metode bimbingan dan penyuluhan dalam...
TRANSCRIPT
METODE BIMBINGAN DAN PENYULUHAN DALAM
MENANGANI SISWA/I BERMASALAH DI SEKOLAH MENENGAH
ATAS ISLAM TERPADU AL-MADINAH, BOGOR
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Untuk Memenuhi
Syarat memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S. Sos. I)
Disusun Oleh :
HUSNI MUBAROK NIM: 103052028661
JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2009
METODE BIMBINGAN DAN PENYULUHAN DALAM
MENANGANI SISWA/I BERMASALAH DI SEKOLAH MENENGAH
ATAS ISLAM TERPADU AL-MADINAH, BOGOR
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Untuk Memenuhi Syarat-syarat memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S. Sos. I)
Oleh
HUSNI MUBAROK NIM: 103052028661
Pembimbing,
Prof. DR. Ismah Salman, M. Hum NIP. 150 096 770
JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2009 M
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Husni Mubarok
NIM : 103052028661
Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Lingkungan Departemen
Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (DEP
KUM dan HAM RI)
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan judul: METODE
BIMBINGAN DAN PENYULUHAN M.A ISLAM TERPADU AL-MADINAH,
BOGOR DALAM MENANGANI SISWA BERMASALAH adalah benar karya
asli saya. Apabila terdapat kesalahan dan kekeliruan di dalamnya sepenuhnya menjadi
tanggung jawab saya yang dapat berakibat gelar kesarjanaan saya dibatalkan.
Demikian Surat Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.
Jakarta, 30 Mei
2009
Husni
Mubarok
Abstrak
Judul : Metode Bimbingan dan Penyuluhan DAlam Menangani Siswa/i BermasAlah di Sekolah Menengah Atas Islam Terpadu Al-Madinah, Bogor
Penyusun : Husni Mubarok Jurusan : Bimbingan dan Penyuluhan Islam NIM : 103052028661
Sekolah merupakan miniatur masyarakat yang menampung bermacam-macam
siswa/i dengan latar belakang kepribadian berbeda, heterogen. DAlam keheterogenannya di antara mereka ada yang pintar, ada yang bodoh, ada yang kaya, ada yang miskin, ada yang patuh, ada yang membangkang, dan sebagainya. Selain perbedaan latar belakang individu di atas, maka ada pula di antara mereka yang dikategorikan sebagai siswa/i bermasAlah. KenakAlan remaja (Juvenile Delinquence) adAlah merujuk kepada perbuatan dan aktivitas remaja yang berlawanan dengan norma-norma masyarakat, undang-undang negara dan agama, dAlam konteks ini peraturan sekolah seperti bolos sekolah, membuat gaduh, tawuran, dan seumpamanya.
Berdasarkan konteks permasAlah di atas, maka penulis akan meneliti sAlah satu sekolah yang berlatar belakang Islam di Bogor, Sekolah Menengah Atas Islam Terpadu Al-Madinah. DAlam skripsi ini penulis akan coba menelaah masAlah apa yang sering terjadi pada siswa/i bermasAlah di SMAIT Al-Madinah, Bogor, dan apa faktornya? Metode bimbingan dan penyuluhan apa yang digunakan oleh sekolah SMAIT Al-Madinah, Bogor dAlam menangani siswa/i bermasAlah? Apa faktor penghambat dan pendukung metode bimbingan dan penyuluhan di SMAIT Al-Madinah, Bogor?
Setelah penulis melakukan penelitian di lapangan persoAlan di sekolah SMAIT Al-Madinah, Bogor semua permasAlah yang penulis rumuskan terjawab. MasAlah yang sering terjadi di SMAIT Al-Madinah, Bogor adAlah puberitas seperti: pacaran, ketakutan, ragu-ragu, manja, dan emosionAl. PersoAlan ini tentunya tidak datang begitu saja ada faktor yang melatarbelakangi. Menurut ilmu psikologi, ada beberapa faktor yang menyebabkan siswa/i berasAlah, yaitu: faktor keluarga, faktor peribadi yang kotor, faktor sekolah, dan faktor persekitaran. Untuk siswa/i di SMAIT Al-Madinah, Bogor faktor dominan yang mempengaruhi kenakAlan siswa/i adAlah rumah. SMAIT Al-Madinah, Bogor menggunakan metode bimbingan dan penyuluhan psikoanAlisa dan transpersonAl dAlam menangani siswa/i bermasAlah. Selain metode tersebut, agama juga menjadi sAlah satu metode yang diterapkan oleh SMAIT Al-Madinah, Bogor meski sarana dan prasarana menjadi faktor penghambat dan pendukung dAlam penerapan metode tersebut.
DAlam melakukan anAlisa data penelitian skripsi ini penulis menggunakan perspektif psikologi agama untuk menemukan hasil yang diharapkan. Metode yang digunakan adAlah kuAlitatif dan bentuknya penelitian lapangan (field research) dengan teknik penulisan deskriptif anAlisis.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin, sudah selayaknya penulis panjatkan puji syukur
kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam. Dialah yang memberi petunjuk kepada
orang-orang yang dikehendaki-Nya dan menyesatkan orang-orang yang mengingkari
kebenaran. Alhamdulillah, dengan restu dan ijin-Nya, skripsi ini dapat penulis
selesaikan. Untaian shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada junjungan kita,
suri tauladan umat yang sejati, pemimpin yang abadi, pemimpin dunia dan akhirat,
Nabi Muhammad SAW.
Berkenaan dengan selesainya skripsi ini, penulis mengucapkan banyak terima
kasih kepada semua pihak yang telah berjasa kepada penulis, baik secara materi
maupun non-materi, yaitu:
1. Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. DR. Komaruddin Hidayat, beserta
para pembantu rektor. Walaupun tidak mengenal satu sama lain, tidak
mengurangi rasa hormat dan terima kasih.
2. Bapak Dr. Murodi, M.A selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Drs. Arif Subhan, MA selaku Pudek I, Bapak Drs. H. Mahmud Jalal, MA,
selaku Pudek II, dan Bapak Drs. Study Rizal LK, MA, selaku Pudek III.
4. Bapak Drs. M. Lutfi, M.Ag. Ketua Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam,
sekaligus penguji II skripsi ini, yang telah mengarahkan saya dalam perbaikan
skripsi ini.
5. Ibu Dra. Nasihah, M.A, Sekertaris Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam,
yang telah banyak memberikan nasihat kepada penulis.
6. Untuk semua dosen yang telah mengajari dan membimbingku selama belajar di
kampus tercinta ini, terutama Ibu Prof. DR. Isma Salman, M. Hum yang telah
sabar membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Untuk orang tua tercinta, ayahanda H. Muchamad Amin dan Ibu Umi Sumiati
terima kasih atas kasih sayang dan pengorbanannya selama ini, dengan
dukunganmu akhirnya penulis bisa menyelesaikan skripsi ini. Abang Darojatul
Aliyah dan Adik tersayang Siti Marwati yang selalu memberi dukungan dan
dorongan penulis untuk selalu menyelesaikan skripsi ini.
8. Semua staf dan guru Sekolah Menengah Atas Islam Terpadu al-Madinah, Bogor,
terutama Bapak Heru Dayatullah, S. Fil. I selaku guru BP yang telah banyak
membantu berikan data yang dibutuhkan penulis dalam penyelesaian
skripsi ini.
9. Sahabat-sahabat BPI, terutama Taher, Hasyim, Dinay, Samsul, Ubay, Pijaro, Eca,
Lisa, Fina, Abel, Maul, Jaya dan semua teman-teman civitas akademica UIN
Syarif Hidayatullah, Jakarta yang tidak bisa disebutkan satu persatu, “thanks for
all”.
10. Ketua Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A NARKOTIKA (KALAPAS) Jakarta,
Bapak Drs. Ibnu Choldun, Bc, IP, SH, M. Si.
11. Kepala Keamanan Lembaga Pemasyarakatan (Ka-KPLP), Bapak Heru Yuswanto,
Amd. IP, S. Sos, M.Si.
12. Rekan-rekan WASRIK, RUPORT, RUPAM, II dan IV LAPAS NARKOTIKA
Jakarta.
Akhirnya penulis hanya bisa berdoa semoga semua pihak yang telah memberi
perhatian dan membantu kelancaran studi penulis, mendapatkan balasan yang
setimpal dari Allah SWT, Amin.
Jakarta, 30 Mei 2009
Penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................. i
ABSTRAK ............................................................................................................ ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ............................................ 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...................................................... 8
D. Metodologi Penelitian .................................................................... 9
E. Tinjauan Pustaka ............................................................................ 11
F. Sistematika Penulisan .................................................................... 11
BAB II LANDASAN TEORI ......................................................................... 13
A. Bimbingan dan Penyuluhan ........................................................... 13
1. Pengertian Bimbingan dan Penyuluhan ................................... 14
2. Tujuan Bimbingan dan Penyuluhan ......................................... 18
3. Unsur-unsur Bimbingan dan Penyuluhan ................................ 21
4. Prinsip-prinsip Bimbingan dan Penyuluhan ............................ 23
B. Siswa Bermasalah .......................................................................... 26
1. Pengertian Siswa Bermasalah .................................................. 26
2. Faktor-faktor Penyebab Siswa Bermasalah ............................. 29
3. Usaha-usaha dalam Mengatasi Siswa Bermasalah .................. 32
BAB III GAMBARAN UMUM SMA AL-MADINAH ................................. 35
A. Sejarah Berdiri SMA Al-Madinah ........................................... 35
B. Profil Sekolah ........................................................................... 36
C. Struktur Organisasi .................................................................. 36
D. Visi dan Misi ............................................................................ 38
E. Fasilitas .................................................................................... 38
F. Kegiatan Ekstrakulikuler Sekolah/Pengembangan Diri ........... 39
G. Struktur dan Muatan Kurikulum .............................................. 40
BAB IV METODE BIMBINGAN DAN PENYULUHAN M.A ISLAM
TERPADU AL-MADINAH, BOGOR DALAM MENANGANI
SISWA BERMASALAH .................................................................. 50
A. Temuan .................................................................................... 50
1. Masalah Kenakalan Siswa/i di SMAIT al-Madinah,
Bogor .................................................................................. 50
2. Faktor Kenakalan Siswa/i M.A Islam Terpadu Al-Madinah,
Bogor ................................................................................. 58
3. Metode Bimbingan dan Penyuluhan SMAIT al-Madinah, Bogor
Terhadap Siswa/i Bermasalah ............................................ 62
4. Faktor Pendukung dan Penghambat Metode Bimbingan dan
Penyuluhan SMAIT al-Madinah, Bogor ............................ 68
B. Analisa Temuan ...................................................................... 70
BAB V PENUTUP ........................................................................................... 77
A. Kesimpulan .................................................................................... 77
B. Saran .............................................................................................. 78
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 80
LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................................................. 83
DAFTAR TABEL
1. Tabel Struktur Organisasi ........................................................................ 36
2. Tabel Sturktur dan Muatan Kurikulum ..................................................... 39
3. Struktur Kurikulum ................................................................................... 41
4. Ketuntasan Belajar .................................................................................... 45
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masa remaja (baca: siswa/i)1 adalah suatu periode dalam kehidupan
manusia yang merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.
Suatu masa di saat seseorang harus banyak belajar mengenai berbagai segi
kehidupan. Pengalaman dan penghayatan seseorang mengenai dirinya sendiri,
lingkungan fisik-sosial-budaya di sekitarnya, selama masa remaja ternyata
merupakan elemen kepribadian yang cukup mendasar dan sangat menentukan
perilakunya kelak bila ia telah dewasa.
Menginjak masa remaja terlihat terjadi perubahan-perubahan pada tubuh
seorang anak. Perubahan bentuk ini dibarengi dengan perubahan struktur dan
kemudian perubahan fungsi. Masa remaja merupakan fase di mana seseorang
memiliki rasa penasaran dan keingintahuan yang tinggi, selalu ingin mencoba, dan
diakui eksistensinya di masyarakat. Sehingga mereka sering kali melakukan
eksperimen dengan apa yang mereka rasa itu penting bagi dirinya walaupun hal
tersebut terkadang bertentangan dengan norma umum yang berlaku.
Perubahan dan perkembangan itu sering menimbulkan kegoncangan dalam
dirinya. Dalam pergaulan sehari-hari ia tidak lagi diterima dalam dunia anak-anak.
Di pihak lain ia juga belum diakui sebagai anggota masyarakat dewasa. Di saat-
saat demikian diperlukan bimbingan dan arahan yang bijaksana dari para orang
tua dan guru, agar para remaja tidak canggung, tidak merasa ketakutan dan cemas
1 Dari sudut umur, sulit untuk menentukan secara pasti siapa yang dianggap sebagai remaja.
Akan tetapi, lazimnya masyarakat berpendapat bahwa ada golongan remaja muda dan golongan remaja lanjut. Golongan remaja muda (early adolescence) adalah para gadis berusia 13 sampai 17 tahun. Sedangkan bagi laki-laki, yang disebut remaja muda, berusia 14 sampai 17 tahun. Soerjono Soekanto, “Kehidupan Remaja dan Masalahnya dalam Mengenal dan Memahami Masalah Remaja,” (Jakarta: Pustaka Antara, 1996), Cet. Ke-4, h. 9.
untuk menjalani pengalaman baru dalam kehidupannya yang penuh dengan hal-
hal yang masih asing baginya. Terutama kehidupan yang sifatnya merusak. Sebab
remaja merupakan harapan masyarakat, agama dan negara di masa depan sebagai
generasi penerus perjuangan.
Di antara persoalan remaja yang sering kali muncul pada usia-usia tertentu
adalah masalah yang datang dari berbagai faktor, baik dari keluarga (tertekan
karena banyak aturan yang mengusik kebebasannya), lingkungan (berteman
dengan teman yang kurang baik), maupun dari sekolah tempat mereka dididik
(melanggar norma yang ditetapkan sekolah karena ingin tampil beda), sehingga
hal ini membuat perkembangan diri mereka terganggu.
Para orang tua atau guru tentu akan merasa direpotkan dengan sikap sang
anak yang selalu membuat ulah. Seorang siswa/i yang selalu membuat masalah
dalam lingkungan sekolah misalnya, di mana tindakannya tersebut dapat
berdampak buruk pada nama baik keluarga dan almamater sekolahnya sendiri. Hal
ini bisaanya disebabkan seorang siswa/i atau anak didik yang selalu mewarnai
kehidupannya dengan gaya hedonisme, mencari kesenangan sendiri, tindakan
yang tidak dipikirkan dengan baik akibatnya, serta perhatian orang-orang
disekitarnya. Terkadang persoalan ini juga disebabkan karena kurangnya kontrol
dan bimbingan orang tua atau guru kepada sang anak.
Masalah yang dibuat oleh seorang siswa/i bisaanya direfleksikan lewat
tingkah laku dan sikap yang kurang sopan, kasar, menentang, tidak suka melihat
orang senang, serta membantah perintah tertentu, dan cenderung berbuat sesuatu
sesuai kehendak hatinya. Seorang siswa/i yang bermasalah sangat berhubungan
erat dengan kadar atau tingkat emosi dan kesadarannya. Dalam hal ini boleh jadi
seorang siswa/i tetap merasa gelisah sekalipun segenap keinginannya telah
terpenuhi atau terus berusaha menyampaikan keinginan yang lain. Masalah
seorang siswa/i kadang terjadi secara wajar dan kadang terjadi secara tidak wajar.
Siswa/i yang ada di Sekolah Menengah Atas Islam Terpadu2 Al-Madinah,
Bogor merupakan sekumpulan remaja heterogen yang memiliki kehidupan sangat
dinamis dan penuh dengan gejolak berikut permasalahan yang dihadapinya
masing-masing. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak ke masa
remaja, di mana masa remaja merupakan masa ingin tahu seseorang sangat besar
dan labil.3 Pada masa inilah seorang remaja banyak mengalami berbagai
persoalan, baik problem fisik, psikis, maupun sosial. Bisaanya masa
perkembangan ini dikenal sebagai masa yang penuh kesukaran dan persoalan,
bukan saja bagi remaja sendiri, melainkan juga bagi orang tua, guru, dan
masyarakat.4
Ketika siswa/i tersebut mengalami masa perkembangan dan pertumbuhan
yang dalam prosesnya mengalami interaksi, saling mempengaruhi antara
kemampuan dasar berupa pembawaan dengan kemampuan yang diperoleh, yaitu
kemampuan hasil berlajar atau pengaruh lingkungan. H.M. Arifin menegaskan
bahwa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan hidup
manusia adalah kemampuan dasar dan ajar.5
Masa remaja memang merupakan masa yang sangat indah. Karena masa
ini merupakan masa peralihan yang ditempuh oleh seseorang dari kanak-kanak
menuju kedewasaan, yang dituntut segala sesuatu dapat dijalankannya dengan
2 Sekolah Menengah Atas Islam Terpadu Selanjutnya akan disingkat SMAIT. 3 Masa remaja ini biasanya sering juga disebut oleh masyarakat sebagai masa puber. 4 Muhibbib, Syah, “Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru,” (Bandung: PT. Remaja
Rosda Karya, 2001), Cet. Ke-6, h. 51-52. 5 Arifin, “Psikologi dan Beberapa Aspek Kehidupan Rohani Manusia,” (Jakarta: PT. Bulan
Bintang, 1997), h. 69.
cara arif dan bijaksana.6 Untuk melakukan hal tersebut tentunya sebagai pijakan
awal mereka adalah bercermin pada lingkungan, terutama lingkungan
keluarganya. Karena rumah merupakan al-madrasatu al-ula, dan orang tua
merupakan guru pertama yang diharapkan dapat membimbing mereka.
Di zaman sekarang ini seringkali kita temukan kalau pendidikan seorang
anak diserahkan kepada seorang pembantu. Inilah kemudian yang menjadi salah
satu penyebab mengapa seorang anak memiliki karakteristik berbeda dengan
orang tuanya. Dan ini juga merupakan pola pendidikan yang kurang diperhatikan
orang tua kepada anaknya. Karena itu jangan heran jika dalam perkembangannya
seorang anak tumbuh tidak sesuai dengan harapan.
Institusi-institusi pendidikan (baik yang formal maupun non formal)
hendaknya dapat menghubungkan antara pendidikan dan pengajaran yang
membina mental para siswa/i agar mereka bisa tumbuh menjadi generasi yang
sehat7 dan tidak mudah goyah oleh usaha-usaha pengaruh yang kurang baik dari
luar dirinya.
Untuk itu, dalam hal ini, para penyuluh dan pembimbing harus mempunyai
metode yang efektif dan menjadi teladan yang baik bagi mereka. Sebab, tanpa
adanya keteladanan mereka semua tidak akan mungkin dapat meniru dan
membedakan mana sesuatu yang baik dan mana sesuatu yang buruk dalam
lingkungan sekolahnya.
Pentingnya bimbingan dan penyuluhan bagi siswa/i adalah agar dapat
menekan pengaruh kelakuan-kelakuan yang tidak baik baginya, serta menolong
meluruskan siswa/i yang memiliki gejala-gejala moral yang kurang berkenan di
hati masyarakat, orang tua, dan lingkungannya. Pada dasarnya unsur yang
6 Zakiah Derajat, “Ilmu Jiwa dan Agama,” (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1991), h. 69. 7 Bila ditinjau secara psikologi, menurut Yaumil Agoes Achir, maka remaja yang sehat adalah
mereka yang selain sehat tubuhnya, juga sehat mentalnya.
terpenting dalam menentukan corak kepribadian seseorang adalah nilai-nilai
agama, moral, dan sosial yang diperolehnya. Jika dari masa kecil mereka sudah
dapat pemahaman tentang nilai-nilai tersebut, maka kepribadian mereka akan
memancarkan atau menunjukkan tingkah-laku yang baik. Pada usia perkembangan
dan pertumbuhan, agama misalnya, akan menjadi pakem mereka dalam
melakukan suatu tindakan jika diajarkan secara intensif mulai sejak dini.
Ahli jiwa membuktikan bahwa salah satu akibat terjadinya gangguan jiwa
adalah ketidakberhasilan seseorang dalam memenuhi kebutuhannya, hal ini akan
menyebabkan timbulnya perasaan gelisah dan terganggunya kestabilan emosi
seseorang.8 Karena itu, sekolah sebagai lembaga pendidikan harus memberikan
bimbingan yang intensif (rohani dan jasmani) agar aspek jiwa siswa/i kokoh dan
istiqomah.
Remaja seringkali mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas
perkembangannya sebagai seorang remaja. Jarang kita temukan remaja yang
berkembang mulus tanpa kesulitan. Kesulitan-kesulitan tersebut timbul antara lain
karena remaja sendiri tidak memahami betul berbagai perubahan yang terjadi
dalam dirinya, baik perubahan yang menyangkut segi kebutuhan maupun segi
sosial kejiwaan. Bagi kebanyakan remaja, pencarian jati diri merupakan kegiatan
yang panjang dan serius, sekalipun tidak semua remaja akhirnya dapat
menemukan suatu cita diri yang benar, tepat, dan sehat.
Melihat fenomena yang terjadi di atas, maka diperlukan metode bimbingan
dan penyuluhan yang tepat terhadap siswa/i yang mempunyai masalah. Kalau kita
menganalogikan sosok individu sebagai kertas putih yang kosong (seperti yang
dikatakan oleh John Lock tentang teori Tabula Rasa-nya), maka individu maupun
8 Yusak Burhanuddin, “Kesehatan Mental,” (Bandung: CV. Pustaka Sejati, 1999), h. 92.
kelompok yang ingin mencoretnya haruslah mereka yang memiliki kepribadian
yang lurus dan baik. Dalam urusan bimbingan dan pengarahan memang yang
memiliki peran utama adalah orang tua, tetapi dalam konteks pendidikan, maka
sekolah pun memiliki peranan penting yang sama.
Setiap sekolah memang menerapkan metode bimbingan yang berbeda-
beda. Hanya saja, jangan sampai unsur agama mereka lupa terapkan agar
pertumbuhan mental dan spiritual seorang siswa/i bisa lebih baik lagi. Oleh karena
itu, sangatlah penting menerapkan nilai-nilai agama dalam bimbingan dan
penyuluhan di dunia pendidikan, agar pada siswa/i dapat tumbuh dengan sehat dan
seimbang.
Maka atas dasar itulah penulis tertarik untuk membahas persoalan ini
secara mendalam di SMAIT Al-Madinah dalam bentuk skripsi yang berjudul
“Metode Bimbingan dan Penyuluhan Dalam Menangani Siswa/i Bermasalah
Di Sekolah Menengah Atas Islam Terpadu Al-Madinah, Bogor”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Agar penulisan skripsi ini dapat memperjelas permasalahan-permasalahan
yang dibahas, maka perlu adanya pembatasan dan perumusan masalah untuk lebih
mengarah pada titik poin yang diharapkan. Untuk itu, penulis hanya membatasi
masalah pada metode bimbingan dan penyuluhan yang digunakan dalam
menangani siswa/i bermasalah di SMAIT Al-Madinah, Bogor.
Berdasarkan batasan dan perumusan di atas, maka penulis dapat
merumuskan permasalahan-permasalahan di atas sebagai berikut:
1. Masalah apa yang sering terjadi pada siswa/i bermasalah di SMAIT al-
Madinah, Bogor, dan apa faktornya?
2. Metode bimbingan dan penyuluhan apa yang digunakan oleh sekolah SMAIT
Al-Madinah, Bogor, dalam menangani siswa/i bermasalah?
3. Apa faktor penghambat dan pendukung metode bimbingan dan penyuluhan di
SMAIT al-Madinah, Bogor?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan pelaksanaan
bimbingan dan penyuluhan di SMAIT Al-Madinah, Bogor, terhadap siswa/i
bermasalah, selanjutnya akan digambarkan secara spesifik sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui metode bimbingan dan penyuluhan apa yang digunakan
SMAIT Al-Madinah, Bogor, dalam menangani siswa/i bermasalah di
sekolah tersebut.
b. Untuk mengetahui pendekatan apa saja yang digunakan dalam menangani
anak bermasalah.
2. Manfaat Penelitian
Penulis berharap hasil penelitan ini bisa memberikan manfaat yang besar
kepada penulis khususnya, dan masyarakat luas pada umumnya. Harapan penulis
tersebut secara terperinci adalah:
a. Hasil penelitian ini dapat dijadikan informasi dan penambah wawasan
bagi penulis dalam disiplin ilmunya, dan bagi lembaga-lembaga yang
terkait.
b. Semua ini diharapkan bisa memberikan kontribusi yang positif bagi
pihak sekolah SMAIT Al-Madinah, Bogor, dalam aktivitasnya
mendidik siswa/i.
D. Metodologi
Metodologi penelitian merupakan bagian yang sangat penting dalam
sebuah penelitian. Karena sukses tidaknya penelitian tersebut tergantung pada
metode yang digunakan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, yaitu
penelitian yang memberikan gambaran secara objektif suatu masalah dalam
skripsi ini. Sedangkan teknik penulisan deskriptif analisis, yaitu memberikan
gambaran terhadap subjek dan objek penelitian secara apa adanya. Bentuk
penelitian skripsi ini adalah penelitian lapangan (field research), di mana penulis
melakukan penelitian langsung ke lapangan guna mendapatkan data yang
dibutuhkan untuk penulisan skripsi ini.
1. Subjek dan Objek Penelitian
a. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah tempat memperoleh keterangan.9 Sumber data
adalah mereka yang dapat memberikan informasi tentang objek penelitian.
Dalam penelitian ini yang menjadi subjek utama adalah Pak Heru (Guru BP),
para staf dan karyawan SMAIT Al-Madinah, Bogor.
b. Objek Penelitian
Objek penelitian adalah SMAIT Al-Madinah, Bogor.
2. Dasar Penetapan Lokasi
Lokasi penelitian ini bertempat di SMAIT Al-Madinah, Bogor. Karena
jarak lokasi mudah ditempuh dari rumah penulis.
9 Tatang M. Arifin, “Menyusun Rencana Penelitian,” (Jakarta: Rajawali Press, 1989), h. 13.
3. Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dimulai awal bulan April hingga Juli 2008, dari
mulai pengurusan perizinan sampai tahap pengumpulan data yang dilakukan
secara incidental (sesuai dengan keperluan dalam melengkapi data).
4. Teknik Pengumpulan dan Analisa Data
1.) Teknik Pengumpulan Data
Interview
Merupakan suatu alat pengumpulan informasi langsung tentang
beberapa jenis data.10 Dalam penelitian ini penulis langsung
mewawancarai Pak Heru (Guru BP) SMAIT Al-Madinah, Bogor.
Dokumentasi
Data diperoleh dari dokumen-dokumen yang berupa catatan
formal, literatur, majalah, koran, dan catatan lain yang ada kaitannya
dengan penelitian ini.
Observasi
Yaitu penulis langsung mendatangi SMAIT Al-Madinah,
Bogor, guna memperoleh data yang valid tentang hal-hal yang menjadi
objek penelitian.
2.) Teknik Analisa Data
Dari data yang dikumpulkan, kemudian akan dianalisis dan
diinterpretasikan. Adapun metode yang penulis gunakan dalam
menganalisa data adalah depskriptif analitik, maksudnya adalah cara
melaporkan data dengan menerangkan dan memberi gambaran
10 Sutrisno Hadi, “Metodologi Research,” (Yokyakarta: Andi Offset, 1983), h. 49.
mengenai data yang terkumpul secara apa adanya untuk kemudian
disimpulkan.
Penulisan skripsi ini mengacu kepada buku “Pedoman Penulisan” skripsi,
tesis, dan disertasi edisi terbaru terbitan UIN Press tahun 2007.
E. Tinjauan Pustaka
Pada penelitian ini, penulis lebih menekankan pada metode yang
digunakan oleh Sekolah Menegah Atas Islam Terpadu Al- Madinah, Bogor. Studi
lapangan (field research) skripsi ini didukung oleh berbagai buku referensi yang
relevan dengan judulnya, misalnya: Zakiah Derajat, “Ilmu Jiwa dan Agama” ,
Dalyono, “Psikologi Pendidikan”, Bambang, “Kenakalan Remaja”, dan lainnya.
Penulisan skripsi ini bertujuan untuk menyelesaikan kualiah strata satu (S1) dan
mengetahui metode bimbingan dan penyuluhan apa yang digunakan oleh Sekolah
Menegah Atas Islam Terpadu Al-Madinah (SMAIT), Bogor. Selain itu, judul
skripsi ini penulis angkat karena belum ada mahasiswa jurusan Bimbingan
Penyuluhan Islam (BPI) UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta yang mengangkat judul
seperti ini.
F. Sistematika Penulisan
Untuk mengetahui secara global tentang penulisan ini, maka sistematika
penulisan karya ilmiah ini adalah sebagai berikut :
BAB I : Berisi pendahuluan yang mencakup latar belakang masalah,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
metode penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II : Berisi landasan teori yang terdiri dari; Pertama, teori bimbingan dan
penyuluhan (Pengertian, Tujuan, Unsur-Unsur, serta Prinsip
Bimbingan dan Konseling). Kedua, Siswa Bermasalah (Pengertian,
Faktor Penyebab, dan Usaha Dalam Mengatasi Siswa Bermasalah).
BAB III : Gambaran umum SMAIT Al- Madinah, Bogor, yang berisi Sejarah
Berdiri SMA Al-Madinah, Profil Sekolah, Struktur OrganisasiVisi
dan Misi, Fasilitas, Kegiatan Ekstrakulikuler Sekolah/Pengembangan
Diri, Struktur dan Muatan Kurikulum.
BAB IV : Temuan (Masalah Kenakalan Siswa/i di SMAIT Al-Madinah, Bogor,
Faktor Kenakalan Siswa/i SMAIT Al-Madinah, Bogor, Metode
Bimbingan dan Penyuluhan SMAIT Al- Madinah Bogor, Faktor
Pendukung dan Penghambat, dan Analisa Temuan.
BAB V : Merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dan saran.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Bimbingan dan Penyuluhan
Sebelum membahas secara mendalam apa yang dimaksud dengan bimbingan
dan penyuluhan tentunya harus diketahui terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan
bimbingan dan penyuluhan itu sendiri, guna mempermudah kita memahaminya.
Di setiap ranah kehidupan sehari-hari, baik disadari maupun tidak disadari,
sebenarnya seringkali ditemukan pola bimbingan dan penyuluhan. Di sekolah atau
tempat penyelenggaraan pendidikan seorang guru memberi nasehat kepada muridnya,
di rumah orang tua memberi masukan kepada anaknya, di jalan orang tua menegur
anak-anak yang nakal, dan semacamnya. Dari hal ini kemudian timbul pertanyaan,
sebenarnya bimbingan dan penyuluhan seperti apakah yang dimaksud dalam ilmu
psikologi?
Secara historis, bentuk nyata dari gerakan bimbingan dan penyuluhan yang
formal berawal dari negeri Paman Sam, Amerika Serikat, yang dimulai
perkembangannya sejak Frank Parson mendirikan sebuah badan bimbingan yang
disebut Vocational Bureu di Boston pada tahun 1908 yang lambat laun badan ini
berubah namanya menjadi Vocational Guidance Bureu. Usaha Frank inilah yang
sebenarnya menjadi cikal bakal pengembangan gerakan bimbingan dan penyuluhan di
dunia.
Yang menjadi objek dari bimbingan dan penyuluhan ini adalah manusia, yaitu
mereka yang memiliki permasalahan psikis. Para klien biasanya menjelaskan
permasalahannya untuk kemudian diberikan solusi oleh penyuluhan dengan metode
yang khusus.
1. Pengertian Bimbingan dan Penyuluhan
Banyak para ahli dalam disiplin ilmu kejiwaan memberikan definisi tentang
bimbingan dan penyuluhan sesuai dengan paradigma dan konsentrasi disiplin ilmu
yang mereka selami. Sehingga pembahasan tentang bimbingan dan penyuluhan lebih
berwarna. Walaupun mereka berbeda pandangan dan hal ini menyebabkan adanyanya
sedikit perbedaan, namun semuanya memiliki maksud dan tujuan yang sama.
Bimbingan dan penyuluhan merupakan salah satu metode atau pendekatan
yang digunakan oleh para ahli kejiwaan dalam membantu klien yang sedang
menghadapi problem hidup kejiwaan. Dalam ranah pendidikan hal ini bisa juga
diartikan sebagai bagian dari keseluruhan pendidikan yang membantu para siswa/i
dalam mencapai prestasi dan kemuliaan tingkah laku.
Secara etimologi kata bimbingan dan penyuluhan berasal dari bahasa Inggris,
guidance dan concelling, yang berarti pimpinan, bimbingan, pedoman, dan
petunjuk.11 Sedangkan concelling adalah pemberian nasehat, perembukan, dan
penyuluhan.12 Sedangkan secara terminologi hal ini dijelaskan oleh para tokoh,
diantaranya:
a.) H. M. Arifin dalam bukunya “Pokok-pokok Pikiran Tentang Bimbingan dan
Penyuluhan Agama” menerangkan bahwa kata guidance adalah kata dalam
bentuk kata benda (noun) yang berasal dari kata kerja (verb) yaitu to guide
yang mempunyai arti membimbing, menunjukkan, dan membawa orang lain
ke jalan yang benar. Jadi kata guidance berarti pemberian bantuan kepada
orang lain atau bagi orang-orang yang membutuhkan bimbingan tersebut.
Sifatnya tidak ada paksaan dalam proses bimbingan, sehingga memberikan
11 John M. Echole dan Hasan Sadily, “Kamus Inggris Indonesia,” (Jakarta: PT. Gramedia, 1995), Cet. Ke-1, h. 283.
12 John M. Echole dan Hasan Sadily, “Kamus Inggris Indonesia,” h. 150.
kebebasan pada diri orang yang mempunyai masalah tersebut. Jika hal ini
tersempal unsur paksaan, maka hasil yang didapat pasti akan kurang
masksimal. Sedangkan kata concelling adalah kata kerja dari to councell yang
memiliki arti memberikan nasehat atau memberikan anjuran pada orang lain
secara berhadapan langsung.13 Sedangkan secara maknawi bimbingan adalah
mengajak orang lain ke arah jalan yang lebih baik atau yang benar bermanfaat
di zaman sekarang maupun zaman yang akan datang.
b.) Abu Ahmad memberikan pengertian bahwa bimbingan adalah suatu proses
membantu individu melalui usahanya sendiri untuk menemukan dan
mengembangkan kemampuannya agar memperoleh kebahagiaan pribadi dan
masyarakat.14
c.) Bimo Walgito mengemukakan bahwa bimbingan adalah bantuan atau
pertolongan yang diberikan kepada individu atau sekumpulan orang dalam
menghindari kesulitan-kesulitan dalam hidupnya, agar orang tersebut dapat
sejahtera dalam hidupnya baik lahir maupun batin.15
d.) Jumhur dan Moh. Surya berbendapat bahwa proses bantuan terhadap individu
untuk mencapai pemahaman dan pengarahan diri yang dibutuhkan untuk
melakukan penyesuaian diri secara maksimal kepada sekolah, keluarga, serta
masyarakat.16
Dari definisi-definisi di atas, maka dapat ditarik benang merah atau
kesimpulan bahwa bimbingan adalah salah satu metode yang secara terus menerus
13 H. M. Arifin, “Pokok-Pokok Pikiran Tentang Bimbingan dan Penyuluhan Agama,”
(Jakarta: Bulan Bintang, 1985), Cet. Ke-4, h. 18. 14 Abu Ahmad, “Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah,” (Semarang: Toha Putra, 1997), Cet.
Ke-1, h. 4. 15 Bimo Walingto, “Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah,” (Yogyakarta: Andi Offset,
1995), Cet. Ke-3, h. 5. 16 Djumhur dan Moh. Surya, ”Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah,” (Bandung: CV. Ilmu
Jaya), Cet. Ke-1, h. 5.
dan secara langsung (tatap muka) digunakan untuk membantu seseorang atau
kelompok dalam menghadapi persoalan hidup dan membantu seseorang atau
kelompok dalam memahami makna hidupnya guna mencapai kebahagiaan.
Sedankan penyuluhan menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut:
a.) Dewa Ketut Sukardi mengatakan bahwa penyuluhan adalah hubungan timbal
balik di mana seorang penyuluhan membantu seorang klien untuk mencapai
atau mewujudkan pemahaman dirinya sendiri dalam kaitannya dengan
masalah yang dihadapinya.17
b.) W.S. Winkel, S. J. M.Sc menyatakan bahwa di dalam penyuluhan atau
penyuluhan dapat dibedakan menjadi dua aspek, yaitu aspek proses dan aspek
bentuk khusus dari pelayanan bimbingan.18 Aspek proses yang dialami oleh
klien selama kegiatan penyuluhan (concelling) itu berlangsung dalam waktu
yang relatif cukup lama. Sementara aspek khusus jenis pelayanan
dititikberatkan pada pertemuan (tatap muka) antara seorang penyuluhan dan
klien itu sendiri yang bentuknya berupa wawancara penyuluhan.
Dari definisi penyuluhan di atas titik temu yang dapat ditarik adalah
penyuluhan merupakan sebuah bentuk usaha untuk memberikan bantuan kepada klien
yang sedang bermasalah lewat wawancara penyuluhan (tatap muka) dan dilakukan
secara berkesinambungan selama masalah yang dihadapi klien belum tuntas.
Banyaknya definisi tentang bimbingan dan penyuluhan terkadang memang
membuat kita bingung, tetapi pada intinya semua mempunyai arti yang sama, yaitu
proses pemberian bantuan terhadap seseorang atau kelompok dengan keseluruhan
proses bimbingan.
17 Dewa Ketut Sukardi, “Bimbingan dan Konseling,” (Jakarta: PT. Bima Aksara, 1998), Cet.
Ke-5, h 168. 18 W. S. Winkel, “Bimbingan dan Konseling di Institut Pendidikan,” (Jakarta: PT. Grasindo,
1991), Cet. Ke-1, h. 173.
Dalam Islam, dasar-dasar mengenai bimbingan dan penyuluhan sudah tersurat
pada al-Quran dan hadis. Hal ini dapat dilihat pada beberapa ayat yang mendorong
kita untuk melaksanakan kegiatan bimbingan dan penyuluhan dengan tujuan sebagai
salah satu usaha untuk mencapai kesehatan jiwa.
Firman Allah dalam al-Quran surat Yunus ayat 57 yang berbunyi:
بكم وشفآء لما ف ن ر وعظة م دور وهدى يآأيها الناس قد جآءتكم م ي الص
لمؤمنين ورحمة ل
Artinya:
”Hai manusia, Sesungguhnya Telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman”.
Dari keterangan di atas, dapat diambil intisari yang sangat perlu diperhatikan
bahwa sesungguhnya apabila seseorang mengalami kesulitan atau memiliki masalah
dalam hidupnya, hendaklah diberi bantuan dengan cara masing-masing. Apakah
dengan membimbingnya atau mungkin dengan cara lain yang sifatnya mulia, baik
dipandangan manusia, terutama dipandangan Allah SWT. Karena sebagai makhluk
sosial manusia harus saling tolong menolong dalam setiap masalah yang pasti ada
jalan keluarnya.
Apabila kegiatan bimbingan dan penyuluhan atau penyuluhan ini
direalisasikan dalam lingkungan sekolah, maka dapat diartikan sebagai proses
pemberian bantuan kepada siswa/i yang bermasalah, baik individu maupun kelompok,
dan yang paling penting adalah dapat memperhatikan tujuannya, yaitu agar siswa
dapat memahami dirinya sendiri, sehingga mampu mengarahkan dirinya dan
bertingkah laku dengan wajar sesuai dengan tuntunan sekolah, keluarga, masyarakat
atau lingkungan, bahkan bangsa dan negara.
2. Tujuan Bimbingan dan Penyuluhan
Kalau dilihat secara garis besar tujuan dari bimbingan itu ada dua, yaitu tujuan
umum dan tujuan khusus. Tujuan umum dapat diuraikan sebagai berikut:
1.) Memberikan motivasi pada seorang klien dalam menjalani kehidupan, agar
tidak mudah putus asa, dan selalu berpikir pisitif dalam segala hal.
2.) Memberikan pemahaman yang jelas tentang potensi-potensi yang dimiliki
klien, termasuk di dalamnya tentang bakat, minat, kecakapan, maupun
kelemahannya.
3.) Penyesuaian diri dalam menjalani sebuah kehidupan di alam yang fana ini.
4.) Dalam ranah pendidikan membantu siswa/i untuk mengembangkan
pemahaman diri sesuai dengan kecakapan, hasil belajar, serta prestasi yang
dimilikinya.
Sementara tujuan bimbingan secara khusus adalah seperti yang dikatakan oleh
M. Arifin bahwa:
”Kemampuan setiap individu dalam mengatasi kesulitan yang dihadapi dari
segala gangguan yang sifatnya baik fisik maupun mental spiritual yang sesuai
dengan talenta yang ada pada dirinya dan nilai-nilai ajaran agama yang
dianutnya, serta yang dipelajarinya sejak kecil”.19
Banyak sekali tujuan dari bimbingan yang bermuara pada berbuat baik untuk
mencari keridoan-Nya. Secara agama itu merupakan pekerjaan yang sangat mulia
(yang dicintai Allah dan Rasul-Nya) yang berpegang teguh pada sesuatu yang pasti
tidak akan sesat kalau kita mengikutinya yaitu, al-Quran dan as-Sunah.
19 Arifin, “Pokok-Pokok Pikiran Tentang Bimbingan dan Penyuluhan Agama,” h.7.
Yang paling bersifat fundamental dari sebuah tujuan bimbingan dan
penyuluhan adalah terjadinya perubahan pada tingkah laku klien, sementara seorang
penyuluh memfokuskan perhatiannya kepada klien dengan mencurahkan segala daya
dan upaya demi perubahan pada diri klien, yaitu perubahan kepada yang lebih baik
dan teratasinya segala permasalahan yang ada pada seorang klien.
Mengenai tujuan bimbingan dan penyuluhan menurut George and Christiani
(1981) yang dikutip oleh Singgih D. Gunarsa sebagai berikut:
a. Menyediakan fasilitas untuk perubahan prilaku
Hampir semua ahli sepakat bahwa bimbingan bertujuan mengadakan
perubahan pada diri klien, agar klien dalam kehidupannya lebih produktif,
kreatif, inovatif, dan menikmati kehidupan dengan damai, serta
menghilangkan keputusasaan.
b. Meningkatkan keterampilan untuk menghadapi sesuatu
Kenyataan sebuah kehidupan manusia membuktikan bahwa hampir semua
orang mengalami kesulitan. Untuk itu, diperlukan sebuah keterampilan yang
profesional dan juga kemauan, kesanggupan untuk menghadapi masalah
tersebut. Dalam hal ini, tergantung dari kemampuan dan kecerdasan dasar
yang dimiliki, apakah bisa menghadapi ataukah tidak.
c. Meningkatkan kemampuan dalam mengambil sebuah keputusan.
Keputusan akhir dari masalah klien merupakan sebuah keputusan yang
ditentukan oleh seorang klien dengan bantuan seorang penyuluhan, membuat
sebuah keputusan seringkali harus dapat mempertimbangkan berbagai faktor
yang berpengaruh dan memperhatikan cara-cara dalam melakukan penilaian.
Namun seringkali cara peninjauan terhadap faktor-faktor yang berpengaruh
dan sistematika berpikir masih sering perlu dilatih oleh seorang penyuluhan.
d. Meningkatkan hubungan antara perorangan
Meniru seorang filosof Yunani yang bernama Aristoteles menyatakan bahwa
manusia adalah makhluk zoompoliticon, yaitu makhluk sosial, yang tidak bisa
hidup sendiri melainkan pasti membutuhkan orang lain yang pada hakikatnya
seorang diharapkan dapat membina hubungan dengan orang lain, dan dapat
membina dengan harmonis terhadap lingkungannya. Mulai dari sekolah
terhadap teman yang sebaya dengannya, dan rekan seprofesi. Dalam hal ini
adalah keluarganya sendiri.
e. Mengembangkan fasilitas terhadap kemajuan klien.
Setiap manusia pada hakikatnya mempunyai talenta pada dirinya masing-
masing, hanya saja terkadang orang tersebut tidak mau mengembangkan
kemampuannya yang ada pada dirinya, atau terkadang kemampuan tersebut
bisa berfungsi tapi kurang maksimal. Disinilah tugas seorang penyuluhan
untuk membantu memfungsikan kemabali kemampuan klien, agar dapat
berfungsi secara maksimal. Karena memang perbuatan inilah yang sangat
mulia, yaitu menyelamatkan manusia dari sifat keputusasaan yang itu semua
tidak ada gunanya. Sebab sudah jelas bahwa Allah SWT sangat benci pada
orang-orang yang putus asa.
Dalam hal ini sangatlah penting bagi seorang penyuluhan untuk dapat
membantu seorang klien kepada jalan yang lebih baik lagi, agar klien dapat menatap
hari esok yang lebih baik. Hidup dengan ketenangan jasmani dan rohani, aman,
damai, dan saling menghargai.
3. Unsur-Unsur Bimbingan dan Penyuluhan
Bimbingan dan penyuluhan atau penyuluhan adalah proses komunikasi yang
dilakukan oleh seorang klien (komunikator) dengan penyuluhan (komunikan) untuk
menyelesaikan suatu masalah guna mencapai kehidupan yang lebih baik. Yang sangat
berpengaruhi dalam proses penyuluhan adalah adanya seorang penyuluhan, klien,
serta materi yang di dalamnya terdapat pesan-pesan.
Dalam melakukan bimbingan dan penyuluhan yang perlu diingat oleh seorang
penyuluhan adalah ia harus memposisikan dirinya sama dengan klien (balance), agar
seorang klien tidak canggung dan merasa dirinya ada yang peduli serta
memperhatikannya. Atau dengan kata lain seolah-olah seorang penyuluhan adalah
satu-satunya orang yang bisa membantu persoalan yang sedang dihadapinya. Karena
seorang penyuluhan merupakan tumpuan yang diharapkan dapat membantu
menyelesaikan masalahnya.
Saat penyuluhan berlangsung penting sekali bagi seorang penyuluhan untuk
menarik perhatian klien agar ia mau memberikan rasa kepercayaannya20. Jika
kepercayaan seorang klien sudah didapatkan oleh seorang penyuluhan, maka akan
terjadi proses penyuluhan yang komunikatif (feedback) dan daya tarik21 yang dapat
memberikan kepercayaan mendalam dari seorang klien.22
Dalam bimbingan dan penyuluhan terdapat beberapa unsur yang harus
diperhatikan oleh para praktisi (penyuluhan), yang mana unsur-unsur itu harus
dipenuhi secara keseluruhan. Unsur-unsur tersebut yaitu:
1.) Penyuluhan (penyuluh)
20 Kepercayaan yang dimaksud di sini yaitu adanya titik kesamaan dalam hal mental. 21 Yang dimaksud dengan daya tarik disini adalah adanya titik poin kesamaan dalam hal apa
saja sehingga tidak sulit dalam beradaptasi dengan seorang klien, baik dalam bakat, minat, karakteristik, serta apa saja yang dianggap positif.
22 Onong uchjana Effendi, “Ilmu Komunikasi dan Praktik,” (Bandung: CV. Remaja Karya, 1984), Cet. Ke-1, h. 13.
Seorang penyuluhan harus bersikap profesional dan handal agar
seorang klien dapat menaruh harapan dalam penyelesaian masalahnya. Selain
itu, seorang penyuluhan juga harus mengetahui bagaimana karakteristik
seorang klien, agar seorang klien bisa merasa nyaman dan mengutarakan
permasalahannya tanpa ada rasa segan.
2.) Klien (tersuluh)
Klien dalam hal ini harus dapat menceritakan secara kronologis
masalah yang dihadapinya agar seorang penyuluhan dapat meneliti dan
mencari jalan keluar yang ideal terhadap permasalahan tersebut.
3.) Pesan (message)
Dalam konteks bimbingan dan penyuluhan Islam, pesan agama
merupakan hal yang sangat penting untuk disampaikan. Hal ini disebabkan
karena agama merupakan hal (kebutuhan) yang sangat fundamen dalam
kehidupan seluruh umat manusia (al-Bawarah ayat 185).
4. Prinsip-prinsip Bimbingan dan Penyuluhan
Dalam bimbingan dan penyuluhan terdapat beberapa prinsip yang penting
untuk diperhatikan oleh seorang penyuluhan, agar praktik bimbingan dan penyuluhan
yang dilakukan berjalan dengan baik dan benar. Dalam konteks pendidikan prinsip-
prinsip bimbingan dan penyuluhan dapat digolongkan menjadi dua bagian, yaitu
prinsip-prinsip umum dan khusus sebagai berikut.
a. Prinsip umum bimbingan dan penyuluhan
1.) Dasar bimbingan dan penyuluhan di sekolah tidak lepas dari dasar
pendidikan keluarga pada umumnya dan pendidikan sekolah itu
sendiri pada khususnya.23
2.) Tidak terlepas dari fungsi pendidikan yang tertulis dalam Kitab
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional
Bab 11 Pasal 3 yang berbunyi:
”Pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan talenta
peserta didik agar menjadi manusia didik yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, serta
berilmu, cakap, pandai, mandiri,dan menjadi warga yang
demokratis dan bertanggung jawab”.24
3.) Bimbingan dan penyuluhan diperuntukkan bagi semua individu,
baik anak-anak maupun orang dewasa.
4.) Bimbingan dan penyuluhan dapat dilaksanakan dengan cara:
a.) Prefentif; bertujuan untuk mencegah jangan sampai timbul
kesulitan-kesulitan yang menimpa klien.
b.) Kuratif; mencari sebab-sebab kesulitan pada klien,
kemudian memecahkannya.
c.) Preservatif; memelihara atau mempertahakan keadaan yang
sudah baik, agar jangan sampai berubah menjadi keadaan
yang kurang baik.
5.) Bimbingan dan penyuluhan bersifat kontinuitas (terus-menerus).
23 Dasar pendidikan di Indonesia tertuang dalam UU No. 20 Tahun 2003, tentang Sistem
Pendidikan Nasional Bab 11 pasal 2 yang berbunyi: “Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945”.
24 Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah, Bagian Projek Penelitian Hasil Belajar Tahap Akhir Nasional, Jakarta tahun 2003.
6.) Bimbingan dan penyuluhan harus memperlihatkan perbedaan-
perbedaan yang terdapat pada individu.
7.) Tiap-tiap aspek individu adalah hal yang sangat penting dalam
menentukan sikap dan tingkah laku.
8.) Klien yang dihadapi merupakan makhluk hidup yang bersifat
dinamis.
b. Prinsip-prinsip khusus dalam bimbingan dan penyuluhan
a.) Prinsip individu yang dibimbing, yaitu:25
1.) Service yang diberikan kepada semua siswa
2.) Service bimbingan harus diberikan secara terus-menerus
3.) Program berpusat pada siswa
4.) Harus ada bimbingan prioritas pada siswa
5.) Keputusan terakhir dalam proses bimbingan ditentukan pada klien
yang diberikan bimbingan.
b.) Prinsip yang berhubungan dengan penyuluhan
1.) Penyuluh didasarkan pada disiplin ilmu yang ia punya.
2.) Penyuluh dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan kemampuan
dan tugasnya.
3.) Penyuluh harus menjaga dan menghormati kerahasiaan seorang
klien.
4.) Penyuluh hendaknya mempergunakan brebagai jenis data dan
teknis dalam melakukan tugasnya.
c. Prinsip yang berhubungan dengan organisasi dan administrasi
bimbingan dan penyuluhan.26
25 Syahrir dan Riska Ahmad, “Pengantar Bimbingan dan Penyuluhan,” (Padang: Angkasa
Raya, 1987), Cet. Ke-1, h. 51.
1.) Harus ada kartu anggota bagi setiap siswa yang ikut bimbingan
2.) Program bimbingan harus disusun sesuai dengan kebutuhan sekolah
yang bersangkutan.
3.) Pembagian tugas harus diatur sesuai dengan waktu yang telah
disediakan secara efektif dan efisien.
4.) Bimbingan harus dilakukan baik secara individu maupun kelompok
sesuai dengan yang diinginkan oleh klien dan telah ditetapkan oleh
petugas-petugas yang lain.
B. Siswa Bermasalah
1. Pengertian Siswa Bermasalah
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dimaksud dengan siswa adalah
anak sekolah atau pelajar (terutama pada sekolah menengah atas).27 Maka dapat kita
asumsikan bersama bahwa siswa/i adalah anak peserta didik di lingkungan pendidikan
formal.
Hadari Nawawi menyatakan bahwa siswa adalah anak yang sedang tumbuh
dan berkembang, baik secara fisik maupun psikologis dalam rangka mencapai tujuan
pendidikan formal, khususnya sekolah.28 Sementara anak didik adalah anak yang
belum dewasa, yang memerlukan usaha yang lain untuk menjadi dewasa, guna
melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Tuhan, umat manusia, warga negara, atau
sebagai individu.29
26 Slamet, “Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi,” (Jakarta: Bima Aksara, 1988),
Cet. Ke-1, h. 16. 27 Purwadinata, “Kamus Besar Bahasa Indonesia,” (Jakarta: Balai Pustaka, 1986), Cet. Ke-13,
h. 9. 28 Hadari Nawawi, “Organisasi dan Pengelolaan Sekolah,” (Jakarta: Gunung Agung, 1981),
h. 128. 29 Soejono, “Pendahuluan Ilmu Pendidikan Umum,” (Bandung: Ilmu Jaya, 1980), h. 36.
Masa remaja merupakan masa perkembangan atau disebut juga sebagai masa
puber. Di masa ini biasanya seseorang memiliki rasa ingin tahu yang sangat besar dan
cenderung egois, artinya ingin hidup bebas dan merasa dirinyalah yang paling benar
dan bertindak tanpa pukur panjang. Ia akan cenderung melakukan hal-hal yang ia suka
meskipun terkadang hal itu berbenturan dengan norma atau nilai yang berlaku di
masyarakat, agaman,dan negara, seperti: tauran, pacaran, mabuk dan sebagainya.
Di dalam dirinya, biasanya selalu tersirat keinginan berbuat heroik, romantis,
dan berkuasa. Jika hasrat dan perasaan ini tidak terkontror dengan baik, maka akan
berdampak pada prestasi yang menurun dan tingkah-laku yang devian. Apabila hal ini
tidak diantisipasi oleh sekolah, seorang siswa akan menjadi sangat berbahaya bagi
siswa lain dan sekolah. Bahanyanya bukan hanya berdampak pada sekolah, melainkan
keluarga, masyarakat, bahkan bangsa dan negara. Dan dasar dari semua ini menurut
Prof. DR. Zakiah Darajat adalah ketidakpuasan.30
Masalah di atas terlihat bahwa pada diri seorang siswa timbul perasaan yang
tidak enak, yang mengakibatkan timbulnya perasaan gelisah pada dirinya. Dengan
perasaan gelisah ini kadang-kadang siswa senang melakukan tindakan yang sifatnya
mengganggu ketentraman orang lain. Karena menurutnya dengan cara membuat onar
egonya akan merasa puas.
Siswa bermasalah mempunyai pengertian pelajar yang perbuatan melanggar
yang dilakukan oleh siswa, yang sifatnya melawan hukum, anti sosial, anti susila, dan
30 Zakia Darajat, “Kesehatan Mental,” (Jakarta: CV. Haji Mas Agung, 1988), hal. 111.
sedangkan menurut R. A. Koesnoen siswa bermasalah dimulai dari sifat kodrati anak yang ingin mencari pengalaman dan petualangan. R. A. Koesnoen, ”Politik Pelajaran Nasional,” (Bandung: Sumur Batu, 1996), h. 175.
menyalahi norma agama.31 Dari hal ini kemudian Colemon CS mengadakan
pengelompokan siswa bermasalah menjadi empat bagian, yaitu:32
1.) Kerusakan pada otak yang lemah pikir (Brain demage and mentally
retarded delenguest).
2.) Neorotic and psyhotik delengents
3.) Psyhopatic delenguents
4.) Drug dependen delenguents
Kelompok yang pertama terdapat ciri-ciri aktif yang berlebihan, inpulsif,
emosi sangat labil, dan tidak mampu menahan diri. Kelompok kedua, perilaku yang
impulsif (tidak mampu mengerem dirinya). Hal ini mungkin disebabkan terlalu
banyak larang yang membelenggu dirinya sehingga seseorang tidak bisa menahan
dorongan rasa untuk berbuat masalah.
Dalam kelompok ketiga menunjukkan prilaku yang jelas sifatnya anti sosial,
inpulsif (tanpa pikir panjang) menyimpan rasa kebencian kepada masyarakat,
menonjolkan rasa penyesalan, suka mencuri uang walau pada dasarnya tidak
memerlukan, hubungan keakraban terganggu, kata hatinya tidak atau kurang
berfungsi. Sementara kelompok keempat adalah menunjukkan ketergantungan
terhadap narkotika, sering bertalian dengan kejahatan, dan merampok karena mereka
membutuhkan uang untuk memberli barang haram tersebut.
Tindakan siswa bermasalah sebenarnya tidak jauh berbeda dengan anak biasa,
dalam berbicara dan berbuat. Siswa bermasalah sering melakukan pelanggaran seperti
31 Sudarsono, “Kenakalan Siswa,” (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1999), h. 11. 32 Colemon, “Sikap Pribadi dan Mutiara Pendidikan,” (Jakarta: Erlangga, 1987), hal. 49.
Siswa merupakan sosok remaja yang sedang meraba jadi diri tentang eksistensinya. Prof. Dr. Asar Sunyono Munandar membagi tipologi remaja berdasarkan derajat keserasian dengan lingkungannya dan berdasarkan derajat keaktivannya dalam usaha untuk penguasaan atau penyesuaian dengan lingkungannya menjadi empat macam, yaitu: (i) remaja aktif-kreatif, (ii) remaja pasif-konformis, (iii) remaja aktif-destruktif, dan (iv) remaja pasif-destruktif. Lihat ”Mengenal dan Memahami Masalah Remaja,” (Jakarta: PT. Pustaka Antara, 1996), Cet. Ke-4, h. 20-21.
yang dilakukan oleh remaja bermasalah, misalnya, berbohong, menyontek, bolos
sekolah, dan lain sebagainya. Hanya saja pelanggaran yang dilakukan siswa
bermasalah sifatnya lebih serius dan luas dari siswa yang tidak bermasalah.
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa siswa bermasalah yang
dimaksud di sini adalah peserta didik yang mempunyai masalah dan yang sering
melakukan pelanggaran-pelanggaran di dalam masa pertumbuhan, perkembangan, dan
perbuatan yang dilakukan siswa bertentangan dengan norma-norma, baik norma
agama, susila, serta norma yang berlaku di masyarakat yang dapat merugikan diri
sendiri dan orang lain.
2. Faktor-faktor Penyebab Siswa Bermasalah
Pada dasarnya siswa bermasalah dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor
internal dan faktor eksternal.
a. Faktor internal adalah faktor yang bersifat intern yang berasal dari dalam
diri sendiri, baik dari dampak pertumbuhan dan perkembangan, maupun dari
jenis penyakit mental atau kejiwaan yang ada pada diri siswa tersebut.
Pendapat M. Arifin tentang siswa bermasalah yang berasal dari intern adalah
cacat jasmani atau rohani akibat dari keturunan, pembawaan negatif yang
sulit dikendalikan serta mengarahkan pada perbuatan nakal atau masalah,
pemenuhan kebutuhan yang kurang terpenuhi, kontrol terhadap diri sendiri,
serta menilai sesuatu selalu dengan negatif, perasaan rendah diri dan
perasaan yang selalu tertekan.33
b. Faktor eksternal adalah faktor yang bersumber dari luar diri yang
bersangkutan, diantaranya:
33 Arifin, “Psikologi dan Beberapa Aspek KEhidupan ROhani Manusia,” h. 85.
1.) Faktor Keluarga
Keluarga adalah organisasi terkecil di dalam masyarakat, tetapi
mempunyai kedudukan yang primer dan fundamental.34 Sebab itu, keluarga
mempunyai peranan vital dalam mempengaruhi perilaku anak terutama
dalam tahap awal.
Menurut Agus Sujanto bahwa keluarga yang baik adalah kelurga yang
berpengaruh positif bagi perkembangan anak, sedangkan keluarga yang
kurang baik adalah keluarga yang memberikan pengaruh negatif bagi
perkembangan anak. Karena itu, keluarga merupakan wilayah awal yang
menentukan perilaku anak, apakah anak akan menjadi baik atau
sebaliknya.35
Hal yang demikian sangat relevan dengan hadis Nabi yang artinya
”setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua orangtuanyalah
yang menjadikan dia Yahudi, Nasrani, dan majusi”.
2.) Faktor Sekolah
Dalam rangka pembinaan anak atau siswa ke arah yang lebih baik,
kadang-kandang sekolah dapat menjadi sebab timbulnya siswa bermasalah.
Hal ini terjadi karena sekolah sering tidak peduli terhadap siswa tersebut.
a.) Latar belakang remaja yang berbeda, tetapi dengan sistem
persekolahan yang memiliki pengaturan yang sama, mereka
dituntut untuk dapat berbaur dengan yang lainnya.
b.) Menurut Prof. DR. Zakiah Darajat pengaruh negatif yang
menangani langsung proses pendidikan antara lain kesulitan
ekonomi yang dialami pendidik dapat mengurangi perhatian
34 Bambang Mulyono, “Kenakalan Remaja,” (Yogyakarta: Andi Offset, 1986), Cet. Ke-1. h. 40.
35 Agus Sujanto, ”Psikologi Perkembangan,” (Jakarta: Aksara Baru, 1981), Cet. Ke-1, h. 226.
terhadap anak didiknya, misal: pendidik sering tidak masuk yang
mengakibatkan siswa terlantar, bahkan sering adanya perlakuan
guru yang kurang adil, hukuman yang kurang menunjang
tercapainya tujuan pendidikan, ancaman yang tidak putus-
putusnya, serta disiplin yang terlalu ketat, disharmonis antara
guru dan siswa, serta kurangnya belajar di rumah.
c.) Hal tersebut juga sering terjadi karena adanya impotensi dalam
pendidikan yang disebabkan oleh komunikasi anti dialog,
penggunaan metode pengajaran yang dapat mematikan kreativitas
siswa.
3.) Faktor Masyarakat
Dadang Hawari Mengatakan bahwa masyarakat juga bisa menjadi
faktor utama juga. Keadaan masyarakat yang bermasalah dan lingkungan
yang kurang baik merupakan faktor penyebab siswa berbuat menyimpang.
Faktor ini dikelompokan Dadang Hawari menjadi dua kelompok, yaitu:36
1.) Faktor kerawanan masyarakat (lingkungan) antara lain, tempat
tinggal, hiburan yang buka terlalu malam, peredaran obat-obatan
terlarang, pengangguran yang semakin meningkat dan anak-anak
yang putus sekolah.
2.) Daerah rawan (gangguan kamtibnas) antara lain: penyalahgunaan
alkohol, narkotika dan zat adaktif lainnya, tawuran, kebut-kebutan,
pencurian dan perampokan, pembunuhan, pemerkosaan,
pengrusakan, dan lainnya.
36 Dadang Hawari, “Al-Quran Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa,” (Jakarta: PT.
Dana Bhakti Prima Jasa, 1997), Cet. Ke-3, h. 198-199.
Sedangkan menurut Sudarsono pengaruh yang dominan dari
masyarakat sebagai pendukung siswa bermasalah adalah perubahan sosial
yang ditandai dengan peristiwa-peristiwa yang sering menimbulkan
ketegangan seperti persaingan ekonomi, pengangguran, media massa, dan
fasilitas rekreasi.37
3. Usaha-Usaha Dalam Mengatasi Siswa Bermasalah
Penanganan terhadap siswa bermasalah hendaknya dilakukan oleh tiga kutub
dan bermuara pada satu kutub, yaitu kondisi yang sehat dan kondusif yang
memungkinkan siswa atau anak dapat berkembang baik secara fisik maupun mental.
Adapun cara menanggulanginya sebagaimana yang dikemukakan oleh seorang
kriminolog, Soejono Dirjo Siswono, SH yang dikutip oleh Sudarsono dalam bukunya
yang berjudul ”Kenakalan Remaja” mengemukakan bahwa asas umum dalam
penanggulangan kejahatan yang banyak dipakai oelh negara-negara maju yaitu:
1.) Cara moralitas, dilaksanakan dengan cara penyebaran agama dan moral.
2.) Cara abolisionistis, berusaha memberantas, menanggulangi kejahatan
dengan sebab musababnya, misalkan bahwa faktor ekonomi atau
kemiskinan merupakan penyebab kejahatan, maka usaha untuk mencapai
tujuan dalam mengurangi kejahatan yang disebabkan oleh faktor ekonomi
merupakan cara abolisionistis.
Banyak cara dalam mengatasi siswa bermasalah baik secara preventif, kuratif,
dan rehabilitas. Pendekatan preventif terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu:
a.) Usaha Dari Rumah Tangga
37 Sudarsono, ”Kenakalan Remaja,” (Jakarta: Reineka Cipta, 1999), Cet. Ke-2, h. 131.
Menciptakan rumah tangga yang harmonis memang sulit apalagi
menciptakan keluarga yang agamis, maka dari situlah langkah awal
bahwa sesuatu pasti berangkat dari nilai-nilai rumah itu sendiri.
b.) Usaha Sekolah
Sarana dan prasarana sekolah harus memadai, kuantiítas dan koalitas
guru yang memadai, mengembalikan wibawa seorang guru dan yang
terpenting yaitu kesejahteraan guru pun harus diperhatikan. Dan
penting juga memberikan pendidikan mental siswa agar siswa dapat
berkembang mentalnya secara sehat.
c.) Lingkungan Masyarakat
Mengenai lingkungan masyarakat ini dapat tidaknya membantu suatu
kelompok yang baik atau tidak sangat tergantung oleh usaha orang
dewasa memberikan perhatian dengan membina para remajanya.
Diantaranya biasanya yang sangat berperan penting disini adalah tokoh
remaja dan para penyuluh agama atau para ustadz.
Mengarahkan dan memberikan contoh yang baik kepada para remaja
akan menghasilkan suatu generasi penerus harapan bangsa, orang
tuanya, dan masyarakat luas.
Menurut Dadang Hawari dibutuhkan langkah-langkah kongkrit oleh
masyarakat, yaitu mampu menciptakan kondisi lingkungan hidup yang
sehat, bebas dari rasa takut, aman dan tentram, bebas dari rasa segala
bentuk kerawanan sebagaimana yang tertera pada pengaruh lingkungan
masyarakat terhadap timbulnya permasalahan.38
38 Dadang Hawari, “Al-Quran Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa,” h. 200.
BAB III
Gambaran Umum Sekolah Menengah Atas Islam Terpadu Al-Madinah, Bogor
A. Sejarah berdirinya SMA Islam Terpadu Al-Madinah Bogor
Sekolah Menengah Atas Islam Terpadu Al-Madinah, Bogor, adalah suatu
sekolah pendidikan lanjutan tingkat atas yang memiliki ciri khas, yaitu menciptakan
generasi yang cerdas, berpola pikir maju, berlandaskan etika dan moral Islam, percaya
diri, mandiri yang bertakwa terhadap Allah SWT.
SMA Islam Terpadu Al-Madinah, Bogor, berdiri sejak tahun 2004 hingga
sekarang, dengan status terakreditasi A, dengan izin operasional No. 42.1/3304
disdik/2005. Berdiri di atas bangunan kokoh, memiliki empat ruang kelas, dan
dibimbing oleh 22 orang tenaga pendidik yang profesional dan memiliki riwayat
pendidikan dan pekerjaan yang berkualifikasi baik.39
Sekolah Islam Terpadu Al-Madinah, Bogor, didirikan dalam rangka
membantu pemerintah menyiapkan sarana dan prasarana pendidikan serta turut
membantu pemerintah dalam menciptakan lapangan bagi para pendidik profesional.
Kegiatan belajar mengajar di Sekolah Islam Terpadu Al-Madinah, Bogor,
dimulai dari hari Senin hingga Jumat, dan pada hari Sabtu diisi dengan kegiatan
ekstrakulikuler yang tujuannya membekali para siswa/i suatu keterampilan yang
berguna untuk kemudian diterapkan pada diri mereka sendiri dan disalurkan kepada
masyarakat luas.
B. Profil Sekolah
39 Brosur Penerimaan Siswa/i Baru Tahun ajaran 2008.
Nama Sekolah : SMA Islam Terpadu Al-Madinah
Kepala Sekolah : Drs. Waris Hadi
Propinsi : Jawa Barat
Otonomi Daerah : Kabupaten Bogor
Kecamatan : Cibinong
Desa/Kelurahan : Sukahati
Jalan dan Nomor : Jl. Sukahati No. 36
Kode Pos : 16913
Telepon : (021) 7087 7931
Daerah : Perkotaan
Status Sekolah : Swasta (Terakreditasi A)
Surat Keputusan/SK : 42.1/3024 Disdik/2005
Tahun Berdiri : 2004
Bangunan Sekolah : Milik Sendiri
Jarak ke Pusat Kecamatan : 4,2 Km
Jarak ke Pusat Otoda : 4,2 Km
Terletak Pada Lintasan : Kabupaten
C. Struktur Organisasi
Setiap lembaga maupun instansi-instansi, baik swasta maupun negeri, pasti
memiliki struktur lembaga yang jelas. Struktur ini dibuat agar dalam memobilisasi
lembaga atau instansi tersebut tidak terjadi benturan atau peran ganda. Karena tugas
mereka semua sudah diatur di dalam struktur yang telah dibuat. Demikian juga
dengan SMA IT Al-Madinah, Bogor, mereka membuat struktur sebagai berikut:
YPI AR ROHMAN
Keterangan:
: Garis Komando
-------------------- : Garis Koordinasi
D. Visi dan Misi
Visi dan Misi Sekolah Islam Terpadu Al-Madinah adalah sebagai berukut:
Guru Bidang Studi
Kabid Pendidikan Nafriyan Askar, S.Pd.I
Kepala Sekolah Rochmat Wahyudi,
Wakasek Kurikulum Ahmad Wahyudi, S.Pd.I
Wakasek Kesiswaan Heru Dayatullah, S.Fil.I
Guru BK Heru Dayatullah, S.Fil.I
Wakil Kelas
a. Membentuk cendekiawan Muslim yang mempunyai keseimbangan
antara ilmu pengerahuan dan teknologi (IPTEK) serta iman dan taqwa
(IMTAQ).
b. Mencetak murid yang cerdas, kreatif, terampil, dan berakhlaq mulia
ditunjang dengan jasmani dan rohani yang sehat, berpikir maju serta
memiliki kepribadian yang kuat.
E. Fasilitas
a. Bangunan ± 5.000 M2 dengan 45 Lokal.
b. Masjid dengan kapasitas 1.200 jama’ah.
c. Lapangan Olah Raga Yang Terdiri Dari; Sepak Bola, Basket, dan lain-lain.
d. Kolam Renang.
e. Area Kebun Siswa, Area Perikanan, dan Area Peternakan.
f. Out Bond
g. Laboratorium Komputer
h. Laboratorium IPA
i. Laboratorium Bahasa
j. Perpustakaan
k. Ruang Kelas dengan fasilitas Music Room
l. Kamtin Sekolah
m. Antar Jemput
n. Keamanan 24 Jam
o. Dan lain-lain
F. Kegiatan Ekstrakulikuler Sekolah/Pengembangan Diri
a. Renang
b. Sepak Bola
c. Taekwondo
d. Basket
e. Pramuka
f. PMR (Palang Merah Remaja)
g. BTQ (Baca Tulis Al-Qur’an)
h. Kaligrafi
i. Menggambar
j. Mewarnai
k. Band
l. Drum Band
m. Bahasa Inggris
n. Sempoa
o. Bimbel (Bimbingan Belajar)
p. KIR (Kegiatan Ilmiah Remaja)
q. Bahasa Arab
r. Bahasa Jepang
G. Sturktur dan Muatan Kurikulum
Kurikulum yang diterapkan di Sekolah Islam Terpadu Al-Madinah adalah
kurikulum Iptaq, yaitu kurikulum yang menggabungkan Kurikulum Diknas (Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi) dengan Kurikulum Pesantren (Iman dan Taqwa). Ciri
khas Kurikulum Iptaq adalah:
a. Beban mata pelajaran eksak lebih banyak dan lebih padat.
b. Beban mata pelajaran agama lebih banyak dan lebih dinamis.
c. Menerapkan tiga bahasa sebagai bahasa percakapan sehari-hari; Bahasa
Indonesia, Inggris, dan Arab:
- Monday and Wednesday, English Day.
- Tuesday and Thursday, Arabic Day.
- Friday and Saturday, Indonesian Day.
d. Menerapkan metode pelajaran praktik utuk menggali kemampuan kognitif,
afektif, dan psikomotorik melalui kebun siswa.
e. Sebelum kegiatan belajar mengajar, selalu dimulai dengan Shalat Dhuha
bersama-sama dan diakhiri dengan Shalat Ashar berjamaah.
f. Setiap bulan selalu diadakan pengajian bulanan, wajib diikuti oleh seluruh
orangtua siswa, siswa, dewan guru dan staf yayasan.
No Keterangan Diknas Al-Madinah
1 Pendidikan Agama 2 Jam 2 Jam
2 PKN 2 Jam 2 Jam
3 Bahasa Indonesia 4 Jam 4 Jam
4 Bahasa Inggris 4 Jam 4 Jam
5 Matematika 4 Jam 4 Jam
6 IPA 4 Jam 4 Jam
7 IPS 4 Jam 4 Jam
8 Seni Budaya 2 Jam 2 Jam
9 Pendidikan Jasmani 2 Jam 2 Jam
10 TIK (Komputer) 2 Jam 2 Jam
11 Bahasa Sunda 2 Jam 2 Jam
12 Eglish Conversation - 2 Jam
13 Arabic Conversation - 2 Jam
14 Bahasa Arab - 2 Jam
15 Al-Qur’an dan Tahfibz - 2 Jam
16 Teknologi Pertanian - 2 Jam
Total Jam 30 Jam 40 Jam
Tebel Kurikulum. 1
1. Struktur Kurikulum
Mengacu pada Permendiknas nomor 22, 23, dan 24 tahun 2006 tentang standar
Isi, Standar Kompetensi Lulusan dan ketentuan pelaksanaannya diatur daerah Propinsi
Jawa Barat tentang muatan lokal wajib serta dengan mempertimbangkan tuntutan
kecakapan hidup dan kebutuhan masyarakat yang bersifat agamis dan sesuai dengan
kemampuan sekolah, maka SMA Islam Terpadu Al-Madinah memutuskan untuk
menerapkan Kurikulum Terpadu Satuan Pengajaran (KTSP) baru pada kelas X,
sementara kelas XI-IPS, XII-IPS, dan XII-IPA masih tetap menggunakan kurikulum
2004 (KBK). Adapun struktur kurikulum untuk kelas X tersebut adalah sebagai
berukut:
Mata Pelajaran Kelas
X XI-S(* XII-S(* XII-A(*
1. Pendidikan Agama 2 2 2 2
2. Pendidikan Kewarganegaraan 2 2 2 2
3. Bahasa Indonesia 4 4 4 4
4. Bahasa Inggris 4 4 4 4
5. Matematika 4 4 4 4
6. Fisika 2 - - 4
7. Biologi 2 - - 4
8. Kimia 2 - - 4
9. Ekonomi 2 4 4 -
10. Sosiologi 2 3 3 -
11. Geografi 1 3 3 1
12. Sejarah 1 3 3 1
13. Seni Budaya 2 2 2 2
14. Pendidikan Jasmani 2 2 2 2
15. TIK 2 2 2 2
16. Bahasa Jepang 2 2 2 2
17. Muatan Lokal:
a. Bahasa Sunda
b. Bahasa Arab
c. Al-Qur’an dan Tahfidz
2
1
1
-
1
1
-
1
1
-
1
1
18. Pengembangan Diri 2*) 2*) 2*) 2*)
Jumlah 40 39 39 40
Tabel Kurikulum. 2
Keterangan:
(* Untuk kelas XI-S, XII-A, XII-S KTSP belum terlaksana
2*) Ekuivalen 2 jam pembelajaran (di luar jam)
2. Muatan Kurikulum
a. Mata pelajaran
Mata pelajaran Wajib:
1. Kelas X
Pendidikan Agama Islam, Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia,
Bahasa Inggris, Matematika, Fisika, Biologi, Kimia, Ekonomi, Sosiologi,
Geografi, Sejarah, Seni Budaya, Pendidikan Jasmani, TIK, dan Bahasa Jepang.
2. Kelas XI-IPS
Pendidikan Agama Islam, Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia,
Bahasa Inggris, Matematika, Ekonomi, Sosiologi, Geografi, Sejarah, Seni
Budaya, Pendidikan Jasmani, TIK, dan Bahasa Jepang.
3. Kelas XII-IPS
Pendidikan Agama Islam, Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia,
Bahasa Inggris, Matematika, Ekonomi, Sosiologi, Geografi, Sejarah, Seni
Budaya, Pendidikan Jasmani, TIK, dan Bahasa Jepang.
4. Kelas XII-IPA
Pendidikan Agama Islam, Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia,
Bahasa Inggris, Matematika, Fisika, Biologi, Kimia, Geografi, Sejarah, Seni
Budaya, Pendidikan Jasmani, TIK, dan Bahasa Jepang.
5. Muatan Lokal
Muatan Lokal terdiri atas mata pelajaran Bahasa Sunda, Bahasa Arab, Al-
Qur’an dan Tahfidz, serta pengembangan diri.
b. Kegiatan Pengembangan Diri
1. Tujuan
Kegiatan Pengembangan Diri bertujuan memberikan kesempatan kepada
peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai
dengan kebutuhan, minat setiap peserta didik sesuai dengan kondisi
sekolah.
Secara khusus pengembangan diri bertujuan:
- Meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan YME.
- Meningkatkan kecintaan terhadap tanah air
- Memupuk jiwa sportivitas
- Pembentukan karakter
2. Pelaksanaan
Kegiatan pengembangan dilaksanakan di bawah bimbingan para guru dan
pelatih/instruktur serta dikoordinasi oleh guru BK. Kegiatan ini meliputi
kegiatan ekstrakulikuler dan pelayanan konseling, terdiri atas:
- Kegiatan pelayanan BK
- Pengembangan Karier
- Kelompok kesenian dan olah raga
- Kepemimpinan
- Kelompok ilmiah remaja (KIR)
- Keagamaan (ROHIS)
c. Pengaturan Beban Belajar
1. Jam pembelajaran untuk setiap mata pelajaran dialokasikan
sebagaimana tertera dalam struktur kurikulum, yaitu 45 menit per jam
pelajaran, 40 dan 39 jam pelajaran per minggu. Pengaturan alokasi
waktu untuk setiap mata pelajaran yang terdapat pada semerter ganjil
dan genap dalam satu tahun ajaran dapat dilakukan secara fleksibel
dengan jumlah beban belajar yang tetap.
2. Alokasi waktu untuk penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak
terstruktur maksimal 50% dari waktu kegiatan tatap muka mata
pelajaran yang bersangkutan. Pemanfaatan alokasi waktu tersebut
mempertimbangkan potensi dan kebutuhan peserta didik dalam
mencapai kompetensi tanpa membebani siswa.
d. Ketuntasan Belajar
Ketuntasan belajar setiap indikator yang dikembangkan sebagai suatu
pencapaian hasil belajar dari suatu kompetensi dasar berkisar antara 0-100%.
Kriteria ideal ketuntasan untuk masing-masing indikator 75%. Sekolah harus
menentukan kriteria ketuntasan minimal dengan mempertimbangakan tingkat
kemampuan rata-rata peserta didik serta kemampuan sumber daya pendukung
dalam penyelenggaraan pembelajaran. Sekolah secara bertahap dan
berkelanjutan selalu mengusahakan peningkatan kriteria ketuntasan belajar
untuk mencapai kriteria ketuntasan ideal.
Dengan memperhatikan tiga aspek dalam penentuan KKM, yaitu
Intake Siswa, Kompleksitas dan Daya Dukung Sekolah, maka SMA Islam
Terpadu Al-Madinah menetapkan KKM mata pelajaran sebagai berukut:
KOMPONEN KKM KELAS
X XI-S XII-S XII-A
1. Pendidikan Agama 73 74 78 78
2. Pendidikan Kewarganegaraan 69 69 71 71
3. Bahasa Indonesia 66 69 72 72
4. Bahasa Inggris 63 65 71 71
5. Matematika 65 68 72 72
6. Fisika 64 - - 70
7. Biologi 72 - - 76
8. Kimia 71 - - 73
9. Ekonomi 72 74 75 -
10. Sosiologi 70 70 73 -
11. Geografi 73 75 76 76
12. Sejarah 71 72 74 74
13. Seni Budaya 69 70 73 73
14. Pendidikan Jasmani 72 73 75 75
15. TIK 74 75 77 77
16. Bahasa Jepang 72 74 75 75
17. Muatan Lokal:
a. Bahasa Sunda
b. Bahasa Arab
c. Al-Qur’an dan Tahfidz
71
69
72
-
71
73
-
72
75
-
72
75
Rata-Rata 69,89 71,46 73,93 73,75
Tabel Kurikulum. 3
e. Kenaikan Kelas, Kelulusan, dan Penjurusan
1. Kenaikan Kelas
Kenaikan kelas dilaksanakan pada setiap akhir tahun ajaran.
Kriteria kenaikan kelas diatur oleh Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat.
Peserta didik dinyatakan naik kelas bila:
a. Menyelesaikan seluruh program pembelajaran yang dinyatakan
dengan nilai untuk setiap mata pelajaran.
b. Nilai untuk setiap mata pelajaran lebih besar dari 5,00.
c. Jumlah mata pelajaran yang tidak mencapai KKM tidak lebih
dari empat mata pelajaran.
d. Kehadiran siswa dalam KBM minimal 85% dari jumlah
kehadiran KBM efektif.
2. Kriteria Penjurusan
Penjurusan kelas dilaksanakan mulai kelas XI (pada semester I),
meliputi program Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Ilmu Pengetahuan Sosial
(IPS), dan Bahasa. Kriteria penjurusan kelas diatur oleh sekolah, antara
lain:
a. Minat siswa/i, nilai akademik, pertimbangan konseling, dan
orangtua/wali siswa/i.
b. Nilai akademik untuk penjurusan Ilmu Pengetahuan Alam
(IPA) meliputi: Matematika, Fisika, Biologi, dan Kimia.
- Rata-rata nilai semester I dan II (Matematika, Fisika,
Biologi, dan Kimia) adalah 75.
- Nilai (Matematika, Fisika, Biologi, dan Kimia) harus telah
mencapai nilai KKM.
c. Siswa yang tidak memenuhi kriteria penjurusan Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA) berarti mengikuti program penjurusan
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).
3. Kelulusan
Sesuai dengan ketentuan PP 19/2005 Pasal 72 Ayat (1), peserta
didik dinyatakan lulus dari satuan pendidikan, pada pendidikan dasar dan
menengah setelah:
a. Menyelesaikan seluruh program pembelajaran.
b. Memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk
seluruh mata pelajaran kelompok mata pelajaran agama dan
akhlak mulia, kelompok kewarganegaraan dan kepribadian,
kelompok mata pelajaran estetika, dan kelompok mata
pelajaran jasmani, olah raga, serta kesenian.
c. Lulus ujian sekolah untuk kelompok mata pelajaran Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi.
d. Lulus Ujian Nasional (UN).
BAB IV
METODE BIMBINGAN DAN PENYULUHAN SEKOLAH MENENGAH
ATAS ISLAM TERPADU AL-MADINAH, BOGOR, DALAM MENANGANI
SISWA BERMASALAH
A. Temuan
1. Masalah Kenakalan Siswa/i di SMAIT Al-Madinah, Bogor
Masalah yang sering terjadi di Sekolah Menengah Atas Islam Terpadu al-
Madinah, Bogor, adalah puberitas.40 Kata pubertas berasal dari kata latin yang berarti
usia menjadi orang, suatu periode dalam mana anak dipersiapkan untuk mampu
menjadi individu yang dapat melaksanakan tugas biologis berupa melanjutkan
keturunannya atau berkembang biak. Perubahan-perubahan biologis berupa mulai
bekerjanya organ-organ reproduktif dan disertai pula oleh perubahan-perubahan yang
bersifat psikologis.
Saat anak meningkat remaja, tidak sedikit orang tua yang bersusah hati karena
anak-anaknya yang telah remaja menjadi keras kepala, sukar diatur, mudah
tersinggung, sering melawan, dan sebagainya. Bahkan ada orang tua yang benar-benar
panik memikirkan kelakuan anaknya yang telah remaja, seperti sering bertengkar,
berbuat sesuatu yang melanggar aturan, nilai-nilai moral dn norma-norma agama.
Sehingga timbul lebel pada dirinya sebagai anak nakal atau cross boy/cross girl.
Para ahli jiwa tidak ada yang memiliki kata sepakat terhadap masa remaja.
Mereka hanya sepakat dalam menentukan permulaan masa remaja, yaitu dengan
dimulainya kegoncangan yang ditandai dengan datangnya haidh (menstruasi)41
40 Wawancara pribadi dengan Bapak Heru Dayatullah, S. Fil. I, Bogor, Rabu, 04 Mei 2008. 41 Di jelaskan dalam Alquran mengenai Haid dalam Surat Al-Baqarah (2) ayat 222 yang
pertama bagi wanita dan mimpi basah pada pria. Kejadian ini tidak sama antara satu
anak dengan yang lainnya. Ada yang mulai pada umur 12 tahun atau sebelumnya, dan
ada juga yang berumur 13 tahun sebagai permulaan masa remaja.42
Menurut Islam, kanak-kanak mulai dapat membedakan perkara yang baik dan
buruk setelah mencapai mumayyidz, yaitu berumur tujuh tahun. Pada saat inilah orang
tua atau penjaganya patut melatih anak mengerjakan ibadah yang wajib. Apabila anak
mencapai umur baligh, mereka wajib melaksanakan semua perintah agama dan
menjauhkan segala larangan-Nya. Lingkungan baligh ialah mencapai umur 15 tahun
atau kanak-kanak lelaki sudah bermimpi bersetubuh dan anak perempuan pula telah
keluar haid dalam usia antara 9 hingga 15 tahun.
Ciri-ciri utama dan umum periode pubertas adalah sebagai berikut:
a. Pubertas merupakan periode transisi dan tumpang tindih. Dikatakan transisi
sebab pubertas berada dalam peralihan antara masa kanak-kanak dengan
masa remaja. Dikatakan tumpang tindih sebab beberapa ciri biologis-
psikologis kanak-kanak masih dimiliknya, sementara beberapa ciri remaja
dimilikinya pula.
b. Pubertas merupakan periode terjadinya perubahan yang sangat cepat.
Perubahan dari bentuk tubuh kanak-kanak pada umumnya ke arah bentuk
tubuh orang dewasa. Terjadi pula perubahan sikap dan sifat yang
menonjol, terutama terhadap teman sebaya lawan jenis, terhadap
permainan dan anggota keluarga.
c. Pertumbuhan dan perkembangan fisik. Secara umum terjadi pertumbuhan
Artinya : “Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah “Haid itu adalah kotoran … “
42 Prof. DR. Zakiah Darajat, “Ilmu Jiwa Agama,” (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), Cet. Ke- 14, h. 71.
dan perkembangan fisik yang sangat pesat dalam masa pubertas. Tubuhnya
mulai menunjukkan mekar-tubuh yang membedakannya dengan tubuh
kanak-kanak. Sebagian ciri pubertas yang dia miliki ditunjukkan dalam
sikap, perasaan, keinginan, dan perbuatan-perbuatan. Sikapnya yang paling
menonjol antara lain sikap tidak tenang dan tidak menentu. Pertumbuhan
dan perkembangan badannya, tumbuh normal, sesuai dengan usianya.
Berat badannya 40 kg, dan tinggi badannya.
d. Pertumbuhan dan perkembangan Biologis – Psikologis Masa Pubertas
a. Ciri-ciri seks primer
Perkembangan organ-organ seks wanita ditandai dengan
adanya haid pertama atau “menarche” yang disertai dengan berbagai
perasaan tidak enak bagi yang mengalaminya. Haid (menstruasi)
yang pertama kali dia alami pada usia 9 tahun. Jika dilihat dari
usianya saat ia mengalami menstruasi, ia masih dalam masa kanak-
kanak akhir. Cukup mengejutkan dirinya saat ia mengalami
menstruasi pertama, karena usia dan sifatnya yang masih kekanak-
kanakan. Setelah menstruasi itu ia alami beberapa kali, ia mulai bisa
dan mengerti bahwa dirinya telah tumbuh menjadi seorang remaja.
Sedikit demi sedikit dan perlahan demi perlahan ia mulai bisa
meninggalkan kebiasaan sifat kekanak-kanakannya. Menurut Rogers
(1985) perkembangan seks wanita di masa remaja lebih dahulu
berkembang daripada laki-laki. 43
43 Narcisma adalah merujuk kepada ketagihan cinta dan ingin dicintai untuk mendapatkan
kasih sayang pada diri sendiri. Pada masa kanak-kanak, perasaan cinta dan dicintai di arah dan disandarkan kepada ibu bapa atau keluarga. Apabila anak itu mencapai remaja, perasaan narcisma ini memuncak kerana remaja mengalami rasa kesunyian (Emotional Vacumm) yang hebat kesan daripada
a. Ciri-ciri seks sekunder
Gejala yang mulai ditunjukkan dari dirinya yaitu :
- Pinggul yang membesar dan membulat
- Dada yang semakin nampak menonjol
- Tumbuhnya rambuh di daerah kelamin, ketiak, lengan dan kaki
- Perubahan suara dari suara kanak-kanak menjadi lebih merdu
(melodius)
- Kelenjar keringat lebih aktif dan sering tumbuh jerawat
- Kulit menjadi lebih besar dibanding kulit anak-anak.
Saat mengamati segala hal di lingkungan sekitar kita, baik kehidupan manusia,
binatang, tumbuhan, maupun benda-benda anorganing, kita akan melihat satu hal
yang pasti, yaitu selalu adanya perubahan. Perubahan ini pun terjadi pada manusia
yang bermula dari janin, bayi, kanak-kanak, anak, pemuda, adolesen, orang tua dan
dengan segala variasinya sendiri. Karena hal ini tergantung pada lingkungan di sekitar
yang mempengaruhi perkembangan individu itu sendiri. Perkembangan yang dialami
manusia bukan hanya secara biologis, namun juga psikis.
Pubertas merupakan sebuah masa di mana seseorang berada dalam fase
pelepasan masa kanak-kanak dan fase sebelum dewasa.44 Masa puber ini merupakan
fase perpanjangan masa kanak-kanak sebelum mencapai dewasa. Masa usia remaja,
peralihan masa untuk berdikari dan memperluaskan rekan sosial yang sesuai. Narcisma amat kuat wujud pada gadis remaja kerana perempuan dari segi biologinya bersifat pasti di mana ia memerlukan seseorang untuk membantu dan membimbingnya keluar dari rasa kesunyian itu. Berdasarkan faktor inilah kita dapati aktiviti bercinta dan faktor tukar pasangan di kalangan remaja adalah lumrah, tetapi gadis remaja lebih dulu terlibat dengan aktiviti bercinta berbanding dengan remaja lelaki yang sebaya dengan umurnya. Jika narcisma ini digunakan secara positif maka remaja akan menentukan dirinya tidak mudah dieksploitasi oleh orang lain. Sekiranya narcisma di salah gunakan karena remaja mempunyai konsep diri yang salah atau kelalaian ibu bapa memberi kasih sayang maka remaja akan memburu narcisma di luar untuk memenuhi rasa kesunyian seperti menghisap dadah, mengikut geng, berpeleseran, berzina, cinta rekan sejenis dan seumpamanya.
44 Prof. DR. Zakiah Darajat, “Ilmu Jiwa Agama,” (Jakarta: CV. Haji Mas Agung, 1988), Cet. Ke-1, h. 69.
biasanya seseorang selalu bertingkah laku seolah-olah seperti orang dewasa dengan
cara mencontoh orang dewasa di sekitarnya. Secara sosial dan ekonomi mereka masih
bergantung kepada orang tua dan belum dapat diberi tanggung jawab atas segala hal.
Dan biasanya mereka menerima kedudukan seperti itu.
Masa remaja pada umumnya tidak datang secara tiba-tiba, tetapi melalui
pertumbuhan yang simultan. Tidak ada pemisah yang memagari/membatasi secara
jelas. Di akhir masa kanak-kanak akhir sebenarnya terjadi masa menjelang
kedatangan masa remaja, yang disebut masa pueral dalam waktu yang singkat. Masa
remaja termasuk masa yang sangat menentukan karena pada masa ini anak-anak
mengalami banyak perubahan pada psikis dan fisiknya. Terjadinya perubahan
kejiwaan menimbulkan gejolak kebingungan di kalangan remaja sehingga masa ini
disebut oleh orang barat sebagai periode strum und drang. Sebabnya mereka
mengalami banyak gejolak emosi dan tekanan jiwa sehingga mudah menyimpang dari
aturan dan norma-norma sosial yang berlaku di kalangan masyarakat.
Ada pula ahli psikolog yang menganggap masa remaja sebagai peralihan dari
masa anak ke masa dewasa, yaitu saat-saat ketika anak tidak mau lagi diperlakukan
sebagai anak-anak, tetapi dilihat dari pertumbuhan fisiknya ia belum dapat dikatakan
dewasa. Beberapa ciri remaja yang menonjol perlu diperhatikan oleh orangtua dan
para pendidik. Umumnya remaja dilanda gelisah. Di satu pihak, ia ingin mencari
pengalaman.
Di lain pihak, ia merasa dirinya belum mampu untuk malakukan semua hal itu.
Di satu pihak, kadang kala remaja merasa pendapatnya tidak sesuai lagi dengan
pendapat orangtuanya sendiri tetapi di pihak lain, remaja belum mampu melepaskan
dirinya secara tuntas dari perlindungan orang tua. Ia berkeinginan besar untuk
mencoba segala sesuatu termasuk ingin mencoba tindakan-tindakan yang dilakukan
oleh orang dewasa. Ia ingin menjelajahi lingkungan yang lebih luas lagi dari pada
lingkungan keluarga. Banyak remaja putra mulai berkhayal tentang prestasi dan
karier. Banyak remaja puteri mulai bersolek dengan kosmetik gaya terbaru.
Di dalam diri individu yang sedang puber, biasanya selalu tersirat keinginan
berbuat heroik, romantis, dan berkuasa. Jika hasrat dan perasaan ini tidak terkontror
dengan baik, maka akan berdampak pada prestasi yang menurun dan tingkah-laku
yang devian. Apabila hal ini tidak diantisipasi oleh sekolah, seorang siswa akan
menjadi sangat berbahaya bagi siswa lain dan nama baik sekolah. Bahanyanya bukan
hanya berdampak pada sekolah, melainkan keluarga, masyarakat, bahkan bangsa dan
negara. Dasar dari semua ini menurut Prof. Dr. Zakiah Darajat adalah
ketidakpuasan.45
Terlihat bahwa pada diri seseorang timbul perasaan yang tidak enak, yang
mengakibatkan timbulnya perasaan gelisah pada dirinya. Dengan perasaan gelisah ini
kadang-kadang orang yang sedang puber senang melakukan tindakan yang sifatnya
mengganggu ketentraman orang lain. Karena menurutnya dengan cara membuat onar
egonya akan merasa puas.
Puberitas ini yang sering menjadi pongkol persoalan siswa/i bermasalah
SMAIT Al-Madinah, Bogor. Karena di masa puber ini tingkah laku mereka berubah
dan cenderung mengganggu konsentrasi dan prestasi belajar bahkan sikap serta
perilaku mereka. Contoh kongkrit yang sering terjadi dalam hal ini adalah pacaran,
ketakutan, ragu-ragu, manja, dan emosional.46
Dalam psikologi perkembangan masalah puberitas merupakan suatu hal yang
wajar dan alamiah. Karena masa puber merupakan fase peralihan dari masa kanak-
45 Prof. DR. Zakiah Darajat, “Kesehatan Mental,” h. 111. sedangkan menurut R. A. Koesnoen
siswa bermasalah dimulai dari sifat kodrati anak yang ingin mencari pengalaman dan petualangan. R. A. Koesnoen, ”Politik Pelajaran Nasional,” (Bandung: Sumur Batu, 1996), h. 175.
46 Wawancara pribadi dengan Bapak Heru Dayatullah, S. Fil. I, Bogor, Rabu, 04 Mei 2008.
kanak ke masa remaja. Hanya saja di fase remaja ini seorang anak harus benar-benar
mendapatkan bimbingan yang serius guna membentengi masa peralihan dirinya agar
tumbuh dengan baik.
Memang tidak mudah untuk mendidik anak remaja, perlu kesabaran dan
keiklasan dalam mendidiknya. Berhadapan dengan remaja dalam usia ini, dari orang
tua atau para pendidik di sekolah SMAIT Al-Madinah, Bogor diharapkan usahanya
untuk menunjukan pengertian. Para guru harus mencoba mendalami apa yang sedang
bergejolak dalam sanubari remaja. Bilamana seorang guru memberikan pengertian
maka remaja merasa dirinya dihargai, dihormati, dan diperhatikan.
Para guru harus menumbuhkan sikap seni mendengarkan. Seorang guru tidak
perlu bersikap selalu menggurui dengan banyak ceramah. Kadang-kadang bersikap
diam sangatlah menguntungkan. Biarkan remaja mengungkapkan kecemasan,
harapan, cita-cita, dan keinginan sendiri. Setelah mendengar dan memahami masalah
remaja, orang tua atau para pendidik di SMAIT Al-Madinah, Bogor harus mencari
tindakan edukatif yang dapat memekarkan perkembangan pribadi remaja. Sikap yang
bijaksana adalah membiarkan remaja mengambil prakarsa, selalu siap berdialog dan
berkonsultasi dengan remaja, rela mendengarkan pendapat mereka, saran, gagasan,
dan malahan kritik dari remaja. Dalam iklim saling menghargai, orang tua dan
pendidik dapat mempengaruhi sikap dan pandangan hidup remaja.
Jika guru di sekolah ingin meluruskan siswa/i bermasalah di sekolah, maka
seharusnya gunakan cara yang baik, lemah lembut, dan memberi pertolongan serta
bimbingan. Kalau kekerasan digunakan, maka orang akan menjauhkan diri daripada
kita.47 Dalam menyampaikan pesan kebenaran kepada remaja yang harus diperhatikan
47 Hal ini sebagaimana Allah SWT jelaskan dalam Surah Ali’-Imran:159 yang artinya:
” Maka berkat rahmat Allah enkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka.
oleh seorang guru adalah metode. Karena terkadang metode lebih penting daripada
pesan yang ingin kita sampaikan.48
2. Faktor Kenakalan Siswa/i SMAIT Al-Madinah, Bogor
Orang tua dan masyarakat biasanya selalu prihatin terhadap kaum remaja.
Karena sikap mereka yang cenderung menentang orang yang lebih tua dan nilai-nilai
serta aturan yang ada si lingkungan di sekitarnya. Mereka seolah-olah merasa senang
kalau orang lain menjadi cemas. Sikap memberontak kaum remaja bukan saja
disebabkan karena mereka tak sabar untuk membebaskan diri dari pengawasan orang
tuanya dalam persoalan hak dan kewajiban. Meskipun secara de facto kehidupan
mereka masih bergantung pada orang tuanya.
Banyak sekali faktor-faktor atau sebab-sebab yang mempengaruhi seorang
siswa/i melakukan masalah. Hanya saja secara garis besar pangkal soal masalah-
masalah siswa/i dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:49
1. Internal; sebab-sebab yang berpangkal dari kondisi si murid itu sendiri. Hal ini
bisa bermula dari adanya kelainan fisik (takut diejek karena adanya kelainan
fisik, seperti: juling, pincang dan lain sebagainya) maupun kelainan psikis
Sekiranya engkau bersikap kasar dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakal”. 48 Dalam konteks dakwah atau penyampaian, metode (thariqah) adalah cara atau model yang
digunakan oleh seorang da’i untuk menyampaikan pesan-pesan dakwahnya agar dapat diserap atau diterima oleh khalayak luas. Jadi metode merupakan salah satu variabel penting dalam melakukan bimbingan dan konseling. Lihat M. Munir dan Wahyu Ilham, “Manajemen Dakwah,” (Jakarta: Semesta Alam, 2004), Cet. Ke-1, h. 21-35.
49 Dalyono, “Psikologi Pendidikan,” (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), Cet. Ke-1, h. 261-265. lihat juga M. Arifin, ”Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama,” hal. 81. Sedangkan menurut Sarlito Wirawan Sarwono dalam bukunya “Psikologi Sosial; Psikologi Kelompok dan Psikologi Terapan,” ada dua faktor yang menyebabkan individu tidak mau conform/patuh atau menolak tekanan sosial, yaitu: (i) Jika ia merasa kebebasan atau hak-hak pribadinya terancam. Dalam keadaan ini ia akan melakukan perlawanan dan (ii) Setiap orang ingin tampil unik. Untuk lebih jelasnya, Iihat Sarlito Wirawan Sarwono dalam bukunya “Psikologi Sosial; Psikologi Kelompok dan Psikologi Terapan,” (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), Cet. Ke-3, h 188.
(kelainan yang terjadi pada kemampuan berpikir (kecerdasan) seorang anak,
seperti: lambat menangkap pelajaran, IQ lemah, ”tulalit”, dan sebagainya).
2. Eksternal; sebab-sebab yang hadir dari luar diri si murid. Sebab-sebab
eksternal berpangkal dari keluarga, lingkungan atau pergaulan, salah asuh atau
pengalaman hidup yang tak menyenangkan.
Sikap memberontak dan bersaing pada kaum remaja beraneka ragam
bentuknya dan tergantung pada masyarakat disekelilingnya, kepribadiannya sendiri,
dan didikan orang tua di rumah. Dalam hal ini, orang tua merupakan sosok individu
segaligus figur utama yang memegang peranan penting terhadap pembentukan
karakter anak di masa remaja. Jika orang tua mendidiknya dengan baik, maka prilaku
seorang anak di masa remaja juga akan baik. Sebaliknya, jika anakan tidak terdidik
dengan baik, maka akan terbangun karakter anak yang kurang baik saat tumbuh
dewasa.
Inti masalah yang dihadapi oleh kaum remaja yang lebih dewasa dan yang
lebih muda, seperti yang dijelaskan oleh Erik Erikson dalam buku-bukunya Yauong
Man Luther end Identity: Youth end Crisis, adalah untuk mencari identitas diri. Untuk
menjadi seorang manusia dewasa yang efektif, bagaimanapun juga mereka haruslah
melepaskan diri dari ketergantungannya pada orangtua, bukan saja untuk
meninggalkan rumah tapi juga untuk mengembangkan ide-ide dan menolong diri
mereka sendiri sehingga mereka dapat membantu memecahkan problema yang
dihadapi masyarakat dimana mereka akan menggabungkan diri sampai akhir
hayatnya.
Berdasarkan pandangan Islam dan sokongan teori psikologi konseling barat,
punca kenakalan remaja dibagi pada empat faktor, yaitu:
1. Faktor keluarga
Akhlak anak bermula di rumah. Anak sejak kecil dan sebahagian besar
masanya berada dalam lingkungan keluarga. Ini menunjukkan perkembangan
mental, fizikal dan sosial adalah di bawah kawalan ibu bapa atau tertakluk
kepada skrip hidup yang berlaku dalam sesebuah rumahtangga. Oleh yang
demikian jika anak remaja menjadi nakal atau liar maka kemungkinan besar
puncanya adalah berasal dari pembawaan keluarga itu sendiri. Isu pembawaan
keluarga itu ialah;
a. Status ekonomi ibu bapa yang rendah dan dhaif di mana anak
membesar dalam keadaan terbiar.
b. Kehidupan ibu bapa yang bergelumbang dengan maksiat.
c. Ibu bapa lebih mementingkan kerjaya atau pekerjaan daripada
menjaga kebajikan keluarga.
d. Rumahtangga yang tidak kukuh atau bercerai berai.
e. Syiar Islam tidak kukuh dalam rumah tangga.
2. Faktor Peribadi Yang Kotor.
Peribadi yang kotor adalah merujuk kepada seseorang yang rosak
akhlaknya atau mempunyai sifat-sifat yang keji (mazmumah) seperti pemarah,
tamak, dengki, pendendam, panas baran, sombong, tidak amanah dan
seumpamanya. Keadaan ini berlaku kerana individu itu telah dikuasai oleh
naluri agresif dan tidak rasional yang mewakili nafsu kehaiwanan, hasil
daripada pendendam dan pengalaman yang diterima sejak kecil. Peribadi yang
kotor mungkin telah bermula sejak kecil dan kemudian diperkukuh pula bila
anak itu melalui zaman remaja. Dengan lain-lain perkataan peribadi fitrah
anak telah terencat dan menjurus kepada pribadi yang kotor hasilnya.
3. Faktor sekolah.
Sekolah merupakan tempat memberi pengajaran dan pendidikan kedua
kepada anak selepas ibu bapa. Faktor sekolah yang boleh mempengaruhi anak
ialah:
a. Disiplin sekolah yang longgar.
b. Ibu bapa tidak mengambil tahu kemajuan dan pencapaian anak di
sekolah.
b. Guru tidak mengambil tahu masalah yang dihadapi oleh murid-murid.
4. Faktor Lingkungan
Faktor persekitaran adalah merujuk kepada peranan masyarakat, multi-
media dan pusat-pusat hiburan yang menyediakan pelbagai produk yang boleh
menggalakkan dan meningkatkan rangsangan seksual.
Saat wawancara dengan guru BP di SMAIT Al-Madinah, Bogor rumah
merupakan slah satu faktor penyebab seorang siswa/i membuat masalah di sekolah.50
Karena itu, seorang guru dan orang tua harus bersinergis dalam menangani masalah
siswa/i di sekolah guna menghasilkan penyelesaian masalah siswa/i secara masif dan
total sampai pada akar permasalahannya.
3. Metode Bimbingan dan Penyuluhan SMAIT Al-Madinah, Bogor Terhadap
Siswa/i Bermasalah
Seorang siswa/i dikategorikan sebagai anak yang bermasalah apabila ia
menunjukkan gejala-gejala penyimpangan dari perilaku yang lazim dilakukan oleh
anak-anak pada umumnya. Bentuk penyimpangan ini ada yang bentuknya sederhana
(misal: mengantuk di kelas, terlambat datang kesekolah, suka menyendiri), dan ada
50 Wawancara pribadi dengan Bapak Heru Dayatullah, S. Fil. I, Bogor, Rabu, 04 Mei 2008.
juga yang ekstrim (misal: bolos sekolah, membawa narkoba ke sekolah, tidak sopan
kepada guru dan temannya).
Bentuk-bentuk masalah yang dihadirkan oleh siswa/i dapat dibagi menjadi dua
sifat, yaitu regresif dan agresif. Bentuk-bentuk yang bersifat regresif antara lain; suka
menyendiri, pemalu, penakut, mengantuk, dan semacamnya. Sedangkan yang bersifat
agresif antara lain; berbohong, membuat onar di kelas, memeras teman, beringas, dan
berperilaku yang tidak sesuai dengan peraturan sekolah.
Perilaku yang bersifat regresif biasanya ditunjukkan oleh anak-anak dengan
kepribadian introvert (tertutup) dan yang bersifat agresif biasanya ditunjukkan oleh
anak-anak yang berkepribadian extrovert (terbuka). Meskipun demikian, ini tak bisa
dijadikan patokan yang final. Apabila kita sinkronkan antara bentuk-bentuk kenakalan
dan faktor-faktor penyebabnya, maka kita akan dapati bahwa ada hubungan yang
kolektif antara keduanya. Pemahaman terhadap keduanya akan membuat penanganan
terhadap masalahnya menjadi semakin mudah.
Sebagai suatu contoh ada seorang siswa/i yang suka melanggar peraturan
sekolah. Untuk menangani masalah ini seorang wali kelas atau petugas BP terlebih
dahulu harus melihat sebab dari siswa/i tersebut. Membolos misalnya, bukan pada
hukuman apa yang pantas diberikan kepada siswa/i tersebut, tetapi apa penyebabnya.
Karena seorang siswa/i membolos pasti ada beberapa faktor kemungkinan, apakah dia
tidak suka kepada cara guru mengajar, tidak suka terhadap sikap guru yang terlalu
keras, atau yang lainnya. Pemahaman terhadap faktor-faktor penyebab akan
memudahkan seorang wali kelas atau guru BP dalam penyelesaian masalah.51 Metode
ini merupakan nalar kausalitas, sebab-akibat. Maka untuk mencari penyelesaian atau
51 Dalam memberikan hukuman (punishment) kepada siswa bermasalah, biasanya pihak
sekolah memberlakukan skorsing dan di keluarkan. Selain itu, pihak sekolah juga kadang menggunakan tindakan represif kepada siswa/i yang bermasalah. Wawancara pribadi dengan Bapak Heru Dayatullah, S. Fil. I, Bogor, Rabu, 04 Mei 2008.
solusinya, seorang wali kelas atau petugas BP harus melacak sebab apa seorang
siswa/i sampai bisa melakukan hal demikian.
Secara ringkas dapat disimpulkan bahwa urgensinya meliputi ada pemahaman
secara lebih menyeluruh dan mendalam tentang perbedaan-perbedaan individual,
pengenalan diri apabila ada kecenderungan penyimpangan perilaku di antara para
siswa/i serta keuntungan lain bagi seorang guru, terutama guru BP, untuk mengetahui
teknik-teknik menyelesaikan masalah-masalah yang mereka hadapi.
Hal ini juga dianjurkan oleh Drs. Dalyono dalam menangani siswa/i
bermasalah sebagai berikut:52
a) Memanggil dan menerima anak yang bermasalah dengan penuh kasih sayang.
b) Dengan wawancara yang dialogis diusahakan dapat ditemukannya sebab-
sebab utama yang menimbulkan masalah.
c) Memahami keberadaan anak dengan sedalam-dalamnya.
d) Menunjukkan cara penyelesaian masalah yang tepat untuk direnungkan oleh
anak kemudian untuk dikerjakannya.
e) Menemukan segi-segi kelebihan anak agar kelebihan itu diaktualisir guru
untuk mengatasi kekurangannya.
f) Menanamkan nilai-nilai spiritual yang benar.
Dalam disiplin psikologi banyak seklai aliran-aliran pemikiran yang bisa kita
jadikan obat dalam menangani penyakit-penyakit jiwa seorang siswa/i bermasalah.
Dalam konteks SMAIT Al-Madinah, Bogor metode bimbingan yang mereka gunakan
untuk menangani masalah ini adalah psikoanalisa dan transpersonal.
Seperti yang penulis bahas pada sub bab terdahulu bahwa persoalan kenakalan
siswa/i di SMAIT Al-Madinah, Bogor yang terjadi adalah masalah pubertas, seperti
52 Drs. Dalyono, “Psikologi Pendidikan,” h. 266-267.
pacaran, ketakutan, ragu-ragu, manja, emosional yang keseluruhannya kemudian
mempengaruhi prestasi dan perilaku perserta didik. Untuk menangani semua masalah
ini, SMAIT Al-Madinah, Bogor menerapkan bimbingan dan penyuluhan ala
psikoanalisa dan transpersonal.53 Metode bimbingan dan penyuluhan ini merupakan
bagian dari aliran-aliran dalam ilmu psikologi yang berkembang di abad 19.
Psikoanalisa dipelopori pertama kali oleh Sigmund Freud (1856-1939),
seorang psikolog dari Austria. Secara sistematis dan empiris Freud telah menunjukkan
bahwa pergolakan jiwa manusia itu tidak hanya melibatkan kelangsungan-
kelangsungan yang sadar bagi diri orang yang bersangkutan, tetapi juga melibatkan
pergolakan yang tidak sadar atau bawah sadar pada diri orang tersebut.54
Teori psikoanalisa Freud yang sangat terkenal adalah pembagian mind ke
dalam consciousness, preconsciousness dan unconsciousness. Freud mengembangkan
konsep struktur mind di atas dengan mengembangkan ‘mind apparatus’, yaitu yang
dikenal dengan struktur kepribadian Freud dan menjadi konstruknya yang terpenting,
yaitu id, ego dan super ego.55
Ego selalu menghadapi ketegangan antara tuntutan id dan superego. Apabila
tuntutan ini tidak berhasil diatasi dengan baik, maka ego terancam dan muncullah
kecemasan (anxiety). Dalam rangka menyelamatkan diri dari ancaman, ego
melakukan reaksi defensif /pertahanan diri. Hal ini dikenal sebagai defense
mecahnism yang jenisnya bisa bermacam-macam, all repression.
53 Dalam menerapkan metode psikoanalisa dan transpersonal, guru BP menggunakan
pendekatan psiko-sosial dan budaya. Wawancara pribadi dengan Bapak Heru Dayatullah, S. Fil. I, Bogor, Rabu, 04 Mei 2008.
54 Lihat W. A. Gerungan, Dipl. Psych, “Psikologi Sosial,” (Bandung: PT. Refika Aditama, 2004), Cet. Ke-1, h 16.
55 Isbandi Rukminto Adi, MPH, “Psikologi, Pekerjaan Sosial, dan Ilmu Kesejahteraan Sosial; Dasar-dasar Pemikiran,” (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994), Cet. Ke-1, h. 211-214.
Dalam pandangan Psikoanalisa Freud agama bukan merupakan inti perilaku
manusia, melainkan merupakan salah satu cara manusia dalam menyesuaikan diri
pada lingkungannya atau dalam istilah psikologi dinamakan coping behavior.56
Pengalaman spritual dalam psikonalisa dianggap sebagai pengalaman masa kecil yang
traumatis, terutama pengaruh ibu yang menderita kecemasan. Orang dikatakan gila
karena represi pengalaman traumatis tersebut dalam alam tak sadarnya. Sehingga
beberapa pelopor gerakan ”New Age”, menolak pendekatan psikonalisa dan
pendekatan lain yang memandang rendah dan negatif pengalaman-pengalaman
spiritual, sebagai akibat perubahan kondisi kesadaran (Altered States of
Consciousness). Mereka mendesak diakuinya angkatan keempat dalam bidang
psikologi, yakni transpersonal.
Istilah transpersonal sendiri pertama kalinya dipakai oleh Carl Gustav Jung
dalam bahasa Jerman, yakni “uberpersnolich” (transpersonal) yang artinya kurang
lebih sama dengan collective unconscious. Yakni bentuk ketidaksadaran kolektif yang
dimiliki oleh semua orang dari berbagai ras yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Dalam ketidaksadaran kolektif terdapat ribuan arketif, seperti ide tentang Tuhan,
anima, animus, arketif diri, yang beberapa di antaranya berkaitan dengan pengalaman-
pengalaman spiritual.
Psikologi transpersonal sebagai kekuatan atau mazhab keempat dalam bidang
psikologi itu sendiri dideklarasikan oleh Abraham Maslow.57 Di tahun 1968, ia
mengatakan,
”Saya melihat, psikologi humanistik sebagai angkatan ketiga psikologi sedang mengalami
56 Sarlito Wirawan Sarwono, “Psikologi Sosial; Psikologi Kelompok dan Psikologi Terapan,”
h. 242-243. 57 Pada paham psikologi humanisme, Abraham Maslow melihat bahwa manusia adalah suatu
keutuhan yang lebih menyeluruh yang mempunyai kebutuhan berjenjang lima. Yaitu, (i) kebutuhan fisiologis tubuh, (ii) kebutuhan akan keamanan, (iii) kebutuhan akan kebersamaan, (iv) kebutuhan akan penghargaan dan yang terakhir adalah (v) kebutuhan akan aktualisasi diri.
transisi, sedang mengalami persiapan menuju psikologi angakatan keempat yang lebih tinggi, transpersonal, transhuman, yang lebih berpusat kepada kosmos dari pada terhadap kebutuhan manusia, melewati kemanusiaan, identitas, aktualisasi diri dan semacamnya.”
Maslow menemukan bahwa aktualisasi diri pada beberapa orang memiliki
frekuensi puncak atau transendensi, dan pada beberapa orang lagi tidak. Ini
menegaskan suatu perbedaaan antara aktualisasi diri dan transendensi diri. Inilah
alasaan mengapa ada suatu pergerakan dari psikologi humanistik ke psikologi
transpersonal. Ada dua buku Maslow yang membahas masalah ini, yakni “Toward a
Psychologhy of Being” (1968) dan “The Farther Reaches of Human Nature” (1971).
Gagasan dasar dari psikologi transpersonal adalah dengan mencoba melihat
manusia selaras pandangan religius, yakni sebagai makhluk yang memiliki potensi
spiritual. Jika psikoanalisis melihat manusia sebagai sosok negatif yang dijejali oleh
pengalaman traumatis masa kecil, behaviorisme melihat manusia layaknya binatang,
humanistik bepijak atas pandangan manusia yang sehat secara mental, maka psikologi
transpersonal melihat semua manusia memiliki aspek spiritual,
yang bersifat ketuhanan.
Ada sekian banyak definisi yang diajukan untuk psikologi transpersonal ini.
Secara etimologi, transpersonal sendiri berakar dari kata trans dan personal. Trans
artinya di atas (beyond, over) dan personal adalah diri (self). Sehingga dapatlah
dikatakan bahwa transpersonal membahas atau mengkaji pengalaman di luar atau
batas diri, seperti halnya pengalaman-pengalaman spiritual. Di tahun 1992, setelah
melakukan penelaahan atas kurang lebih 40 definisi, maka Lajoie dan Saphiro, dua
orang pionir utama psikologi transpersonal, merangkum dan merumuskan pengertian
psikologi transpersonal yang lebih sesuai untuk kondisi saat ini:
”Transpersonal psychology is concerned with the study of humanity’s highest potential, and with the recognition, understanding, and realization of unitive, spiritual, and transcendent states of consciousness”.( Psikologi transpersonal mempunyai perhatian terhadap studi potensial tertinggi umat manusia dan dengan pengakuan, pemahaman dan perealisasian
keadaan-keadaan kesadaran yang mempersatukan spiritual dan transenden).
Transformasi kesadaran merupakan tinjauan pokok dari psikologi
transpersonal, yakni studi mengenai pengalaman-pengalaman yang mendalam,
perasaan keterhubungan dengan pusat kesadaran semesta, dan penyatuan dengan
alam. Ada kesepakatan umum dari para tokoh cabang psikologi ini, untuk tidak
mengidentikkan mazhab ini dengan keagamaan secara formal. Psikologi transpersonal
bukanlah agama, bukan ideologi, bukan juga metafisika dan bahkan bukan New Age
(seperti praktik aura, crsytal, aromatherapy, kajian UFO, dll) meskipun ada sedikit
irisan dengannya.58
4. Faktor Pendukung dan Penghambat Metode Bimbingan dan Penyuluhan
SMAIT Al-Madinah, Bogor
Faktor pendukung dan penghambat yang ada di SMAIT Al-Madinah, Bogor,
adalah masalah sarana dan prasarana.59 Hal ini merupakan penyebab yang seringkali
menjadi masalah yang tidak dapat dipungkiri oleh petugas BP saat menangani siswa/i
bermasalah. Kurangnya sara dan prasarana ini kemudian menyebabkan penyelesaian
kasus siswa/i bermasalah kurang maksimal, tidak sampai pada akarnya. Sehingga
masalah yang sering dihadapi siwa/i itu terus terulang kembali.
Membimbingan dan menyuluh siswa/i bermasalah adalah tugas yang cukup
berat dalam membentuk dan membina seorang siswa/i agar bisa berkembang dengan
baik, baik keilmuan maupun moral. Sebab itu, guru BP sangat dibutuh di wilayah
58 Mazhab transpersonal, terbagi dalam empat cabang, yaitu: Kelompok mistis-magis,
Kelompok tingkat kesadaran alternatif, Kelompok transpersonalis posmodern, Kelompok integral. Kelompok keempat ini menerima hampir semua fenomena kesadaran yang diteliti oleh ketiga kelompok tadi. Yang berbeda, kelompok ini juga menerima konsep-konsep psikologi transpersonal dari aliran pramodern dan posmodern. Abraham Maslow, “Psikologi Sains,” (Bandung: Teraju, 2004), Cet. Ke-1, h. X.
59 Wawancara pribadi dengan Bapak Heru Dayatullah, S. Fil. I, Bogor, Rabu, 04 Mei 2008.
akademis. Karena lingkungan akademis merupakan lahan untuk mencetak generasi
muda bangsa untuk melanjutkan perjuangan para pendahulunya.
Menurut E. Taylor Leona ada sejumlah persyaratan yang harus dimiliki
penyuluh dalam memberikan penyuluhan dan bimbingan. Menurutnya, penyuluh
hendaknya memiliki pribadi yang menarik, serta rasa berdedikasi tinggi dalam
tugasnya. Di samping itu, penyuluh harus mempunyai keyakinan bahwa tersuluh
memiliki kemungkinan yang besar memperoleh kemampuan untuk berkembang
sebaik-baiknya bila disediakan kondisi dan kesempatan yang mendukung untuk itu.
Penyuluh juga hendaknya mempunyai kepedualian terhadap nilai-nilai kemanusiaan.
Kemudian penyuluh pun hendaknya memiliki pribadi yang disukai oleh orang
lain karena sociable serta socially acceptable (dapat diterima oleh masyarakat
sekitar). Penyuluh peka terhadap kepentingan tersuluh, memiliki kecekatan berpikir
dan cerdas sehingga mampu memahami kehendak tersuluh. Selanjutnya penyuluh
hendaknya memiliki kepribadian yang utuh, kematangan jiwa dan suka belajar
(khususnya ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan tugasnya).
Sedangkan bagi penyuluh yang bertugas di bidang pembinaan agama atau
penyuluh agama, sudah tentu penyuluh tersebut harus memiliki pengetahuan agama,
berakhlak mulia dan aktif menjalankan ajaran agamanya. Perlu diingat, kata Tylor
Leona, bahwa kesuksesan tugas penyuluh sebagian besar terletak pada sikap pribadi
dan kualitas penyuluh, bukan pada penggunaan teknik penyuluhan yang benar.60
Selain itu, penyuluh agama juga harus memiliki kemampuan untuk mengadakan
komunikasi baik dengan tersuluh, bersifat terbuka, ulet dalam tugasnya, memiliki rasa
cinta terhadap orang laindan suka bekerjasama.
B. Analisa Temuan
60 E. Tylor Leona, “The Work of the Counselor,” Appleton Century Croft Inc., New York,
1953, h. 8.
Dari hasil penjabaran di atas penulis melihat bahwa SMAIT Al-Madinah,
Bogor sebagai tempat pendidikan yang berbasis Islam kurang memperhatikan agama
dalam hal penanganan siswa/i bermasalah. Mereka lebih cenderung pada metode
bimbingan dn penyuluhan barat - psikoanalisa dan transpersonal - yang notabennya
menganggap agama sebagai salah satu unsur yang kurang signifikan diterapkan
terhadap perkembangan psikologi manusia.
Menurut Prof. DR. Zakiah Darajat, agama merupakan faktor penting yang
memegang peranan dalam menentukan kehidupan individu di masa remaja. Memang
agama tidak dengan sendirinya menentukan perilaku manusia, tetapi antara agama dan
perilaku terdapat hubungan timbal-balik yang kuat. Karena nilai-nilai yang ada dalam
agama dapat menuntun siswa/i ke jalan yang benar. Sedemikian kuatnya hubungan
agama dan perilaku sehingga dianggap penting oleh psikologi. Hal ini terbukti dengan
dibentuknya divisi Psikologi Agama dalam American Psychological Association di
Negara sekuler, Amerika Serikat.
Untuk menangani masalah kenakalan siswa/i di SMAIT Al-Madinah, Bogor,
peran orang tua juga memiliki peranan yang sangat penting. Orang tua dan para guru
harus benar-benar bersinergis agar penanganan masalah siswa/i bisa teratasi dengan
baik. Karena tidak dapat dipungkiri bahwa masalah siswa/i di sekolah juga berfaktor
dari rumah.
Agama mempunyai peran yang sangat penting dan strategis dalam kehidupan
manusia, utamanya sebagai landasan spiritual, moral, dan etika dalam pembangunan
nasional. Agama sebagai sistem nilai sudah seharusnya dipahami dan diamalkan oleh
setiap individu, keluarga, masyarakat serta menjiwai kehidupan berbangsa dan
bernegara. Oleh karena itu, pembangunan agama perlu mendapat perhatian lebih
besar, baik yang berkaitan dengan penghayatan dan pengamalan agama, dan
pembinaan pendidikan.
Teori kepribadian sebagai salah satu pembahasan dalam ilmu kejiwaan
(psikologi) yang berkembang di barat sangat mungkin dipengaruhi oleh pola pikir,
nilai-nilai, dan pemahaman yang sekuleristik dalam mengkonstruk batang tubuh
keilmuannya (body of knowledge). Jika kita bandingkan dengan konsep Islam, pasti
akan kita temukan perbedaan yang prinsipil tentang konsep-konsep yang ada. Sebagai
salah satu contoh adalah teori kepribadian Psikoanalisa (Freud) yang memandang
orang yang beragama, yang percaya kepada Allah dan menyembah-Nya, sebagai
orang yang mempunyai gangguan jiwa (neurotik).61 Hal ini sangat bertentangan
dengan firman Allah Surat An-Naziat ayat 37-41 yang artinya:
ا من طغى { ي المأوى } فإن الجحيم ه 38} وءاثر الحياة الدنيا {37فأم
ا من خاف مقام ربه ونهى النفس عن الهوى {39{ } فإن الجنة 40} وأم
}41هي المأوى {
”Adapun orang yang melampaui batas, dan lebih mengutamakan kehidupan duniawi (yang dilandasi moral buka agama), maka sesuangguhnya neraka-lah tempat tinggalnya. Adapun orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya, dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya (yang bertentangan dengan norma agama), maka surgalah tempat tinggalnya”. (Q.S. An-Naziat: 37-41)
Dalam pemahaman Islam, manusia dalam hidupnya mempunyai dua
kecenderungan atau arah perkembangan, yaitu takwa (sifat positif: beriman dan
beramal saleh) dan fujur (sifat negatif: musyrik, kufur, dan berbuat maksiat).62 Dua
kutub ini saling mempengaruhi manusia dalam bersikap, baik itu hubungan dengan
Tuhan (hablum min Allah), manusia (hablum min an-nas), dan alam (hablum min
61 Syamsu Yusuf, LN, dan A. Juntika Nurihsan, ”Teori Kepribadian,” (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2007), Cet. Ke-1, h. 208. 62 Lihat surat Asy-Syamsu ayat 8.
al’alam). Dengan demikian, manusia dalam hidupnya senantiasa dihadapkan pada
situasi konflik antara benar-salah atau baik-buruk.
Pada dasarnya manusia merupakan makhluk yang netral, artinya kepribadian
seseorang bisa berkembang seperti malaikat dan bisa juga seperti setan. Kemudian hal
ini tergantung pada individu masing-masing, apakah ia mau selamat dunia akhirat
atau celaka dikemudian hari. Jika ingin selamat, maka ia harus selalu bertakwa kepada
Allah SWT. Sebaliknya, jika tidak ia akan terus mengikuti dorongan hawa nafsunya
untuk selalu berbuat maksiat kepada Allah SWT.
Kepribadian dalam Islam lebih dikenal dengan istilah syakhshiyah. Kata ini
berasal dari kata syakhshun yang berarti pribadi. Kata ini kemudian diberi ya’ nisbat
sehingga menjadi kata benda buatan syakhshiyat yang berarti kepribadian. Abdul
Mujib menjelaskan bahwa ”kepribadian adalah integrasi sistem kalbu, akal, dan
nafsu manusia yang menimbulkan tingkah laku”.
Bimbingan dan penyuluhan Islam merupakan proses pemberian bantuan
kepada individu agar mampu mengembangkan kesadaran dan komitmen beragamanya
(primordial kemakhlukannya yang fitrah, tauhidullah) sebagai hamba dan khalifah
Allah yang bertanggung jawab untuk mewujudkan kesejahteraan kebahagiaan hidup
bersama, baik secara jasmaniah maupun ruhaniah, baik di dunia maupun di akhirat
kelak.63 Dan tujuan dari bimbingan dan penyuluhan Islam adalah menyadari jati
dirinya sebagai hamba dan khalifah Allah, serta mampu mewujudkannya dalam
beramal saleh dalam rangka mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Pendidikan mempunyai peran yang sangat strategis dalam mengembangkan
kepribadian anak. Melalui pendidikan, anak dapat mengenal berbagai aspek
63 Dalam hal ini Imam Madid mengemukakan bahwa ”Islamic Counceling emphasizes
spiritual solution, based on love and fear of Allah and the duty of fulfil our responsibility as the servants of Allah on this earth”. Selain itu, ia juga mengemukakan bahwa bimbingan dan konseling islami itu diorientasikan untuk memecahkan masalah; (a.) pernikahan dan keluarga, (b) kesehatan mental, dan (c) kesadaran beragama. www. Isna. Net/lebrary/paper 2003.
kehidupan dan nilai-nilai atau norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Dalam
Islam pendidikan itu diarahkan untuk membimbing anak agar berkembang menjadi
manusia yang berkepribadian muslim yang saleh. Kesalehan seseorang bisa
terindikasi dari ketakwaannya kepada Tuhan dan menjalin hubungan yang baik
sesama manusia (hablumminannas) dan kepada alam di sekelilingnya
(hablumminal’alam).
Mendidik anak merupakan amanah dari Allah, terutama bagi orang tua anak
itu sendiri. Dalam al-Quran banyak terdapat keterangan yang berkaitan dengan
pendidikan ini, seperti dalam surat An-Nisa ayat 9 yang berbunyi:
ية ضعافا خافوا عليهم فليتقوا هللا وليخش الذين لو تركوا من خلفهم ذر
}9وليقولوا قوال سديدا {
Artinya:
”Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya ,meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah (fisik-material, dan mental-spiritual), yang mereka khawatirkan terhadap mereka. Oleh karena itu, hendaklah mereka mengucapkan perkataan (didikan) yang benar.” (Q.S. An-Nisa: 9)
Dalam rangka mengembangkan kepribadian anak yang saleh ini, ada beberapa
hal yang seyogyanya diperhatikan oleh para pendidik (orang tua atau guru), yaitu:64
a.) Hendaklah bersikap ikhlas (tulus hati) dalam melaksanakan tugas sebagai
pendidik.
b.) Bersikaplah lemah lembut dan menaruh kasih sayang kepadanya.
c.) Hargailah pribadi anak (pendapat dan hasil karyanya) dalam arti tidak
melecehkannya, mengejek, mencemooh, menghina, atau memarahi,
64 Syamsu Yusuf, LN, dan A. Juntika Nurihsan, ”Teori Kepribadian,” h. 221-222.
manakala anak melakukan kekeliruan, atau karena hasil karyanya kurang
baik.
d.) Berilah anak kesempatan untuk mengembangkan rasa inisiatif (sense of
initiative), yaitu kesempatan untuk melakukan atau mengerjakan hal-hal
yang dapat dikerjakan oleh anak itu sendiri.
e.) Bersikaplah adil terhadap anak sesuai dengan hak dan posisinya masing-
masing.
f.) Ciptakanlah suasana belajar yang menyenangkan, sehingga anak terdorong
atau termotivasi untuk aktif belajar.
g.) Bersikaplah terbuka terhadap minat dan gagasan anak.
h.) Ciptakanlah suasana kehidupan yang kondusif (menunjang) bagi
pengembangan sikap sosial anak, yaitu sikap saling menghormati,
menerima, dan membantu (bekerjasama) antara anak dengan anak, atau
antara anak dengan orang tua atau guru.
i.) Bersikaplah positif terhadap kegagalan atau kekeliruan anak, dengan
memberikan bimbingan agar dia menyadarinya dan mendorong untuk
memperbaikinya.
Fungsi pendidikan sebagai proses alih ilmu dan nilai bertujuan membentuk
manusia yang mempunyai keseimbangan antara kemampuan kognitif dan
psikomotorik di satu pihak, serta kemampuan afektif di pihak lain. Hal ini dapat
diartikan bahwa pendidikan menghasilkan manusia yang berkepribadian, tetap
menjunjung tinggi nilai-nilai budaya yang luhur, mempunyai wawasan dan sikap
positif serta memupuk jati dirinya.
Dalam sistem ini nilai yang dialihkan juga temasuk nilai-nilai keimanan dan
ketakwaan, yang terpancar pada ketundukan manusia kepada ajaran agamanya.
Meskipun SMAIT Al-Madiah, Bogor sudah memilih dua buah metode bimbingan dan
penyuluhan dalam menangani siswa/i bermasalah, Psikoanalisa dan Transpersonal,
mereka juga harus meletakan psikologi agama pada proporsi yang lebih besar. Karena
dalam Islam al-Quran merupakan obat penawar dan rahmat yang sangat mujarab
untuk mengobati hati dan jiwa seseorang. Sebgaimana firman-Nya dalam surat al-
Israa’ ayat 82 yang artinya : ”Dan kami turunkan dari al-Quran suatu yang menjadi
penawar/penyembuh dan rahmat bagi orang-orang yang beriman”.65
Seperti yang penulis bahas tentang kedua teori yang diterapkan oleh SMAIT
Al-Madinah, Bogor, dalam hal penanganan siswa/i bermasalah bahwa kedua teori ini
kurang bahkan hampir tidak memperhatikan agama sebagai kebutuhan fundamental
dalam perkembangan psikis dan kehidupan individu. Mereka hanya menilai segala
sesuatu dari paradigma skuleristik yang notabennya kurang memposisikan agama
sebagai nilai fundamen tertinggi dalam kehidupan.
Jika agama mereka tidak terbentuk sejak dini, maka mereka akan tumbuh
menjadi pribadi dan generasi yang prematur. Artinya, mereka akan lupa terhadap
kewajiban utamanya sebagai makhluk Allah untuk selalu mengabdi dan beribada
kepada-Nya. Menurut penulis guru BP di SMAIT Al-Madinah, Bogor seharusnya
memberikan proporsi yang besar terhadap penerapan psikologi agama dalam
memberikan bimbingan dan penyuluhan terhadap siswa/i bermasalah di sana.66
Terapalagi jika ini didukung oleh sarana dan prasarana yang menunjang, agar hasilnya
bisa maksimal. Karena tidak bisa dipungkiri bahwa sarana dan prasarana merupakan
faktor penunjang dalam memberikan bimbingan dan penyuluhan terhadap siswa/i
65 Lihat Prof. DR. Zakiah Darajat, “Psikoterapi Islam”, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 2002),
Cet. Ke-1, h. 22. 66 SMAIT al-Madinah, Bogor memang menerapkan psikologi agama dalam menangani siswa/i
bermasalah di sana meski Bapak Heru tidak menjelaskan lebih gamblang. Hanya saja pihak sekolah lebih mengutamakan psikologi psikoanalisa dan transpersonal. Wawancara pribadi dengan Bapak Heru Dayatullah, S. Fil. I, Bogor, Rabu, 04 Mei 2008.
bermasalah meskipun menurut bapak Heru Dayatullah, S. Fil. I metode bimbingan
yang diterapkan di sekolah memiliki hasil yang cukup baik.67
67 Wawancara pribadi dengan Bapak Heru Dayatullah, S. Fil. I, Bogor, Rabu, 04 Mei 2008.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Masalah yang sering terjadi di SMAIT Al-Madinah, Bogor, adalah
persoalan pubertas, seperti pacaran, ketakutan, ragu-ragu, manja,
emosional, yang berdampak pada konsentrasi belajar, sikap, dan perilaku
siswa/i. untuk menangani masalah ini pihak sekolah memberikan sebuah
hukuman berupa skorsing dan dikeluarkan, bahkan pihak sekalah juga
tidak segan-segan memberikan tindakan represif kepada siswa/i jika
mereka sudah keterlaluan. Faktor yang mempengaruhi siswa/i melakukan
tindakan distorsif di sekolah adalah lingkungan, terutama lingkungan
keluarga atau rumah.
2. Metode bimbingan dan penyuluhan yang digunakan oleh SMAIT Al-
Madinah, Bogor, adalah Psikoanalisa dan Transpersonal. Kedua teori yang
berkembang di barat pada abad ke-16 ini sudah ditetapkan oleh pihak
sekolah sejak awal berdirinya SMAIT Al-MAdinah, Bogor, tahun 2004.
selain kedua metode di yng penulis sebutkan terdahulu, pihak sekolah juga
menggunakan metode psikologi agama meskipun mereka tidak
menjelaskan secara gamblang. Saat menerapkan kedua metode tersebut,
pihak sekolah menggunakan psiko-sosial, dan budaya sebagai pendekatan
dalam menyelesaikan masalah siswa/i bermasalah.
3. Faktor pendukung dan penghambat yang dialami oleh pihak sekolah
adalah masalah sarana dan prasarana. Karena kurangnya sarana dan
prasarana di sekolah menyebabkan penanganan terhadap masalah siswa/i
tidak maksimal sehingga menyebabkan masalah yang sama sering terulang
kembali. Dan hal ini akan terus diperbaiki oleh sekolah agar penanganan
terhadap siswa/i bermasalah bisa lebih maksimal.
B. Saran
1. Teori kepribadian sebagai salah satu pembahasan dalam ilmu kejiwaan
(psikologi) yang berkembang di Barat sangat mungkin dipengaruhi oleh
pola pikir, nilai-nilai, dan pemahaman yang sekuleristik dalam
mengkonstruk batang tubuh keilmuannya (body of knowledge). Jika kita
bandingkan dengan konsep Islam, pasti akan kita temukan perbedaan yang
prinsipil tentang konsep-konsep yang ada. Karena itu, kedua metode
bimbingan dan penyuluhan tersebut sebaiknya jangan diterapkan bulat-
bulat, tetapi cukup diambil nilai-nilai positifnya saja. Karena pada level
tertentu hal ini akan bertentangan dengan agama dan terutama masalah
yang sering terjadi di sekolah, masalah puberitas. Metode bimbingan dan
penyuluhan yang tepat diterapkan secara baik di SMAIT Al-Madinah
adalah psikologi agama. Karena psikologi agama sangat komprehensif
untuk dijadikan metode bimbingan dan penyuluhan terhadap penanganan
siswa/i bermasalah.
2. Masalah sarana dan prasarana merupakan salah satu variabel yang
terpenting dalam menangani permasalah siswa/i. Agar penanganan pada
persoalan siswa/i bisa maksimal, sebaiknya pihak sekolah sesegera
mungkin memperbaiki kekurangan sarana dan prasarana.
3. Dalam menangani siswa/i bermasalah sebaiknya nilai-nilai agama lebih
banyak mendapatkan porsi yang lebih besar. Agar para siswa/i bisa
berkembang dengan baik dan sesuai dengan koridor yang sudah ditentukan
oleh Allah lewat rambu-Nya yang diwariskan oleh Nabi Muhammad
SAW, al-Quran dan hadis. Bimbingan dan penyuluhan Islam merupakan
proses pemberian bantuan kepada individu agar mampu mengembangkan
kesadaran dan komitmen beragamanya (primordial kemakhlukannya yang
fitrah, tauhidullah) sebagai hamba dan khalifah Allah yang bertanggung
jawab untuk mewujudkan kesejahteraan kebahagiaan hidup bersama, baik
secara jasmaniah maupun ruhaniah, baik di dunia maupun di akhirat kelak.
Meskipun SMAIT Al-Madiah, Bogor sudah memilih dua buah metode
bimbingan dan penyuluhan dalam menangani siswa/i bermasalah,
Psikoanalisa dan Transpersonal, mereka juga tidak lupa menggunakan dan
menerapkan nilai-nilai Islam saat melakukan bimbingan dan penyuluhan
meski tidak dijadikan prioritas.
DAFTAR PUSTAKA
Adi, Isbandi Rukminto, “Psikologi, Pekerjaan Sosial, dan Ilmu Kesejahteraan Social;
Dasar-dasar Pemikiran,” Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994, Cet. Ke-1.
Ahmad, Abu, “Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah,” Semarang: Toha Putra, 1997,
Cet. Ke-1. , “Psikologi Belajar”, Jakarta: Reneke Cipta, 1992, Cet. Ke-III. A., Hallen,”Bimbingan dan Konseling,” Jakarta: Ciputat Press, 2002, Cet. Ke-1.
Arifin, M., “Psikologi dan Beberapa Aspek Kehidupan Rohani Manusia,” Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1997.
, “Pokok-Pokok Pikiran Tentang Bimbingan dan Penyuluhan Agama,” Jakarta: Bulan Bintang, 1985, Cet. Ke-4.
, ”Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama,” Jakarta: PT. Golden Terayon Press, 1994, Cet. Ke-5.
Arifin, Tatang M, “Menyusun Rencana Penelitian,” Jakarta: Rajawali Press, 1989. Burhanuddin, Yusak, “Kesehatan Mental,” Bandung: CV. Pustaka Sejati, 1999. Chaplin, J., P., “Kamus Lengkap Psikologi”, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004,
Cet. Ke-9. CS., Colemon, “Sikap Pribadi dan Mutiara Pendidikan,” Jakarta: Erlangga, 1987. Dagun, D. Save, “Kamus Besar Ilmu Pengetahuan”, Jakarta: Lembaga Pengjkajian
dan kebudayaan Nusantara, 1997, Cet. Ke-1. Dalyono, “Psikologi Pendidikan,” Jakarta: Rineka Cipta, 1997, Cet. Ke-1. Derajat, Zakiah, “Ilmu Jiwa dan Agama,” Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1991.
, “Kesehatan Mental,” Jakarta: CV. Haji Mas Agung, 1988.
Echole, John M., Sadily, Hasan, “Kamus Inggris Indonesia,” Jakarta: PT. Gramedia, 1995, Cet. Ke-1.
Gerungan, W., A., Dr. Dipl., Psych., “Psikologi Sosial,” Bandung: PT. Refika
Aditama, 2004, Cet. Ke-1.
Hadi, Sutrisno, “Metodologi Research,” Yokyakarta: Andi Offset, 1983.
Hall, Calvin S., dan Lindzey, Gardner, “Teori-teori Psikodinamik (Klinis),” Yogyakarta: Kanisius, 2005, Cet. Ke-15.
Hawari, Dadang, “Al-Quran Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa,” Jakarta:
PT. Dana Bhakti Prima Jasa, 1997, Cet. Ke-3. Koesnoen, R. A., ”Politik Pelajaran Nasional,” Bandung: Sumur Batu, 1996. Leona, E. Tylor, “The Work of the Counselor,” Appleton Century Croft Inc., New
York, 1953. Maslow, Abraham, “Psikologi Sains,” Bandung: Teraju, 2004, Cet. Ke-1. Muhibbib, Syah, “Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru,” Bandung: PT.
Remaja Rosda Karya, 2001, Cet. Ke-6. Mulyono, Y. Bambang, “Kenakalan Remaja,” Yogyakarta: Andi Offset, 1986, Cet.
Ke-1. Nawawi, Hadari, “Organisasi dan Pengelolaan Sekolah,” Jakarta: Gunung Agung,
1981. Poerwadarminta, “Psikologi Komunikasi”, (Jakarta: Universitas Terbuka, 1999), Cet.
Ke-2. Purwadinata, WJS., “Kamus bEsar Bahasa Indonesia,” Jakarta: Balai Pustaka, 1986,
Cet. Ke-13. Pusat Bahasa Depdiknas, “kamus besar Bahasa Indonesia”, Jakarta: Balai Pustaka,
2002, Edisi Ke-3. Romly, A. M., ”Penyuluhan Agama menghadapi Tantangan Baru,” PT. Bina Rena
Pariwara, 2001. Sabri, Muhammad Alisuf, “Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan,” Jakarta:
Pedoman Ilmu Jaya, 1993, Cet. Ke-1. Sarwono, Sarlito Wirawan, “Psikologi Sosial; Psikologi Kelompok dan Psikologi
Terapan,” Jakarta: Balai Pustaka, 2005, Cet. Ke-3. Slamet, “Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi,” Jakarta: Bima Aksara,
1988, Cet. Ke-1. Soejono, “Pendahuluan Ilmu Pendidikan Umum,” Bandung: Ilmu Jaya, 1980. Subandi, Ahmad, “Psikologi Sosial”, Jakarta: Bulan Bintang, 1982, Cet ke-11.
Sudarsono, ”Kenakalan Remaja,” Jakarta: Reineka Cipta, 1999, Cet. Ke-2. Suhartin, RI, dan Simangunsong, Bonar, ”Pembinaan Personil Melalui Bimbingan
dan Penyuluhan,” Jakarta: Panelrindo, 1989. Sujanto, Agus, ”Psikologi Perkembangan,” Jakarta: Aksara Baru, 1981, Cet. Ke-1. , “Psikologi Umum”, Jakarta: Bumi Aksara, 2001, Cet ke-11. Sukardi, Dewa Ketut, “Bimbingan dan Konseling,” Jakarta: PT. Bima Aksara, 1998,
Cet. Ke-5. Syahrir dan Riska, Ahmad, “Pengantar Bimbingan dan PEnyuluhan,” Padang:
Angkasa Raya, 1987, Cet. Ke-1. Uchjana Effendi, Onong, “Ilmu Komunikasi dan Praktik,” Bandung: CV. Remaja
Karya, 1984, Cet. Ke-1. Umar, H., M., dan Sartono, “Bimbingan dan Penyuluhan,” Bandung: CV. Pustaka
Setia, 1998, Cet. Ke-1. Walgito, “Psikologi Sosial: Suatu Pengantar”, Yogyakarta: Andi, 2002, Cet Ke-1. Walingto, Bimo, “Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah,” Yogyakarta: Andi Offset,
1995, Cet. Ke-3. Wawancara Pribadi dengan Bapak Heru Dayatullah, S. Fil, I (Petugas BP) SMA Al-
Madinah Bogor, Rabu, 04 Mei 2008. Winkel, W. S., “Bimbingan dan Konseling di Institut Pendidikan,” Jakarta: PT.
Grasindo, 1991, Cet. Ke-1. WWW. Isna. Net/lebrary/paper 2003. Yusuf, Syamsu, dan Nurihsan, A. Juntika,”Teori Kepribadian,” Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2007, Cet. Ke-1.
DEPERTEMEN AGAMA FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) “SYARIF HIDAYATULLAH”
JAKARTA
Jl. Ir. H. Juanda No. 95 Ciputat 15412 Telp: 7432728
FORMULIR PENDAFTARAN CALON WISUDAWAN*) SEMESTER GANJIL /GENAP**)TAHUN AKADEMIK 200… /200…
1. Nama
:…………………………………………………………….. 2. Tempat/Tanggal Lahir
:…………………………………………………………….. 3. Nomor Pokok
:…………………………………………………………….. 4. Fakultas
:…………………………………………………………….. 5. Jurusan
:…………………………………………………………….. 6. Program :S
1/S2/S3**)………...…………………………………….. 7. Judul Skripsi
:…………………………………………………………….. ……………………………………………………………… 8. Tanggal Lulus
:…………………………………………………………….. 9. No. Ijazah***)
:…………………………………………………………….. 10. Indek Prestasi
:…………………………………………………………….. 11. Jabatan Dalam Organisasi
:…………………Yudisium……………………………….. Kemahasiswaan
………………………………………………………………
12. Alamat Asal :……………………………………………………………..
………………………………………………………………
13. Alamat Sekarang :……………………………………………………………..
. ……………………………………………………………… 14. Nama Ayah
:…………………………………………………………….. 15. Pendidikan Ayah
:…………………………………………………………….. 16. Pekerjaan Ayah
:…………………………………………………………….. 17. Nama Ibu
:…………………………………………………………….. 18. Pendidikan Ibu
:…………………………………………………………….. 19. Pekerjaan Ibu
:………………………………………………………..........
Jakarta, ………………….. Pemohon ……………………………….
Catatan: *) Diketik Rangkap 2 (Dua) - Lembar Pertama Untuk Bag Akademik & Kemahasiswaan - Lembar kedua Untuk Fakultas Yang Bersangkutan **) Coret yang Tidak Perlu ***) No. Ijazah diisi Oleh Bagian Akademik & Kemahasiswaan Biro AUAK
Pasa Foto 3X4
DEPERTEMEN AGAMA FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) “SYARIF HIDAYATULLAH”
JAKARTA
Jl. Ir. H. Juanda No. 95 Ciputat 15412 Telp: 7432728
IDENTITAS ALUMNI Tahun: ……….
Yang bertanda tangan di bawah ini, Nama : ……………………………………………………………. Nomor Pokok (NIM) :…………………………………………………………….. Jenis Kelamin : ……………………………………………………………. Tempat/Tanggal Lahir : ……………………………………………………………. Alamat Asal
………………………………………………………………
:……………………………………………………………..
Alamat Sekarang ………………………………………………………………
:……………………………………………………………..
Kode Pos :……………………………………………………………..
Telepon :……………………………………………………………..
Hp :……………………………………………………………..
Jurusan/Program Studi :……………………………………………………………..
Judul Skripsi :……………………………………………………………..
………………………………………………………………
Pembimbing :……………………………………………………………..
Penguji 1 :……………………………………………………………..
Penguji 2 :……………………………………………………………..
Tanggal Lulus Ujian :……………………………………………………………..
IP. Yudisium :……………………………………………………………..
Nomor & Tanggal Ijazah :……………………………………………………………..
Pekerjaan :……………………………………………………………..
Tempat dan Alamat :……………………………………………………………..
Pekerjaan :……………………………………………………………..
Mengatahui, Jakarta, ………………. Ketua Jurusan Tanda Tangan Ybs ................................................ ……………………………. Catatan: *) Diketik Rangkap 2 (Dua) - Lembara Pertama Untuk Bag Akademik & Kemahasiswaan -Lembar ksdua Untuk Fakultas Yang Bersangkutan
Pas Foto 4X6
Questioner
Narasumber : Heru Dayatullah, S. Fil. I
Jabatan : Guru Bimbingan dan Penyuluhan
Tempat dan Tanggal Wawancara : Rabu, 04 Mei 2008
1. Masalah apa yang paling sering terjadi pada siswa?
2. Apa faktor kenakalan siswa?
3. Adakah faktor dari rumah terhadap kenakalan siswa di sekolah?
4. Bagaimana tanggapan orang tua siswa terhadap informasi dan perlakuan
sekolah tentang kenakalan anaknya di sekolah?
5. Metode apa yang digunakan sekolah dalam memberikan penyuluhan pada
siswa bermasalah?
6. Apa faktor pendukung dan penghambatnya?
7. Sangsi apa yang biasa diberikan sekolah kepada siswa bermasalah di sekolah?
8. Bagaimana respon siswa terhadap metode penyuluhan tersebut, dan bagaimana
efeknya?
9. Adakah unsur agama yang digunakan untuk penyuluhan di sekolah?
10. Apakah guru BP memiliki begron pendidikan konseling?
11. Pendekatan apa yang paling ampuh untuk menangani siswa bermasalah?
12. Pernakah sekolah menggunakan pendekatan yang sifatnya represif dalam
menangani siswa bermasalah?
13. Pernakah sekolah melakukan kegiatan penyuluhan untuk siswa di sekolah?
14. Apakah sekolah memberikan segala fasilitas yang mendukung perkembangan
siswa?
15. Apa harapan sekolah terhadap tingkah laku (akhlak) anak? Dan bagaimana
usaha sekolah untuk merealisasikannya?
HASIL WAWANCARA
Narasumber : Heru Dayatullah, S. Fil. I
Jabatan : Guru Bimbingan dan Penyuluhan
Tempat dan Tanggal Wawancara : Rabu, 04 Mei 2008
1. Masalah yang sering terjadi adalah persoalan puberitas misalnya: pacaran,
ketakutan, ragu-ragu, manja, emosional, yang pada akhirnya berdampak pada
konsentrasi belajar, sikap, dan prilaku (pribadi peserta didik).
2. Faktor kenakalan siswa yaitu rasa ingin tahu, rasa ingin mencoba, gaya hidup
dan sebagainya.
3. Ada
4. Baik. Cukup rensonsif. Orang tua menjadi tahu tentang sikap dan prilaku anak
di sekolah, sebaliknya guru menjadi tahu bagaimana sikap dan prilaku anak di
rumah, dengan demikian sekolah dan oranga tua bisa dengan mudah bersama-
sama membangun mental dan spiritual anak atau dengan kata lain membangun
kepribadian yang berkarakter pada anak.
5. Metode psikoanalisis dan transpersonal.
6. Sarana dan prasarana
7. Skorsing dan dikeluarkan
8. Cukup baik, siswa berdisiplin fokus pada pelajarannya
9. Ada
10. Ya
11. Psiko-sosial dan budaya
12. Pernah
13. Pernah
14. Ya
15. Harapan sekolah, siswa berjiwa besar, cerdas, kreatif atau terampil, dengan
demikian siswa dapat hidup dengan baik di masa yang akan datang.