metode penelitian tikus putih dan jambu biji new
DESCRIPTION
kedokteranTRANSCRIPT
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini memerlukan waktu kurang lebih 3 minggu terdiri dari : 7 hari
minggu pertama dilakukan aklimatisasi hewan uji (tikus) bertujuan agar dapat
menyesuaikan diri terhadap lingkungan baru, 7 hari minggu kedua dilakukannya diet
tinggi kelesterol dan 7 hari berikutnya diberikan perlakuan dengan memberikan
hewan uji bubuk daging buah jambu biji dengan dosis bertingkat. Pembuatan pakan
tinggi kolesterol, bubuk buah jambu biji dan pemeliharan hewan uji dilakukan di
BPPV (Balai Penyelidikan dan Pengujian Veteriner) Regional III Bandar Lampung.
Pengecekan kadar kolesterol darah dilakukan di laboratorium Rumah Sakit
Pertamina-Bintang Amin. Pengambilan organ hati dan pembuatan preparat dilakukan
di BPPV.
3.2. Jenis Penelitian
Pada penelitian ini terdapat perlakuan terhadap objek yang diteliti dan kontrol
sebagai pembanding maka jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimen.
Penelitian eksperimen adalah penelitian yang observasinya dilakukan terhadap efek
dari manipulasi peneliti terhadap satu atau sejumlah ciri (variabel) subjek penelitian
(Praktiknya, 1993).
37
3.3. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian ini menggunakan metode Rancangan acak Lengkap (RAL)
karena percobaan yang dilakukan bersifat homogen seperti pada percobaan yang
dilakukan dalam laboratorium (Nazir, 2003). Tikus yang digunakan dalam penelitian
ini sebanyak 25 + 3 ekor yang dipilih secara acak dengan jenis kelamin jantan.
Kemudian di aklimatisasi pada minggu pertama, selanjutnya sama-sama diberi makan
tinggi kolestrol pada minggu ke-dua dan setelah itu baru dilakukan perlakuan pada
minggu ke-tiga. Lebih jelasnya dapat dilihat pada kerangka konsep (Gambar 2).
Sebanyak 20 ekornya diberikan perlakuan berupa pemberian bubuk buah jambu biji
dengan dosis 2%, 4%, 8% dan 16% dari total pakan, 5 ekor lainnya sebagai kontrol
positif dan + 3 adalah kelompok tikus yang dipakai sebagai kontrol negatif ( K (-) )
yang hanya diaklimatisasi saja. Pemberian bubuk daging buah jambu biji kepada
hewan uji (Tikus) dilakukan dengan cara peroral atau gavage.
Masing-masing kelompok tersebut dilakukan replikasi sebanyak lima ekor tikus
didapatkan berdasarkan Gomez (1995).
Rumus :
T (r-1) ≥ 20
5 (r-1) ≥ 20
r ≥ 5
Keteraangan:
T : Jumlah perlakuan = 5
r : Jumlah replikasi
Setiap kotak diberi tanda dan nomor untuk tikus. Penempatan perlakuan pada
setiap kandang dilakukan randomisasi. Setelah random, maka didapatkan penempatan
perlakuan pada setiap kandang sebagai berikut:
Tabel 4. Pengaturan Randomisasi Tikus
1a 2c 3b 4b 5d
6d 7a 8b 9c 10b
11e 12e 13a 14c 15e
16e 17a 18d 19e 20b
21c 22c 23d 24a 25d
Sumber : (Gomez, 1995)
Tabel 5. Penempatan Perlakuan pada Setiap Kandang
Kandang No.Tikus
A = K 1 7 13 17 24
B = P1 3 4 8 10 20
C = P2 2 9 14 21 22
D = P3 5 6 18 23 25
E = P4 11 12 15 16 19
Sumber : (Gomez, 1995)
Keterangan :
Perlakuan K = 0 %; P1 = 2%; P2 = 4%; P3 = 8%; P4 = 16% bubuk daging buah
jambu biji
3.4. Populasi dan Sampel Peneltian
Populasi yang digunakan adalah tikus putih (Rattus novergicus L.) jantan galur
Wistar yang berumur 12 minggu (3 bulan). Sampel yang digunakan adalah kadar
kolesterol 25 ekor tikus putih (Rattus novergicus L.) jantan galur Wistar yang
berumur delapan minggu dan gambaran histologi dari organ hati.
3.4.1. Kriteria Inklusi
a. Berat tubuh 180-200 gram pada umur 12 minggu
b. Kondisi sehat
c. Kadar kolesterol awal normal (homogen)
3.4.2. Kriteria Drop-out
a. Tikus mengalami diare selama masa penelitian yang ditandai dengan feses
tidak berbentuk
b. Tikus mati selama perlakuan berlangsung
3.4.3. Kriteria Ekslusi
Bila pada tikus yang drop-out, diganti dengan tikus lain sesuai dengan
kriteria inklusi, sehingga didapat jumlah tikus sesuai yang diinginkan.
3.5. Variabel Penelitian
a. Variabel bebas; variabel bebas dalam penelitian ini adalah diet tinggi
kolesterol dan pemberian bubuk daging buah jambu biji.
b. Variabel terikat; variabel terikat pada penelitian ini adalah kadar kolesterol
darah pada tikus dan gambaran histologi organ hati.
3.6. Definisi Operasional
a. Diet tinggi Kolesterol ialah pemberian 6-8 gram kuning telur lewat sonde
lambung setiap hari selama tujuh hari.
b. Pemberian bubuk jambu biji adalah pemberian bubuk buah jambu biji dengan
dosis bertingkat yang diencerkan dengan aquades dan diberikan lewat jarum
gavage setiap hari pada hewan uji (tikus), dosis didapatkan berdasarkan
penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya.
c. Kadar kolesterol darah adalah kadar kolesterol darah tikus yang diukur
dengan metode CHOD-PAP Enzimatic Colorimeter Test for Cholesterol with
Lipid Clearing Factor (LCF).
d. Gambaran histologi adalah hasil preparat histologi organ hati tikus
berdasarkan metode pewarnaan.
3.7. Alat dan Bahan
3.7.1. Alat
a. Untuk pemeliharaan dan pemberian perlakuan adalah kandang hewan,
sonde lambung, jarum gavage, tempat makan, tempat minum, Neraca
analitik toledo dengan tingkat ketelitian 0,01 gram.
b. Untuk pemeriksaan kadar kolesterol darah menggunakan alat sentrifuse,
tabung reaksi, mikropipet dan spectrophotometer metertex.
c. Untuk preparat menggunakan object glass, mokrotom, pemanas (hot
plate), gelas penutup (cover glass), pipet tetes, embedding cassette, water
bath dan microskop.
3.7.2. Bahan
a. Hewan coba berupa tikus putih betina galur Wistar, dari pusat
pemeliharaan hewan percobaan, memenuhi kriteria inklusi, mendapatkan
pakan tinggi kolesterol, minum dan pakan standar secara ad libitum.
b. Bahan perlakuan berupa kuning telur yang dipisahkan dari putihnya dan
dibuat emulsi dengan cara mengocok perlahan. Buah jambu biji di proses
menjadi bubuk.
c. Bahan pembuatan preparat menggunakan xylol, hydrogen peroksida 3%,
aquades, asam asetat glacial, pewarna haematoxylin ehrlich-eosin, alkohol
bertingkat (96%, 90%, 80%, 70%, 60%, 50%, 40%, 30%), paraffin,
enthelen.
3.8. Prosedur Penelitian
3.8.1.Aklimatisasi Tikus
Pemeliharaan dilakukan di BPPV (Balai Penyelidikan dan Pengujian
Veteriner). Sebelum diberi perlakuan, mencit-mencit diaklimatisasi pada suhu
ruangan rata-rata 23-26℃, periode ini dilaksanakan selama seminggu dengan
tujuan agar hewan uji teradaptasi dengan kondisi yang akan di tempati selama
percobaan. Tikus-tikus dikelompokan di dalam kandang berukuran 50 x 30 cm x
20 cm berdasarkan perlakuan yang diberikan dengan kepadatan lima ekor setiap
kandang.
Pemilihan jenis kelamin betina berumur dua bulan dilakukan karena adanya
suatu kondisi bahwa penurunan esterogen dapat menyebabkan naiknya kadar total
lipid, kolesterol LDL serta penurunan kadar HDL (Mu’minah, 2007). Suatu
penelitian yang melaporkan bahwa pemberian lemak dan kolesterol yang
berlebihan pada mencit jantan dapat mempengaruhi keagresifan sehingga akan
membuat data menjadi bias (Clarke, et al., 1996).
Selama aklimatisasi, mencit-mencit tersebut hanya diberi pakan biasa dan
diberi air minum secara ad libitum. Makanan diberikan 5 gram setiap hari dan
botol minuman dibersihkan tiap tiga hari sekali dan diganti airnya atau diisi ulang
dengan air yang baru apabila air sudah habis. Aklimatisasi biasanya digunakan
untuk menghadapi faktor-faktor yang terjadi dalam lingkungan lebih terkontrol di
Laboratorium.
3.8.2. Pembuatan Bubuk Jambu Biji
Cara pengolahan bubuk jambu biji, yaitu (Pujimulyani, 2009):
a) Pengupasan
Buah dipilih yang berkualitas baik dan dicuci agar kotoran bekurang
atau hilang, kemudian dilakukan pengupasan dengan tujuan
menghilangkan kulit agar buah yang dihasilkan berkualitas baik (relative).
b) Pengirisan
Pengecilan ukuran dengan cara pengirisan dilakukan dengan tujuan
memperluas permukaan buah sehingga mempermudah proses selanjutnya.
c) Blanching
Vitamin C bekurang selama perebusan karena bersifat larut dalam air
dan mengalami oksidasi enzimatis pada awal perebusan. Cara
menghindari bekurangnya vitamin C yaitu dikukus (tidak di rebus) dan
jika direbus sebaiknya dimasukan setelah air mendidih. Usaha yang
dilakukan untuk memperkecil kehilangan vitamin C yaitu dengan
menambahkan senyawa natrium bisulfit. Menurut Eskin dkk (1971)
dengan adanya senyawa sulfit, maka oksigen diikat oleh sulfit yang
bersifat lebih mudah teroksidasi dari pada vitamin C yang membentuk
sulfat, sehingga oksidasi vitamin C menjadi terhambat dan kerusakan
vitamin C dapat dicegah. Konsentrasi natrium bisulfit yang semakin tinggi
dan lama waktu perendaman akan menghasilkan kadar vitamin C cukup
tinggi. Namun penggunaan sulfit perlu mendapat perhatian karena residu
sulfit dalam bahan pangan bersifat karsinogen (memicu sel kangker)
sehingga penggunaannya dibatasi maksimal 2000 ppm.
Tahap proses blanching dilakukan dengan sulfit 1000 ppm, kemudian
dimasukan dalam air dengan suhu 83℃ selama 10 menit dengan tujuan
agar enzim-enzim pada buah menjadi kurang aktif dan untuk mengurangi
aktivitas mikroorganisme.
d) Pendinginan
Pendinginan dilakukan dengan menggunakan air yang bersuhu 22℃
selama 14 menit.Tahap pendinginan dapat mengurangi sifat pasta dan
dapat menambah sifat mealiness, karena pendinginan dapat mencegah
pemasakan yang berkelanjutan.
e) Pengukusan
Lama pengukusan 20 menit dengan tujuan agar jaringan buah menjadi
lunak dan mempunyai flavor khas buah masak.
f) Pembuburan
Pembuburan bertujuan agar sel terpisah-pisah secara tunggal maupun
berkelompok.Keadaan sel yang terpisah-pisah merupakan syarat sebelum
bahan dikeringkan agar hasil pengeringan berkualitas baik.
g) Pengeringan
Alat yang digunakan untuk pengeringan adalah spray dryer yang
merupakan salah satu cara pengeringan dengan tujuan mengurangi
kandungan air dalam suatu bahan yang berupa bubur. Pengeringan dengan
cara lain dapat dilakukan dengan pengeringan di bawah panas matahari
selama 3 hari berturut-turut. Sulfitasi dilakukan dengan penyemprotan
sebanyak 100 gram bahan dengan natrium bisulfit sebanyak 300 ppm yang
dilarutkan kedalam 100 ml air selama proses pengeringan berlangsung.
h) Pembubukan
Hasil pengeringan kemudian ditumbuk sehingga menjadi bubuk.
3.8.3. Penentuan Dosis dan Pemberian Bubuk Buah Jambu Biji
Pakan total tikus putih rata-rata adalah 20 gram/ekor/hari (Maryanto, 2003).
Sedangkan pada penelitian ini bahan yang di uji adalah bubuk daging buah jambu
biji dengan dosis untuk kelompok A=0%, B=2%, C=4%, D=8%, E=16% dari
total makanan sehari yang disajikan dalam tebel berikut:
Tabel 6. Penentuan dosis bubuk jambu biji
Kelompok Dosis JumlahA (Kontrol) 0% 0B (P1) 2% x 20 gram/ekor/hari 0,4 gramC (P2) 4% x 20 gram/ekor/hari 0,8 gramD (P3) 8% x 20 gram/ekor/hari 1,6 gramE (P4) 16% x 20 gram/ekor/hari 3,2 gram
Pembagian dosis ini berdasarkan pada penelitian yang telah dilakukan oleh
shinnick dkk dengan menggunakan serat oat bran pada tikus dengan dosis 1-10%
dari total pakan. Pada penelitian tersebut perubahan terjadi dimulai dari dosis 8%
dan perubahan maksimal pada dosis 10% (Shinnick, et al., 1990). Perlakuan
dilaksanakan selama seminggu, mencit di beri minum seperti biasa. Pemberian
dosis bertingkat secara oral dengan menggunakan jarum gavage. Agar dapat
diberikan secara gavage maka tiap dosis diencerkan dengan 1 ml aquades.
3.8.4. Pembuatan dan Pemberian Pakan Berlemak
Pemberian diet kolesterol dilakukan selama seminggu, tikus diberi kuning
telur dibuat dengan cara; 1) memisahkan kuning telur dengan putihnya, 2)
membuat emulsi kuning telur dengan cara mengocok perlahan, 3) menimbang
emulsi kuning telur. Diet kuning telur ditentukan sebesar 3-4% BB tikus atau
sekitar 6-8 gram untuk tikus dengan berat 200 gram, diberikan lewat sonde
lambung setiap hari dan minum seperti biasa (Maliyah, 2006).
3.8.5. Pengambilan Sampel Darah
Sampel darah tikus diambil dari abdominal aorta (Terpsra, 1998 ; Garcia–
Diez, 1995) atau jantung (Hassel, 1996).
3.8.6. Pengukuran Kadar Kolesterol Total Darah
Kadar kolesterol diukur dengan metode CHOP-PAP Enzymatic Colorimeter
Test for Cholesterol with Lipid Clearing Factor (LCF) dengan cara mengambil
sampel darah tikus sebanyak 5μL di pipet kedalam kuvet kemudian ditambahkan
500 μL reagen lalu dihomogenisasi dengan vortex. Serum dipisahkan dari darah
mensentrifugenya selama 20 menit dengan kecepatan 1500 rpm. Sample standar
diinkubasi selama 10 menit pada suhu 20-25℃, kemudian dimasukan kedalam
spectrophotometer dan dibaca hasilnya pada spektrofotometer pada suhu 37 0C
(Oktaviyanti, 2003).
3.8.7. Tahap Pengambilan Organ
Setelah melewati masa perlakuan (treatment), selanjutnya dilakukan tahap
pengambilan organ dengan cara pembedahan hewan uji. Tikus yang akan dibedah
dibius dengan cara memasukan tikus kedalam kotak yang berisi chloroform
terlebih dahulu kemudian diambil bagian organ yang akan diuji, yakni organ hati
dengan cara digunting atau dipotong menggunakan alat-alat bedah. Hal tersebut
dilakukan dengan hati-hati agar organ-organ yang akan di uji tidak rusak.
Kemudian organ-organ tersebut disimpan kedalam tabung yang telah diisi larutan
formalin 5%.
3.8.8. Tahap Pembuatan Preparat
Tahap pembuatan preparat dikerjakan menurut Suntoro (1983) dapat
menggunakan dua metode yakni metode beku dan metode paraffin.
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode paraffin.Walaupun
menurut suntoro metode ini kurang baik dalam pembuatan preparat jaringan
organ hewan.Namun, metode tersebut masih dapat digunakan dalam pembuatan
preparat jaringan organ hewan. Alasan lain menggunakan metode paraffin adalah
sebagai pembanding dalam melihat keadaan gambaran histologi organ yang
diteliti. Pembuatan preparat organ hewan dengan menggunakan metode ini
dilakukan dalam beberapa tahap, yakni : narcose, sectio, labeling, fixasi, washing,
dehidrasi, clearing, impregnasi, embedding, affixing, dan staining.
Sedangkan untuk proses pewarnaan dengan metode Haematoxylin Ehrlich-
eosin atau biasa dikenal dengan metode HE dilakukan dengan beberapa tahapan,
seperti (1) dilakukan deparafinisasi dengan xylol selama 30 menit ; (2) tahapan
hidrasi dengan menggunakan alkohol bertingkat (96%, 90%, 80%, 70%, 60%,
50%, 40%, 30%) selama ± 10 detik; (3) setelah itu dicuci dengan aquades; (4)
dicelupkan ke dalam larutan HE, (5) kemudian dicuci kembali dengan air kran
selama 10 menit; (6) dicelupkan dalam aquades; (7) diferensiasi dengan cara
preparat dicelupkan ke dalam larutan asam 1% selama tiga detik; (8) dicuci
kembali dengan air keran selama lima menit; (9) dicelupkan kembali kedalam
aquades; (10) dicelupkan ke dalam alcohol bertingkat (30%, 40%, 50%, 60%,
70%) selama kurang lebih 10 detik; (11) dicelupkan kedalam larutan eosin 1%
selama tiga menit; (12) dicuci kembali dengan air kran; (13) dibilas dengan
aquades; (14) dicelupkan kedalam alcohol bertingkat kembali (30%, 40%, 50%,
60%, 70&, 80%, 90%, 100%) selama kurang lebih 10 detik; (15) difilter dengan
menggunakan kertas saring isap; (16) di-muonting dengan menggunakan entelan.
Hasil dari pewarnaan metode HE ini adalah biru kehitaman adalah inti (sel
hepatica) dan sitoplasma agak kemerah-merahan (Suntoro, 1983).
3.9. Tekhnik Pengolahan Data
Data kadar kolesterol darah tikus sebelum dan sesudah perlakuan akan dilakukan
analisis secara kuantitatif, meliputi analisis deskriptif yang disajikan dalam bentuk
grafik, uji normalitas data menggunakan Kolmogorov-Smirnov test, uji homogenitas
menggunakan uji Leven’s dan perbedaan pengaruh pada masing-masing kelompok
perlakuan dianalisis dengan Anova menggunakan program SPSS 16 (Santoso, 2002).
Preparat histologi organ hati tikus dianalisis secara kualitatif dengan cara melihat,
membandingkan dan mendeskrifkan gambaran histologi organ hati dari setiap dosis
dengan kontrol.
3.10. Alur Penelitian
Persiapan Alat dan Bahan
MInggu Pertama
Aklimatisasi,Pemeriksaan Kolesterol awal dan
Pembuatan Preparat Normal
Pemberian Diet Tinggi Kolesterol pada Tikus dan Pemeriksaan Kolesterol ke-
dua
Pemberian (gavage) Bubuk daging buah Jambu Biji pada Tikus
Pemeriksaan Kolesterol akhir dan Pembuatan Preparat Histologi Organ
Hati pada Tikus
Pengolahan Data dan Penyusunan KTI
Gambar 8. Skema Alur Penelitian
Tambahan : pada bab 1
1.5. Kerangka Teori
MInggu Ke-dua
MInggu Ke-tiga
Sebagai zat yang dibutuhkan tubuh, keberadaan kolesterol dalam tubuh ternyata
sangat penting. Kolesterol yang berada didalam tubuh diketahui berasal dari organ
hati yang memproduksi sekitar 80% dari total kolesterol yang ada di dalam tubuh dan
sekitar 20% kebutuhan kolesterol tubuh dipenuhi oleh kolesterol yang berasal dari
makanan yang dikonsumsi sehari-hari. Secara natural dari dalam tubuh akan
menghasilkan kolesterol sekitar 1000 mg sehari. Jumlah ini akan semakin bertambah
dengan adanya tambahan kolesterol yang berasal dari makanan yang kita konsumsi.
Umumnya kolesterol ini ditemukan pada makanan yang berasal dari hewan.
Mengkonsumsi makanan tinggi kolesterol akan menyebabkan peningkatan kadar
kolesterol dalam darah (hiperkolesterolemia) yang justru akan berefek buruk terhadap
kesehatan (Graha, 2010).
Didalam buah jambu biji terkandung vitamin C, Vitamin B3 dan pektin yang
mempunyai pengaruh terhadap kadar kolesterol dalam darah. Salah satu fungsi
vitamin C di dalam tubuh kita adalah untuk mempercepat pembentukan asam empedu
dalam hati dan kemudian mengekresikannya kekandung empedu. Vitami B3
menekan kadar kolesterol dalam darah dengan cara menekan produksi kolesterol di
hati. Pektin menurunkan kadar kolesterol dengan cara berikatan dengan asam
empedu. Asam empedu merupakan hasil akhir dari metabolisme kolesterol. Semakin
banyak serat yang berikatan dengan asam empedu maka semakin banyak kolesterol
yang dimetabolisme, sehingga pada akhirnya kadar kolesterol menurun.
Pemberian bubuk Buah Jambu biji (Psidium guajava).
Organ Hati (80% dari total kolesterol dalam tubuh) dan Makanan (20% dari total kolesterol dalam tubuh)
Gambar 1. Kerangka teori
1.6. Kerangka konsep
Faktor-faktor : Genetik, Umur, Jenis Kelamin, Diet, Keleinan & penyakit, Perilaku dan Suplementasi Bahan Tertentu
Kolesterol darah Penurunan kadar kolesterol darah
Pektin : mengikat asam empedu di usus
Hiperkolesterolemia
Diet tinggi kolesterol
Vitamin C : mempercepat pembentukan asam empedu dihati
Vitamin B3 : menekan produksi kolesterol di hati
25 + 3 ekor Tikus diaklimatisasi pada
minggu pertama dan dirandomisasi
Gambar 2. Kerangka konsep
1.7. Hipotesis
K = 5 ekor
Pemberian Bubuk Daging Buah Jambu biji (Psidium guajava L.) pada minggu ke-tiga.
K = 0 %
P1 = 2 %
P2 = 4 %
P3 = 8 %
P4 = 16 %
Dari total makanan sehari
Pembuatan preparat Histologi
Organ Hati
Pengukuran kadar kolesterol awal
P1 = 5 ekor P2 = 5 ekor P3 = 5 ekor P4 = 5 ekor K (-) = 3 Ekor
Pemberian diet tinggi kolesterol (kuning telur) pada minggu
ke-dua
Pengukuran kadar
kolesterol awal
Pengukuran kadar kolesterol ke-dua
(Hiperkolesterolemia)
Pengukuran kadar kolesterol ke-tiga
(Kolesterol akhir) dan Pembuatan preparat Histologi Organ Hati
Menurut penelitian yang dilakukan oleh shinnick dkk (1990) disebutkan bahwa
penurunan kadar kolesterol total tikus hiperkolesterolemia menggunakan serat oat
bran mulai tampak pada dosis 8% dan tampak bermakna pada dosis 10% dari dosis
yang diberikan 1 – 10 % dari total pakan. Konsentrasi kolesterol di dalam tubuh yang
berlebih akan disimpan terutama dalam jaringan adiposa dan organ hati, maka akan
mengakibatkan gangguan fungsi organ dalam tubuh (Mahanani, 2005). Oleh sebab
itu, maka hipotesis yang diajukan untuk penelitian ini yakni : “Terjadi penurunan
kadar kolesterol darah dan terdapat perbedaan gambaran histologi organ hati pada
tikus putih (Rattus novergicus L.) jantan galur Wistar setelah pemberian bubuk
daging buah jambu biji (Psidium guajava L.)”.