metode penelitian tikus putih dan jambu biji
DESCRIPTION
kedokteranTRANSCRIPT
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Pada penelitian ini terdapat perlakuan terhadap objek yang diteliti dan kontrol sebagai
pembanding maka jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimen. Penelitian eksperimen
adalah penelitian yang observasinya dilakukan terhadap efek dari manipulasi peneliti terhadap
satu atau sejumlah ciri (variabel) subjek penelitian (Praktiknya, 1993).
3.2. Desain Penelitian
Desain penelitian ini menggunakan metode Rancangan acak Lengkap (RAL) karena
percobaan yang dilakukan bersifat homogen seperti pada percobaan yang dilakukan dalam
laboratorium (nazir, 2003). Mencit yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 25 ekor yang
dipilih secara acak dengan jenis kelamin betina. Sedangkan 20 ekor diberikan perlakuan berupa
pemberian sari buah jambu biji dengan dosis 30 mg, 40 mg, 50 mg dan 60 mg, sedangkan lima
ekor lainnya sebagai control. Pemberian sari buah jambu biji kepada hewan uji (mencit)
dilakukan dengan cara peroral atau gavage selama tujuh hari. sebelumnya mencit yang terpilih
menjadi kontrol dan mencit yang terpilih menjadi perlakuan di aklimatisasi terlebih dahulu
selama tujuh hari, selanjutnya sama-sama diberi makan tinggi kolestrol selama tujuh hari dan
setelah itu baru dilakukan perlakuan.
Masing-masing kelompok tersebut dilakukan replikasi sebanyak lima ekor mencit
didapatkan berdasarkan Gomez (1995).
Rumus :
T (r-1) ≥ 20
5 (r-1) ≥ 20
r ≥ 5
Keteraangan:
T : Jumlah perlakuan
r : Jumlah replikasi
Setiap kotak diberi tanda dan nomor untuk mencit. Penempatan perlakuan pada setiap
kandang dilakukan randomisasi. Setelah random, maka didapatkan penempatan perlakuan pada
setiap kandang sebagai berikut:
Tabel 3.1. Pengaturan Randomisasi Mencit
1a 2c 3b 4b 5d
6d 7a 8b 9c 10b
11e 12e 13a 14c 15e
16e 17a 18d 19e 20b
21c 22c 23d 24a 25d
Tabel 3.2. Penempatan Perlakuan pada Setiap Kandang
Kandang No.Mencit
A 3 7 12 19 25
B 5 10 15 16 23
C 2 9 13 17 21
D 4 8 11 18 22
E 1 6 14 20 24
Keterangan :
Perlakuan A = 0 ml; B = 30 ml; C = 40 ml; D = 50 ml; E = 60 mg konsentrasi sari buah jambu
biji.
3.3. Populasi dan Sampel Peneltian
Populasi yang digunakan adalah kadar kolesterol mencit (Mus musculus. L.) swiss
Webster yang berumur delapan minggu. Sampel yang digunakan adalah kadar kolesterol 25 ekor
mencit (Mus musculus. L) swiss webster betina dara yang berumur delapan minggu dan
gambaran histology dari organ hati.
3.3.1. Kriteria inklusi
a. Berat tubuh 180-200 gram pada umur delapan minggu
b. Kondisi sehat
3.3.2. Kriteria Drop-out
a. Tikus mengalami diare selama masa penelitian yang ditandai dengan feses tidak
berbentuk
b. Tikus mati selama perlakuan berlangsung
3.3.3. Kriteria Ekslusi
Bila pada tikus yang drop-out, diganti dengan tikus lain sesuai dengan kriteria
inklusi, sehingga didapat jumlah tikus sesuai yang diinginkan.
3.4. Variabel penelitian
3.4.1. Klasifikasi variabel
a. Variabel bebas; variabel bebas dalam penelitian ini adalah diet tinggi kolesterol dan
pemberian sari buah jambu biji.
b. Variabel terikat; variabel terikat pada penelitian ini adalah kadar kolesterol darah
pada mencit dan gambaran histology organ hati.
3.5. Definisi Operasional
a. Diet kolesterol tinggi ialah pemberian 5 gram daging sapi lewat sonde lambung setiap
hari selama tujuh hari.
b. Pemberian jambu biji adalah pemberian sari buah jambu biji lewat jarum gavage setiap
hari, dosis didapatkan berdasarkan dosis lazim manusia yang dikonversikan pada tikus.
c. Kadar kolesterol darah adalah kadar kolesterol yang diukur secara enzimatik dengan
menggunakan digital pengukur kolesterol.
d. Gambaran histologi adalah hasil preparat histologi berdasarkan metode pewarnaan.
3.6. Alat dan Bahan
3.6.1. Alat
a. Untuk pemeliharaan dan pemberian perlakuan adalah kandang hewan, sonde
lambung, dan jarum gavage.
b. Untuk pemeriksaan kadar kolesterol darah menggunakan alat digital pemeriksa
kolesterol dan strip kolesterol.
c. Untuk pembuatan preparat histologi.
3.7.2. Bahan
a. Hewan coba berupa tikus betina galur swiss webster, dari pusat pemeliharaan hewan
percobaan....., memenuhi kriteria inklusi, mendapat pakan standar , dan minum secara
ad libitum.
b. Bahan perlakuan berupa daging sapi yang telah diolah, dibuat halus dengan cara
digiling. Buah jambu biji dibuat menjadi sari dengan cara dibuat jus murni (liquid).
3.8. Lokasi Penelitian
Pembuatan sari mengkudu dilakukan di Laboratorium, pemberian perlakuan, serta
mengambil sampel darah dilakukan di Laboratorium, pengukuran kadar kolesterol mencit di
lakukan di Laboratorium. Pembuatan preparat histologi di lakukan di Laboratorium.
3.9. Prosedur Kerja
3.9.1. Tahap Penelitian
3.9.1.1. Aklimatisasi mencit
Pemeliharaan dilakukan di................ . sebelum diberi perlakuan, mencit-mencit
diaklimatisasi pada suhu ruangan rata-rata 23-26̊̊̊̊C, periode ini dilaksanakan selama
seminggu dengan tujuan agar hewan uji teradaptasi dengan kondisi yang akan di tempati
selama percobaan. Mencit-mencit dikelompokan di dalam kandang berukuran 30 x 20 cm x
12 cm berdasarkan perlakuan yang diberikan dengan kepadatan lima ekor setiap kandang.
Pemilihan jenis kelamin betina berumur dua bulan dilakukan karena adanya suatu
kondisi bahwa penurunan esterogen dapat menyebabkan naiknya kadar total lipid,
kolesterol LDL serta penurunan kadar HDL (Mu’minah,2007). Dan adanya suatu
penelitian yang melaporkan bahwa pemberian lemak dan kolesterol yang berlebihan pada
mencit jantan dapat mempengaruhi keagresifan (Clarce et al, 1996) sehingga akan
membuat data menjadi bias.
Selama aklimatisasi, mencit-mencit tersebut hanya diberi pakan biasa dan diberi air
minum secara ad libitum. Makanan diberikan 5gram setiap hari dan botol minuman
dibersihkan tiap tiga hari sekali dan diganti airnya atau diisi ulang dengan air yang baru
apabila air sudah habis. Aklimatisasi biasanya digunakan untuk menghadapi faktor-faktor
yang terjadi dalam lingkungan lebih terkontrol di Laboratorium.
3.9.1.2. Pembuatan sari Jambu Biji
Buah Jambu biji
Sortasi (kondisi baik dan segar)
Pencucian
Penghancuran
Pengepresan denganpres hidrolik
Ampas
Cairan
Skema proses pengolahan sari buah jambu biji (Pohan dan Antara.2001).
3.9.1.3. Penentuan Dosis
Bahan yang di uji adalah larutan sari buah jambu biji dengan dosis 0 ml, 30 ml, 40
ml, 50 ml, 60 ml per hari. Bahan pakan berlemak yang diberikan berasal dari daging sapi
sebanyak 5 gram/hari.
3.9.2. Tahap Perlakuan
3.9.2.1. Pemberian pakan berlemak
Pemberian pakan berlemak dilakukan selama seminggu, mencit diberi makan
berlemak dengan komposisi pakan daging sapi murni yang digiling dengan penggilingan
sampai halus, dan minum seperti biasa.
3.9.2.2. Pemberian Sari Buah Jambu Biji
Perlakuan dilaksanakan selama seminggu, mencit di beri minum seperti
biasa.pemberian dosis secara oral dengan menggunakan jarum gavage.
3.9.2.3. Pengambilan sampel darah
Sampel darah mencit diambil dari bagian abdominal aorta (Terpstra et al., 1998 ;
Garcia-Diez et al., 1995), dan jantung (Hassel, 1996).
3.9.2.4. Pengukuran Kadar Kolesterol Total Darah
Kadar kolesterol diukur dengan digital dan strip pengukur kolesterol, dengan cara
mengambil sampel darah mencit secukupnya dan dengan itu langsung dilihat kadar
kolesterol darah pada tampilan alat pada pengukur kolesterol.
Alasan menggunakan alat ini selain mudah didapat, dan juga praktis dalam
penggunaan nya.
3.9.2.5. Tahap pengambilan organ
Setelah melewati masa perlakuan (treatmen) dengan cara pemberian asupan sari
jambu biji selama tujuh hari. Selanjutnya, dilakukan tahap pengambilan organ
pembedahan hewan uji. Mencit yang telah dibedah kemudian mengambil bagian organ-
organ yang akan diuji, yakni organ hati dengan cara digunting atau dipotong
menggunakan alat-alat bedah. Hal tersebut dilakukan dengan hati-hati agar organ-organ
yang akan di uji tidak rusak. Kemudian organ-organ tersebut di timbang, lalu disimpan
kedalam tabung yang telah diisi larutan formalin 5%.
3.9.2.6. Tahap pembuatan preparat
Pada tahap pembuatan preparat dilakukan dengan melakukan dua metode yakni
metode beku dan metode paraffin. Metode beku adalah salah satu cara dalam membuat
preparat irisan dengan tekhnik pembekuan suatu jaringan tertentu, sehingga jaringan
dapat menjadi keras dan mudah diiris. Cara membekukan jaringan ini adalah dengan
menyemprotkan gas N2 (nitrogen cair) pada jaringan tersebut (Suntoro, 1983: 42).
Metode ini lebih baik daripada menggunakan metode paraffin dikarenakan dengan
menggunakan metode beku jaringan hanya mengalami sedikit pengerutan dan hamper
setiap metode pewarnaan dapat dikerjakan bila menggunakan metode beku
(Suntoro,1983: 42). Tetapi kelemahan metode beku menurut Suntoro bahwa hamper tidak
mungkin untuk dapat melihat elemen-elemen structural dalam kedudukan yang asli,
sangat sukar untuk dapat memperoleh irisan yang seri dan irisan yang tipis juga sulit
diperoleh.
Metode yang selanjutnya digunakan adalah metode paraffin. Walaupun menurut
suntoro metode ini kurang baik dalam pembuatan preparat jaringan organ hewan. Namun,
metode tersebut masih dapat digunakan dalam pembuatan preparat jaringan organ hewan
(Soetjipto, 1968:8). Alasan lain menggunakan metode paraffin adalah sebagai
pembanding dalam melihat keadaan gambaran histology organ yang diteliti. Pembuatan
preparat organ hewan dengan menggunakan metode ini dilakukan dalam beberapa tahap,
yakni : narcose, sectio, labeling, fixasi, washing, dehidrasi, clearing, impregnasi,
embedding, affixing, dan staining (Soetjipta, 1968:8-17)
Setelah dilakukan proseses irisan, selanjutnya dilakukan pewarnaan irisan dengan
menggunakan metode Schultz-smith. Alas an menggunakan metode ini karena gambaran
histology organ yang akan diteliti lebih diarahkan ke keadaan kolesterol pada organ
tersebut (Suntoro, 1983: 179). Irisan organ yang siap diwarnai terlebih dahulu dicelupkan
dalam reagen A (hydrogen peroksida 3%) selama tiga menit, kemudian dicuci dengan
aquades dan setelah itu diletakan diatas kaca objek hingga aga mongering. Selanjutnya
irisan tersebut ditetesi dengan reagen B (asam asetat glacial), kemudian ditutup dengan
kaca objek kemudian diamati. Hasil pewarnaan dengan menggunakan metode Schultz-
Smith ini ialah kolesterol dan esternya akan bewarna hijau untuk beberapa saat,
kemudian bewarna coklat setelah 30 menit (Suntoro,1983: 179).
Sedangkan untuk proses pewarnaan dengan metode Haematoxylin Ehrlich-eosin
atau biasa dikenal dengan metode HE dilakukan dengan beberapa tahapan, seperti (1)
dilakukan deparafinisasi dengan xylol selama 30 menit ; (2) tahapan hidrasi dengan
menggunakan alcohol bertingkat (96%, 90%, 80%, 70%, 60%, 50%, 40%, 30%) selama
± 10 detik; (3) setelah itu dicuci dengan aquades; (4) dicelupkan ke dalam larutan HE, (5)
kemudian dicuci kembali dengan air kran selama 10 menit; (6) dicelupkan dalam
aquades; (7) diferensiasi dengan cara preparat dicelupkan ke dalam larutan asam 1%
selama tiga detik; (8) dicuci kembali dengan air keran selama lima menit; (9) dicelupkan
kembali kedalam akuades; (10) dicelupkan ke dalam alcohol bertingkat (30%, 40%, 50%,
60%, 70%) selama kurang lebih 10 detik; (11) dicelupkan kedalam larutan eosin 1%
selama tiga menit; (12) dicuci kembali dengan air kran; (13) dibilas dengan akuades; (14)
dicelupkan kedalam alcohol bertingkat kembali (30%, 40%, 50%, 60%, 70&, 80%, 90%,
100%) selama kurang lebih 10 detik; (15) difilter dengan menggunakan kertas saring
isap; (16) di-muonting dengan menggunakan entelan. Hasil dari pewarnaan metode HE
ini adalah biru kehitaman adalah inti (sel hepatica) dan sitoplasma agak kemerah-
merahan (Disbrey et al. 1970).
3.10. Tekhnik Pengolahan Data
Data dalam penelitian ini dianalisis secara kualitatif. Analisis secara kualitatif dilakukan
dengan cara melihat, membandingkan dan mendeskrifkan gambaran histology organ hati dari
setiap dosis dengan kontrol.
3.11. Alur Penelitian
Persiapan alat dan bahan
Aklimatisasi dan pemeliharaan mencit
Pemberian diet tinggi kolesterol
Perlakuan (gavage) sari buah jambu biji
Kadar kolesterol darah dan gambaran
Histologi organ hati
Pengolahan data dan Penyusunan skripsi