeda dengan kondisi harga tahun 2004 yang mengalami penurunan sebesar 0.15 persen per bulan. Selama periode Desember 2005 sampai Januari 2006 terjadi lonjak harga beras dari Rp 3590 menjadi Rp 4145 atau meningkat 15,46 persen jauh lebih tinggi dibanding pada periode yang sama tahun 2004/2005 yang hanya meningkat sebesar 4,48 persen.

Lonjak harga beras yang terjadi bulan Februari ini sudah mencapai 60 persen di atas harga dunia. Hal ini jelas sangat merugikan konsumen sehingga perlu dikendalikan. Operasi pasar BULOG belum juga mampu meredam lonjak harga beras tersebut, padahal BULOG sudah diberi izin untuk impor beras dalam rangka memperkuat stok nasional.

Kondisi yang demikian memunculkan beberapa wacana : yaitu, (1) apakah perlu ditetapkan kebijakan ambang atas (ceiling price) untuk beras ?; (2) instrumen kebijakan apa yang paling efektif untuk mengendalikan harga beras pada tingkat harga ambang atap tersebut, apakah operasi pasar dan kebijakan impor BULOG efektif untuk mengendalikan lonjak harga beras yang terjadi saat ini?; dan (3) bagaimana dampak kebijakan harga ambang atas utamanya kepada konsumen dan petani?.

Karakteristik Pasar Gabah-Beras

Pasar gabah sangat dipengaruhi oleh sifat produksi (panen) usaha tani padi, sifat produk gabah dan karakteristik petani. Pertama, produksi padi bersifat musiman dan rentan terhadap resiko alam (anomali iklim dan serangan hama-penyakit) sehingga penawaran gabah sangat fluktuatif baik secara reguler (dapat diantisipasi) menurut musim maupun secara irreguler (tidak dapat diantisipasi) akibat gagal panen oleh bencana alam. Usaha tani secara intrinsik mengandung risiko produksi (production risk) yang tinggi. Resiko produksi padi yang tinggi merupakan ancaman bagi ketahanan ekonomi keluarga petani, perekonomian desa maupun ketahanan pangan nasional, serta akan menimbulkan inefisiensi ekonomi sehingga secara ekonomi layak untuk dikelola pemerintah diantaranya melalui intervensi pasar.

Kedua, petani padi memiliki daya tawar-menawar yang lemah dalam perdagangan gabah karena volume surplus jualnya umumnya kecil, kemampuan menyimpan gabahnya rendah dan desakan akan kebutuhan likuiditas sangat

1 Naskah ini dipersiapkan oleh Prof Dr Pantjar Simatupang, Dr Nizwar Syafa’at, APU, Prayogo Utomo Hadi, MEc, Ir Saktyano K.D., MSi dan M. Maulana, SP.

Page 2: Menuju Kebijakan Harga Gabah dan Beras Terkelola Seimbang1 ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2006_VI_03.pdfBab V I. Analisis Kebijakan Pengembangan Komoditas dan Agribisnis

Analisis Kebijakan 19

tinggi. Petani umumnya menjual gabah segera setelah panen dalam bentuk gabah kering panen (GKP). Di sisi lain, kualitas gabah petani sangat dipengaruhi oleh cuaca pada saat panen. Pada saat hujan atau cuaca mendung kualitas GKP sangat rendah (berkadar air tinggi). Dengan karakteristik demikian, pasar gabah tersegmentasi secara lokal sedangkan penawaran gabah petani sangat tidak elastik. Pasar gabah lokal di tingkat petani tidak sempurna sehingga menciptakan inefisiensi dan sangat tidak adil (merugikan petani, menguntungkan pedagang). Kegagalan pasar gabah lokal di tingkat petani inilah yang menjadi alasan kuat masih perlunya intervensi pasar pemerintah.

Ketiga, perpaduan antara produksi padi yang fluktuatif, dan penawaran gabah yang inelastik menyebabkan fluktuasi harga gabah di tingkat petani sangat tinggi dan tidak menentu. Ini berarti, disamping resiko produksi (production risk), petani padi juga menghadapi resiko harga (price risk) yang tinggi sehingga secara keseluruhan risiko usaha tani padi sangat tinggi. Hal ini jelas berdampak buruk terhadap efisiensi usaha tani padi yang diwujudkan dalam misalokasi input dan produksi yang relatif rendah. Fluktuasi produksi dan harga gabah juga merupakan risiko usaha bagi pedagang gabah yang diinternalisasikan kedalam ongkos (marjin) pemasaran yang lebih tinggi. Intervensi pemerintah untuk menstabilkan harga gabah bermanfaat untuk meningkatkan efisiensi ekonomi agribisnis perbesaran dan sekaligus meningkatkan produksi beras dalam negeri guna pemantapan ketahanan pangan dan pemacuan perekonomian desa.

Di sisi lain struktur pasar beras nasional bersifat oligopoli2, hanya terdiri beberapa pedagang saja, sehingga memunculkan kekuatan oligopolisitk di antara pedagang untuk secara bersama-sama mengendalikan harga. Dengan kondisi rasio produksi domestik dan konsumsi sangat tipis diikuti dengan kebijakan menutup impor, maka pasar beras domestik sangat rentan terhadap fluktuasi produksi. Pada saat produksi defisit, maka pedagang membiarkan lonjak harga mencapai maksimum, tetapi sebaliknya pada saat surplus produksi pedagang akan menahan anjlok harga pada tingkat yang tetap menguntungkan mereka.

Penelitian empiris membuktikan bahwa keterkaitan harga produksi pertanian di tingkat konsumen dan di tingkat produsen (petani) bersifat asimetri3. Ini berarti, peningkatan harga beras di tingkat konsumen ditransmisikan tidak sempurna dan lambat ke harga gabah di tingkat petani, sedangkan penurunan harga beras di tingkat konsumen ditransmisikan sempurna dan cepat ke harga gabah di tingkat petani. Sebaliknya, Peningkatan harga gabah di tingkat petani ditransmisikan dengan sempurna dan cepat ke harga beras di tingkat konsumen, sedangkan penurunan harga gabah di tingkat petani ditransmisikan dengan tidak sempurna dan lambat ke harga beras di tingkat

2 Syafa’at, Nizwar dan H. Supriadi, 1998. Situasi Produksi dan Ketersediaan Beras di Tingkat Petani Jawa Tengah : Studi Kasus di Tiga Kabupaten Sentra Produksi Padi : Demak, Grobogan dan Banyumas; Hasil Monitoring dan Evaluasi Pengkajian SUTPA. Puslit Sosek Pertanian, Bogor.

3 Simatupang, P., 1989. Integrasi Harga Ubikayu dan Gaplek di Lampung. Forum Statistik 8(1):21-28.

Simatupang P dan J. Situmorang, 1998. Integrasi Pasar dan Keterkaitan Harga Karet Indonesia dengan Singapore. JAE 7(2):12-29.

Page 3: Menuju Kebijakan Harga Gabah dan Beras Terkelola Seimbang1 ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2006_VI_03.pdfBab V I. Analisis Kebijakan Pengembangan Komoditas dan Agribisnis

Bab V I. Analisis Kebijakan Pengembangan Komoditas dan Agribisnis

20

konsumen. Dengan demikian, fluktuasi harga beras atau gabah jangka pendek cenderung merugikan petani dan konsumen, kalaupun ada, manfaat fluktuasi harga diraup oleh pedagang. Ini jelas tidak adil dan harus dicegah.

Struktur, perilaku dan keragaan pasar dunia juga jauh dari sempurna4: Pertama, pasar beras dunia dicirikan oleh rasio transaksi dagang dan produksi beras dunia yang kecil (sangat tipis). Dengan karakteristik demikian, pasar beras dunia rentan terhadap gejolak pasar baik akibat fluktuasi produksi beras, nilai tukar mata uang negara eksportir, kebijakan strategis negara eksportir dan ongkos transportasi (harga minyak dunia). Ketergantungan yang tinggi terhadap pasokan pasar beras dunia sangat membahayakan ketahanan pangan nasional, baik karena risiko pasar intrinsik yang tinggi maupun oleh ancaman kebijakan strategis negara lain.

Kedua, pasar beras dunia bersifat residual, ekspor merupakan penyaluran kelebihan produksi domestik sedangkan impor merupakan upaya untuk menutupi kekurangan produksi. Setiap negara cenderung mendahulukan kebutuhan konsumsi domestik guna memantapkan ketahanan pangan domestiknya. Gejolak pasar domestik ditransmisikan ke pasar internasional sehingga harga beras dunia fluktuatif. Sementara itu, sejumlah negara berada di sekitar titik swasembada beras sehingga fluktuasi produksi beras domestik membuat status mereka berubah-ubah; eksportir- swasembada- importir. Ketidakmenentuan status dagang negara menambah ketidakpastian dan fluktuasi pasokan maupun biaya beras dunia sehingga ketergantungan terhadapnya sangat membahayakan ketahanan pangan nasional.

Ketiga, pasar beras dunia tersegmentasi menurut kualitas. Permintaan beras bermutu lebih baik memiliki elastisitas yang tinggi. Pertumbuhan ekonomi dan urbanisasi di negara-negara konsumen utama beras (khsusnya Asia) telah menyebabkan penurunan total permintaan beras di pasar dunia sehingga harganya cenderung turun. Bersamaan dengan itu struktur permintaan juga berubah, pangsa beras yang bermutu tinggi meningkat sementara pangsa yang bermutu rendah menurun, sehingga harga beras bermutu rendah cenderung menurun sangat tajam. Masalahnya ialah impor beras di Indonesia didomonasi oleh beras bermutu rendah sehingga merupakan pengantar (transmitter) yang baik bagi penurunan harga di pasar internasional. Perubahan struktur pasar beras di pasar internasional menimbulkan dampak yang tidak adil, menguntungkan konsumen namun merugikan petani produsen beras Indonesia.

Keempat, pasar beras internasional bersifat monopolistik karena dikuasai oleh beberapa perusahaan dagang internasional. Pasar monopolistik merugikan konsumen dan menguntungkan penjual. Dengan demikian, pasar beras internasional yang monopolistik merugikan negara-negara importir beras dan menguntungkan perusahaan dagang internasional. Indonesia akan dirugikan secara tidak adil apabila harus mengimpor beras dalam jumlah besar.

4 Jayne, T.S., 1993. Sources and Effects of Instability in The World Rice Market. International Development Paper No 13. Michigan State University, East Lansing, Michigan, USA.

Page 4: Menuju Kebijakan Harga Gabah dan Beras Terkelola Seimbang1 ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2006_VI_03.pdfBab V I. Analisis Kebijakan Pengembangan Komoditas dan Agribisnis

Analisis Kebijakan 21

Kelima, negara-negara eksportir utama beras cenderung mengeksploitir kekuatan monopolistiknya dengan menetapkan pajak ekspor beras (Thailand dan Vietnam). Praktik semacam ini jelas tidak adil, sangat merugikan negara-negara importir beras, khususnya yang permintaan ekspornya tidak elastis. Seperti yang telah dikemukakan, permintaan impor beras Indonesia tudak elastis karena didominasi oleh beras bermutu rendah dan merupakan pengisi kebutuhan dasar. Oleh karena itu, membiarkan Indonesia semakin tergantung pada impor beras merupakan kegagalan kebijakan pemerintah, karena hal itu berarti membiarkan rakyat Indonesia dieksploitir (dipajaki) oleh negara-negara atau perusahaan dagang eksportir beras asing.

Keenam, ialah distribusi geografis sentra produksi dan konsumsi beras yang terkonsentrasi di Asia dengan lingkup pengaruh iklim makro yang sama, yaitu kawasan Moonson Asia yang bersifat sangat tidak stabil dan menyebabkan instabilitas produksi beras nasional. Kawasan ini juga secara bersamaan seringkali dilanda oleh animali El Nino – La Nina yang dapat menimbulkan bencana gagal panen. Oleh karena dalam pengaruh iklim yang sama, produksi beras di negara-negara Asia memiliki kovariasi yang tinggi. Kegagalan maupun keberhasilan panen bersifat kumulatif lintas negara sehingga fluktuasi produksi beras regional Asia sangat tidak stabil. Fenomena ini jelas sangat berbahaya terhadap ketahanan pangan nasional. Sebagai contoh, anomali iklim El Nino yang terjadi pada tahun 1997/98 telah menyebabkan gagal panen padi di banyak negara Asia. Gagal panen yang terjadi serentak menyebabkan permintaan impor meningkat tajam sementara penawaran ekspor menurun tajam. Pasar beras dunia mengalami kelesuan (volume kecil), sementara harganya membumbung tinggi. Inilah salah satu penyebab mengapa Indonesia mengalami krisis pangan akut pada tahun 1998.

Ketujuh, yang seringkali luput dari perhitungan analisis, ialah bahwa pasar beras dunia juga sangat dipengaruhi oleh kondisi pasar uang, pasar modal dan pasar energi global yang ketiganya sangat tidak stabil. Nilai tukar mata uang negara-negara eksportir berpengaruh terhadap penawaran (ekspor) sedangkan mata uang negara-negara importir berpengaruh terhadap permintaan (impor) beras di pasar dunia. Keadaan buruk ini diperburuk pula oleh kenyataan bahwa mata uang negara-negara eksportir dan importir beras utama dunia berkorelasi erat (karena lokasinya saling berdekatan dan terkonsentrasi di Asia) sehingga dampak perubahannya bersifat kumulatif lintas mata uang. Sebagai gambaran, krisis ekonomi Asia tahun 1997/98 yang menyebabkan depresi mata uang secara serentak di hampir semua negara Asia menyebabkan peningkatan penawaran (ekspor) dan penurunan permintaan (impor) sehingga harga beras di pasar dunia menurun tajam.

Pasar modal mempengaruhi pasar beras dunia melalui suku bunga. Usaha ekspor-impor beras membutuhkan modal besar sehingga pembayaran bunga modal merupakan komponen yang cukup besar dalam ekspor/impor beras. Harga minyak dunia mempengaruhi pasar beras dunia melalui ongkos transportasi (pengapalan) yang juga merupakan komponen biaya yang cukup besar dalam usaha ekspor/impor beras. Argumen pokoknya ialah nilai tukar mata uang, suku bunga dan harga minyak dunia sangat tidak stabil dan semakin memperburuk instabilitas harga beras dunia.

Page 5: Menuju Kebijakan Harga Gabah dan Beras Terkelola Seimbang1 ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2006_VI_03.pdfBab V I. Analisis Kebijakan Pengembangan Komoditas dan Agribisnis

Bab V I. Analisis Kebijakan Pengembangan Komoditas dan Agribisnis

22

Hal terakhir ialah transmisi harga beras di pasar internasional ke pasar beras dan gabah di pasar domestik. Dalam rejim perdagangan bebas, harga beras di tingkat konsumen pasar domestik ditentukan oleh harga pasar dunia. Apabila dinyatakan dalam rupiah maka harga beras di pasar domestik ditentukan oleh tiga variabel utama: harga beras internasional (FOB, US$/kg), nilai tukar rupiah (Rp/US$) dan tarif impor (Rp/kg). Perubahan harga beras dunia maupun nilai tukar rupiah ditransmisikan langsung ke dalam pasar beras domestik: Baik harga beras dunia maupun nilai tukar rupiah sangat fluktuatif sehingga dalam rejim perdagangan bebas harga beras di tingkat konsumen domestik sangat fluktuatif pula. Fluktuasi harga yang sangat tinggi dapat merugikan konsumen dan menimbulkan inefisiensi dalam perdagangan bebas. Fluktuasi harga beras yang tinggi dapat pula menimbulkan instabilitas barang-barang terkait.

Dari paparan di atas jelas kiranya bahwa struktur pasar beras dan gabah tidak memenuhi pasar bersaing sempurna yang seringkali dipakai dasar liberalisasi perdagangan. Pasar beras dunia sangat tipis dan rentan terhadap gejolak sehingga tidak dapat diandalkan sebagai sumber pengadaan kebutuhan pangan domestik. Ketergantungan yang cukup besar terhadap beras impor akan mengancam ketahanan pangan nasional. Dalam jangka pendek harga beras dunia dan harga gabah bersifat fluktuatif yang dapat merugikan konsumen beras dan petani padi dalam negeri. Oleh karena itu, stabilisasi harga gabah di tingkat petani dan harga beras di tingkat konsumen merupakan salah satu strategi yang tepat untuk mengatasi hal itu.

Konsep Dasar Kebijakan Harga Gabah-Beras Terkelola Seimbang

Dengan fungsi penawaran gabah yang tidak elastis dalam jangka pendek maka stabilisasi harga gabah secara sempurna akan menguntungkan masyarakat secara keseluruhan dalam arti manfaat yang diperoleh produsen lebih besar dari kerugian konsumen. Hal ini dapat dibuktikan dengan mudah dengan bantuan Gambar 1. Misalkan harga gabah fluktuatif akibat fluktuasi produksi sehingga harga tertinggi adalah PH dan harga terendah adalah PL dengan peluang kejadian sama 0.5. Apabila pasar gabah dikelola pemerintah sehingga harga gabah dapat distabilkan pada PS=(PH+PL)/2 maka petani akan memperoleh tambahan keuntungan sebesar luasan segi empat ABCD dan konsumen akan rugi setara dengan surplus dalam luasan segi tiga BEC. Luas segi empat ABCD adalah dua kali luas segi tiga BEC sehingga keuntungan netto yang diperoleh dari kebijakan stabilisasi harga gabah ialah sebesar surplus dalam luasan segi tiga BEC. Dengan demikian kebijakan stabilisasi harga gabah menguntungkan secara sosial.

Selama Indonesia masih negara net importir beras maka kebijakan stabilisasi harga gabah/beras dapat menguntungkan baik bagi petani produsen maupun konsumen beras. Kebijakan stabilisasi harga gabah/beras rasional secara ekonomi asalkan dirancang sedemikin rupa sehingga ongkos pelaksanaannya minimal.

Dalam prakteknya, stabilisasi harga gabah/beras tidak mungkin dilaksanakan secara sempurna (complete price stabilization) karena melibatkan

Page 6: Menuju Kebijakan Harga Gabah dan Beras Terkelola Seimbang1 ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2006_VI_03.pdfBab V I. Analisis Kebijakan Pengembangan Komoditas dan Agribisnis

Analisis Kebijakan 23

jutaan petani produsen gabah dan konsumen beras dengan sebaran geografis yang sangat luas pula. Upaya untuk melaksanakan stabilisasi harga sempurna membutuhkan ongkos yang sangat besar sehingga tidak rasional dilaksanakan5. Stabilisasi harga gabah/ beras hendaklah dilakukan secara parsial (partial price band) yang terbatas namun masih cukup merangsang bagi pedagang atau petani untuk melakukan penyimpanan gabah/beras antar musim. Survei global menunjukkan bahwa kebijakan rentang harga (price band) inilah yang paling banyak diterapkan oleh negara-negara sedang berkembang6 .

Disamping fluktuasi harga gabah/beras jangka pendek (selama semusim atau setahun) hal kedua yang perlu dikelola pemerintah ialah dampak trend sekuler harga beras jangka panjang di pasar dunia terhadap harga gabah/beras domestik yang di satu sisi menguntungkan bagi konsumen dan berguna pula menahan laju inflasi, namun di sisi lain hal ini menyebabkan anjloknya harga gabah di tingkat petani yang berdampak pada anjloknya pendapatan petani padi dan produksi beras dalam negeri. Penurunan pendapatan petani dan produksi gabah juga buruk bagi perekonomian desa maupun ketahanan pangan nasional. Sedangkan peningkatan harga beras dunia di satu sisi akan meningkatkan harga beras di tingkat konsumen, sehingga mengancam ketahanan pangan, dan mendorong inflasi, sementara di sisi lain hal itu baik bagi petani karena akan meningkatkan pendapatan petani dan memacu peningkatan produksi beras dalam negeri. Peningkatan pendapatan petani dan produksi gabah juga bermanfaat untuk memacu perekonomian desa.

Dengan demikian peningkatan maupun penurunan harga gabah/beras bersifat dilematis sehingga perlu dikelola pemerintah sehingga tidak menimbulkan gejolak ekonomi, sosial maupun politik. Bagaimanapun, dalam tatanan perdagangan bebas, sektor perbesaran nasional tidak mungkin sepenuhnya diisolir dari pengaruh perubahan jangka panjang harga beras dunia. Namun demikian dampak “disruptif” dari melonjaknya atau anjloknya harga beras dunia haruslah dihindari. Trend sekuler atau perubahan jangka panjang harga gabah/beras domestik haruslah dikelola sehingga berlangsung secara perlahan dan bertahap (slow and gradual). Dengan begitu petani produsen padi dan konsumen beras dapat merencanakan dan melaksanakan penyesuaian yang efisien dan dengan dampak negatif yang minimal.

Dengan demikian, kebijakan harga gabah/beras disarankan agar mengandung perspektif jangka pendek dan jangka panjang: (1) Jangka pendek: stabilisasi parsial (partial stabilization) dimana pasar gabah/beras dikelola sehingga fluktuasi harga gabah/beras bulanan/ musiman dapat dibatasi pada suatu rentang harga (price band) tertentu;(2) Jangka panjang dimana penyesuaian bertahap (gradual adjustment). Pasar gabah/beras dikelola sehingga perubahan harga gabah/beras tahunan terjadi secara bertahap.

5 Knudsen V., and J. Nash, 1990. Domestic Price Stabilization Schemes in Developing Countries. EDCC 38(3):539-558

6 Islam, N. and S. Thomas, 1996. Food Grain Price Stabilization in Developing Countries : Issues and Experience in Asia. IFPRI. Washington. D.C.

Page 7: Menuju Kebijakan Harga Gabah dan Beras Terkelola Seimbang1 ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2006_VI_03.pdfBab V I. Analisis Kebijakan Pengembangan Komoditas dan Agribisnis

Bab V I. Analisis Kebijakan Pengembangan Komoditas dan Agribisnis

24

Kedua elemen tersebut bersifat hierarkis. Dimensi jangka panjang merupakan agregasi dari dimensi jangka pendek. Dalam operasionalnya, langkah pertama yang perlu ditetapkan ialah target harga tahuanan yang merupakan bagian atau titik lintasan dari trend harga jangka panjang. Target harga tahunan inilah yang menentukan target rentang harga (price band) bulanan jangka pendek. Referensi utama dalam penentuan target harga tahunan ialah trend sekuler harga beras dunia. Target harga tahunan inilah yang menjadi dasar perencanaan produksi padi oleh petani dan konsumsi beras oleh konsumen.

Deviasi target harga tahunan dari prakiraan trend harga dunia ditentukan oleh preferensi kebijakan pemerintah. Jika pemerintah menghendaki adanya dukungan harga (price support) bagi petani maka target harga tahunan ditetapkan lebih tinggi dari perkiraan trend harga dunia. Sebaliknya, jika pemerintah ingin melindungi konsumen maka target harga tahunan ditetapkan lebih rendah dari perkiraan trend harga dunia. Secara umum, target harga gabah tahunan dapat dituliskan sebagai berikut:

PT=(1+S) PI

PT = target harga gabah tahunan

PI = trend harga prioritas impor gabah

S = koefisien proteksi harga gabah nominal

Pertanyaan selanjutnya ialah bagaimana menetapkan koefisien proteksi harga gabah nominal. Seperti yang telah disebutkan, proteksi nominal merupakan preferensi pembuat kebijakan (pemerintah). Sebagai bahan pertimbangan, kiranya lebih bijaksana kalau proteksi nominal ditentukan berdasarkan kecenderungan trend sekuler harga beras dunia. Apabila harga beras dunia cenderung meningkat maka disarankan pemerintah memberikan perlindungan kepada petani (S positif) guna memperlambat dampak negatifnya terhadap penurunan pendapatan petani dan produksi gabah nasional. Sebaliknya, jika harga beras dunia cenderung meningkat tajam, maka perlindungan diberikan kepada konsumen beras (S negatif) guna memperlambat dampaknya terhadap ketahanan pangan rumah tangga dan inflasi dalam negeri.

Dalam tatanan perdagangan bebas, penurunan harga beras dunia akan menyebabkan anjloknya harga gabah petani sehingga merupakan ancaman serius terhadap eksistansi usaha tani padi domestik. Oleh karena itu, pilihan kebijakan harga yang tepat saat ini ialah memberikan perlindungan bagi petani padi. Prioritas tujuan kebijakan ialah menjaga eksistansi usaha tani padi dengan menjamin profitabilitas minimum sekitar 30 persen dari total biaya produksi. Patokan profitabilitas 30 persen merupakan acuan umum yang digunakan dalam analisis usaha tani. Sebagai gambaran, profitabilitas 30 persen juga digunakan pemerintah Thailand dalam merumuskan kebijakan harga gabahnya 7. Berdasarkan acuan ini maka target harga tahunan, yang juga ambang bawah (lower band – untuk melindungi petani) sebagai acuan adalah harga gabah minimal, sekaligus sebagai patoka Harga Pemelian Pemerintah (HPP) GKP ialah:

7 Lihat Kompas, 24 April 2001

Page 8: Menuju Kebijakan Harga Gabah dan Beras Terkelola Seimbang1 ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2006_VI_03.pdfBab V I. Analisis Kebijakan Pengembangan Komoditas dan Agribisnis

Analisis Kebijakan 25

HPP (HL) GKP = 1,30 * TC

HPP (HL) GKP = ambang bawah rentang harga gabah di tingkat petani (Rp/kg)

TC = biaya rata-rata produksi gabah (Rp/kg)

Langkah selanjutnya ialah menentukan ambang batas (upper band) rentang harga beras untuk perlindungan terhadap konsumen. Salah satu pedoman yang dapat digunakan dalam menentukan ambang batas atas harga beras adalah rancangan bagi swasta untuk melakukan penyimpanan, penggilingan dan perdagangan gabah/beras selama satu musim (enam bulan) dengan urutan sebagai berikut:

(a) Dengan kadar air GKP 25 persen dan kadar air GKG 14 persen ditambah dengan biaya pengeringan GKP sebesar 13 persen, maka HPP GKG sebesar:

HPP GKG = HPP GKP * 1.30

(b) Dengan tingkat rendemen gabah ke beras sebesar 62 persen, ditambah biaya angkut dan biaya penggilingan serta biaya penyimpanan beras di penggilingan, maka HPP beras sebesar;

HPP beras = HPP GKG *1.58

(c) Dengan marjin normal beras dari gudang sebesar 5 persen dan lonjakan harga maksimal 10 persen, maka harga beras tertinggi (upper band) ditetapkan sebesar :

HPP (HU) BERAS = HPP beras *1.155

HU = ambang atas (upper band) harga beras.

Besaran Ambang Bawah Harga Gabah dan Ambang Atas Harga Beras

Besaran ambang bawah harga gabah (HPP GKP) mengacu kepada Inpres No 13 tahun 2005 yaitu Rp 1730 per kg. Dengan tingkat HPP beras di gudang penyimpanan sebesar Rp 3550 per kg, maka ambang atas harga beras sebesar Rp 4100. per kg. Ambang atas harga beras Rp 4100 tersebut tidak jauh berbeda dengan usulan BKP (Badan Ketahanan Pangan) sebesar Rp 4085.

Dengan tingkat harga beras Thailand broken 25% pada tanggal 8 Pebruari 2005 sebesar US $268 per ton FOB, maka harga paritas impornya sebesar Rp 2813 per kg8. Dengan demikian, Nominal Protection Rate (NPR)9 untuk ambang atas harga beras tersebut sebesar 45,75 persen masih lebih rendah dibanding total

8 Harga paritas impor = harga FOB * 1.075 (7,5% biaya transportasi dan asuransi * 1,05 (keuntungan pedagang) *Rp.9.300 (nilai tukar Rp/US$)

9 NPR = (harga ambang atas – harga paritas impor)/harga paritas impor * 100%

Page 9: Menuju Kebijakan Harga Gabah dan Beras Terkelola Seimbang1 ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2006_VI_03.pdfBab V I. Analisis Kebijakan Pengembangan Komoditas dan Agribisnis

Bab V I. Analisis Kebijakan Pengembangan Komoditas dan Agribisnis

26

domestic support beras yang diberikan oleh pemerintah Amerika yang mencapai sebesar 64 persen dari harga CIF beras10.

Dampak Penetapan Ambang Atas Harga Beras

Perhitungan secara kualitatif maupun kuantitatif dampak penetapan ambang bawah harga gabah sudah banyak diketahui publik karena kebijakan tersebut sudah lama diterapkan pemerintah dan saat ini pemerintah masih menerapkan kebijakan tersebut. Dampak yang sangat jelas adalah memberikan insentif yang memadai agar petani padi tetap menanam padi sehingga selain pendapatan dari usahatani dijamin juga kapasitas produksi padi nasional dapat meningkat.

Sedangkan dampak penetapan ambang atas harga beras belum banyak dihitung karena kebijakan tersebut sebatas wacana. Dengan tingkat harga pasar yang berlaku saat ini sebesar Rp 4500 per kg untuk kualitas medium dan penetapan ambang atas harga beras sebesar Rp 4100, maka harga beras akan turun sebesar Rp 400 per kg atau 8,9 persen. Secara sederhana dampak dari penurunan harga beras tersebut akan menguntungkan konsumen utamanya penduduk miskin. Apabila jumlah penduduk miskin sebesar 62 juta dengan rata-rata konsumsi beras per kapita 85 kg, maka potensial transfer payment kebijakan tersebut kepada penduduk miskin sebesar Rp 34.000 per kapita per tahun atau secara keseluruhan sebesar Rp 2,11 trilyun, sedangkan harga gabah akan turun sebesar 7,21 persen11. Dengan tingkat harga gabah saat ini sebesar Rp 1990 per kg GKP, penetapan ambang atas harga beras akan menyebabkan harga gabah turun menjadi Rp 1847 per kg GKP, masih di atas HPP GKP yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp 1730 per kg GKP.

Kebijakan ambang atas harga beras secara potensial akan menekan inflasi. Penurunan harga beras minimal sebesar 8,9 persen akan mampu menekan inflasi sebesar 0,45 persen12 (Tabel 1).

Hasil analisis makro dengan menggunakan pedekatan konsumen dan produsen surplus dan data agregat nasional yang disajikan dalam Tabel 2 menunjukkan bahwa kebijakan ambang atas harga beras sebesar Rp 4100 per kg akan berdampak :

a. Harga gabah menurun menjadi Rp 2343 per kg GKG masih lebih tinggi dibanding harga patokan Rp 2250 kg GKG.

10 Munisamy Gopinath et. al., 2004. Domestic Support Agriculture in The European Union and The United States : Policy Development Since 1996. IFPRI. Washington.

11 Elastisitas harga beras terhadap harga gabah 0.812. Artinya setiap kenaikan harga beras 10% akan menurunkan harga gabah 8,12%. Dengan penurunan harga beras 8,9, maka harga gabah turun sebesar 7,21%.

12 Kontribusi harga beras terhadap inflasi 5,03% (sumber : Bank Indonesia, 2005). Dengan penurunan harga beras 8,9%, maka potensi inflasi yang dapat ditekan (8,9*5,03)/100 = 0,45 persen.

Page 10: Menuju Kebijakan Harga Gabah dan Beras Terkelola Seimbang1 ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2006_VI_03.pdfBab V I. Analisis Kebijakan Pengembangan Komoditas dan Agribisnis

Analisis Kebijakan 27

b. Permintaan beras akan meningkat akibat penurunan harga sebesar 452.000 ton, sebaliknya produksi mengalami penurunan sebesar 808.000 ton GKG.

c. Untuk menutupi defisit akibat peningkatan permintaan dan penurunan produksi tersebut, maka perlu impor sebesar 964 000 ton.

d. Surplus konsumen bertambah sebesar Rp 14,0 trilyun, sedangkan surplus produsen berkurang sebesar Rp 8,2 trilyun. Penerimaan pemerintah bertambah sebesar Rp 434 milyar, sehingga dampak netto sebesar Rp 6,2 trilyun.

Dengan asumsi harga keseimbangan beras di pasar sepanjang tahun 2006 sebesar Rp.4500 per kg (sebagai acuan perkembangan harga Tabel 3), maka kebijakan ambang batas harga beras sebesar Rp.4100 per kg akan menguntungkan secara ekonomi.

Peran Impor dan Stok Dalam Pengendalian Harga

Sudah barang tentu skema kebijakan stabilisasi harga gabah-beras parsial ini haruslah didukung dengan kebijakan perdagangan, misalnya pengenaan tarif impor beras, dan operasi pasar untuk menjamin efektifitas kebijakan tersebut. Operasi pasar untuk mengendalikan harga membutuhkan stok dan apabila terjadi defisit maka diperlukan impor. Berikut ini akan disajikan hasil analisis peranan impor dan stok dalam pengendalian harga beras domestik dengan mengambil kasus di pasar Cipinang sebagai market leader beras nasional.

Analisis pengaruh impor dan stok terhadap perubahan harga beras dilakukan secara bertahap, yaitu:

a. Melihat pengaruh surplus domestik (pemasukan dikurangi pengeluaran beras produksi domestik di pasar Cipinang) dan Ex -impor terhadap perubahan harga beras (Tabel 4). Dari Tabel tersebut ternyata pemasukan beras impor (Ex-impor) berpengaruh negatif terhadap perubahan harga, sedangkan surplus pasok tidak berpengaruh. Ini berarti bahwa pemasukan beras impor semakin besar, maka kenaikan harga makin rendah.

b. Melihat pengaruh surplus pasok tahun 2004 dan tahun 2005 serta Ex-impor terhadap perubahan harga beras (Tabel 4). Dari tabel tersebut ternyata Ex-impor dan surplus pasok tahun 2005 berpengaruh negatif terhadap perubahan harga, sedangkan surplus pasok tahun 2004 tidak berpengaruh.

c. Melihat pengaruh surplus pasok tahun 2005 serta Ex-impor terhadap perubahan harga beras (Tabel 4). Dari tabel tersebut ternyata Ex-impor dan surplus pasok tahun 2005 berpengaruh negatif terhadap perubahan harga. Surplus pasok tahun 2005 berpengaruh terhadap perubahan harga karena pada tahun 2005 tidak ada beras ex-impor yang masuk ke pasar Cipinang, sehingga surplus domestik yang berpengaruh. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pada saat tidak ada impor, maka surplus pasok sangat besar peranannya dalam perubahan harga beras.

Page 11: Menuju Kebijakan Harga Gabah dan Beras Terkelola Seimbang1 ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2006_VI_03.pdfBab V I. Analisis Kebijakan Pengembangan Komoditas dan Agribisnis

Bab V I. Analisis Kebijakan Pengembangan Komoditas dan Agribisnis

28

Apabila terjadi defisit, maka akan terjadi lonjak harga dan sebaliknya. Dengan kata lain, stok sangat penting dalam pengendalian harga.

Harga beras pada bulan Januari 2006 sampai sekarang tetap meningkat walaupun sudah dilakukan operasi pasar tidak berarti operasi pasar tidak berguna. Berdasarkan data yang ada, operasi pasar beras di Jakarta pada bulan Januari sebesar 334 ton (Tabel 5), sementara defisit di pasar Cipinang sebesar 2,334 ton (Tabel 6), sehingga walaupun dilakukan operasi pasar, di pasar Cipinang tetap mengalami defisit. Akibatnya terjadi lonjak harga yang tidak mampu diredam. Untuk meredam lonjak harga tersebut, maka operasi pasar dilakukan sebesar defisit yang terjadi. Diharapkan dengan mulai panen raya pada bulan Februari sampai bulan April, akan terjadi penurunan harga beras karena terjadi surplus di pasar domestik.

Catatan Penutup

Kiranya perlu dicatat, baik rentang harga maupun kebijakan pendukungnya (tarif, operasi pasar) haruslah selalu dikaji ulang dan disesuaikan dengan perkembangan pasar internasional, nilai tukar, ongkos pemasaran dan biaya pokok produksi gabah. Kaji ulang dan penyesuaian sebaiknya dilakukan setiap menjelang musim panen atau setidaknya tiap tahun yaitu menjelang musim panen raya. Untuk memberikan kepastian berusaha bagi petani dan pedagang maka prinsip dasar kebijakan ini perlu dibuat transparan dan dilaksanakan secara konsisten.

Dalam jangka panjang harga gabah-beras domestik perlu disesuaikan secara gradual dengan harga dunia agar tidak menimbulkan disparitas yang tajam yang justru merugikan ekonomi beras nasional.

Page 12: Menuju Kebijakan Harga Gabah dan Beras Terkelola Seimbang1 ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2006_VI_03.pdfBab V I. Analisis Kebijakan Pengembangan Komoditas dan Agribisnis

Analisis Kebijakan 29

Tabel 1. Kontribusi Harga Beras Terhadap Inflasi

Bobot

Thn Dasar

(2002=100) No. KELOMPOK DAN SUB KELOMPOK BARANG DAN JASA

I. BAHAN MAKANAN 25,50

A. Padi-padian, umbi-umbian dan hasilnya 5,80

- BERAS 5,03

B. Daging dan hasil-hasilnya 3,57

C. Ikan segar 3,43

D. Ikan diawetkan 0,75

E. Telur, susu dan hasil-hasilnya 2,24

F. Sayur-sayuran 2,20

G. Kacang-kacangan 1,12

H. Buah-buahan 2,21

I. Bumbu-bumbuan 2,18

J. Lemak dan minyak 1,71

K. Bahan makanan lainnya 0,29

II. MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK DAN TEMBAKAU 17,88

III. PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR 25,59

IV. SANDANG 6,41

V. KESEHATAN 4,31

VI. PENDIDIKAN, REKREASI, DAN OLAH RAGA 6,04

VII. TRANSPOR, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN 14,27

U M U M 100,00

Sumber : Bank Indonesia, 2005

Page 13: Menuju Kebijakan Harga Gabah dan Beras Terkelola Seimbang1 ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2006_VI_03.pdfBab V I. Analisis Kebijakan Pengembangan Komoditas dan Agribisnis

Bab V I. Analisis Kebijakan Pengembangan Komoditas dan Agribisnis

30

Tabel 2. Dampak Kebijakan Ambang Atas Harga Beras Berbagai Skenario terhadap Konsumen dan Produsen Surplus serta Penerimaan Pemerintah, 2006.

Skenario I II III IV V

Kondisi Awal:

Tarif Impor beras (Rp/kg) 450 450 450 450 450

Harga grosir to (Rp/kg) 4,500 4,500 4,500 4,500 4,500

Harga produsen to (Rp/kg GKG) 2,587 2,587 2,587 2,587 2,587

Produksi GKG to (000t)*) 55,000 55,000 55,000 55,000 55,000

Konversi GKG-beras (%) 0.6332 0.6332 0.6332 0.6332 0.6332

Volume impor to (000 t) 0 0 0 0 0

Permintaan beras to (000 t) 34,826.0 34,826.0 34,826.0 34,826.0 34,826.0

Elasitisitas permintaan -0.14589 -0.14589 -0.14589 -0.14589 -0.14589

Elastisitas penawaran 0.15607 0.15607 0.15607 0.15607 0.15607 Elastisitas transmisi harga grosir ke harga prod 1.05727 1.05727 1.05727 1.05727 1.05727

Dampak Kebijakan Harga Plafon:

Perubahan harga grosir (%) -5 -8.9 -10 -15 -20

Perubahan harga grosir (Rp/kg) -225 -401 -450 -675 -900

Harga grosir t1 (Rp/kg) 4,275 4,100 4,050 3,825 3,600

Dampak terhadap harga produsen (%) -5.29 -9.41 -10.57 -15.86 -21.15

Perubahan harga produsen (Rp/kg) -136.8 -243.4 -273.5 -410.3 -547.0

Harga produsen t1 (Rp/kg) 2,450.2 2,343.6 2,313.5 2,176.7 2,040.0

Dampak terhadap permintaan (%) 0.73 1.30 1.46 2.19 2.92

Perubahan permintaan (000 t) 254.0 452.2 508.1 762.1 1,016.1

Permintaan t1 (000 t) 35,080.0 35,278.2 35,334.1 35,588.1 35,842.1

Dampak terhadap penawaran (%) -0.83 -1.47 -1.65 -2.48 -3.30

Perubahan penawaran GKG (000 t) -453.8 -807.7 -907.6 -1,361.4 -1,815.1

Penawaran GKG t1 (000 t) 54,546.2 54,192.3 54,092.4 53,638.6 53,184.9

Penawaran beras t1 (000 t) 34,538.7 34,314.5 34,251.3 33,964.0 33,676.7

Impor t1 (000 t) 541.37 963.64 1,082.74 1,624.11 2,165.48

Perubahan impor (000 t) 541.37 963.64 1,082.74 1,624.11 2,165.48

Perubahan surplus konsumen (Rp m) 7,864 14,038 15,786 23,765 31,801

Perubahan surplus produsen (Rp m) -4,692 -8,255 -9,244 -13,655 -17,926 Perubahan penerimaan pemerintah (Rp m) 244 434 487 731 974

Perubahan surplus neto (Rp m) 3,416 6,217 7,029 10,840 14,849 Skenario I = ambang atas harga beras 5 % dibawah harga pasar Skenario II = ambang atas harga beras 8,9 % dibawah harga pasar Skenario I = ambang atas harga beras 10 % dibawah harga pasar Skenario I = ambang atas harga beras 15 % dibawah harga pasar Skenario I = ambang atas harga beras 20 % dibawah harga pasar

Page 14: Menuju Kebijakan Harga Gabah dan Beras Terkelola Seimbang1 ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2006_VI_03.pdfBab V I. Analisis Kebijakan Pengembangan Komoditas dan Agribisnis

31

Tabel 3. Perkembangan Harga Harian Beberapa Jenis Beras di 7 Kota Besar, Januari 2006. Bulan

Kota/Pasar Jenis Beras Jan'05 Feb'05 Mar'05 Apr'05 Mei'05 Jun'05

Medan IR64 (II) 3.395 3.477 3.529 3.700 3.700 3.670 3.700

Ps. Sentral Medan Kuku Balam 3.700 3.929 3.936 4.200 4.200 4.200 4.200

Ramos 3.700 3.823 3.854 4.058 4.000 4.070 4.100

Palembang IR-64 2.923 3.213 3.350 3.300 3.200 3.200 3.050

Ps. Induk 16 Ilir IR-42 2.265 2.413 2.700 - - - -

Lokal (Lebak) 2.684 - - - -

Jakarta IR-II 2.566 2.821 2.993 2.735 2.603 2.600 2.780

PIBC Muncul-II 2.571 2.813 3.193 3.106 2.807 2.800 2.920

Saigon Bandung 2.950 3.102 3.400 3.365 3.300 3.300 3.420

Bandung IR-64 (II) 2.402 2.615 2.669 3.108 3.023 2.828 2.836

Ps. Caringin Setra I 2.646 2.795 2.825 3.279 3.129 2.971 2.992

Jembar 2.915 3.128 3.145 3.405 3.241 3.138 3.150

Semarang IR-64 (C4) 2.608 2.965 3.046 2.839 2.600 2.600 2.660

Ps. Dargo Membramo 2.758 3.165 3.161 3.123 2.900 2.900 3.060

Mentik Wangi 2.908 3.065 3.284 3.239 3.000 3.000 2.970

Surabaya IR-64 II 2.785 2.940 3.021 2.700 2.587 2.600 2.657

Ps. Bendul Merisi Bengawan 3.259 3.456 3.293 3.315 2.940 2.900 2.900

Membramo 3.258 3.518 3.518 3.358 3.210 3.200 3.393

Makassar IR-64 (II) 3.110 3.565 3.625 3.706 3.647 3.500 3.313

Ps. Pabaeng-baeng Ciliwung 2.871 3.374 3.400 3.387 2.850 2.755 2.820

Dolog 2.584 3.048 3.125 3.106 3.000 3.000 3.000

Inpres No.13/2005 - 2.790 2.790 2.790 2.790 2.790 2.790

Harga Referensi *) - 3.200 3.200 3.200 3.200 3.200 3.200

Harga Internasional *) 3.262 3.304 3.335 3.393 3.482 3.435 3.367

Page 15: Menuju Kebijakan Harga Gabah dan Beras Terkelola Seimbang1 ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2006_VI_03.pdfBab V I. Analisis Kebijakan Pengembangan Komoditas dan Agribisnis

32

Lanjutan Tabel 3. B u l a n

Kota/Pasar Jenis Beras Jul'05 Agt'05 Sep'05 Okt'05 Nov'05 Des'05

Medan IR64 (II) 3.395 3.719 3.700 3.723 3.800 3.890 4.006

Ps. Sentral Medan Kuku Balam 3.700 4.237 4.300 4.340 4.497 4.627 4.794

Ramos 3.700 4.100 4.084 4.023 4.203 4.293 4.506

Palembang IR-64 2.923 3.163 3.312 3.402 3.513 3.667 3.730

Ps. Induk 16 Ilir IR-42 2.265 - -

Lokal (Lebak) 2.684 - -

Jakarta IR-II 2.566 2.900 2.955 3.077 3.294 3.370 3.590

PIBC Muncul-II 2.571 3.000 3.068 3.195 3.500 3.528 3.642

Saigon Bandung 2.950 3.500 3.500 3.500 3.732 3.848 4.003

Bandung IR-64 (II) 2.402 2.867 2.856 3.028 3.212 3.153 3.265

Ps. Caringin Setra I 2.646 3.027 3.081 3.171 3.290 3.255 3.377

Jembar 2.915 3.181 3.192 3.255 3.400 3.360 3.529

Semarang IR-64 (C4) 2.608 2.800 2.977 3.193 3.548 3.540 3.426

Ps. Dargo Membramo 2.758 3.200 3.277 3.493 3.748 3.740 3.768

Mentik Wangi 2.908 3.300 3.377 3.593 3.848 3.840 3.674

Surabaya IR-64 II 2.785 2.918 2.966 3.110 3.555 3.407 3.416

Ps. Bendul Merisi Bengawan 3.259 3.035 3.100 3.263 3.900 3.803 3.816

Membramo 3.258 3.635 3.700 3.750 4.100 4.003 4.016

Makassar IR-64 (II) 3.110 3.619 3.548 3.473 3.787 3.807 3.761

Ps. Pabaeng-baeng Ciliwung 2.871 3.065 2.926 2.940 3.123 3.197 3.332

Dolog 2.584 2.826 2.723 2.603 3.090 3.110 3.097

Inpres No.13/2005 - 2.790 2.790 2.790 2.790 2.790 2.790

Harga Referensi *) - 3.200 3.200 3.200 3.200 3.200 3.200

Harga Internasional *) 3.262 3.358 3.463 3.635 3.607 3.509 3.360

Page 16: Menuju Kebijakan Harga Gabah dan Beras Terkelola Seimbang1 ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2006_VI_03.pdfBab V I. Analisis Kebijakan Pengembangan Komoditas dan Agribisnis

33

Tabel 3. Lanjutan.

Harga (Rp/kg)

Kota/Pasar Jenis Beras 31-Des 1 Jan-06 2 Jan-06 3 Jan-06 4 Jan-06

Medan IR64 (II) 3.395 4.200 4.200 4.200 4.200 4.200

Ps. Sentral Medan Kuku Balam 3.700 4.800 4.800 4.800 4.800 4.800

Ramos 3.700 4.600 4.650 4.650 4.600 4.600

Palembang IR-64 2.923 4.100 4.100 4.100 4.100 4.100

Ps. Induk 16 Ilir IR-42 2.265 - - - - -

Lokal (Lebak) 2.684 - - - - -

Jakarta IR-II 2.566 3.900 3.900 3.950 3.950 3.950

PIBC Muncul-II 2.571 3.950 3.950 4.150 4.150 4.150

Saigon Bandung 2.950 4.300 4.300 4.450 4.450 4.450

Bandung IR-64 (II) 2.402 3.600 3.600 3.700 3.625 3.600

Ps. Caringin Setra I 2.646 3.925 3.925 4.025 4.050 4.100

Jembar 2.915 4.000 4.000 4.150 4.200 4.200

Semarang IR-64 (C4) 2.608 3.700 3.700 3.700 3.700 3.700

Ps. Dargo Membramo 2.758 4.000 3.800 3.800 3.800 3.800

Mentik Wangi 2.908 3.900 4.000 4.000 4.000 4.000

Surabaya IR-64 II 2.785 3.600 3.600 3.700 3.700 3.700

Ps. Bendul Merisi Bengawan 3.259 4.000 4.000 4.100 4.100 4.200

Membramo 3.258 4.200 4.300 4.300 4.400 4.400

Makassar IR-64 (II) 3.110 3.800 3.800 3.800 4.000 4.000

Ps. Pabaeng-baeng Ciliwung 2.871 3.500 3.500 3.500 3.500 3.500

Dolog 2.584 3.200 3.200 3.200 3.400 3.400

Inpres No.13/2005 - 2.790 3.550 3.550 3.550 3.550

Harga Referensi *) - 3.200 4.083 4.083 4.083 4.083

Harga Internasional *) 3.262 3.351 3.278 3.268 3.247 3.232

Page 17: Menuju Kebijakan Harga Gabah dan Beras Terkelola Seimbang1 ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2006_VI_03.pdfBab V I. Analisis Kebijakan Pengembangan Komoditas dan Agribisnis

34

Tabel 3. Lanjutan Harga (Rp/kg)

Kota/Pasar Jenis Beras 5 Jan-06 6 Jan-06 7 Jan-06 8 Jan-06 9 Jan-06

Medan IR64 (II) 3.395 4.200 4.200 4.200 4.200 4.200

Ps. Sentral Medan Kuku Balam 3.700 4.800 4.800 4.800 4.800 4.800

Ramos 3.700 4.600 4.600 4.600 4.600 4.600

Palembang IR-64 2.923 4.100 4.100 4.100 4.100 4.100

Ps. Induk 16 Ilir IR-42 2.265 - - - - -

Lokal (Lebak) 2.684 - - - - -

Jakarta IR-II 2.566 4.100 4.100 4.100 4.100 4.100

PIBC Muncul-II 2.571 4.300 4.300 4.300 4.300 4.300

Saigon Bandung 2.950 4.600 4.600 4.600 4.600 4.600

Bandung IR-64 (II) 2.402 3.700 3.700 3.700 3.725 3.650

Ps. Caringin Setra I 2.646 4.100 4.025 4.200 4.150 4.150

Jembar 2.915 4.300 4.325 4.200 4.300 4.500

Semarang IR-64 (C4) 2.608 3.800 4.000 4.000 4.000 4.000

Ps. Dargo Membramo 2.758 4.000 4.200 4.400 4.400 4.400

Mentik Wangi 2.908 4.200 4.400 4.700 4.700 4.700

Surabaya IR-64 II 2.785 3.800 3.800 3.800 3.800 3.800

Ps. Bendul Merisi Bengawan 3.259 4.200 4.300 4.400 4.400 4.400

Membramo 3.258 4.400 4.500 4.500 4.500 4.500

Makassar IR-64 (II) 3.110 4.000 4.000 4.000 4.000 4.000

Ps. Pabaeng-baeng Ciliwung 2.871 3.500 3.500 3.500 3.500 3.500

Dolog 2.584 3.400 3.400 3.400 3.400 3.400

Inpres No.13/2005 - 3.550 3.550 3.550 3.550 3.550

Harga Referensi *) - 4.083 4.083 4.083 4.083 4.083

Harga Internasional *) 3.262 3.227 3.211 3.134 3.154 3.173

Page 18: Menuju Kebijakan Harga Gabah dan Beras Terkelola Seimbang1 ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2006_VI_03.pdfBab V I. Analisis Kebijakan Pengembangan Komoditas dan Agribisnis

35

Tabel 3. Lanjutan. Harga (Rp/kg)

Kota/Pasar Jenis Beras 10 Jan-06 11 Jan-06 12 Jan-06 13 Jan-06 14 Jan-06

Medan IR64 (II) 3.395 4.200 4.200 4.200 4.200 4.200

Ps. Sentral Medan Kuku Balam 3.700 4.800 4.800 4.800 4.800 4.800

Ramos 3.700 4.600 4.600 4.600 4.600 4.600

Palembang IR-64 2.923 4.100 4.100 4.100 4.100 4.100

Ps. Induk 16 Ilir IR-42 2.265 - - - - -

Lokal (Lebak) 2.684 - - - - -

Jakarta IR-II 2.566 4.100 4.100 4.100 4.100 4.100

PIBC Muncul-II 2.571 4.300 4.300 4.300 4.300 4.300

Saigon Bandung 2.950 4.600 4.600 4.600 4.600 4.600

Bandung IR-64 (II) 2.402 3.650 3.750 3.800 3.925 4.000

Ps. Caringin Setra I 2.646 4.200 4.300 4.350 4.400 4.500

Jembar 2.915 4.600 4.625 4.700 4.650 4.700

Semarang IR-64 (C4) 2.608 4.000 4.000 4.000 4.000 4.000

Ps. Dargo Membramo 2.758 4.400 4.400 4.400 4.400 4.400

Mentik Wangi 2.908 4.700 4.700 4.700 4.700 4.700

Surabaya IR-64 II 2.785 3.800 3.800 3.800 3.800 3.800

Ps. Bendul Merisi Bengawan 3.259 4.400 4.400 4.400 4.400 4.400

Membramo 3.258 4.500 4.500 4.500 4.500 4.500

Makassar IR-64 (II) 3.110 4.000 4.000 4.000 4.000 4.000

Ps. Pabaeng-baeng Ciliwung 2.871 3.500 3.500 3.500 3.500 3.500

Dolog 2.584 3.400 3.400 3.400 3.400 3.400

Inpres No.13/2005 - 3.550 3.550 3.550 3.550 3.550

Harga Referensi *) - 4.083 4.083 4.083 4.083 4.083

Harga Internasional *) 3.262 3.173 3.184 3.375 3.244 3.232

Page 19: Menuju Kebijakan Harga Gabah dan Beras Terkelola Seimbang1 ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2006_VI_03.pdfBab V I. Analisis Kebijakan Pengembangan Komoditas dan Agribisnis

36

Tabel 3. Lanjutan

Harga (Rp/kg) Kota/Pasar Jenis Beras

15 Jan-06 16 Jan-06 17 Jan-06 18 Jan-06 19 Jan-06

Medan IR64 (II) 3.395 4.200 4.500 4.500 4.500 4.500

Ps. Sentral Medan Kuku Balam 3.700 4.800 5.000 5.000 5.000 5.000

Ramos 3.700 4.600 4.700 4.700 4.700 4.700

Palembang IR-64 2.923 4.100 4.333 4.333 4.333 4.333

Ps. Induk 16 Ilir IR-42 2.265 - - - - -

Lokal (Lebak) 2.684 - - - - -

Jakarta IR-II 2.566 4.100 4.100 4.100 4.100 4.100

PIBC Muncul-II 2.571 4.300 4.300 4.300 4.300 4.300

Saigon Bandung 2.950 4.600 4.600 4.600 4.600 4.600

Bandung IR-64 (II) 2.402 4.100 4.150 4.200 4.150 4.100

Ps. Caringin Setra I 2.646 4.525 4.500 4.400 4.500 4.500

Jembar 2.915 4.600 4.700 4.600 4.650 4.600

Semarang IR-64 (C4) 2.608 4.000 4.000 4.000 4.000 4.000

Ps. Dargo Membramo 2.758 4.400 4.400 4.400 4.400 4.400

Mentik Wangi 2.908 4.700 4.700 4.700 4.700 4.700

Surabaya IR-64 II 2.785 3.800 3.800 3.800 3.800 4.000

Ps. Bendul Merisi Bengawan 3.259 4.400 4.400 4.400 4.400 4.600

Membramo 3.258 4.500 4.500 4.500 4.500 4.600

Makassar IR-64 (II) 3.110 4.000 4.000 4.000 4.000 4.000

Ps. Pabaeng-baeng Ciliwung 2.871 3.500 3.500 3.700 3.700 3.700

Dolog 2.584 3.400 3.400 3.400 3.400 3.400

Inpres No.13/2005 - 3.550 3.550 3.550 3.550 3.550

Harga Referensi *) - 4.083 4.083 4.083 4.083 4.083

Harga Internasional *) 3.262 3.235 3.238 3.267 3.295 3.291

Page 20: Menuju Kebijakan Harga Gabah dan Beras Terkelola Seimbang1 ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2006_VI_03.pdfBab V I. Analisis Kebijakan Pengembangan Komoditas dan Agribisnis

37

Tabel 3. Lanjutan

Harga (Rp/kg) Kota/Pasar Jenis Beras

20 Jan-06 21 Jan-06 22 Jan-06 23 Jan-06 24 Jan-06

Medan IR64 (II) 3.395 4.500 4.500 4.500 4.500 4.500

Ps. Sentral Medan Kuku Balam 3.700 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000

Ramos 3.700 4.700 4.700 4.700 4.700 4.700

Palembang IR-64 2.923 4.333 4.333 4.333 4.333 4.333

Ps. Induk 16 Ilir IR-42 2.265 - - - - -

Lokal (Lebak) 2.684 - - - - -

Jakarta IR-II 2.566 4.200 4.200 4.200 4.200 4.200

PIBC Muncul-II 2.571 4.400 4.400 4.400 4.400 4.400

Saigon Bandung 2.950 4.700 4.700 4.700 4.700 4.700

Bandung IR-64 (II) 2.402 4.125 4.200 4.200 4.150 4.225

Ps. Caringin Setra I 2.646 4.425 4.400 4.325 4.325 4.325

Jembar 2.915 4.625 4.600 4.600 4.600 4.625

Semarang IR-64 (C4) 2.608 4.000 4.000 4.000 4.000 4.000

Ps. Dargo Membramo 2.758 4.400 4.400 4.400 4.400 4.400

Mentik Wangi 2.908 4.700 4.700 4.700 4.700 4.700

Surabaya IR-64 II 2.785 4.000 4.000 4.000 4.000 4.000

Ps. Bendul Merisi Bengawan 3.259 4.600 4.600 4.600 4.600 4.600

Membramo 3.258 4.600 4.600 4.600 4.600 4.600

Makassar IR-64 (II) 3.110 4.000 4.000 4.000 4.000 4.000

Ps. Pabaeng-baeng Ciliwung 2.871 3.800 3.800 3.800 4.000 3.900

Dolog 2.584 3.500 3.500 3.500 3.500 Stok Kosong

Inpres No.13/2005 - 3.550 3.550 3.550 3.550 3.550

Harga Referensi *) - 4.083 4.083 4.083 4.083 4.083

Harga Internasional *) 3.262 3.262 3.280 3.276 3.271 3.279

Page 21: Menuju Kebijakan Harga Gabah dan Beras Terkelola Seimbang1 ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2006_VI_03.pdfBab V I. Analisis Kebijakan Pengembangan Komoditas dan Agribisnis

38

Tabel 3. Lanjutan Harga (Rp/kg)

Kota/Pasar Jenis Beras 25 Jan-06 26 Jan-06 27 Jan-06 28 Jan-06 29 Jan-06

Medan IR64 (II) 3.395 4.500 4.500 4.500 4.600 4.600

Ps. Sentral Medan Kuku Balam 3.700 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000

Ramos 3.700 4.700 4.700 4.700 4.800 4.800

Palembang IR-64 2.923 4.333 4.333 4.333 4.308 4.308

Ps. Induk 16 Ilir IR-42 2.265 - - -

Lokal (Lebak) 2.684 - - -

Jakarta IR-II 2.566 4.300 4.300 4.300 4.300 4.300

PIBC Muncul-II 2.571 4.300 4.300 4.300 4.500 4.500

Saigon Bandung 2.950 4.300 4.300 4.300 4.850 4.850

Bandung IR-64 (II) 2.402 4.200 4.150 4.050 4.000 4.050

Ps. Caringin Setra I 2.646 4.325 4.250 4.150 4.100 4.100

Jembar 2.915 4.625 4.500 4.400 4.300 4.350

Semarang IR-64 (C4) 2.608 4.000 4.100 4.100 4.100 4.100

Ps. Dargo Membramo 2.758 4.400 4.500 4.500 4.500 4.500

Mentik Wangi 2.908 4.700 4.800 4.800 4.800 4.800

Surabaya IR-64 II 2.785 4.000 na na na na

Ps. Bendul Merisi Bengawan 3.259 4.600 na na na na

Membramo 3.258 4.600 na na na na

Makassar IR-64 (II) 3.110 4.000 4.000 4.000 4.000 4.000

Ps. Pabaeng-baeng Ciliwung 2.871 3.900 3.900 3.900 3.900 3.900

Dolog 2.584

Inpres No.13/2005 - 3.550 3.550 3.550 3.550 3.550

Harga Referensi *) - 4.083 4.083 4.083 4.083 4.083

Harga Internasional *) 3.262 3.286 3.254

Page 22: Menuju Kebijakan Harga Gabah dan Beras Terkelola Seimbang1 ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2006_VI_03.pdfBab V I. Analisis Kebijakan Pengembangan Komoditas dan Agribisnis

39

Tabel 3. Lanjutan. Harga (Rp/kg)

Kota/Pasar Jenis Beras 30 Jan-06 31 Jan-06

Medan IR64 (II) 3.395 4.600 4.600 Ps. Sentral Medan Kuku Balam 3.700 5.000 5.000 Ramos 3.700 4.800 4.800 Palembang IR-64 2.923 4.308 4.308 Ps. Induk 16 Ilir IR-42 2.265 Lokal (Lebak) 2.684 Jakarta IR-II 2.566 4.300 4.450 PIBC Muncul-II 2.571 4.500 4.650 Saigon Bandung 2.950 4.850 5.000 Bandung IR-64 (II) 2.402 4.000 4.000 Ps. Caringin Setra I 2.646 4.050 4.150 Jembar 2.915 4.250 4.325 Semarang IR-64 (C4) 2.608 4.100 4.100 Ps. Dargo Membramo 2.758 4.500 4.500 Mentik Wangi 2.908 4.800 4.800 Surabaya IR-64 II 2.785 na na Ps. Bendul Merisi Bengawan 3.259 na na Membramo 3.258 na na Makassar IR-64 (II) 3.110 4.000 4.000 Ps. Pabaeng-baeng Ciliwung 2.871 3.900 3.900 Dolog 2.584 Inpres No.13/2005 - 3.550 3.550 Harga Referensi *) - 4.083 4.083 Harga Internasional *) 3.262

Page 23: Menuju Kebijakan Harga Gabah dan Beras Terkelola Seimbang1 ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2006_VI_03.pdfBab V I. Analisis Kebijakan Pengembangan Komoditas dan Agribisnis

40

Tabel 3. Lanjutan.

Kota/Pasar Jenis Beras Rata2

Max

Min

Rata2

CV

Medan IR64 (II) 4.368 4.600 4.200 4.327 3,85 Ps. Sentral Medan Kuku Balam 4.903 5.000 4.800 4.885 2,07 Ramos 4.668 4.800 4.600 4.646 1,48 Palembang IR-64 4.217 4.333 4.100 4.199 2,74 Ps. Induk 16 Ilir IR-42 - - - - 1,48 Lokal (Lebak) - - - - 2,74 Jakarta IR-II 4.145 4.450 3.900 4.110 2,98 PIBC Muncul-II 4.321 4.650 3.950 4.288 2,89 Saigon Bandung 4.600 5.000 4.300 4.567 3,61 Bandung IR-64 (II) 3.941 4.225 3.600 3.926 5,64 Ps. Caringin Setra I 4.252 4.525 3.925 4.280 4,03 Jembar 4.465 4.700 4.000 4.491 4,44 Semarang IR-64 (C4) 3.974 4.100 3.700 3.950 3,05 Ps. Dargo Membramo 4.323 4.500 3.800 4.288 5,20 Mentik Wangi 4.603 4.800 4.000 4.565 5,71 Surabaya IR-64 II 3.836 4.000 3.600 3.836 3,00 Ps. Bendul Merisi Bengawan 4.396 4.600 4.000 4.396 3,91 Membramo 4.500 4.600 4.300 4.500 1,92 Makassar IR-64 (II) 3.987 4.000 3.800 3.985 1,25 Ps. Pabaeng-baeng Ciliwung 3.668 4.000 3.500 3.623 5,10 Dolog 3.400 3.500 3.200 3.400 2,17 Inpres No.13/2005 3.550 3.550 3.550 3.550 - Harga Referensi *) 4.083 4.083 4.083 4.083 - Harga Internasional *) 3.245 3.375 3.134 3.245 1,59

Page 24: Menuju Kebijakan Harga Gabah dan Beras Terkelola Seimbang1 ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2006_VI_03.pdfBab V I. Analisis Kebijakan Pengembangan Komoditas dan Agribisnis

41

Tabel 4. Dugaan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Harga Beras di Pasar Cipinang.

Koefisien Tahap I Skenario II Skenario III

Nilai P-value Nilai P-value Nilai P-Value

Intersep 52.81317 0.047363 69.220123 0.015958 67.1029 0.01311

Ex-Impor -0.00738 0.171149 -0.002168 0.724521 -0.00497 0.146746

Surplus Domestik -0.00431 0.412684 0.003907 0.584512

DSurplus05Dom -0.020796 0.085217 -0.01669 0.062749

DSurplus04Dom -0.005768 0.691514

Page 25: Menuju Kebijakan Harga Gabah dan Beras Terkelola Seimbang1 ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2006_VI_03.pdfBab V I. Analisis Kebijakan Pengembangan Komoditas dan Agribisnis

42

Tabel 5. Realisasi Operasi Pasar 8 Januari sampai dengan 7 Pebruari 2006.

(Satuan : Ton)

No Divre OPM Keterangan Raskin

1 Nanggroe Aceh Darussalam 181.50 15,228.00

2 Sumatera Utara

3 Riau 1,114.30 10 Kab/Kota 594.44

4 Sumatera Barat 71.70

5 Jambi 734.30 Divre & 4 Subdivre

6 Sumatera Selatan 38.42

7 Bengkulu 2,179.01 Divre & SD Rejang Lebong

8 Lampung 640.30

9 DKI Jakarta 334.82 34 pasar, 5 kota + Banten 599.01

10 Jawa Barat 796.10 25,157.71

11 Jawa Tengah 20,635.08

12 DI Yogyakarta

13 Jawa Timur 7,997.65

14 Kalimantan Barat

17 Kalimantan Timur 10.00

16 Kalimantan Selatan 1,037.03

15 Kalimantan Tengah

18 Sulawesi Utara 65.00 315.10

19 Sulawesi Tengah

20 Sulawesi Tenggara

Page 26: Menuju Kebijakan Harga Gabah dan Beras Terkelola Seimbang1 ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2006_VI_03.pdfBab V I. Analisis Kebijakan Pengembangan Komoditas dan Agribisnis

43

21 Sulawesi Selatan 13.00

22 Bali 1,356.21

23 NTB 723.10 250.00

24 NTT 50.00

25 Maluku 777.86 Ambon, Ternate, Tual 13.60

26 Papua 636.00 Kab. Jayawijaya 219.00

Jumlah 7,590.41 74,177.83

Jumlah Divre 12 16

Page 27: Menuju Kebijakan Harga Gabah dan Beras Terkelola Seimbang1 ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2006_VI_03.pdfBab V I. Analisis Kebijakan Pengembangan Komoditas dan Agribisnis

44

Tabel 6. Perkembangan Pemasukan dan Pengeluaran Beras di Indonesia

Tahun Bulan Pemasukan Pengeluaran EX-Impor Surplus Total Stok

2003 Januari 60,145 62,986 13,210 (2,841) (2,841)

Februari 69,005 63,366 21,179 5,639 2,798

Maret 77,208 71,853 27,510 5,355 8,153

April 53,239 56,357 6,702 (3,118) 5,035

Mei 55,755 58,509 5,968 (2,754) 2,281

Juni 64,785 56,799 12,299 7,986 10,267

Juli 56,136 60,628 2,640 (4,492) 5,775

Agustus 54,865 55,830 6,972 (965) 4,810

September 61,209 54,754 18,317 6,455 11,265

Oktober 57,009 51,449 9,780 5,560 16,825

Nopember 29,499 43,716 2,154 (14,217) 2,608

Desember 52,274 55,608 3,474 (3,334) (726)

2004 Januari 53,306 52,180 5,350 1,126 400

Februari 47,849 48,986 348 (1,137) (737)

Maret 58,615 56,222 1,853 2,393 1,656

April 55,924 55,109 1,706 815 2,471

Mei 56,391 57,894 1,245 (1,503) 968

Juni 64,906 61,075 352 3,831 4,799

Juli 74,581 73,642 184 939 5,738

Agustus 76,888 73,476 - 3,412 9,150

Page 28: Menuju Kebijakan Harga Gabah dan Beras Terkelola Seimbang1 ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2006_VI_03.pdfBab V I. Analisis Kebijakan Pengembangan Komoditas dan Agribisnis

45

September 67,620 70,973 - (3,353) 5,797

Oktober 71,102 70,437 - 665 6,462

Nopember 41,887 47,889 - (6,002) 460

Desember 69,023 68,921 - 102 562

2005 Januari 65,381 67,319 - (1,938) (1,376)

Februari 61,596 54,397 - 7,199 5,823

Maret 80,183 69,210 - 10,973 16,796

April 83,582 80,213 - 3,369 20,165

Mei 75,704 75,086 - 618 20,783

Juni 75,604 76,008 - (404) 20,379

Juli 60,250 62,370 - (2,120) 18,259

Agustus 69,784 64,432 - 5,352 23,611

September 78,354 74,906 - 3,448 27,059

Oktober 60,831 59,982 - 849 27,908

Nopember 45,403 45,853 - (450) 27,458

Desember 56,731 58,267 - (1,536) 25,922

2006 Januari 50,505 52,849 - (2,344) 23,578

Page 29: Menuju Kebijakan Harga Gabah dan Beras Terkelola Seimbang1 ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2006_VI_03.pdfBab V I. Analisis Kebijakan Pengembangan Komoditas dan Agribisnis

46

Gambar 1. Manfaat Sosial Stabilisasi Harga Sempurna

D

E

C

B

D

A

SL SH

P

PH

PS

PL

QH QS QL Q