metode dan analisis sru
TRANSCRIPT
BAB III
METODOLOGI PRAKTIK KERJA LAPANGAN
3.1 Waktu dan Tempat
Berikut waktu dan tempat pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan yang kami lakukan :
Waktu : 01 - 31 Juli 2015
Tempat : Jl. Lingkar Pertamina Rahayu Soko, Tuban
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat yang digunakan dalam analisis ini adalah seperangkat gelas beaker, gelas
ukur, vakum filter, buret, erlenmeyer 250 mL, corong pisah, pipet volume 1, 2,5 5, dan
10 mL, labu ukur 250 mL dan 100 mL, sample cell 10 mL dan 25 mL, agar, pH meter
WTW, ORP meter WTW, Hidrometer range 1.000 – 1.225, Spektrophotometer Hach
DR 2010, Timbangan/Neraca, Oven, Desikator dan Refrigerator.
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam analisis ini adalah Reagen Buffer 7.00, Buffer
10.00, RH -28 ( standart redoks 220 mV), H2SO4 0.1 N, Buffer Acetat pH 4.2, Sodium
bicarbonat (NaHCO3) 2 gr/L, Starch Indikator, Larutan Iodine 0.1 N, Ferro Ver iron
Reagent powder pillows, Sulfa Ver 4 Sulfate Reagent powder pillows, ARI-600, RO-
water, dan Kertas saring 0.45 mikron, toluena, KOH, calcon indicator dan EDTA.
3.3 Analisis Larutan LO-CAT II
3.3.1 Penentuan pH LO-CAT II
pH larutan locat penting untuk diketahui karena mempengaruhi kemampuan
penyerapan H2S didalam larutan LO-CAT. pH yang rendah kemampuan
penyerapan H2S, rendah sedangkan pH yang tinggi akan meningkatkan kemampuan
larutan untuk menyerap H2S. Biasanya pH antara 8.0 – 8.5 cukup baik untuk proses
ini namun untuk efisiensi kadang kadang diperlukan pengoperasian pada pH yang
lebih tinggi. Pengoperasiam LO-CAT pada pH yang terlalu tinggi akan mendorong
terbentuknya ion tiosulfat, mengurangi penyerapan oksigen dan mengganggu
penggumpalan sulfur.
Prosedur :
Kalibrasi pH meter
1. Pasang probe electrode ke pH meter
2. Hidupkan dengan memencet tombol on
3. Tekan tombol M untuk memilih ke menu pH atau ORP
4. Masukkan probe ke buffer 7.00 kemudian tekan CAL (keluar tulisan concal)
kemudian tekan enter
5. Atur pH = 7.00 dengan anak panah ke atas atau ke bawah kemudian tekan enter
sampai keluar SLO
6. Bilas probe dan masukkan ke buffer 10.00 kemudian tekan enter
7. Atur pH = 10.00 kemudian tekan enter, perhatikan nilai slope-nya. Usahakan
lebih besar dari 54.0 mV/pH kemudian tekan enter 2 kali.
8. pH meter siap dipakai untuk pengukuran
Pengukuran sampel:
1. Ambil sample dari oxidizer dan absorber (atau titik yang diinginkan)
2. Dinginkan sampai suhu 23oC
3. Ukur dengan pH yang sudah dikalibrasi. Probe sambil digoyang tunggu sampai
hasil pembacaan stabil.
3.3.2 Penentuan Potensial Redoks LO-CAT II
Potensial redoks dapat diukur dengan alat yang sama dengan pH meter.
Potensial redoks adalah petunjuk aktivitas larutan berhubungan dengan oksidasi Fe
didalam larutan, mempertahankan potensial redoks lebih positif dari pada - 150
mV pada oxidizer dan -250 mV absorber akan menjamin kecukupan katalis pada
sistem. Pengoperasian pada nilai redoks yang terlalu tinggi ( lebih positif -100 mV)
akan mendorong konversi tiosulfat menjadi garam garam sulfat. Sebaliknya
potensial yang sangat rendah akan menyebabkan pengurangan dan penonaktifan
katalis.
Prosedur :
1. Pasang probe ORP ke pH/ORP meter
2. Hidupkan alat ORP meter (Tekan tombol M untuk memilih ke menu pH atau
ORP)
3. Masukkan ke buffer ORP, hasil pembacaan harus 220 mV (± 5 mV)
4. Ukur potensial redoks sample yang sudah didinginkan sampai pembacaan
redoks stabil
3.3.3 Penentuan Specific Grafity (berat jenis) Larutan LO-CAT II
Berat jenis larutan merupakan ukuran tidak langsung dari jumlah garam
garam terlarut yang terkandung di dalam larutan. Garam garam terlarut yang umum
adalah KHCO3, K2CO3, K2S2O3, K2SO4 dan garam garam Na. Kemampuan larutan
untuk menyerap H2S dan oksigen akan menurun dengan meningkatnya jumlah
garam garam terlarut.
Prosedur :
1. Simpan sample sampai suhu kamar
2. Saring larutan LO-CAT dengan vakum filter menggunakan kertas saring 0.45
mikron sampai jumlah yang cukup
3. Tuang kedalam gelas ukur
4. Masukkan hidrometer ke dalam larutan tunggu sampai stabil (tidak bergerak
lagi)
5. Baca nilai SG-nya
3.3.4 Penentuan Alkalinitas Larutan LO-CAT II
Alkalinitas di larutan LO-CAT II (oxidizer) dinyatakan dalam KHCO3.
Alkalinitas pada LO-CAT II muncul dari hasil reaksi KOH yang ditambahkan ke
dalam sistem untuk meningkatkan pH dengan asam karbonat (H2CO3) yang
merupakan hasil reaksi antara gas CO2 yang masuk dengan air H2O. Alkalinitas
yang besar akan ikut meningkatkan nilai dari SG.
Prosedur :
1. Kalibrasi pH meter dengan pH 07.00 dan 10.00
2. Isi buret dengan H2SO4 0.1 N
3. Pipet 5 mL sample LO–CAT II yang sudah di saring dengan vakum filter
menggunakan kertas saring 0.45 mikron
4. Masukkan ke dalam beker glass 150 mL
5. Titrasi dengan H2SO4 0.1 N sambil diukur pH sampai pH 4.2
6. Catat mL H2SO4 yang diperlukan
Perhitungan :
Dinyatakan dalam gram per kilogram alkalinitas sebagai KHCO3
= mL H2SO4 x 0.1 (normalitas asam) x 100.12 (g/mol KHCO3)
mL Sample x SG sample
3.3.5 Penentuan Tiosulfat Larutan LO-CAT II
Kandungan tiosulfat didalam larutan LO-CAT penting untuk menjaga
kestabilan chelating agent (ARI-350). Konsentrasi larutan tiosulfat harus dijaga
agar lebih besar dari 60 gram/Kg. Tiosulfat akan terkonversi menjadi garam garam
sulfat apabila sistem beroperasi pada potensial yang terlalu tinggi (lebih positif dari
– 100 mV).
Reagent :
1. Buffer Acetat pH 4.2
Pembuatan :
- Isi beaker glass dengan 30 mL destilled water
- Pipet 45 mL ( = 48 gr, BJ = 1.06) acetat glasial masukkan ke beaker
- Timbang 14.6 gr Na-acetat dan tambahakan ke beaker.
- Stir/aduk sampai semua padatan larut.
- Pindah ke labu 100 mL tepatkan sampai batas.
2. Sodium bicarbonat (NaHCO3) 2 gr/L
Pembuatan :
- Timbang 2 gram Sodium bicarbonat
- Masukkan ke labu 1000 mL
- Larutkan dengan destilled water sampai terlarut sempurna
- Tepatkan sampai batas, kocok.
3. Starch Indikator
Pembuatan :
- Timbang 1 gram Starch
- Masukkan ke labu 250 mL
- Tambahkan 100 mL destilled water dan kocok
- Panaskan labu dengan hot plate sampai mendidih
- Pindah dan kocok
- biarkan sampai dingin
4. Larutan Iodine 0.1 N
Pembuatan :
- Larutkan 1 ampul Titirsol iodine solution kedalam labu 1000 mL
- Tambahkan destilled water sampai batas, kemudian kocok.
Prosedur :
1. Isi buret dengan larutan Iodine 0.1 N
2. Pipet 2 mL atau 5 mL sample LO–CAT yang sudah di saring dengan vakum
filter menggunakan kertas saring 0.45 mikron
3. Masukkan ke dalam Erlenmeyer 250 mL
4. Tambahkan 10 mL pH 4.2 buffer acetat
5. Tambahkan 50 mL larutan sodium bicarbonat 2 gr/L
6. Tambahkan starch indikator secukupnya
7. Titrasi dengan larutan Iodine 0.1 N sampai warna biru terbentuk
8. Catat mL larutan iodine yang diperlukan
Perhitungan :
Dinyatakan dalam gram per kilogram
= mL Iodine x 0.1 (normalitas Iodine) x 158.11 (g/mol tiosulfat)
mL Sample x SG sample
3.3. 6 Penentuan Kadar Besi Larutan LO-CAT II
Besi digunakan dalam larutan LO-CAT II biasanya adalah ARI-340 yang
mengandung 50000 sampai 55000 ppm besi bebas. Ion besi disini berfungsi sebagai
katalis dengan cara memindahkan muatan elektron. Reaksi penyerapan dan
pembentukannya adalah sebagai berikut:
Reaksi penyerapan :
H2S (gas) + 2 Fe3+ → 2H+ + S0 + 2Fe2+
Reaksi pembentukan :
½ O2(gas) + H2O + 2 Fe2+ → 2OH- + 2Fe3+
Analisa kandungan besi didalam larutan LO-CAT menggunakan spektrofotometer
Hach DR 2010 dengan reagent Ferro Ver Iron reagent.
Prosedur :
1. Pipet 1 mL sample LO–CAT II yang sudah di saring dengan vakum filter
menggunakan kertas saring 0.45 mikron masukkan ke labu 250 mL.
2. Tepatkan sampai batas dan kocok.
3. Masukkan ke sample cell 10 mL
4. Hidupkan spektrophotometer DR 2010
5. Pilih program ke 265 atur panjang gelombang ke 510 nm
6. Masukkan reagent Ferro ver ke salah satu sample cell. Di goyang sampai semua
regent terlarut.
7. Tekan shift timer
8. Setelah timernya berbunyi masukkan blanko ke cell holder tekan zero
9. Setelah keluar angka 0.00 mg/L Fe FV masukkan semple cell yang akan diukur
tekan read. Catat hasilnya dikalikan pengenceran.
Catatan :
Jika pengenceran 250 tidak terbaca ( Out of range) lakukan pengenceran 10 mL ke 50
mL.
Perhitungan :
Dinyatakan dalam ppm per kilogram
= Hasil baca x Pengenceran
SG sample
3.3.7 Penentuan Kadar Sulfat Larutan LO-CAT II
Sulfat didalam larutan LO-CAT timbul dari hasil konversi tiosulfat. Perubahan
ini bisa terjadi karena pengoperaian sitem pada potensial yang tinggi (lebih besar dari –
100 mV) selain itu pengoperasian dengan air blower yang terlalu tinggi juga akan
membantu terjadinya konversi tiosulfat menjadi sulfat. Sulfat didalam sistem dengan
adanya bakteri sulfat reducing bacteria (SRB) akan dirubah menjadi S2- yang dapat
bereaksi dengan besi sehingga menyebabkan korosi.
Prosedur:
1. Pipet 1 mL sample LO–CAT yang sudah di saring dengan vakum filter
menggunakan kertas saring 0.45 mikron masukkan ke labu 250 mL.
2. Tepatkan sampai batas dan kocok.
3. Pipet 10 mL sample dari no 2 masukkan ke labu 100 mL
4. Tepatkan sampai batas dan kocok
5. Masukkan ke sample cell 25 mL
6. Hidupkan spektrophotometer DR 2010
7. Pilih program ke 680 atur panjang gelombang ke 450 nm
8. Masukkan reagent Sulfa Ver ke salah satu sample cell. Di goyang sampai semua
regent terlarut.
9. Tekan shift timer
10. Setelah timernya berbunyi masukkan blanko ke cell holder tekan zero
11. Setelah keluar angka 0.00 mg/L SO42- masukkan semple cell yang akan diukur tekan
read. Catat hasilnya dikalikan pengenceran.
Catatan :
Jika pengenceran 250 tidak terbaca ( Out of range) lakukan pengenceran 10 mL ke 100
mL.
Perhitungan :
Dinyatakan dalam gram per kilogram
= Hasil baca x Pengenceran
1000 gram sample
3.3.8 Penentuan Kandungan Sulfur Larutan LO-CAT II
Sulfur yang terbentuk pada pada pengoperasian pertama biasanya berukuran
sangat halus. Setelah konsentrasi meningkat partikel sulfur akan membesar sampai 100 –
200 mikron. Kandungan sulfur yang normal pada sistem adalah sekitar 0.3 – 0.5 %
berat. Kandungan sulfur yang terlalu kecil dalam sistem akan membuat partikel sulfur
menjadi halus yang cenderung mengapung dan membusa. Membiarkan kandungan
sulfur dalam jumlah yang besar akan membuat proses absorbsi H2S tidak optimal.
Prosedur :
1. Timbang beaker glass yang sudah kering dan bersih, catat beratnya.(berat glass)
2. Buka kran sampling, biarkan mengalir agak besar beberapa saat kemudian kecilkan
sampai 1/3-1/4 kran.
3. Ambil sample dalam sekali ambil sekitar 80 – 100 mL
4. Dinginkan
5. Timbang kertas saring yang kering dan bersih, catat beratnya.(berat kertas saring)
6. Timbang beaker glass + sample (berat sample)
7. Tambahkan 1 – 2 tetes ARI-600 ke sample, kemudian saring dengan menggunakan
vacum filter, bilas sisa sisa sulfur didalam beaker glass sampai bersih.
8. Ambil kertas saring dan sulfur kembalikan ke beaker glass dan keringkan di oven
pada suhu 100oC selama 2 jam
9. Masukkan ke desikator biarkan sampai dingin
10. Timbang berat beaker glass, kertas saring dan sulfur (berat dingin)
Perhitungan :
Dinyatakan dalam persen
= Berat dingin – Berat glass – berat kertas saring x 100 %
Berat sample – Berat glass
3.3.9 Penentuan Bacteria Count
Penentuan bacterial count bertujuan untuk mengetahui jumlah bakteri yang ada
dalam solution karena jika bakteri terlalu banyak dalam solution akan mengganggu
reaksi dengan merusak chelating agent. Kerusakan chelating agent ini menyebabkan
kurangnya chelating agent sehingga akan terjadi reaksi samping yaitu terbentuk FeS.
Prosedur :
1. Sampel di absorber 100 mL
2. Agar dimasukkan selama 15 detik, kemudian diinkubasi selama 3 hari
3. Dihitung jumlah koloni dengan membandingkan dengan Standard.
BAB IV
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisis Absorber-Oxidizer
4.1.1 Penentuan pH LO-CAT II
Penentuan pH larutan LO-CAT II dilakukan untuk mengetahui kemampuan
penyerapan H2S yang terjadi pada larutan LO-CAT II. pH yang rendah akan
memberikan kemampuan penyerapan H2S yang rendah, sedangkan pH yang tinggi akan
meningkatkan kemampuan larutan untuk menyerap H2S. Analisis pH dilakukan empat
kali dalam sehari secara rutin pada pukul 06.00, 08.00, 11.00, dan 14.00 WIB. Alat
yang digunakan dalam analisa ini yaitu pH meter. pH meter sebelum digunakan harus
dikalibrasi terlebih dahulu untuk menstandarkan alat agar bisa bekerja dengan baik. pH
meter dikalibrasi dengan menggunakan buffer pH 07.00 dan buffer pH 10.00.
Penggunaan buffer tersebut bertujuan untuk mempertahankan pH. Setelah dikalibrasi
pH meter siap digunakan untuk mengukur pH larutan.
Pengukuran pH larutan dilakukan dengan cara sampel dari absorber dan
oxidizer diambil dengan beaker gelas dan didinginkan sampai suhu ruang (23-25oC).
Suhu yang tinggi akan mempengaruhi nilai pembacaan pH dari larutan sehingga larutan
perlu didinginkan terlebih dahulu sebelum dilakukan pengukuran pH. Setelah mencapai
suhu ruang maka dapat diukur pH larutan menggunakan pH meter yang telah
dikalibrasi. Berdasarkan pengukuran yang telah dilakukan, hasil yang didapatkan
menunjukkan bahwa pH pada oxidizer selalu lebih besar daripada pH pada absorber.
Hal ini disebabkan karena pada oxidizer terdapat air blower yang dapat meniupkan
udara berupa oksigen. Oksigen tersebut yang akan mengoksidasi Fe2+ menjadi Fe3+
(terjadi regenerasi Fe2+) sehingga menyebabkan terjadinya reaksi antara oksigen dengan
H2O yang menghasilkan OH-. Ion OH- inilah yang menyebabkan pH solution dalam
oxidizer meningkat serta dapat pula meningkatkan kapasitas penyerapan H2S. Selain
itu, oxidizer juga merupakan tempat penambahan chemical ke dalam solution (chamber
3). Beberapa Chemical tersebut antara lain KOH, S-9118, S-9117, S-9116, dan ARI-
600. Reaksi yang terjadi didalam oxidizer dapat dituliskan melalui persamaan reaksi
berikut:
Sedangkan pH solution pada absorber mengalami penurunan. Hal ini disebabkan oleh
adanya reaksi antara CO2 dengan H2O menghasilkan ion bikarbonat (HCO3-). Ion
bikarbonat selanjutnya akan mengalami ionisasi menghasilkan ion karbonat (CO32-) dan
H+. Ion H+ yang dihasilkan akan menurunkan pH solution dalam absorber dan pada
akhirnya akan menyebabkan berkurangnya kapasitas penyerapan H2S. Reaksi yang
terjadi pada absorber dapat dituliskan melalui persamaan berikut:
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil analisis pH larutan absorber-oxidizer
dalam periode 01 Juli – 31 Juli 2015, dihasilkan sebuah grafik dimana sumbu x
merupakan tanggal analisis dan sumbu y merupakan pH larutan absorber-oxidizer
seperti pada gambar 4.1.
0 5 10 15 20 25 30 357.60
7.80
8.00
8.20
8.40
8.60
8.80
Grafik pH Absorber dan Oxidizer Larutan LO-CAT
Bulan Juli 2015
pH Absorber pH Oxidizer
Date (Juli 2015)
pH
Gambar 4.1 Grafik pH Larutan LO-CAT II Periode 01-31 Juli 2014
Grafik diatas menunjukkan perubahan pH larutan absorber dan oxidizer selama
bulan Juli mulai dari tanggal 01-31 Juli 2015. Berdasarkan grafik diatas, dapat
diketahui bahwa range pH absorber adalah sekitar 7.90 sampai 8.30 sedangkan untuk
pH larutan oxidizer sekitar 8.30 sampai 8.60. Akan tetapi, menurut teori pH absorber
berada pada range antara 7.90-8.20 dan pH oxidizer pada range antara 8.40-8.70. Hasil
analisis pH absorber yang dilakukan sedikit melewati range pH pada teori. Hal ini dapat
terjadi karena beberapa faktor seperti masuknya sedikit udara ke dalam blower,
banyaknya gas H2S yang masuk, dan kurangnya injeksi KOH.
4.1.2 Penentuan Potensial Redoks Larutan LO-CAT II
Potensial redoks adalah petunjuk aktivitas larutan berhubungan dengan oksidasi
Fe di dalam larutan, mempertahankan potensial redoks lebih positif dari pada -150
mV pada oxidizer dan -250 mV pada absorber akan menjamin kecukupan katalis pada
sistem. Pengoperasian pada nilai redoks yang terlalu tinggi (lebih positif -100 mV) akan
mendorong konversi tiosulfat menjadi garam-garam sulfat. Sebaliknya potensial yang
sangat rendah akan menyebabkan pengurangan dan penonaktifan katalis.
Analisis ini dilakukan empat kali dalam sehari secara rutin yaitu pada pukul
06.00, 08.00, 11.00, dan 14.00 WIB yang bertujuan untuk mengontrol aktivitas Fe
dalam absorber dan oxidizer. Alat yang digunakan ialah ORP meter WTW. Alat
tersebut merupakan suatu elektroda yang berisi larutan KCl yang digunakan untuk
mengukur potensial redoks. Sebelum digunakan, ORP meter WTW harus dikalibrasi
terlebih dahulu agar dapat bekerja dengan baik. Kalibrasi alat tersebut dapat dilakukan
dengan menggunakaan RH-28 (standart redoks 220 mV). Larutan RH-28 merupakan
larutan berwarna kuning jernih dengan bahan aktif Pt-Ag/AgCl. Setelah dikalibrasi,
ORP meter WTW dimasukkan ke dalam sampel yang telah dinginkan pada suhu ruang
23-25°C. Kemudian hasil pembacaan potensial redoks dari larutan absorber-oxidizer
dicatat.
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil analisis potensial redoks larutan
absorber-oxidizer dapat dibuat grafik, dimana sumbu x merupakan tanggal analisis dan
sumbu y merupakan pH larutan absorber-oxidizer. Grafiknya dapat dilihat sebagai
berikut:
0 5 10 15 20 25 30 35
-200.0-180.0-160.0-140.0-120.0-100.0
-80.0-60.0-40.0-20.0
0.0
Grafik Redoks Absorber dan Oxidizer Larutan LO-CATBulan Juli 2015
Redoks Absorber Redoks Oxidizer
Date (Juli 2015)
Redo
ks (m
V)
Gambar 4.2 Grafik Redoks Larutan LO-CAT II Periode 01-31 Juli 2015
Berdasarkan teori, besarnya potensial redoks untuk larutan absorber adalah
sebesar -250 mV sedangkan untuk larutan oxidizer sebesar -150 mV. Pada grafik diatas
(gambar 4.2), nilai potensial redoks pada periode 1-31 Juli 2015 untuk absorber sekitar
-182.00 mV sampai -160.0 mV, sedangkan untuk oxidizer sekitar -113.0 mV sampai -
140.0 mV. Hasil analisis diatas terjadi perbedaan dengan teori yaitu terjadi penurunan
nilai potensial redoks dari larutan LO-CAT II. Potensial redoks pada larutan absorber
dan oxidizer akan menjamin kecukupan katalis dalam absorber-oxidizer. Potensial
redoks tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
Adanya impurities yang masuk dari coalescing berupa kalsium dan magnesium.
Elektron pada Fe dari chamber berupa Fe2+ dan elektron pada Fe yang menuju
Chamber berupa Fe3+.
Pada absorber terjadi reaksi balik berupa aliran balik de-gas.
4.1.3 Penentuan Specific Gravity Larutan LO-CAT II
Penentuan Specific Gravity (SG) larutan LO-CAT II bertujuan untuk
mengetahui jumlah garam-garam terlarut seperti KHCO3, K2CO3, K2S2O3, K2SO4 dan
garam garam Na yang terkandung di dalam larutan LO-CAT. Garam-garam terlarut
akan mempengaruhi penyerapan gas H2S dalam larutan. Kemampuan larutan untuk
menyerap H2S dan oksigen akan menurun dengan meningkatnya jumlah garam-garam
terlarut. Penentuan SG larutan LO-CAT II dilakukan dengan cara sampel diambil dari 3
bagian oxidizer yaitu de-gas, chamber 2, dan chamber 3 dengan perbandingan
komposisi 1:1:1. Sampel tersebut didinginkan terlebih dahulu pada suhu ruang agar
diperoleh pengukuran yang tepat karena suhu akan mempengaruhi hasil pengukuran.
Setelah mencapai suhu ruang, sampel tersebut disaring dengan vakum filter
menggunakan kertas saring 0.45 mikron. Penyaringan tersebut bertujuan untuk
memisahkan sulfur yang ada dalam solution sehingga diperoleh filtrat yang bebas dari
sulfur. Filtrat yang diperoleh dituang ke dalam gelas ukur, kemudian dimasukkan
hidrometer ke dalam larutan dan ditunggu sampai stabil. Hidrometer merupakan alat
yang digunakan untuk mengukur berat jenis larutan. Pengukuran SG dilakukan satu kali
dalam seminggu yaitu setiap hari jumat. Berikut ini adalah grafik Specific Gravity
Larutan LO-CAT II Periode 01-31 Juli 2015:
0 5 10 15 20 25 30 351.189
1.191
1.193
1.195
1.197
1.1922
1.1942
1.19611.1973
1.1955
Grafik Specific Gravity (SG) Larutan LO-CAT
Bulan Juli 2015
Date (Juli 2015)
Spes
ific G
rafit
y (S
G)
Gambar 4.3 Grafik Specific Gravity Larutan LO-CAT II Periode 01-31 Juli 2015
Berdasarkan grafik diatas diperoleh data nilai SG solution berkisar antara
1.1192 - 1.1973. Hasil ini menunjukkan bahwa kandungan garam-garam yang terdapat
dalam solution masih berada pada batas normal. Nilai Specific Gravity mempengaruhi
kemampuan larutan SRU dalam mengabsorbsi H2S. Semakin kecil SG maka absorbsi
cairan akan semakin baik. Apabila SG solution mencapai 1.2000 dan kondisi alat-alat
yang lain masih baik maka bisa dilakukan pengenceran cairan SRU dengan RO (blow
down) sehingga didapat SG yang lebih kecil. SG yang besar dapat terjadi karena jumlah
garam-garam sudah terlalu banyak dan mengakibatkan penyerapan H2S kurang
maksimal.
4.1.4 Penentuan Alkalinitas Larutan LO-CAT II
Alkalinitas di larutan LO-CAT II (oxidizer) dinyatakan dalam KHCO3.
Alkalinitas pada LO-CAT II muncul dari hasil reaksi KOH yang ditambahkan ke dalam
sistem untuk meningkatkan pH dengan asam karbonat ( H2CO3) yang merupakan hasil
reaksi antara gas CO2 yang masuk dengan air H2O. Alkalinitas yang besar juga akan ikut
meningkatkan nilai dari SG. Prinsip yang digunakan dalam penentuan alkalinitas larutan
LO-CAT II ialah titrasi. Penentuan alkalinitas tersebut dilakukan setiap hari jumat. Uji
alkalinitas dilakukan dengan cara sampel yang diambil dari 3 bagian oxidizer yaitu de-
gas, chamber 2, dan chamber 3 didinginkan hingga suhu ruang. Setelah itu, disaring
dengan vakum filter menggunakan kertas saring 0.45 mikron agar sulfur yang terdapat
dalam solution dapat terpisah sehingga diperoleh filtrat yang bebas dari sulfur.
Kemudian sampel tersebut dipipet sebanyak 5 ml, dimasukkan ke dalam beaker gelas
150 ml dan ditambahkan metil hijau. Metil hijau berfungsi sebagai indikator yang dapat
menunjukkan perubahan warna dari hijau menjadi merah muda yang menunjukkan
telah mencapai titik akhir titrasi. Larutan tersebut dititrasi dengan H2SO4 1 N sampai
diperoleh pH larutan mencapai 4.2. Hasil yang diperoleh dari uji alkalinitas dalam
periode 01-31 Juli 2015 sebesar 52 g/kg sampai 57 g/kg.
0 5 10 15 20 25 30 3548
50
52
54
56
58 57 5756
5352
Grafik Harga Alkalinitas Larutan LO-CAT
Bulan Juli 2015
Date (Juli 2015)
Alka
linita
s
Gambar 4.4 Grafik Alkalinitas Larutan LO-CAT II Periode 01-31 Juli 2015
4.1.5 Penentuan Tiosulfat Larutan LO-CAT II
Penentuan tiosulfat larutan LO-CAT II bertujuan untuk mengetahui jumlah
tiosulfat yang terdapat di dalam solution di oxidizer. Kandungan tiosulfat didalam
larutan LO-CAT penting untuk menjaga kestabilan chelating agent (ARI-350).
Pengujian ini dilakukan sama seperti penentuan SG yaitu setiap hari jumat. Tiosulfat
merupakan hasil samping dari reaksi antara ion HS- dan oksigen. Range keberadaan
tiosulfat di dalam solution menurut teori berkisar antara 40-60 gr/kg. Reaksi
terbentuknya tiosulfat dalam larutan LO-CAT II dapat dituliskan melalui persamaan
reaksi sebagai berikut:
Untuk menguji kandungan tiosulfat maka sampel yang diambil dari oxidizer
didinginkan dan disaring dengan vakum filter, kemudian filtrat dipipet sebanyak 1 ml
dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml, setelah itu ditambahkan 10 ml buffer
asetat pH 4.2. Penambahan buffer asetat bertujuan untuk mengikat natrium bikarbonat
dalam solution, selanjutnya ditambah 50 ml larutan natrium bikarbonat 2gr/L agar titik
akhir titrasi lebih jelas. Starch indicator ditambahkan sebanyak 2 sendok lalu dititrasi
dengan larutan iodine 0.1 N sampai terbentuk warna biru. Berdasarkan data yang
diperoleh dari hasil pengukuran periode 01-31 Juli 2015 diperoleh nilai tiosulfat sebesar
62.23 g/kg sampai 67.45 g/kg. Dari hasil analisis nilai tiosulfat dalam solution masih
berada dalam batas normal.
0 5 10 15 20 25 30 3558
60
62
64
66
68
64.72
62.2363.45 62.99
67.45
Grafik Kadar Tiosulfat Larutan LO-CAT
Bulan Juli 2015
Date (Juli 2015)
Kdar
Tio
sulfa
t
Gambar 4.5 Grafik Kadar Tiosulfat Larutan LO-CAT II Periode 01-31 Juli 2015
4.1.6 Penentuan Kadar Besi Larutan LO-CAT II
Penentuan kadar besi larutan LO-CAT II bertujuan untuk mengetahui kandungan
besi dalam solution sebagai katalis. Katalis besi yang digunakan dalam larutan LO-CAT
II adalah ARI-340 yang mengandung 50000 sampai 55000 ppm besi bebas. Keberadaan
besi ini sangat diperlukan untuk mengubah H2S menjadi sulfur dengan cara
memindahkan muatan elektron (reduksi Fe3+ menjadi Fe2+). Reaksi pemindahan elektron
ini dapat dituliskan melalui persamaan reaksi berikut :
Reaksi penyerapan : H2S (gas) + 2 Fe3+ → 2H+ + S0 + 2Fe2+
Reaksi pembentukan : ½ O2(gas) + H2O + 2 Fe2+ → 2OH- + 2Fe3+
Prinsip yang digunakan dalam analisis ini ialah spektrofotometri. Pada pengujian ini,
sampel yang digunakan sama dengan sampel pada pengujian specific gravity, tiosulfat,
dan alkalinitas. Sampel tersebut dipipet 1 ml dan diencerkan dalam labu ukur 250 mL.
Pengenceran dilakukan untuk mengurangi konsentrasi besi agar dapat dibaca
absorbansinya pada waktu pengukuran dengan spektrofotometer. Setelah diencerkan
larutan tersebut dimasukkan ke dalam dua kuvet (sample cell) 10 mL. Pada kuvet
pertama ditambahkan Ferro Ver Iron Reagent yang berfungsi sebagai reagen supaya besi
dalam solution lebih terlihat jelas sehingga dapat dibaca absorbansinya. Kuvet yang lain
digunakan sebagai blanko dalam pengukuran ini. Kemudian diukur absorbansi dengan
menggunakan spektrofotometer DR 2010.
Berdasarkan data yang diperoleh dapat dihitung kandungan besi dalam larutan.
Menurut teori, katalis besi dapat bekerja dengan baik apabila jumlah besi berkisar 550
ppm/kg. Hasil analisis kadar besi Periode 01-31 Juli 2015 berkisar antara 610,62 ppm/kg
sampai 664,74 ppm/kg. Kadar besi hasil analisis tersebut berada diatas kadar besi secara
teori. Hal ini menunjukkan bahwa besi yang terkandung dalam solution pada absorber
masih dapat bekerja dengan baik sebagai katalis sehingga pengikatan H2S berjalan
dengan baik dan hasil sweet gas yang memiliki kadar H2S rendah.
0 5 10 15 20 25 30 35580590600610620630640650660670 664.74
648.97639.58
630.56
610.62
Grafik Kadar Fe Larutan LO-CATBulan Juli 2015
Date (Juli 2015)
Kada
r Fe
Gambar 4.6 Grafik Kadar Besi pada Larutan LO-CAT II Periode 01-31 Juli 2015
4.1.7 Penentuan Kadar Sulfat Larutan LO-CAT II
Penentuan kadar sulfat dilakukan untuk mengetahui kesetimbangan antara
tiosulfat dengan sulfat. Sulfat dalam larutan LO-CAT timbul dari hasil konversi
tiosulfat. Perubahan ini bisa terjadi karena pengoperasian sistem pada potensial yang
tinggi (lebih besar dari –100 mV). Prinsip yang digunakan dalam analisis ini ialah
spektrofotometri. Dalam penentuan sulfat ini digunakan sampel yang sama seperti dalam
penentuan kadar besi. Sampel tersebut diencerkan dalam labu ukur 250 mL agar
konsentrasinya tidak terlalu pekat sehingga dapat dibaca absorbansinya. Setelah sampel
diencerkan, sampel tersebut dipipet sebanyak 10 mL dan diencerkan lagi dalam labu
ukur 100 mL. Pengenceran yang kedua dilakukan karena konsentrasi sulfat masih cukup
tinggi sehingga perlu dilakukan pengenceran kembali agar nilai absorbansinya dapat
dibaca. Sampel yang telah diencerkan dua kali dimasukkan ke dalam sample cell 25 mL
dan ditambahkan Sulfa Ver 4 Sulfate Reagent Powder Pillows. Penambahan reagen ini
dilakukan untuk meningkatkan kadar sulfat dalam solution sehingga lebih
mempermudah pengukuran absorbansinya. Selanjutnya, sampel yang telah ditambahkan
reagen diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer DR 2010.
0 5 10 15 20 25 30 350
10
20
30
40
50
6045.8 43.54 41.3
54.2950.02
Grafik Kadar Sulfat Larutan LO-CATBulan Juli 2015
Date (Juli 2015)
Kada
r SO
4
Gambar 4.7 Grafik Kadar Sulfat pada Larutan LO-CAT II Periode 01-31 Juli 2015
Berdasarkan grafik tersebut, hasil analisis menunjukkan bahwa kadar sulfat yang
terdapat di dalam solution oxidizer dalam periode 01-31 Juli 2015 adalah sekitar 41,30
g/kg larutan sampai 54,29 g/kg larutan. Nilai tersebut masih berada di bawah batas
maksimum yaitu 55 g/kg sehingga dapat disimpulkan jika kadar sulfat dalam larutan
masih normal. Sementara itu, kadar sulfat mampu melebihi batas maksimum yang
disebabkan oleh adanya garam-garam yang mengakibatkan sebagian garam tersebut
menjadi sulfat. Sulfat tersebut akan dirubah menjadi S2- dengan adanya bakteri sulfat
reducing bacteria (SRB) di dalam sistem yang dapat bereaksi dengan besi sehingga
menyebabkan korosi.
4.1.8 Penentuan Kadar Sulfur Larutan LO-CAT II
Penentuan kandungan sulfur bertujuan untuk mengetahui jumlah produksi sulfur
yang dihasilkan. Sulfur yang terbentuk pada pada pengoperasian pertama biasanya
berukuran sangat halus. Setelah konsentrasi meningkat partikel sulfur akan membesar
sampai 100 – 200 mikron. Kandungan sulfur yang normal pada sistem adalah sekitar 0.3
– 0.5 % berat. Kandungan sulfur yang terlalu kecil dalam sistem akan membuat partikel
sulfur menjadi halus yang cenderung mengapung dan membusa. Membiarkan
kandungan sulfur dalam jumlah yang besar akan membuat proses absorbsi H2S tidak
optimal. Kadar H2S di lapangan mudi sangat tinggi sehingga produksi sulfur perlu
dikontrol setiap hari. Kadungan sulfur yang terdapat di SRU dapat ditentukan dengan
cara menyaring sampel yang diambil dari oxidizer yaitu de-gas dan reaction chamber.
Tetapi pada hari jumat, sampel yang diambil berasal dari semua bagian dari oxidizer
yaitu reaction chamber, chamber 1, chamber 2, chamber 3, dan de-gas. Sampel tersebut
selanjutnya didinginkan hingga mencapai suhu ruang, lalu disaring dengan vakum filter
menggunakan kertas saring 0,45 mikron. Bila sulfur telah disaring, maka kertas saring
dan beaker yang digunakan untuk mengambil sulfur dikeringkan dalam oven hingga
didapat sulfur yang benar-benar kering (sulfur cake). Kemudian ditimbang untuk
menghitung berat sulfur bersih.
Berdasarkan data yang diperoleh dalam periode 01-31 Juli 2015 dapat dihitung
jumlah sulfurnya dan hasil perhitungan tersebut dapat digambarkan melalui grafik pada
gambar 4.8. Jumlah produksi sulfur periode 01-31 Juli 2015 berkisar antara 0,3 %
sampai 0,7 %. Menurut teori yang ada, kandungan sulfur tidak boleh melebihi 0,5%
berat karena akan membuat proses absorbsi H2S tidak optimal. Dengan demikian, sulfur
yang dihasilkan dalam bulan Juli masih ada yang melebihi batas maksimal sehingga
menyebabkan proses absorbsi H2S masih belum optimal.
0 5 10 15 20 25 30 350.00%0.10%0.20%0.30%0.40%0.50%0.60%0.70%0.80%
Grafik Persentase Kadar Sulfur Larutan LO-CATBulan Juli 2015
Date (Juli 2015)
% S
ulfu
r
Gambar 4.8 Grafik Kadar Sulfur pada Larutan LO-CAT II Selama Bulan Juli 2015
4.1.9 Penentuan Bacterial Count
Penentuan bacterial count bertujuan untuk mengetahui jumlah bakteri yang ada
dalam larutan. Apabila jumlah bakteri terlalu banyak dalam larutan, maka bakteri
tersebut akan mengganggu reaksi yang diharapkan terjadi di dalam sistem. Hal ini dapat
terjadi karena bakteri dalam jumlah banyak di dalam larutan akan menyebabkan
kerusakan pada chelating agent. Bakteri yang ada dalam larutan merupakan jenis bakteri
SRB (Sulfat Reducing Bacteria) yang dapat merubah sulfat menjadi sulfit yang dapat
bereaksi dengan besi membentuk FeS dan sangat korosi. Sampel yang digunakan untuk
mengetahui jumlah bakteri sama dengan sampel yang digunakan dalam penentuan kadar
besi. Sampel tersebut dimasukkan ke dalam media bakteri dan dibiarkan selama 15
detik, lalu sampel dibuang dan ditutup. Setelah itu diinkubasi selama 3 hari. Inkubasi
tersebut bertujuan agar bakteri tersebut dapat berkembang biak sehingga dapat diketahui
jumlahnya.
Berdasarkan data yang diperoleh dapat diketahui bahwa jumlah bakteri dalam
larutan selama periode 01-31 Juli 2015 adalah sebanyak 10.000. Jumlah bakteri yang
ada di dalam larutan LO-CAT II masih dalam batas normal. Adanya bakteri-bakteri
tersebut disebabkan karena sirkulasi antar chamber buntu serta regenerasi Fe yang tidak
sempurna menjadi FeS mengendap di bawah dan pada akhirnya terbetuk bakteri
anaerob.