metode dakwah pondok pesantren syaikh...
TRANSCRIPT
METODE DAKWAH PONDOK PESANTREN SYAIKH
JAMILURRAHMAN AS-SALAFY YOGYAKARTA
SKRIPSI
untuk memenuhi sebagian persyaratan
mencapai derajat Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)
Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI)
ISWATI
071211011
FAKULTAS DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) WALISONGO
SEMARANG
2012
ii
iii
iv
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri dan
di dalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar
kesarjanaan di suatu perguruan tinggi di lembaga pendidikan lainnya.
Pengetahuan yang diperoleh dari hasil penerbitan maupun yang belum/tidak
diterbitkan, sumbernya dijelaskan di dalam tulisan dan daftar pustaka.
Semarang, 26 Juni 2012
Iswati
NIM. 071211011
v
MOTTO
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”
“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”
(Al Insyirah: 5-6)
vi
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan untuk:
1. Alm. Ayahanda Tasliman
2. Ibunda Sofiyah yang tidak henti-hentinya mendo’akan, memotivasi dan
memberikan kasih sayangnya.
3. Kakakku (Supriyadi, Abdul Jamil, M. Latif Choiri) yang selama ini selalu
mendukung dan memotivasiku dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Seluruh teman-temanku yang telah memberi semangat dan menemaniku
dalam suka dan duka, sehingga tersusun skripsi ini.
vii
ABSTRAKSI
Penelitian ini adalah sebuah kajian tentang metode dakwah pondok pesantren
Syaikh Jamilurrahman As-Salafy. Pondok pesantren Syaikh Jamilurrahman As-
Salafy merupakan salah satu pondok pesantren yang bermanhaj salaf. Artinya di
dalam memahami Islam mereka merujuk pada pemahaman ulama Salaf (sahabat,
tabiin, tabiut tabiin) yang memberikan batasan bahwa setiap praktik beragama
harus memiliki contoh yang jelas. Namun pada kenyataannya keberadaan pondok
pesantren Syaikh Jamilurrahman As-Salafy yang merujuk pada pemahaman
ulama’ salaf tidak serta merta diterima oleh masyarakat setempat. Lebih lagi,
dalam hal berpenampilan mereka memiliki kesamaan dengan kelompok Islam
radikal. Sehingga dalam berdakwah, mereka masih mendapatkan hambatan-
hambatan.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui metode yang
digunakan pondok pesantren Syaikh Jamilurrahman As-Salafy dalam berdakwah.
Dalam penelitian ini, untuk mengetahui metode dakwah yang digunakan pondok
pesantren Syaikh Jamilurrahman As-Salafy menggunakan metode deskriptif
kualitatif. Semua data diambil dari observasi, wawancara dan dokumentasi.
Kemudian menganalisisnya dengan analisis indeksikalitas.
Hasil dari analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa pondok pesantren Syaikh
Jamiulrahman As Salafy dalam menjalankan dakwahnya kepada masyarakat
menggunakan metode-metode yang dapat diklasifikasikan menjadi dua ciri.
Pertama internal dan kedua eksternal. Metode dakwah untuk kalangan internal
yaitu metode dakwah yang dilaksanakan khusus untuk santri di pondok pesantren
Syaikh Jamilurrahman As-Salafy. Metode yang digunakan dalam klasifikasi ini
yaitu metode pelatihan dan pendidikan da’i terprogram dan metode ceramah.
Sementara itu metode dakwah untuk kalangan eksternal yaitu metode metode
dakwah yang dilakukan di luar pondok pesantren Syaikh Jamliurrahman As-
Salafy. Metode dakwah yang digunakan dalam klasifikasi ini adalah metode
ceramah baik secara langsung maupun melalui media, metode diskusi dan metode
keteladanan.
viii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim
Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Pemelihara seluruh
alam raya, yang atas limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya, penulis mampu
menyelesaikan skripsi yang berjudul Metode Dakwah Pondok Pesantren
Jamilurrahman As-Salafy.
Skripsi ini dibuat sebagai salah satu persyaratan guna memperoleh gelar
Sarjana Srata (S1) pada jurusan Komunikasi Penyiaran Islam Fakultas Dakwah
IAIN Walisongo Semarang. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari
sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, skripsi ini
tidak akan terwujud. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan
rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Dr. Muhammad Sulthon, M.Ag selaku Dekan Fakultas Dakwah IAIN
Walisongo Semarang.
2. Dr. H. M. Nafis, M. A selaku dosen pembimbing I dan Dra. Hj. Umul Baroroh,
M.Ag selaku dosen pembimbing II yang dengan sabar telah meluangkan waktu
untuk membimbing dan mengarahkan penulis.
3. Para Dosen pengajar dan staf karyawan di lingkungan Fakultas Dakwah IAIN
Walisongo Semarang.
4. Kakakku Supriyadi yang selalu mendampingiku dalam melakukan penelitian.
5. Narasumber dari Pondok Pesantren Syaikh Jamilurrahman As-Salafy yang
dengan ikhlas meluangkan waktunya untuk diajak wawancara baik langsung
ix
maupun via sms. Mulai dari Ustadz Agus Zainal Mustofa (Abu Mus’ab),
Ustadzah Aisyah, Mbak Khofsoh serta santri-santri lainnya yang sudah
membantu memberikan informasi tentang pondok pesantren.
Semoga kebaikan mereka semua kepada penulis akan dibalas oleh Allah SWT
dengan kebaikan yang berlipat ganda. Amin.
Penulis menyadari ada banyak kekurangan dalam skripsi ini. Oleh karena itu
saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan sebagai pembelajaran
untuk pencapaian yang lebih baik di masa mendatang.
Semarang, 26 Juni 2012
Penulis,
Iswati
NIM. 071211011
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .............................................................................. i
NOTA PEMBIMBING ........................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................ iii
HALAMAN PERNYATAAN ............................................................... iv
HALAMAN MOTTO ............................................................................ v
PERSEMBAHAN .................................................................................. vi
ABSTRAKSI ......................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ........................................................................... viii
DAFTAR ISI .......................................................................................... x
DAFTAR TABEL .................................................................................. xiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah ...................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah ............................................................. 4
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................... 4
1.4. Tinjauan Pustaka ................................................................. 4
1.5. Metode Penelitian ................................................................ 7
1.6. Sistematika Penulisan .......................................................... 12
BAB II DAKWAH DAN METODE
2.1. Dakwah dan Metode ............................................................. 15
2.1.1. Perihal Dakwah .......................................................... 15
2.1.2. Dasar Hukum dan Tujuan Dakwah ............................ 19
2.1.2.1. Dasar Hukum Dakwah ................................... 19
2.1.2.2. Tujuan Dakwah .............................................. 21
2.1.3. Unsur-unsur Dakwah.................................................. 23
2.1.3.1. Da’i (Subyek Dakwah) .................................. 23
2.1.3.2. Mad’u (Obyek Dakwah) ................................ 24
2.1.3.3. Maddah (Materi Dakwah) .............................. 25
2.1.3.4. Wasilah (Media Dakwah) ............................. 27
2.1.3.5. Thoriqoh (Metode Dakwah) .......................... 28
xi
2.1.3.6. Atsar (Efek Dakwah) ..................................... 29
2.2. Metode Dakwah .................................................................. 30
2.2.1. Pengertian Metode Dakwah ....................................... 30
2.2.2. Macam-macam Metode Dakwah ............................... 32
2.3. Pondok Pesantren ................................................................ 37
2.3.1. Pengertian Pondok Pesantren ..................................... 37
2.3.2. Karakteristik Pondok Pesantren ................................. 39
2.3.3. Elemen-elemen Pesantren .......................................... 40
2.3.3.1. Kyai ................................................................ 41
2.3.3.2. Santri .............................................................. 41
2.3.3.3. Masjid ............................................................ 42
2.3.3.4. Pondok ........................................................... 43
2.3.3.5. Kitab-kitab Islam Klasik ................................ 43
2.3.4. Fungsi dan Peran Pondok Pesantren
Dalam Dakwah .......................................................... 44
BAB III GAMBARAN UMUM PONDOK PESANTREN SYAIKH
JAMILURRAHMAN AS-SALAFY
3.1. Gambaran Umum Pondok Pesantren Syaikh Jamilurrahman
As-Salafy .............................................................................. 46
3.1.1. Latar Belakang Berdirinya Pondok Pesantren Syaikh
Jamilurrahman As-Salafy .......................................... 46
3.1.2. Lokasi Pondok Pesantren Syaikh Jamilurrahman
As-Salafy .................................................................... 47
3.1.3. Dasar dan Tujuan Pondok Pesantren Syaikh
Jamilurrahman As-Salafy ........................................... 47
3.1.3.1. Dasar Pondok Pesantren Syaikh
Jamilurrahman As-Salafy ............................. 49
3.1.3.2. Tujuan Pondok Pesantren Syaikh
Jamilurrahman As-Salafy ............................. 49
3.1.4. Program Pendidikan Pondok Pesantren Syaikh
Jamilurrahman As-Salafy ........................................... 50
xii
3.1.4.1. Program Pokok .............................................. 50
3.1.4.2. Program Penunjang ........................................ 51
3.1.4.3. Program Khusus ............................................. 52
3.1.5. Kegiatan belajar Pondok Pesantren Syaikh
Jamilurrahman As-Salafy .......................................... 52
3.1.5.1. Pelajaran Utama ............................................. 52
3.1.5.2. pelajaran Ekstra ............................................. 53
3.1.6. Materi Pelajaran Pondok Pesantren Syaikh
Jamilurrahman As-Salafy ........................................... 54
3.1.7. Struktur Organisasi Pondok Pesantren Syaikh
Jamilurrahman As-Salafy ........................................... 54
3.1.8. Data Santri Pondok Pesantren Syaikh Jamilurrahman
As-Salafy ................................................................... 55
3.1.9. Fasilitas Pondok Pesantren Syaikh Jamilurrahman
As-Salafy ................................................................... 55
3.1.9.1. Madrasah ........................................................ 55
3.1.9.2. Pondok ........................................................... 56
3.1.9.3. Masjid ............................................................ 56
3.1.9.4. Radio Majas 107.8 FM .................................. 56
3.1.9.5. Website www.pondokjamil.com ................... 56
3.1.10. Metode Dakwah yang Digunakan Pondok
Pesantren Syaikh Jamilurrahman As-Salafy ……… 57
BAB IV ANALISIS METODE DAKWAH PONDOK
PESANTREN SYAIKH JAMILURRAHMAN AS-SALAFY 66
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan .......................................................................... 74
5.2. Saran .................................................................................... 75
5.3. Penutup ................................................................................ 76
xiii
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BIODATA PENULIS
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dakwah adalah suatu istilah yang sangat dikenal dalam dunia Islam.
Dakwah dan Islam merupakan dua bagian yang tak terpisahkan satu dengan
yang lainnya, karena Islam tidak akan tumbuh dan berkembang tanpa adanya
dakwah (Nurbini dkk, t.th: 1).
Di dalam perkembangan dakwah Islam, pondok pesantren merupakan
lembaga pendidikan Islam yang mempunyai peran dalam mengembangkan
aktivitas dakwah. Hal ini dapat dilihat dari dua fungsi utama pondok
pesantren, yaitu sebagai pusat pendidikan dan penyiaran agama Islam.
Sepanjang sejarah perjalanan umat Islam (Indonesia), ternyata kedua
fungsi utama tersebut telah dilaksanakan oleh pondok pesantren (pada
umumnya) dengan baik, walaupun dengan berbagai kekurangan yang ada.
Dari pondok pesantren lahir para juru dakwah, para mualim, ustadz, para kiai
pondok pesantren, tokoh-tokoh masyarakat, bahkan yang memiliki profesi
sebagai pedagang, pengusaha ataupun bidang-bidang lainnya (Hafidhuddin,
1998: 121).
2
Seperti halnya pondok pesantren Syaikh Jamilurrahman As-Salafy yang
berlokasi di dusun Sawo desa Glondong, kecamatan Wirokerten, kabupaten
Bantul, keberadaan pondok pesantren ini juga memiliki peran aktif di dalam
melakukan dakwah Islam.
Adapun yang menjadi prioritas dakwah pondok pesantren Syaikh
Jamilurrahman As-Salafy adalah persoalan-persoalan akidah. Terkait hal
tersebut, Abu Mus’ab (pendiri pondok pesantren Syaikh Jamilurrahman As-
Salafy) menggarisbawahi nilai pentingnya peninjauan ulang kesahihan
referensi di dalam memahami akidah. Dalam hal ini pondok pesantren Syaikh
Jamilurrahman As-Salafy berorientasi kepada rujukan yang bersumber dari
pandangan ulama Salaf (sahabat, tabi’in, tabi’ut-tabi’in)—yang memberikan
batasan bahwa setiap praktik beragama harus memiliki contoh yang jelas.
Tafsir dan pengembangan yang tidak didukung dengan contoh yang jelas
dianggap lemah nilai kebenarannya (wawancara dengan Abu Mus’ab pada
tanggal 26 Februari 2012 pukul 16.15 WIB).
Berawal dari hal ini nampak bahwa pandangan ulama Salaf
menitikberatkan pada pemahaman agama secara tekstual. Karena itu praktik-
praktik beragama yang berada di luar teks dinilai mereka sebagai
penyimpangan.
Persoalannya adalah masyarakat Islam pada umumnya memahami Islam
secara kontekstual, yang cenderung memberikan ruang toleransi dalam
melakukan adaptasi dengan perkembangan yang terjadi. Sebagaimana
3
masyarakat Islam di Yogyakarta, dimana pondok pesantren Syaikh
Jamilurrahman As-Salafy berada, mereka lebih memahami Islam secara
kontekstual, dengan mempertimbangkan tradisi yang sudah ada sebelumnya
serta perkembangan kebudayaan global yang ada. Niscaya, pemahaman Islam
semacam itu tidak sejalan dengan pandangan ulama Salaf (wawancara dengan
Ranang Aji SP pada tanggal 25 Februari 2012 pukul 13.00 WIB).
Keberadaan pondok pesantren Syaikh Jamilurrahman As-Salafy di
Yogyakarta yang merujuk pada pemahaman ulama Salaf tidak serta merta
bisa diterima oleh masyarakat setempat. Lebih lagi, dalam hal berpenampilan
mereka memiliki kesamaan dengan kelompok Islam radikal.
Uraian di atas menunjukkan bahwa pondok pesantren Jamilurrahman As-
Salafy dalam melakukan dakwah masih mendapatkan hambatan-hambatan
antara lain:
1. Perbedaan pemahaman antara da’i dan mad’u dalam memahami Islam
2. Stigma masyarakat yang memandang pondok pesantren Syaikh
Jamilurrahman As-Salafy sebagai kelompok Islam radikal.
Namun meski banyak hambatan dalam melakukan dakwah, pondok
pesantren Syaikh Jamilurrahman As-Salafy ini masih bertahan hingga
sekarang.
4
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang ingin penulis
angkat adalah metode apakah yang digunakan pondok pesantren Syaikh
Jamilurrahman As-Salafy dalam berdakwah?
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui metode yang digunakan
Pondok Pesantren Jamilurrahman As-Salafy dalam berdakwah.
1.3.2. Manfaat Penelitian
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan bisa memperkaya
khasanah ilmu dakwah dan komunikasi dalam memajukan dakwah
islamiyah.
Sedangkan secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat
menjadi sumbangan bagi para pelaku dakwah (da’i), baik secara
perorangan maupun kolektif dalam menggunakan metode dakwah, agar
perkembangan dakwah bisa dicapai secara lebih baik.
1.4. Tinjauan Pustaka
Dalam penelitian ini, penulis merujuk pada beberapa karya skripsi
sebelumnya yang sudah pernah ada, antara lain :
Penelitian yang dilakukan Kusdaryanto tahun 2003 dengan judul “Peran
Dakwah Pondok Pesantren Tanbilul Ghofilin dalam Pembinaan Akhlak
Masyarakat Kab. Banjarnegara”. Skripsi ini menggunakan metode deskriptif
dan proses berfikir deduktif. Permasalahan yang diangkat tentang pembinaan
5
akhlak masyarakat Kab. Banjarnegara dalam pondok pesantren Tanbilul
Ghofilin. Penelitian ini menghasilkan:
1. Dakwah yang ada dalam pondok pesantren Tanbilul Ghofilin yang
disampaikan sesuai dengan situasi dan kondisi pada pembinaan akhlak
masyarakat kabupaten Banjarnegara.
2. Pembinaan akhlak ini selain pada masyarakat sekitar pondok pesantren
Tanbilul Ghofilin juga pada masyarakat kabupaten Banjarnegara.
3. Peran dan sikap pondok pesantren Tanbilul Ghofilin dalam dakwahnya
dinilai sangat disenangi masyarakat.
Penelitian yang dilakukan Nurul Kholisoh tahun 2006 dengan judul
“Peran Pondok Pesantren Nurul Ulum Trengguli Wonosalam Demak dalam
Upaya Meningkatkan Mutu Layanan Santri”. Skripsi ini menggunakan
metode kualitatif dan proses berfikir induktif yang mengangkat permasalahan
tentang upaya meningkatkan mutu layanan santri. Penelitian ini
menghasilkan:
1. Santri dapat berfikir dengan pola religius
2. Supaya santri bisa mengamalkan nilai-nilai agama Islam
3. Layanan mutu santri lebih ditingkatkan
Penelitian yang dilakukan Gufroni tahun 1994 dengan judul “Metode dan
Strategi Pengembangan Agama Islam Pada Lembaga Dakwah di Kota
Madya Semarang”. Skripsi ini menggunakan metode kualitatif yang
mengangkat permasalahan tentang metode dan strategi pengembangan agama
6
Islam yang dilakukan lembaga dakwah terhadap masyarakat kota madya
Semarang. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa:
1. Metode dan strategi dakwah Muhamadiyah secara keseluruhan dapat
dikatakan sesuai dengan kondisi sosial masyararakat kota madya
Semarang.
2. Metode yang diterapkan NU sama halnya dengan Muhamadiyah, namun
strategi yang diterapkannya lebih ditujukan pada pembinaan satuan
organisasi.
3. Metode dakwah MDI tidak sepenuhnya didasarkan pada kondisi umat,
melainkan pada kondisi organisatorik, strategi dakwahnya meskipun
sebagian besarnya masih bersifat konseptual, namun telah disusun secara
sistematis, rinci, dan terarah pada tujuan.
Demikan beberapa penelitian sebelumnya yang berhasil penulis himpun,
memang tidak dapat dipungkiri ada berbagai kesamaan. Diantaranya adalah
dalam penelitian tersebut, mereka menjadikan pondok pesantren sebagai
objek penelitiannya. hal inilah yang menjadi salah satu persamaan penulis
dengan peneliti terdahulu.
Sedangkan perbedaan dengan peneliti sebelumnya adalah meskipun sama-
sama menjadikan pondok pesantren sebagai objek penelitiannya, namun
objek bidikan penulis berbeda dengan mereka. Penulis memfokuskan pada
metode dakwah pondok pesantren Syaikh Jamilurrahman As-Salafy
Yogyakarta.
7
1.5. Metode Penelitian
1.5.1. Jenis Penelitian/Pendekatan/Spesifikasi Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan jenis penelitian
kualitatif, yaitu penelitian yang bermaksud untuk memahami
fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya
perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain, secara holistik,
dan dengan cara deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada
suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan
berbagai metode alamiah. (Moleong, 2006 : 6)
Adapun spesifikasi penelitian ini adalah penelitian deskriptif,
artinya penelitian ini bertujuan untuk melukiskan secara sistematis
fakta atau karakteristik populasi bidang tertentu secara faktual dan
cermat (Rakhmat, 1985: 30).
Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan
fenomenologis, artinya fenomena-fenomena di lapangan dijadikan
peneliti sebagai obyek penelitian yang diamati.
1.5.2. Definisi Konseptual
Metode dakwah menyangkut masalah bagaimana caranya dakwah
itu dilaksanakan. Tindakan-tindakan atau kegiatan-kegiatan dakwah
yang telah dirumuskan akan efektif apabila dilaksanakan dengan
mempergunakan cara-cara yang tepat (Shaleh, 1977: 72). Ada
berbagai macam metode dakwah, namun dalam penelitian ini hanya
8
akan difokuskan pada metode dakwah yang digunakan pondok
pesantren Syaikh Jamilurrahman As-Salafy Yogyakarta.
1.5.3. Sumber dan Jenis Data
Yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian ini adalah
subyek darimana data itu dapat diperoleh (Arikunto, 2006: 129).
Dalam penelitian ini sumber data primernya adalah pendiri, pengurus
dan santri pondok pesantren Syaikh Jamilurrahman As-Salafy, yang
akan merespon pertanyaan- pertanyaan peneliti terkait dengan obyek
penelitian yang diteliti, baik pertanyaan tertulis maupun lisan.
Sedangkan sumber data sekundernya adalah buku-buku, internet dan
bahan-bahan kepustakaan lain yang ada relevansinya dengan
penelitian ini.
1.5.4. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini untuk pengumpulan data, penulis
menggunakan beberapa metode yaitu:
1. Wawancara
Menurut Esterberg (2002) wawancara adalah pertemuan dua
orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga
dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu (Sugiyono,
2010: 72).
9
Wawancara dalam penelitian ini adalah wawancara tidak
terstruktur, artinya dalam melakukan wawancara, pengumpul data
tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara
sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman
wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar
permasalahan yang akan ditanyakan. Metode ini dipergunakan untuk
memperoleh data sebagai berikut:
1) Metode dakwah yang digunakan pondok pesantren Syaikh
Jamilurrahman As-Salafy dengan sumber informasi wawancara
adalah pendiri pondok pesantren.
2) Sasaran dakwah (mad’u) pondok pesantren Syaikh Jamilurrahman
As-Salafy dengan sumber informasi pendiri, pengurus dan santri
pondok pesantren.
Selain itu, sebagai data pendukung wawancara juga dilakukan
dengan narasumber di luar pondok pesantren Jamilurrahman As-
Salafy tapi tetap yang berhubungan dengan penelitian.
2. Observasi
Observasi adalah usaha pengumpulan data dengan pengamatan
dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang
diselidiki. Metode ini digunakan untuk pengamatan yang dilakukan
oleh peneliti secara langsung terhadap sumber data yang ada pada
pondok pesantren Jamilurrahman As-Salafy Yogyakarta.
10
Observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi
partisipatif, artinya dalam melakukan observasi peneliti ikut terlibat
dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang
digunakan sebagai sumber data penelitian (Sugiyono, 2010: 64).
Obyek observasi dalam penelitian ini meliputi:
1) Kegiatan belajar mengajar pondok pesantren Syaikh
Jamilurrahman As-Salafy.
2) Kegiatan keagamaan yang dilakukan pondok pesantren Syaikh
Jamilurrahman As-Salafy
3. Dokumentasi
Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau
variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah,
prasasti, notulen rapat, lengger, agenda dan sebagainya (Arikunto,
2006 : 231). Dokumen-dokumen yang dijadikan arsip dalam penelitian
ini meliputi:
1) Dokumentasi mengenai profil pondok pesantren Syaikh
Jamilurrahman As-Salafy.
2) Dokumentasi mengenai struktur organisasi pondok pesantren
Syaikh Jamilurrahman As-Salafy.
3) Dokumentasi mengenai kegiatan belajar pondok pesantren Syaikh
Jamilurrahman As-Salafy.
11
1.5.5. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara
sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan,
dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam unit-
unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang
penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga
mudah dipahami oleh diri sendiri dan orang lain (Sugiyono, 2010: 89).
Analisis data kualitatif secara umum dapat dilakukan sebagai berikut
(Daymon dan Holloway, 2008: 369) :
a. Proses reduksi
Proses reduksi adalah proses mengolah data dari yang tidak
atau yang belum tertata menjadi data yang tertata. Dalam proses
reduksi ini terkandung aspek pengeditan, pemberian kode dan
pengelompokan data sesuai dengan kategorisasi data.
Proses reduksi bertujuan untuk mengolah data yang diperoleh
melalui pengumpulan data, agar menjadi data yang dapat dipahami
dan tersusun secara sistematis.
b. Proses interpretasi (penafsiran)
Setelah data disusun secara sistematis, tahap berikutnya yang
harus ditempuh adalah tahap analisa. Ini adalah tahap yang penting
dan menentukan. Pada tahap ini data yang berkaitan dengan
permasalahan yang diajukan, ditafsirkan sedemikian rupa sampai
berhasil menyimpulkan kebenaran-kebenaran yang dapat dipakai
12
untuk menjawab persoalan-persoalan yang diajukan dalam
penelitian.
Metode analisis data yang penulis gunakan adalah metode
analisis data deskriptif kualitatif. Maksudnya adalah proses analisis
yang akan didasarkan pada kaidah deskriptif dan kualitatif. Kaidah
deskriptif adalah bahwasannya proses analisis dilakukan terhadap
seluruh data yang telah didapatkan, diolah dan kemudian hasil
analisa tersebut disajikan secara keseluruhan. Sedangkan kaidah
kualitatif adalah bahwasanya proses analisis tersebut ditujukan
untuk mengembangkan teori bandingan dengan tujuan untuk
menemukan teori baru yang dapat berupa penguatan terhadap teori
lama, maupun melemahkan teori yang telah ada tanpa
menggunakan rumus statistik (Danim, 2002: 41). Teori yang
digunakan untuk menganalisis adalah teori metode dakwah
kemudian menganalisisnya dengan analisis indeksikalitas.
Indeksikalitas adalah keterkaitan makna kata, perilaku dan lainnya
pada konteksnya (Muhadjir, 2000: 145).
1.6. Sistematika Penulisan
Penelitian ini memulai pembahasan dalam Bab I sebagai pengantar atas
lima bab pembahasan berikutnya tentang isi dan kesimpulan. Bab
pendahuluan ini penulis memaparkan latar belakang masalah mengapa
pondok pesantren Syaikh Jamilurrahman As-Salafy dipilih sebagai obyek
13
penelitian, kemudian perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta
tinjauan pustaka yang merujuk pada tiga skripsi sebelumnya yang pernah ada.
Kemudian kerangka teoritik dan metode penelitian. Dalam metode penelitian
dijelaskan pula jenis dan pendekatan penelitian, definisi operasional, sumber
dan jenis data, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.
Selanjutnya, bab ini dipungkas dengan sistematika penulisan.
BAB II membahas mengenai dakwah dan metode. Dalam bab ini penulis
menguraikan secara umum dakwah dalam tinjauan teoritis yang meliputi
pengertian dakwah, dasar hukum dan tujuan dakwah, dan unsur-unsur
dakwah. Dilanjutkan dengan membahas metode dakwah yang meliputi
pengertian metode dakwah dan macam-macam metode dakwah. Karena
obyek penelitiannya adalah pondok pesantren, maka penulis juga akan
menguraikan tentang pondok pesantren yang meliputi pengertian pondok
pesantren, karakteristik pondok pesantren, elemen pondok pesantren, fungsi
dan peran pondok pesantren dalam dakwah.
BAB III membahas mengenai gambaran umum pondok pesantren Syaikh
Jamilurrahman As-Salafy. Dalam bab ini penulis menguraikan gambaran
umum tentang pondok pesantren Syaikh Jamilurrahman As-Salafy yang
meliputi latar belakang berdirinya pondok, lokasi pondok, dasar dan tujuan
pondok, visi dan misi pondok, program pendidikan, kegiatan belajar, dan
struktur organisasi pondok.
14
BAB IV membahas tentang analisis metode dakwah pondok pesantren
Syaikh Jamilurrahman As-Salafy yang bersifat konsep.
BAB V adalah penutup. Dalam penutup ini dibahas kesimpulan dari
penelitian yang telah diteliti penulis, saran/kritik yang akan disampaikan dan
salam penutup.
15
BAB II
DAKWAH DAN METODE
2.1. Dakwah dan Metode
2.1.1. Perihal Dakwah
Dakwah secara etimologi berasal dari bahasa Arab, yaitu da’a-
yad’u-da’watan, artinya mengajak, menyeru, memanggil. (Amin, 2009:
1).
Sedangkan orang yang melakukan seruan atau ajakan tersebut
dikenal dengan panggilan da’i artinya orang yang menyeru. Tetapi
mengingat bahwa proses memanggil atau menyeru tersebut juga
merupakan suatu proses penyampaian (tabligh) atas pesan-pesan
tertentu, maka dikenal pula istilah muballigh yaitu orang yang berfungsi
sebagai komunikator untuk menyampaikan pesan (message) kepada
pihak komunikan. (Tasmara, 1997: 31).
Dengan demikian, secara etimologis pengertian dakwah dan tabligh
itu merupakan suatu proses penyampaian (tabligh) pesan-pesan tertentu
yang berupa ajakan atau seruan dengan tujuan agar orang lain
memenuhi ajakan tersebut.
16
Untuk lebih jelasnya, pengertian dakwah secara terminologi akan
penulis sampaikan beberapa definisi dakwah yang dikemukakan oleh
para ahli sebagai berikut:
1. Menurut Prof. Toha Yahya Omar, M. A.
Dakwah adalah mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada
jalan yang benar sesuai dengan perintah Tuhan, untuk kemaslahatan
dan kebahagiaan mereka di dunia dan akhirat (Omar, 1992: 13).
2. Menurut Syekh Ali Makhfudh
عن النهي و بالمعروف العمر و الهذي و الخير عل الناس حث
واألجل العاجل بسعادة ليفىزوا المنكر
“Mendorong (memotivasi) umat manusia untuk melaksanakan
kebaikan dan mengikuti petunjuk serta memerintahkan mereka
berbuat ma‟ruf dan mencegahnya dari perbuatan mungkar agar
mereka memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat” (Pimay,
2005: 28).
3. Menurut Prof. H. M. Arifin, M. Ed.
Dakwah adalah suatu kegiatan ajakan baik dalam bentuk lisan,
tulisan, tingkah laku dan sebagainya yang dilakukan secara sadar dan
berencana dalam usaha mempengaruhi orang lain baik secara
individual maupun secara kelompok agar timbul dalam dirinya suatu
pengertian, kesadaran, sikap, penghayatan serta pengamalan
terhadap ajaran agama sebagai message yang disampaikan
kepadanya dengan tanpa adanya unsur-unsur pemaksaan.
17
4. Menurut Dr. M. Quraish Shihab
Dakwah adalah seruan atau ajakan kepada keinsyafan atau usaha
mengubah situasi kepada situasi yang lebih baik dan sempurna, baik
terhadap pribadi atau masyarakat. Perwujudan dakwah bukan
sekedar usaha peningkatan pemahaman dalam tingkah laku dan
pandangan hidup saja, tetapi juga menuju sasaran yang lebih luas.
Apalagi pada masa sekarang ini, ia harus lebih berperan menuju
kepada pelaksanaan ajaran Islam secara lebih menyeluruh dalam
berbagai aspek.
5. Menurut Ibnu Taimiyah
Dakwah merupakan suatu proses usaha untuk mengajak agar orang
beriman kepada Allah, percaya dan menaati apa yang telah
diberitakan oleh rasul serta mengajak agar dalam menyembah
kepada Allah seakan-akan melihat-Nya (Amin, 2009: 3-5).
6. Menurut Drs. Hamzah Ya‟qub
Dakwah dalam Islam ialah mengajak umat manusia dengan hikmah
kebijaksanaan untuk mengikuti petunjuk Allah dan Rasulnya
(Ya‟qub, 1992: 13).
7. Menurut Dr. H. Moh. Ali Aziz, M. Ag
Dakwah adalah segala bentuk aktivitas penyampaian ajaran Islam
kepada orang lain dengan berbagai cara yang bijaksana untuk
terciptanya individu dan masyarakat yang menghayati dan
18
mengamalkan ajaran Islam dalam semua lapangan kehidupan (Aziz,
2004: 10).
Adapun menurut penulis yang dimaksud dengan dakwah adalah
suatu bentuk aktifitas penyampaian ajaran Islam kepada orang lain
dengan berbagai cara yang bijaksana, untuk terciptanya individu dan
masyarakat yang menghayati dan mengamalkan ajaran Islam dalam
semua lapangan kehidupan.
Berbagai macam pemahaman mengenai pengertian dakwah
sebagaimana disebutkan di atas, meskipun terdapat perbedaan dalam
perumusan, tetapi apabila diperbandingkan satu sama lain, dapatlah
diambil kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut:
1. Dakwah adalah proses penyampaian agama Islam dari seseorang
kepada orang lain.
2. Penyampaian ajaran Islam tersebut berupa ajakan kepada jalan Allah
dengan amr ma’ruf (ajaran kepada kebaikan) dan nahi mun’kar
(mencegah kemunkaran).
3. Dakwah adalah suatu aktivitas atau usaha yang dilakukan dengan
sadar dan terencana dengan tujuan terbentuknya suatu individu atau
masyarakat yang taat dan mengamalkan sepenuhnya seluruh ajaran
Islam.
19
2.1.2. Dasar Hukum dan Tujuan Dakwah
2.1.2.1. Dasar Hukum Dakwah
Setiap muslim diwajibkan menyampaikan dakwah Islam
kepada seluruh umat manusia, sehingga mereka dapat
merasakan ketentraman dan kedamaian (Pimay, 2005: 30).
Dalam Al Qu‟an terdapat banyak ayat yang secara implisit
menunjukkan suatu kewajiban melaksanakan dakwah, di
antaranya adalah surat Ali Imran/3: 104:
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang
menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan
mencegah dari yang munkar, mereka itulah orang-orang yang
beruntung” (Departemen Agama RI, 2000: 50).
Mengenai kewajiban menyampaikan dakwah, para ulama
berbeda pendapat mengenai status hukumnya. Perbedaan
penafsiran ini terletak pada kata minkum yang berfungsi
sebagai penjelas (lil bayan) bukan untuk menunjukkan arti
sebagian (littab’idh) sebab Allah telah mewajibkan dakwah
kepada umat Islam secara keseluruhan sebagaimana dalam
firmannya surat Ali Imran/3: 110:
20
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari
yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab
beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka
ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang
yang fasik” (Departemen Agama RI, 2000: 50).
Dalam hal ini Rasulullah sendiri sebagai pembawa risalah
dan hamba Allah yang ditunjuk sebagai utusan Allah telah
bersabda kepada umatnya untuk berusaha dalam menegakkan
dakwah. Sabda Rasululullah:
فإن لم را فليغيري بيدي فإن لم يستطع فبلسامه رأى مىكم مىك و
و ذلك أضعف االءيمانيستطع فبقلب
“Barangsiapa di antara kamu melihat kemunkaran maka
hendaklah ia merubah dengan tangannya, jika tidak kuasa
maka dengan lisannya, jika tidak kuasa dengan lisannya maka
dengan hatinya, yang demikian itu adalah selemah-lemahnya
iman” (HR. Muslim).
Hadits di atas menunjukkan perintah kepada umat Islam
untuk mengadakan dakwah sesuai dengan kemampuan masing-
masing. Apabila seorang muslim mempunyai kekuasaan
tertentu maka dengan kekuasaannya itu ia diperintah untuk
mengadakan dakwah. Jika ia hanya mampu dengan lisannya
21
maka dengan lisan itu ia diperintahkan untuk mengadakan
seruan dakwah, bahkan sampai diperintahkan untuk berdakwah
dengan hati, seandainya dengan lisan pun ternyata ia tidak
mampu.
Keterangan yang dapat diambil dari pengertian ayat Al
Qur‟an dan hadits nabi di atas adalah bahwa kewajiban
berdakwah itu merupakan tanggung jawab dan tugas setiap
muslim di manapun dan kapanpun ia berada. Tugas dakwah ini
wajib dilaksanakan bagi laki-laki dan wanita Islam yang baligh
dan berakal. Kewajiban dakwah ini bukan hanya kewajiban
para ulama, tetapi merupakan kewajiban setiap insan muslim
dan muslimat tanpa kecuali. Hanya kemampuan dan bidangnya
saja yang berbeda, sesuai dengan ukuran dan kemampuan
masing-masing.
2.1.2.2. Tujuan Dakwah
Dakwah merupakan suatu rangkaian kegiatan atau proses,
dalam rangka mencapai suatu tujuan tertentu. Tujuan ini
dimaksudkan untuk pemberi arah atau pedoman bagi gerak
langkah kegiatan dakwah. Sebab tanpa tujuan yang jelas
seluruh aktivitas dakwah akan sia-sia (tiada artinya) (Syukir,
1983: 49).
22
Didin Hafidhudin mengemukakan tujuan dakwah secara
umum adalah mengubah perilaku sasaran dakwah agar mau
menerima ajaran Islam dan mengamalkannya dalam dataran
kenyataan kehidupan sehari-hari, baik yang bersangkutan
dengan masalah pribadi, keluarga, maupun sosial
kemasyarakatan, agar mendapat kebaikan dunia dan akhirat
serta terbebas dari azab neraka (Hafidhudin, 2001: 78).
Amrullah Ahmad dalam bukunya Dr. H. Ali Aziz, M. Ag
menyinggung tentang tujuan dakwah yaitu untuk
mempengaruhi cara merasa, berpikir, bersikap dan bertindak
manusia pada dataran individual dan sosiokultural dalam
rangka terwujudnya ajaran Islam dalam semua segi kehidupan
(Aziz, 2004: 60).
Dari beberapa tujuan dakwah tersebut,secara garis besar
tujuan dakwah dapat dibagi dua (Pimay, 2006: 8-13) yaitu:
a. Tujuan umum
Tujuan umum dakwah adalah menyelamatkan umat
manusia dari lembah kegelapan dan membawanya ketempat
yang terang benderang, dari jalan yang sesat kepada jalan
yang lurus, dari lembah kemusyrikan dengan segala bentuk
kesengsaraan menuju kepada tauhid yang menjanjikan
kebahagiaan.
23
b. Tujuan khusus
Tujuan khusus dakwah antara lain:
1. Terlaksananya ajaran Islam secara keseluruhan dengan
cara yang benar dan berdasarkan keimanan.
2. Terwujudnya masyarakat muslim yang diidam-idamkan
dalam suatu tatanan hidup berbangsa dan bernegara, adil,
makmur, damai dan sejahtera dibawah limpahan rahmat
Allah SWT.
3. Mewujudkan sikap beragama yang benar dari
masyarakat.
2.1.3. Unsur-unsur Dakwah
Yang dimaksud dengan unsur-unsur dakwah adalah komponen-
komponen yang selalu ada dalam setiap kegiatan dakwah (Aziz, 2004:
75). Unsur-unsur tersebut adalah:
2.1.3.1. Da’i (subyek dakwah)
Da‟i adalah orang yang melaksanakan dakwah baik lisan
maupun tulisan ataupun perbuatan dan baik secara individu,
kelompok atau berbentuk organisasi (Aziz, 2004: 75).
Seorang da‟i yang bijaksana adalah orang yang dapat
mempelajari realitas, situasi masyarakat, dan kepercayaan
mereka serta menempatkan mereka pada tempatnya masing-
24
masing. Kemudian mengajak mereka berdasarkan kemampuan
akal, pemahaman, tabiat, tingkatan keilmuan dan status sosial
mereka. Seorang da‟i yang bijak adalah yang mengetahui
metode yang akan dipakainya (Al-Qathani, 2005: 97).
Sebagai seorang da‟i harus memulai dakwahnya dengan
langkah yang pasti. Diantaranya dengan dimulai dari dirinya
sehingga menjadi panutan yang baik bagi orang lain.
Kemudian membangun rumah tangganya dan memperbaiki
keluarganya, agar menjadi sebuah bangunan muslim yang
berasaskan keimanan. Selanjutnya melangkah kepada
masyarakat dan menyebarkan dakwah kebaikan di kalangan
mereka. Memerangi berbagai bentuk akhlak yang buruk dan
berbagai kemungkaran dengan cara bijak. Lalu berupaya untuk
menggali keutamaan dan kemuliaan akhlak. Kemudian
mengajak kalangan orang yang tidak beragama Islam untuk
diarahkan ke jalan yang benar dan sesuai dengan syariat Islam
(Al-Qahthani, 2005: 90).
2.1.3.2. Mad’u (obyek dakwah)
Mad‟u atau penerima dakwah adalah seluruh umat
manusia, baik laki-laki ataupun perempuan, tua maupun muda,
miskin atau kaya, muslim maupun non muslim, kesemuanya
menjadi objek dari kegiatan dakwah Islam, semua berhak
25
menerima ajakan dan seruan ke jalan Allah (An-Nabiry, 2008:
230).
Da‟i yang tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang
masyarakat yang akan menjadi mitra dakwahnya adalah calon-
calon da‟i yang akan mengalami kegagalan dalam dakwahnya
(Aziz, 2004: 94).
Untuk itu pengetahuan tentang apa dan bagaimana mad‟u,
baik jika ditinjau dari aspek psikologis, pendidikan,
lingkungan sosial, ekonomi serta keagamaan, merupakan suatu
hal yang pokok dalam dakwah. Karena hal tersebut akan
sangat membantu dalam pelaksanaan dakwah, terutama dalam
hal penentuan tingkat dan macam materi yang akan
disampaikan, atau metode mana yang akan diterapkan, serta
melalui media apa yang tepat untuk dimanfaatkan, guna
menghadapi mad‟u dalam proses dakwahnya (An-Nabiry,
2008: 230-231).
2.1.3.3. Maddah (materi dakwah)
Materi dakwah adalah pesan-pesan atau segala sesuatu
yang harus disampaikan oleh subyek kepada obyek dakwah,
yaitu keseluruhan ajaran Islam, yang ada di dalam Kitabullah
maupun Sunnah Rasul Nya. Pada dasarnya materi dakwah
Islam tergantung pada tujuan dakwah yang hendak dicapai.
Namun secara garis besar materi dakwah dapat
26
diklasifikasikan menjadi tiga hal pokok (Anshari, 1993: 146),
yaitu :
1. Masalah aqidah, yaitu serangkaian ajran yang menyangkut
sistem keimanan/kepercayaan terhadap Allah SWT.
2. Masalah syariah, yaitu serangkaian ajaran yang menyangkut
aktifitas manusia muslim di dalam semua aspek hidup dan
kehidupannya, mana yang boleh dilakukan dan yang tidak
boleh dilakukan, mana yang halal dan haram, mana yang
mubah dan sebagainya. Dalam hal ini juga menyangkut
hubungan manusia dengan Allah dan hubungan manusia
dengan sesamanya.
3. Masalah akhlaq, yaitu menyangkut tata cara berhubungan
baik secara vertical dengan Allah SWT, maupun secara
horizontal dengan sesame manusia dan seluruh makhluk-
makhluk Allah.
Di bidang aqidah ini bukan saja pembahasannya tertuju
pada masalah-masalah yang wajib di-imani, akan tetapi materi
dakwah meliputi juga masalah-masalah yang dilarang sebagai
lawannya, misalnya syirik (menyekutukan adanya Tuhan),
ingkar dengan adanya Tuhan dan sebagainya (Syukir, 1983:
61).
27
2.1.3.4. Wasilah (media dakwah)
Media dakwah adalah segala sesuatu yang dapat dijadikan
sebagai alat untuk mencapai tujuan dakwah yang telah
ditentukan. (Syukir, 1983: 63). Dengan kata lain, media
dakwah adalah sarana yang digunakan oleh da‟i untuk
menyampaikan materi dakwah.
Media dakwah jika dilihat dari bentuk penyampaiannya,
dapat digolongkan menjadi lima golongan besar (Ya‟kub,
1992: 47-48) yaitu:
1. Lisan yaitu dakwah yang dilakukan dengan lidah atau suara.
Termasuk dalam bentuk ini adalah khutbah, pidato,
ceramah, kuliah, diskusi, seminar, musyawarah, nasihat,
pidato-pidato radio, ramah tamah dalam anjang sana,
obrolan secara bebas setiap ada kesempatan, dan lain
sebagainya.
2. Tulisan yaitu dakwah yang dilakukan dengan perantara
tulisan misalnya: buku, majalah, surat kabar, buletin,
risalah, kuliah tertulis, pamplet, pengumuman tertulis,
spanduk, dan sebagainya.
3. Lukisan yaitu gambar-gambar hasil seni lukis, foto, film
cerita, dan lain sebagainya. Bentuk terlukis ini banyak
menarik perhatian orang dan banyak dipakai untuk
28
menggambarkan suatu maksud ajaran yang ingin
disampaikan kepada orang lain, seperti komik-komik
bergambar.
4. Audio visual yaitu suatu cara penyampaian yang sekaligus
merangsang penglihatan dan pendengaran. Bentuk itu
dilaksanakan dalam televisi, sandiwara, ketoprak wayang
dan lain sebagainya.
5. Akhlak yaitu suatu cara penyampaian langsung ditunjukkan
dalam bentuk perbuatan yang nyata misalnya: menjenguk
orang sakit, bersilaturrahmi ke rumah, pembangunan masjid
dan sekolah, poliklinik, kebersihan, pertanian, peternakan,
dan lain sebagainya.
2.1.3.5. Thariqah (metode dakwah)
Didalam melaksanakan suatu kegiatan dakwah diperlukan
juga metode penyampaian yang tepat agar tujuan dakwah
tercapai. Metode dalam kegiatan dakwah adalah suatu cara
dalam menyampaikan pesan-pesan dakwah (Ghazali, 1997:
24).
Adapun tujuan diadakannya metodologi dakwah adalah
untuk memberikan kemudahan dan keserasian, baik bagi
pembawa dakwah itu sendiri maupun bagi penerimanya.
Pengalaman mengatakan, bahwa metode yang kurang tepat
29
seringkali mengakibatkan gagalnya aktivitas dakwah.
Sebaliknya, terkadang sebuah permasalahan yang sedemikian
sering dikemukakan pun, apabila diramu dengan metode yang
tepat, dengan penyampaian yang baik, ditambah oleh aksi
retorika yang mumpuni, maka respon yang didapat pun cukup
memuaskan (An-Nabiry, 2008: 238).
Pembahasan mengenai metode dakwah akan diuraikan
lebih lanjut pada sub bab berikutnya.
2.1.3.6. Atsar (efek dakwah)
Setiap aksi dakwah akan menimbulkan reaksi. Demikian
jika dakwah telah dilakukan oleh seorang da‟i dengan materi
dakwah, wasilah, thariqah tertentu maka akan timbul respon
dan efek (atsar) pada mad’u, (mitra/ penerima dakwah). Atsar
itu sendiri sebenarnya berasal dari bahasa Arab yang berarti
bekasan, sisa, atau tanda (Aziz, 2004: 138).
Atsar (efek ) sering disebut dengan feed back (umpan
balik) dari proses dakwah ini sering kali dilupakan atau tidak
banyak menjadi perhatian para da‟i. Kebanyakan mereka
menganggap bahwa setelah dakwah disampaikan maka
selesailah dakwah. Padahal, atsar sangat besar artinya dalam
penentuan langkah-langkah dakwah berikutnya. Tanpa
menganalisis atsar dakwah maka kemungkinan kesalahan
strategi yang sangat merugikan pencapaian tujuan dakwah
30
akan terulang kembali. Sebaliknya, dengan menganalisis atsar
dakwah secara cermat dan tepat maka kesalahan strategi
dakwah akan segera diketahui untuk diadakan penyempurnaan
pada langkah-langkah berikutnya (corrective action), demikian
juga strategi dakwah termasuk di dalam penentuan unsur-unsur
dakwah yang dianggap baik dapat ditingkatkan (Aziz, 2004:
138-139).
2.2. Metode Dakwah
Pembahasan ini adalah kelanjutan pembahasan tentang metode dakwah
dalam bab unsur-unsur dakwah.
2.2.1. Pengertian Metode Dakwah
Dari segi bahasa metode berasal dari dua kata yaitu “meta”
(melalui) dan “hodos” (jalan, cara). Dengan demkian dapat diartikan
bahwa metode adalah cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai
suatu tujuan. Dalam bahasa Yunani metode berasal dari kata methodos
artinya jalan yang dalam bahasa Arab disebut thariq. Metode berarti
cara yang telah diatur dan melalui proses pemikiran untuk mencapai
suatu maksud (Munir, 2006: 6). Sedangkan menurut Abdul Kadir
Munsy metode diartikan sebagai cara untuk menyampaikan sesuatu
(Aziz, 2004: 122).
Kata metode telah menjadi bahasa Indonesia yang memiliki
pengertian sebagai suatu cara yang bisa ditempuh atau cara yang
31
ditentukan secara jelas untuk mencapai dan menyelesaikan suatu tujuan,
rencana sistem, dan tata pikir manusia (Aziz, 2004: 122).
Kaitannya dengan dakwah dalam komunikasi metode dakwah lebih
dikenal sebagai approach, yaitu cara-cara yang dilakukan oleh seorang
da‟i atau komunikator untuk mencapai suatu tujuan tertentu atas dasar
hikmah dan kasih sayang (Tasmara, 2001: 43).
Banyak metode dakwah yang disebutkan dalam al-Qur‟an dan
hadits akan tetapi yang dijadikan pedoman pokok dari keseluruhan
metode dakwah tersebut adalah firman Allah dalam surah an Nahl ayat
125 (Aziz, 2004: 135):
”Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa
yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-
orang yang mendapat petunjuk” (Departemen Agama RI, 2000: 224).
Ayat tersebut di atas telah memberikan pedoman bagaimana
caranya dakwah itu harus dilakukan. Yaitu dengan cara:
1. Hikmah, yaitu dakwah yang dilakukan dengan terlebih dahulu
memahami secara mendalam segala persoalan yang berhubungan
dengan proses dakwah, yang meliputi persoalan sasaran dakwah,
tindakan-tindakan yang akan dilakukan, masyarakat yang menjadi
32
objek dakwah, situasi tempat dan waktu di mana dakwah akan
dilaksanakan dan lain sebagainya (Shaleh, 1977: 73).
2. Mauidhah Hasanah, yaitu kalimat atau ucapan yang diucapkan oleh
seorang da‟i atau muballigh, disampaikan dengan cara yang baik,
berisikan petunjuk-petunjuk ke arah kebajikan, diterangkan dengan
gaya bahasa yang sederhana, supaya yang disampaikan itu dapat
ditangkap, dicerna, dihayati, dan tahapan selanjutnya dapat
diamalkan (An-Nabiry, 2008: 241-242).
3. Mujadalah, yaitu berdakwah dengan cara bertukar pikiran dan
membantah dengan cara yang sebaik-baiknya dengan tidak
memberikan tekanan-tekanan (Aziz, 2004: 136).
2.2.2. Macam-macam Metode Dakwah
Metode dakwah sebenarnya dapat diklasifikasikan menjadi berbagai
macam metode tergantung dari segi tinjauannya. Dari segi jumlah
audien dakwah dibagi dalam dua cara (Abda, 1994: 82-83) :
1. Dakwah perorangan, yaitu dakwah yang dilakukan terhadap orang
seorang secara langsung. Metode ini kelihatannya tidak efektif tapi
nyatanya dakwah perorangan lebih efektif jika dilakukan terhadap
orang yang mempunyai pengaruh terhadap suatu lingkungan.
2. Dakwah kelompok, yaitu dakwah yang dilakukan terhadap
kelompok tertentu yang sudah ditentukan sebelumnya. Misalnya
kelompok ibu-ibu dan sebagainya.
33
Dari segi cara penyampaiannya metode dakwah dapat digolongkan
menjadi dua:
1. Cara langsung, yaitu dakwah yang dilakukan dengan cara tatap muka
antara komunikan dengan komunikatornya.
2. Cara tidak langsung, yaitu dakwah yang dilakukan tanpa tatap muka
antara da‟i dan audiennya. Dilakukan dengan bantuan sarana lain
yang cocok. Misalnya dengan bantuan televisi, radio, internet dan
lain sebagainya.
Dari segi penyampaian isi metode dakwah digolongkan menjadi
(Abda, 1994: 86-87):
1. Cara serentak, cara ini dilakukan untuk pokok-pokok bahasan secara
praktis dan tidak terlalu banyak kaitannya dengan masalah-masalah
lain. Walaupun demikian da‟i tetap harus menjaga keutuhan
permasalahan jangan sampai kecilnya pokok bahasan kemudian
pembahasannya hanya sepintas kilas saja.
2. Cara bertahap, cara ini dilakukan terhadap pokok-pokok bahasan
yang banyak kaitannya dengan masalah lain. Dalam hal pokok
bahasan semacam ini da‟i harus pandai-pandai membagi pokok
bahasan dalam sub-sub yang lebih kecil tapi tidak lepas dari pokok
bahasan utamanya. Dalam penyampaiannya pun da‟i harus mampu
mengurutkan mana-mana yang harus didahulukan dan mana yang
berikutnya. Juga da‟i harus mampu menjaga kesinambungan sub-sub
34
yang telah dibahas sebelumnya dengan sub-sub yang akan dibahas
berikutnya.
Diantara metode-metode di atas, ada beberapa metode yang biasa
dipakai dalam kehidupan sehari-hari yaitu:
1. Metode Ceramah
Metode ceramah adalah metode yang dilakukan dengan maksud
untuk menyampaikan keterangan, petunjuk, pengertian, dan
penjelasan tentang suatu masalah di hadapan orang banyak (Aziz,
2004: 169).
Dalam buku Metode Diskusi dalam Dakwah Abdul Kadir
Munsyi mengemukakan, bahwa penggunaan metode ceramah ini
akan berhasil dengan baik jika beberapa ceramah menguasai
beberapa syarat:
a. Menguasai bahasa yang akan disampaikan dengan sebaik-baiknya
b. Bisa menyesuaikan bahan dengan taraf kejiwaan, juga lingkungan
sosial dan budaya para pendengar
c. Suara dan bahasa diatur dengan sebaik-baiknya, meliputi ucapan,
tempo, melodi ritme, dan dinamika.
d. Sikap dan cara berdiri duduk bicara yang simpatik
e. Mengadakan variasi dengan dialog dan Tanya jawab serta humor.
35
2. Metode Diskusi
Asmuni Syukir mengartikan diskusi sebagai penyampaian materi
dakwah dengan cara mendorong sasarannya untuk menyatakan suatu
masalah yang dirasa belum dimengerti dan da‟inya sebagai
penjawabnya. Sedangkan Abdul Kadir Munsy mengartikan diskusi
dengan perbincangan suatu masalah di dalam sebuah pertemuan
dengan jalan pertukaran pendapat diantara beberapa orang (Aziz,
2004: 172).
3. Metode propaganda
Metode propaganda yaitu suatu upaya untuk menyiarkan Islam
dengan cara mempengaruhi dan membujuk. Metode ini dapat
digunakan untuk menarik perhatian dan simpatik seseorang.
Pelaksanaan dakwah dengan metode propaganda dapat dilakukan
melalui berbagai macam media, baik auditif, visual maupun audio
visual (Amin, 2009: 103). Ada beberapa teknik dalam propaganda,
yang sebagian bertentangan dengan cara berdakwah, namun
sebagian lain bisa diadopsi untuk melakukan dakwah. Teknik
tersebut antara lain:
a. Name Calling, yaitu pemberian label buruk pada suatu gagasan,
agar audien menolak dan mengutuk ide tanpa mengamati bukti.
b. Gittering Generalities, yaitu menggunakan kata yang baik, agar
sesuatu dapat diterima oleh audien tanpa memeriksa bukti-bukti.
36
c. Transfer, yaitu metode yang digunakan oleh pembicara dengan
membawa otoritas dukungan dan gengsi dari sesuatu yang
dihargai dan disanjung kepada sesuatu yang lain,agar sesuatu
yang lain tersebut dapat diterima.
d. Testimonials (kesaksian), yaitu memberi kesempatan pada orang-
orang yang mengagumi atau membenci untuk mengatakan bahwa
sebuah gagasan atau program atau produk atau seseorang itu baik
atau buruk.
e. Plain Folk (orang biasa), yaitu metode yang dipakai oleh
pembicara dalam upayanya meyakinkan khalayak bahwa dia dan
gagasannya adalah bagian dari rakyat biasa dan rakyat yang lugu.
f. Card Stacking, yaitu metode yang dilakukan dengan memilih
argumen atau bukti yang mendukung sebuah posisi dan
mengabaikan hal-hal yang tidak mendukung posisi itu.
g. Bandwagon, yaitu metode yang digunakan oleh pembicara
dengan meyakinkan audiens bahwa semua anggota kelompok
harus bergabung dengan kelompok tersebut (Suprapto, 2011: 78-
87).
4. Metode Karyawisata
Yaitu dakwah yang dilakukan dengan membawa mitra dakwah
ke tempat-tempat yang memiliki nilai historis keislaman atau
lembaga-lembaga penyelenggara dakwah dengan tujuan agar mereka
dapat menghayati arti tujuan dakwah dan menggugah semangat baru
37
dalam mengamalkan dan mendakwahkan ajaran-ajaran Islam kepada
orang lain ( Aziz, 2004: 179).
5. Metode Keteladanan
Dakwah dengan menggunakan metode keteladanan atau
demonstrasi berarti suatu cara penyajian dakwah dengan
memberikan keteladanan langsung sehingga mad‟u akan tertarik
untuk mengikuti apa yang dicontohkannya.
Metode dakwah dengan demonstrasi ini dapat dipergunakan
untuk hal-hal yang berkaitan dengan akhlak, cara bergaul, cara
beribadah, berumah tangga, dan segala aspek kehidupan manusia
(Amin, 2009: 104).
6. Metode pemberian bantuan sosial
Metode pemberian bantuan sosial merupakan metode yang
dilaksanakan dengan jalan memberikan bantuan sosial kepada
masyarakat dakwah yang sifatnya mengadakan perubahan perilaku
masyarakatnya menjadi lebih baik (meningkat) (Ghazali, 1997: 25).
2.3. Pondok Pesantren
2.3.1. Pengertian Pondok Pesantren
Dalam pemakaian sehari-hari, istilah pesantren bisa disebut dengan
pondok saja atau kedua kata ini digabung menjadi pondok pesantren.
Secara esensial, semua istilah ini mengandung makna yang sama,
kecuali sedikit perbedaan. Asrama yang menjadi penginapan santri
38
sehari-hari dapat dipandang sebagai pembeda antara pondok dan
pesantren (Qomar, 2005: 1).
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI), kata ini
mempunyai dua pengertian, yaitu:
1. Orang yang beribadah dengan sungguh-sungguh; orang saleh
2. Orang yang mendalami agama Islam
Menurut Zamakhsyari Dhofier pesantren berasal dari kata santri
yang diberi awalan pe di depan dan akhiran an berarti tempat tinggal
para santri (Maunah, 2009: 17). Professor Johns berpendapat bahwa
istilah santri berasal dari bahasa Tamil, yang berarti guru mengaji,
sedangkan C. C. Berg berpendapat bahwa istilah tersebut berasal dari
istilah shastri yang dalam bahasa India berarti orang yang tahu buku-
buku suci agama Hindu. Kata shastri berasal dari kata shastra yang
berarti buku-buku suci, buku-buku agama atau buku-buku tentang ilmu
pengetahuan (Sudar, 2009: 431).
Manfred Ziemek memandang pondok pesantren sebagai suatu
bentuk ke-Islaman yang melembaga di Indonesia. Kata pondok artinya
kamar, gubuk, rumah kecil yang dipakai dalam bahasa Indonesia
dengan menekankan kesederhanaan bangunan. Mastuhu mengartikan
pesantren adalah lembaga pendidikan tradisional Islam untuk
mempelajari, memahami, mendalami, menghayati, dan mengamalkan
ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai
pedoman perilaku sehari-hari (Sudar, 2009: 431).
39
2.3.2. Karakteristik Pondok Pesantren
Ada tiga karakteristik yang dikenali sebagai basis utama kultur
pesantren (Zubaedi, 2007: 16-17) yaitu:
1. Pesantren sebagai lembaga tradisional
Tradisionalisme dalam konteks pesantren harus dipahami
sebagai upaya mencontoh tauladan yang dilakukan para ulama
salaf yang masih murni dalam menjalankan ajaran Islam agar
terhindar dari bid’ah, khurafat, takhayul serta klenik. Hal ini
kemudian lebih dikenal dengan gerakan salaf yaitu gerakan dari
orang-orang terdahulu yang ingin kembali kepada al-Qur‟an dan
Hadits.
2. Pesantren sebagai pertahanan budaya (cultural resistance)
Mempertahankan budaya dengan ciri tetap bersandar pada ajaran
dasar Islam adalah budaya pesantren yang sudah berkembang
berabad-abad. Ide cultural resistance telah mewarnai kehidupan
intelektual dunia pesantren. Subjek yang diajarkan di lembaga ini
melalui hidayah dan berkah seorang kiai sebagai guru utama adalah
kitab klasik atau kitab kuning yang selalu diolah dan ditransmisikan
dari satu generasi ke generasi.
3. Pesantren sebagai pendidikan keagamaan
Pendidikan pesantren didasari, digerakkan dan diarahkan oleh
nilai-nilai kehidupan yang bersumber pada ajaran Islam. Ajaran
40
dasar ini berkelindan dengan struktur sosial atau realitas sosial yang
digumuli dalam hidup sehari-hari.
2.3.3. Elemen-elemen Pesantren
Hampir dapat dipastikan, lahirnya suatu pesantren berawal dari
beberapa elemen dasar yang selalu ada di dalamnya. Ada lima elemen
pesantren, antara satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Kelima
elemen tersebut meliputi kyai, santri, pondok, masjid, dan pengajaran
kitab-kitab Islam klasik, atau yang sering disebut dengan kitab kuning
(Haedari dkk, 2004: 25). Masing-masing elemen akan diuraikan secara
singkat sebagai berikut:
2.3.3.1. Kyai
Kyai atau pengasuh pondok pesantren merupakan elemen
yang sangat esensial bagi suatu pesantren. Rata-rata pesantren
yang berkembang di Jawa dan Madura sosok kyai begitu
sangat berpengaruh, kharismatik dan berwibawa, sehingga
amat disegani oleh masyarakat di lingkungan pesantren. Di
samping itu, kyai pondok pesantren biasanya juga sekaligus
sebagai penggagas dan pendiri dari pesantren yang
bersangkutan. Oleh karenanya, sangat wajar jika dalam
pertumbuhannya, pesantren sangat bergantung pada peran
seorang kyai (Haedari dkk, 2004: 28).
41
Menurut asal-usulnya, perkataan kiai dalam bahasa Jawa
dipakai untuk tiga jenis gelar yang saling berbeda:
1. Sebutan gelar kehormatan bagi barang-barang yang
dianggap keramat; umpamanya, Kiai Garuda Kencana
dipakai untuk sebutan Kereta Emas yang ada di keratin
Yogyakarta.
2. Gelar kehormatan untuk orang-orang tua pada umumnya.
3. Gelar yang diberikan masyarakat untuk seorang ahli agama
Islam yang memiliki atau menjadi pemimpin pesantren dan
mengajar kitab-kitab Islam klasik kepada para santrinya.
Selain gelar kiai, ia juga sering disebut sebagai seorang
„alim (orang yang dalam pengetahuan Islamnya) (Qomar,
2005: 27).
2.3.3.2. Santri
Santri adalah siswa atau murid yang belajar di pesantren.
Seorang ulama bisa disebut sebagai kyai kalau memiliki
pesantren dan santri yang tinggal dalam pesantren tersebut
untuk mempelajari ilmu-ilmu agama Islam melalui kitab-kitab
kuning. Oleh karena itu, eksistensi kyai biasanya juga
berkaitan dengan adanya santri di pesantrennya (Haedari dkk,
2004: 35)
42
Menurut tradisi pesantren, biasanya santri terdiri dari dua
kelompok, yaitu santri mukim dan santri kalong. Santri mukim
yaitu murid-murid yang berasal dari daerah yang jauh dan
menetap dalam kelompok pesantren. Sedangkan santri kalong
yaitu murid-murid yang berasal dari desa-desa di sekeliling
pesantren, yang biasanya tidak menetap di pesantren. Untuk
mengikuti pelajarannya di pesantren, mereka bolak balik dari
rumahnya sendiri (Sudar, 2008: 434-435).
2.3.3.3. Masjid
Seorang kyai yang ingin mengembangkan pesantren, pada
umumnya yang pertama-tama menjadi prioritas adalah masjid.
Masjid dianggap sebagai simbol yang tidak terpisahkan dari
pesantren. Masjid tidak hanya sebagai tempat praktek ritual
ibadah, tetapi juga tempat pengajaran kitab-kitab klasik dan
aktifitas pesantren lainnya (Haedari dkk, 2004: 33).
Secara etimologis menurut M. Quraish Shihab, masjid
berasal dari bahasa Arab “sajada” yang berarti patuh, taat,
serta tunduk dengan penuh hormat. Sedangkan secara
terminologis, masjid merupakan tempat aktivitas manusia yang
mencerminkan kepatuhan kepada Allah (Haedari dkk, 2004:
33).
43
2.3.3.4. Pondok
Pesantren pada umumnya sering juga disebut dengan
pendidikan Islam tradisional dimana seluruh santrinya tinggal
bersama dan belajar di bawah bimbingan seorang kyai. Asrama
para santri tersebut berada di lingkungan komplek pesantren,
yang terdiri dari rumah tinggal kyai, masjid, ruang untuk
belajar, mengaji, dan kegiatan-kegiatan keagamaan lainnya
(Haedari dkk, 2004: 31 ).
2.3.3.5. Pengajaran Kitab-kitab Islam Klasik
Berdasarkan catatan sejarah, pesantren telah mengajarkan
kitab-kitab klasik. Pengajaran kitab-kitab kuning berbahasa
Arab dan tanpa harakat atau sering disebut kitab gundul
merupakan satu-satunya metode yang secara formal diajarkan
dalam komunitas pesantren di Indonesia. Pada umumnya, para
santri datang jauh dari kampung halaman dengan tujuan ingin
memperdalam kitab-kitab klasik tersebut, baik kitab Ushul
Fiqh, Fiqh, Kitab Tafsir, Hadits, dan lain sebagainya. Para
santri biasanya juga mengembangkan keahlian dalam
berbahasa Arab (nahwu dan sharaf), guna menggali makna dan
tafsir dibalik teks-teks klasik tersebut. Dari keahlian ini,
mereka dapat memperdalam ilmu-ilmu yang berbasis pada
kitab-kitab klasik (Haedari dkk, 2004: 38).
44
2.3.4. Fungsi dan Peran Pondok Pesantren Dalam Dakwah
Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang
berfungsi sebagai pusat pendidikan dan penyiaran agama Islam
(Hafidhuddin, 1998: 121). Kaitannya dengan hal tersebut dalam al
Qur‟an surah at-Taubah ayat 122 disebutkan bahwa:
“Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya
(ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di
antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan
mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada
kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu
dapat menjaga dirinya” (Departemen Agama RI, 2000: 164).
Ayat di atas menerangkan bahwa tidak sepatutnya bagi orang-
orang mukmin pergi bergegas semuanya ke medan perang sehingga
tidak tersisa lagi yang melaksanakan tugas-tugas yang lain. Tapi dari
kelompok besar diantara mereka, ada beberapa orang dari golongan
itu bersungguh-sungguh memperdalam pengetahuan tentang agama
sehingga mereka dapat memperoleh manfaat untuk diri mereka dan
untuk orang lain dan juga untuk memberi peringatan kepada kaum
mereka yang menjadi anggota pasukan yang ditugaskan Rasulullah
SAW (Shihab, 2002: 749). Ayat tersebut merupakan isyarat
pentingnya memperdalam ilmu tentang agama dan menyebarluaskan
informasi yang benar.
45
Dari penjelasan di atas terlihat jelas bahwasannya pondok
pesantren sangatlah berperan dalam bidang dakwah. Menurut rumusan
Azyumardi Azra, pesantren telah memainkan tiga peranan:
transmission of Islamic knowledge (penyampaian ilmu-ilmu
keislaman), maintenance of Islamic tradition (pemeliharaan tradisi
Islam) dan reproduction of ulama (pembinaan calon-calon ulama)
(Zubaedi, 2007: 16).
46
BAB III
GAMBARAN UMUM PONDOK PESANTREN SYAIKH
JAMILURRAHMAN AS-SALAFY
3.1. Gambaran Umum Pondok Pesantren Syaikh Jamilurrahman As-Salafy
3.1.1. Latar Belakang Berdirinya Pondok Pesantren Syaikh Jamilurrahman
As-Salafy
Dari hari ke hari kebutuhan da’i (juru dakwah) di masyarakat
semakin meningkat. Berbagai acara keagamaan dan sosial yang
membutuhkan keterlibatan para da’i semakin semarak. Dari pengajian
kampung hingga pengajian kampus, pengajian di media elektronik hingga
pengajian tertulis di berbagai bentuk media cetak sangat membutuhkan
peran para da’i.
Di sisi lain tersedianya da’i yang berkualitas secara ilmiah dan
amaliah terasa sangat mendesak diwujudkan. Meski dakwah bisa
diperankan oleh semua lapisan kaum Muslimin—sesuai kemampuan,
tetapi peran da’i sebagai lokomotif dakwah adalah sebuah keharusan.
Dengan dakwah itulah diharapkan para da’i bisa memberikan kontribusi
dalam pembangunan masyarakat Indonesia yang seutuhnya
(http://atturots.or.id).
47
Sebagai salah satu sumbangsih munculnya dai-dai handal itulah
kemudian pertengahan tahun 1995 didirikan Ma’had Syaikh
Jamilurrahman As-Salafy di Banguntapan, Bantul. Pendidikan
ma’had (pondok pesantren) pada awalnya khusus untuk tadribud du’at
(pelatihan da’i) putra-putri. Baru kemudian pada tahun 1996 ma’had
ditambah lagi Tahfidzul Qur an (http://www.pondokjamil.com).
3.1.2. Lokasi Pondok Pesantren Syaikh Jamilurrahman As-Salafy
Pondok Pesantren ini berlokasi di Dusun Sawo Glondong,
Wirokerten, Banguntapan, Bantul, Yogyakarta. Lokasi pondok pesantren
ini letaknya terpisah dengan pemukiman penduduk (di tengah sawah).
Jalan masuk menuju pondok yang terlihat kanan kiri semuanya sawah.
Ketika memasuki daerah pondok pesantren Syaikh Jamilurrahman As-
Salafy, warga yang terlihat adalah seorang yang berjenggot, berjubah dan
memakai celana cingkrang (di atas mata kaki) bagi yang laki-laki dan
yang perempuan semuanya memakai cadar (lihat gambar pada lampiran)
3.1.3. Dasar dan Tujuan Pondok Pesantren Syaikh Jamilurrahman As-
Salafy
3.1.3.1. Dasar Pondok Pesantren Syaikh Jamilurrahman As-Salafy
Pondok pesantren Syaikh Jamilurrahman As-Salafy ini
adalah pondok pesantren yang bermanhaj salaf. Artinya di dalam
memahami Islam mereka berorientasi pada rujukan yang
48
bersumber dari pandangan ulama’ Salaf (sahabat, tabi’in, tabi’ut
tabi’in)—yang memberikan batasan bahwa setiap praktik
beragama harus memiliki contoh yang jelas. Praktik-praktik
beragama yang berada di luar teks (al Qur’an dan hadits) dinilai
sebagai penyimpangan. Amalan yang baik itu disamping ikhlas
juga harus ada contohnya (wawancara dengan Abu Mus’ab pada
tanggal 26 Februari 2012 pukul 16.15 WIB).
Dasar yang digunakan pondok pesantren Syaikh
Jamilurrahman As-Salafy dalam bermanhaj salaf (wawancara
dengan Abu Mus’ab pada tanggal 14 Juni 2012 pukul) yaitu:
1. QS. At-Taubah: 100
―Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk
Islam) diantara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-
orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha
kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah
menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-
sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-
lamanya. Itulah kemenangan yang besar‖ (Departemen
Agama RI, 2000: 50).
49
2. QS. An-Nisa: 115
―Dan barang siapa menentang rasul sesudah jelas kebenaran
baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang
mukmin, kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang
telah dikuasainya itu dan kami masukkan ia ke dalam
jahannam, dan jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali‖
(Departemen Agama RI, 2000: 224).
3. QS. Al-Ahzab: 21
―Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri
teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap
(rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah‖ (Departemen Agama RI, 2000: 336).
3.1.3.2. Tujuan Pondok Pesantren Syaikh Jamilurrahman As-Salafy
Pondok ini bertujuan mencetak dai dan daiyah serta
mudarris dan mudarrisat bermanhaj salaf yang mampu terjun
ke medan dakwah dengan mengajarkan ilmu-ilmu syariat dan
bahasa Arab.
50
3.1.4. Program Pendidikan Pondok Pesantren Syaikh Jamilurrahman As-
Salafy
3.1.4.1. Program Pokok
1. I’dad Ad-Du’at
Program ini menyelenggarakan pendidikan untuk
mempersiapkan santri putra dan putri agar menguasai Tauhid,
Fiqih, Bahasa Arab, dan ilmu alat yang lainnya. Santri terdiri
dari putra dan putri. Masa belajar berlangsung selama tiga
tahun (untuk putra). Sementara untuk putri berlangsung
selama dua tahun.
Program ini dimaksudkan untuk membekali santri apabila
nanti terjun di masyarakat. Melalui program ini santri secara
khusus diajari teknik-teknik dalam berdakwah mulai dari
penguasaan bahasa Arab, kefasihan dalam membaca al
Qur’an, penguasaan materi, serta sikap yang harus dimiliki
oleh seorang da’i (wawancara dengan Abu Hasan pada
tanggal 11 Juni pukul 15. 30 WIB).
2. Program Tahfidz Al-Quran
Pendidikan untuk calon penghafal Al-Quran 30 juz. Selain
hafalan santri juga dibekali materi pokok, seperti tauhid
uluhiyyah, tauhid asma wa shifat, dan fiqih. Lama pendidikan 3
51
tahun (wawancara dengan Khofsoh pada tanggal 16 juni 2012
pukul 13.00 WIB).
3. Program Pendidikan Du’at bagi Masyarakat
Program ini ditujukan kepada lapisan masyarakat umum,
bersifat non regular. Materi pendidikan sama dengan Program
I’dad Du’at dengan masa belajar 5 tahun.
4. Program Pendidikan Kemandirian dan Wirausaha
Program ini bekerja sama dengan pihak-pihak lain yang
bekompeten dalam bidang kemandirian dan wirausaha
(http://atturots.or.id).
3.1.4.2. Program Penunjang
1. Program Sore
Merupakan program tambahan berupa ta’lim sore khusus bagi
santri putri yang diberikan selama 7 hari dalam sepekan.
Adapun untuk santri putra mendapatkan pelajaran lain pada
hari yang tidak terdapat kajian(http://www.pondokjamil.com).
2. Kajian Umum Bulanan
Pelaksanaan program ini bekerjasama antara Ma’had
Jamilurrahman As-Salafy dengan Halaqoh Keluarga Salafiyin
Yogyakarta(http://www.pondokjamil.com).
52
3.1.4.3. Program Khusus
Program khusus ini diperuntukkan bagi calon dai yang ingin
mengikuti kegiatan pendidikan di I’dad Du’at secara gratis.
Peserta tidak dipungut biaya bulanan. Calon peserta yang ingin
masuk dalam Program Khusus dikenakan syarat-syarat sebagai
berikut (http://atturots.or.id):
1. Bisa membaca Al-Quran
2. Diutamakan memiliki kemampuan Bahasa Arab dasar
3. Lolos seleksi dan tes wawancara
4. Membuat surat perjanjian bahwa yang bersangkutan sanggup
menempuh masa belajar selama 2 tahun
5. Siap ditugaskan sesuai ketentuan yayasan.
3.1.5. Kegiatan Belajar di Pondok Pesantren Syaikh Jamilurrahman As-
Salafy
3.1.5.1. Pelajaran Utama
a. Setiap ba’da Shubuh dan ba’da Maghrib menghafal Al-
Qur’an.
b. Dari Jam 07:30 – menjelang Dzuhur pelajaran materi pokok
yang meliputi : Tauhid, Fiqh, Bahasa Arab dan ilmu alat
53
lainnya (wawancara dengan ustadzah Aisyah pada tanggal 16
juni 2012 pukul 14.15).
3.1.5.2. Pelajaran Ekstra
a. Setiap sore kecuali hari Jum’at
1. Kajian diniyyah
2. Bahasa Arab (Muhaadatsah)
b. Setiap malam ba’da Isya’
1. Kajian hadits
2. Belajar malam
c. Setiap malam Jum’at
1. Latihan Ceramah
2. Latihan Beladiri (khusus untuk santri ikhwan)
d. Setiap Jum’at pagi
1. Ta’lim pagi (Taushiyah ba’da sholat Subuh)
2. Olahraga
3. Kerja bakti
e. Latihan dakwah di masyarakat setiap malam Jum’at (khusus
untuk santri ikhwan senior) (wawancara dengan ustadzah
Aisyah pada tanggal 16 juni 2012 pukul 14.15).
54
3.1.6. Materi Pelajaran Pondok Pesantren Syaikh Jamilurrahman As-
Salafy
Aqidah Uluhiyah
Ushul ats-Tsalatsa, Kitab at-Tauhid, Kasyfu asy-Syubhat, Fath al-Majid, Ma’arij al-Qalbu.
Fiqh Al Wajiz, Darar al-Mudhiyah, Raudhah an-Nadhiyah, Al ‘Uddah.
Ushul Hadits Baiquniyyah, Nuhbah al-Fikar, Ba’its al-Hatsits, Tadrib ar-Rawi.
Hadits Umdah al-Ahkam, Bulughul Maram, Ummahatus sittah.
Aqidah Asma’ wa Shiffat
Lum’ah al-I’tiqad, Aqidah Wasithiyyah, Qawa’id al-Mutsla, Tadmuriyyah, Aqidah Thahawiyah.
Lughah Tuhfah as-Saniyyah, Kawakib Duriyyah, Qatrun nada’, ‘Alfiyyah.
Ushul Fiqh Ushul min ‘Ilmi Ushul, Waroqat, Taisir Ushul, Mudzakirah.
Pilihan Mawarits, Muhaddatsah, Tafsir, Ushul Tafsir, Tajwid.
3.1.7. Struktur Organisasi Pondok Pesantren Syaikh Jamilurrahman As-
Salafy
Mudir Pondok Pesantren Ustadz Arifin Ridin
Sekretaris Abu Hafizh Sutarno
Bendahara Ustadz Marwan
Koordinator Bidang Pengajaran
Ustadz Abdul Kholiq,
Lc.
55
Koordinator Kesantrian Putra & Sarpras
Putra
Ustadz Muslam
Koordinator Kesantrian Putri & Sarpras Putri Ustadz Muslam
Pembantu Umum Zaenuri
3.1.8. Data Santri Tahun 2011/2012
Kelas Santri
Kelas I’dad Lughowi (1 A) Putra 23
Kelas I’dad Lughowi (1 B) Putra 27
Kelas I’dad Lughowi (2) Putra 14
Kelas I’dad Mua’limin (3) Putra 6
Kelas Tahfizhul Quran 9
Kelas 2 Putri 7
Kelas 1 Putri 6
JUMLAH 92
3.1.9. Fasilitas di Pondok Pesantren Syaikh Jamilurrahman As-Salafy
3.1.9.1. Madrasah
Pondok Syeikh Jamilurrahman As-Salafy ini menyediakan
madrasah untuk umum mulai dari tingkat play group sampai
tsanawiyah.
56
3.1.9.2. Pondok
Pondok pesantren Syaikh Jamilurrahman As-Salafy
menyediakan gedung khusus untuk santri mukim (murid yang
berasal dari daerah yang jauh dan menetap dalam pesantren)
yaitu di lantai dua masjid Jamilurrahman As-Salafy (bagi santri
putra). Sedangkan pondok bagi santri putri di sediakan gedung
tersendiri yang letaknya dekat dengan masjid pondok.
3.1.9.3. Masjid
Masjid Syeikh Jamilurrahman As-Salafy ini dibangun dua
lantai. Namun yang difungsikan untuk tempat beribadah dan
kegiatan-kegiatan yang diadakan pondok hanya di lantai
bawah.
3.1.9.4. Radio Majas 107. 8 FM
Radio Majas adalah salah satu fasilitas di pondok pesantren
Syaikh Jamilurrahman As-Salafy yang dikelola oleh para santri
putra. Menyiarkan acara ceramah dan diskusi yang
dilaksanakan di pondok pesantren. Selain itu radio ini juga
menyiarkan pengajian-pengajian dari ulama lain dari luar
pondok yang bermanhaj salaf.
3.1.9.5. Website www.pondokjamil.com
Situs ini memuat informasi-informasi pokok pondok
pesantren Syaikh Jamilurrahman As-Salafy (wawancara dengan
57
Abu Hafizh Sutarno pada tanggal 23 februari 2012 pukul 09.35
WIB) sebagai berikut:
a. Profil pondok pesantren Syaikh Jamilurrahman As-Salafy
b. Informasi pendaftaran santri baru
c. Kegiatan pondok pesantren Syaikh Jamilurrahman As-
Salafy
d. Program pendidikan pondok pesantren Syaikh
Jamilurrahman As-Salafy.
3.1.10. Metode Dakwah yang Digunakan Pondok Pesantren Syaikh
Jamilurrahman As-Salafy
Metode dakwah pondok pesantren Syaikh Jamilurrahman As-Salafy
dilaksanakan dalam ruang lingkup, yakni metode dakwah untuk kalangan
internal dan eksternal. Penjelasan mengenai metode dakwah pondok
pesantren Syaikh Jamilurrahman As-Salafy dapat dipaparkan sebagai
berikut (wawancara dengan Abu Mus’ab pada tanggal 26 Februari 2012
pukul 16.15 WIB):
1. Metode Dakwah Untuk Kalangan Internal
Metode ini dilaksanakan khusus untuk santri di pondok pesantren
Syaikh Jamilurrahman As-Salafy. Metode dakwah untuk kalangan
internal ini diwujudkan dalam kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
58
a. Pendidikan dan Pelatihan da’i terprogram
Kegiatan ini digunakan pondok pesantren Syaikh
Jamilurrahman As-Salafy untuk mencetak da’i-da’i handal yang
bermanhaj salaf yang nantinya akan diterjunkan ke masyarakat.
Kegiatan ini dilakukan pondok pesantren Syaikh Jamilurrahman
As-Salafy melalui program I’Dad Du’at yang secara khusus santri
akan dibekali kemampuan bahasa Arab yang baik, pelajaran
ketauhitan, penguasaan fiqih serta hafalan al Qur’an. Kemudian
santri juga diajarkan cara menyampaikan dakwah melalui latihan
praktik ceramah diantara santri-santri yang lain, setelah itu ustadz
yang membimbing memberikan review. Review tidak hanya sebatas
teknik ceramahnya melainkan juga terkait dengan materi yang
disampaikan. Sementara untuk santri senior, latihan praktik
ceramah dengan terjun langsung ke masyarakat. Biasanya pondok
pesantren Syaikh Jamilurrahman As-Salafy menerima undangan-
undangan dari masjid atau instansi-instansi yang selama ini menjadi
relasi pondok. Penguasaan bahasa Arab merupakan materi yang
diutamakan pondok pesantren karena menjadi modal dasar bagi da’i
untuk bisa menyampaikan isi ceramah dengan sebaik-baiknya.
Dengan itu pula da’i bisa menghindari kekeliruan tafsir yang
disebabkan keterbatasan dalam menguasai tata bahasa Arab.
59
Sementara Program Tahfidz Al-Quran menjadi penunjang lain yang
membuat da’i menguasai materi dakwahnya secara lebih matang.
Inilah yang menjadi tujuan dari pondok pesantren Syaikh
Jamilurrahman As-Salafy yaitu mencetak dai dan daiyah serta
mudarris dan mudarrisat bermanhaj salaf yang mampu terjun ke
medan dakwah dengan bekal ilmu-ilmu syariat, hafalan al Qur’an
dan bahasa Arab.
b. Pengajian
Kegiatan pengajian dilakukan secara rutin di pondok pesantren
Syaikh Jamilurrahman As-Salafy. Setiap sore santri diwajibkan
mengikuti kegiatan ini atau yang biasa disebut ta’lim sore. Dalam
kegiatan ini ustadz akan menyampaikan materi-materi agama pada
para santri. Kemudian santri mendengarkan dengan seksama dan
apabila ada hal yang kurang paham bisa ditanyakan langsung pada
ustadznya.
c. Keteladanan
Dilakukan pondok pesantren Syaikh Jamlilurrahman As-Salafy
dengan memberikan keteladanan atau contoh secara langsung di
dalam menyampaikan suatu ajaran Islam, misalnya dalam hal
berpakaian, bertegur sapa, dan juga dalam kaitannya dengan ibadah
60
yang diajarkan di pondok pesantren Syaikh Jamilurrahman As-
Salafy.
2. Metode Dakwah Untuk Kalangan Eksternal
Metode ini adalah metode dakwah yang dilakukan di luar pondok
pesantren Syaikh Jamliurrahman As-Salafy. Metode dakwah untuk
kalangan eksternal ini diwujudkan dalam kegiatan-kegiatan sebagai
berikut:
a. Pengajian
Selain di lingkungan pondok pesantren, pengajian juga
dilaksanakan di luar pondok pesantren Syaikh Jamilurrahman As-
Salafy. Misalnya di LP, di daerah merapi ketika terjadi bencana, di
Ambon ketika terjadi insiden berdarah antara umat muslim dan
nasrani, di dareah-daerah yang pengetahuan agamanya masih
minim, serta di pondok pesantren lain yang menjadi jaringan
pondok pesantren Syaikh Jamilurrahman As-Salafy, baik di daerah
Yogyakarta maupun di luar Yogyakarta
b. Bedah buku
Pondok pesantren Syaikh Jamilurrahman As-Salafy juga
menyelenggarakan acara bedah buku yang umumnya dilaksanakan
di lingkungan pondok pesantren Syaikh Jamilurrahman As-Salafy.
Bedah buku yang dilaksanakan sifatnya terbuka untuk umum,
dalam arti tidak hanya diikuti oleh peserta internal (santri pondok
61
pesantren Syaikh Jamilurrahman As-Salafy) namun juga diikuti
oleh peserta non santri (masyarakat umum). Biasanya yang
dijadikan nara sumber dalam acara ini adalah alumni lulusan
universitas Madinah, Pakistan dan Yaman. Seperti diskusi yang
dilaksanakan pada tanggal 6 Juni 2012 yang menjadi nara sumber
adalah ustadz Firanda Andirja M.A (alumni Universitas Madinah)
(wawancara dengan Khofsoh pada tanggal 16 juni 2012 pukul 13.00
WIB).
Peserta bedah buku di pondok pesantren Syaikh Jamilurrahman
As-Salafy memiliki kesempatan yang sama dalam mengutarakan
pendapatnya terhadap tema yang sedang dibahas. Jadi dalam hal ini
semua peserta dihargai secara setara sehingga bisa turut berperan
aktif dalam diskusi yang dilaksanakan. Betapapun demikian nara
sumber akan menjembatani dan menjadi kontrol dalam melontarkan
permasalahan dan merumuskan pembahasan. Tema-tema yang
diangkat biasanya kajian-kajian yang sifatnya khusus yang menjadi
skala prioritas dakwah pondok, yaitu ketauhidan.
c. Keteladanan
Selain dilakukan para santri di lingkungan pondok pesantren
Syaikh Jamliurrahman As-Salafy keteladanan juga sekaligus
diproyeksikan pada masyarakat di luar pondok pesantren.
Keteladanan ini diajarkan kepada santri dengan memberikan
62
keteladanan dalam kehidupan sehari-hari mereka mulai dari cara
berpenampilan, cara bergaul, sampai dengan cara beribadah yang
sesuai dengan landasan al Qur’an dan hadits. Hal ini terlihat dari
bagaimana cara berpenampilan santri yang benar-benar disesuaikan
menurut al qur’an dan hadits. Dimana santri laki-laki
berpenampilan dengan berjenggot, berjubah dan memakai celana
cingkrang (di atas mata kaki). Sebagaimana yang dijelaskan dalam
hadits shahih Bukhari dan shahih Ibnu Hibban, dikisahkan
mengenai kematian Umar bin Al Khathab setelah dibunuh
seseorang ketika shalat. Lalu orang-orang mendatanginya saat
menjelang kematiannya. Pada saat itu datanglah seorang pemuda.
Umar pun berbicara dengan pemuda itu. Setelah itu pemuda
tersebut beranjak pergi, dan nampaklah pakaiannya yang menyeret
tanah (dalam keadaan isbal). Kemudian Umar berkata:
ردوا على الغالم
―Panggil pemuda tadi!‖
Lalu Umar berkata:
لربكابن أخى ارفع ثوبك ، فإنه أبقى لثوبك وأتقى
63
―Wahai anak saudaraku. Tinggikanlah pakaianmu! Sesungguhnya
itu akan lebih mengawetkan pakaianmu dan akan lebih bertakwa
kepada Rabbmu‖.
Sementara yang santri putri menutup semua auratnya dan
bercadar sebagaimana yang dianjurkan dalam al-Qur’an sebagai
berikut:
1. QS. An-Nur/24: 31 sebagai berikut:
―Katakanlah kepada wanita yang beriman, "Hendaklah mereka
menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan
janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa)
nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain
kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya,
kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami
64
mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka,
atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara
lelaki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau
wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau
pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan
(terhadap wanita), atau anak-anak yang belum mengerti tentang
aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar
diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah
kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya
kamu beruntung‖ (Departemen Agama RI, 2000: 282).
2. QS. Al-Ahzab/33: 59:
―Hai nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu
dan istri-istri orang mukmin, "Hendaklah mereka mengulurkan
jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya
mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di
ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang‖
(Departemen Agama RI, 2000: 282).
Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa metode dakwah
yang dilakukan pondok pesantren Syaikh Jamilurrahman As-Salafy baik
untuk kalangan internal maupun eksternal adalah sebagai berikut:
1. Metode Pendidikan dan pelatihan da’i terprogram dilakukan dengan
membekali santri secara khusus untuk menjadi calon-calon da’i yang
bermanhaj salaf.
65
2. Metode ceramah dilakukan dengan menyampaikan ajaran Islam baik
yang dilaksananakan secara khusus di pondok pesantren maupun di
luar pondok pesantren.
3. Metode diskusi dilakukan dengan memberikan kesempatan
mengutarakan pendapat atau bertukar pikiran pada mad’u dalam suatu
pertemuan atau acara keagamaan di pondok pesantren Syaikh
Jamilurrahman As-Salafy.
4. Metode Keteladanan dilakukan dengan memberikan keteladanan
secara langsung mulai dari cara berpakaian, cara bergaul dan cara
beribadah.
66
BAB IV
ANALISIS METODE DAKWAH PONDOK PESANTREN SYAIKH
JAMILURRAHMAN AS-SALAFY
Metode merupakan suatu hal penting yang harus ada di dalam suatu pelaksanaan
kegiatan untuk memberikan kemudahan dan keserasian dalam mencapai suatu tujuan.
Metode yang kurang tepat seringkali mengakibatkan gagalnya suatu aktivitas (An-
Nabiry, 2008: 238). Menurut Abdul Kadir Munsy metode diartikan sebagai cara
untuk menyampaikan sesuatu (Aziz, 2004: 122). Sedangkan secara konseptual
metode merupakan suatu cara yang bisa ditempuh atau cara yang ditentukan secara
jelas untuk mencapai dan menyelesaikan suatu tujuan, rencana sistem, dan tata pikir
manusia (Aziz, 2004: 122).
Dakwah sebagai suatu kegiatan mendorong (memotivasi) umat manusia untuk
melaksanakan kebaikan dan mengikuti petunjuk, memerintahkan mereka berbuat
ma’ruf dan mencegahnya dari perbuatan munkar agar memperoleh kebahagiaan di
dunia dan akhirat sangatlah diperlukan metode yang tepat agar tujuan dakwah
tercapai. Dalam komunikasi metode dakwah lebih dikenal sebagai approach, yaitu
cara-cara yang dilakukan oleh seorang da’i atau komunikator untuk mencapai suatu
tujuan tertentu atas dasar hikmah dan kasih sayang (Tasmara, 2001: 43).
Metode dakwah tidak hanya diperuntukkan bagi para da’i perorangan yang
mentablighkan ajaran Islam melainkan juga diperlukan oleh organisasi atau lembaga
67
ke-Islam-an dalam upaya menjadikan dirinya (organisasi/lembaga) sebagai alat
dakwah yang efektif dan efisien. Metode dakwah yang baik adalah metode yang
dapat diterapkan sesuai kondisi yang dihadapi.
Metode dakwah yang dilakukan pondok pesantren Syaikh Jamilurrahman As-
Salafy sebagaimana yang dijelaskan dalam bab III, dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
1. Metode Dakwah Untuk Kalangan Internal
Metode ini dilaksanakan khusus untuk santri di pondok pesantren Syaikh
Jamilurrahman As-Salafy. Dalam hal ini metode yang digunakan pondok
pesantren Syaikh Jamilurrahman As-Salafy adalah Metode Pelatihan dan
Pendidikan Da’i Terprogram. Metode dakwah pelatihan dan pendidikan da’i
terprogram ini dilakukan pondok pesantren Syaikh Jamilurrahman As-Salafy
melalui program I’Dad Du’at dan program Program Tahfidz Al-Quran. Metode ini
dimaksudkan untuk mencetak da’i-da’i handal yang sesuai dengan tujuan pondok
pesantren Syaikh Jamilurrahman As-Salafy (da’i yang bermanhaj salaf). Dengan
metode terprogram ini santri (calon-calon da’i) dapat menguasai materi dan teknis
dalam berdakwah secara matang. Sehingga santri setelah selesai dalam
pembelajaran di pondok pesantren Syaikh Jamilurrahman As-Salafy sudah siap
untuk terjun di masyarakat.
Metode dakwah pelatihan dan pendidikan da’i terprogram merupakan metode
dakwah yang efektif dan efisien. Hal ini berdasarkan teori yang dinyatakan Rosyad
Shaleh bahwa setiap cara, apapun tujuannya, hanya dapat berjalan secara efektif
68
dan efisien, bilamana sebelumnya sudah dipersiapkan dan direncanakan terlebih
dahulu dengan matang (Shaleh, 1977: 48). Demikian pula usaha dakwah Islam,
hanya dapat berlangsung dengan efektif dan efisien, bilamana sudah dilakukan
tindakan-tindakan persiapan dan perencanaan secara matang.
Selain itu metode dakwah pelatihan dan pendidikan da’i terprogram juga dapat
menjadi kekuatan dan bertujuan untuk membangun capacity building di pondok
pesantren Syaikh Jamiulrahman As Salafy. Selaras dengan hal tersebut, Brown
(2001: 25) mendifinisikan capacity building sebagai suatu proses yang dapat
meningkatkan kemampuan seseorang, suatu organisasi atau suatu sistem untuk
mencapai tujuan yang dicita-citakan. Sementara Morison (2001: 42) melihat
capacity building sebagai suatu proses untuk melakukan sesuatu atau serangkaian
gerakan, perubahan multi level di dalam individu, kelompok-kelompok,
organisasi-organisasi dan system-sistem dalam rangka untuk memperkuat
kemampuan penyesuaian individu dan organisasi sehingga dapat tanggap terhadap
perubahan lingkungan yang ada (http://karwono.wordpress.com/2008/08/28).
Teori Capacity building dalam konteks metode dakwah pelatihan dan
pendidikan da’i terprogram juga bersesuaian dengan firman Allah dalam QS. Al
Mujadilah: 11:
69
“Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu, "Berlapang-
lapanglah dalam majlis", niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan
apabila dikatakan, "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan
meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi
ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan” (Departemen Agama RI, 2000: 434).
.
Selain metode pendidikan dan pelatihan da’i terprogram, pondok pesantren
Syaikh Jamilurrahman As-Salafy juga menggunakan metode ceramah dalam
melakukan dakwahnya untuk kalangan internal, misalnya dalam kegiatan ta’lim
sore. Hal ini sesuai dengan metode ceramah menurut Ali Aziz yaitu metode yang
dilakukan dengan maksud untuk menyampaikan keterangan, petunjuk, pengertian
dan penjelasan tentang suatu masalah dihadapan orang banyak (Aziz, 2004: 169).
2. Metode Dakwah Untuk Kalangan Eksternal
Metode ini adalah metode dakwah yang dilakukan di luar pondok pesantren
Syaikh Jamliurrahman As-Salafy. Metode dakwah yang digunakan dalam
klasifikasi ini adalah sebagai berikut:
Pertama, metode ceramah. Meskipun metode ini tergolong yang paling tua yang
pernah digunakan dalam sejarah dakwah, namun sampai saat ini metode ceramah
masih tetap dipergunakan dalam berbagai proses dakwah yang berlangsung baik
dalam lingkungan formal maupun non formal (Ali Aziz, 2004: 166). Seperti
70
halnya pondok pesantren Syaikh Jamilurrahman As-Salafy yang masih
menggunakan metode ini untuk kegiatan dakwahnya baik yang dilakukan di
pondok pesantren maupun di luar pondok pesantren.
Pondok pesantren Syaikh Jamilurrahman As-Salafy secara rutin mengirimkan
santri-santri senior yang sudah terprogram dalam I Dad Du”at untuk terjun
langsung ke masyarakat seperti yang sudah dijelaskan dalam bab III. Ceramah
merupakan metode yang digunakan pondok pesantren Syaikh Jamilurrahman As-
Salafy untuk menyampaikan seruan agama kepada masyarakat luas. Salah satunya
melalui radio Majas 107. 8 FM, pengajian umum dan berlokasi di kawasan
masyarakat luas. Baik atas inisiatif pihak pondok pesantren atau atas undangan
masyarakat. Metode ini dijelaskan dalam penggalan QS. An-Nahl ayat 125:
”Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang
baik” (Departemen Agama RI, 2000: 224).
Kedua, metode diskusi. pondok pesantren Syaikh Jamilurrahman As-Salafy juga
menggunakan metode diskusi yang sifatnya terbuka untuk umum, dalam arti tidak
hanya diikuti oleh peserta internal (santri pondok pesantren Syaikh Jamilurrahman
As-Salafy) namun juga diikuti oleh peserta non santri (masyarakat umum).
Secara umum metode dakwah yang satu ini ditujukan bagi orang-orang yang
taraf berfikirnya telah maju dan kritis. Seperti halnya yang diungkapkan oleh
71
Syekh Mahmud Abduh bahwa metode diskusi dapat digunakan berdakwah pada
golongan yang tingkat kecerdasannya dalam kategori pertengahan antara golongan
awam dan golongan yang tingkat kecerdasannya dalam kategori tinggi (Aziz,
2004:173). Hal ini tertuang dalam QS. Al. Ankabut (29) ayat 46:
“Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang
paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka, dan katakanlah:
"Kami telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang
diturunkan kepadamu; Tuhan Kami dan Tuhanmu adalah satu; dan Kami hanya
kepada-Nya berserah diri" (Departemen Agama RI, 2000: 321).
Metode diskusi ini dilakukan pondok pesantren Syaikh Jamilurrahman As-
Salafy sebagai upaya transformative keilmuan kepada masyarakat luas melalui
diskusi atau dalam bentuk komunikasi dua arah. Dimana seorang da’i atau ustadz
mempresentasikan sebuah karya ilmiah agama dalam sebuah forum kajian dan
kemudian dibuka sesi tanya jawab, sehingga kemudian terjadi proses pemahaman
dua arah di dalamnya seperti yang diharapkan. Menurut Asmuni Syukir metode
diskusi adalah penyampaian materi dakwah dengan cara mendorong sasarannya
untuk menyatakan suatu masalah yang dirasa belum dimengerti dan da’inya
sebagai penjawabnya (Aziz, 2004: 172).
Ketiga, metode keteladanan. Metode ini merupakan metode dakwah yang
diproyeksikan pada santri di dalam pondok pesantren Syaikh Jamliurrahman As-
72
Salafy sekaligus masyarakat di luar pondok pesantren. Metode ini mengacu pada
al-Qur’an dan al- hadist (sunnah) seperti halnya yang telah dijelaskan dalam Bab
III. Dengan kata lain, secara prinsip metode keteladanan adalah sebuah sikap
menjalankan sunnah Rasulallah SAW dalam segala bentuk prilaku baik secara
horizontal seperti halnya sikap dan adab dalam konteks sosial, budaya dan politik
dan sekaligus secara vertikal seperti halnya menjalankan semua adab dan tata cara
ritual ibadah yang telah disyariatkan Allah dan Rasul-Nya.
Menurut Abdul Majid, dalam sudut pandang pendidikan, uswah al-hasanah
adalah keteladanan yang baik, karena dengan adanya keteladanan yang baik itu
akan menumbuhkan hasrat bagi orang lain untuk meniru atau mengikutinya,
dengan adanya contoh ucapan, perbuatan dan tingkah laku yang baik dalam hal
apa pun maka hal itu merupakan suatu amalia yang paling penting dan paling
berkesan, baik bagi pendidikan anak, maupun dalam kehidupan dan pergaulan
manusia sehari-hari (http://www.masbied.com/2012/04/03/teori-keteladanan-
dalam-pendidikan/).
Dari uraian di atas dapatlah dipahami bahwa dengan metode uswatun hasanah
(keteladanan) akan terarah kepada satunya kata dengan perbuatan. Artinya seorang
da’i tidak hanya sekedar mengandalkan ucapan dengan teorinya yang memukau
audien, tapi juga harus diikuti oleh perbuatan. Hal ini sesuai dengan firman Allah
QS. Ash-Shaff (61): 2-3:
73
“Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu
perbuat?” (2). Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-
apa yang tiada kamu kerjakan (3)”( (Departemen Agama RI, 2000: 440).
Selain ayat di atas Rasulullah pun dalam kehidupannya selalu memberikan
keteladanan, yang mana dalam QS. Al-Ahzab (33): 21 telah dijelaskan sebagai
berikut:
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu
(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat
dan dia banyak menyebut Allah” (Departemen Agama RI, 2000: 438).
74
BAB V
PENUTUP
5. 1. Kesimpulan
Setelah melakukan analisis data tentang metode dakwah pondok pesantren
Syaikh Jamilurrahman As-Salafy, maka dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:
Pondok pesantren Syaikh Jamiulrahman As Salafy dalam menjalankan
dakwahnya kepada masyarakat menggunakan metode-metode yang dapat
diklasifikasikan menjadi dua lingkup. Pertama internal dan kedua eksternal.
Metode dakwah untuk kalangan internal meliputi bentuk-bentuk penguatan
para santri atau capacity building yang meliputi pemahaman-pemahaman
materi agama dan sekaligus ketrampilan hidup lainnya. Dimana penguatan diri
tersebut (capacity building) terbangun dalam sebuah program pendidikan serta
ketrampilan yang sistematis dan terukur. Metode yang digunakan yaitu metode
pelatihan dan pendidikan da’i terprogram dan metode ceramah.
Sementara metode yang bersifat eksternal adalah sebuah upaya
implementasi praksis dari seluruh ajaran agama yang telah dipahami. Dalam
konteks ini selain diisi dengan program dakwah ke masyarakat dalam bentuk
ceramah atau kajian umum yang diantaranya juga menggunakan sarana radio
dan internet, sekaligus juga menjalankan metode keteladanan atau
75
mempraktekkan uswah al-hasanah dalam kehidupan sehari-hari mereka di
dalam lingkungan pondok pesantren atau di kawasan terbuka di luar pondok
pesantren.
5.2. Saran
Mengingat kondisi sebagian masyarakat yang masih memiliki sikap resisten
terhadap dakwah salafiyah karena adanya fakta persoalan sosial, politik dan budaya,
maka penulis memberi saran agar metode keteladanan atau praksis sunah dalam
konteks relativitas kebudayaan dapat dipertimbangkan penggunaanya secara lebih arif
dan bijaksana tanpa mengurangi misi dakwah ketauhidan yang diemban.
Metode dakwah untuk kalangan eksternal yang bersifat pembauran seperti halnya
bakti sosial, dapat pula dipertimbangkan untuk digunakan. Kegiatan sosial yang
bersifat interaktif dipercaya akan mampu menguatkan relasi-relasi antar individu
sehingga akan terbangun sebuah kontruksi sosial yang kuat dan saling percaya.
Dengan demikian, akan semakin memudahkan dalam berdakwah dan sesuai dengan
QS. An-Nahl 125 yang berbunyi:
”Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang
lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk” (Departemen Agama RI, 2000:
224).
76
5. 3. Penutup
Demikianlah skripsi ini kami buat, tentu saja hasilnya masih jauh dari
maksimal dan tentu pula masih terdapat kehilafan di sana-sini. Untuk itu kritik dan
saran sangat penulis butuhkan guna menyempurnakan penulisan ini lebih lanjut.
Harapan penulis semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi
semua pihak pada umumnya. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Abda, Slamet Muhaimin. 1994. Prinsip-prinsip Metodologi Dakwah. Surabaya:
Al Ikhlas.
Al-Qahthani, Sa’d ibn Ali ibn Wahf. 2005. Menjadi Da’i yang Sukses. Jakarta:
Qisthi Press.
Amin, Samsul Munir. 2009. Ilmu Dakwah. Jakarta: Amzah.
An-Nabiry, Fathul Bahri. 2008. Meniti Jalan Dakwah: Bekal Perjuangan Para
Da’i. Jakarta: Amzah.
Anshari, Hafi. 1993. Pemahaman dan Pengamalan Dakwah: Pedoman Untuk
Mujahid Dakwah. Surabaya: Al-Ikhlas.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian. Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta.
Aziz, Moh. Ali. 2004. Ilmu Dakwah. Jakarta: Prenada Media.
Danim, Sudarwan. 2002. Menjadi Peneliti Kualitatif: Ancangan Metodologi,
Presentasi, dan Publikasi Hasil Penelitian Untuk Mahasiswa dan Peneliti
Pemula Bidang Ilmu-ilmu Sosial, Pendidikan, dan Humaniora. Bandung: CV.
Pustaka Setia.
Daymon, C. dan Immy Holloway. 2008. Metode-metode Riset Kualitatif dalam
Public Relation dan Management Communication, terj. Cahya W.
Yogyakarta: Bentang.
Departemen Agama RI. 2000. Al Quran dan Terjemahnya. Bandung: CV.
Diponegoro.
Ghazali, M. Bahri. 1997. Dakwah Komunikatif: Membangun Kerangka Dasar
Ilmu Komunikasi Dakwah. Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya.
Haedari, Amin, dkk. 2004. Masa Depan Pesantren Dalam Tantangan Modernitas
dan Tantangan Kompleksitas Global. Jakarta:IRD Press.
Hafidhuddin, Didin. 1998. Dakwah Aktual. Jakarta: Gema Insani Press.
Maunah, Binti. 2009. Tradisi Intelektual Santri. Yogyakarta: Teras.
Moleong, Lexy J. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Muhadjir, Noeng. 2000. Metode Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin
Munir, M. 2006. Metode Dakwah. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Nurbini, dkk. Dakwah Islam Antara Normatif dan Kontekstual. Semarang:
Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang. T.th.
Pimay, Awaludin. 2005. Paradigma Dakwah Humanis: Strategi dan Metode
Dakwah Prof. KH. Saifuddin Zuhri. Semarang: Rasail.
Qomar, Mujamil. 2005. Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju
Demokratisasi Institusi. Jakarta: Erlangga.
Rakhmat, Jalaludin. 1985. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Shaleh, Rosyad. 1977. Manajemen Da’wah Islam. Jakarta: PT. Bulan Bintang.
Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir Al Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-
Qur’an. Jakarta: Lentera Hati.
Sudar. 2009. Khazanah Intelektual Pesantren. Jakarta: CV. Maloho Jaya Abadi.
Sugiyono. 2010. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV. Alfabeta.
Suprapto, Tommy. 2011. Komunikasi Propaganda. Yogyakarta: Caps.
Syukir, Asmuni. 1983. Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam. Surabaya: CV. Al-
Ikhlas.
Tasmara, Toto. 1997. Komunikasi Dakwah. Jakarta: Gaya Media Pratama.
Ya’kub, Hamzah. 1992. Publistik Islam Teknik Dakwah dan Leadership.
Bandung: Diponegoro.
Zubaedi. 2007. Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Pesantren: Kontribusi Fiqh
Sosial Kiai Sahal Mahfudh dalam Perubahan Nilai-nilai Islam. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
http:// www.pondokjamil.com
http://www. atturots.or.id
http://karwono.wordpress.com/2008/08/28/pengembangan-kapasitas-
berkelanjutan-untuk-desentralisasi/
http://www.masbied.com/2012/04/03/teori-keteladanan-dalam-pendidikan/
Wawancara dengan Abu Hafizh Sutarno (Sekertaris pondok pesantren Syaikh
Jamilurrahman As-Salafy) pada tanggal 23 februari 2012 pukul 09.35 WIB.
Wawancara dengan Abu Hasan (santri senior pondok pesantren Syaikh
Jamilurrahman As-Salafy) pada hari senin tanggal 11 Juni 2012 pukul 15. 30
WIB.
Wawancara dengan Abu Mus’ab (pendiri pondok pesantren Jamilurrahman As-
Salafy) pada hari senin tanggal 26 februari 2012 pukul 18.15 WIB.
Wawancara dengan Abu Mus’ab (pendiri pondok pesantren Jamilurrahman As-
Salafy) pada hari senin tanggal 14 Juni 2012 pukul 06. 10 WIB.
Wawancara dengan Khofsoh (santri pondok pesantren Syaikh Jamilurrahman As-
Salafy) pada tanggal 16 juni 2012 pukul 13.00 WIB
Wawancara dengan Ranang Aji SP (seorang peneliti masalah keislaman dan
pendiri Koran Opini. Com) pada hari Sabtu tanggal 25 Februari 2012 pukul
13.00 WIB.
Wawancara dengan ustadzah Aisyah (Ustadzah di pondok pesantren Syaikh
Jamilurrahman As-Salafy) pada tanggal 16 juni 2012 pukul 14.15 WIB.
BIODATA
Nama : Iswati
NIM : 71211011
TTL : Pati, 02 Agustus 1989
Alamat Asal : Talun Rt 01 Rw 02 Kecamatan Kayen Kabupaten Pati
59171
Alamat Kos : Nusa Indah 1 no. 18 Rt. 04 Rw 09
Tanjung Sari, Ngaliyan, Semarang 50185
E-mail : [email protected]
No. HP : 085 727 148 595
Pendidikan :
1. SD Negeri 02 Talun
2. MTS As-Syafi’iyah Talun
3. MA Negeri 01 Pati
4. IAIN Walisongo Semarang Fakultas Dakwah Jurusan KPI