metodologi rtrw
TRANSCRIPT
METODOLOGI RTRW
BAB 3
Sesuai dengan Tujuan Pekerjaan yang telah disebutkan di Kerangka Acuan Kerja (TOR),
maupun di bab pendahuluan, adalah memberikan Bantuan Teknis kepada Pemerintah
Daerah dalam:
1. Penyempurnaan/Peninjauan Kembali RTRW Propinsi Bengkulu (Selanjutnya
langsung ke Penyusunan).
2. Penyempurnaan/Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Agam (Selanjutnya langsung
ke Penyusunan).
3. Penyempurnaan/Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Inderagiri Hilir
(Selanjutnya langsung ke Penyusunan).
4. Penyusunan RTRW Kota Pariaman.
5. Penyusunan RDTR Kota Inderalaya.
6. Penyusunan RDTR Kawasan Rempang-Galang.
Untuk selanjutnya dalam pengerjaan bantuan teknis ini uraian metodologi pelaksanaan
pekerjaan ini akan diuraikan dalam 4 pokok bahasan, sesuai dengan sifat masing-
masing perencanaan yaitu:
1. Metodologi Peninjauan Kembali/Penyusunan RTRW Propinsi Bengkulu.
2. Metodologi Peninjauan Kembali/Penyusunan RTRW Kabupaten Agam dan Kabupaten
Inderagiri Hilir.
3. Metodologi Penyusunan RTRW Kota Pariaman.
4. Metodologi Penyusunan RDTR Kota Inderalaya dan Kawasan Rempang Galang.
Penjabaran RTRW Propinsi (Bantuan Teknis) III-1 Pada Kabupaten/Kota di Wilayah Barat
3.1 Metodologi Peninjauan Kembali dan Penyusunan RTRW
Propinsi Bengkulu
Pada dasarnya, metodologi Peninjauan Kembali dan
Penyusunan RTRW Propinsi Bengkulu terdiri atas beberapa
tahapan, yaitu 1) Kajian terhadap keabsahan RTRW, 2) Kajian
kepentingan peninjauan kembali RTRW, 3) Penentuan tipologi
peninjauan kembali RTRW, 4) Perumusan peninjauan kembali
RTRW dan 5) Penyusunan RTRW. Yang membedakan keduanya
adalah kedalaman materi yang dikaji.
1. Kajian Terhadap Keabsahan RTRW
Kajian ini ditujukan untuk mengevaluasi keabsahan
produk RTRW, baik dalam hal kelengkapan dan keabsahan
data, metoda dan hasil analisis, perumusan konsep dan
strategi, produk rencana tata ruang, maupun prosedur
penyusunan.
Evaluasi dilakukan dengan menggunakan metodologi
analisis komparatif antara aspek dalam produk RTRW,
dengan ketentuan mengikuti penilaian yang telah diatur
dalam Pedoman Peninjauan Kembali RTRW Propinsi
(Departemen Kimpraswil, 2002). Analisis komparatif yang
dimaksud disini adalah bahwa komparasi yang dilakukan
tidak hanya membandingkan antara aspek yang ada
dengan ketentuan penilaian, namun jika memungkinkan
dianalisis lebih lanjut penyebab perbedaan atau
perubahannya. Dengan demikian, dari evaluasi ini
diharapkan didapat keluaran berupa aspek-aspek apa saja
yang tidak sesuai dengan kriteria-kriteria yang telah
ditetapkan sebagai masukan dalam penentuan tipologi
peninjauan kembali seperti apa yang dibutuhkan.
Penjabaran RTRW Propinsi (Bantuan Teknis) III-2 Pada Kabupaten/Kota di Wilayah Barat
GAMBAR 3.1
METODOLOGI PENINJAUAN KEMBALI RTRW PROPINSI BENGKULU
PENENTUAN TIPOLOGI PENINJAUAN KEMBALI
KAJIAN KEABSAHAN RTRW
1. Berdasarkan kelengkapan dan keabsahan data
2. Berdasarkan metoda dan hasil analisis
3. Berdasarkan perumusan konsep dan strategi
4. Berdasarkan produk rencana tata ruang
5. Berdasarkan prosedur penyusunan
PERUMUSAN PENINJAUAN KEMBALI
1. Penambahan komponen rencana
2. Perbaikan sebagian komponen rencana
3. Perumusan kembali kebijakan dan strategi
4. Peninjauan kembali total
1
2
TIPE A
TIPE B
TIPE C
TIPE D
TIPE E
TIPE F
TIPE G
TIPE H
KAJIAN KEPENTINGAN PENINJAUAN
1. Identifikasi faktor eksternal
2. Identifikasi penyimpangan
3
4
5
Penjabaran RTRW Propinsi (Bantuan Teknis) III-3 Pada Kabupaten/Kota di Wilayah Barat
GAMBAR 3.2
5 METODOLOGI PENYUSUNAN RTRW PROPINSI BENGKULU
Pengumpulan data dan Informasi
pengumpulan informasi/data & peta - data & peta kebijakan
pengembangan - data & peta kondisi
sosek - data & peta SDA - data & peta penggunaan
lahan - data kelembagaan - data fisik dasar - data regional
Analisis RTRW Propinsi
- analisis kebijakan & strategi pengembangan prop
- analisis aregional - analsisi ekonomi &
sektor unggulan - analisis SDM - analisis SDA - analsisi sistem
permukiman - analisis penggunaan
lahan - analisis kelembagaan - analisis fisik dasar - analisis peran serta
masyarakat
Penyusunan Rancangan Rencana
- konsep pengembangan pengelolaan kawasan lindung & kawasan budidaya
- konsep & strategi pengembangan kawasan pedesaan, kawasan perkotaan dan kawasan tertentu
- konsep & strategi pengembangan kawasan permukiman, kehutanan, pertanian, pertambangan, perindustrian, pariwisata dan kawasan lainnya
- konsep & strategi pengembangan sistem prasarana wilayah
- konsep & strategi pengembangan kawasan yang diprioritaskan
- konsep & strategi kebijakan tata guna tanah
Rencana RTRW Propinsi
- arahan struktur dan pola pemanfaatan ruang
- arahan pengelolan kawasan lindung dan kawasan budidaya
- arahan konsep & strategi pengembangan kawasan pedesaan, kawasan perkotaan dan kawasan tertentu
- konsep & strategi pengembangan kawasan permukiman, kehutanan, pertanian, pertambangan, perindustrian, pariwisata dan kawasan lainnya
- konsep & strategi pengembangan sistem prasarana wilayah
- konsep & strategi pengembangan kawasan
di i i k
Penjabaran RTRW Propinsi (Bantuan Teknis) III-4 Pada Kabupaten/Kota di Wilayah Barat
TABEL 3.1
KRITERIA PENILAIAN DALAM EVALUASI RTRW PROPINSI BENGKULU
No Aspek Penilaian Kriteria Kesahan RTRW Propinsi
1. Berdasarkan kelengkapan dan keabsahan data
Dinyatakan lengkap dan sah apabila mencakup: 1. Data kebijakan pembangunan daerah, seperti kesimpulan PROPEDA, informasi arahan RTRWN, informasi arahan RTRW Pulau, RTRW
Propinsi, serta data perekonomian nasional. 2. Data karakteristik ekonomi, meliputi data PDRB Propinsi, produksi sektoral Propinsi, APBD Propinsi (5 tahun terakhir), serta investasi
sektoral pembangunan di propinsi 3. Data kependudukan/demografi, meliputi data jumlah penduduk selama 5 tahun terakhir, kepadatan penduduk, tingkat pertumbuhan
penduduk, dan penduduk berdasarkan lapangan pekerjaan, yang dirinci menurut kota/kecamatan. 4. Data sumberdaya buatan, meliputi data sarana ekonomi, sarana sosial, sarana dan prasarana transportasi, yang dirinci per
kabupaten/kecamatan, serta prasarana pengairan, sistem jaringan listrik, dan sistem telekomunikasi. 5. Data sumberdaya alam, meliputi peta dan data penggunaan tanah, hidrologi/sumberdaya air, topografi, geologi/sumberdaya mineral,
kesesuaian lahan kegiatan budidaya, tataguna hutan, jenis tanah, dan iklim.
2 Berdasarkan metoda dan analisis
Dinyatakan lengkap jika sekurang-kurangnya mencakup analisis sebagai berikut: 1. Analisis kedudukan propinsi dalam perwilayahan nasional dan pulau serta propinsi, serta hubungannya dengan propinsi lain, meliputi:
- sistem jaringan transportasi nasional, pulau, propinsi - arahan kebijakan RTRWN, RTRW pulau, rencana strategi pengembangan wilayah regional, dll - sistem perkotaan nasional, pulau, dan regional - fungsi dan peran propinsi dalam lingkup nasional, pulau, dan propinsi berdasarkan aspek ekonomi, transportasi, dan pencapaian
pembangunan nasional secara umum. - sektor-sektor unggulan di propinsi
2. Analisis demografi, untuk melihat profil dan perkembangan penduduk, meliputi analisis tingkat perkembangan, pergerakan penduduk antar dan dalam kabupaten, distribusi/kepadatan penduduk berdasarkan kecamatan, struktur pekerjaan penduduk dirinci berdasarkan kabupaten/kecamatan, dan tingkat partisipasi angkatan kerja.
3. Analisis ekonomi wilayah, untuk melihat profil dan perkembangan ekonomi propinsi, seperti struktur ekonomi propinsi, terutama menyangkut keterkaitan antarsektor dan sektor unggulan, pertumbuhan ekonomi, pergerakan barang dan jasa, pola persebaran ekonomi dalam propinsi dan keterkaitannya, serta potensi investasi.
4. Analisis fisik dan daya dukung lingkungan, meliputi analisis kendala fisik pengembangan kawasan budidaya (rawan gempa, banjir, longsor), lokasi dan kapasitas sumberdaya alam (air, tanah, hutan, dan mineral), serta kesesuaian lahan bagi pertanian pangan, perkebunan, dan kehutanan.
5. Analisis sarana dan prasarana, meliputi analisis kondisi, jenis, dan jumlah sarana sosial, ekonomi, transportasi, pengairan, listrik, dan telekomunikasi.
6. Analisis struktur dan pola ruang, untuk melihat kecenderungan perkembangan struktur dan pola, yang meliputi pola sebaran penduduk,
Penjabaran RTRW Propinsi (Bantuan Teknis) III-5 Pada Kabupaten/Kota di Wilayah Barat
No Aspek Penilaian Kriteria Kesahan RTRW Propinsi
kawasan budidaya, dan jaringan infrastruktur. 7. Analisis potensi dan kondisi SDA, SD buatan, dan SDM, yang dinyatakan lengkap apabila terdapat kesimpulan potensi sumberdaya alam
yang ada, kemungkinan perkembangannya, dan keterbatasan pengembangannya. 8. Analisis keuangan dan kemampuan pembangunan daerah, mencakup analisis jumlah dan proporsi biaya pembangunan propinsi PAD dan
subsidi dari pemerintah pusat/propinsi, dan sumber-sumber pembiayaan lainnya (swasta, BLN, dll).
3 Berdasarkan konsep dan strategi
Dinyatakan lengkap jika mencakup: 1. Rumusan permasalahan pembangunan propinsi dan keterkaitannya dengan permasalahan pemanfaatan ruang 2. Rumusan konsep dan strategi pengembangan tata ruang wilayah propinsi 3. Penjabaran konsep dan strategi pengembangan tata ruang wilayah propinsi, meliputi strategi pengelolaan kawasan lindung dan budidaya;
kawasan perdesaan, perkotaan, dan tertentu; kawasan produksi dan permukiman, serta sistem pusat permukiman perkotaan dan perdesaan; pengembangan sarana dan prasarana wilayah; pengembangan kawasan prioritas; serta penatagunaan tanah, air, udara, dan sumberdaya alam lainnya.
4 Berdasarkan
produk rencana tata ruang
Dinyatakan lengkap jika mencakup: 1. Arahan pengelolaan kawasan lindung dan budidaya 2. Arahan pengelolaan kawasan perdesaan, perkotaan, dan tertentu 3. Arahan pengembangan kawasan budidaya, meliputi kawasan permukiman, kehutanan, pertanian, pertambangan, industri, dan lainnya. 4. Arahan struktur tata ruang, meliputi arahan pengembangan sistem pusat permukiman (perkotaan dan perdesaan), sistem jaringan jalan,
sistem transportasi lainnya, sistem jaringan energi/listrik, pengairan, telekomunikasi, air baku. 5. Arahan pengembangan kawasan prioritas. 6. Pedoman pengendalian pemanfaatan ruang wilayah, meliputi kebijakan tata guna tanah, air, lahan, udara, dan sumberdaya alam lainnya.
5 Berdasarkan proses penyusunan
Dinyatakan lengkap jika: 1. Disusun berdasarkan pedoman teknis penyusunan yang berlaku. 2. Melibatkan tim teknis tata ruang propinsi serta pihak lain yang terkait (masyarakat dan pakar). 3. Melalui suatu proses konsensus dan musyawarah dalam mengalokasikan ruang sesuai dengan arahan rencana tata ruang yang lebih tinggi. 4. Disepakati oleh DPRD.
Sumber: Pedoman Peninjauan Kembali RTRW Propinsi (Departemen Kimpraswil, 2002), Kepmen Kimpraswil No. 327/KPTS/M/2002 Keterangan : Penggunaan ketentuan ini akan disesuaikan dengan ketersediaan data dan informasi
Penjabaran RTRW Propinsi (Bantuan Teknis) III-6 Pada Kabupaten/Kota di Wilayah Barat
Untuk melakukan kajian ini, maka data yang diperlukan
adalah Dokumen RTRW, baik Buku Fakta Analisis, maupun
Buku Rencana. Dokumen ini diperoleh dengan melakukan
survai instansional terkait, dalam hal ini Pemerintah
Propinsi atau Badan Perencanaan dan Pengembangan
Daerah (Bappeda) Propinsi.
2. Kajian Kepentingan Peninjauan Kembali RTRW
Kajian ini bertujuan untuk mengidentifikasi seberapa besar
penyimpangan arahan yang digariskan dalam RTRW sebagai
masukan dalam perlunya peninjauan kembali dan
penentuan tipologi peninjauan kembali yang akan
dilakukan. Untuk itu, kajian ini akan mencakup 1)
identifikasi terhadap adanya perubahan faktor-faktor
eksternal, 2) identifikasi besaran simpangan, dan 3)
identifikasi perlunya peninjauan kembali.
Identifikasi terhadap adanya perubahan faktor-faktor
eksternal dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh
informasi menyangkut indikasi adanya perubahan akibat
pengaruh dari berbagai faktor eksternal, seperti :
peraturan dan rujukan yang baru
kebijakan pemerintah yang baru, baik di tingkat
pusat, daerah, maupun sektoral
adanya perubahan-perubahan dinamis akibat kebijakan
dan pertumbuhan ekonomi, seperti perubahan fungsi
kota, adanya investasi properti skala besar dan
pembangunan infrastruktur yang mempengaruhi pola
dan struktur pengembangan wilayah, serta
dibangunnya pusat-pusat pelayanan baru
adanya paradigma baru dalam pembangunan dan atau
penataan ruang
Identifikasi ini dilakukan dengan metodologi deskriptif
analisis, artinya tidak hanya menjabarkan fakta adanya
faktor eksternal yang ada, tapi juga menganalisi lebih
lanjut mengenai dampak faktor tersebut terutama
terhadap penataan ruang wilayah.
Penjabaran RTRW Propinsi (Bantuan Teknis) III-7 Pada Kabupaten/Kota di Wilayah Barat
Dari kajian ini diharapkan dapat diperoleh informasi
mengenai kebijakan dan perubahan kondisi internal di
wilayah propinsi yang dampaknya secara signifikan
mempengaruhi arahan pemanfaatan ruang yang telah ada.
Sementara, identifikasi besaran simpangan dilakukan
untuk memperkirakan seberapa besar penyimpangan yang
terjadi, antara arahan kebijakan yang dirumuskan dalam
RTRW dengan wujud struktural pemanfaatan ruang yang
ada kenyataannya. Penyimpangan ini dapat berupa
penyimpangan dalam hal pemanfaatan maupun
pengendalian pemanfaatan. Masing-masing penyimpangan
memiliki kriteria tersendiri.
Identifikasi ini dilakukan dengan metodologi deskriptif
analisis kuantitatif, dimana penyimpangan akan
dibandingkan dengan total aspek yang dikaji (dalam hal ini
aspek terkait dengan kriteria penyimpangan seperti yang
dijabarkan dalam Box 1), diwujudkan dalam bentuk
persentase (%).
Untuk melakukan kedua identifikasi tersebut dibutuhkan
dukungan data dan informasi, yang diperoleh melalui:
a. Diskusi lintas sektoral yang melibatkan seluruh dinas
atau instansi teknis terkait dengan pengembangan
wilayah. Diskusi dilakukan dengan maksud untuk
bertukar informasi mengenai isu-isu permasalahan
yang ada, terutama menyangkut pelaksanaan
kebijakan pemanfaatan ruang wilayah, konfirmasi
kebijakan-kebijakan yang telah dikeluarkan dalam
rangka pengembangan wilayah, dll.
b. Pengumpulan seluruh dokumen-dokumen kebijakan
yang dianggap dapat mempengaruhi kebijakan
penataan ruang yang digariskan dalam RTRW, baik di
tingkat nasional maupun daerah.
c. Kondisi penggunaan ruang atau tutupan saat ini.
Penjabaran RTRW Propinsi (Bantuan Teknis) III-8 Pada Kabupaten/Kota di Wilayah Barat
- Box 1 -
Tidak menyimpang jika:
Pemanfaatan ruang
- Benar-benar menjadi acuan pelaksanaan pembangunan, artinya menjadi dokumen resmi dalam Rakorbang Daerah dan didudukkan sejajar dengan Peraturan Daerah lainnya.
- Struktur dan pola pemanfaatan ruang benar-benar sesuai dengan arahan dalam RTRW
- Telah ditetapkan dan disahkan menjadi PERDA dan didiseminasikan ke setiap sektor.
- Menjadi acuan sektor dalam menyusun rencana, pembiayaan, dan tahapan program pembangunan serta telah menjadi acuan dalam pelaksanaan penyusunan rencana tata ruang hirarki di bawahnya.
- Tidak menimbulkan konflik antarsektor atau tumpangtindih alokasi kegiatan sektor.
- Pemanfaatan ruang atas dasar RTRW tidak menimbulkan dampak yang bermasalah di masyarakat.
- Tidak ada pengaduan masyarakat yang menginformasikan ketidaksesuaian RTRW dengan kenyataan di lapangan.
Pengendalian pemanfaatan ruang
- Telah memiliki sistem informasi pemantauan dan pelaporan yang handal, cepat, dan informatif.
- Telah dilakukan mekanisme perijinan yang sesuai berdasarkan RTRWP dalam menentukan lokasi kegiatan.
- Telah dilakukan evaluasi pelaksanaan program-program pembangunan, implementasi ruang, serta perijinan pemanfaatan ruang.
- Telah dilakukan evaluasi terhadap kenyataan di lapangan akibat terjadinya terjadinya faktor eksternal (perubahan kebijakan dan rujukan)
- Diterapkan instrumen baru, seperti perangkat insentfi, agar selalu sesuai dengan arahan RTRWP
- Diterapkan denda/sangsi bagi yang melanggar arahan dalam RTRW
Lebih lanjut, hasil kedua identifikasi tersebut menjadi
input/masukan dalam mengidentifikasi perlunya
peninjauan kembali terhadap RTRW Propinsi Bengkulu.
Peninjauan kembali akan dibutuhkan apabila salah satu
kriteria terpenuhi, apakah terdapat perubahan kebijakan
skala besar, terdapat faktor internal yang belum
dipertimbangkan, atau terjadi penyimpangan yang cukup
besar.
3. Penentuan Tipologi Peninjauan Kembali RTRW
Kajian ini bertujuan untuk mengklasifikasikan tipologi
peninjauan kembali seperti apa yang dibutuhkan oleh
RTRW Propinsi Bengkulu berdasarkan pertimbangan
keabsahan RTRW dan tingkat keperluan peninjauan
kembali yang tergambar dari adanya perubahan faktor
eksternal dan adanya penyimpangan.
Terdapat 8 tipologi peninjauan kembali dengan
karakteristik dan kebutuhan peninjauan kembali yang
berbeda, meliputi (Pedoman Peninjauan Kembali RTRW
Kabupaten, Departemen Kimpraswil, 2002):
Penjabaran RTRW Propinsi (Bantuan Teknis) III-9 Pada Kabupaten/Kota di Wilayah Barat
Tipologi A, dimana RTRW sah, terjadi simpangan kecil,
dan tidak terdapat perubahan faktor eksternal.
Tipologi B, dimana RTRW sah, terjadi simpangan kecil,
namun terjadi perubahan signifikan pada faktor-faktor
eksternal berpengaruh terhadap kinerja RTRWP.
Tipologi C, dimana RTRW sah, terjadi simpangan besar
dan perubahan-perubahan eksternal secara signifikan.
Tipologi D, dimana RTRW sah, terjadi simpangan yang
besar namun tidak terjadi perubahan pada faktor-
faktor eksternal.
Tipologi E, dimana RTRW tidak sah, terjadi simpangan
kecil, dan faktor eksternal bertambah.
Tipologi F, dimana RTRW tidak sah, terjadi simpangan
kecil, dan faktor eksternal tetap.
Tipologi G, dimana RTRW tidak sah, terjadi simpangan
besar, dan faktor eksternal berubah.
Tipologi H, dimana RTRW tidak sah, terjadi simpangan
besar, dan faktor eksternal tetap.
4. Tahap Peninjauan Kembali RTRWP Bengkulu
Pada tahap ini dilakukan beberapa kajian, penilaian dan
evaluasi terhadap faktor-faktor eksternal dan internal
yang berpengaruh terhadap simpangan-simpangan tampak
untuk melihat hubungan korelasi diantara faktor-faktor
tersebut, serta kuat lemahnya (signifikan) dampak-dampak
yang ditimbulkan terhadap RTRWP BENGKULU yang
bersangkutan, kegiatan ini antara lain:
a. Kajian/penilaian terhadap RTRWP BENGKULU dan sisi
kelengkapan materi dan proses penyusunan mengacu
kepada UUPR serta struktur dan pedoman teknis
penyusunan RTRWP
b. Evaluasi kemampuan RTRWP BENGKULU sebagai alat
perencanaan khususnya dalam identifikasi dan
pelaksanaan program dan proyek pembangunan yang
terkait dengan penataan ruang.
c. Penyesuaian terhadap materi RTRWP BENGKULU untuk
mengakomodasikan perubahan kebijaksanaan tujuan
dan sasaran pembangunan nasional, propinsi dan
terkait dengan pemanfaatan ruang.
Penjabaran RTRW Propinsi (Bantuan Teknis) III-10 Pada Kabupaten/Kota di Wilayah Barat
d. Evaluasi kemampuan RTRWP BENGKULU untuk
mengakomodasikan dinamika perkembangan
pemanfaatan ruang serta sekaligus melakukan
penyesuaian RTRWP. Jika dianggap materi RTRWP
BENGKULU tersebut tidak mampu menampung aspirasi
masyarakat/tuntutan pembangunan yang berkembang
pesat.
e. Evaluasi kesesuaian antara perwujudan struktur dan
pola pemanfaatan ruang yang ditetapkan pada RTRWP
BENGKULU yang dituju, serta menemukenali tindakan-
tindakan yang diperlukan untuk menanggulangi
penyimpangan yang telah terjadi.
5. Perumusan Peninjauan kembali RTRWP Bengkulu
Peninjauan kembali ini tergantung dari Tipologi yang
didapat, Peninjauan kembali tipologi ini dapat berupa:
a. Pembakuan materi RTRWP BENGKULU jika berdasarkan
hasil peninjauan ditemukan bahwa materi RTRWP
BENGKULU yang ditinjau tidak memenuhi persyaratan
minimal sebagai RTRWP yang baku atau
b. Penyesuaian terhadap materi RTRWP BENGKULU agar
mampu mengakomodasikan perubahan kebijaksanaan/
tujuan/sasaran pembangunan dan dinamika
perkembangan pemanfaatan ruang, serta untuk
mengoreksi penyimpangan yang terjadi pada
perwujudan struktur dan pola pemanfaatan ruang.
Bentuk dari kegiatan ini antara lain; penambahan-
penambahan komponen rencana
1) Perubahan (revisi) sebagai komponen rencana
2) Perumusan kembali kebijaksanaan dan startegi
pengembangan wilayah serta tujuan dan sasaran
pembangunan
3) Revisi Total seluruh komponen rencana atau
penyusunan kembali
c. Pemantapan, Pemanfaatan dan Pengendalian
Pemanfaatan RTRWP Bengkulu
Upaya-upaya pemantapan pemanfaatan RTRWP
BENGKULU dan pengendaliannya. Kegiatan ini antara
Penjabaran RTRW Propinsi (Bantuan Teknis) III-11 Pada Kabupaten/Kota di Wilayah Barat
lain berupa desiminasi RTRWP BENGKULU sebagai
alat koordinasi, sebagai acuan pembangunan,
peninjauan kembali kegiatan pemantauan pelaporan
evaluasi dan sebagainya.
1). Tipologi A
Bila RTRWP BENGKULU ini sah, juga dengan
simpangan kecil, serta tidak terjadi perubahan
faktor eksternal.
Tidak perlu dilakukan tindakan tertentu karena
RTRWP BENGKULU masih ada, tidak perlu
dilakukan peninjauan kembali, dapat tetap
digunakan sebagai acuan dalam pembangunan
propinsi.
2) Tipologi B
Bila RTRWP BENGKULU sah, juga simpangan kecil,
sedangkan terjadi perubahan faktor eksternal.
Perlu dilakukan peninjauan kembali yang
disebabkan oleh adanya faktor-faktor eksternal
seperti perubahan kebijaksanaan, adanya
peraturan atau rujukan baru, dinamika
pertumbuhan ekonomi, perkembangan teknologi
atau paradigma atau nilai-nilai lainnya sehingga
ketentuan dalam RTRWP BENGKULU sudah tidak
berlaku lagi.
Maka aspek utama yang perlu diperhatikan dalam
proses peninjauan kembali adalah melakukan
pemutakhiran tujuan, sasaran, strategi dan
kebijaksanaan-kebijaksanaan agar sesuai dengan
dan mengakomodasikan perubahan-perubahan
eksternal.
Tata cara yang harus dilakukan adalah:
a) Masukan.
Identifikasi faktor-faktor eksternal yang
berpengaruh terhadap kinerja RTRWP
BENGKULU
Penjabaran RTRW Propinsi (Bantuan Teknis) III-12 Pada Kabupaten/Kota di Wilayah Barat
b) Proses,
Kegiatan yang perlu dilakukan adalah:
Analisis hubungan faktor eksternal
terhadap kebijaksanaan pembangunan
daerah.
Analisis hubungan faktor eksternal
terhadap rencana struktur dan pola
pemanfaatan ruang wilayah.
Apabila faktor-faktor eksternal tidak
sejalan lagi dengan strategi pengelolaan,
arahan struktur dan pola pemanfaatan
ruang wilayah maka diperlukan:
Pemutakhiran tujuan dan sasaran
pembangunan daerah
Perumusan permasalahan pembangunan
dan pemanfaatan ruang wilayah
Perumusan kembali strategi
pengembangan wilayah.
c) Keluaran.
Rumusan Strategi Pengembangan wilayah
yang baru
Rumusan struktur dan pola pemanfaatan
ruang wilayah yang baru.
3) Tipologi C.
Bila RTRWP BENGKULU sah, terjadi simpangan
besar dan perubahan faktor eksternal secara
signifikan.
Perlu dilakukan peninjauan kembali yang
disebabkan oleh adanya perubahan faktor-faktor
eksternal selain perlu pemantapan dalam
pemanfaatan dan pengendalian RTRWP BENGKULU
sehubungan adanya simpangan-simpangan yang
besar.
Tatacara peninjauan kembali sama dengan yang
dilakukan pada tipologi B namun perlu dilakuakn
upaya-upaya pemantapan, pemanfaatan dan
pengendalian. Peninjauan kembali tehadap
tipologi C ini dilakukan dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
Penjabaran RTRW Propinsi (Bantuan Teknis) III-13 Pada Kabupaten/Kota di Wilayah Barat
a) Masukan.
Identifikasi faktor-faktor eksternal yang
berpengaruh terhadap kinerja RTRWP
BENGKULU
b) Proses,
Kegiatan yang perlu dilakukan adalah:
Analisis hubungan factor eksternal
terhadap kebijaksanaan pembangunan
daerah.
Analisis hubungan faktor eksternal
terhadap rencana struktur dan pola
pemanfaatan ruang wilayah.
Apabila faktor-faktor eksternal tidak sejalan lagi
dengan strategi pengelolaan, arahan struktur dan
pola pemanfaatan ruang wilayah maka diperlukan:
Pemutakhiran tujuan dan sasaran
pembangunan daerah
Perumusan permasalahan pembangunan dan
pemanfaatan ruang wilayah
Perumusan kembali strategi pengembangan
wilayah.
c) Keluaran.
Rumusan Strategi Pengembangan wilayah
yang baru
Rumusan struktur dan pola pemanfaatan
ruang wilayah yang baru.
d) Pemantapan, Pemanfaatan dan Pengendalian.
Peninjauan kembali Pedoman
Pemanfaatan RTRWP BENGKULU sebagai
acuan pembangunan
Peningkatan Desiminasi RTRWP
BENGKULU ke setiap sektor dan RTRWP
BENGKULU sebagai acuan pembangunan
Peningkatan pemanfaatan RTRWP
BENGKULU sebagai dukumen acuan dalam
forum rapar koordinasi pembangunan
Peninjauan kembali kegiatan pemantauan
dan pelaporan secara kontinyu terhadap
program-program pembangunan dan
implementasi ruang
Penjabaran RTRW Propinsi (Bantuan Teknis) III-14 Pada Kabupaten/Kota di Wilayah Barat
Peninjauan kembali kegiatan evaluasi
terhadap pelaksanaan program
implementasi ruang dan perizinan.
4) Tipologi D
Bila RTRWP BENGKULU sah, simpangan besar,
tidak terjadi perubahan faktor eksternal.
Pada dasarnya pada tipologi ini tidak perlu
dilakukan pemutakhiran RTRWP BENGKULU karena
rencana masih sahih dan tidak terjadi perubahan
eksternal seperti halnya pada tipologi A, namun
karena permasalahannya adalah terjadinya
simpangan pada pemanfaatan dan pengendalian
maka aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam
peninjauan kembali adalah sebagaimana yang
dilakukan pada tipologi C.
5) Tipologi E
Bila RTRWP BENGKULU tida sahih, simpangan
kecil, faktor eksternal berubah.
Untuk tipologi ini hal-hal yang perlu dilakukan
dalam peninjauan kembali yang disebabkan oleh
ketidak shihan rencana ditinjau aspek substansi
yang tidak memenuhi ketentuan prosedure dan
proses penyusunan rencana dan adanya perubahan
faktor-faktor eksternal yang perlu terakomodasi
seperti perubahan kebijaksanaan, adanya
peraturan atau rujukan baru, dinamika
pertumbuhan ekonomi atau paradigma baru
penataan ruang. Dengan demikian dalam
peninjauan kembali diperlukan langkah-langkah
menyeluruh terhadap perbaikan substansi rencana
dan penyesuauaian terhadap aspek eksternal.
Tata cara yang perlu dilakukan adalah:
a) Masukan.
Identifikasi faktor-faktor eksternal yang
berpengaruh terhadap kinerja RTRWP
BENGKULU
Identifikasi Kinerja RTRWP BENGKULU
(data analisis dan produk rencana)
Penjabaran RTRW Propinsi (Bantuan Teknis) III-15 Pada Kabupaten/Kota di Wilayah Barat
Identifikasi pemanfaatan ruang yang
sedang berjalan
b) Proses,
Kegiatan yang perlu dilakukan adalah:
Analisis hubungan faktor eksternal
terhadap kebijaksanaan pembangunan
daerah.
Analisis hubungan faktor eksternal
terhadap rencana struktur dan pola
pemanfaatan ruang wilayah.
Apabila faktor-faktor eksternal tidak
sejalan lagi dengan strategi pengelolaan,
arahan struktur dan pola pemanfaatan
ruang wilayah maka diperlukan:
• Pemutakhiran tujuan dan sasaran
pembangunan daerah
• Perumusan permasalahan
pembangunan dan pemanfaatan
ruang wilayah
• Perumusan kembali strategi
pengembangan wilayah.
c) Keluaran.
Rumusan Strategi Pengembangan wilayah
yanng baru
Rumusan struktur dan pola pemanfaatan
ruang wilayah yang baru.
6) Tipologi F
Bila RTRWP BENGKULU tidak sahih, simpangan
kecil, faktor eksternal tetap.
Hal-hal yang perlu dilakukan pada tipologi ini
adalah revisi atau peninjauan kembali secara
menyeluruh dengan melakukan pemutakhiran
data, analisa rencana.
Tatacara pemutakhiran rencana yang perlu
dilakukan adalah:
a) Masukan.
Identifikasi Kinerja RTRWP BENGKULU
(data analisis dan produk rencana)
Penjabaran RTRW Propinsi (Bantuan Teknis) III-16 Pada Kabupaten/Kota di Wilayah Barat
Identifikasi pemanfaatan ruang yang
sedang berjalan
b) Proses,
Kegiatan yang perlu dilakukan adalah:
Pemutakhiran data, analisis, dan produk
rencana disesuaikan dengan pemanfaatan
ruang yang sedanng berjalan yang
mengalami perubahan
Perumusan permasalahan pembangunan
dan pemanfaatan ruang wilayah.
Perumusan kembali konsep dan strategi
pengembangan wilayah
Perumusann kembali RTRWP BENGKULU
c) Keluaran.
Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi
Bengkulu yang Baru
7) Tipologi G
Bila RTRWP BENGKULU tidak sahih, simpangan
besar, faktor eksternal berubah
Pada topologi G, hal-hal yang perlu dilakukan
adalah melakukan revisi secara menyeluruh
kinerja produk RTRWP BENGKULU yang berupa
pemutakhiran data, analisa dan rencana dengan
menyesuaikannya pada faktor-faktor eksternal
yang mengalami perubahan, dengan disertai
penekanan terhadap tindakan-tindakan untuk
peninjauan kembali pelaksanaan pemanfaatan
rencana, pengawasan dan penertiban dalam
proses pengendalian. Tata Cara yang perlu
dilakukan adalah:
a) Perumusan Rencana dan Penyesuaian
terhadap faktor-faktor eksternal.
Identifikasi Kinerja RTRWP BENGKULU
(data, analisa dan produk rencana)
Identifikasi pemanfaatan ruang yang
sedang berjalan
Penjabaran RTRW Propinsi (Bantuan Teknis) III-17 Pada Kabupaten/Kota di Wilayah Barat
b) Proses,
Kegiatan yang perlu dilakukan adalah:
Analisis hubungan faktor eksternal
terhadap kebijaksanaan pembangunan
daerah.
Analisis hubungan faktor eksternal
terhadap rencana struktur dan pola
pemanfaatan ruang wilayah.
Pemutakhiran data, analisis, dan produk
rencana disesuaikan dengan pemanfaatan
ruang yang sedanng berjalan yang
mengalami perubahan
Perumusan permasalahan pembangunan
dan pemanfaatan ruang wilayah.
Perumusan kembali konsep dan strategi
pengembangan wilayah
c) Keluaran.
Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi yang
baru
d) Pemantapan, Pemanfaatan dan Pengendalian.
Peninjauan kembali Pedoman
pemanfaatan RTRWP BENGKULU sebagai
acuan pembangunan
Peningkatan Dessiminasi RTRWP
BENGKULU kesetiap sektor dan RTRWP
BENGKULU sebagai acuan pembangunan
Peningkatan pemanfaatan RTRWP
BENGKULU sebagai dukumen acuan dalam
forum rapar koordinasi pembangunan
Peninjauan kembali kegiatan pemantauan
dan pelaporan secara kontinyu terhadap
program-program pembangunan dan
implementasi ruang
Peninjauan kembali kegiatan evaluasi
terhadap pelaksanaan program
implementasi ruang dan perizinan.
8) Tipologi H
Bila RTRWP BENGKULU tidak sah, simpangan
besar, faktor eksternal tetap.
Penjabaran RTRW Propinsi (Bantuan Teknis) III-18 Pada Kabupaten/Kota di Wilayah Barat
Pada tipologi ini. Hal yang perlu dilakuakn adalah
revisi atau peninjauan kembali secara menyeluruh
dengan melakukan pemutakhiran data, analisis
dan rencana, baik dalam proses penyusunan
maupun substansi yang ada di dalam produk
RTRWP BENGKULU yang ada dan Pemantapan dan
pengendalian. Tata Cara yang perlu dilakukan
adalah:
a) Pemutakhiran Rencana dan Penyusuan
Terhadap faktor-faktor eksternal
Identifikasi Kinerja RTRWP BENGKULU
(data, analisa dan produk rencana)
Identifikasi pemanfaatan ruang yang
sedang berjalan
b) Proses,
Kegiatan yang perlu dilakukan adalah:
Pemutakhiran data, analisis, dan produk
rencana disesuaikan dengan pemanfaatan
ruang yang sedanng berjalan yang
mengalami perubahan
Perumusan permasalahan pembangunan
dan pemanfaatan ruang wilayah.
Perumusan kembali konsep dan strategi
pengembangan wilayah
Penyusunan RTRWP BENGKULU
c) Keluaran.
Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi
Bengkulu yang baru
d) Pemantapan, Pemanfaatan dan Pengendalian.
Peninjauan kembali Pedoman
pemanfaatan RTRWP BENGKULU sebagai
acuan pembangunan
Peningkatan Dessiminasi RTRWP
BENGKULU kesetiap sektor dan RTRWP
BENGKULU sebagai acuan pembangunan
Peningkatan pemanfaatan RTRWP
BENGKULU sebagai dukumen acuan dalam
forum rapar koordinasi pembangunan
Peninjauan kembali kegiatan pemantauan
dan pelaporan secara kontinyu terhadap
Penjabaran RTRW Propinsi (Bantuan Teknis) III-19 Pada Kabupaten/Kota di Wilayah Barat
program-program pembangunan dan
implementasi ruang
Peninjauan kembali kegiatan evaluasi
terhadap pelaksanaan program
implementasi ruang dan perizinan.
6. Tahap Penyusunan RTRWP Bengkulu
a. Tahap Pengumpulan Data dan Informasi
Tahap ini bertujuan untuk dapat mengidentifikasi
kondisi awal wilayah dan kecenderungan
perubahannya. Data dan informasi yang dikumpulkan
dan diolah secara umum mencakup
Data dan Peta kebijakan pembangunan
Data dan Peta Kondisi Sosial Ekonomi
Data dan Peta Sumber Daya Manusia
Data dan Peta Sumber Daya Buatan
Data dan Peta Sumber Daya Alam
Data dan Peta Penggunaan Lahan
Data Kelembagaan
b. Tahap analisis
1) Analisis Sosial Ekonomi
Di bawah ini merupakan langkah-langkah
menganalisis sosial ekonomi , adalah sebagai
berikut :
Pengenalan masalah/kebutuhan dan potensi
Pada tahap ini diawali dengan menggali informasi-
informasi yang mengungkapkan keberadaan
lingkungan dan masyarakatnya secara umum.
Perumusan Masalah dan Penetapan Prioritas
Semua permasalahan dikumpulkan kemudian
dirumuskan dan ditentukan masalah yang perlu
diatasi terlebih dahulu (prioritas).
Identifikasi alternatif-alternatif pemecahan
masalah/pengembangan gagasan.
Dari prioritas masalah yang telah ditentukan
Penjabaran RTRW Propinsi (Bantuan Teknis) III-20 Pada Kabupaten/Kota di Wilayah Barat
kemudian dibahas pemecahan masalah-masalah
melalui urun rembug dan pengembangan gagasan.
Pemilihan alternatif pemecahan masalah yang
paling tepat guna.
Perencanaan dan Penyajian Rencana Kegiatan
Hasil kegiatan selanjutnya dapat dituangkan ke
dalam rencana kegiatan yang konkrit. Sebagai
masukan dalam peninjauan kembali dilakukan
pertemuan yang diikuti oleh berbagai kelompok
yang terlibat didalam perencanaan.
Pelaksanaan/Pengorganisasian
Pengorganisasian bisa sederhana atau bisa lebih
canggih dan mendasar sampai mengarah kepada
pengembangan kelembagaan kawasan perkotaan,
tergantung kepada kebutuhan dan tingkat
perkembangan perkotaan.
Pemantauan dan Pengarahan kegiatan
Semua kegiatan perlu dipantau secara
berkelanjutan untuk melihat kesesuaiannya
dengan rencana yang telah disusun.
Evaluasi dan Rencana Tindak Lanjut
Setelah tahapan kerja selesai, maka hasilnya
layak dievaluasi apakah sesuai dengan yang
diharapkan
2) Analisis Kebijaksanaan Pengembangan
Dalam sub bab ini, menjabarkan secara ringkas
cara-cara metodologi yang digunakan, terutama
dalam mendukung proses analisis untuk
menghasilkan keluaran produk dengan
menggunakan diagram berikut sebagai metodologi
untuk menghasilkan suatu kebijaksanaan.
Menghasilkan suatu kebijaksanaan adalah
Penjabaran RTRW Propinsi (Bantuan Teknis) III-21 Pada Kabupaten/Kota di Wilayah Barat
pekerjaan yang tidak mudah dan pembuktiannya
baru diketahui setelah kebijaksanaan tersebut
diterapkan. Produk pekerjaan ini sangatlah
penting dan cukup strategis karena menyangkut
hidup orang banyak. Penetapan kebijaksanaan dan
arahan pembangunan prasarana dan sarana di
kawasan terbangun membutuhkan analisis cermat
dan hati-hati.
3) Analisis Regimal
Analisis fisik dasar dilakuakn untuk mengetahui
dan memahami kondisi fisik di Propinsi tersebut
yang mencakup kelerengan, Iklim dan geologi
kawasan setempat.
4) Anallisis Rrgional
Analisis Regional dilakukan untuk memahami
kedudukan dan keterkaitan propinsi dalam sistim
regional yang lebih luas dalam aspek sosial,
ekonomi, lingkungan dan
5) Analisis SDM
Analisis Sumber daya Manusia ditujukan untuk
mengatahui seberapa besar jumlah tenaga dan
kualitas tenaga kerja di propinsi tersebut untuk
dapat menunjang pembangunan di Provinsi
tersebut.
6) Analisis SDA
Analisis Sumber Daya Alam untuk mengetahui
potensi-potensi yang terkandung di Provinsi
tersebut untuk dapat ditingkatkan sebagai
komoditi unggulan untuk dikembangkan.
7) Annalisis SDB
Analisis Sumber daya Buatan ini sangat penting
dilakukan untuk mengetahui ketersediaam
Penjabaran RTRW Propinsi (Bantuan Teknis) III-22 Pada Kabupaten/Kota di Wilayah Barat
imfrastruktur yang telah tersedia di Provinsi
tersebut.
8) Analisis Penggunaan Lahan
Analisis ini diperlukan untuk mengetahui pola dan
persebaran penggunaan lahan yang ada di
propvinsi Bnegkulu serta kecendrungan
penggunaan lahan di masa yang akan datang.
9) Analisis Peran Serta Masyarakat
Peran serta masyarakat serta sektor swasta dalam
pembangunan perekonomian serta pengoperasian
dan perawatan kota pada kenyataannya sudah
berjalan. Selain itu masyarakat maupun sektor
swasta diharapkan dapat berpartisipasi dalam
pembangunan sarana dan prasarana wilayah.
Persoalannya kini yaitu bagaimana menempatkan
pembangunan oleh masyarakat dalam kerangka
umum pembangunan wilayah. Kendati demikian
peran serta masyarakat dan swasta dalam
Gambar 3.3 Proses Analisis Kebijaksanaan
Penjabaran RTRW Propinsi (Bantuan Teknis) III-23 Pada Kabupaten/Kota di Wilayah Barat
MasalahKebijaksanaan
PenyimpulanPraktis
Peramalan
HasilKebijaksanaan
Hasil GunaKebijaksanaan
AlernatifKebijaksanaan
Peliputan Evaluasi Rekomendasi
PerumusanMasalah
TindakanKebijaksanaan
Informasi yang Relevan dengan Kebijaksanaan
Metodologi untuk menganalisis
Gambar 3.4 Skema Hubungan Pelaku (Stakeholders) Pembangunan
pembangunan prasarana secara formal masih
memerlukan pengkajian.
Bentuk kesepakatan lingkup peran serta
masyarakat dalam pembangunan. Partisipasi
dalam tingkat-tingkat pengambilan keputusan
dalam metoda pengelolaan pembangunan.
PE M ER IN T A H
S W A STA /B IS N IS K E L . K O M U N IT A S
P E R O RA N G A N
Tero rganis ir secaraform a l, punya lega litas ,kom ers ia l sifatnya, c ir i:pro fit m otivated , unsur
pem bangunanm em punyai kepentingan
send iri
W asit , p unyakewenangan un tuk
inte rvensi, p engatur,provider, pencip ta iktlim ,pendorong: agar sum ber
daya dapat d ia rahkanuntuk tu juan tertentu
Untuk keperluan send iri,untuk keperluan
m enam bah pendapatan.
Terogran isir un tukm em bangun bersam a,non profit, keuntungan
un tuk m eningkatkankese jah teraan = dasar
perekonom ian Indonesia
a) Partisipasi dalam Kebijaksanaan
Pembangunan
b) Partisipasi dalam Perencanaan
c) Partisipasi dalam Perumusan Program dan
Proyek
d) Partisipasi dalam Pelaksanaan Program dan
Proyek
e) Partisipasi dalam Pengoperasian dan
Pemeliharaan.
Pemerintah Pusat dan Daerah dalam hal ini
mempunyai peranan yang penting untuk
merangsang tumbuhnya serta mendukung semua
kegiatan-kegiatan di atas, misalnya dalam:
a) Penetapan fungsi dan tanggung jawab yang
jelas,
Penjabaran RTRW Propinsi (Bantuan Teknis) III-24 Pada Kabupaten/Kota di Wilayah Barat
b) Menyediakan fasilitas sumber-sumber
pinjaman pembangunan,
c) Mengadakan kegiatan pendidikan aparat
daerah.
4) Analisis Kelembagaan
Pendekatan mekanisme kelembagaan dalam
pengembangan perekonomian masyarakat
memiliki pendekatan-pendekatan sebagai
berikut :
a) Perencanaan dan penyusunan program yang
lebih terpadu antar sektoral seperti sektor
perumahan, penyediaan sarana dan prasarana
dengan secara terpadu dan terkait dengan
rencana tata ruang/ kawasan
b) Penggalangan sumber pendanaan
pembangunan, baik dana sektoral maupun
daerah
c) Keseimbangan perencanaan dari atas ke
bawah dan dari bawah ke atas (disesuaikan
dengan kebijakan-kebijakan pembangunan
yang baru)
d) Penyusunan rencana dan program
dilaksanakan dengan memberikan perhatian
pada aspek ekonomi rakyat yang dapat
menunjang perekonomian wilayah.
c. Tahap Rencana
1) Arahan Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang
2) Arahan Pengelolaan Lindung dan Budidaya
3) Arahan Pengelolaan Kawasan Pedesaan,
Perkotaan dan Tertentu
4) Arahan Pengembangan Kawasan Pemukiman
Kehutanan, Pertanian, Pertambangan,
Perindustrian, Pariwisata dan kawasan lainya
5) Arahan Pengembangan Sistem Pusat Permukiman
Perdesaan dan Perkotaan
6) Arahan Pengembangan Sistem Sarana dan
Prasarana
Penjabaran RTRW Propinsi (Bantuan Teknis) III-25 Pada Kabupaten/Kota di Wilayah Barat
Arahan Pengembangan Sistem Prasarana
Transportasi
Arahan Pengembangan Sistem Prasarana
Pengairan
Arahan Pengembangan Sistem Prasarana
Energi
Arahan Pengembangan Sistem Prasarana
Telekomunikasi
Arahan Pengembangan Sistem prasarana
Pengelolaan Lingkungan
Arahan Pengembangan Sistem Prasarana
Wilayah lainnya
7) Arahan pengembangan Kawasan yang
diprioritaskan
8) Arahan kebijakan Tataguna Tanah, Air, Udara, dan
Sumberdaya Alam Lainnya.
Penjabaran RTRW Propinsi (Bantuan Teknis) III-26 Pada Kabupaten/Kota di Wilayah Barat
3.2. Metodologi Peninjauan Kembali dan Penyusunan RTRW
Kabupaten Indragiri Hilir dan Kabupaten Agam
Pada dasarnya, metodologi pengerjaan Peninjauan Kembali dan
Penyusunan RTRW Kabupaten Indragiri Hilir dan Kabupaten
Agam terdiri atas beberapa tahapan, yaitu 1) Kajian terhadap
keabsahan RTRW, 2) Kajian kepentingan Peninjauan Kembali
RTRW, 3) Penentuan tipologi Peninjauan Kembali RTRW, 4)
Perumusan Peninjauan Kembali RTRW, dan 5) Penyusunan
RTRW. Yang membedakan keduanya adalah kedalaman materi
yang dikaji.
1. Kajian Terhadap Keabsahan RTRW
Kajian ini ditujukan untuk mengevaluasi keabsahan produk
RTRW, baik dalam hal kelengkapan dan keabsahan data,
metoda dan hasil analisis, perumusan konsep dan strategi,
produk rencana tata ruang, maupun prosedur penyusunan.
Evaluasi dilakukan dengan menggunakan metodologi
analisis komparatif antara aspek dalam produk RTRW
dengan ketentuan penilaian yang telah diatur dalam
Pedoman Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten
(Departemen Kimpraswil, 2002). Analisis komparatif yang
dimaksud disini adalah bahwa komparasi yang dilakukan
tidak hanya membandingkan antara aspek yang ada dengan
ketentuan penilaian, namun jika memungkinkan dianalisis
lebih lanjut penyebab perbedaan atau perubahannya.
Dengan demikian, dari evaluasi ini diharapkan didapat
keluaran berupa aspek-aspek apa saja yang tidak sesuai
dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan sebagai
masukan dalam penentuan tipologi peninjauan kembali
seperti apa yang dibutuhkan.
Penjabaran RTRW Propinsi (Bantuan Teknis) III-27 Pada Kabupaten/Kota di Wilayah Barat
4
PENENTUAN TIPOLOGI PENYEMPURNAAN
1. Berdasarkan kelengkapan dan keabsahan data
2. Berdasarkan metoda dan hasil analisis
3. Berdasarkan perumusan konsep dan strategi
4. Berdasarkan produk rencana tata ruang
5. Berdasarkan prosedur penyusunan
1. Penambahan komponen rencana
2. Perbaikan sebagian komponen rencana
3. Perumusan kembali kebijakan dan strategi
4. Penyempurnaan total
TIPE A 1
2
TIPE B
TIPE C
TIPE D
TIPE E
TIPE F
3
TIPE G
TIPE H
1. Identifikasi faktor eksternal
2. Identifikasi penyimpangan
1. Rencana Struktur & Pola Pemanfaatan Ruang
2. Rencana Pengelolaan Kawasan Lindung dan Budidaya
3. Rencana Pengelolaan Kawasan Perdesaan, Perkotaan dan Tertentu
4. Rencana Sistem Prasarana Wilayah
5. Rencana Penatagunaan Tanah, Air, Udara, Hutan dan Sumberdaya alam lainnya.
6. Rencana Sistem Kegiatan Pembangunan
5
PENYUSUNAN RTRW
PERUMUSAN PENYEMPURNAAN
KAJIAN KEPENTINGAN
PENYEMPURNAAN
KAJIAN KEABSAHAN RTRW KAB. AGAM & KAB. INDERAGIRI HILIR
GAMBAR 3.5
METODOLOGI PENGERJAAN PENYEMPURNAAN RTRW KABUPATEN AGAM DAN KABUPATEN INDERAGIRI HILIR
Penjabaran RTRW Propinsi (Bantuan Teknis) III-28 Pada Kabupaten/Kota di Wilayah Barat
TABEL 3.2
KRITERIA PENILAIAN DALAM PENINJAUAN KEMBALI DAN PENYUSUNAN RTRW KABUPATEN AGAM DAN KABUPATEN INDERAGIRI HILIR
No Aspek Penilaian Kriteria Kesahan RTRW Kabupaten 1. Berdasarkan
kelengkapan dan keabsahan data
Dinyatakan lengkap dan sah apabila mencakup:
1. Data kebijakan pembangunan daerah, seperti kesimpulan PROPEDA, informasi arahan RTRWN, informasi arahan RTRW Pulau, RTRW Propinsi, RTRW Kabupaten, serta data perekonomian nasional.
2. Data karakteristik ekonomi, meliputi data PDRB kabupaten, produksi sektoral kabupaten, APBD kabupaten (5 tahun terakhir), serta investasi sektoral pembangunan di kabupaten.
3. Data kependudukan/demografi, meliputi data jumlah penduduk selama 5 tahun terakhir, kepadatan penduduk, tingkat pertumbuhan penduduk, dan penduduk berdasarkan lapangan pekerjaan, yang dirinci menurut kota/kecamatan.
4. Data sumberdaya buatan, meliputi data sarana ekonomi, sarana sosial, sarana dan prasarana transportasi, yang dirinci per kecamatan, serta prasarana pengairan, sistem jaringan listrik, dan sistem telekomunikasi.
5. Data sumberdaya alam, meliputi peta dan data penggunaan tanah, hidrologi/sumberdaya air, topografi, geologi/sumberdaya mineral, kesesuaian lahan kegiatan budidaya, tataguna hutan, jenis tanah, dan iklim.
2 Berdasarkan metoda
dan analisis Dinyatakan lengkap jika sekurang-kurangnya mencakup analisis sebagai berikut:
1. Analisis kedudukan kabupaten dalam perwilayahan nasional dan pulau serta propinsi, serta hubungannya dengan kabupaten lain, meliputi:
• sistem jaringan transportasi nasional, pulau, propinsi
• arahan kebijakan RTRWN, RTRW pulau, RTRW propinsi, rencana strategi pengembangan wilayah regional, dll
• sistem perkotaan nasional, pulau, propinsi, dan regional
• fungsi dan peran kabupaten dalam lingkup nasional, pulau, dan propinsi berdasarkan aspek ekonomi, transportasi, dan pencapaian pembangunan nasional secara umum.
• sektor-sektor unggulan di kabupaten
2. Analisis demografi, untuk melihat profil dan perkembangan penduduk, meliputi analisis tingkat perkembangan, pergerakan penduduk antar dan dalam kabupaten, distribusi/kepadatan penduduk berdasarkan kecamatan, struktur pekerjaan penduduk dirinci berdasarkan kecamatan, dan tingkat partisipasi angkatan kerja.
3. Analisis ekonomi wilayah, untuk melihat profil dan perkembangan ekonomi kabupaten, seperti struktur ekonomi kabupaten, terutama menyangkut keterkaitan antarsektor dan sektor unggulan, pertumbuhan ekonomi, pergerakan barang dan jasa, pola persebaran ekonomi dalam kabupaten dan keterkaitannya, serta potensi investasi.
4. Analisis fisik dan daya dukung lingkungan, meliputi analisis kendala fisik pengembangan kawasan budidaya (rawan gempa, banjir, longsor), lokasi dan kapasitas sumberdaya alam (air, tanah, hutan, dan mineral), serta kesesuaian lahan bagi pertanian pangan, perkebunan, dan kehutanan.
5. Analisis sarana dan prasarana, meliputi analisis kondisi, jenis, dan jumlah sarana sosial, ekonomi, transportasi, pengairan, listrik, dan telekomunikasi.
6. Analisis struktur dan pola ruang, untuk melihat kecenderungan perkembangan struktur dan pola, yang meliputi pola sebaran penduduk, kawasan budidaya, dan jaringan infrastruktur.
7. Analisis potensi dan kondisi SDA, SD buatan, dan SDM, yang dinyatakan lengkap apabila terdapat kesimpulan potensi sumberdaya alam yang ada, kemungkinan perkembangannya, dan keterbatasan pengembangannya.
8. Analisis keuangan dan kemampuan pembangunan daerah, mencakup analisis jumlah dan proporsi biaya pembangunan kabupaten, PAD dan subsidi dari pemerintah pusat/propinsi, dan sumber-sumber pembiayaan lainnya (swasta, BLN, dll).
Penjabaran RTRW Propinsi (Bantuan Teknis) III-29 Pada Kabupaten/Kota di Wilayah Barat
No Aspek Penilaian Kriteria Kesahan RTRW Kabupaten
3 Berdasarkan konsep
dan strategi Dinyatakan lengkap jika mencakup:
1. Rumusan permasalahan pembangunan kabupaten dan keterkaitannya dengan permasalahan pemanfaatan ruang
2. Rumusan konsep dan strategi pengembangan tata ruang wilayah kabupaten
3. Penjabaran konsep dan strategi pengembangan tata ruang wilayah kabupaten, meliputi strategi pengelolaan kawasan lindung dan budidaya; kawasan perdesaan, perkotaan, dan tertentu; kawasan produksi dan permukiman, serta sistem pusat permukiman perkotaan dan perdesaan; pengembangan sarana dan prasarana wilayah; pengembangan kawasan prioritas; serta penatagunaan tanah, air, udara, dan sumberdaya alam lainnya.
4 Berdasarkan produk
rencana tata ruang Dinyatakan lengkap jika mencakup:
1. Arahan pengelolaan kawasan lindung dan budidaya
2. Arahan pengelolaan kawasan perdesaan, perkotaan, dan tertentu
3. Arahan pengembangan kawasan budidaya, meliputi kawasan permukiman, kehutanan, pertanian, pertambangan, industri, dan lainnya.
4. Arahan struktur tata ruang, meliputi arahan pengembangan sistem pusat permukiman (perkotaan dan perdesaan), sistem jaringan jalan, sistem transportasi lainnya, sistem jaringan energi/listrik, pengairan, telekomunikasi, air baku.
5. Arahan pengembangan kawasan prioritas.
6. Pedoman pengendalian pemanfaatan ruang wilayah, meliputi kebijakan tata guna tanah, air, lahan, udara, dan sumberdaya alam lainnya.
5 Berdasarkan proses penyusunan
Dinyatakan lengkap jika: 1. Disusun berdasarkan pedoman teknis penyusunan yang berlaku. 2. Melibatkan tim teknis tata ruang propinsi serta pihak lain yang terkait (masyarakat dan pakar). 3. Melalui suatu proses konsensus dan musyawarah dalam mengalokasikan ruang sesuai dengan arahan rencana tata ruang yang lebih tinggi. 4. Disepakati oleh DPRD.
Sumber: Pedoman Peninjauan Kembali RTRW Propinsi (Departemen Kimpraswil, 2002), Kepmen Kimpraswil No. 327/KPTS/M/2002 Keterangan : Penggunaan ketentuan ini akan disesuaikan dengan ketersediaan data dan informasi
Penjabaran RTRW Propinsi (Bantuan Teknis) III-30 Pada Kabupaten/Kota di Wilayah Barat
Untuk melakukan kajian ini, maka data yang diperlukan
adalah Dokumen RTRW, baik Buku Fakta Analisis, maupun
Buku Rencana. Dokumen ini diperoleh dengan melakukan
survei instansional terkait, dalam hal ini Pemerintah
Kabupaten atau Badan Perencanaan dan Pengembangan
Daerah (Bappeda) Kabupaten.
2. Kajian Kepentingan Peninjauan Kembali RTRW
Kajian ini bertujuan untuk mengidentifikasi seberapa besar
penyimpangan arahan yang digariskan dalam RTRW sebagai
masukan dalam perlunya peninjauan kembali dan
penentuan tipologi Peninjauan Kembali yang akan
dilakukan. Untuk itu, kajian ini akan mencakup 1)
identifikasi terhadap adanya perubahan faktor-faktor
eksternal, 2) identifikasi besaran simpangan, dan 3)
identifikasi perlunya peninjauan kembali.
Identifikasi terhadap adanya perubahan faktor-faktor
eksternal dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh
informasi menyangkut indikasi adanya perubahan akibat
pengaruh dari berbagai faktor eksternal, seperti :
peraturan dan rujukan yang baru
kebijakan pemerintah yang baru, baik di tingkat
pusat, daerah, maupun sektoral
adanya perubahan-perubahan dinamis akibat kebijakan
dan pertumbuhan ekonomi, seperti perubahan fungsi
kota, adanya investasi properti skala besar dan
pembangunan infrastruktur yang mempengaruhi pola
dan struktur pengembangan wilayah, serta
dibangunnya pusat-pusat pelayanan baru
adanya paradigma baru dalam pembangunan dan atau
penataan ruang
Identifikasi ini dilakukan dengan metodologi deskriptif
analisis, artinya tidak hanya menjabarkan fakta adanya
faktor eksternal yang ada, tapi juga menganalisi lebih
lanjut mengenai dampak faktor tersebut terutama
terhadap penataan ruang wilayah.
Dari kajian ini diharapkan dapat diperoleh informasi
Penjabaran RTRW Propinsi (Bantuan Teknis) III-31 Pada Kabupaten/Kota di Wilayah Barat
Penjabaran RTRW Propinsi (Bantuan Teknis) III-32 Pada Kabupaten/Kota di Wilayah Barat
mengenai kebijakan dan perubahan kondisi internal di
wilayah propinsi/kabupaten yang dampaknya secara
signifikan mempengaruhi arahan pemanfaatan ruang yang
telah ada.
Sementara, identifikasi besaran simpangan dilakukan
untuk memperkirakan seberapa besar penyimpangan yang
terjadi, antara arahan kebijakan yang dirumuskan dalam
RTRW dengan wujud struktural pemanfaatan ruang yang
ada kenyataannya. Penyimpangan ini dapat berupa
penyimpangan dalam hal pemanfaatan maupun
pengendalian pemanfaatan. Masing-masing penyimpangan
memiliki kriteria tersendiri.
Identifikasi ini dilakukan dengan metodologi deskriptif
analisis kuantitatif, dimana penyimpangan akan
dibandingkan dengan total aspek yang dikaji (dalam hal ini
aspek terkait dengan kriteria penyimpangan seperti yang
dijabarkan dalam Box 1), diwujudkan dalam bentuk
persentase (%).
- Box 1 - Tidak menyimpang jika: Pemanfaatan ruang
- Benar-benar menjadi acuan pelaksanaan pembangunan, artinya menjadi dokumen resmi dalam Rakorbang Daerah dan didudukkan sejajar dengan Peraturan Daerah lainnya.
- Struktur dan pola pemanfaatan ruang benar-benar sesuai dengan arahan dalam RTRW
- Telah ditetapkan dan disahkan menjadi PERDA dan didiseminasikan ke setiap sektor.
- Menjadi acuan sektor dalam menyusun rencana, pembiayaan, dan tahapan program pembangunan serta telah menjadi acuan dalam pelaksanaan penyusunan rencana tata ruang hirarki di bawahnya.
- Tidak menimbulkan konflik antarsektor atau tumpangtindih alokasi kegiatan sektor.
- Pemanfaatan ruang atas dasar RTRW tidak menimbulkan dampak yang bermasalah di masyarakat.
- Tidak ada pengaduan masyarakat yang menginformasikan ketidaksesuaian RTRW dengan kenyataan di lapangan.
Pengendalian pemanfaatan ruang
- Telah memiliki sistem informasi pemantauan dan pelaporan yang handal, cepat, dan informatif.
- Telah dilakukan mekanisme perijinan yang sesuai berdasarkan RTRWP dalam menentukan lokasi kegiatan.
- Telah dilakukan evaluasi pelaksanaan program-program pembangunan, implementasi ruang, serta perijinan pemanfaatan ruang.
- Telah dilakukan evaluasi terhadap kenyataan di lapangan akibat terjadinya terjadinya faktor eksternal (perubahan kebijakan dan rujukan)
- Diterapkan instrumen baru, seperti perangkat insentfi, agar selalu sesuai dengan arahan RTRWP
- Diterapkan denda/sangsi bagi yang melanggar arahan dalam RTRW
Untuk melakukan kedua identifikasi tersebut dibutuhkan
dukungan data dan informasi, yang diperoleh melalui:
a. Diskusi lintas sektoral yang melibatkan seluruh dinas
atau instansi teknis terkait dengan pengembangan
wilayah. Diskusi dilakukan dengan maksud untuk
bertukar informasi mengenai isu-isu permasalahan
yang ada, terutama menyangkut pelaksanaan
kebijakan pemanfaatan ruang wilayah, konfirmasi
kebijakan-kebijakan yang telah dikeluarkan dalam
rangka pengembangan wilayah, dll.
b. Pengumpulan seluruh dokumen-dokumen kebijakan
yang dianggap dapat mempengaruhi kebijakan
penataan ruang yang digariskan dalam RTRW, baik di
tingkat nasional maupun daerah.
c. Kondisi penggunaan ruang atau tutupan saat ini.
Lebih lanjut, hasil kedua identifikasi tersebut menjadi
input/masukan dalam mengidentifikasi perlunya
peninjauan kembali terhadap RTRW Kabupaten Agam.
Peninjauan kembali akan dibutuhkan apabila salah satu
kriteria terpenuhi, apakah terdapat perubahan kebijakan
skala besar, terdapat faktor internal yang belum
dipertimbangkan, atau terjadi penyimpangan yang cukup
besar.
3. Penentuan Tipologi Peninjauan Kembali RTRW
Kajian ini bertujuan untuk mengklasifikasikan tipologi
peninjauan kembali seperti apa yang dibutuhkan oleh
RTRW Kabupaten Agam dan Kabupaten Inderagiri
Hilirberdasarkan pertimbangan keabsahan RTRW dan
tingkat keperluan peninjauan kembali yang tergambar dari
adanya perubahan faktor eksternal dan adanya
penyimpangan.
Terdapat 8 tipologi peninjauan kembali dengan
karakteristik dan kebutuhan Peninjauan Kembali yang
berbeda, meliputi (Pedoman Peninjauan Kembali RTRW
Kabupaten, Departemen Kimpraswil, 2002):
Penjabaran RTRW Propinsi (Bantuan Teknis) III-33 Pada Kabupaten/Kota di Wilayah Barat
Tipologi A, dimana RTRW sah, terjadi simpangan kecil,
dan tidak terdapat perubahan faktor eksternal.
Tipologi B, dimana RTRW sah, terjadi simpangan kecil,
namun terjadi perubahan signifikan pada faktor-faktor
eksternal berpengaruh terhadap kinerja RTRWP.
Tipologi C, dimana RTRW sah, terjadi simpangan besar
dan perubahan-perubahan eksternal secara signifikan.
Tipologi D, dimana RTRW sah, terjadi simpangan yang
besar namun tidak terjadi perubahan pada faktor-
faktor eksternal.
Tipologi E, dimana RTRW tidak sah, terjadi simpangan
kecil, dan faktor eksternal bertambah.
Tipologi F, dimana RTRW tidak sah, terjadi simpangan
kecil, dan faktor eksternal tetap.
Tipologi G, dimana RTRW tidak sah, terjadi simpangan
besar, dan faktor eksternal berubah.
Tipologi H, dimana RTRW tidak sah, terjadi simpangan
besar, dan faktor eksternal tetap.
4. Perumusan Peninjauan Kembali RTRW
Kajian ini ditujukan untuk mengidentifikasi seperti apa
bentuk Peninjauan Kembali rencana tata ruang yang perlu
dilakukan. Identifikasi ini akan sangat bergantung pada
tipologi peninjauan kembali. Peninjauan Kembali dapat
berupa penambahan komponen rencana, perbaikan
sebagian komponen rencana, perumusan kembali kebijakan
dan strategi pengembangan wilayah serta tujuan dan
sasaran pembangunan, atau Peninjauan Kembali total
terhadap keseluruhan komponen.
Masing-masing tipologi peninjauan kembali membutuhkan
pendekatan Peninjauan Kembali yang berbeda-beda:
Tipologi A, tidak memerlukan Peninjauan Kembali,
karena RTRW masih relevan digunakan sebagai acuan
pembangunan.
Tipologi B, memerlukan peninjauan kembali faktor
eksternal untuk merumuskan kembali tujuan, sasaran,
strategi, dan kebijakan yang lebih sesuai dengan
faktor tersebut.
Penjabaran RTRW Propinsi (Bantuan Teknis) III-34 Pada Kabupaten/Kota di Wilayah Barat
Tipologi C, memerlukan peninjauan kembali faktor
eksternal serta pemantapan dalam pemanfaatan dan
pengendalian RTRW untuk meminimasi penyimpangan.
Tipologi D, memerlukan pemantapan dalam
pemanfaatan dan pengendalian RTRW untuk
meminimasi penyimpangan.
Tipologi E, memerlukan perbaikan substansi rencana
dan penyesuaian aspek eksternal.
Tipologi F, memerlukan Peninjauan Kembali
menyeluruh dengan melakukan up dating data,
analisa, dan rencana.
Tipologi G, memerlukan Peninjauan Kembali
menyeluruh dengan melakukan up dating data,
analisa, dan rencana, termasuk penyesuaian terhadap
faktor eksternal dan perumusan tindakan untuk
Peninjauan Kembali pelaksanaan pemanfaatan.
Tipologi G memerlukan Peninjauan Kembali
menyeluruh dengan melakukan up dating data,
analisa, dan rencana, termasuk penyesuaian terhadap
faktor eksternal dan perumusan tindakan untuk
pemanfaatan dan pengendalian.
5. Penyusunan RTRW
Tahapan ini merupakan inti dari keseluruhan tahapan
kegiatan. Setelah melakukan proses Peninjauan Kembali
RTRW Kabupaten Agam/Kabupaten Indragiri Hilir, maka
tahap ini mencoba menyusun sebuah Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten yang baru. Seperti umumnya proses
penyusunan RTRW Kabupaten, tahapan ini secara garis
besar meliputi tahapan:
a. Persiapan
b. Perencanaan
1) Pengumpulan serta pengolahan data dan informasi
2) Analisis Wilayah
3) Perumusan masalah pembangunan dan
pemanfaatan ruang
4) Perumusan konsep dan strategi Tata Ruang
Wilayah Kabupaten
Penjabaran RTRW Propinsi (Bantuan Teknis) III-35 Pada Kabupaten/Kota di Wilayah Barat
5) Perumusan RTRW Kabupaten
Perumusan konsep dan strategi mengacu pada tujuan
pembangunan pada tingkat pemerintahan yang lebih tinggi
(dalam hal ini Propinsi) dan visi pembangunan Daerah yang
akan diwujudkan, dengan memperhatikan hasil Peninjauan
Kembali RTRW.
Perumusan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten sendiri
meliputi:
a. Rencana Struktur & Pola Pemanfaatan Ruang
b. Rencana Pengelolaan Kawasan Lindung dan Budidaya
c. Rencana Pengelolaan Kawasan Perdesaan, Perkotaan
dan Tertentu
d. Rencana Sistem Prasarana Wilayah
e. Rencana Penatagunaan Tanah, Air, Udara, Hutan dan
Sumberdaya alam lainnya.
f. Rencana Sistem Kegiatan Pembangunan
6) Indikasi Kawasan Prioritas Pembangunan
7) Indikasi Program Pembangunan
Dalam teknis pelaksanaannya, kegiatan penyusunan RTRW
Kabupaten mencakup tinjauan eksternal, tinjauan
internal, kemudian analisis keunggulan dan kinerja
Kabupaten, untuk kemudian menentukan visi dan misi
perencanaan Tata Ruang Kabupaten Agam dan Kabupaten
Inderagiri Hilir.
Karena cakupannya meliputi seluruh wilayah Kabupaten,
maka penetapan batas wilayah perencanaan penting untuk
dilakukan dan disepakati dengan seluruh stakeholder yang
ada di Kabupaten Agam maupun Kabupaten Inderagiri Hilir.
Langkah ini perlu disepakati sejak awal, untuk menentukan
tahapan berikutnya.
Termasuk dalam proses penyusunan RTRW adalah perkiraan
kebutuhan penyediaan prasarana dan perumusan RTRW
Kabupaten Agam dan Kabupaten Inderagiri Hilir.
Penjabaran RTRW Propinsi (Bantuan Teknis) III-36 Pada Kabupaten/Kota di Wilayah Barat
GAMBAR 3.6
METODOLOGI PENYUSUNAN RTRW KABUPATEN AGAM DAN KABUPATEN INDERAGIRI HILIR
TINJAUAN EKSTERNAL KAB. AGAM/INHIL
1. Kebijaksanaan Pembangunan
2. Kondisi regional Kabupaten Agam dan Kabupaten Inderagiri Hilir(tingkat Propinsi Sumatera Barat)
Kondisi Ekonomi Kondisi Sosial Budaya Kondisi Sistem Transportasi Regional
1. Kondisi Sosial Ekonomi Kabupaten Agam
2. Kependudukan Kabupaten Agam
3. Sumberdaya buatan Kabupaten Agam
4. Sumberdaya Alam Kabupaten Agam
5. Kondisi Alam fisik/Lingkungan Kabupaten Agam
KINERJA KABUPATEN AGAM/INHIL • Potensi dan Permasalahan
Pengembangan Kab. Agam/INHIL
PERUMUSAN RTRW KABUPATEN AGAM/INHIL
KEUNGGULAN KABUPATEN AGAM/INHIL
• Fungsi dan Peran Kab. Agam/INHIL
• Peluang dan Tantangan Pengembangan Kab.
TINJAUAN INTERNAL
VISI, MISI, TUJUAN PENGEMBANGAN
Kabupaten
Permasalahan Pembangunan dan
Pemanfaatan Ruang Kab Agam/INHIL
Tujuan Penataan Ruang Kab Agam/INHIL
Perumusan Konsep & Strategi Penataan Ruang
Diskusi & Konsultasi
KAB AGAM/INHIL 1. Tujuan & Rencana Struktur Pola Pemanfaatan Ruang Kabupaten Agam
2. Rencana Umum Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Penjabaran RTRW Propinsi (Bantuan Teknis) III-37 Pada Kabupaten/Kota di Wilayah Barat
3.3. Metode Penyusunan RTRW Kota Pariaman
Metodologi penyusunan RTRW Kota Pariaman, yaitu terdiri dari
1) kajian kondisi eksternal, 2) kajian kondisi internal, 3) kajian
strategi pengembangan, serta 4) perumusan rencana tata
ruang.
1. Kajian Eksternal Kota
Merupakan kajian terhadap faktor-faktor determinan yang
dianggap cukup mempengaruhi penataan ruang di Kota
Pariaman. Yang termasuk faktor-faktor determinan ini
meliputi:
a. Kebijakan penataan ruang, seperti RTRWN, RTRW
pulau, dan RTRW propinsi
b. Kebijakan perwilayahan propinsi dan regional
c. Kebijakan daerah, seperti PROPEDA dll
Kajian dilakukan dengan menggunakan metodologi
deskriptif analisis, artinya tidak hanya menjabarkan fakta
pengaturan yang ada, tapi juga menganalisis lebih lanjut
dan mendalam mengenai kekurangan dan kelebihan dari
kebijakan-kebijakan tersebut.
Dari kajian kebijakan diharapkan didapat keluaran berupa
keunggulan pengembangan kota, berupa bagaimana fungsi
dan peran yang dibebankan pada kota dalam lingkup
regional serta seberapa besar dan bagaimana peluang dan
tantangan pengembangan kota sebagai konsekuensinya
dalam lingkup regional.
Penjabaran RTRW Propinsi (Bantuan Teknis) III-38 Pada Kabupaten/Kota di Wilayah Barat
GAMBAR 3.7
METODOLOGI PEKERJAAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KOTA PARIAMAN
TINJAUAN EKSTERNAL KOTA PARIAMAN
1. Tinjauan RTRW Nasional 2. Kebijakan
pembentukan Kota Pariaman
3. Tinjauan RTRW Propinsi Sumatera Barat
4. Perwilayahan di Propinsi Sumatera Barat
5. Dll
TINJAUAN INTERNAL KOTA PARIAMAN
1. Tinjauan sosial kependudukan
2. Tinjauan pertumbuhan perekonomian kota
3. Tinjauan daya dukung fisik dan lingkungan
4. Tinjauan daya dukung prasarana dan fasilitas kota
5. Program pembangunan kota
KINERJA KOTA PARIAMAN • Potensi dan Permasalahan
Pengembangan Kota
VISI, MISI, TUJUAN PENGEMBANGAN KOTA
PERUMUSAN RTRW KOTA PARIAMAN
1. Rencana Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang
2. Rencana pengelolaan kawasan lindung, budidaya perkotaan, dan kawasan tertentu.
3. Rencana Penatagunaan Tanah, Air, Udara, dan Sumberdaya Lainnya
4. Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang
KEUNGGULAN KOTA PARIAMAN • Fungsi dan Peran Kota • Peluang dan Tantangan
Pengembangan Kota
e
PERKIRAAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KOTA
1. Perkiraan kebutuhan pengembangan kependudukan
2. Perkiraan kebutuhan pengembangan ekonomi kota
3. Perkiraan kebutuhan pengembanganfasilitas sosial ekonomi
4. Perkiraan kebutuhan lahan perkotaan
5. Perkiraan kebutuhan sarana dan prasarana perkotaan
d
c
a
b
Penjabaran RTRW Propinsi (Bantuan Teknis) III-39 Pada Kabupaten/Kota di Wilayah Barat
Untuk melakukan kajian-kajian tersebut dibutuhkan
dukungan data dan informasi. Data dan informasi
pendukung diperoleh dengan melakukan survei primer dan
sekunder dalam bentuk:
a. Diskusi lintas sektoral, dihadiri oleh seluruh dinas atau
instansi teknis terkait dengan penataan ruang kota. Diskusi
dilakukan dengan maksud untuk saling bertukar informasi
mengenai isu pembangunan yang terjadi saat ini sebagai
masukan dalam perumusan isu dan permasalahan
pengembangan yang akan mendasari perumusan rencana
tata ruang kota.
b. Kunjungan instansional untuk memperoleh dokumen-
dokumen kebijakan terkait, seperti Dokumen RTRWN, RTRW
Pulau Sumatera, RTRW Propinsi Sumatera Barat, dll
c. Pencarian data dan informasi melalui media internet
dengan mencari situs-situs terkait dengan Kota Pariaman
termasuk wilayah di sekelilingnya untuk mendapatkan
gambaran kota dalam konstelasi regional.
2. Kajian Internal Kota
Merupakan kajian terhadap local content kota yang dapat
menjadi modal bagi pembangunan. Kajian ini akan
mencakup:
a. Analisis perkembangan sosial kependudukan, yang
ditujukan untuk nelihat gambaran kegiatan sosial
kependudukan, seperti tingkat pertumbuhan
penduduk, ukuran keluarga, budaya, atau aktivitas
sosial (termasuk migrasi).
b. Analisis prospek ekonomi perkotaan, yang ditujukan
untuk melihat gambaran sektor-sektor pendorong
ekonomi kota, seperti ketenagakerjaan, PDRB,
kegiatan usaha, dan perkembangan penggunaan lahan
dan produktivitasnya.
c. Analisis daya dukung fisik dan lingkungan, yang
Penjabaran RTRW Propinsi (Bantuan Teknis) III-40 Pada Kabupaten/Kota di Wilayah Barat
ditujukan untuk melihat kemampuan fisik dan
lingkungan kota dalam mendukung perkembangan di
masa mendatang, seperti kondisi penggunaan lahan,
bentang alam, geografis, sumberdaya air, topografi,
dll.
d. Analisis dukungan prasarana dan fasilitas perkotaan,
yang ditujukan untuk melihat kondisi tingkat
pelayanan sarana kota dalam mendukung kegiatan
masyarakat.
e. Analisis kebijakan daerah, seperti PROPEDA, Renstra,
dll.
Kajian dilakukan dengan menggunakan metodologi
deskriptif analisis kualitatif dan kuantitatif. Untuk
menunjang deskriptif analisis kuantitatif akan digunakan
beberapa teknik analisis yang umumnya digunakan.
Dari kajian kebijakan diharapkan didapat keluaran berupa
gambaran kinerja kota yang menjadi potensi dan
permasalahan dalam pembangunan kota.
Untuk melakukan kajian-kajian tersebut dibutuhkan
dukungan data dan informasi, seperti:
Data kependudukan, menyangkut jumlah,
perkembangan, kepadatan, struktur penduduk
berdasarkan agama, mata pencaharian, tingkat
pendidikan, dll
Data perekonomian kota, menyangkut perkembangan
PDRB kota, produksi dan produktivitas kegiatan
ekonomi, dll
Data fisik dan lingkungan, seperti peta dan data
perkembangan penggunaan lahan, fisiografis, geologi,
kesesuaian lahan kehutanan dan pertanian, dll.
Data sarana dan prasarana kota, seperti jumlah dan
sebaran sarana sosial (pendidikan, peribadatan,
kesehatan) dan ekonomi (pasar, pertokoan), jaringan
transportasi, jaringan listrik, air bersih, dll.
Dokumen Propeda, Renstra, dll.
Penjabaran RTRW Propinsi (Bantuan Teknis) III-41 Pada Kabupaten/Kota di Wilayah Barat
Data dan informasi pendukung diperoleh dengan
melakukan survei primer dan sekunder dalam bentuk:
a. Kunjungan instansional untuk memperoleh data yang
sifatnya dokumentasi, seperti Kota Dalam Angka yang berisi
informasi kependudukan, perekonomian, dan prasarana
pendukung serta kebijakan daerah seperti Propeda,
Renstra, dll.
b. Wawancara semi terstruktur dengan tokoh-tokoh
masyarakat untuk memperoleh informasi terkait dengan
kegiatan dan kebiasaan masyarakat setempat, kebutuhan
dan keinginan masyarakat terhadap kota di masa
mendatang, dll. Wawancara semi terstruktur merupakan
suatu bentuk wawancara yang hanya menggunakan
beberapa pertanyaan pokok sebagai pedoman. Bentuk
seperti ini lebih bermanfaat karena dapat pula menjaring
informasi yang sifatnya kualitatif dan sebab-akibat.
c. Survei primer, untuk memperoleh gambaran konkrit
penggunaan lahan saat ini dan kondisi kota pada umumnya.
Survei primer untuk memperoleh penggunaan lahan akan
didukung oleh teknologi citra satelit seperti yang akan
diuraikan pada Subbab 4.3.
3. Perumusan Visi, Misi, dan Tujuan Pengembangan Kota
Tahap ini ditujukan untuk merumuskan bagaimana dan ke
mana pengembangan kota akan dilakukan, dengan potensi,
permasalahan, peluang, dan tantangan yang dimiliki kota.
Perumusan ini dilakukan dengan memadukan keunggulan
kota (Subbab 3.2.1) dengan kinerja kota (Subbab 3.2.2)
menggunakan deskriptif analisis. Dari tahapan ini
diharapkan diperoleh keluaran berupa visi, misi, tujuan,
dan strategi pemanfaatan, pengelolaan, dan pengendalian
ruang kota.
Penjabaran RTRW Propinsi (Bantuan Teknis) III-42 Pada Kabupaten/Kota di Wilayah Barat
Strategi pada dasarnya merupakan bagaimana kota
memanfaatkan potensi dan peluang yang dimilikinya,
meminimasi permasalahan yang ada, serta menjawab
tantangan dalam kerangka pembangunan di masa
mendatang.
4. Perumusan Perkiraan Kebutuhan Pengembangan Kota
Tahap ini bertujuan untuk merumuskan bagaimana tujuan
dan strategi yang telah dirumuskan dijabarkan ke dalam
perkiraan kebutuhan pengembagan fungsional pusat dan
kawasan serta kebutuhan keterkaitan fungsional pusat dan
wilayah pengaruhnya.
Perkiraan kebutuhan pengembangan yang akan dikaji
meliputi kebutuhan pengembangan kependudukan,
ekonomi perkotaan, fasilitas sosial dan ekonomi, lahan
perkotaan, serta sarana dan prasarana perkotaan.
Perumusan perkiraan ini akan dilakukan dengan
menggunakan analisis kuantitatif yang didukung dengan
teknik analisis dan ketentuan yang mengatur. Yang
dimaksud dengan ketentuan yang mengatur adalah standar
teknis terkait, misalnya Pedoman Perencanaan Lingkungan
Permukiman Kota (Ditjen Cipta Karya Departemen PU,
1987) sebagai panduan dalam memperkirakan kebutuhan
akan sarana kota didasari pada perkiraan jumlah
penduduk yang akan dilayani.
Namun demikian, penggunaan standar teknis tersebut
tidak semata-mata mutlak dilakukan, namun akan
disesuaikan dengan kondisi kota, serta kebutuhan dan
keinginan masyarakat.
Untuk melakukan kajian ini maka dibutuhkan masukan dari
hasili analisis kondisi internal kota (Subbab 3.2.2).
Penjabaran RTRW Propinsi (Bantuan Teknis) III-43 Pada Kabupaten/Kota di Wilayah Barat
5. Perumusan Rencana Tata Ruang Kota
Tahapan ini ditujukan untuk merumuskan bagaimana
tujuan pengembangan dan kebutuhan akan pengembangan
dialokasikan ke dalam ruang. Rumusan ini diwujudkan
dalam bentuk rencana tata ruang yang terdiri dari:
a. Rencana struktur dan pola pemanfaatan ruang kota,
yang mengatur tentang:
1) Struktur pemanfaatan ruang, mencakup arahan:
a) pengembangan dan distribusi penduduk di
setiap kawasan permukiman
b) sistem pusat pelayanan perkotaan (fungsi
primer dan sekunder), dengan
pengelompokkan pusat perdagangan,
pendidikan, kesehatan, serta rekreasi dan OR
c) sistem transportasi, dengan pengelompokkan
angkutan jalan raya, kereta api, angkutan
laut, ASDP, dan angkutan udara
d) sistem jaringan utilitas, mencakup
telekomunikasi, energi, pengairan, dan
prasarana pengelolaan lingkungan dengan
kedalaman materi hingga jaringan sekunder.
2) Pola pemanfaatan ruang, mencakup arahan
pengembangan kawasan budidaya perkotaan
(perumahan dan permukiman, perdagangan dan
jasa, industri, pendidikan, perkantoran
pemerintah dan niaga,terminal / pelabuhan /
bandara, pertanian / perkebunan / peternakan /
perikanan, TPU, dan TPA) serta arahan
pengembangan pengembangan kawasan lindung
(resapan air, sempadan, tahura, cagar alam dan
budaya, rawan bencana, dll).
a) Rencana pengelolaan kawasan lindung,
budidaya perkotaan, dan tertentu, yang
mengatur tentang:
Pengelolaan kawasan perkotaan,
meliputi penanganan lingkungan kota
Penjabaran RTRW Propinsi (Bantuan Teknis) III-44 Pada Kabupaten/Kota di Wilayah Barat
(peremajaan, re-settlement, guided land
development, perbaikan, pembaharuan,
dll), pengaturan kepadatan bangunan,
pengaturan ketinggian bangunan, serta
penataagunaan tanah, air, udara, dan
sumberdaya lainnya.
Pengelolaan kawasan tertentu, yang akan
disesuaikan dengan kebutuhan dan tetap
menjamin keserasiannya dengan
pengelolaan kawasan perkotaan.
Penjabaran RTRW Propinsi (Bantuan Teknis) III-45 Pada Kabupaten/Kota di Wilayah Barat
3.4. Metodologi Penyusunan RDTR Kota Inderalaya/Kawasan
Rempang Galang
3.4.1 Metode Pendekatan
Sesuai dengan sifat bantuan teknis yang akan diberikan untuk
masing-masing kelompok wilayah perencanaan, maka secara
umum pendekatan yang akan digunakan dalam penyusunaan ini
untuk masing-masing kawasan akan dilakukan dengan
membentuk team teknis di daerah yang secara paralel akan
bekerjasama dengan konsultan dalam melaksanakan
penyusunan ini. Pembentukan team teknis di daerah akan
dimulai segera saat melakukan survei pendahuluan di daerah.
Konsultan sebagai mitra dari pemerintah pusat dalam
memberikan bantuan teknis kepada daerah, lebih banyak akan
bertindak sebagai fasilitator yang dilakukan saat diskusi-
diskusi pembahasan, segala masukkan tentang konsep, strategi
dan perumusan masalah penataan ruang di daerah
perencanaan masing-masing daerah penerima bantuan teknis,
dirumuskan oleh team teknis setelah mengadakan diskusi
secara terus menerus dengan para stake holders di daerah.
Dengan demikian pergeseran paradigma dalam tugas dan
kewajiban pemerintah pusat sebagai ikut bertanggung jawab
dalam pembinaan penataan ruang di daerah, dikembalikan
kepada pemerintaah daerah dengan semangat Otonomi daerah,
dimana daerah akan lebih banyak berperan dalam penataan
ruang di daerahnya masing-masing.
3.4.2 Analisis Kondisi Fisik Wilayah Perencanaan
Analisis dilakukan dengan memanfaatkan data –data yang telah
ada sebelumnya seperti citra satelit, peta topografi, peta
garis peta geologi, peta tanah, dan peta-peta tematik lainnya.
Tata cara perolehannya dapat diuraikan satu persatu sebagai
berikut
Penjabaran RTRW Propinsi (Bantuan Teknis) III-46 Pada Kabupaten/Kota di Wilayah Barat
1. Pengadaan Peta liputan lahan Skala 1 : 250.000, 1 :
50.000, 1 : 20.000, dan 1 : 5000
Perkembangan teknologi pemetaan yang begitu cepat,
membuat pemenuhan kebutuhan peta liputan lahan
menjadi lebih cepat dan akurat. Teknik tersebut diperoleh
dengan memanfaatkan Citra Satelit dengan resolusi yang
memadai sesuai kebutuhan data yang diinginkan. Untuk
mendapatkan kondisi awal perencanaan dari lokasi
pengamatan yang di amat, diperlukan teknologi yang
mampu menyajikan informasi secara cepat dan akurat,
atas dasar tersebut dalam usaha memenuhi kebutuhan
informasi seperti yang diinginkan dalam pekerjaan ini
untuk mendapatkan informasi bagi keperluan penyusunan
rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, dan Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten, akan digunakan citra satelit
dengan resolusi minimal 20 m, seperti SPOT, Landsat ETM
+7, dan sejenisnya tergantung mana yang diperoleh lebih
cepat dengan waktu penyiaman yang terbaru Tahun 2002
Ke atas.
Sementara itu untuk mendapatkan informasi yang terbaru
tentang liputan lahan untuk Rencana Tata Ruang Wilayah
Kota dan Rencana Detail Tata Ruang Kota akan digunakan
citra satelit dengan resolusi yang lebih tinggi minimal 2
m, untuk mendapatkan informasi dalam skala 1 : 10.000 –
1 : 20.000 untuk Rencana Tata Ruang Wilayah Kota dan 1 :
5000 untuk Rencana Detail Tata Ruang Kota, seperti
pemanfaatan IKONOS, dsb, tergantung mana yang dicapai
lebih dahulu untuk mendapatkan data tersebut. Karena
biasanya pemesanan dan perolehan akan diperoleh pada
saat yang amat panjang, misalnya sampai sembilan puluh
hari kalender.
Tata cara yang harus digunakan dalam teknik ini adalah
seperti lazimnya dalam tahapan interpretasi penginderaan
jauh, yang meliputi, orientasi geometric, pengukuran titik
Penjabaran RTRW Propinsi (Bantuan Teknis) III-47 Pada Kabupaten/Kota di Wilayah Barat
control dasar tanah melalui penentuan titik dengan GPS,
interpretasi citra digital (digital image processing), hingga
pekerjaan kartografis. Karena pemanfaatan liputan lahan
ini akan digunakan untuk analisis spasial dalam analisis
dan penyusunan Rencana Tata Ruang dengan
memanfaatkan teknik Sistem Informasi Geografis (SIG)
atau GIS, maka proses interpretasi akan dilakukan secara
digital, sehingga hasil interpretasi dan penggambaran
sudah dalam bentuk digital.
2. Penyiapan Peta Dasar Skala 1 : 250.000, Skala 1 :
50.000; Skala 1 : 20.000 dan Skala 1 : 5.000
Teknik yang digunakan dalam penyediaan peta-peta dasar
seperti tersebut di atas, dilakukan dengan memanfaatkan
teknik overlai peta liputan lahan sebagai hasil dari
interpretasi citra satelit dengan peta dasar dari Peta
Topografi Skala 1 : 250.000 dan skala 1 : 50.000 untuk
peta Provinsi dan Kabupaten, serta peta garis skala 1 :
10.000 untuk Skala Kota. Biasanya peta dasar dalam skala
1 : 20.000 atau yang lebih besar sulit di dapat untuk
wilayah Sumatera. Atas dasar tersebut di atas, maka
digunakan peta satelit dengan resolusi yang lebih baik
dengan pengukuran titik control yang akurat (teknik GPS)
yang dilakukan dengan penentuan titik di lapangan.
Sehingga peta dasar didapat dari hasil deliniasi citra
satelit seperti citra Ikonos, melalui digital image
processing.
3.4.3. Analisis Daya Dukung Lingkungan
Analisis ini dimaksudkan untuk memahami kondisi dan daya
dukung lingkungan alami maupun buatan manusia. Disamping
untuk memahami tingkat perkembangan pemanfaatan
sumeberdaya setempat meliputi sumberdaya lahan/tanah, air,
udara, hutan dan sumeberdaya alam lainnya, serta potensi
Penjabaran RTRW Propinsi (Bantuan Teknis) III-48 Pada Kabupaten/Kota di Wilayah Barat
yang dapat dikembangkan lebih lanjut dalam menunjang
pengembangan wilayah yang bersangkutan.
1. Analisis Sumberdaya Tanah
Analisis sumberdaya lahan/tanah dimaksudkan untuk
melakukan kajian-kajian terhadap :
a. Ketersediaan dan bentuk-bentuk penyediaan dan
pengembangan lahan untuk kegiatan-kegiatan
produksi dan permukiman (izin lokasi, izin
penguasaan/penggunaan, izin pelaksanaan
pembangunan) serta pelaksanaan pembangunan
b. Tingkat produktivitas tanah, sebaran status
penguasaan lahan (hak milik, hak guna usaha, hak
guna bangunan, hak sewa, hak gadai), luas
penguasaan/pemilikan, nilai/harga lahan, dsb.
c. Bentuk-bentuk perubahan fungsi kawasan/lahan
antara lain : peningkatan intensitas kegiatan,
perubahan kegiatan, perluasan/invasi kegiatan,
konversi lahan dan sebagainya serta kecenderungan-
kecenderungan perubahan tersebut.
d. Sebaran penggunaan lahan serta intensitas
kegiatannya yang ada antara lain untuk kegiatan-
kegiatan pemukiman, perkebunan, industri,
pertambangan, pertanian pangan, perikanan,
peternakan, pariwisata, hutan lindung, cagar alam,
suaka margasatwa, hutan produksi tetap, hutan
produksi terbatas, huatn yang dapat dikonversi dsb.
2. Analisis Sumberdaya Air
Dimaksudkan untuk melakukan pemahaman terhadap :
a. Sebaran sumber-sumber air (danau, waduk, sungai,
air tanah, dsb.) dan ketersediaannya serta periraan
kapasitas produksi/potensi air baku yang
dimungkinkan dapat dikembangkan untuk mendukung
pengembangan wilayah atau kawasan serta
kemungkinan pengembangan sumber baru.
Penjabaran RTRW Propinsi (Bantuan Teknis) III-49 Pada Kabupaten/Kota di Wilayah Barat
b. Kondisi yang ada (existing) dari pemanfaatan air baku
untuk kegiatan industri, pertanian tanaman pangan,
perkebunan, perikanan, dsb. Baik dari jumlah, mutu
maupun aspek ruang dan waktu.
c. Kemungkinan-kemungkinan distribusi/alokasi
pemanfaatan air baku dari lokasi-lokasi sumber ke
lokasi-lokasi kegiatan yang membutuhkannya.
d. Kemungkinan perluasan dan pengembangan kawasan
budidaya pantai, perairan dalam, selat, laut dan
pemanfaatan zona ekonomi ekslusif.
3. Analisis Sumberdaya Udara
Dimaksudkan untuk melakukan pemahaman terhadap :
a. Sebaran pemanfaatan ruang udara pada kawasan
budidaya dengan memperhatikan kriteria yang berlaku
untuk kelestarian dan peningkatan kualitas udara
antara lain ketinggian bangunan pada berbagai
kawasan.
b. Kegiatan produksi yang sudah/akan menimbulkan
pencemaran udara serta kemungkinan-kemungkinan
penanganan dan pengelolaannya
c. Kemungkinan-kemungkinan pengembangan kawasan
yang dapat mempertahankan kelestarian dan
meningkatkan kualitas udara.
4. Analisis Sumberdaya Hutan
a. Sebaran dan kondisi penggunaan hutan serta
intensitas kegiatannya yang ada (existing) antara lain
penggunaan untuk hutan produksi tetap dan terbatas
(HPH, HTI, dsb), hutan yang dapat dikonversi, hutan
lindung, cagar alam, suaka margasatwa, hutan wisata
b. Daya dukung kawasan didalam menunjang fungsinya
baik untuk perlindungan maupun kegiatan produksi.
c. Kesesuaian lahan bagi penggunaan tersebut diatas
dengan menggunakan kriteria pengelolaan kawasan
lindung (Keppres 32/1990) dan kawasan budidaya,
Penjabaran RTRW Propinsi (Bantuan Teknis) III-50 Pada Kabupaten/Kota di Wilayah Barat
serta kriteria teknik sektoral yang berkaitan.
5. Analisis Sumberdaya Tambang
Dimaksudkan untuk melakukan kajian-kajian terhadap :
a. Penggunaan bahan tambang serta intensitas
penggunaannnya;
b. Potensi dan cadangan bahan tambang, serta
kemungkinan pengembangannya.
c. Hak-hak penguasaan dan pengusahaan bahan tambang
6. Analisis Sumberdaya Buatan
Dimaksudkan untuk melakukan pengkajian-pengkajian
terhadap :
a. Kondisi sarana prasarana wilayah yang ada (existing)
yang meliputi antara lain sarana dan prasarana
transportasi (darat, laut dan udara), pengairan,
energi/listrik, telekomunikasi, pengelolaan
lingkungan dan perkotaan.
b. Kondisi tingkat pelayanan atau pemanfaatan sarana
prasarana wilayah seperti tersebut diatas dalam
mendukung kegiatan ekonomi dan peningkatan
kualitas atau daya dukung lingkungan dalam kawasan.
c. Potensi dan kemungkinan kendala yang dihadappi
dalam wilayah.
3.4.4.Pembuatan Peta-Peta tematik
Dari hasil interpretasi liputan lahan, selanjutnya dituangkan
dalam peta dasar yang telah disusun dan disajikan dalam
bentuk tema-tema tertentu yang selanjutnya disebut peta
tematik. Peta – peta tersebut selanjutnya akan digunakan
sebagai analisis-analisis selanjutnya dalam pelaksanaan
penyusunan tata ruang, yang dapat dicetak dalam bentuk hard
copy maupun disajikan dengan system komputerisasi dalam
sistim GIS.
Penjabaran RTRW Propinsi (Bantuan Teknis) III-51 Pada Kabupaten/Kota di Wilayah Barat
1. Penyajian Peta. Lembar peta disesuaikan dengan ukuran
kertas yang telah ditentukan. Dalam hal ini digunakan
ukuran lembar kertas A1, yang mempunyai ukuran 59,4 x
84,1 Cm. Dengan demikian untuk penyajian digunakan
memanjang dengn ukuran muka peta diambil 50 x 60 Cm,
yang berarti untuk satu lembar peta akan memuat
informasi seluas 18.750 Km2 dalam skala 1 : 250.000; 750
Km2 untuk skala 1 : 50.000; 12.000 Ha untuk skala 1 :
20.000; 750 Ha untuk skala 1 : 5000. Untuk itu apabila
dalam satu lembar peta tidak dapat memuat keseluruhan
wilayah perencanaan, maka penyajian akan dilakukan
bersambung dengan memuat indeks peta paada setiap
lembarnya.
2. Format peta yang digunakan dalam penyajian peta-peta
tematik akan memuat garis tepi peta, kolom informasi
yang memuat judul peta, keterangan peta, sumber peta,
skala peta, indeks peta, arah orientasi dan nama prosek
serta pelaksana pembuat peta
3.4.5 Analisis Wilayah Perencanaan
Perencanaan tata ruang dengan menggunakan pendekatan
wilayah membutuhkan serangkaian analisis wilayah untuk
memahami kondis/karakteristik unsur-unsur/komponen
pembentuk ruang, hubungan sebab akibat terbentuknya
kondisi ruang wilayah yang ada, serta beberapa phenomena
dan kecenderungan yang terjadi di lapangan.
1. Analisis Kebijaksanaan Pembangunan Nasional, Propinsi
dan Kabupaten
Dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah dilakukan
tiga kelompok analisis yakni analisis kebijaksanaan
pembangunan, analisis wilayah dan analisis yang
dibutuhkan dalam perumusan/penentuan rencana.
Analisis kebijaksanaan ini dimaksudkan untuk memahami
Penjabaran RTRW Propinsi (Bantuan Teknis) III-52 Pada Kabupaten/Kota di Wilayah Barat
tujuan dan sasaran pembangunan sektoral dan daerah
serta kedudukan Provinsi dan kabupaten yang
bersangkutan didalam perspektif kebijaksanaan
pembangunan nasional dan regional, mengkaji RTRWN dan
RTRWP untuk melihat peranan wilayah Provinsi dan
kabupaten dalam pembentukan pola dan struktur ruang
nasional dan regional, serta untuk mengantisipasi
program-program pembangunan yang akan dilaksanakan
Departemen/Instansi Pusat, Provinsi dan kabupaten, juga
dilakukan pengkajian rencana ekonomi Provinsi dan
Kabupaten dalam kurun waktu rencana.
2. Analisis Kependudukan
Analisis ini dilakukan untuk memahami aspek-aspek
kependudukan terutama yang mempunyai pengaruh timbal
balik dengan pertumbuhan perkembangan sosial ekonomi
diantaranya sebaran, jumlah, struktur, pertumbuhan,
pergerakan penduduk dan kualitas sumberdaya manusia.
Di dalam mencari pertumbuhan penduduk per tahun dari
setiap sensus biasa dicari dengan bunga majemuk
3. Analisis Sosial Kemasyarakatan
Analisis sosial kemasyarakatan bertujuan untuk memahami
faktor-faktor sosial kemasyarakatan yang mempengaruhi
perkembangan wilayah serta hubungan sebab akibat
diantara faktor-faktor tersebut.
Dari hasil analisis ini diharapkan ditemukenali struktur
dan kualitas sumberdaya manusia, karakteristik/ciri-ciri
masyarakat setempat, kecenderungan perkembangan,
kendala dalam pengembangan serta potensi-potensi yang
dapat dikembangkan.
4. Analisis Ekonomi
Analisis perekonomian dimaksudkan untuk memahami
Penjabaran RTRW Propinsi (Bantuan Teknis) III-53 Pada Kabupaten/Kota di Wilayah Barat
karakteristik perekonomian wilayah dan ciri-ciri ekonomi
kawasan. Didalam menghitung pertumbuhan ekonomi,
biasa dipakai indeks atau di dalam menghitung kenaikan
per tahun dengan menghitung rata-rata per tahun atau
dengan memakai rumus bunga majemuk:
Yt = Yo (1 + r)t
dimana : Yt = income penduduk pada tahun t Yo = income penduduk pada tahun o r = laju pertumbuhan rata-rata per tahun t = periode waktu
3.4.6 Analisis Struktur Ruang dan Pola Pemanfaatan Ruang Yang Ada
Analisis ini dimaksudkan untuk menilai struktur dan pola
pemanfaatan ruang yang terbentuk saat ini serta
kecenderungan perkembangannya pada masa yang akan
datang.
Antara analisis struktur ruang dengan analisis pola
pemanfaatan ruang tidak dapat dipisahkan satu sama lain,
karena penyusunan rencana struktur tata ruang dan pola
pemanfaatan ruang merupakan dua proses yang berkaitan
erat, saling merupakan input bagi yang lainnya.
1. Analisis Pola Pemanfaatan Ruang
Bertujuan untuk mengindentifikasi bentuk-bentuk
pemanfaatan ruang yang menggambarkan ukuran, fungsi
dan karakteristik kegiatan alam dan manusia, serta
mengantisipasi perubahan/perkembangan bentuk-bentuk
pemanfaatan ruang tersebut.
Beberapa indikator yang dapat digunakan dalam analisis
ini antara lain sebaran kegiatan budidaya dan
perlindungan dan keterkaitannya serta beberapa faktor
yang mempenagruhinya seperti potensi sumberdaya alam,
sumberdaya manusia dan sumberdaya buatan.
Penjabaran RTRW Propinsi (Bantuan Teknis) III-54 Pada Kabupaten/Kota di Wilayah Barat
2. Analisis Kawasan berfungsi lindung
Analisis ini didasarkan pada azas kelestarian, dimaksudkan
untuk mengindentifikasikan pola sebaran kawasan yang
berfungsi lindung yang ada dan yang seharusnya berfungsi
lindung dengan menggunakan kriteria dan pola
pengelolaan kawasan lindung (Keppres 32/1990).
3. Analisis Kawasan Budidaya
Untuk mengindentifikasikan kondisi sebaran kawasan yang
dimungkinkan dikembangkan untuk kegiatan produksi,
kegiatan permukiman, pembangunan sarana prasarana
penunjang dsb. dengan menggunakan kriteria dan pola
pengelolaan kawasan budidaya serta mempertimbangkan
kriteria teknik sektoral.
3.4.7. Analisis Struktur Tata Ruang
Bertujuan untuk menemukenali perwujudan ruang yang ada
sekarang, kecenderungan perrkembangannya serta
permasalahan pengembangan wilayah atau Kawasan yang
memiliki dimensi ruang yang hasilnya mampu memberikan
gambaran yang menyeluruh tentang keadaan pusat
pertumbuhan/pelayanan wilayah (pusat permukiman) yang ada
serta jangkauan pelayanannya serta hubungan atau interaksi
antara pusat pertumbuhan/pelayanan wilayah yang dimaksud.
1. Analisis Sistem Permukiman
Analisis ini dimaksudkan untuk mengkaji :
a. Sebaran daripada konsentrasi kegiatan permukiman
perdesaan serta kaitannya dengan kegiatan-kegiatan
produksi disekitarnya.
b. Sistem pusat-pusat permukiman perkotaan/sistem koa
mencakup : fungsi kota (pusat kegiatan
pemerintahan, pusat kegiatan sosial, ekonomi dan
Penjabaran RTRW Propinsi (Bantuan Teknis) III-55 Pada Kabupaten/Kota di Wilayah Barat
jasa transportasi) hierarki kota serta keterkaitan
antar kota, antara kota dengan kawasan
produksi/kawasan perdesaan yang dipengaruhi oleh
pola jaringan transportasi.
Salah satu model Analisis Sistem Permukiman adalah
analisis pola permukiman yang memberikan gambaran
tentang karakteristik satuan permukiman/pusat
permukiman yang ada dimana penduduk tinggal dan
melakukan kegiatan sosial ekonomi yang memberikan
share/kontribusi terhadap pembangunan
wilayah/kawasan. Analisis pola permukiman dilakukan
dengan menggunakan dua peralatan analisis dasar
yaitu :
1) Analisis Pertumbuhan Permukiman (Analisis
Hierarki)
Memberikan profil pendahuluan mengenai pola
permukiman untuk dianalisis lebih lanjut.
2) Analisis Fungsi Permukiman
Terutama memberikan perhatian kepada fungsi-
fungsi sosial dan ekonomi yang dilakukan
masyarakat yang berlainan dan bagaiman
masyarakat tersebut secara bersama-sama
membentuk suatu pola atau sistem yang dapat
mempengaruhi pembangunan ekonomi dan sosial.
Adapun alat analisis yang digunakan antara lain :
Skala Guttman, digunakan untuk menganalisis
yang mendasari fungsi-fungsi, pelayanan,
fasilitas, infrastruktur, organisasi-organisasi dan
kegiatan-kegiatan ekonomi yang membuat
permukiman menjadi sentralisasi dalam sistem
spasial.
Threshold Analisis, digunakan untuk menganalisis
Penjabaran RTRW Propinsi (Bantuan Teknis) III-56 Pada Kabupaten/Kota di Wilayah Barat
jumlah penduduk yang dibutuhkan untuk
mendukung pelayanan, fasilitas dan infrastruktur
yang ada dalam satu wilayah/kawasan.
Weighted Centrality Index, digunakan untuk
mengukur kompleksitas fungsional baik dalam
junlah fungsi-fungsi dalam suatu wilayah atau
kawasan maupun frekuensi terjadinya.
Skalogram, digunakan untuk melihat hirarki
permukiman berdasarkan jumlah dan kelengkapan
jenis fasilitas sosial ekonomi yang dimiliki. Data
tersebut disusun dalam bentuk matriks yang lebih
lanjut disusun ranking berdasarkan pembobotan.
2. Analisis Sistem Prasarana Transportasi
Analisis ini dimaksudkan untuk melakukan kajian-kajian
terhadap :
a. Pola jaringan transportasi untuk mencermati sejauh
mana keterkaitan fungsional dan ekonomi antar koa,
antar kawasan, antara kota dan kawasan produksi
baik didalam wilayah maupun antar wilayah
Kabupaten .
b. Fungsi, kondisi dan tingkat pelayanan prasarana
transportasi yang ada sekarang, kecenderungan
perkembang.
Dari analisis ini diperlihatkan tingkat kinerja sarana
prasarana transportasi dan pengaruhnya terhadap
pertumbuhan dan pemerataan wilayah serta kesatuan
wilayahI. Salah satu metoda atau perangkat analisis
sistem prasarana transportasi adalah Analisis Aksesibilitas.
Dalam hal ini dapat digunakan data O-D Survey dan data
lain yang sejenisnya.
3. Analisis Sistem Prasarana Pengairan
Analisis ini dimaksudkan untuk melakukan pengkajian :
a. Pola jaringan pengairan untuk mencermati sejauh
Penjabaran RTRW Propinsi (Bantuan Teknis) III-57 Pada Kabupaten/Kota di Wilayah Barat
mana keterkaitan fungsional antara sumber-sumber
air baku (sungai, waduk dsb.) dengan lokasi/kawasan
industri, pertanian, permukiman dsb.
b. Fungsi, kondisi dan tingkat pelayanan yang ada
sekarang, kapasitas produksi air baku yang ada
sekarang.
c. Kondisi sumber air dikaitkan dengan upaya
pelestarian.
d. Standar kecenderungan perkembangan sektor dimasa
yang akan datang serta pola distribusi/lokasi air baku
ke kawasan-kawasan produksi dan permukiman
perkotaan dan pedesaan
4. Analisis Sistem Prasarana Wilayah Lainnya
Termasuk prasarana wilayah lainnya antara lain misalnya
prasarana energi/listrik, telekomunikasi, pengelolaan
lingkungan, prasarana kota, dsb. yang dimaksudkan untuk
melakukan kajian terhadap fungsi, kondisi dan tingkat
pelayanan yang ada sekarang, dan melihat pengaruhnya
terhadap perkembangan wilayah dan dalam
mengintegrasikan pembangunan antar kawasan atau antar
wilayah serta untuk melihat dampak pengembagan sistem
jaringan prasarana tersebut dalam pengendalian
pemanfaatan ruang.
3.4.8. Analisisa Tata guna Sumberdaya Alam (Analisis Penguasaan,
Peruntukan, Pemanfaatan dan Penggunaan Sumberdaya Alam).
Analisis ini dimaksudkan untuk mengetahui pengusaan,
Peruntukan, Pemanfaatan dan Penggunaan Sumberdaya Alam
meliputi lahan/tanah, air, udara, hutan, mineral dsb. serta
pengembangan dalam rangka mengendalikan pemanfaatan
ruang.
Penjabaran RTRW Propinsi (Bantuan Teknis) III-58 Pada Kabupaten/Kota di Wilayah Barat
1. Analisis Tataguna Lahan/Tanah
Dimaksudkan untuk melakukan kajian-kajian terhadap :
a. Faktor-faktor yang mempengaruhi alokasi
pemanfaatan/ penggunaan lahan/tanah, distribusi
penggunaan lahan serta interest/kecenderungan
swasta dan masyarakat dalam
penguasaan/pemilikan/penggunaan lahan, baik karena
pengaruh aspek fisik/lokasi, ekonomi, harga tanah,
aksesibilitas, keunggulan kompetitif, keunggulan
komparatif, keterkaitan sosial maupun aspek lainnya.
b. Bentuk-bentuk penguasaan, pemanfaatan dan
penggunaan lahan yang dilakukan masyarakat dan
swasta.
c. Bentuk-bentuk intervensi pemerintah dalam rangka
pengendalian pemanfaatan baik berupa insentive
misalnya berupa rangsangan pemerintah kepada
swasta untuk menanamkan modal, maupun bentuk
disinsentive misalnya berupa penguasaan/pengaturan
yang dilakukan pemerintah antara lain larangan,
pengenaan pajak yang tinggi, perijinan bersyarat,
dsb.
2. Analisis Tataguna Air
Dimaksudkan untuk melakukan kajian terhadap bentuk-
bentuk hak-hak pemanfaatan, penggunaan, pengusahaan
sumberdaya air dari masyarakat, swasta dan BUMN,
bentuk-bentuk intervensi pemerintah dalam rangka
pengembangan sumberdaya air dan pengendalian
pemanfaatan sumberdaya air baik berupa insentive
maupun disinsentive misalnya berupa
penguasaan/pengaturan yang telah dan akan dilakukan
pemerintah kepada masyarakat, swasta dan badan usaha
pemerintah dalam bentuk peraturan perundang-undangan,
perijinan, pembebanan pajak, tarif, dsb.
Penjabaran RTRW Propinsi (Bantuan Teknis) III-59 Pada Kabupaten/Kota di Wilayah Barat
3. Analisis Tataguna Tanah
Dimaksudkan untuk melakukan kajian-kajian terhadap
bentuk-bentuk pemanfaatan ruang udara, pengausaan dan
peruntukan sumberdaya udara yang diberikan oleh
pemerintah kepada masyarakat, swasta, BUMN dan BUMD,
dan atau dalam rangka pengendalian pemanfaatan
sumberdaya udara yang berwawasan lingkungan bagi
terwujudnya pembangunan yang berkelanjutan.
4. Analisis Tataguna Hutan
Dimaksudkan untuk melakukan kajian-kajian terhadap :
a. Faktor-faktor yang mempengaruhi alokasi
pemanfaatan hutan/distribusi penggunaan hutan serta
interest/kecenderungan swasta dalam pengusahaan
hutan.
b. Bentuk-bentuk hak pengusahaan dan pengusaaan
hutan yang dilakukan swasta (HPH, HTI, Agroforestry)
dsb. serta lokasi-lokasi pengusahaan yang ada.
c. Bentuk-bentuk intervensi pemerintah dalam rangka
pengendalian pemanfaatan hutan baik berupa
insentive maupun disinsentive misalnya berupa
penetapan kawasan lindung, pembatasan pengusahaan
hutan dengan sistem tebang pilih, pembatasan
perijinan, dsb.
5. Analisis Tataguna Sumberdaya Alam Lainnya
Dimaksudkan untuk melakukan kajian-kejian terhadap
penguasaan, peruntukan dan penggunaan sumberdaya yang
ada dalam rangka pemanfaatan dan pengendalian
pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten.
Penjabaran RTRW Propinsi (Bantuan Teknis) III-60 Pada Kabupaten/Kota di Wilayah Barat
3.4.9 Identifikasi Potensi Dan Masalah Pengembangan Wilayah
Berdasarkan kegiatan analisis diatas maka selanjutnya dapat
diidentifikasikan lebih rinci kebijaksanaan pembangunan,
potensi dan masalah-masalah yang terjadi didalam
pengembangan wilayah dan tata ruang wilayah.
1. Identifikasi Kebijaksanaan Pembangunan
Identifikasi ini merupakan hasil analisis kebijaksanaan
pembangunan, sekurang-kurangnya berisi uraian mengenai
tujuan dan sasaran pembangunan sosial ekonomi (Sektoral
dan daerah), kebijaksanaan dan strategi untuk mencapai
tujuan dan sasaran tersebut. Sasaran pembangunan
nasional dan propinsi dan kabupaten meliputi antara lain
pertumbuhan dan share ekonomi, struktur ekonomi
propinsi /kabupaten perkembangan sektor dan
sebagainya.
Disamping itu juga perlu dijelaskan kedudukan Kabupaten
didalam perspektif kebijaksanaan pembangunan nasional
dan regional, peranan wilayah Kabupaten dan kawasan
dalam pembentukan pola dan struktur ruang propinsi dan
nasional, serta program-program yang akan dilaksanakan
oleh Departemen atau Instansi Pusat, Kabupaten .
Selanjutnya dari kebijaksanaan pembangunan
diterjemahkan ke dalam arahan pengembangan wilayah
kabupaten. Arahan pengembangan wilayah ini merupakan
aspek spatial dari tujuan dan sasaran pembangunan
politik, sosial, ekonomi, budaya, pertanahan dan
keamanan di kabupaten bersangkutan.
2. Perumusan Arahan Pengembangan Wilayah
Arah pengembangan berfungsi memberi petunjuk
mengenai tujuan dan strategi pengembangan tata ruang
serta prioritas penanganan kawasan dan pusat-pusat
Penjabaran RTRW Propinsi (Bantuan Teknis) III-61 Pada Kabupaten/Kota di Wilayah Barat
pelayanan/pusat-pusat permukiman setelah
memperhatikan kebijaksanaan yang telah ada di tingkat
Provinsi, Kabupaten dan nasional.
3. Arahan Pengembangan Sosial Demografi
Menentukan arah pergeseran struktur sosial demografi
yang ditargetkan dicapai pada akhir tahun perencanaan.
Indikator-indikator sedapat mungkin dinyatakan secara
kuantitatif.
a. Kependudukan dinyatakan dengan jumlah penduduk
dan tingkat pertambahan penduduk, distribusi dan
perbandingan penduduk perkoaan perdesaan, struktur
penduduk menurut umur dan tingkat pendidikan serta
penguasaan keterampilan dan teknologi.
b. Tingkat pelayanan fasilitas dan utilitas sosial pada
pusat-pusat pertumbuhan/pelayanan/pusat-pusat
permukiman setiap kawasan dinyatakan dengan
jumlah dan kualitas pendidikan, keagamaan,
perdagangan dan jasa, perhubungan, kesehatan dasar
sera utilitas sosial berupa air bersih, listrik,
telekomunikasi, sistem drainase dan persampahan.
c. Tingkat kemudahan untuk mencapai fasilitas
pelayanan umum lainnya yang ada di ibukota
kabupaten dan ibukota kecamatan.
4. Arahan Pengembangan Ekonomi
Arah pengembangan ekonomi berfungsi untuk menentukan
struktur dan pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan
dicapai pada akhir tahun perencanaan. Dinyatakan secara
kuantitatif dengan tingkat ketelitian data pada kawasan
atau kecamatan.
5. Arahan Pengembangan Fisik
Berfungsi memberikan arahan pemanfaatan ruang yang
berwawasan (pelestarian) lingkungan.
Penjabaran RTRW Propinsi (Bantuan Teknis) III-62 Pada Kabupaten/Kota di Wilayah Barat
3.4.10. Identifikasi Potensi Pengembangan Wilayah
Untuk memudahkan proses identifikasi potensi pengembangan
wilayah maka dapat dikelompokan menjadi :
1. Potensi sumberdaya alam dapat berupa tanah yang subur
untuk pertanian, deposit bahan tambang yang potensial,
hasil hutan yang melimpah, sumber-sumber energi yang
banyak dan bervariasi, keanekaragaman flora dan fauna,
kawasan yang dapat dikembangkan untuk kegiatan
pariwisata dan sebagainya.
2. Potensi sumberdaya manusia berupa tenaga kerja
terampil, keahlian, tingkat partisipasi angkatan kerja
yang tinggi, tingkat kesejahteraan, kelembagaan sosial
dsb.
3. Potensi sumberdaya buatan misalnya sarana prasarana
wilayah dan perkotaan yang mendukung kegiatan
ekonomi/produksi skala besar.
4. Potensi ruang misalnya dapat berwujud letak daerah yang
strategis diantara segitiga pertumbuhan, dilalui jalur
ekonomi regional/nasional, kawasan cepat berkembang,
kawasan yang memiliki nilai-nilai tertentu dsb.
5. Potensi ruang misalnya dapat berwujud letak daerah yang
strategis diantara segitiga pertumbuhan, dilalui jalur
ekonomi regional/ nasional, kawasan cepat berkembang,
kawasan yang memiliki nilai-nilai tertentu dsb.
3.4.11. Identifikasi Masalah Pengembangan Wilayah
Pengembangan wilayah adalah upaya-upaya untuk
meningkatkan daya guna dan hasil guna dari seluruh potensi
wilayah berupa ruang dan sumberdaya yang ada didalamnya
dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan
kelestarian lingkungan. Masalah pengembangan wilayah adalah
hal-hal yang berkaitan dengan belum optimalnya penggunaan
potensi wilayah baik sumberdaya alam, sumberdaya buatan
serta sistem pengelolaan kegiatan sosial ekonomi yang terkait
untuk mewujudkan pencapaian tujuan pembangunan yang
ditetapkan dalam wilayah.
Penjabaran RTRW Propinsi (Bantuan Teknis) III-63 Pada Kabupaten/Kota di Wilayah Barat
1. Masalah Pengembangan Wilayah Dilihat dari Dimensi
Ekonomi
2. Wujud struktur dan pola ruang yang terjadi pada dasarnya
merupakan hasil interaksi antara kegiatan manusia (sosial,
politik, ekonomi, budaya) dengan lingkungannya. Pada
kenyatannya, manusia dalam melakukan kegiatan
usahanya berkecenderungan mencari lokasi yang strategis
(memiliki tingkat kemudahan/ aksesibilitas yang tinggi).
Sementara kondisi geografi tidak selalu homogen dan
sumberdaya alam tidak tersebar merata, sehingga terjadi
aglomerasi kegiatan sosial ekonomi pada lokasi-lokasi
yang strategis yang berlangsung terus-menerus dan secara
akumulatif yang menimbulkan permasalahan kesenjangan
sosial ekonomi yang selanjutnya memberi pengaruh timbal
balik kepada permasalahan lainnya.
3. Masalah perekonomian secara wilayah dikaitkan dengan
perkembangan dan pertumbuhan perekonomian daerah
serta membandingkan dengan tujuan/sasaran
pembangunan daerah. Permasalahan tersebut antara lain
meliputi masalah kesenjangan perkembangan ekonomi
antar daerah/kawasan, masalah peruntukan kegiatan
ekonomi yang belum berdasarkan atas faktor keunggulan
komparatif suatu daerah/kawasan, penggunaan teknologi
produksi, ketersediaan tenaga terampil, ketersediaan
sarana dan prasarana produksi, dll.
4. Malasah Wilayah Dilihat dari Dimensi Kependudukan
5. Masalah kependudukan erat kaitannya dengan masalah
perekonomian karena adanya hubungan sebab akibat
antara faktor-faktor demografi dengan faktor-faktor
ekonomi.
6. Masalah kependudukan meliputi masalah struktur dan
sebaran penduduk, pergerakan dan pertumbuhan
penduduk, kualitas sumberdaya manusia serta masalah
ketenagakerjaan yang semuanya dikaitkan dengan potensi
dan daya dukung lingkungan dan tujuan pembangunan
daerah/wilayah kabupaten. Dalam hal ini perlu dikenali
pengaruh kependudukan terhadap produksi, lingkungan
dan keseimbangan wilayah.
Penjabaran RTRW Propinsi (Bantuan Teknis) III-64 Pada Kabupaten/Kota di Wilayah Barat
7. Masalah Sosial Kemasyarakatan
8. Masalah kemasyaraktan meliputi antara lain adat-istiadat,
perubahan/pergeseran norma atau nilai-nilai yang dianut
masyarakat setempat baik karena tuntutan pembangunan
maupun karena pengaruh-pengaruh eksternal. Masalah
sosial meliputi antara lain kemiskinan, pengangguran,
keterbelakangan, isolasi lingkungan permukiman,
kebodohan dan kesehatan dasar atau dapat pula
dijabarkan dari issue pokok pembangunan daerah.
9. Masalah Wilayah Dilihat dari Dimensi Lingkungan
10. Meningkatnya intensitas kegiatan sosial ekonomi
disamping memberi dampak positif terhadap peningkatan
kemakmuran juga apabila telah melampaui daya dukung
lingkungan akan memberi dampak negatif berupa
pencemaran dan kerusakan lingkungan.
11. Masalah lingkungan meliputi masalah-masalah efisien
pemanfaatan sumberdaya wilayah, perusakan dan
pencemaran lingkungan, dll.
12. Masalah Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang Wilayah
13. Masalah pemanfaatan ruang, meliputi antara lain masalah
fungsi dan hirarki pusat-pusat permukiman dan
keterkaitan antara pusat-pusat permukiman dengan
kawasan produksi, benturan kepentingan dalam
pemanfaatan ruang, masalah penguasaan dan penggunaan
lahan/tanah yang tidak efisien dan sebagainya, yang
berkaitan satu dengan yang lainnya dengan aturan yang
bervariasi menurut kondisi dan situasi daerahnya.
3.4.12. Perumusan Tujuan, Konsepsi Dan Strategi Pengembangan Tata
Ruang Wilayah
1. Perumusan Tujuan
Berdasarkan hasil analisis dan identifikasi potensi dan
masalah pengembangan wilayah, maka selanjutnya perlu
dirumuskan tujuan pengembangan tata ruang. Atas dasar
Penjabaran RTRW Propinsi (Bantuan Teknis) III-65 Pada Kabupaten/Kota di Wilayah Barat
itu, tujuan pengembangan wilayah atau penataan ruang
adalah upaya-upaya untuk mengharmoniskan keterkaitan
antara kondisi sumberdaya alam, sumberdaya buatan,
kondisi masyarakat dengan kegiatan-kegiatannya, politik,
ekonomi, sosial budaya melalui pengelolaan dan
pengembangan tata ruang.
Dalam pendekatanya akan digunakan pertimbangan-
pertimbangan pertumbuhan ekonomi dan penduduk,
konservasi lingkungan, dan kebutuhan hidup masyarakat
penghuninya.
2. Konsepsi Pengembangan Tata Ruang
Konsep pengembangan tata ruang wilayah adalah suatu
arah secara garis besar kondisi system kegiatan social
ekonomi dan permukiman masyaarakat dalam ruang
wilayah, yang antara lain meliputi lokasi pengembangan
kegiatan-kegiatan utama pembentuk ruang dalam wilayah
Kabupaten atau Provinsi yang memperlihatkan pada
sebaran kegiatan-kegiatan produksi permukiman,
keterkaitan antar kawasan-kawasan, orientasi eksport dan
struktur umum ruang. Penyajian dalam perumusan
konsepsi disajikan dalam bentuk skema yang
memperlihatkan pola struktur dan orientasi hubungan
keluar dari wilayah provinsi dan atau kabupaten.
3. Strategi Pengembangan Tata Ruang
Agar pendekatan konseptual tersebut dapat
dioperasionalkan, maka perlu dirumuskan strategi
pengembangan tata ruang (strategi penataan ruang)
dengan mendasarkan pada beberapa pendekatan dan azas
dalam pemanfaatan ruang. Dalam pelaksanaannya perlu
memperhatikan tiga dasar :
a. Pertumbuhan dan Perkembangan Ekonomi
Struktur ekonomi didapat dari sumbangan masing-
Penjabaran RTRW Propinsi (Bantuan Teknis) III-66 Pada Kabupaten/Kota di Wilayah Barat
masing sector terhadap GRDP (Gross regional
domestic product) serta menganalisis dari perubahan-
perubahan didalam struktur perekonomian
GRDP per kapita saat ini masih dianggap sebagai
income per kapita yang harus dikurangi adanya pajak
tak langsung dan penyusutan
b. Pemenuhan Kebutuhan Dasar
Tingkat hidup erat hubungannya dengan income per
kapita, pembagian pendapatan dan nutrisi gizi.
Pendekatan ini dikaitkan langsung dengan upaya
peningkatan kualitas sumberdaya manusis yang dapat
diukur dengan parameter kesempatan hidup, kualitas
hidup dan kemampuan mengolah sumberdaya alam
sehingga perlu dikembangkan program-program yang
langsung menyentuh masyarakat
c. Konservasi Lingkungan
Agar pembangunan dapat berlangsung berkelanjutan,
maka perlu dipertimbangkan keserasian ekosistem
alam lingkungan dan kelestarian sumberdaya alam
melalui upaya-upaya mengurangi dampak negative
pembangunan terhadap kelestarian sumberdaya alam
dan lingkungan
Berdasarkan kriteria diatas, maka perumusan strategi
pengembangan tata ruang akan meliputi :
a. kebijaksanaan penetapan kawasan lindung, kawasan
budidaya, kawasan pedesaan, kawasan perkotaan dan
kawasan tertentu
b. Pengembangan kawasan strategis yang perlu
diprioritaskan pengembangannya
c. Keterkaitan program-program disuatu kawasan
d. Keterkaitan antara struktur dan pola pemanfaatan
ruang
e. Konservasi lingkungan
Penjabaran RTRW Propinsi (Bantuan Teknis) III-67 Pada Kabupaten/Kota di Wilayah Barat
3.4.13 Perumusan Rencana Tata Ruang
Berdasarkan arah pengembangan, potensi dan masalah
pengembangan, tujuan, konsepsi dan strategi penataan ruang,
selanjutnya dirumuskan Rencana Tata Ruang di wilayah studi.
Rencana ini akan menjadi pedoman untuk pemanfaatan ruang
dalam pengembangan budidaya, permukiman, perkembangan
lingkungan, pedoman dalam penetapan investasi pemerintah,
masyarakat dan swasta, penyusunan program pembangunan
dan sebagainya, yang sekurang-kurangnya akan berisi:
1. pengelolaan Kawasan lindung
2. Pengelolaan kawasan perkotaan, kawasan pedesaan dan
kawasan tertentu
3. Sistem kegiatan pembangunan dan system permukiman
perkotaan dan pedesaan
4. Sistem prasarana wilayah
5. Pengembangan kawasan yang diprioritaskan
6. Penatagunaan tanah, air, udara dan sumberdaya alam
lainnya
Seluruh hasil rencana tata ruang dilengkapi dengan penjelasan
spasial yang dituangkan dalam penyajian peta peta di atas
skala 1:5.000.
3.4.14 Penetapan Rencana Tata Ruang
Untuk mengoperasionalisasikan Rencana Detail Tata Ruang
Kawasan Perkotaan, perlu adanya suatu upaya penetapan rencana
tata ruang dalam bentuk Surat Keputusan Walikota/Bupati dalam
hal Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan sebagai
penjabaran RTRW Kota/Kabupaten.
Dalam hal terjadi perubahan fungsi kawasan sebagai akibat dari
dinamika perkembangan perkotaan yang cukup tinggi, maka
Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan yang bersangkutan
ditetapkan dengan persetujuan DPRD dalam bentuk Peraturan
Penjabaran RTRW Propinsi (Bantuan Teknis) III-68 Pada Kabupaten/Kota di Wilayah Barat
Daerah. Hal ini selanjutnya menjadi masukan bagi peninjauan
kembali dan penyempurnaan Peraturan Daerah tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Kota/Kabupaten.
Proses penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan
dapat dilihat dalam Gambar 3.8.
Penjabaran RTRW Propinsi (Bantuan Teknis) III-69 Pada Kabupaten/Kota di Wilayah Barat
Gambar 3.8.
Bagan Alir Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan
R T R W N
R T R W P
RENCANA STRUKTUR TATA RUANG
KAWASAN PERKOTAAN METROPOLITAN
RENCANA UMUM TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN
IDENTIFIKASI PERMASALAHAN PEMBANGUNAN
DAN PERWUJUDAN RUANG KAWASAN
FORMULASI TUJUAN
PENGEMBANGAN KAWASAN
Rumusan kondisi yang akan datang: • Estimasi kebutuhan dan
pelaksanaan pembangunan
R T R W Kab
RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA • Pengelolaan kawasan lindung dan budidaya • Pengelolaan kawasan tertentu • Sistem prasarana dan sarana sekunder TGT,
TGU dan SDA lainnya • Pentahapan & prioritas pengembangan utk
perwujudan struktur pemanfaatan ruang kota
RENCANA DETAIL TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN • Rencana pemanfaatan ruang kawasan
fungsional dalam blok-blok peruntukan • Rencana struktur pelayanan • Rencana sistem jaringan pergerakan primer
dan sekunder • Rencana sistem utilitas • Arahan kepadatan, ketinggian bangunan
sempadan untuk setiap blok peruntukan Rencana pengelolaan sarana dan • prasarana
TUJUAN PEMBANGUNAN
LINGKUNGAN DAN MASA BANGUNAN
IDENTIFIKASI PERMASALAHAN PEMBANGUNAN
KAWASAN
PERKIRAAN PEMANFATAN
FISIK dan DAYA DUKUNG
LINGKUNGAN
Penjabaran RTRW Propinsi (Bantuan Teknis) III-70 Pada Kabupaten/Kota di Wilayah Barat