menyimpulkan, dan kepekaan untuk mengansipasi....
TRANSCRIPT
menyimpulkan, dan kepekaan untuk mengan�sipasi. Kalau
sebuah kejadian yang buruk sudah terjadi, orang cenderung
hanya mengomentari, karena memang sudah �dak bisa
mencegah, kecuali berusaha memperbaiki kerusakan. Cara
pandang yang ditawarkan akademisi mungkin �dak akan
mengubah mentalitas penyebab bencana, tetapi memberi
pilihan yang akan direkam dalam diri orang.
Kerangka pikir, atau kerangka pandang, seper� ini bukan
tanpa konsekuensi. Di wilayah keilmuan, se�dak-�daknya kita
�dak boleh memutlakkan hanya satu metode atau model.
Metode peneli�an yang selama ini kita pakai sangat
tergantung pada model dan teori tertentu. Kalau tak ada
model, kita kebingungan. Itu ibarat mahasiswa yang
melakukan peneli�an pustaka (desk research) namun �dak
menemukan satu buku pun untuk dianalisis. Karena
memutlakkan model atau pustaka, kita terjerat pada cara
pikir tertentu yang menutup kemungkinan bagi cara pandang.
Menghitung dan merumuskan membutuhkan 'bahan' untuk
dihitung dan dirumuskan, sedangkan membayangkan dan
mengimajikan (dari Ing. to image) sifatnya menghadirkan
sebuah realitas, bukan sekadar mengolah. Konsekuensinya,
metode pembelajaran di universitas yang bersifat
menawarkan cara pandang akan harus terbuka pada wilayah-
wilayah heuris�k, yang bisa digambarkan sebagai kesempatan
untuk menemukan atau mempelajari sesuatu yang baru,
melampaui teori dan model tertentu. Thomas Kuhn pernah
memaklumkan is�lah “pergeseran paradigma” (paradigm
shi�) dalam filsafat ilmu. Ia �dak memaklumkan sebuah teori,
melainkan menggambarkan apa yang memang terjadi dalam
dunia keilmuan. Ada kalanya solusi atas masalah tertentu di
bidang ilmu kita justru diinspirasi oleh model yang lebih lazim
dipakai dalam bidang ilmu yang lain sama sekali.
Cara pandang bersifat hampir 'medita�f', sebab diandaikan
bahwa kita �dak banyak berkata-kata. Apakah itu yang
dimaksud Heidegger ke�ka mengatakan bahwa kesadaran itu
terus menerus berbicara dengan tetap diam? Ke�ka terlalu
banyak menganalisis, kita �dak akan mampu melihat apa
ya n g ( a ka n ) te r j a d i . M e m a n d a n g s e l a l u a d a l a h
mengan�sipasi. Mungkin tak semua kejadian dan bencana
dapat kita cegah, tetapi sekurang-kurangnya kita akan lebih
siap untuk menghadapinya dan, secara masuk akal,
merencanakan apa yang perlu dilakukan untuk menjaga
keseimbangan alam. Mengatakan bahwa “alam marah” di
hadapan bencana yang terjadi �dak akan menginspirasi
siapapun, selain hanya bagus untuk berkhotbah.
Bukan Sekadar Menebak-Nebak
Keteraturan dari dalam pada dasarnya adalah suatu
paradigma an�sipa�f, yang mes�nya diperkenalkan dan
diterapkan dalam metode-metode pembelajaran. Kadang-
kadang para mahasiswa baru dipaksa untuk bersentuhan
dengan permasalahan di masyarakat ke�ka mereka harus
membuat tugas akhir. Terlambat. Perkenalan dan korelasi
cara pandang ini dengan materi bidang studi seharusnya
terjadi sejak awal kedatangan mereka di universitas. Kalau
begitu, sasarannya bukan hanya mahasiswa, tetapi para
pengajar. Apa gunanya ilmu pengetahuan jika hanya untuk
dikumpulkan dan disimpan di dalam lumbung pribadi? Ilmu
pengetahuan harus dipergunakan untuk mengan�sipasi, dan
seorang ilmuwan pun harus menginspirasi.
Sifat “�dak memaksa” cara pandang an�sipa�f mewakili
karakter 'diam' kesadaran. Bukankah biasanya kita sadar
pada saat terdiam? Dan sebaliknya, bukankah ke�ka terlalu
banyak bicara kita justru kelihatan �dak sadar (diri)?
Kesadaran untuk memandang bukanlah sekadar menebak-
nebak apa yang akan terjadi, melainkan suatu gestur dari
dalam diri seseorang yang mampu menangkap hal-hal yang
tak terpikirkan oleh intelek. Bencana masih akan terjadi di
sekitar kita, namun kita bisa menawarkan dan lebih ak�f
menularkan semangat heuris�k agar keseimbangan alam
dapat dipulihkan kembali. Memperbaiki itu tetap pen�ng,
tapi mengimajikan realitas yang sedang, dan lebih lagi, yang
akan terjadi itu dapat menyelamatkan banyak orang.
Dr. Hadrianus Tedjoworo, OSC, S.Ag., STL., dosen teologi
dogma�k dan filsafat di Fakultas Filsafat, Unpar. Sarjana
filsafat dan teologi Fakultas Filsafat, Unpar; Lisensiat Teologi
Dogma�k Katholieke Universiteit Leuven (KUL) Belgia; Doktor
Teologi Gereja Radboud Universiteit Nijmegen (RUN)
Belanda. Saat ini menjabat sebagai Kaprodi Ilmu Filsafat,
Fakultas Filsafat, Unpar, dan chief editor jurnal internasional
filsafat dan teologi MELINTAS.http://www.collapsingintoconsciousness.com
MAJALAH PARAHYANGAN | Vol. IV No. 1 | 49
Breakthrough is need
“I have conveyed my predic�on to the President [Joko 'Jokowi' Widodo]. Tourism will become the core business of our economy,” the minister said. Arief said during a mee�ng of tourist guides from all over the country in Mataram in October 2016 that tourism was the easiest and least costly sector to contribute to gross domes�c product (GDP), foreign reserves and crea�ng job openings, The Jakarta Post reported (4/10/2016). Currently, he said, tourism made up 10 percent of total GDP and was the fourth biggest contributor to foreign reserves. Arief said the investment needed to achieve the foreign reserves targeted was only 2 percent. “Crea�ng Rp 100 million [USD 7,600] in foreign reserves, for example, the investment needed would only be Rp 2 million,” he went on.
UNESCO informs that UNESCO Global Geopark are single,
The Na�on
Tourism should beIndonesia’s Core Business
unified geographical areas where sites and landscapes of Previously President Jokowi has urged for the accelera�on of development in ten of the na�on's key tourist des�na�ons. Breakthroughs in regula�ons as well as field works were needed to achieve fast results, said Jokowi. The ten des�na�ons are Lake Toba in North Sumatra, Tanjung Kelayang in Belitung, Tanjung Lesung in Banten, Thousand Islands in Jakarta, Borobudur Temple in Central Java, Mount Bromo in East Java, Mandalika in South Lombok, Labuan Bajo in East Nusa Tenggara, Wakatobi in Southeast Sulawesi and Morotai in North Maluku. Especially for Lake Toba, Jokowi requested that development of seaports, airports and roads be sped up to increase accessibility and connec�vity, The Jakarta Post reported (3/2/2016). "We should also prepare market branding, interna�onal-standard services as well as classy arts and cultural a�rac�ons with good choreography and interes�ng designs," said Jokowi.
Indonesia reportedly welcomed 10.4 million foreign tourists and recorded an es�mated foreign exchange income of Rp 144 trillion (USD 10.5 billion) throughout 2015. Tourism is the fourth biggest contributor to foreign reserves. Although the value is 9.3 percent, compared to other industries, tourism has seen the highest growth in foreign reserve contribu�on, whereas others like oil and gas, coal, and palm oil registered nega�ve growth. Tourism Minister Arief Yahya is pushing tourism to become the core of the na�on's economy a�er projec�ng the sector to be the biggest contributor to foreign reserves.
Wakatobi. (Source: h�p://www.wakatobipatunoresort.com/)
50 | MAJALAH PARAHYANGAN | Vol. IV No. 1
Tourism sector must be improved
The sluggish global economy growth provides an opportunity for Indonesia to increase export revenue in medium-term by improving the country's tourism sector, according to World Bank's Prac�ce Manager for Macroeconomic and Fiscal Management in the region of Southeast Asia Pacific Ndiame Diop. Diop asserted that Indonesia's tourism sector has the poten�al a�ract foreign investments. "Indonesia has the poten�al to develop a world class tourism industry. But in order to achieve the goals of the tourism industry, there needs to be more infrastructure establishments, which would need a be�er coordina�on between state ins�tu�ons and the private sector," Diop said during the opening of the "Indonesia Economic Quarterly" event held in Jakarta on 25 October 2016, Tempo reported (25/10/2016).
Previously, the Indonesian Tourism Ministry had set a target to a�ract USD 10 Billion worth of foreign investments to develop 10 tourism des�na�ons in 2019. Diop explained that according to the World Travel and Tourism Council, every US$1 million spent on travelling in Indonesia would be enough to fund 200 jobs. Diop however, stated that it would require more efforts in order to achieve the target, "such as simplifying licensing processes, revising on the nega�ve investment list [to exclude] ecotourism facili�es, spa, and travel agents." Diop also said that it would require extensive promo�on efforts to a�ract investments in the tourism sector.
The report states that Indonesia has problems iden�fying poten�al tourism a�rac�ons, providing the r ight infrastructure and targe�ng the right markets. It suggests that the country will need more flexibility in its plans to accelerate the development of tourism des�na�ons so that it can adjust to the global and domes�c markets, The Jakarta Globe reported (26/10/2016). Indonesia ranks 50th in the World Economic Forum's "Travel and Tourism Compe��veness Report 2015" behind Thailand (35), Malaysia (25) and Singapore (11) due to insufficient tourist service infrastructure, among others. "Detailed data on tourist numbers and their profiles is already available, as are sta�s�cs on hotels and tourism-related investments," the World Bank report said. "The sta�s�cs will need to be be�er consolidated [...] to enable holis�c tracking of the government's efforts and results and inform poten�al mid-course correc�on."
Jan Walliser, World Bank vice president for equitable growth, finance and ins�tu�ons, gave an example of how the informa�on on China's economy could benefit Indonesia's tourism if it is analyzed properly. "[China] diverts its economy to consump�on. [...] With the rise of Chinese consump�on, we could collaborate with the local government so the tourism would be more effec�ve," Walliser said.
World Bank country director for Indonesia Rodrigo Chaves told reporters
that Chinese tourists spent USD 265 billion while traveling last year. He noted that by focusing on the tourism sector, the government played a big role in unlocking private investment, helping provide jobs for young people and women, while boos�ng exports and reducing regional dispari�es as the tourism des�na�ons are spread across the archipelago.
Since President Joko "Jokowi" Widodo took office in October 2014, the government has embarked on interna�onal campaigns, signed coopera�on agreements with foreign airlines and held world-class spor�ng events in a bid to reach its target of a�rac�ng 20 million visitors a year by 2019 – more than double last year's total of 9.73 million.
Big dream
The government is hopeful of a�aining 20 million foreign tourists annually by 2019 amid concerted efforts to make the archipelago a world-class tourism des�na�on, The Jakarta Post reported (19/11/2016). The ministry's target for foreign tourist arrivals in 2016 is 10 million. "We aim to reach 12 million foreign tourists coming to the country next year, and will gradually increase that number to 20 million foreign tourists by 2019," Ahman said during a workshop held by the ministry called Gong 21: Wonderful Indonesia Goes World Class. Wonderful Indonesia is the government's slogan to promote the archipelago.
President Joko "Jokowi" Widodo's administra�on has set a target of reaching 20 million foreign tourists and 275 million domes�c tourists by 2019, when Jokowi's tenure ends. The target is expected to contribute 8 percent to na�onal gross domes�c product, accoun�ng for Rp 240 trillion and 13 million people working in the sector by 2019. The government is eyeing 30th posi�on among 141 tourist countries. The government recently implemented visa-free entry for tourists from 30 countries in a drive to bolster tourism. Indonesia is s�ll lagging behind neighboring countries like Thailand and Malaysia despite the abundance of travel des�na�ons the archipelago offers. The two countries had recorded an es�mated annual 29 million and 26 million foreign tourists, respec�vely, Tourism Minister Arief Yahya said in June. * (PX)
MAJALAH PARAHYANGAN | Vol. IV No. 1 | 51
Source: h�p://aseanup.com/
ndonesia adalah negara yang memiliki sumber daya alam Iyang cukup besar untuk dimanfaatkan dan dikembangkan
bagi kesejahteraan penduduknya, salah satunya adalah
sumber daya air. Sejak zaman dahulu pemenuhan berbagai
kebutuhan, seper� pasokan listrik, air baku, irigasi,
pariwisata, transportasi dan sebagainya, sangat bergantung
kepada sumber daya air.
Bendungan adalah salah satu bentuk pemanfaatan sumber
daya air di sungai yang pada umumnya digunakan untuk
memenuhi kebutuhan listrik, irigasi dan air baku bagi
penduduk. Perencanaan dan desain bendungan haruslah
dilakukan dengan baik dan benar dan mengacu pada
peraturan (code) yang berlaku pada saat tersebut. Namun,
karena fenomena alam yang sulit diprediksi seper� gempa
bumi, perubahan iklim yang berujung pada kenaikan
intensitas curah hujan secara esktrem, dsb-nya, �dak jarang
pula terjadi kegagalan pada desain tersebut, sekalipun
perencanaan telah dilakukan dengan benar.
Kasus Situ Gintung pada Maret 2009 telah menunjukkan
bahwa dampak aliran banjir akibat keruntuhan tanggul
sangatlah berbahaya sekalipun terjadi pada bendungan
dengan ukuran rela�f kecil dan rendah (low-dam). Air yang
keluar secara �ba-�ba dapat menghancurkan kawasan
permukiman padat di sepanjang alur kali Pasangrahan yang
terdapat di sebelah hilir bendungan.
Banyak hal baru yang dapat dipelajari dari bencana tersebut.
Salah satunya adalah penyusunan sebuah sistem peringatan
dini (early warning system) yang matang sehingga berbagai
risiko dapat dian�sipasi dan dihindari. Untuk dapat
membangun sistem peringatan dini tersebut, diperlukan
sebuah perangkat (tools) yang dapat memberikan informasi
mengenai karakteris�k propagasi aliran banjir, seper� pola
kecepatan dan �nggi muka air. Dengan mengetahui informasi
tersebut sebelum bencana terjadi, beberapa persiapan dapat
dilakukan, seper� penetapan daerah rawan banjir, dsb-nya
sehingga kemungkinan terburuk dapat dihindari.
Secara umum fenomena aliran dapat dijelaskan secara
matema�k oleh persamaan 3D Navier Stokes Equa�ons (3D
NSEs). Integrasi persamaan 3D NSEs dengan asumsi
kecepatan ver�kal yang terdistribusi merata, tekanan
hidrosta�s yang diabaikan dan inkompresibiltas aliran akan
menghasilkan persamaan aliran dangkal 2D Shallow Water
Equa�ons (2D SWEs):
dengan H adalah kedalaman air, u dan v adalah kecepatan
arah x dan y, g adalah percepatan bumi, S dan S adalah fungsi x y
kemiringan saluran dalam arah x dan y, S dan S adalah fungsi fx fy
kekasaran saluran dalam arah x dan y. Solusi persamaan 2D
SWEs pada dasarnya dapat memecahkan permasalahan
aliran banjir seper� pada sungai atau muara. Namun, solusi
persamaan ini cukup sulit diperoleh secara anali�k, sehingga
diperlukan cara lain untuk memecahkannya, antara lain
dengan metode numerik. Beberapa metode numerik yang
telah dikembangkan antara lain metode karakteris�k,
metode beda hingga/finite difference method (FDM), metode
elemen hingga/finite element method (FEM), metode volume
hingga/finite volume method (FVM) dan sebagainya. Dalam
kasus ini, FVM digunakan untuk memecahkan persamaan 2D
SWEs tersebut.
FVM telah digunakan lebih dari 2 dekade, yang terfokus pada
Riemann solver (RS). Namun, pada kasus ini, suatu alterna�f
baru diajukan, di mana perhitungan FVM �dak berfokus pada
RS, melainkan pada suatu teknik ar�fisial buatan yang
dinamakan ar�ficial viscosity technique (AV). Teknik AV
sendiri sangat populer pada tahun 1980-an khususnya dalam
teknik penerbangan untuk memecahkan kasus aliran
turbulensi pada sayap pesawat, di mana Jameson, Schmidt
dan Turkel adalah beberapa pakar yang telah sukses
mengembangkan teknik tersebut.
Dalam kasus hidrodinamika aliran banjir, teknik AV sangat
jarang digunakan. Teknik ini juga pernah dikembangkan
sebelumnya oleh Natakusumah dan Choly (2004) untuk
mensimulasikan berbagai kasus aliran dangkal. Selanjutnya,
Penerapan dan Pengembangan Metode Volume Hinggauntuk Pemodelan Propagasi Aliran Banjir Akibat Keruntuhan Bendungansebagai Salah Satu Upaya dalam Mitigasi Bencana(Studi Kasus Situ Gintung)
Bobby Minola Ginting & Bambang Adi Riyanto
Sebuah model numerik 2D sebagai perangkat dalam sistem peringatan dini bahaya banjir akibat keruntuhan tanggul/bendungan
Peneli�an
52 | MAJALAH PARAHYANGAN | Vol. IV No. 1
Gin�ng (2011) dan Gin�ng (2012) menerapkan metode yang
sama dengan penambahan mekanisme wet and dry dan
diterapkan dalam beberapa kasus keruntuhan bendungan.
Fokus peneli�an ini adalah pengembangan model numerik
yang berbasiskan FVM untuk mensimulasikan propagasi
aliran banjir akibat keruntuhan bendungan yang kemudian
diterapkan pada kasus Situ Gintung. Pada peneli�an ini,
program yang telah dilakukan oleh Gin�ng (2011; 2012)
kembali diuji untuk memodelkan kasus keruntuhan
bendungan Situ Gintung yang terjadi pada tahun 2009. Peta
topografi diperoleh seluas 850 m x 800 m hingga mencapai
kali Pasanggrahan.
Domain tersebut didiskri�sasi ke dalam bentuk mesh
curvilinear yang �dak beraturan. Karena kekurangan data,
�dak semua bagian hulu (inunda�on area) dari Situ Gintung
dapat dimodelkan. Diskri�sasi dapat dilihat pada gambar
berikut
Secara umum informasi yang diperoleh yaitu elevasi tanah
dasar ter�nggi pada bagian hulu (daerah genangan) Situ
Gintung adalah +100 m, di mana elevasi mercu spillway
berada pada +97.50 m. Panjang dam yang hancur
diperkirakan 50 m dan kedalaman air rata-rata pada Situ
Gintung adalah 10 m.
Berdasarkan informasi yang juga diperoleh dari beberapa
sumber (termasuk hasil wawancara dengan masyarakat
sekitar), kedalaman air di atas mercu spillway pada tanggal 27
Maret 2009 pukul 02.00 dini hari adalah sekitar 0.5 m, namun
pada pukul 04.30 air di dalam Situ Gintung tersebut telah
kosong. Karena kekurangan data, informasi tersebut
digunakan sebagai syarat batas parameter pemodelan.
Selama kurang lebih 2 jam (dengan asumsi bahwa
keruntuhan bendungan terjadi kira-kira 30 menit setelah
pukul 02.00), air sedalam 10 meter dilepaskan secara �ba-
�ba. Jika diasumsikan linear, maka laju pengurangan �nggi air
pada lokasi Situ Gintung adalah 0.138 cm/s. Pada
kenyataannya, tentu saja asumsi ini dapat salah, namun
mengingat keterbatasan data yang ada, asumsi ini tetap
digunakan.
Selanjutnya sebagai penyederhanaan, koefisien Manning
rata-rata diambil sebesar 0.035 untuk seluruh domain
pemodelan setelah dilakukan perhitungan berdasarkan data
tata guna lahan. Langkah waktu,nilai pembatas (value
limiter), koefisien Laplacian dan Biharmonic secara berurutan
diambil sebesar 0.01 s, 0.01 m, 0.25 dan 0.015. Waktu
simulasi diambil sebesar 400 de�k. Hasil pemodelan dapat
dilihat pada gambar berikut:
Secara teori, kondisi awal aliran yang diskon�nu dapat
menyebabkan ke�dakstabilan perhitungan pada model
numerik. Oleh sebab itu, konvergensi perhitungan bisa saja
MAJALAH PARAHYANGAN | Vol. IV No. 1 | 53
Program ini diharapkan dapat dikembangkan menjadi
sebagai salah satu perangkat dalam sebuah sistem mi�gasi
bencana yang akan sangat membantu dalam merencanakan
tata letak perumahan yang baik, khususnya di sekitar lokasi
bendungan yang rawan akan mekanisme keruntuhan. Pada
peneli�an selanjutnya termasuk untuk kasus-kasus
bendungan/bendung lainnya, ketersediaan dan kelengkapan
data diharapkan dapat terpenuhi untuk hasil yang lebih
akurat.
Bobby Minola Gin�ng, S.T.,
M.T., dosen program studi
Teknik Sipil Universitas Katolik
Parahyangan. Mata kuliah
yang diampu adalah Mekanika
F l u i d a , H i d r a u l i k a d a n
Hidrologi. Saat ini penulis
sedang melanjutkan studi S3
di Technical University of
Munich (Germany) dalam
bidang High Performance
Compu�ng for Computa�onal
Fluid Dynamics.
Bambang Adi Riyanto, Ir.,
M.Eng., dosen program studi
Teknik Sipil Universitas Katolik
Parahyangan. Mata kuliah
yang diampu adalah Mekanika
Fluida, Hidraulika, Hidrologi,
A n a l i s i s H i d ra u l i ka d a n
H i d r o l o g i Te r a p a n d a n
Manajemen Banjir.
�dak tercapai. Tidak jarang pula skema numerik gagal akibat
kasus diskon�nu tersebut. Dalam studi ini, kondisi awal aliran
pada bagian hilir adalah kondisi kering (dry condi�on) dan
bagian bendungan yang hancur diasumsikan sebagai batas
utuh (fixed boundary) yang �dak dapat bergerak. Sementara
itu, air diasumsikan dilepaskan secara �ba-�ba dari Situ
Gintung (hulu) menuju hilir melalui bagian bendungan yang
hancur sepanjang 50 m tersebut. Pada kondisi sebenarnya,
simulasi ini tentunya dipengaruhi oleh kondisi debit aliran
(inflow - ou�low) pada saat terjadinya keruntuhan
bendungan tersebut, namun data tersebut �dak berhasil
diperoleh. Oleh sebab itu, penulis hanya menerapkan syarat
batas aliran bebas (free ou�low) pada kasus ini.
Program ini dapat dalam mensimulasikan propagasi aliran
banjir sepanjang bagian hilir domain pemodelan dengan
stabil khususnya saat menghadapi keadaan aliran yang
diskon�nu. Pada awalnya, air mulai terpropagasi dan
perbedaan gradient yang cukup �nggi ditunjukkan di dekat
lokasi bendungan. Setelah sekitar 10 de�k simulasi
berlangsung, aliran banjir mulai mencapai perumahan
penduduk dan mulai menggenangi areal tersebut. Tinggi
genangan sebelah selatan bagian hilir lebih besar daripada
sebelah utara karena elevasi dasar tanah rata-rata pada
bagian selatan tersebut lebih rendah dan setelah 200 de�k,
besaran gradient muka air di dekat lokasi dam berkurang
seiring dengan berkurangnya �nggi air pada lokasi hulu Situ
Gintung. Setelah 400 de�k, �nggi air genangan pada lokasi
perumahan tersebut mencapai 50 cm. Karena formula
langkah waktu dalam program ini masih diatur berdasarkan
skema eksplisit, maka kinerja, kecepatan serta stabilitas
perhitungan sangat tergantung dari besaran langkah waktu
yang diambil. Secara konsep �dak ada batasan angka dalam
mengambil besaran nilai pembatas terkait dengan
mekanisme wet and dry. (Diedit oleh LPPM Unpar - DH)
www.panoramio.com
54 | MAJALAH PARAHYANGAN | Vol. IV No. 1
where
science & engineering meet
humanity
Maria Vanessa, an Unpar student in architecture, won the first prize in The 2016
Interna�onal Tropical Architecture Design (ITAD) hosted by the Singapore Building and
Construc�on Authority (BCA), Singapore Green Building Council (SGBC). The event is a
part of the annual Singapore Green Building Week and the Interna�onal Green Building
Conference (IGBC) focuses on tropical green architecture and sustainable building
design solu�ons. In the compe��on that was followed by 131 works from 15 countries,
she won the first prize and Honorable Men�on with her project en�tled “The Nexus
Project”, while other Unpar students, Timothy Vi�orio and Dennis Cahya Indra, with
their project en�tled “Green Methamorph Project”, won the Special Men�on Award.
ITAD 2016 is a compe��on that searches for innova�on as well as sustainable design
solu�ons with a grand theme of “The Future of Green Tropical Living” for the urban city
chosen by the par�cipants.
Engineering
Vital in the digital age
Informatics (Engineering)
nforma�cs is the science of informa�on and computer Iinforma�on system. As an academic field it involves the prac�ce of informa�on processing and the engineering of ,
informa�on systems, Wikipedia describes. The field considers the interac�on between humans and informa�on alongside the construc�on of interfaces, organisa�ons, technologies and systems. It also develops its own conceptual and theore�cal founda�ons and u�lizes founda�ons developed in other fields. As such, the field of informa�cs has great breadth and encompasses many individual specializa�ons, including disciplines of computer science, informa�on system, informa�on technology and sta�s�cs. Since the advent of computers, individuals and organiza�ons increasingly process informa�on digitally. This has led to the study of informa�cs with computa�onal, mathema�cal, biological, cogni�ve, and social aspects, including study of the social impact of informa�on technologies.
In 1956 the German computer scien�st Karl Steinbuch coined the word Informa�k by publishing a paper called Informa�k: Automa�sche Informa�onsverarbeitung ("Informa�cs: Automa�c Informa�on Processing"). The English term Informa�cs is some�mes understood as meaning the same as computer science, Wikipedia informs. The German word Informa�k is usually translated to English as computer science. The French term informa�que was coined in 1962 by Philippe Dreyfus together with various transla�ons — informa�cs (English), also proposed independently and simultaneously by Walter F. Bauer and associates who co-founded Informa�cs Inc., and informa�ca (Italian, Spanish, Romanian, Portuguese, Dutch), referring to the applica�on of
computers to store and process informa�on. The term was coined as a combina�on of "informa�on" and "automa�c" to describe the science of automa�ng informa�on interac�ons. The morphology—informat-ion + -ics — uses "the accepted form for names of sciences, as conics, linguis�cs, op�cs, or ma�ers of prac�ce, as economics, poli�cs, tac�cs", and so, linguis�cally, the meaning extends easily to encompass both the science of informa�on and the prac�ce of informa�on processing.
This new term was adopted across Western Europe, and, except in English, developed a meaning roughly translated by the English 'computer science', or 'compu�ng science', Wikipedia informs. Mikhailov advocated the Russian term informa�ka (1966), and the English informa�cs (1967), as names for the theory of scien�fic informa�on, and argued for a broader meaning, including study of the use of informa�on technology in various communi�es (for example, scien�fic) and of the interac�on of technology and human organiza�onal structures. Informa�cs is the discipline of science which inves�gates the structure and proper�es (not specific content) of scien�fic informa�on, as well as the regulari�es of scien�fic informa�on ac�vity, its theory, history, methodology and organita�on.
Why study informa�cs?
Why study informa�cs? Informa�cs is one of the most exci�ng fields of study today. The University of Edinburgh School of Informa�cs has good answers:
Ÿ Be at the heart of an intellectua revolu�on.Understanding computa�on provides new ways of
Eventually, Informa�on and Communica�on Technology (ICT) — computers, computerized machinery, fiber op�cs, communica�on satellites, internet, and other ICT tools—became a significant part of the economy. Microcomputers were developed and many businesses and industries were greatly changed by ICT. Informa�cs (engineering) surely plays vital role.
Source: h�p://dzerginsk.by/
56 | MAJALAH PARAHYANGAN | Vol. IV No. 1
understanding the world. Computa�onal thinking - understanding systems in terms of the ways they store, process and communicate informa�on now pervades theories in all disciplines, and computa�onal modelling allows us to explore the emergent behaviour of complex systems.
Ÿ Develop prac�cal skills.The intellectual challenge is matched by a prac�cal aspect, this gives you the sa�sfac�on of crea�ng something func�onal, whether so�ware or hardware.
Ÿ Make the world a safer place.Understanding computa�on provides the basis for building and applying tools and methodologies that allow us to design, build and maintain hardware and so�ware computer systems you would trust with your life.
Ÿ Control your des�ny.We live in an informa�on age. Most innova�on today exploits novel uses of computa�on. Those who can safely harness the poten�al of informa�on technologies will be at a substan�al advantage for future employment. You also have the opportunity, if you are so-inclined, to take courses that will help you acquire and develop entrepreneurial skills that will allow you to make serious money.
Applica�ons
Informa�cs can be applied in many areas: business informa�cs, bioinforma�cs, medical informa�cs, archival informa�cs, astroinforma�cs, computa�onal informa�cs, disaster informa�cs, engineering informa�cs, geoinforma�cs, hydroinforma�cs, legal informa�cs, etc. One of the most significant areas of applica�on of informa�cs is that of organiza�onal informa�cs, Wikipedia highl ights . Organiza�onal informa�cs is fundamentally interested in the applica�on of informa�on, informa�on systems and ICT within organiza�ons of various forms including private sector, public sector and voluntary sector organisa�ons.
Business informa�cs, Wikipedia explains, is a discipline combining informaton technology (IT), informa�cs, and management concepts. The business informa�cs discipline w a s c re a t e d i n G e r m a ny, f ro m t h e c o n c e p t o f Wirtscha�sinforma�k. It is an established academic discipline including bachelor, master, diploma and PhD programs in Aus�a, Belgium, France, Germany, Ireland, The Netherlands, Russia, Sweden, Switzerland, Turkey and is establishing in an increasing number of other countries as well as Austalia or Mexico. Business informa�cs integrates core elements from the disciplines of business administra�on, informa�on system, and computer science into one field.
Business informa�cs shows similari�es to informa�on systems, which is a well established discipline origina�ng from North America. However, there are a few differences that make business informa�cs a unique own discipline: 1) Business informa�cs includes informa�on technology, like the relevant por�ons of applied computer science, to a larger extent than informa�on systems does. 2) Business
informa�cs includes s ignificant construc�on and implementa�on oriented elements. i.e. one major focus lies in the development of solu�ons for business problems rather than the ex post inves�ga�on of their impact.
Informa�on systems focuses on empirically explaining phenomena of the real world. Informa�on system has been said to have an "explana�on-oriented" focus in contrast to the "solu�on-oriented" focus that dominates business informa�cs. Informa�on system researchers make an effort to explain phenomena of acceptance and influence of IT in organiza�ons and the society applying an empirical approach. In order to do that usually qualita�ve and quan�ta�ve empirical studies are conducted and evaluated. In contrast to that, business informa�cs researchers mainly focus on the crea�on of IT solu�ons for challenges they have observed or assumed.
Unpar Informa�cs Engineering
In 2016 Unpar celebrated 20 years of its Informa�cs Engineering Departement, and Bachelor Program of Informa�cs Engineering (ini�ally Computer Science). The program educates and trains the students in these main competencies: 1) ability to crea�vely and innova�vely formulate solu�ons of problems by using computa�onal techniques and informa�on technology; 2) ability to design program by using object oriented programming languages to solve problems; 3) ability to be coopera�ve in so�ware design team in a systema�c and holis�c way. Its alumni are prepared to develop their poten�als as so�ware developers and technopreneurs.
The lecturers are grouped in three areas of research interests:
1) informa�on system, 2) distributed system, and 3)
computa�onal theory. The Departement of Informa�cs
Engineering has been coopera�ng with Cisco Networking
Academy, Oracle Academy, klikhotel.com, Own Games,
blibli.com, and Unpar Bureau of Informa�on Technology.
Students and alumni have shown their good and proud
performances. For example, Own Games, a developer games
founded by Eldwin Viriya, a alumnus, won Guilty Pleasure
Award on the “1st Interna�onal Mobile Gaming Awards
Southeast Asia“. The award was granted in Kuala Lumpur,
Malaysia, 8 November 2016. * (PX)
“Tahu Bulat”Game by Own Games
MAJALAH PARAHYANGAN | Vol. IV No. 1 | 57
Integral
Mardohar B.B. Simanjuntak
anusia ternyata �dak pernah lepas dari bencana. MBahkan sebagai mahluk semesta, manusia ada
dan hidup dengan bencana. Apalagi, kalau kita
meniliknya dari kacamata teori dentuman besar (Big Bang
Theory), jauh sebelum manusia berkiprah semesta (universe)
–atau bahkan semesta-semesta (mul�-verse) yang kita hidupi
ini justru diawali dengan bencana: waktu. Saat dentuman
besar memecah simetri singularitas, ruang-waktu (spasio-
temporal) hadir sebagai bencana pertama. Tidak ada yang
�dak luput dari teraan “bom-waktu”: waktu mengawali dan
mengakhiri segalanya.
Ketakutan manusia akan waktu dapat kita lihat misalnya dari
kata 'chronos' dalam bahasa Yunani, yang mungkin dapat kita
terjemahkan secara leksikal sebagai waktu. Dalam mitologi
Yunani Kuno sebelum kehadiran mereka di polis seper�
Athena, misalnya, bangsa ini mengenal para �tan –raksasanya
raksasa –dan Chronos –sang �tan waktu –adalah �tan yang
dihorma� dan sekaligus sangat ditaku�, bahkan lebih dari
Uranos, sang �tan semesta. Dalam aura animisme politeis�k
semacam ini –saat bangsa Jepang menaruh hormat mereka
pada Amaterasu Omikami –sang matahari –bangsa Yunani
Kuno tenggelam dalam ketakutan terbaur rasa kagum pada
sang waktu.
Dari Chronos mereka menurunkan Zeus, Poseidon dan Hades
–�ga dewa utama dalam kebudayaan Yunani Kuno yang
dimulai sekitar enam ratus tahun sebelum masehi. Ar�nya,
lewat sang waktu-lah para dewa –yang merupakan
representasi aspek-aspek fundamental (pe�r di tengah badai,
laut tempat mencari na�ah, dan kema�an) kehidupan
bangsa ini –hadir dalam kehidupan mereka. Ketakutan
mereka akan waktu –bencana pertama dan terutama
–melahirkan kehidupan.
Mitos ini pun diakhiri dengan
kehancuran para dewa di
tangan Chronos. Waktu
menjadi peng-awal dan peng-
a k h i r ke h i d u p a n d a l a m
mitologi ini.
Meminjam kebijaksanaan
dari peradaban Yunani Kuno
yang menjadi jangkar dari
Filsafat Barat, mungkin ada
baiknya kita berpikir ulang tentang apa itu bencana. Mungkin
yang lebih tepat adalah menafsirkan ulang tentang hakikat
bencana dalam kehidupan manusia karena manusia toh
sudah selalu hidup dalam bencana: kita sudah selalu hidup
dalam ruang dan waktu. Bahkan bila kita ulik lebih jauh
gelegak peradaban visual kita hari-hari ini, �dak ada perihal
apapun tentang kehidupan manusia yang �dak terindeks
oleh waktu –terutama oleh kamera yang menjadi bagian
personal-afek�f dalam kehidupan kontemporer. Jika Anda
memiliki telepon genggam, maka biasanya Anda memiliki
kamera, dan Anda menggunakan kamera tersebut untuk
mengindeks –dalam waktu –apapun yang berharga dalam
hidup Anda.
Ini ar�nya manusia dihidupi oleh sang waktu –bencana yang
tak-terelakkan –dan sekaligus, dan sekalipun waktu akan
selalu berakhir –waktu selalu berharga. Seper� bangsa
Yunani Kuno, kita selalu hidup dalam bencana kronologis, dan
kita dibuat kagum olehnya sekalipun pesona kronologis
semacam ini selalu menyimpan kepas�an tragis yang
h�p://swadhyayayoga.blogspot.co.id
58 | MAJALAH PARAHYANGAN | Vol. IV No. 1
membuat kita berderai air mata. Waktu memang
m e n a ku t ka n t e ta p i w a k t u s e l a l u b e r h a rga d a n
mengagumkan.
Bertolak dari ��k ini kita dapat mengubah sikap kita terhadap
bencana yang seakan-akan 'no-where' menjadi 'now-here'.
Menerima 'ke-bencana-an' sejak awal adalah sikap mi�ga�f
yang paling mendasar. Seper� kekaguman dan ketakutan kita
membaur jadi satu dalam bencana kronologis, menyadari
bahwa bencana sudah selalu menjadi bagian dari hidup
kemanusiaan adalah sebuah permulaan yang bernas.
Ketakutan tanpa kekaguman hanya akan memicu kepanikan
dan kemudian reaksi-reaksi spontan tanpa hasil –bahkan
pada ��k tertentu bersifat oto-destruk�f: manusia justru
hancur bukan karena bencananya, melainkan karena reaksi
trivial yang �dak pernah menyentuh aspek mendasar dari
kehadiran bencana.
Bangsa Jepang adalah sebuah contoh yang tegas tentang
betapa bencana menjadi sumber dan sekaligus energi
peradaban. Hidup dalam medan spasial yang akrab dengan
gempa dan tsunami, bangsa ini �dak pernah lelah untuk
bangkit kembali dan menjadi lebih baik lagi. Bahkan sejak era
feodal dimulai, gempa dan tsunami mungkin lebih terasa
seper� “cemilan” di antara buasnya kehidupan di bawah arus
berdarah para wangsa ksatria. Namun Jepang �dak punah,
dan bahkan bangsa ini menjadi bangsa yang besar di tengah
kerasnya Lebenswelt –medan hidup –mereka. Tanpa sadar
bangsa Jepang sudah menjadi bangsa yang mi�ga�f yang
memang selalu digilas oleh bencana tetapi sekaligus menjadi
kuat karenanya. Bahkan bencana kemanusiaan pasca Perang
Dunia Kedua dibalikkan total hanya dalam waktu �ga puluh
tahun saat bangsa Jepang mulai menjadi negara yang
diperhitungkan.
Mungkin ini yang menjadi pelajaran paling pen�ng bagi
Indonesia, bangsa yang secara de facto baru berumur tujuh
puluh satu tahun. Reaksi kita terhadap bencana masih
bersifat “out-there” dan bukan “right-here”. Mungkin karena
itu pula kita selalu terpental “ke-luar” (out) dan dilumat
olehnya, karena kita �dak melakukan hal-hal yang tepat
(right). Bangsa ini akan selalu kembali ke ��k nol se�ap kali
bencana terjadi karena yang dilakukan hanya meringankan
dan bukan menuntaskan. Ini tak ubahnya bagai terkena
penyakit ringan yang sama berkali-kali tanpa ada �ndakan
apapun untuk membuat badan menjadi lebih kuat lagi. Bisa
kita bayangkan bila seseorang terkena diare berkali-kali
hanya karena ia �dak pernah mau mencuci tangan –janggal
rasanya bukan?
Mulai dari skala nasional hingga skala lokal hal yang sama
selalu berulang. Bencana asap di Indonesia adalah “agenda
ru�n” pemerintah yang mungkin sudah dianggarkan secara
“ru�n” pula dalam anggaran belanja tahunan negara ini.
Bencana banjir di �ngkat regional dan lokal seakan sudah
menjadi kebiasaan di berbagai daerah. Baru semalam
sebelum tulisan ini dibuat penulis memungut plas�k
makanan dari saluran air di depan rumah. Padahal, plas�k
makanan yang terkumpul menjadi satu akan menutup
saluran air dan –seper� yang kita “sudah” selalu tahu
–menyebabkan banjir.
Sayangnya, Unpar sendiri masih bergulat untuk menjadi soko
guru karakter bersih yang merupakan karakter mi�ga�f dari
bangsa-bangsa yang besar dan berdaulat. Kita bisa dengan
mudah melihat kebiasaan mahasiswa Unpar saat makan yang
kerap masih menyisakan plas�k bekas berhamburan dimana-
mana. Ini adalah contoh karakter non-mi�ga�f dari
peradaban kerdil yang selalu panik saat bencana sekecil
apapun muncul. Lebih jauh lagi, karakter semacam ini muncul
karena ke�adaan kesadaran bahwa semua yang ada di alam
semesta ini sudah ditandai oleh waktu, dan itu berar� semua
yang ada di alam semesta ini sudah selalu digamit oleh
bencana kronologis.
Manusia yang menyadari kehadiran bencana kronologis
adalah manusia yang mi�ga�f, dan manusia seper� ini sudah
dimanusiakan oleh bencana menjadi manusia yang lebih kuat
dan tangguh lagi. Manusia yang dimanusiakan menjadi
manusia mi�ga�f akan selalu ingat bahwa bencana itu
dimulai “right here”, sehingga segala bentuk �ndakannya
�dak akan terputus dengan “what-it-will-be”. Saat plas�k
pembungkus makanan dihambur begitu saja, maka itu berar�
pihak yang membuangnya �dak peduli dengan “what-it-will-
be”. Ini adalah awal dari segala bencana.
Mardohar B.B. Simanjuntak, mengajar Logika, Este�ka, dan
Pancasila di Universitas Katolik Parahyangan. Menyelesaikan
S1 di bidang Filsafat Budaya dan S2 di bidang Hubungan
Internasional, keduanya diselesaikan di Universitas Katolik
Parahyangan. Ak�f menulis dalam bidang Humaniora,
terutama yang berkaitan dengan filsafat dan seni.
h�p://perryhicks.co.uk/the-month-i-went-vegan/eco-ego/
MAJALAH PARAHYANGAN | Vol. IV No. 1 | 59
Lingkungan
Lubang Resapan Bioporiefinisi biopori adalah lubang resapan yang dibuat Ddengan sengaja, dengan ukuran tertentu yang telah ditentukan (diameter 10 sampai 30 cm dengan
panjang 30 sampai 100 cm) yang ditutupi sampah organik yang berfungsi sebagai penyerap air ke tanah dan membuat kompos alami. Lubang resapan biopori atau biasa disebut lubang biopori merupakan metode alterna�f untuk meningkatkan daya resap air hujan ke dalam tanah.
Metode lubang biopori yang pertama kali dicetuskan oleh Dr. Kamir R. Brata ini memiliki manfaat untuk memaksimalkan air yang meresap ke dalam tanah sehingga menambah air tanah, membuat kompos alami dari sampah organik daripada dibakar, mengurangi genangan air yang menimbulkan penyakit, mengurangi air hujan yang dibuat percuma ke laut, mengurangi resiko banjir di musim hujan, memaksimalkan peran ak�vitas flora dan fauna tanah, serta mencegah terjadinya erosi tanah dan bencana tanah longsor.
Adapun langkah-langkah membuat lubang biopori yakniŸ Buat lubang silindris secara ver�kal ke dalam tanah
dengan diameter 10 cm. Kedalamannya sekitar 100 cm atau sampai melampaui muka air tanah jika dibuat tanah yang mempunyai permukaan air dangkal. Jarak antar lobang antara 50-100 cm.
Ÿ Mulut lubang dapat diperkuat dengan semen selebar 2-3 cm setebal 2 cm.
Ÿ Isi lubang dengan sampah organik yang berasal dari sampah dapur, sisa tanaman, atau dedaunan.
Ÿ Sampah organik perlu ditambahkan jika isi lubang sudah berkurang atau menyusut akibat proses pelapukan.
Ÿ Kompos yang terbentuk dalam lubang dapat diambil pada se�ap akhir musim kemarau bersamaan dengan pemeliharaan lubang.
Ÿ Jaga lubang resapan selalu penuh teriisi sampah organik. J ika sampah organik belum/�dak cukup maka
h�p://www.tzuchi.or.id
60 | MAJALAH PARAHYANGAN | Vol. IV No. 1
h�ps://bethajpd.wordpress.com/
disumbatkan dibagian mulutnya. Dengan cara seper� ini maka lubang �dak akan berpotensi terisi oleh material lain seper� tanah atau pasir. Selain itu, jika ada jenis sampah yang berpotensi bau dapat diredam dengan sampah kering yang menyumbat mulut lubang resapan biopori.
Lubang biopori dapat dibuat di halaman rumah, perkantoran, lapangan parkir, di parit/selokan yang berfungsi hanya untuk aliran pembuangan air hujan saja, maupun di lahan kebun atau areal terbuka lainnya. Cara memelihara biopori sangat mudah, yakni dengan memeriksa tutup biopori apakah lubangnya tersumbat sampah atau �dak. Untuk memanen kompos yang ada di lubang biopori kita perlu waktu antara 2-3 minggu, setelah dipanen komposnya maka lubang harus kita isi lagi dengan sampah daun kering/basah.
penanggulangankrisis.kemkes.go.id
MAJALAH PARAHYANGAN | Vol. IV No. 1 | 61
Andreas Doweng & Hendrikus Endar
Bandung yang dilalui beberapa sungai, terutama Sungai Citarum, menyimpan persoalan pelik, salah satunya banjir.
Peneli�an
Pusat Kebudayaan MasyarakatPenghuni Bantaran Sungai Citarum(Studi Kasus di Desa Citereup Kecamatan Dayeuhkolot)
ungaimerupakan salah satu tempat berkembangnya Spola kebudayaan karena ia menjadi salah satu sumber hidup manusia. Dalam pola kehidupan ini, sungai
menjadi sumber pen�ng untuk pertanian disamping kebutuhan kehidupan lain. Namun, dalam perkembangan modern, sungai hampir �dak lagi berhubungan dengan pertanian, lebih-lebih sungai yang melewa� kota-kota di Indonesia. Orang kota �dak lagi menjadikan sungai sebagai pemenuh kebutuhan hidupnya, melainkan hanya sekedar menggunakan sebagai tempat hunian.
Sungai Citarum yang mengalir dari Gunung Wayang sebelah selatan Kota bandung dan mengalir ke Utara memiliki wilayah
2yang cukup luas yakni 12.000 km . Sungai Citarum memberikan banyak manfaat terhadap masyarakat pada umumnya dan masyarakat yang �nggal di bantaran sungai tersebut pada khususnya kini mengalami persoalan pencemaran dalam �ngkat yang sangat �nggi. Pencemaran ini tentu �dak terlepas dari perkembangan modernitas baik industri maupun pada pola �ngkah laku/pola yang mendapat manfaat dar i dampak dar i pencemaran in i juga mempengaruhi kualitas hidup manusia. Maka dalam peneli�an ini dilakukan potret pola budaya yang ada ditengah masyarakat yang �nggal di bantaran sungai Citarum. Potret yang dimaksud disini adalah pengamatan langsung terhadap sesuatu.
Peneli�an ini mengambil area kajian di Desa Citereup, K e c a m a t a n D a y e u h ko l o t , B a n d u n g . P i l i h a n i n i dilatarbelakangi perihal bahwa Dayeuhkolot merupakan kota tua, dengan besluit tanggal 25 Mei 1810 dipindahkan ke wilayah Bandung sekarang atas perintah Herman Willem Daendels. Dewasa ini penduduk yang menghuni wilayah ini
menjadi semakin padat beriringan perkembangan wilayah kota Bandung yang juga semakin padat. Penduduk yang �nggal di wilayah ini merupakan kelompok yang paling dekat berbenturan dengan sungai ini. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah mengapa kelompok ini tetap bertahan di wilayah ini? Dan apa pola budaya yang hidup dari kelompok masyarakat yang �nggal di bantaran sungai Citarum?
Peneli�an ini memiliki tujuan khusus, dengan adanya potret ini akan ditemukan pola kebudayaan yang tumbuh sehingga dapat diupayakan pendekatan budaya dalam pemeliharaan sungai Citarum. Potret ini dianggap pen�ng karena, pertama untuk mengetahui asal-usul masyarakat yang mendiami wilayah tersebut dan infrastruktur yang dibangun oleh kelompok tersebut. Kedua, dengan pengetahuan ini sebuah pendekatan kultur bisa ditempuh dalam usaha mengatasi masifnya pencemaran yang terjadi di Sungai Citarum.
Studi lapangan dilakukan untuk menggali data baik secara kuan�ta�f maupun kualita�f. Data ini kemudian dianalisis dengan metode kualita�f bersandar pada perspek�f filosofis terutama filsafat budaya. Dalam perspek�f ini maka digunakan metode fenomenologi dan hermeneu�ka untuk menafsir pola hidup masyarakat. Metode fenomenologi merupakan pendekatan filsafat yang berpusat pada apa yang tampak, apa yang diama�, apa yang tampak pada kesadaran manusia. Sedangkan metode hermeneu�ka merupakan sebuah metode yang berkaitan dengan simbol dan itu mengungkapkan pengalaman mental.
Dayeuhkolot merupakan kota yang selalu dibicarakan pada saat menelusuri sejarah kota Bandung. Bila kita membaca sejarah kota Bandung dan Kabupaten Bandung maka nama Dayeuhkolot pas� disebutkan. Dewasa in i pusat pemerintahan kota Bandung maupun Kabupaten Bandung �dak lagi berada di Dayeuhkolot. Pemindahan ini �dak lepas dari ancaman banjir yang seringkali melanda daerah ini.
Citarum dalam dinamika sejarah
Air sungai Citarum yang membelah dataran rendah Bandung berasal dari mata air di Gunung Wayang sebelah selatan kota Bandung. Para ahli geologi mencatat bahwa aliran sungai Citarum pernah tersumbat oleh letusan Gunung Tangkubanparahu. Maka wilayah bandung dulu menjadi telaga purba yang sering dijuluki situ hiang.
Bandung khususnya dan Tanah priangan pada umumnya menjadi bagian dari Mataram hingga tahun 1677. Pada tahun ini pula Tanah Priangan diserahkan oleh Raja Mataram
62 | MAJALAH PARAHYANGAN | Vol. IV No. 1
Lokasi. Desa Citeureup merupakan bagian dari Kecamatan Dayeuhkolot, dan berbatasan dengan Kecamatan Baleendah, Bojongsoang dan Kecamatan Banjaran. Daerah ini dulu selalu digenangi air, namun beriringan dengan perkembangan kota dan kepadatan penduduk daerah ini lambat laun dihuni oleh warga. Penduduk yang diam di lokasi ini pada tahun 1987 direlokasi ke daerah Cimuncang-Manggahang. Relokasi ini terjadi karena wilayah ini sering dilanda banjir. Namun penduduk yang �nggal di tempat hunian baru �dak betah dan pada tahun 1990 secara berkesinambungan kembali lagi ke wilayah Bojongrangkas. Alasan mereka �dak betah di area baru relokasi adalah kesulitan air.
Pemerintahan. Desa Citereup merupakan bagian dari Kecamatan Dayeuhkolot yang terdiri dari 5 desa dan 1 kelurahan. Yang menjadi lokasi peneli�an adalah RW 14 dengan 5 RT yang berada tepat di bantaran kali, yakni RT 1 – RT 5.
Penduduk. Penduduk desa Citeureup berjumlah 21.831, rata-rata di satu RT terutama RW 14 terdiri dari 80 KK. Jadi, kalau ada 5 RT yang berada di bantaran sungai berar� ± 400 kepala keluarga RW 14. Pekerjaan masyarakat penghuni bantaran sungai beragam seper� sebagai karyawan, buruh serabutan, pedagang. Menurut Bapak Tatang (Sekretaris Desa) pekerjaan paling dominan adalah buruh serabutan dan pedagang keliling (baso, tukang servis, kaligrafi).
Sketsa kondisi Rukun Warga 14 - pola kerja penduduk
Pola budaya yang dimaksud dalam peneli�an ini yaitu mengama� situasi konkret kemasyarakatan sehari-hari. Peneli�an ini berpusat pada 2 hal yaitu pada akar historis masyarakat dan pekerjaan yang dilakukan sehari-hari. Untuk itu peneliti berangkat dari menelaah situasi konkret berupa kepadatan dan pekerjaan. Dengan melukiskan kepadatan, akan tampak alur historis penduduk dan wilayah ini. Melalui kepadatan akan diperlihatkan perkembangan masyarakat dan wilayah yang didiami warga. Selain itu peneli� juga memfokuskan pada pekerjaan yang digelu� masyarakat penghuni bantaran sungai ini. Dari pekerjaan, dapat ditangkap juga pola budaya yang dihidupi warga dalam keseharian. Bahwa disatu sisi mereka tumbuh dalam alam berpikir lokal tetapi sekaligus mengalami pola pandang modern.
Kepadatan. Salah satu ciri hunian masyarakat kebanyakan di kota-kota Indonesia adalah kepadatan penduduk, yang dicirikan dengan lorong masuk yang sempit, �adanya pekarangan, drainase minim, air bersih yang �dak memadai. Ciri ini juga dimiliki Rukun Warga 14 ini, yang memiliki deretan pertokoan dan pusat bisnis, pedagang kaki lima berjejer hampir di sepanjang jalan tersebut. Keruwetan luar biasa akan nampak saat memasuki bagian belakang wilayah RW 14. Terdapat tembok se�nggi ± 3 meter yang merupakan pembatas pemukiman dan area PLN. Jalan masuk yang hanya cukup untuk pejalan kaki dan pengguna kendaraan roda 2. Terlihat pula sistem drainase yang �dak berjalan baik sehingga bila musim hujan �ba maka wilayah ini menjadi langganan tergenang banjir, sedangkan pada musim kemarau datang bau busuk menyengat menjadi hal yang lumrah karena genangan air keruh tak teralir dengan baik. Sebagai masyarakat penghuni bantaran sungai, Warga RW 14 juga menjadi area penumpukan sampah yang mengendap di bantaran sungai tersebut. Sehingga di sisi sungai berbatasan langsung dengan dinding sampah.
Pekerjaan. Pekerjaan warga paling dominan adalah serabutan dalam ar�an mereka bekerja apa saja. Untuk pekerjaan yang agak tetap adalah berjualan, atau buruh pabrik dan pegawai swasta. Bagi warga yang mempunyai pekerjaan tetap sebagai pegawai baik negeri maupun swasta bisa membangun rumah dengan 2 lantai sebagai persiapan menghadapi banjir. Jika banjir �ba maka mereka akan berdiam di lantai 2. Sedangkan warga pada umumnya yang �dak mempunyai rumah seper� ini akan mengungsi ke daerah yang lebih �nggi.
Kesimpulan
Bantaran sungai Citarum merupakan lokasi dengan dinamika sangat panjang. Kepen�ngan penguasa saat itu merupakan alasan utama dibangunnya pemukiman di area ini. Desa Citeureup yang berada di Bandung Selatan tentu mendapat pengaruh besar dari perkembangan atau dinamika ini. Sebagai desa pinggiran Bandung, Citereup menyimpan satu ciri khas yakni, kepadatan.
Warga yang bermukim di wilayah ini memiliki standar kehidupan minim, bau limbah sampah sungai Citarum yang menyengat, sistem drainase yang tak memadai dan ancaman banjir yang terus mengintai. Hampir se�ap tahun penduduk senan�asa bersiap menghadapi banjir. Penduduk dengan perekonomian yang lumayan baik, akan memper�nggi rumah dengan menambah lantai sedangkan umumnya penduduk lain �dak sanggup. Sehingga akhirnya pola yang paling kuat dikembangkan dalam konteks masyarakat yang bermukim disini adalah sekadar bertahan hidup. Salah satu unsur pen�ng yang membuat mereka bertahan di area ini yakni karena pekerjaan. Dengan �nggal di area seper� ini pilihan pekerjaan teris�mewa sebagai “pekerja serabutan” dimungkinkan. Mereka dapat berjualan dengan mudah serta bisa menjangkau “pangsa pasar” di area yang �dak membutuhkan banyak ongkos produksi/distribusi.
MAJALAH PARAHYANGAN | Vol. IV No. 1 | 63
Rekomendasi
Kehidupan masyarakat seper� ini membutuhkan sebuah rancang bangun budaya yang konkret dengan daya tahan yang panjang. Segala bentuk penyadaran agar pluralitas dan terutama refleksi terhadap pluralitas harus berjalan cepat ditengah gerak dunia yang kian cepat. Kesadaran ini perlu dibangun secara resmi dari perangkat desa sampai dengan RW dan RT termasuk organ sosial-keagamaan.
Kembali kepada hal yang menjadi konsentrasi dasar peneli�an ini yang merupakan sebuah refleksi filosofis di�ngkat paling awal. Sehingga rekomendasi ini bukan sebuah kertas kerja operasional, tetapi lebih sebagai sebuah ikh�ar hakiki yang ada dibalik �ndakan itu sendiri. Di lain pihak, pemerintah harus lebih menjadikan manusia sebagai orientasi kemajuan (modernitas). Kemajuan sekadar kegagahan fisik semata perlu dikoreksi meski secara poli�s prak�s pola ini begitu dominan dimina�. Pendidikan merupakan kata kunci pen�ng semua kesadaran ini. Karena di dalamnya, kebudayaan justru terefleksi secara lebih baik yang membedakan manusia dengan non-manusia.
Andreas Doweng Bolo, S.S., M.Hum., dosen Fakultas Filsafat Universitas Katolik Parahyangan. Mata kuliah yang diampu adalah Pendidikan P a n c a s i l a , P e n d i d i k a n Kewarganegaraan dan Logika. Penulis saat ini bergiat di Pusat Studi Pancasila Unpar.
Hendrikus Endar Suhendar, S.S., M.Hum., dosen Fakultas Filsafat Universitas Katolik Parahyangan serta menjabat sebagai kepala bagian Pusat Inovasi dan Pembelajaran Unpar. Mata kuliah yang diampu adalah Etika, Agama Katolik, dan Fenomenologi Agama. Penulis saat ini bergiat di Pusat Studi Pancasila Unpar.
Senin, 19 Desember 2016 diselenggarakan konferensi pers Ekspedisi WISSEMU Mahitala Unpar dan dilanjutkan dengan pelepasan �m ekspedisi yang dihadiri oleh Rektor Unpar, perwakilan Kodam, dan Kadisorda. Tim akan melakukan ekspedisi ke Gunung Vinson Massif di Antar�ka. Sumber: laman Instagram Unpar
64 | MAJALAH PARAHYANGAN | Vol. IV No. 1
Master of Civil Engineering
Preparing ethical professionals in the more globalized society
Change you life, unlock your mind.
Join Unpar Graduate Programs:
Master’s Programs • Management • Law • Social Science • Interna�onal Rela�ons • Theology
• Architecture • Civil Engineering • Industrial Engineering • Chemical Engineering
Doctoral Programs • Economics • Law • Architecture • Civil Engineering
www.pascasarjana.unpar.ac.id
Finance
Global Economy
lthough uncertainty remains about the US economy Afollowing the elec�on of Republican Donald Trump and over Britain's exit from the European Union, the
OECD raised its growth forecasts for major economies. S�ll, it warned of rising protec�onism that could weigh on economic growth. The OECD now expects the global economy to expand 3.3% in 2017, up from a 3.2% growth forecast in September 2016. In 2018, the world's economy is projected to grow 3.6% in 2018, the body said in its report.
There are several issues on global economy projec�on. OECD Outlook No. 100 “Escaping the Low-Growth Trap? Effec�ve Fiscal Ini�a�ves, Avoiding Trade Pi�al” can be summarized as follow. The global economy remains in a low-growth trap, but more ac�ve use of fiscal policy will raise growth modestly. Investment and trade are weak, weighing on drivers of consump�on such as produc�vity and wages. Policy uncertain�es and financial risks are high. But low interest rates create window of opportunity. Fiscal, structural, trade policies need to be interwoven for gains. Reducing trade costs raises growth but trade restric�ons put jobs at risk.
Expansionary fiscal ini�a�ve to boost growth and reduces inequality would not impair fiscal sustainability. Success of fiscal ini�a�ves depends on structural policy ambi�on. Collec�ve ac�on enables greater gains at lower poli�cal cost.
Asia Pacific
Growth in developing East Asia and Pacific is expected to remain resilient over the next three years, according to a new World Bank report. However, the region s�ll faces significant risks to growth, and countries need to take measures to reduce financial and fiscal vulnerabili�es. Over the longer term, the report recommends that countries address constraints to sustained and inclusive growth, including by filling infrastructure gaps, reducing malnutri�on and promo�ng financial inclusion.
The East Asia and Pacific Economic Update expects China to con�nue its gradual transi�on to slower, but more sustainable, growth, from 6.7 percent in 2016 to 6.5 percent in 2017 and 6.3 percent in 2018. In the rest of the region, growth is projected to remain stable at 4.8 percent this year, and rise to 5 percent in 2017 and 5.1 percent in 2018. Overall, developing East Asia is expected to grow at 5.8 percent in
Finance Minister Sri Mulyani Indrawa� said 2017 state budget was expected to support Indonesia's economic growth amid the sluggish global economy and geopoli�cal risks, dynamics in China's economy as well as sluggish interna�onal trade. Macroeconomic assump�ons set in the budget reflect a realis�c economic condi�on right now, based on global and na�onal economic situa�on. She did not intend to repeat 2016 budgetary mistakes, which forced the government to carry out two rounds of budget cuts in an�cipa�on of a massive tax revenue shor�all.
2017 State Budget is More Realistic
Infrastructure Budget is Raised
Source: SindoNews
66 | MAJALAH PARAHYANGAN | Vol. IV No. 1
2016 and 5.7 percent in 2017-2018.
Among other large economies, prospects are strongest in the Philippines, where growth is expected to accelerate to 6.4 percent this year, and Vietnam, where growth this year will be dented by the severe drought, but will recover to 6.3 percent in 2017. In Indonesia, growth will increase steadily, from 4.8 percent in 2015 to 5.5 percent in 2018, the report says, con�ngent on a pickup in public investment and the success of efforts to improve the investment climate and increase revenues. In Malaysia, however, growth will fall, to 4.2 percent in 2016 from 5 percent last year, because of weak global demand for oil and manufactured exports.
Indonesia’s 2017 State Budget
The government is playing down the effects of global economic turmoil on the economy, claiming that 2017 State Budget is strong enough to weather vola�lity and will s�ll spur growth. Finance Minister Sri Mulyani Indrawa� claimed that the 2017 state budget was designed as a fiscal tool to provide s�mulus for resilient and sustainable economic growth that should be able to compensate for weakness in external demand. Global economic condi�ons are projected to remain bleak in 2017 as the world an�cipates the US budget and the 2017 elec�ons in France and Germany, which are the two biggest countries in the European Union and drivers of future recovery in the bloc. China — the world's second-biggest economy a�er the US and one of Indonesia's main trading partners — is es�mated to con�nue struggling and its growth is predicted to decline to 6.5 percent from around 6.6 percent to 6.7 percent currently.
“Downside risks remain large globally, so our economic growth should be sourced domes�cally as much as possible, so that impacts of global vola�lity won't quickly seep into our economy,” she said. Sri Mulyani argued that the 2017 budget was now more “credible” and “sustainable” than it was before, adding that revenue, spending and financing as the budget's main components had been calculated with more precision, The Jakarta Post reported (28/11/2017). Tax will
s�ll be the backbone of revenue and the government hopes to achieve Rp 1.49 quadrillion (USD 109.8 billion) in 2017 tax revenue, a moderate 13 to 15 percent increase from expected tax revenue realiza�on in 2016. The government forecasts economic growth of 5.1 percent in 2017 — a slight increase from the 5 percent forecast for 2016 — and expects infrastructure development in the regions will play a larger role.
Infrastructure Budget
In the 2017 State Budget the Indonesian Government allocated IDR 387.3 trillion (approx. USD $29.8 billion) for infrastructure development, up from IDR 317.1 trillion in the 2016 budget. Since Joko “Jokowi” Widodo became Indonesian President in 2014 the infrastructure budget of Indonesia has been raised rapidly, showing that Jokowi kept his pledge and is serious about construc�ng roads, bridges, airports, harbors, and railways in an effort to enhance connec�vity in Southeast Asia's largest economy, reduce logis�cs costs and enforce the mul�plier effect.
Sri Mulyani Indrawa� informed that the total of IDR 387.3 trillion that has been allocated for infrastructure spending in the government's 2017 State Budget is further divided in for the na�on's hard infrastructure, for social infrastructure, and for suppor�ve infrastructure. The government will disburse these funds through several ministries and government agencies. The largest slice of the cake - IDR 98.8 trillion - goes to the Public Works & Housing Ministry. Moreover, of the funds that are transferred from the central government to the regional governments, at least 25 percent needs to be spent by the local government on infrastructure development. This means that the regional governments will play a crucial role in the process of infrastructure development. This larger role does include some risks as human resources (including government officials) at the local level are generally low quality resources, Indonesia Investments warned. Besides, coordina�on and coopera�on between the central and local governments has not been op�mal.
Welcome, 2017. God bless Indonesia. * (PX)
Source: The Jakarta Post
Infrastructure budget. Source: Indonesia Investments
MAJALAH PARAHYANGAN | Vol. IV No. 1 | 67
Richard Sianturi
Refleksi
esepakatan bulat para pemimpin kepala negara dalam Kpertemuan tentang perubahan iklim di Paris tahun lalu berkenaan dengan pen�ngnya pengaturan dan kerja
sama global untuk menurunkan produksi emisi CO demi rata-2orata suhu bumi �dak naik lebih dari 2 C, se�daknya bisa
menunjukkan dua hal mendasar. Pertama, seluruh (kepala) negara sudah menyadari bahwa perubahan iklim (selanjutnya lebih luas dalam kerangka kerusakan lingkungan) yang terjadi akan berdampak sangat buruk bagi masa depan bumi jika �dak ada usaha konkret untuk menekan percepatannya. Hal ini dikarenakan mereka sadar, bahwa kerusakan alam yang terjadi itu akibat ak�vitas manusia yang serakah dan kepen�ngan ekonomi yang jarang memikirkan dampak lingkungan. Kedua, oleh karena itu, harus ada �ndakan dan usaha konkret bersama untuk menjaga keberlangsungan bumi yang sudah dirusak oleh manusia itu sendiri.
Untuk menyebut beberapa kerusakan lingkungan alam kita, dalam konteks Indonesia saja, terdapat beberapa kerusakan yang dapat disebutkan (perlu dicatat, �ndakan manusia memiliki porsi sangat besar mengapa hal-hal di bawah ini bisa terjadi): Laju deforestasi mencapai 1,8 juta hektar per tahun yang mengakibatkan 21% dari 133 juta hektar hutan Indonesia hilang. Selain itu, 30% dari 2,5 juta hektar terumbu karang di Indonesia mengalami kerusakan. Kerusakan terumbu karang meningkatkan risiko bencana terhadap daerah pesisir, mengancam keanekaragaman haya� laut, dan menurunkan produksi perikanan laut.
Ada lagi soal �ngginya pencemaran udara, pencemaran air, pencemaran tanah, dan pencemaran laut. Bahkan pada 2010, Sungai Citarum pernah dinobatkan sebagai “Sungai Paling Tercemar di Dunia” oleh situs huffingtonpost.com. World Bank juga menempatkan Jakarta sebagai kota dengan polutan ter�nggi ke�ga setelah Beijing, New Delhi, dan Mexico City. Lain lagi, ratusan tumbuhan dan hewan Indonesia yang langka dan terancam punah. Menurut IUCN Redlist, sebanyak 76 spesies hewan Indonesia dan 127 tumbuhan berada dalam status keterancaman ter�nggi yaitu status Cri�cally Endangered (kri�s), serta 205 jenis hewan dan 88 jenis tumbuhan masuk kategori Endangered, serta 557 spesies
hewan dan 256 tumbuhan b e r s t a t u s V u l n e r a b l e . ( S u m b e r : h�p://blhkp.lebongkab.go.id/) . Dalam konteks g lobal , memakai sedikit contoh itu, p e r m a s a l a h a n r u s a k ny a lingkungan alam itu berkenaan dengan peningkatan CO di 2
atmosfer dan pengelolaan tanah. (C. Bayu Risanto, 2016).
Pada faktanya memang alam sedang mengalami kerusakan yang cukup parah dan kita harus mengakui itu sehingga kita mampu menumbuhkan kesadaran dan rasa tobat untuk kembali menata dan menjaga alam yang sudah rusak parah itu. Paus Fransiskus dalam ensikliknya Laudato Si' (LS) No.61, menyatakan “... we need only take a frank look at the facts to see that our common home is falling into serious disrepair” (cukuplah melihat realitas dengan jujur untuk menemukan bahwa rumah kita bersama mengalami kerusakan parah). Ensiklik Paus ini menjadi sangat relevan karena lahir di situasi kerusakan lingkungan alam yang sudah sangat mengerikan. Dalam fakta itu, pesan utamanya adalah tentang perawatan rumah kita bersama. Pesan-pesan turunannya, menurut saya, bersifat moral dan e�s yang seharusnya mengganggu ha� nurani kita untuk sadar menjaga alam, meskipun bukan perintah atau hukum.
Dalam bagian awal-awal, Paus menekankan pen�ngnya dialog universal (termasuk ensiklik ini adalah bentuk ajakan dialog bukan khotbah Paus) membicarakan persoalan lingkungan alam yang sudah rusak itu (Dalam LS No. 14, we require a new and universal solidarity), sebab alam ini memang rumah bersama. Seper� pertemuan Paris tahun lalu, meskipun semua sepakat adanya masalah dan di sisi lain sepakat berkomitmen mengatasinya, tetap terdapat banyak tantangan (kegagalan) dalam implementasi ucapan setelah pertemuan. Dalam ensiklik disebutkan hal itu, “not only because of powerful opposi�on but also because of a more
h�p://image.indiaopines.com/wp-content/uploads/2016/05/trees-cu�ng-through-forest.jpg
68 | MAJALAH PARAHYANGAN | Vol. IV No. 1
general lack of interest. Obstruc�onist a�tudes, even on the part of believers, can range from denial of the problem to indifference, nonchalant resigna�on or blind confidence in technical solu�ons.” (LS No. 14). Sejalan dengan itu, gagalnya kita menjaga komitmen untuk menjaga lingkungan alam ini adalah karena sikap kita sendiri.
Dalam LS, Paus Fransiskus menunjuk kepada mental manusia yang serakah dan pola kerja manusia yang destruk�f (Benhard Kieser, 2016). Beberapa contoh diantaranya yang dicatat oleh Paus adalah kebiasaan atau budaya 'membuang' manusia yang menjadikan bumi dan alam ini seakan-akan sebagai sebuat tempat pembuangan saja. Hasil dari budaya ini adalah ratusan juta ton limbah �ap tahun. Selain itu �ndakan mengubah ekosistem yang menciptakan kepunahan spesies tanaman dan hewan. Kedua kebiasaan merusak ini perlu diubah sebab kita perlu menjaga masa sekarang dan masa mendatang. Penekanannya adalah berkenaan dengan tanggung jawab. Paus menyatakan, “umat manusia dipanggil untuk mengakui perlunya perubahan dalam gaya hidup, produksi dan konsumsi (LS No. 23, humanity is called to recognize ....), dan untuk mengembangkan kebijakan yang efek�f untuk mengatasi masalah ini (LS No. 26).”
Sikap dan �ndakan, kebiasaan dan budaya, pola pikir dan egoisme kita dalam memandang alam sebagai tempat eksploitasi kebutuhan kita semata harus menjadi bagian dari menumbuhkan kesadaran dan rasa tobat itu, sebab “... memandang alam sebagai objek laba dan keuntungan saja, memiliki konsekuensi serius bagi masyarakat” (LS No. 82). Kita perlu selalu mengingat bahwa 'alam dan manusia' ataupun 'manusia dan alam' adalah keterhubungan yang �dak dipisahkan di samping keduanya saling bergantung dan membutuhkan (LS No. 70, that everything is interconnected). Seper� yang sudah disinggung sebelumnya, usaha pemaknaan kembali hubungan antara eksistensi kita sebagai
manusia yang hidup, berkembang di alam yang sesungguhnya sudah kita rusak sendiri (baik secara sadar atau �dak) harus dengan langkah yang berani. Keputusan-keputusan dalam kehidupan sehari-hari harus diambil secara berani untuk memutuskan �dak melakukan apa saja yang seja�nya akan merusak lingkungan. Bagaimanapun, hal itu menyangkut kebiasaan-kebiasaan yang paling sederhana di dalam gaya hidup sehari-hari. Se�ap manusia, sekali lagi memiliki moral responsibility untuk �dak meninggalkan jejak kerusakan alam untuk masa depan dan generasi mendatang.
Dalam lingkup pengambilan keputusan, khususnya dalam konteks global, pen�ng adanya dialog untuk menyusun sebuah kerangka prinsip-prinsip dan perilaku yang e�s dan menyarankan beberapa bidang yang perlu didiskusikan untuk diambi l keputusan. Dia log-dia log
menggunakan beragam pendekatan: dialog tentang lingkungan di masyarakat internasional; dialog untuk kebijakan baru nasional dan lokal; dan untuk transparansi dalam pengambilan keputusan; dialog antara poli�k dan ekonomi demi pemenuhan manusia; serta antara agama dan ilmu pengetahuan. (Pedoman Studi Untuk Ensiklik Laudato Si', 2015).
Ke semua fakta kerusakan lingkungan alam saat ini, fakta mengenai sikap dan kebiasaan buruk manusia yang menyebabkannya, fakta apa yang sedang 'diusahakan' oleh lingkungan global, serta apa yang bisa manusia lakukan kemudian se�daknya menyadarkan kita bahwa alam ini sedang rusak dan dalam kondisi yang mempriha�nkan. Kita perlu menyadarinya dan berusaha melakukan sesuatu untuk mengatasinya. Dan pesan-pesan universal untuk siapa saja manusia dalam Laudato Si' dapat menjadi salah satu pegangan yang berar�.
Saya sedang membaca-baca Majalah Nature Conservancy
edisi tahun 2011 dan saya perlu mengu�p kalimat dari Mark
Tercek, seorang pebisnis yang fokus dan peduli pada masalah
konservasi lingkungan, dalam wawancara dengan majalah itu
untuk menutup tulisan ini. Kata Tercek, “There are so many
reasons why each of us loves nature. And we need to shine a
spotlight on all of them. We all depend on nature for our
health, for our livelihoods. So it makes sense that people
should iden�fy with protec�ng nature- they're protec�ng
their future.”
Richard Sianturi, S.H., lulusan Program Sarjana Ilmu Hukum
Fakultas Hukum 2016 bidang hukum internasional publik.
Sekarang bekerja sebagai Research Intern pada Departemen
Poli�k dan Hubungan Internasional, Centre for Strategic and
Interna�onal Studies (CSIS), Jakarta.
h�p://doublemesh.com/wp-content/uploads/2013/12/appletree-Mul�ple-Exposure-by-Christoffer-Relander.jpg
MAJALAH PARAHYANGAN | Vol. IV No. 1 | 69
Universitaria
atema�ka menjadi mata pelajaran yang sangat Mmenakutkan bagi sebagian besar siswa sekolah dasar dan sekolah menengah, padahal �dak dapat
dipungkiri bahwa penguasaan matema�ka sangat dibutuhkan dihampir semua bidang ilmu dan teknologi. Untuk membantu pemahaman pelajaran matema�ka di rumah, seper� mengerjakan PR ataupun mempersiapkan ulangan, biasanya siswa SD akan meminta bantuan ibunya. Komunitas Ibu Belajar Matema�ka (IBM) dibentuk sejak tahun 2012 dengan tujuan membantu para ibu siswa SD agar mereka dapat berperan lebih baik mendampingi putra-putrinya belajar matema�ka di rumah. Bentuk kegiatannya berupa tutorial dengan frekuensi 2 kali per minggu. Melalui kegiatan tersebut, para ibu dapat menyegarkan kembali kemampuan matema�ka mereka sehingga lebih siap membantu putra-putrinya ke�ka belajar matema�ka di rumah. Kegiatan ini melibatkan para dosen dan mahasiswa
Program Studi Matema�ka Unpar dan melibatkan 5 (lima) sekolah mitra yang berlokasi di sekitar Kampus Unpar di jalan Ciumbuleuit: SDN Ciumbuleuit 1,3 dan 4, serta SDN Bandung Baru 1 dan 2. Peserta komunitas IBM umumnya merupakan ibu dari siswa SDN mitra yang putra-putrinya bersekolah di kelas 1 dan 2. Kegiatan yang diselenggarakan melalui komunitas IBM mampu menciptakan kebiasaan yang lebih posi�f. Para ibu biasanya banyak menghabiskan waktunya untuk bercengkerama di sekitar sekolah ke�ka menunggu putra-putrinya belajar di sekolah, dan sekarang ak�vitas tersebut dipindah ke ruang kelas dengan belajar matema�ka. Para ibu menjadi lebih percaya diri dan lebih mendapat sikap hormat (respect) dari putra-putrinya karena sekarang lebih mampu mendampingi putra-putrinya belajar matema�ka di rumah.
Mengapa dipilih ibu dalam konteks ini? Karena: (a). Hubungan antara ibu dengan anak pada usia sekolah dasar adalah masa yang paling intensif dibandingkan pada �ngkatan usia sekolah lainnya; (b). Ibu biasanya adalah pihak
Komunitas Ibu Belajar Matematika (IBM)
70 | MAJALAH PARAHYANGAN | Vol. IV No. 1
pertama dan yang paling sering ditanyai oleh anak ke�ka mereka mengalami kesulitan belajar sehingga respon seorang ibu terhadap suatu mata pelajaran besar dampaknya kepada anak; (c). Umumnya ibu �dak bekerja di luar rumah dan memiliki banyak waktu luang ke�ka mengantar anaknya ke sekolah; (d). Ibu umumnya sudah memiliki pendidikan yang baik. Program ini dilaksanakan secara intensif selama 4 bulan penuh. Diluar dugaan keterlibatan ibu dalam komunitas sungguh luar biasa, mereka tetap bersemangat untuk belajar meskipun usianya �dak muda lagi dan bahkan sambil membawa bayi ke dalam kelas. Semua itu mereka lakukan demi pendidikan yang lebih baik untuk anak-anak mereka. Program ini melibatkan dosen dan mahasiswa program studi Matema�ka, dibiayai oleh LPPM Unpar dan DIKTI melalui skema hibah Ipteks bagi Masyarakat.
Selain itu, tujuan pembangunan milenium (MDGs) yang dideklarasikan oleh PBB tahun 2000, merupakan kesepakatan dan komitmen para pimpinan negara dan organisasi di seluruh dunia untuk mencapai kesejahteraan dan pembangunan masyarakat yang ditargetkan paling lambat terwujud di tahun 2015. Pendidikan dasar, kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan adalah dua diantara delapan tujuan milenium tersebut. Pada makalah ini akan dibahas pengalaman kami sebagai suatu upaya untuk berpar�sipasi dalam mencapai MDGs melalui pemberdayaan perempuan untuk peningkatan kualitas pendidikan dasar dalam bentuk komunitas belajar. Ibu merupakan salah satu faktor pen�ng dalam pendidikan anak-anak, namun kadang karena belum setaranya kesempatan pendidikan bagi perempuan mengakibatkan akses untuk memasuki lapangan kerja �dak mudah demikian pula untuk keterlibatan dalam pendidikan anak-anak mereka.
Metode Pengajaran
Tahun 2016 ini kami meluncurkan buku keempat yang merupakan perbaikan kunci jawaban modul IBM ke-3 dan penambahan beberapa modul baru, sesuai masukan peserta IBM tahun 2015. Semuanya kami lakukan dengan memper�mbangkan banyak masukan yang telah kami terima. Buku tersebut terdiri atas 4 topik utama dengan 52 bab. Satu bab terdiri dari konsep, contoh, la�han, dan kunci jawaban.
Mengingat bahwa buku ini membahas matema�ka �ngkat Sekolah Dasar, kami berusaha memperkenalkan konsep-
k o n s e p b a r u d e n g a n menggunakan bahasa yang mudah dipahami. Urutan pembahasan konsep-konsep tersebut telah kami perbaiki, sehingga konsep-konsep yang menjadi prasyarat untuk konsep yang lain didahulukan. Tingkat kesulitan soal-soal yang diberikan dalam buku ini juga telah dikurangi. Kami ingin terus-menerus berusaha agar matema�ka �dak lagi menjadi
pelajaran yang menakutkan bagi siswa-siswi, khususnya untuk �ngkat Sekolah Dasar, tetapi justru menjadi pelajaran yang mudah, asyik, dan menyenangkan.
Dari ide tersebut, kami coba memakai bahan-bahan yang cukup gampang didapat oleh ibu-ibu. Pada pertemuan pertama, kami membawa alat dan bahan untuk contoh alat peraga. dan memperkenalkan cara pemakainan alat peraga tersebut ke ibu-ibu. Setelah itu kami berikan soal KPK dan FPB untuk bilangan yang lain, setelah ibu-ibu menger� kami lanjutkan dengan mencari KPK dan FPB dari �ga buah bilangan. Di akhir pertemuan pertama, kami menugaskan ibu-ibu yang terbagi atas kelompok beranggotakan 2-3 orang untuk membuat alat serupa dari barang-barang bekas �dak terpakai jadi ibu-ibu �dak mengeluarkan uang sama sekali. Kami hanya memberikan print angka serta lem. Agar menarik perha�an, alat peraga tersebut akan diperlombakan dan mendapat hadiah.
Di pertemuan kedua, kami sangat terkejut dengan krea�fitas ibu-ibu peserta dalam penggunaan bahan alat peraga. Ada kelompok ibu yang menggunakan bekas tempat telur dan biji-bijian sebagai gan� kancing. Ada kelompok ibu yang memanfaatkan gelas air mineral, wadah bekas cup es krim, biji mahoni, kelereng, dan masih banyak lagi. Lalu kami meminta kelompok tersebut memperagakan penggunaan dalam mencari KPK dan FPB. Setelah dinilai, alat tersebut dibawa pulang oleh ibu-ibu untuk selanjutnya digunakan untuk mengajar anak-anak mereka.
MAJALAH PARAHYANGAN | Vol. IV No. 1 | 71
Hasil dan Kesimpulan
Ÿ Dari pengamatan kami, para ibu peserta menjadi lebih percaya diri dalam mengerjakan soal matema�ka dan banyak dari ibu bercerita bahwa mereka semakin antusias mendampingi anak mereka belajar Matema�ka di rumah karena mereka lebih percaya diri dengan kemampuan penguasaan materi dan cara mendampingi anak belajar.
Ÿ Keterlibatan ibu dalam kegiatan belajar putera-puterinya belajar di rumah meningkat, tercermin dari pengakuan ibu-ibu mengenai peningkatan frekuensi ibu dalam mendampingi putera-puteri mereka belajar matema�ka di rumah.
Ÿ B a g i d o s e n p e n g a j a r, k a m i m e n j a d i m a m p u mengiden�fikasi dan mencari solusi untuk turut berperan ak�f menyelesaikan persoalan di masyarakat.
Ÿ Bagi mahasiswa tutor pengajar, mereka mengakui mereka menjadi mampu menerapkan pengetahuannya untuk turut berperan ak�f memberdayakan masyarakat dan mengembangkan semangat bela rasa dan kepedulian kepada sesama.
Ÿ Pihak sekolah mitra sangat mendukung kegiatan IBM terbuk� dari antusiasme sekolah dalam menyediakan ruangan untuk kegiatan IBM.
Da�ar PustakaŸ UN General Assembly (2000). United Na�ons Millennium
D e c l a r a � o n , [ o n l i n e ] t e r s e d i a d i h�p://mdgs.un.org/unsd/mdg/Resources/Sta�c/Products/GAResolu�ons/552/ ares552e.pdf
Ÿ Bappenas (2007). Laporan Perkembangan Pencapaian Millennium Development Goals Indonesia 2007, Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Jakarta.
Ÿ Mullis, I.V.S dkk (2008). TIMSS 2007 Interna�onal Mathema�cs Report: Findings from IEA's Trends in Interna�onal Mathema�cs and Science Study at the
Fourth and Eighth Grades. TIMSS & PIRLS Interna�onal Study Center.
Ÿ Stacey, K. (2011). The PISA View of Mathema�cal Literacy in Indonesia, Indonesian Mathema�cal Society Journal on Mathema�cs Educa�on, vol2 no.2: 95-126.
Ÿ h�p://nasional.kompas.com/read/2008/10/14/1730049/ke�ka.dakon.menjadi.alat.peraga.matema�ka
Ÿ h�ps://www.youtube.com/watch?v=Uc9Mxi45D4g .
(Livia Owen/IBM)
72 | MAJALAH PARAHYANGAN | Vol. IV No. 1
Galeri
Unpar meraih penghargaan ICSB Indonesia Presidential Award 2016 bidang penelitian. Penghargaan diberikan atas dedikasi dan komitmen Unpar dalam mendukung kemajuan Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia. Penghargaan diterima langsung oleh Rektor Unpar di depan Menteri Koperasi dan UKM Republik Indonesia. (Selasa, 13 September 2016)
Program Studi Teknik Kimia bersama Himpunan Program Studi Teknik Kimia mengadakan pengabdian masyarakat di Desa Cukanggenteng, Ciwidey. Pengabdian berupa pelatihan mengenai pengemasan dan pengawetan ikan pindang dengan kemasan vakum. (Senin, 17 Oktober 2016)
Tim Uni Potato dan Tim Uni Corn berhasil meraih posisi 2 dan 3 dalam The 2nd International Statistics Competition for Engineering Students (ISCE), 8-10 November 2016. Posisi 1 diraih UP Diliman dari University of Philippines Diliman.
Untuk berita dan informasi lainnya tentang Unparweb: www.unpar.ac.idinstagram: unparofficial
pm_unparinstagram: line: @pm_unpar
MAJALAH PARAHYANGAN | Vol. IV No. 1 | 73
Kemahasiswaan
arah Lucia, menjadi salah satu peserta dalam rangkaian SNutrifood Leadership Award 2016. Berikut pe�kan k i s a h p e r j a l a n a n S a r a h d a l a m u p a y a n y a
memberdayakan Suku Bo� di Pedalaman Nusa Tenggara Timur.
“Perjalanan saya di Nutrifood Leadership Award 2016 berawal saat saya melihat pengumuman terkait dengan NLA yang di share oleh pemenang NLA 2015 yaitu Robert Tan di LinkedIn. Melihat pengumuman tersebut, saya mencoba mencari tahu terkait dengan proses seleksi yang akan diadakan dan prosedur penda�aran. Melihat proses seleksi yang cukup sulit, keraguan sempat menghampiri saya namun pada akhirnya saya memberanikan diri untuk menda�ar melalui link yang disediakan. Saya anggap ini sebaga iseng-iseng berhadiah dan saya pikir �dak ada salahnya untuk mencoba hingga pada akhirnya saya mendapatkan sebuah e-mail dari Nutrifood yang menyatakan bahwa saya salah satu mahasiswa Bandung yang lolos ke tahap seleksi regional Bandung yang akan diadakan di Universitas Kristen Maranatha. Selain di Bandung, seleksi regional pun juga dilakukan di Jakarta, Yogyakarta, dan Surabaya.
Seleksi regional Bandung ini dihadiri oleh 49 mahasiswa dari beberapa Universitas yang ada di Jawa Barat. Seleksi dimulai dengan permainan dan dilanjutkan dengan audisi yang mengharuskan se�ap peserta untuk menanggapi satu isu selama 1 menit dan melakukan debat dengan sesama peserta lainnya dalam satu kelompok. Sepulang dari audisi regional, saya �dak pernah berharap banyak bahwa saya dapat lolos ke tahap selanjutnya karena mahasiswa lainnya pun memiliki prestasi-prestasi yang luar biasa.
Namun satu keberuntungan kembali menghampiri saya, saya lolos ke tahap selanjutnya dan diundang ke Kantor Nutrifood di Jakarta untuk mengiku� Semifinal yang terdiri dari 33 mahasiswa dari seluruh Indonesia. Seleksi dimulai dengan rangkaian tes psikotes selama 4 jam dan cukup melelahkan karena otak dituntut untuk terus berpikir. Setelah itu, kami dibagi menjadi beberapa kelompok untuk melakukan office tour Nutrifood dan bersiap untuk melakukan Forum Group Discussion.
FGD hanya dilakukan selama 30 menit dimana saat itu kami dinilai oleh para juri yang terdiri dari CEO Nutrifood yaitu Bapak Mardi Wu, Head of Human Resources, Head of Customer Development Division, dan salah satu pemenang NLA sebelumnya. FGD berlangsung cukup menegangkan terlebih karena pertanyaan langsung dilontarkan oleh sang CEO dan seluruh jawaban kami menjadi dasar penilaian apakah kami dapat maju ke tahap selanjutnya atau �dak. Saya pun tetap berpikir op�mis bahwa saya telah melakukan yang terbaik dan berharap untuk mendapat yang terbaik.
Seminggu setelah semifinal, akhirnya saya pun mendapatkan sebuah e-mail yang menyatakan bahwa saya terpilih menjadi finalis Nutrifood Leadership Award 2016 dan diundang ke Jakarta untuk mengiku� serangkaian acara karan�na, traveling, dan awarding pada tanggal 3 – 7 November 2016. Setelah pengumuman bahwa saya lolos ke tahap selanjutnya, tugas pertama pun diberikan. Dari 10 finalis yang terpilih, kami dibagi menjadi 2 kelompok yang terdiri masing-masing 5 orang. Saya terpilih satu �m dengan Andhika Priatomo dari Universitas Indonesia, Bobby Tandanajaya dari Universitas Kristen Maranatha, Nanda Puji Nugroho dari Ins�tut
74 | MAJALAH PARAHYANGAN | Vol. IV No. 1
kami mendengar sharing dari CEO Nutrifood dan para pemenang NLA sebelumnya yang sangat menginspirasi. Tidak hanya itu, kami pun juga mendapatkan pembekalan terkait dengan P3K selama perjalanan dan workshop dokumentasi video yang dibawakan oleh salah satu pakar fotografi. Acara pun ditutup dengan makan malam bersama di Pancious, Mall of Indonesia.
Keesokan harinya, tepatnya pada tanggal 4 November 2016, saya dan rekan-rekan satu �m bersiap untuk melakukan perjalan ke Kupang. Kami berangkat dini hari bersama dengan �m satunya yang memilih des�nasi ke Bangka Belitung dengan membawa program Spirit of Binga. Se�banya kami di Kupang, kami bertemu dengan Founder dari Yayasan 1.000 Guru, yaitu Kak Jemi Ngadiono. Beliau memberikan beberapa petuah dan �ps untuk menjalani misi di Suku Bo� karena beliau sebelumnya telah mengembangkan banyak program di suku Bo� dalam bidang pendidikan. Setelah itu, kami melanjutkan perjalanan ke Bo� selama kurang lebih 5 jam dengan menggunakan mobil.
Se�banya di Suku Bo� saya disuguhkan oleh pemandangan yang luar biasa bagaimana di tengah gunung seper� itu masih ada sebuah desa dengan arsitektur tradisional yang amat memanjakan mata. Kami disambut dengan jalan setapak yang terbuat dari batu dan dihiasi oleh bendera warna-warni. Kami pun segera menuju rumah sang kepala suku yaitu Papa
Teknologi Sepuluh November, dan Audy Fathia dari Ins�tut Pertanian Bogor. Yep, saya menjadi satu-satunya wanita dalam �m!
Kami pun mendapatkan tugas pertama untuk menentukan des�nasi dan proyek apa yang akan dilakukan di des�nasi traveling kami. Karena kami tersebar di berbagai daerah dan �dak memungkinkan untuk bertatap muka, kami pun akhirnya melakukan diskusi via media sosial. Diskusi berjalan dengan cukup alot karena memang sesungguhnya se�ap orang memiliki pandangan yang berbeda-beda dan memiliki karakter yang kuat. Beberapa opsi dikeluarkan seper� ke Maluku, Wae Rebo di NTT, hingga pada akhirnya pilihan jatuh pada Suku Bo� di pedalaman Nusa Tenggara Timur.
Pilihan kepada suku Bo� pun bukan tanpa alasan. Kami memilih suku Bo� karena kekayaan budaya yang ada didalamnya dan bagaimana di tengah modernisasi saat ini ternyata masih ada sebuah desa yang �dak mendapatkan akses listrik. Ha� kami pun tergerak untuk dapat membawa penerangan kepada Suku Bo�. Kami pun memutuskan untuk membuat beberapa proyek yaitu pengadaan lampu dengan memanfaatkan solar panel, Imagina�on Project, dan Glowing Forest.
Saat yang ditunggu-tunggu pun �ba, pada tanggal 3 November 2016 saya datang ke Jakarta untuk menjalani Final Nutrifood Leadership Award 2016. Hari pertama karan�na,
MAJALAH PARAHYANGAN | Vol. IV No. 1 | 75
Raja yang bernama Usif Name Benu. Papa Raja yang baru pulang dari kebun menyambut kedatangan kami dengan sepiring pisang goreng dan teh manis hangat.
Mayoritas dari suku Bo� masih belum bisa menggunakan bahasa Indonesia dan masih menggunakan bahasa tradisional mereka yaitu Bahasa Dawan. Untuk dapat berkomunikasi dengan Papa Raja pun kami harus menggunakan penerjemah yaitu supir kami, Bapak Timus, dan terkadang beberapa warga suku Bo� yang memang bersekolah dan dapat berbahasa Indonesia. Setelah kami memberitahu tujuan dan maksud kedatangan kami, Papa Raja pun mengizinkan kami untuk bermalam di salah satu rumah di suku Bo�. Sebuah rumah sederhana yang terbuat dari bambu dan beratapkan jerami, namun di dalamnya terdapat beberapa kasur dengan kelambu yang terpasang diatasnya karena memang salah satu epidemik di NTT adalah nyamuk malaria.
Esoknya kami bangun pukul 05.00 untuk segera memulai ak�vitas kami yang cukup padat. Kami pun datang ke rumah Papa Raja untuk meminta seluruh warga berkumpul karena kami akan memperkenalkan solar panel yang telah kami bawa. Kami memberitahu cara pemasangan, memperbaiki, dan bersama-sama memasang instalasi solar panel di Koperasi Suku Bo� bersama dengan warga. Tanpa disangka, kami �dak perlu mengeluarkan banyak tenaga untuk dapat menjelaskan terkait dengan solar panel kepada para warga dan mereka dengan mudah dapat menyerap informasi yang kami berikan.
Sebelumnya, suku Bo� pernah mendapatkan bantuan berupa Genset yang diberikan oleh pemerintah, namun suku Bo� �dak menggunakannya karena dianggap mengganggu lingkungan. Salah satu kepercayaan yang dianut oleh Suku Bo� adalah: Langit adalah Papa dan Bumi adalah Mama, maka dari itu selama kita berbuat baik terhadap bumi dan langit maka bumi dan langit akan terus mencukupi kebutuhan mereka. Maka dari itu, Suku Bo� pun menolak pemberian bantuan yang �dak sejalan dengan paham mereka. Berbeda dengan solar panel yang kami perkenalkan karena kami menjelaskan bahwa ini berasal dari alam dimana matahari akan diserap dan dapat digunakan pada saat malam hari melalui energi yang sudah disalurkan dan terkumpul pada lampu.
Proyek kami yang selanjutnya adalah Imagina�on Project dimana kami ingin mengajak anak-anak Bo� untuk berani bermimpi. Kami memulai dengan mengenalkan peta dunia kepada mereka dan menjelaskan bahwa dunia itu luas dan mereka memiliki hak untuk dapat pergi mengelilingi dunia. Setelahnya kami pun mengeluarkan kartu profesi yang berisi berbagai macam profesi dan mengeluarkannya kepada anak-anak di Bo�. Namun satu hal yang begitu miris adalah, ternyata �dak banyak dari mereka yang tahu profesi-profesi tersebut. Mimpi mereka hanya terbatas pada menjadi seorang guru dan petani. Di saat mungkin kami ingin mengajak mereka untuk berani bermimpi, namun nyatanya mereka �dak tahu bahwa mimpi itu ada! Pada akhirnya kami pun mencoba mengenalkan mimpi-mimpi tersebut kepada
76 | MAJALAH PARAHYANGAN | Vol. IV No. 1
mereka dan memberikan hiburan dengan membagikan beberapa buku warna dan pensil warna hasil donasi dari beberapa donatur.
Proyek terakhir kami sebelum senja berakhir adalah dengan merampungkan Glowing Forest. Glowing Forest merupakan cara kami untuk dapat meningkatkan nilai wisata di suku Bo� melalui pemberian icon khusus. Karena lingkungan di sana yang banyak terdapat pohon dan intensitas cahaya yang �nggi, akhirnya kami memutuskan untuk membuat lampu yang diisi dengan cairan fosfor sehingga menjadi glow in the dark pada malam hari. Harapan kami adalah Glowing Forest dapat menjadi satu icon yang dapat meningkatkan keindahan dari suku Bo� sendiri.
Perjalanan saya selama �ga hari mengajarkan saya begitu banyak hal. Saya belajar ar� dari sebuah kesederhanaan,
kehidupan, dan bagaimana untuk menjaga prinsip namun tetap terbuka. Mungkin kita kerap kali merasa �dak pernah cukup dan selalu menuntut lebih, namun di sini saya belajar bagaimana kita harus bersyukur dan berbuat baik apabila kita ingin diperlakukan dengan baik juga. Semangat belajar yang �dak pernah padam pun diajarkan oleh para warga suku Bo� dimana mereka terus mau terus belajar dan terbuka dengan hal baru.
Perjalanan ke Suku Bo� �dak saya sangka membawa kemenangan bagi saya dan Tim yang dinobatkan sebagai The Most Inspiring Team dan secara individu dinobatkan sebagai Inspiring Leader. NLA mengajarkan saya bagaimana dapat mela�h kepemimpinan melalui traveling dan melakukan proyek pada suatu tempat yang asing bagi kami. Kami belajar bagaimana mengatur, mau mendengar, mengontrol diri, dan beradaptasi pada lingkungan baru.”
Pulau Bo�
MAJALAH PARAHYANGAN | Vol. IV No. 1 | 77
ASEAN
hailand is to remain ASEAN’s tourism crown jewel. TTourism directly and indirectly accounted for over 20% of Thailand's GDP in 2015, seeing a 20% year-on-year
increase in interna�onal tourists to around 30 million people. A research of Development Bank of Singapore (DBS) �tled ASEAN Travel and Hospitality (2016) sees there is room to improve for the rest of ASEAN. With the excep�on of Myanmar (5.9%) and Brunei (7.4%), tourism accounts for around 10% or more of total GDP for the other ASEAN na�ons. DBS believe that Malaysia, Indonesia, and the Philippines have room to further boost the tourism sector's contribu�on to their economies, by either easing visa requirements further and/or through increasing support, promo�ons and infrastructure for tourism in their respec�ve countries. Meanwhile, Singapore con�nues to innovate, especially on new a�rac�ons and events, to sustain its tourism sector.
Asia Pacific
Asia and the Pacific region is now the second most visited region in the world and also the fastest growing. Boosted by rapid economic growth, growing affluence and a burgeoning middle class fuelling demand for travel, most notably by key source markets – China, the Asia and the Pacific region has been one of the most vibrant tourism markets globally over the past decade.
Asia and the Pacific region has seen tourism growing firmly at a CAGR of c. 6%-7% since 1995. Over 2010-2014, the region was the fastest growing at 6.4%, higher than the 4.5% growth reported by the global travel industry. As a result of the sustained growth in interna�onal visitors, the Asia and the Pacific region has also seen a 6-ppt increase in its market share of global interna�onal arrivals to c.23% in 2014 (vs 17% in 2000).
Interna�onal tourism receipts grew by 4% y-o-y to USD 1,245bn in 2014, of which Asia and the Pacific region received USD 377bn (+4.5% y-o-y), or c.30% of 2014 global interna�onal tourism receipts. On a per capita basis, DBS notes that interna�onal tourist arrivals to Asia and the Pacific region are the second-highest spending (slightly behind the Americas).
Within the greater Asia and Pacific region, most of the growth in tourist arrivals came from ASEAN and North-East. Between 2010 and 2014, interna�onal tourist arrivals in ASEAN grew at 8.2% CAGR respec�vely, outpacing the greater Asia and Pacific region's growth of 6.4% CAGR. North-East Asia also saw good growth of 5.1% CAGR.
The travel and tourism sectors remain significant contributors to Gross Domes�c Product (GDP) and GDP growth of Associa�on of Southeast Asian Na�ons (ASEAN). Travel and tourism accounted for 12.4% of ASEAN's GDP in 2015, according to the World Travel and Tourism Council, compared to an average of 8.5% in Asia Pacific, and 9.8% globally. The ASEAN Tourism Strategic Plan (ATSP) targets to grow tourism to reach 15% of ASEAN GDP by 2025, and to account for 7% of total employment, from 3.7%.
ASEAN’s Tourism Boom
Source: h�p://www.escapemanila.com/
78 | MAJALAH PARAHYANGAN | Vol. IV No. 1
ASEAN
Travel and Tourism plays an outsized role in ASEAN's economy. The economic significance of travel and tourism to the ASEAN bloc is indisputable. Based on sta�s�cs published by the WTTC (World Travel and Tourism Council), the travel and tourism segment contributed 12.4% of ASEAN's GDP – above the global average of 9.8% in 2015.
According to the WTTC, the travel and tourism sector of ASEAN member states generated USD 301.7bn in value added for 2015, which accounted for c.12.4% of regional GDP. In real terms, contribu�ons from ASEAN's travel and tourism sector have almost doubled over the last 15 years, from US$141.1 bn in 2000, which also represented c.12.4% of regional GDP then. For 2016, contribu�on from travel and tourism is expected to post y-o-y growth of 5.2% to US$317.3bn, which is faster than the projected 4-4.5% GDP growth for ASEAN in 2016.
Economic contribu�ons from travel and tourism grew for almost all member na�ons... With the excep�on of Brunei, which saw a decline in real tourism contribu�ons over the last 15 years, while growth observed for the remaining member states ranged between 4.2% and 12.8% CAGR. Contribu�ons from travel and tourism grew by an average of 6.5% across ASEAN countries, mainly led by developments in fron�er markets: Cambodia, Myanmar, Laos and Vietnam, which grew at 15-year CAGRs of 12.8%, 11.2%, 8.7% and 8.7% respec�vely, as these countries progressed towards more open market structures.
...with Thailand as the standout beneficiary of ASEAN's travel
boom. Over the last 15 years, Thailand emerged as the clear leader among ASEAN na�ons, a�er registering the highest absolute growth in travel and tourism contribu�ons of USD 44.6bn, from just US$37bn in 2000 to almost US$82bn in 2015. On a rela�ve basis among the ASEAN-5, Thai travel and tourism also delivered the strongest cumula�ve growth of 5.4% p.a. between 2000 and 2015, followed by Malaysia, Singapore, Philippines and Indonesia at 5.0%, 4.9%, 4.7% and 4.2% respec�vely.
Contribu�ons from the travel and tourism industry to the GDP of the respec�ve ASEAN na�ons can vary quite widely. For instance, DBS observes that tourism made the highest single sector-wise contribu�on to Cambodia's economy, represen�ng c.30% of GDP (up from 15% in 2000), but only makes up c.6% of Myanmar's GDP. DBS believes that there is poten�al for tourism in Malaysia, Philippines and Indonesia to further grow their share of GDP further, while Singapore's hospitality market is likely to be nearing bo�om. Thailand, ASEAN's largest tourism market, is preferred proxy to the region's tourism growth and is well posi�oned for con�nued expansion ahead.
ASEAN Tourism 2025
ASEAN Tourism Strategic Plan 2016-2015 determines several targets:
We believe that by 2025 ASEAN will be a quality tourism des�na�on offering a unique, diverse ASEAN experience, and will be commi�ed to responsible, sustainable, inclusive and balanced tourism development, so as to contribute significantly to the socio-economic well-being of ASEAN people. * (PX)
MAJALAH PARAHYANGAN | Vol. IV No. 1 | 79
Salah satu semboyan yang sangat terkenal dalam gerakan
koperasi atau gerakan Credit Union adalah "Not for Charity,
Not for Profit, but for Service" (terj. : Bukan untuk Amal,
Bukan untuk Keuntungan, Tetapi untuk Pelayanan).
Semboyan ini merupakan in�sari atau rangkuman dari
keseluruhan proses gerakan koperasi atau gerakan Credit
Union. Dengan semboyan ini sebenarnya gerakan koperasi
atau gerakan Credit Union menyatakan dengan tegas
posisinya dalam kegiatan sosial ekonomi masyarakat.
Koperasi sebagai lembaga banyak disalahgunakan untuk
kepen�ngan pribadi atau kelompok. Ber��k tolak dari realitas
ini, penulis ingin membantu dengan berusaha sekuat tenaga
untuk menyusun puing-puing reruntuhan informasi dan
berita tentang koperasi yang tersebar di mana-mana menjadi
sebuah bangunan yang indah yang dapat menumbuhkan
inspirasi bagi masyarakat dan membantu masyarakat
memahami tentang apa itu koperasi, semangat apa yang ada
di dalamnya, prinsip-prinsip apa yang harus dipegang teguh,
bagaimana hubungannya dengan ideologi-ideologi yang ada,
bagaimana kedudukannya dalam Pancasila dan UUD NRI 1945
dan bagaimana peran koperasi dalam pembangunan
masyarakat.
“Setelah saya membaca secara garis besar, buku ini sangat
bermanfaat bagi insan-insan koperasi Indonesia yang selama
ini sangat kurang membaca buku-buku koperasi terutama
buku yang membahas tentang Historis, Filosofis, dan Prinsip-
Prinsip Koperasi yang berlaku secara universal. Buku ini
mengangkat sejarah beberapa koperasi serta lembaga
pergerakan koperasi baik di Indonesia maupun di dunia.
Misalnya sejarah Credit Union (Koperasi Kredit) yang selama
ini belum begitu dikenal oleh lembaga-lembaga pendidikan
baik di SMP, SMA/SMEA maupun di Fakultas Ekonomi pada
Perguruan Tinggi. Mudah-mudahan dengan diterbitnya buku
ini dapat memberikan pencerahan kepada berbagai pihak,
baik Pemerintah, dunia usaha, dunia pendidikan maupun
Gerakan koperasi Indonesia khususnya.” (Drs. Abat Elias,
General Manager Inkopdit 2001-2013)
Resensi
Menelusuri Jejak-Jejak Historis dan Filoso�s Prinsip-Prinsip Koperasi dan Credit Union
Judul
PenulisDimensiPenerbit
: Menelusuri Jejak-Jejak Historis dan Filosofis Prinsip-Prinsip Koperasi dan Credit Union: Bernardus Ario Tejo Sugiarto: 15,5 x 23 cm/xvii+167 halaman: Unpar Press
80 | MAJALAH PARAHYANGAN | Vol. IV No. 1
Karya ini merupakan buah refleksi para dosen yang lahir dari
ruang-ruang pembelajaran di Unpar. Ruang pembelajaran ini
�dak hanya terjadi di kelas-kelas kitaran kampus, tetapi juga
ruang perjumpaan dalam berbagai kegiatan ko-kurikuler
seper� Gladi yang dikelola oleh Lembaga Pengembangan
Humaniora Universitas Katolik Parahyangan (LPH Unpar).
Gladi merupakan kegiatan di luar kampus dalam rangka
menyentuh dimensi pengalaman bersama diri sendiri,
sesama manusia, termasuk juga alam ciptaan dan Tuhan.
Tulisan-tulisan di dalam buku ini merupakan guratan-guratan
refleksi para dosen baik yang masih ak�f mengajar atau
pernah mengajar Mata Kuliah Pendidikan Pancasila atau para
peneli� Pancasila di Unpar.
Tulisan dalam buku ini dibagi dalam dua bagian besar,
pertama aliran refleksi dari ruang-ruang pembelajaran. Dasar
pemikiran yaitu bahwa Pancasila sebagai pengalaman perlu
di�mba dari sumur pengalaman sendiri. Empat tulisan
pertama menampilkan “rasa Pancasila” dari sumur
pembelajaran di Unpar. Pada bagian kedua, empat tulisan
mengajak para pembaca berselancar lebih lanjut di lorong-
lorong Pancasila itu.
Fabianus Sebas�an Heatubun, Drs., SLL selaku Kepala LPH
Unpar, dalam epilegomena buku ini menyatakan bahwa “Para
Penulis disadari atau �dak, memahami Pancasila sebagai
ideologi poli�k dari perspek�f Lefebvrian. Memahami dalam
ar�an berikh�ar untuk mengatakan secara lain tentang
subjek yang sama”.
Sementara itu, Masmuni Mahatma, sosok yang pernah
mengajar Pendidikan Pancasila di Unpar, mengatakan “Ada
banyak generasi Islam juga yang kini menempuh pendidikan
di berbagai jurusan yang ada di Unpar. Bahkan, jangan-jangan
generasi Islam atau anak-anak Muslim dan Muslimah yang
kuliah di Unpar secara kuan�tas melebihi generasi agama
lain. Kalau ini menjadi fakta sosial pendidikan, maka Unpar
bukan saja layak menyandang status lembaga pendidikan
paling baik dan sangat humanis-pluralis�k. Lebih dari itu,
Unpar sungguh merupakan modal dan model keadilan dalam
konteks berbangsa dan bernegara yang produk�f-prospek�f.
Patut diapresiasi dan diteladani”.
Kisah Pancasila dari Ruang-Ruang PembelajaranMengalami Pancasila
Judul
EditorDimensiPenerbit
: Mengalami Pancasila, Kisah Pancasia dari Ruang-Ruang Pembelajaran: Andreas Doweng Bolo: 15,5 x 23 cm/vi+327 halaman: Unpar Press
MAJALAH PARAHYANGAN | Vol. IV No. 1 | 81
Menelusuri Jejak-Jejak Historis dan Filosofis Prinsip-Prinsip Koperasi dan Credit Union
ertempat di Opera�on Room BLantai 4 Gedung Rektorat Unpar, diselenggarakan peluncuran dan
bedah buku “Menelusuri Jejak-Jejak Historis dan Filosofis Prinsip-Prinsip Koperasi dan Credit Union”karya Bernardus Ario Tejo Sugiarto. Hadir dalam kegiatan yang dimulai pukul 09:30 ini, Rektor Unpar, perwakilan unit kerja, mahasiswa Unpar, perwakilan dari koperasi di kota Bandung, pengurus Ikopin, dan undangan lainnya.
Acara dimulai dengan sambutan dari penerbit Unpar Press dan dilanjutkan sambutan Rektor Unpar. Mangadar Situmorang, Ph.D. selaku Rektor Unpar mengapresiasi penerbitan buku tersebut. Selain itu, Mangadar juga mengajak para hadirin untuk semakin fokus pada hal-hal yang dapat menjadi kontribusi bagi sesama, “Lebih banyak orang yang membicarakan gosip dan hal remeh temeh dibandingkan mereka yang membicarakan ide dan berkontribusi”.
Setelah sambutan, kegiatan dilanjutkan dengan bedah buku yang dipandu oleh Tanius Sebas�an, S.H., M.Fil. dan menghadirkan Bernardus Ario Tejo, S.S., M.Hum, selaku penulis, dan Y. Joko Susilo, Ir. sebagai pembedah. Dalam pemaparannya, Joko Susilo, Ketua
Universitaria
Ki-ka: Ario Tejo, Tanius S., Joko Susilo
Ki-ka: Samson, Andy, Pst. Fabi
Memaknai Koperasi dan Pancasila
Puskopdit Jawa Barat dan Ketua Inkopdit 2016-2018, menyampaikan tertarik dengan ide dari judul buku terutama tentang credit union. “Banyak koperasi simpan pinjam yang sebenarnya bukan koperasi. Banyak yang mendirikan ‘koperasi’ hanya demi kepen�ngan pribadi”, ungkapnya. Baru segelin�r orang yang memiliki concern pada koperasi dan turut menuangkannya dalam buku. “Buku ini juga dimulai bukan dari teori, tapi dari studi kasus koperasi. Semoga metode yang menarik untuk diiku�”, sambung Joko.
Koperasi merupakan lembaga keuangan yang memiliki dasar fundamental, yang termuat dalam Undang-Undang Dasar 1945. Namun sayangnya, masih banyak orang yang �dak dengan sepenuh ha� mengelola koperasi. Setelah itu, Ario Tejo, penulis buku menyampaikan seluk beluk koperasi, dan juga
menyampaikan bahwa akan ada buku lanjutan terkait dengan koperasi. “Saya berencana membuat �ga buku. Buku ini menjadi dasar untuk buku-buku selanjutnya,”ujarnya.
Setelah bedah buku, acara dilanjutkan dengan peluncuran buku secara simbolis oleh penerbit Unpar Press dan ramah tamah dengan peserta.
Mengalami Pancasila, Kisah Pancasila dari Ruang-Ruang Pembelajaran
Sementara itu, pada tanggal 1 Desember 2016, Lembaga Pengembangan Humaniora Unpar melalui Pusat Studi Pancasila menyelenggarakan bedah buku “Mengalami Pancasila: Kisah Pancasila dari Ruang-Ruang Pembelajaran”. Kegiatan ini dilangsungkan di Aula Fakultas Ekonomi mulai pukul 09:00-13:00.
Hadir dalam kegiatan ini, dosen dan tenaga kependidikan Lembaga Pengembangan Humaniora, para undangan, serta mahasiswa Unpar. Acara dimulai dengan peluncuran buku yang ditandai penyerahan simbolis buku dari penerbit kepada editor, Andreas Doweng Bolo dan dilanjutkan dengan bedah buku. Bedah buku menghadirkan editor Andreas Doweng Bolo, S.S., M.Hum. dan Kepala Lembaga Pengembangan Humaniora, Pst. Drs. Fabianus S. Heatubun, Pr., SLL dipandu oleh Samson Ganda Silitonga, M.Si. yang disambung dengan tanya jawab dan ramah tamah.
Peluncuran Buku
MAJALAH PARAHYANGAN | Vol. IV No. 1 | 83
Megapolitan
Jakarta’s Policies to Tackle Traffic Congestion
Rapid Transits and ERP
report by the Ins�tute for Transporta�on and ADevelopment Policy (ITDP) presented at the Habitat III summit in Quito (October 2016) showed that Greater
Jakarta is among ci�es in the world that have much work to do to provide the popula�on with decent public transporta�on.
Bus Rapid Transit: TransJakarta
TransJakarta is a Bus Rapid Transit (BRT) system. It was the first BRT system in Southern and Southeast Asia. The TransJakarta system began opera�ons on January 25, 2004. TransJakarta was designed to provide Jakarta ci�zens with a fast public transporta�on system to help reduce rush hour traffic. The buses run in dedicated lanes and �cket prices are subsidized by the regional government.
Wikipedia informs that in January 2016, the ridership was 320,000 passengers per day. In June 2016 it served 10,206,000 passengers, and in August 2016 it served 11.6 million passengers. In 2011, the system achieved the annual peak performance with the buses carried 114.7 million passengers and then in the next following years the number were stable and in 2014, the buses carried 111.6 million passengers. The fare cost Rp 3,500 per passenger (2016). The subsidy per passenger-�cket in 2011 was around Rp 2,900 and for 2012 the subsidy was expected be around Rp 2,100 per
passenger-�cket. TransJakarta has the world's longest BRT system (210.31 km in length), with 12 primary routes and 10 cross-corridor routes. Three more corridors were due to commence construc�on and will be par�ally elevated whereas the exis�ng corridors are at ground level. In addi�on there are 18 'feeder' routes that con�nue past the end of the exclusive busways into the municipali�es surrounding Jakarta and use special buses that allow for boarding at either ground level or the TransJakarta sta�on pla�orms.
PT Transportasi Jakarta (Transjakarta) plans to operate more than 300 large and more luxurious Scania buses by April next year to accommodate more passengers and improve the company's service, said Transjakarta President Firector Budi Kaliwono. “We want to create a new Jakarta with be�er transporta�on so we can catch up with big ci�es across the world. The opera�on of larger buses will help Jakarta become a more modern city,” Budi said, adding that every day the company carried out regular checks on bus roadworthiness and impounded poor-quality buses. “With higher-specifica�on buses, Transjakarta is aiming to a�ract 15 million passengers [per month]. In August, Transjakarta buses transported 11.6 million passengers. Meanwhile, Jakarta Governor Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama said with the improvement of the bus interiors, Transjakarta buses
Jakarta has been named the city with the worst traffic conges�on in the world, according to a study. The Castrol-Magnatec Stop-Start Index, published by Bri�sh motor-oil company Castrol in 2015, used GPS data to calculate the frequency of stop-start driving among motorists across the globe. The index, which was put together using the GPS data, said drivers experiencing more than 18,000 stop-starts a year experienced "severe" traffic. What are Jakarta policies to tackle traffic conges�on?
Jakarta MRT
84 | MAJALAH PARAHYANGAN | Vol. IV No. 1
be like tourism buses. “The buses will look more luxurious. We will also arrange panels in the buses for adver�sements so we will get income from them,” Ahok said. [The Jakarta Post 2/9/2016].
Mass Rapid Transit: Jakarta MRT
The Jakarta Mass Rapid Transit (Jakarta MRT) is a rapid transit syste m t h at c u r re nt l y i s u n d e r co n st r u c � o n . A groundbreaking ceremony was held on 10 October 2013, with Phase 1 of the project (Lebak Bulus to Hotel Indonesia Roundabout) to be opened to the public by August 2017. Wikipedia informs that the rail-based Jakarta MRT is expected to stretch across over 108 kilometres, including 21.7 km for the North-South Line (from Lebak Bulus to Kampung Bandan) and 87 km for East-West Line (from Balaraja to Cikarang).
The North-South line will be built in two phases.Ÿ Phase I, will be constructed in advance connects Lebak
Bulus to Bundaran HI along 15.5 km including 13 sta�ons (7 elevated sta�ons and 6 underground sta�ons). The Ministry of Transport approved this plan in September 2010 and invited tenders. This sec�on now expected to be completed in 2017.
Ÿ Phase II, will extend the North-South line from Bundaran HI to Kampung Bandan (7 underground sta�ons and 1 ground-level sta�on), targeted to operate in 2018 (accelerated from 2020 as the original plan).
A�er comple�on of MRT Phase I and II, together with Transjakarta will serve 60 percent total trips made by Jakartans according to predic�ons.
MRT east-west route planned to connect connect Cikarang in Bekasi, West Java, at the eastern end to Balaraja in Tangerang, Banten on the west end. Stretching along a total distance of 87 kilometers, this line will cross Ujung Menteng and Rawa Bebek area in the border between Bekasi and East Jakarta. This corridor is currently in pre-feasibility study phase. The line is targeted to operate in 2025.
PT Mass Rapid Transit Jakarta (PT MRTJ) is a limited liability (Perseroan Terbatas) company founded by the Jakarta Provincial Government. Its establishment was approved by the provincial parliament (DPRD) on 10 June 2008 and final establishment was by notary act on 17 June 2008. Its purpose is to operate the Jakarta MRT System. The shares are made up from 99% Jakarta Provincial Government and 1% PT Pasar Jaya (another Jakarta Regional-Government-Owned Company). PT MRTJ is classed as a Regional-Government-Owned-Company (Badan Usaha Milik Daerah-BUMD). The BUMD form for PT MRTJ is designed not to create profits for the shareholders, but instead to create flexibility in accessing alterna�ve financing, which would otherwise be impossible if the company was directly part of the government. With this, the cost of �ckets sold to clients will be reduced with some opera�onal cost being subsidised by other sources. The BUMD form also ensures transparency and accountability through the shareholders' General Mee�ng, Decision Making and Repor�ng System which will be publicly available.
Light Rapid Transit: Jakarta LRT
The Jakarta Light Rail Transit (Jakarta LRT) is a light rail transit syste m t h at c u r re nt l y i s u n d e r co n st r u c � o n . A groundbreaking ceremony was held on 9 September 2015, with the first phase of the construc�on will connect Cibubur in East Jakarta with Dukuh Atas in downtown Central Jakarta, passing through Cawang intersec�on. This phase will be 42.1 kilometers long, which include 18 sta�ons, and expected to be opened to the public by the first half of 2018, prior of 2018 Asian Games. The first phase project will cost 11.9 trillion rupiah (903.6 million US dollar), while the total investment cost of this project is es�mated to reach 23.8 trillion rupiah (1.8 billion US dollar).
The first phase of LRT is planned to include three lines:Ÿ Cibubur-Cawang: 13.7 kilometresŸ Cawang-Dukuh Atas: 10.5 kilometres (Phase I A)Ÿ Bekasi Timur-Cawang: 17.9 kilometres (Phase I B)Construc�on Phase I began on 9 September 2015 and predicted will be finished in late 2017. The second phase will extent the first phase line:Ÿ Cibubur-Bogor BaranangsiangŸ Dukuh Atas-Palmerah-SenayanŸ Palmerah-GrogolThe The construc�on phase of extension for the planned route from Grogol - Pesing - Rawa Buaya - Kamal Raya - Dadap - Soekarno-Ha�a Interna�onal Airport is proposed.
Electronic Road Pricing
The Electronic Road Pricing (ERP) system is an electronic toll collec�on scheme adopted in Singapore to manage traffic by way of road pricing, and as a usage-based taxa�on mechanism to complement the purchase-based cer�ficate of en�tlement system., Wikipedia informs. Singapore was the first city in the world to implement an electronic road toll collec�on system for purposes of conges�on pricing. The system uses open road tolling; vehicles do not stop or slow down to pay tolls.
The Jakarta ERP system was ini�ated in 2006 to subs�tute the three-in-one scheme enacted in 1994, a scheme that is o�en considered ineffec�ve. Motorists cheat the system by paying people known as jockeys to increase the number of passengers in their cars. The city was ini�ally confident that the project could be implemented in early 2014. However, the lack of a legal umbrella and the unfinished recording of Electronic Registra�on Iden�fica�ons (ERIs), an ERP database held by the Jakarta Police, hindered the development of the program. Now the bidding process for the much-awaited electronic road pricing (ERP) system has finally kicked off a�er four years being le� in limbo.
We really hope these policies (rapid transits and ERP) will be successfully implemented, and Jakarta's traffic conges�on will be much reduced. * (PX)
MAJALAH PARAHYANGAN | Vol. IV No. 1 | 85
A closer lk at what made the Nobel Prize coi decideto award Bob Dylan as the first songwriterto be regarded as a literary figure.
Frank Landsman
Point of View
�er half a century of singing, whining, strumming and Asongwri�ng , the Jewish-American modern troubadour Bob Dylan (born Robert Zimmerman) has
been awarded the Nobel Prize for Literature “for having created new poe�c expressions within the great American song tradi�on”. Deriving his stage surname from the first name of the Welsh poet Dylan Thomas, he has always refused to answer the FAQ about his sources of inspira�on (“I cannot tell you – only God knows“), let alone give helpful hints to extrapola�ng Dylanologists, including Professor Christopher Ricks who wrote the academic study Dylan's Visions of Sin, in which he tried to classify Dylan's songs according to the Seven Deadly Sins, the Four Cardinal Virtues and the Three Heavenly Graces. This Oxford Professor of Poetry praises Dylan's Shakespearean ability to balance and reconcile opposite or discordant quali�es in a great variety of songs.
The American Bard's repertoire ranges from the medieval troubadour genres of Sirventes, Canso, Comiat, Descort, Enuig and Desdansa represen�ng poli�cal protest (Masters of War), love songs, ballads of renouncement, songs of conflict, indigna�on (notably in Idiot Wind, concerning the relentless gossip about his public persona) and sadness, in addi�on to American themes of segrega�on and racial injus�ce (Blind Willie McTell and The Lonesome Death of Ha�e Carroll) and the Wild West in Lily, Rosemary, and the Jack of Hearts, complete with characters and a complex plot. Dylan's charisma and idiosyncra�c chan�ng turned him into an almost Messianic figure in the 1960s, which he tried to play down by calling himself “just a song and dance man”. In the mean�me, the decades of con�nual touring have transmogrified him into a tramp-like figure and in a blizzard he was once arrested by a NYC policeman suspec�ng him of being a homeless dri�er.
Dylan’s desire to break away from his origins (“wrong name, wrong parents”) and re-invent himself is both very American and classical, reminiscent of Huck Finn's ligh�ng out for the territory and of Icarus ignoring his father's advice, which takes me back...
“Why does the angelic boy look distressed, is he falling from the sky?”, I asked the tour guide who showed us, a group of primary schoolchildren, around the Royal Palace of Amsterdam, in my home town. A candidate for the Eighth Wonder of the World, and the largest administra�ve building in Europe at the �me, this palace was used for the official ceremony for the transfer of sovereignty over Indonesia by the Netherlands by Queen Juliana to vice-president
Muhammad Ha�a on 27 December 1949, more than four years a�er Bung Karno had proclaimed Indonesia an independent republic.
On the marble floor, there are two maps of the world, showing the Eastern and Western hemispheres and more specifically the regions explored by the Dutch East Indies Company (VOC) ships in the 17th century. This was inspired by the map of the Roman Empire in the Por�cus Vipsenia, a public building in ancient Rome. The tour guide had given us a quiz, in the hope that we would discover the 10 hidden secrets of the palace. There was the Titan Atlas holding the firmament, a statue of Poseidon showing the connec�on between Amsterdam and its sea trade, and other symbols going back to the period when the French Emperor Napoleon's brother was King of Holland.
But what had caught my eye was the angel who was not happily playing the harp in Heaven but clearly in danger. The tour guide smiled and explained it was not exactly an angel but a Greek boy named Icarus who had ignored the advice of his wise father Daedalus not to fly too high or too low, because their self-made wings a�ached with wax would fall off due to excess heat or humidity. It was hung above the entrance to the Bankruptcy Chamber, as a warning to merchants who might be over-ambi�ous or too daring in their financial exploits. The famous painter Rembrandt looked at it when he went bankrupt himself. The Dutch East Indies Company went bankrupt in 1800, incidentally.
This cultural icon of Icarus was to re-appear in English literature, in the works of major authors ranging from the medieval poet Chaucer, the greatest Renaissance drama�st and poet Shakespeare, the visionary poet Milton and the 20th century experimentalist Joyce. Icarus appeared in a famous 16th century pain�ng that would inspire poets in the 20th century, and appears in The Man Who Fell to Earth, a science fic�on fantasy starring David Bowie, whose own dizzying fame made him fall into a maelstrom of drugs and alcohol Psychiatrists use the term Icarus Complex to describe the rela�onship between fascina�on for fire, bed-we�ng, high ambi�on but also the highs and lows of bi-polar disorder that killed the great comedian Robin Williams. The Icarus type appears in Chinese and ancient Babylonian and Indian myths as well.
When we finished the tour, the guide concluded by telling us to keep our eyes open whenever we would see a historic
86 | MAJALAH PARAHYANGAN | Vol. IV No. 1
building or monument and try to “read”, or decipher and interpret it, and the same goes for any other art form, be it literature, music, fine art or dance, and by extension song lyrics with a literary flavour and intent. This is best accomplished by keeping an open mind, expanding one's limited cultural horizon, and experiencing it not only ra�onally but using all the senses and emo�ons. As Dylan himself once commented, “What makes a good song is whether you can iden�fy with the sen�ment, with what it says”.
Literature consists of works produced by the crea�ve imagina�on in the form of poetry, drama, short stories and novels that may be w r i � e n f r o m a historical, philosophical or psychological point of view, or a complex combina�on of these. L i t e r a t u r e a l w a y s represents a culture and its people through w e l l - o r g a n i z e d , pressurized language and pa�erns but it is not merely a historical or cultural artefact because it introduces us to new worlds of experience.
Crea�ve reading is in a sense re-wri�ng the poem, story, song , drama or comedy on the page from one's own perspec�ve and based on one's own experience. We grow and evolve and perhaps e v e n r e - d e fi n e ourselves while we are on our literary journey. When presented as a challenge (instead of a monotonous, soul -destroying burden), as something based on our own life�me experience, requiring problem-solving and appealing to imagina�ve skills, the reader, spectator or listener will become not just intellectually engaged, but emo�onally and spiritually as well. This inspires and nourishes the head, heart and soul, in other words.
As the media anthropologist Michaela Lola Abrera observed, “Sadly, poetry is o�en now relegated to the hallowed halls of empty libraries collec�ng dust, but its relevance today is just, if not more so, important as it was then. Poetry is a reminder of our humanity. Through verse, abstract emo�ons such as anger, confusion, distress, love, passion, fury, depression are
tangible. With people constantly bombarded by s�muli from television, the internet and the pressures of daily life, it is easy to forget the value of reflec�on and catharsis. It can serve to release the torments of the past and the fears of the future. Poetry, whether as a reader or a writer, allows one to slow down and take account of the present.”
Bob Dylan's masterpiece Desola�on Row (1965) conjures up a parade of grotesques and oddi�es featuring a huge cast of iconic characters, some historical (Einstein, Nero), some biblical (Noah, Cain, and Abel), some fic�onal (Ophelia, Romeo, Cinderella), some literary (T.S. Eliot and Ezra Pound) and others springing from Dylan's indefa�gable imagina�on. The surrealis�c atmosphere of the song contrasts sharply
with the opening lines based on the tragic lynching of three black men in Duluth accused o f r a p i n g a w h i t e w o m a n , commercialized in the shape of postcards, witnessed by Dylan's father at the tender age of eight.
The imagery of many s o n g s ( a n d t h e industrious songsmith penned over 600 of them) is unforge�able, but it must be admi�ed that every now and then the enigma�c Dylan l e a v e s u s w i t h a n insoluble riddle, again in t h e M e d i te r ra n e a n troubadour tradi�on of the Devinalh or riddle, like a cryptogram: how on earth could these lines from Buckets of Rain be interpreted: “Li�le red wagon, Li�le re d b i ke / I a i n ' t n o
monkey, but I know what I like”? The answer, my friend, must be blowing in the wind.
Frank Landsman, MA. is currently Academic Advisor in the Foreign Language Sec�on of Parahyangan Catholic University's Career Development Center (PPK Unpar), where he has taught Toefl preparaion courses and Academic Wri�ng and Presenta�on Skills, wri�en and compiled Toefl Test, coursebooks and teaching materials, and edited and translated academic papres/theses.
MAJALAH PARAHYANGAN | Vol. IV No. 1 | 87
Bertempat di Parahyangan Reksa Raga 26 November 2016, dilaksanakan pertandingan persahabatan antara LKM Unpar dan Komunitas Rumah Cemara, sebuah komunitas yang peduli pada ODHA (orang dengan HIV/AIDS), yang dilanjutkan dengan diskusi bersama. Acara diselenggarakan dalam rangka memperinga� Hari HIV/AIDS.
Foto: willikornelius.wordpress.com
History
th110 Birthday Anniversary of
Late Mgr. N. Geise, OFM (1907-1995)
n 7 February 1907, in a mul�cultural Ro�erdam, ONicolaus Johannes Cornelius Geise was born. The fourth child of twelve siblings was the son of a tex�le
merchant. Her mother had wavered because Nicolaus was physically weak. She prayed he could live be�er, or if not, let the Lord do not let him suffer too long. The first hope granted.
There was Nederlandsche Handels-Hongerschool in Ro�erdam, which was established in 1913 and later transformed into Nederlandsche Economische School, and later transformed into Erasmus Universiteit Ro�erdam. Desiderius Erasmus was a Catholic priest, philosopher, and humanist theologian. Several Indonesian students studied t h e re , a m o n g o t h e rs B u n g H a�a a n d S o e m i t ro Djojohadikusumo (later they supported and helped Mgr. Geise in first years of Parahyangan Catholic College).
In his childhood Nicolaus was an altar boy in a church served by Dominican priests (Ordo Praedicatorum, OP). A�er
finishing elementary school, he was sent to Canisius College in Nijmegen, a Jesuit boarding school. [Canisius College has many notable alumni, among others: Peter Hans Kolvenbach (Jesuit Superior General), Ruud Lubers (Prime Minister), Peter van Uhm (Chief of Staff of The Armed Forces), Gerard Kleisterlee (CEO of Philips), Joop Lücker (chief editor of De Volkskrant), Joseph Timmers (professor of history, museum director), Hans van Mierlo (journalist, minister, founder of Democraten 66 Party)].
Although Nicolaus studied in a Jesuit college, he was interested to join Ordo Fratrum Minorum (OFM) he was 18. Why? An occasion gave him an insight. One day Nicolaus saw two fat Franciscan friars moved two heavy sofas (couches) while laughing. He wanted to be like them, their en�re lives were full of laughs. Mgr. Geise told his story, “I knew several Franciscan fathers who were very humble and friendly. I thought it was the characteris�cs of Saint Francis of Assisi
On 7 February 2017 we commemorate the 110th birthday anniversary of the late Monsignor Prof. Dr. Nicolaus Johannes Cornelis Geise, OFM, a Sunda-lover anthropologist who together with Mgr. P.M. Arntz, OSC established Parahyangan Academy of Commerce on 17 January 1955, which later transformed into Parahyangan Catholic University (popularly known as Unpar), the first Catholic university in Indonesia, the oldest private university in West Java and Banten.
President Soekarno and Mgr. N. Geise, OFM
92 | MAJALAH PARAHYANGAN | Vol. IV No. 1
who I admired. It was interes�ng and it drove me to join the Franciscans. Of course – it can not be forgo�en – so much I thank my teachers in the gymnasium, Jesuit fathers who have educated and supervised me.”
Father Nicolaus Geise was ordained on 6 March 1932. Actually since he entered the noviciate he had dreamt of being a missionary in China. The new priest asked permission to his leader to send him abroad. But his leader decided to send him to Indonesia, and he previously had to study Indonesian literature in Leiden University. The new priest obliged his leader. In Leiden he studied Indonesian, Javanese, Sundanese, Sanskrit, Arabic languages, and Islam. Later on he shi�ed his focus to anthropology.
A�er ge�ng doctorandus degree, Father N. Geise con�nued to doctoral program in anthropology. In 1938 he went to Indonesia, his new homeland, to do research on Baduy. Since late Februari 1939 �ll August 1941, around two and a half years, he stayed in Cipeureun District, Banten.
Not long before the Dai Nippon Army entered Indonesia, Father N. Geise was instructed by his leader to finish his research in Banten, and to work in Sukabumi serving Sundanese people. However, when the Dai Nippon Army occupied Indonesia, he (and all Catholic missionaries) were sent to prisoner-of-war camp. It ruined his research files.
A�er the World War II finished, Father N, Geise welcame the Indonesian Revolu�on of Independence. Among the revolu�onary situa�on he was named as the Superior of OFM Mission in Indonesia. Then the Pope named him as the Apostolic Prefect of Sukabumi on 17 December 1948. Mgr. N. Geise established Mardi Yuana Founda�on on 31 July 1949 to run educa�onal services. At the end of the Indonesian Revolu�on of Independence, Mgr. N. Geise par�cipated in the All Indonesian Catholics Congress held in Bintaran, Yogyakarta, 7-12 December 1949, iniated by Mgr. A. Soegijapranata, SJ and I.J. Kasimo, and was a�ended by Presiden Soekarno, Vice President Moh. Ha�a, Sri Sultan Hamengku Buwono IX, and Sri Paku Alam VIII.
Among his occupied �mes, Mgr. N. Geise was given a chance to finisih his research on Baduy. He could finish his doctoral diserta�on en�tled Baduijs en Moslims in Lebak Parahiang, Zuid Banten that was defended on 16 January 1952 in Leiden University. Prof. Harsojo (Padjadjaran University), who wrote “Kebudayaan Sunda” a book �tled Manusia dan Kebudayaan Indonesia, edited by Prof. Dr. Koentjaraningrat, acknowledges that Mgr. Geise's diserta�on is one of the most important intellectual works on Sundanese culture.
Baduy people, who called him “Juragan Ni� Ganda”, o�en went to Bogor to see him. Jet Bakels and Wim Boevink, who did anthropologist research on Baduy in 1980s, expressed
their opinion on Mgr. N. Geise:
“When we were preparing our fieldtrip to the Baduy in 1983, Geise's disserta�on which contains a detailed descrip�on of the ritual cycle provided an inspiring background. In an almost post-modern fashion the author lets the Baduy speak for themselves in long quota�ons, given in Sundanese in an appendix. As he wrote: 'One has to get an impression of their way of speaking: thus one can also get an idea of the people of this study' (Geise 1952: 11). ...
His directness and ability to see through peoples' status and their external appearance made him a trusted friend of President Soekarno and the Baduy alike. In 1983 when the Baduy territory was being eroded by land-hungry non-Baduy farmers, the Baduy asked us if we could not get the 'Kar (map) Geise' on which, they remembered, for the first and last �me the boundaries of their territory were properly delineated. It was typical for Geise that he took ac�on and helped to bring the ques�on of the Baduy boundaries to the highest poli�cal pla�orm, culmina�ng in a Presiden�al Decree in which the Baduy were officially granted the rights to what they saw as
their own adat lands.”
The life and works of Mgr. N. Geise shows that he really loved Sundanese, which majority of the are moslems. Ms. O � h R o s t o y a � , a n a l u m n i o f Padjadjaran University in anthropology, gave a tes�mony how much Mgr. Geise loved Baduy people. He admired them, their politeness, their honesty, their love of natural environment and culture.
Mgr. Geise have a real concern on educa�on. He wanted to educate local people, to empower them. He founded Mardi Yuwana schools. He, together
with his friend Mgr. P.M. Arntz, OSC, cofounded Parahyangan Catholic University. He himself acted as the first rector of Unpar (1955-1979). He also really loved Pancasila. That's why the Na�onal Defense and Security Council trusted him to do studies on Pancasila. He spent so much of his �me as a school teacher of civic, a university lecturer of Pancasila and sociology, a university leader. He believed that “Social change is a medium though which God acts to awaken the world anew”.
The life and works of Mgr. N. Geise have inspired many people regardless their ethnici�es, their faith, their background. He really loved people and serve them. The Sunda-lover anthropologist passed away on 1 August 1995. Time goes by …, but we will never forget his spirit of love. Happy birthday, Mgr. Geise. * (PX)
(Source P. Krismastono Soediro (2015), “Mgr. N.J.C. Geise, OFM (1907-1995)” in P. Krismastono Soediro (editor) Mgr. N.J.C. Geise, OFM; Gembala, Ilmuwan, Pecinta Sunda; Bersama Mgr. Arntz Mendirikan Perguruan Tinggi Katolik Pertama di Indonesia. Bandung: Unpar Press.)
MAJALAH PARAHYANGAN | Vol. IV No. 1 | 93
Master of Management
Preparing ethical professionals in the more globalized society
Change you life, unlock your mind.
Join Unpar Graduate Programs:
Master’s Programs • Management • Law • Social Science • Interna�onal Rela�ons • Theology
• Architecture • Civil Engineering • Industrial Engineering • Chemical Engineering
Doctoral Programs • Economics • Law • Architecture • Civil Engineering
www.pascasarjana.unpar.ac.id
Jol Stoffers, Ph.D. “21st Century Leadership”: The Symbiosis between Global Insights and A Specific Regional Context”
- Januari - Maret 2018 10 Desember 2017
Januari - Maret 2018
PT Bank CIMB Niaga, Tbk memberikan beasiswa bagi 286 mahasiswa berprestasi di Indonesia. Sebagai bank kelima terbesar di Indonesia, Bank CIMB Niaga telah menyelenggarakan program beasiswa sejak 2006 dan pada tahun ini penyerahan beasiswa dilakukan dalam acara Penganugerahan Beasiswa CIMB Niaga 2016: Kejar Mimpimu Melalui Beasiswa CIMB Niaga, yang diselenggarakan di Yogyakarta pada tanggal 16 Desember 2016.
Selain pemberian beasiswa, diselenggarakan pula collaboration appreciation sebagai penghormatan kepada perguruan tinggi yang bersedia menjadi mitra kerja pendidikan perseoran.
Foto bersama PT Bank CIMB Niaga Tbk dan perwakilan perguruan �nggi penerima beasiswa CIMB Niaga 2016. (Atas)
Wakil Rektor Bidang Modal Insani dan Kemahasiswaan Unpar, Paulus Sukapto, menerima plakat penghargaan dari Bank CIMB Niaga. (Kiri)
Suasana acara Penganugerahan Beasiswa CIMB Niaga 2016. (Bawah)